bab ii 1199050 -...
TRANSCRIPT
BAB II
DAKWAH DAN KHITTAH NU 1926
Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang dakwah dan khittah NU
1926. Dakwah disini akan menjelaskan tentang pengertian dakwah, tujuan, dasar
hukum, metode dakwah, adapun khittah NU 1926 menjelasan tentang sebuah
keputusan Muktamar NU berkaitan dengan kembalinya NU sebagai organisasi
keagamaan dan kemasyarakatan. Adapun penjelasannya sebagai berikut :
A. Pengertian Dakwah
Dakwah berasal dari bahasa Arab ���, ����, �������� yang berarti seruan,
panggilan, ajakan.16 Pengertian dakwah secara istilah (terminologi), ada
beberapa ahli yang telah mencoba untuk merumuskan istilah tersebut.
Beberapa contoh perumusan yang dapat dikemukakan antara lain adalah :
1. Prof. Dr. Abu Bakar Aceh
Dakwah ialah perintah mengadakan seruan kepada semua manusia untuk kembali dan hidup sepanjang ajaran Allah SWT yang benar, dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan nasehat yang baik.17
2. Prof. Dr. H. M. Thoha Yahya Omar
Dakwah ialah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.18
3. Drs. HM. Arifin M.Ed.
16 M. Aminuduin Sanwar, Ilmu dakwah, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang,
1939, hlm. 1 17 Ibid., hlm. 1-3 18 Ibid., hlm. 3
16
17
Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, maupun tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individu maupun kelompok agar supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran dan sikap penghayatan serta mengamalkan terhadap ajaran agama sebagai massage yang disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur-unsur paksaan.19
Dari ketiga pengertian tersebut dapat dipahami bahwa, dakwah pada
hakekatnya tidak hanya menyeru atau mengajak manusia tetapi lebih dari itu,
yaitu mengubah manusia, baik sebagai individu maupun kelompok menuju
ajaran dan nilai-nilai Islam. Dengan demikian maka konsep dakwah Islam
memuat juga konsep pembahasan individu dan transformasi sosial.
Perubahan individu dan transformasi sosial yang dimaksudkan adalah
perubahan dan transformasi dari kondisi yang kurang atau tidak baik menuju
kepada kondisi yang lebih baik. Oleh karena sifat individu dan lingkungan
sosial bersifat dinamis, maka dakwah dalam arti perubahan dan transformasi
harus dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan.20
Dari uraian pengertian dakwah di atas baik secara etimologis maupun
secara terminologi, maka dakwah merupakan suatu usaha dalam rangka proses
Islamisasi manusia agar taat dan tetap mentaati ajaran Islam guna memperoleh
kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat kelak. Dakwah adalah suatu istilah
khusus yang dipergunakan di dalam agama Islam, mungkin fungsinya ada
persamaan dengan fungsi penyebaran agama-agama lain.21
19 HM. Arifin, M.Ed., Psikologi Dakwah, Jakarta : Bulan Bintang, 1982, hlm. 6 20 K.H. Irfan Helmy, Dakwah Bil Hikmah, Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2002, hlm. 11 21 Aminuddin Sanwar, Op.Cit. hlm. 3
18
Dari penjelasan diatas penulis berpendapat bahwa dakwah adalah
sesuatu kewajiban manusia (muslim) baik itu laki-laki maupun perempuan
untuk mengajak kejalan yang baik yakni kejalan agama Allah SWT, untuk
menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari demi menuju
kesuksesan dunia dan akherat.
B. Tujuan Dakwah
Setiap orang (da'i) dalam menjalankan dakwah haruslah mengerti
tujuan yang hendak dicapai. Tujuan dakwah itulah yang akan menjadi sasaran
dan menjadi pengarah dari tindakan-tindakan dakwah tersebut. Disamping
sebagai pengarah atau sasaran, tujuan dakwah sendiri berfungsi sebagai
kreteria bagi pengetahuan metode yang tepat digunakan dalam kegiatan
berdakwah setiap orang yang mengerjakan sesuatu haruslah mengetahui
tujuan yang hendak dicapai.
Adapun tujuan dakwah dijelaskan sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat al-Anfal ayat 24 :
���������������� ��� ��������� ����� �������������������
… (�� ���� : 24 )
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, perkenankanlah seruan dari Allah dan seruan dari Rasul, apabila dia telah menyeru kamu kepada apa yang akan menghidupkan kamu”. (QS. Al Anfal : 24).22
22 Departeman Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang : Al-Wa’ah, 2000,
hlm. 264.
19
Melihat arti ayat di atas, bahwa menjalankan dakwah adalah sebuah
tujuan dalam menyebarkan nilai-nilai Islam, melaksanakan dakwah sesuatu
ketaatan seseorang terhadap perintah Allah SWT dan Rasulnya. Dakwah
sebagai proses penyampaian pesan-pesan agama ini bukanlah tujuan final.
Penulis mengetahui bahwa tabligh dan dakwah tidaklah berakhir sampai
wafatnya yang punya risalah, yaitu Nabi SAW. Tabligh dan dakwah itu
berlangsung selama masih berdiri langit dan bumi, untuk menyampaikan
informasi mengenai agama Islam, agar semua orang memperoleh pengetahuan
tentang agama Islam dan mengerti apa Islam itu. Untuk hal ini diperlukan
dakwah yang tidak ada hentinya.
C. Dasar Hukum Dakwah
Telah dijelaskan bahwa dakwah merupakan suatu perintah, seruan
kepada manusia untuk mengajak, menyeru dan mempengaruhi manusia agar
selalu berpegang pada ajaran Allah SWT guna memperoleh kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat, dilakukan dengan penuh bijaksana. Usaha
mengajak dan mempengaruhi manusia agar pindah dari satu situasi ke situasi
yang lain yaitu dari situasi yang jauh dari ajaran Allah SWT menuju situasi
yang sesuai dengan petunjuk dan ajaran Allah SWT, adalah merupakan
kewajiban bagi kaum muslimin dan muslimat.
Hal ini berdasarkan kepada firman Allah SWT di dalam surat An-
Nahl ayat 125 yang berbunyi :
20
����� �������������������������������������������� ��!�
�"���� ����#��$�%����"���� ��&"����$���'�$���$��!���
( ������: 125 )
Artinya : ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang lebih tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S. An-Nahl: 125).23
Kata ud’u yang diterjemahkan dengan seruan, ajakan adalah fiil amar
yang menurut kaedah Ushul Fiqh, setiap fiil amar adalah perintah dan setiap
perintah adalah wajib dan harus di laksanakan selama tidak ada dalil lain
yang memalingkannya dari kewajiban itu kepada sunnah atau hukum lain. Jadi
melaksanakan dakwah adalah wajib hukumnya karena tidak ada dalil-dalil lain
yang memalingkannya dari kewajiban itu, dan hal ini di sepakati oleh para
ulama. Hanya saja terdapat perbedaan pendapat para ulama tentang status
kewajiban itu apakah wajib 'ain (fardlu 'ain atau wajib kifayah atau fardlu
kifayah).24
Para Ulama telah sepakat bahwa melaksanakan dakwah Islamiyah
adalah wajib. Kesepakatan itu adalah kesepakatan Ijma', yang terjadi di masa
sahabat, kemudian masa tabiin. Ijma' tidaklah gugur apabila kaum muslimin
mengabaikannya, berpangku tangan, tidak melakukan kegiatan dakwah.25
Di dalam firman Allah SWT surat Thaha ayat 132 yang berbunyi :
23 Depag RI, Op.Cit., hlm. 421 24 M. Aminuddin Sanwar, Op.Cit,. hlm. 34 25 Ahmad Subandi, Op.Cit., hlm. 57
21
��" ��()*������"+��,���"-�.�/����"��(�01��2,(.�$�.���2
3�4!"����2��5�����6�789��:���&;�<
Artinya : “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, kamilah yang memberi rizki kepadamu dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa.” (Surat Thaha : 132).26
Ayat ini mengandung perintah wajib bagi tiap-tiap orang mempunyai
keluarga agar mengajak, menganjurkan supaya kaum keluarganya
mengerjakan perintah Tuhan.
Ayat di atas dapat disimpulkan bahwa mengerjakan dakwah
merupakan suatu kewajiban bagi setiap orang muslim dapat dihukumi fardu
'ain. Kewajiban dalam berdakwah pertama yang dapat dilakukan terhadap
keluarga sendiri, sebelum mengadakan seruan kepada orang lain. Sebab
pembinaan agama dalam keluarga sangatlah penting dapat menanamkan nilai-
nilai agama terhadap anak- anak.
Sebagaimana sabda Nabi SAW disebutkan dalam hadist :
��=+���>�(�?�&����@�$)�&�����A=B���C(������
( �4������>��� )
Artinya : "Jika anak sudah mengenal kanan kirinya (lingkungan sekitarnya), maka surulah dia untuk mengerjakan shalat". ( H.R. al-Baihaqi ).
26 Depag RI, Op.Cit,. hlm. 492
22
Bahwa orang tua sebagai pemimpin rumah tangga bertanggung jawab
baik yang bersifat kodrati maupun kagamaan. Dikatakan sebagai tanggung
jawab kodrati, karena orang tualah yang melahirkan anak, sehingga sudah
sewajarnya orang tua bertanggung jawab membina anaknya sendiri.
Sedangkan tanggung jawab yang bersifat keagamaan adalah tanggung jawab
yang berdasarkan ajaran agama, yakni agama Islam.
D. Metode dan Media Dakwah
Salah satu unsur yang tidak dapat ditinggalkan dalam mencapai tujuan
dakwah adalah metode dan media dakwah. Unsur ini sangatlah mempengaruhi
dai dalam menuju kesuksesan dalam berdakwah. Oleh karena itu akan
dijelaskan metode dan media dakwah secara jelas.
1. Metode Dakwah
Dalam rangka mencapai tujuan dakwah perlu dibedakan antara
istilah metode dengan istilah-istilah yang berdekatan seperti sistem, media,
teori, dan teknik. Adapun didalam pengertian metode dakwah sebagai
berikut :
Didalam bahasa arab metode adalah uslub artinya cara, metode
atau seni. Jika dikatakan “ia berada pada salah satu uslub kaum” artinya ia
mengikuti metode mereka. “kaum menggunakan beberapa uslub dalam
berbicara”, artinya kaum menggunakan bermacam-macam seni.
Uslub dakwah ialah ilmu yang mempelajari bagaimana cara
berkomunikasi secara langsung dan mengatasi kendala-kendalanya.
23
Sumber-sumber pokok metode dakwah yang dijadikan pegangan para da’i
antara lain : Al-Qur’an, As-sunnah, sirah (sejarah) salafus shaleh dari
kalangan sahabat, tabi’in, dan ahli ilmu, serta iman.27
Metode dan teknik dakwah dalam Al-Quran ini tidak merupakan
tuntunan secara terinci, namun secara global. Hal ini memberi
kemungkinan kepada kita sekiranya dapat menjabarkan secara terinci
sesuai dengan perkembangan zaman.
Sedangkan pokok-pokok metode dan teknik dakwah dalam surat
An-Nahl ayat 125 ialah sebagai berikut :
�������������������������������������������� ���$�%��� ��!
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan dengan mauidlah yang baik dan bantahlah dengan cara yang baik”.28
Pada ayat tersebut di atas dijumpai tiga pokok yang dapat dijadikan
sandaran bagi metode dan teknik dakwah, yaitu :
a. Dakwah Bil Hikmah
Hikmah menurut pengertian sehari-hari ialah kebijaksanaan.29
Sedangkan Al-Hikmah, menurut M. Natsir (1984: 165), merupakan
kebijaksanaan yang meliputi cara atau taktik dakwah, yang diperlukan
dalam menghadapi golongan manapun. Hikmah juga berarti perkataan
27 Sa’id bin Ali al-Qahthani , Dakwah Islam Dakwah Bijak, Jakarta : Gema Insani Press,
1994. hlm. 111 28 Depag RI, Op.Cit., hlm. 421 29 Dzikran Abdillah, Op.Cit,. hlm. 25
24
yang jelas dan tegas, disertai dalil-dalil yang dapat memperjelas
kebenaran dan menghilangkan keragu-raguan30.
Dalam pengertian yang sederhana, hikmah berarti adil dan
bijaksana. Hikmah juga bisa berarti sabar, cermat dan teliti. Itulah
sebabnya orang yang berbuat sesuatu dengan penuh keadilan,
bijaksana, cermat, teliti dan sabar biasa disebut dengan hakim. Hakim
juga bermakna orang yang mencegah kerusakan. Sedangkan kata
muhkamat, jika di tujukan kepada ayat-ayat Qur’an, berarti ayat-ayat
yang tercegah dari kerusakan dan penggantian.31
Secara terminologi, kata hikmah diartikan secara berbeda
tergantung perspektif tinjauannya. Para ulama fiqh mengartikan
hikamah sebagai Qur’an dan pemahaman terhadapnya, nasikh-
mansukh, muhkam-mutasyabih, muqaddam-muakhar, haram-halal dan
sebagainya. Sebagian mereka juga ada yang mengartikan hikmah
sebagai kesesuaian antara perkataan dan perbuatan.
Ulama tasawuf mengartikan hikmah dengan sikap wara’ dalam
arti menjauhkan diri dari perbuatan maksiat, atau meletakkan sesuatu
pada tempatnya.32
b. Dakwah Bil Mau’idlah Hasanah
30 Ahmad Subandi, Op.Cit,. hlm. 97 31 Irfan hilmi, Op.Cit., hlm. 11-12 32 Ibid., hlm. 12
25
Dakwah dengan mauidlah artinya dakwah yang dilakukan
dengan cara memberi ingat dan nasehat ataupun ceramah.33
Al Mau’idlah Hasanah, merupakan tutur kata yang baik,
nasihat yang baik dan harus dapat di rasakan oleh sasaran dakwah
sebagai suatu bimbingan, ajakan dan pengarahan yang penuh
perhitungan, bukan merupakan paksaan dan ancaman. Dengan
demikian, al-mau’idla hasanah juga merupakan manifestasi adanya
dalam pribadi seorang juru dakwah. Tutur kata yang baik ini, berarti
pelajaran yang baik, yang dapat masuk dengan lembut kedalam hati,
dan sekaligus mendalami perasaan dengan halus tanpa paksaan.34
c. Dakwah Mujadalah
Dakwah dengan cara mujadalah yang sebaik-baiknya, artinya
dakwah dilakukan dengan jalan mengadakan tukar pikiran yang
sebaik-baiknya.35
Mujadalah bi-allati hiya ahsan, dimaksudkan agar sasaran
dakwah dapat menaruh perhatian dan kepercayaan pada juru dakwah,
karena dia dapat berdiskusi dengan baik tanpa menekan pihak-pihak
yang menentang. Sedang diskusi dalam proses mujadalah ini, bukan di
tujukan untuk mengalahkan pihak tertentu, tetapi hanya untuk
memperingatkan, memberi pengertian dan untuk menemukan
kebenaran.
33 Dzikran Abdillah, Op.Cit., hlm. 26 34 Ahmad Subandi, Op.Cit., hlm. 97 35 Ibid., hlm. 28
26
Metode mujadalah ini juga dimaksudkan dapat menjelaskan
dihadapan audiennya atau lawan bicaranya suatu kesimpulan-
kesimpilan dan prinsip-prinsip secara logis, agar orang yang
sebelumnya menentang, ia akan menerima dan memahami sekaligus
mendukung sepenuh pengertian. Tidak bantahan, menolak pertanyaan
yang dianggap telah terbiasa, sebab melihat perkembangan saat ini
tingkat kekritisan masyarakat sebagai objek kegiatan dakwah.36
Jelaslah bahwa orang berdakwah dengan jalan mengadakan
mujadalah tidak boleh berangggapan bahwa yang satu sebagai lawan
yang lain, tetapi harus beranggapan bahwa teman yang benar yang
tolong menolong dalam mencari kebenaran.
2. Media Dakwah
Hakekat dakwah adalah mempengaruhi dan mengajak manusia
untuk mengikuti idiologi pengajaknya. Sedangkan pengajak (da’i) sudah
barang tentu memiliki tujuan yang hendak dicapainya. Proses dakwah
tersebut agar mencapai tujuan yang efektif dan efisien, da’i harus
mengorganisir komponen-komponen dakwah secara baik dan tepat. Salah
satu komponen yang urgen adalah media dakwah. Dengan demikian dalam
mengaktualisasikan pesan dakwah dibutuhkan sebuah media, agar dakwah
dapat diterima oleh khalayak secara komprehensif.
Dengan demikian dalam proses dakwah media memiliki peran yang
sangat penting. Tanpa adanya media dalam proses dakwah sangat
36 Ahmad Subandi, Op.Cit., hlm. 97
27
memungkinkan dakwah akan mengalami stagnan, sehingga perkembangan
dakwah ke depan tanpa adanya media yang memadai sulit untuk adaptasi
dan menjawab permasalahan-permasalahan yang berkembang di
masyarakat.
1. Pengertian Media Dakwah
Arti istilah media bila dilihat dari asal katanya (etimologi)
berasal dari bahasa latin yaitu “median” yang berarti alat perantara.
Sedang kata media jamak dari kata median atau medium tersebut.37
Pengertian media dakwah berarti segala sesuatu yang dapat dijadikan
sebagai alat (perantara) untuk mencapai tujuan dakwah yang telah
ditentukan. Media dakwah ini dapat berupa barang, orang, tempat,
kondisi tertentu dan sebagainya.38
2. Peranan Media Dakwah
Dalam arti sempit media dakwah dapat diartikan sebagai alat
bentuk dakwah. Atau yang populer didalam proses belajar mengajar
disebut “alat peraga”. Media dakwah memiliki peranan atau
kedudukan sebagai penunjang tercapainya tujuan akhir proses dakwah.
Tanpa adanya media maka tidak dapat mencapai tujuan dengan
maksimal sebagaimana penulis jelaskan di atas.
37 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya : Al-Ikhlas, 1983. hlm.
163. 38 Ibid., hlm. 163
28
Sebenarnya media dakwah bukan saja berperan sebagai alat
bantu dakwah. Namun bila ditinjau dakwah sebagai suatu sistem, yang
mana sistem ini terdiri dari beberapa komponen atau dengan lainnya
saling terkait mengait, bantu membantu dalam mencapai tujuan. Maka
media dakwah mempunyai peranan atau kedudukan yang sama
dibanding dengan komponen yang lain seperti metode dakwah, obyek
dakwah, dan sebagainya.39
E. KHITTAH NU 1926
a. Pengertian NU
Sebelum membahas masalah dakwah dan khittah NU 1926, dalam
tulisan ini penulis memaparkan terlebih dahulu tentang gambaran umum
NU. Sebagaimana diketahui Nahdlatul Ulama sebagai jam’iah diniyah
adalah wadah bagi para Ulama sebagai pengikut-pengikutnya yang
didirikan pada 16 Rajab 1344 H / 31 Januari 1926 dengan tujuan untuk
memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran
Islam yang berhaluan ahlusunnah wal jamaah dan menganut salah satu
madzhab empat, masing-masing Imam Abu Hanifah An Nu’man, Imam
Maliki bin Annas, Imam Muhammad Idris Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad
bin Hambal, untuk mempersatukan langkah para Ulama dan pengikut-
pengikutnya dalam melakukan kegiatan-kegiatannya yang bertujuan untuk
39 Ibid., hlm. 163
29
menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan Bangsa dan ketinggian
harkat dan martabat manusia.
Nahdlatul Ulama dengan demikian merupakan gerakan keagamaan
yang bertujuan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan
masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil, berakhlak
mulia, tenteram, adil dan sejahtera.
Nahdlatul Ulama mewujudkan cita-cita dan tujuannya melalui
serangkaian ikhtiar yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan yang
membentuk kepribadian khas Nahdlatul Ulama. Inilah yang kemudian
disebut sebagai Khittah Nahdlatul Ulama.40
b. Pengertian Khittah NU 1926
Sesuai dengan hasil Keputusan Muktamar NU ke-27 No.02/MNU-
27/1984 diSitubondo, Khittah NU 1926 dapat artikan dan dijelaskan
sebagai berikut :
1. Pengertian Khittah NU
a. Khittah Nahdlatul Ulama adalah landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga Nahdlatul Ulama yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perorangan maupun organisasi serta dalam setiap proses pengambilan keputusan.
b. Landasan tersebut adalah paham Islam ahlussunah waljamaah yang diterapkan menurut kondisi masyarakat di Indonesia, meliputi dasar-dasar amal keagamaan maupun kemasyarakatan.
c. Khittah Nahdlatul Ulama juga digali dari intisari perjalanan sejarah khidmahnya dari masa ke masa.41
40 Buku Panduan, Nahdlatul Ulama Kembali ke Khittah 1926, PBNU, Situbondo :
Risalah, 1995, hlm. 116-107 41 PBNU, Keputusan Alim Ulama dan Konbes NU di Bandar lampung Jakarta, 1992,
hlm. 28
30
Beberapa Catatan Penjelasan tentang Pengertian Khittah
1. Khittah artinya “garis”. Dalam hubungan dengan Nahdlatul Ulama,
kata khittah berarti garis-garis pendirian, perjuangan dan
kepribadian Nahdlatul Ulama, baik yang berhubungan dengan
urusan keagamaan, maupun urusan kemasyarakatan, baik secara
perorangn maupun secara organisasi. Garis-garis termaksud,
sesungguhnya sudah dimiliki para ulama pengasuh pesantren
secara membudaya, memasyarakat dan mentradisi. Ketika dia
mendirkan jamiyah (organisasi) Nahdlatul Ulama, maka garis-garis
tersebut dituangkan di dalamnya, untuk dilestarikan, di pelihara
dan di kembangkan.
2. Fungsi garis-garis itu di rumuskan sebagai “landasan berfikir,
bersikap dan bertindak warga Nahdlatul Ulama yang harus
dicerminkan dalam tingkah laku perorangan maupun organisasi
serta dalam setiap proses pengambilan keputusan”. Artinya :
a. Fikiran, sikap dan tindakan warga NU harus berlandaskan atas
khittah NU, baik secara perorangan maupun secara
organisatoris.
b. Demikian pula, setiap kali mengambil keputusaan, maka
proses, prosedur dan hasil keputusan itu hanya sesuai dengan
khittah NU. Contohnya, NU menghadapi masalah Negara
Republik Indonesia. Sebagai jam’iyah diniyah (organisasi
keagamaan) yang pertama kali dipertanyakan adalah : Apakah
31
NKRI itu sah menurut hukum Islam atau tidak ? bagaimana
sikap dan tindakan NU menghadapinya : dibela kehadirannya,
disempurnakan kekurangan-kekurangannya, diluruskan
kekeliruan-kekeliruan pengelolanya, didukung program-
programnya atau bagaimana ? semuanya diambil keputusan
melalui jalur musyawarah, dengan mempertimbangkan segala
kepentingan secara seimbang dengan menggunakan dalil-dalil
dan kaidah-kaidah keagamaan. Tidak hanya mengikuti emosi
atau kepentingan sesaat, mengabaikan berbagai pertimbangan
yang wajar dan proporsional (wadl’u syai-in fi masailihi :
meletakkan sesuatu pada tempatnya).
c. Materi, landasan atau garis-garis termaksud (khittah) adalah :
“faham Islam ahlussunnah wal jama’ah yang diterapkan
menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia, meliputi dasar-
dasar amal keagamaan maupun kemasyarakatan”.
d. Faham ahlussunah wal jama’ah atau Islam menurut
pemahaman ahlussunah wal jama’ah, bagi NU tidak hanya
terbatas pada bidang atau urusan aqidah saja, tetapi juga
mengenai bidang-bidang fiqh, tashawuf atau akhlak, bahkan
meluas, tercermin di dalam sikap-sikap kemasyarakatan
tertentu. Seperti : Tawassuth (sikap tegas), I'tidal (tegak lurus)
dan sebagainya. Mungkin ini merupakan salah satu ciri khas
32
NU di dalam memahami, menghayati dan mengamalkan Islam
ahlussunah wal jama’ah42.
3. Khittah NU juga digali dari intisari perjalanan sejarah
kehidupannya dari masa ke masa, artinya khittah NU secara
terwujud” Islam ahlussunah wal jama’ah yang diterapkan menurut
kondisi kemasyarakatan di Indonesia”, juga dilengkapi dan
diperkaya dengan intisari pelajaran dari pengalamannya selama
berjuang (berkhidmah), sepenjang sejarah. Dengan demikian
khittah NU menjadi bersifat jelas, kenyal, luwes dan dinamis.43
c. Isi Khittah NU 1926
Secara garis besar isi khittah NU 1926 yang merupakan prinsip
gerak Nahdliyiah hasil muktamar ke-27 1984 terdiri dari :
1. Dasar-dasar faham keagamaan Nahdlatil Ulama
a. Nahdlatul Ulama mendasarkan faham keagamaannya kepada
sumber ajaran Islam: al-Qur’an, As- Sunnah, Al- Ijma’ dan al-
Qiyas.
b. Dalam memahami dan menafsirkan Islam dari sumber-sumbernya
tersebut di atas, Nahdlatul Ulama mengikuti faham ahlussunnah
wal jama’ah dan menggunakan jalan pendekatan (al-Madzhab)
sebagai berikut :
42 Ibid., hlm. 128 43 Ibid., hlm. 130
33
1) Bidang aqidah, Nahdlatul Ulama mengikuti faham ahlus sunnah
wal jama’ah yang dipelopori oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan
Iman Abu Mansur al-Maturidi.
2) Bidang fiqh, Nahdlatul Ulama mengikuti jalan pendekatan (al-
Madzhab) salah satu dari badzhab Abu Hanifah An- Nu’man Imam
Maliki bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i dan
Imam Ahmad bin Hambal.
3) Dibidang tashawuf mengikuti antara lain Imam al-Junaid al-
Bagdadi dan Imam al-Ghazali serta Imam-imam yang lain.
c. Nahdlatul Ulama mengikuti pendirian, bahwa Islam adalah agama
yang fitri, yang bersifat menyempurnakan segala kebaikan yang
sudah dimiliki oleh manusia. Faham yang di anut oleh Nahdlatul
Ulama bersifat menyempurnakan nilai-nilai yang baik yang sudah
ada dan menjadi milik serta ciri-ciri suatu kelompok manusia
seperti suku maupun bangsa dan tidak bertujuan menghapus nilai-
nilai tersebut.
2. Adapun Ikhtisar-ikhtisar yang dilakukan Nahdlatul Ulama sebagai
berikut :
Sejak berdirinya Nahdlatul Ulama memilih beberapa bidang
utama kegiatannya sebagai ikhtisar mewujudkan cita-cita dan tujuan
berdirinya, baik tujuan yang berfifat keagamaan maupun
kemasyarakatan. Ikhtisar-ikhtisar tersebut adalah :
34
a. Peningkatan silaturrahim/komunikasi/ interrelasi antar ulama.
(Dalam statoetan Nahdlatul Ulama 1926 disebutkan mengadakan
perhubungan di ntara ulama-ulama yang bermadzhab)
b. Peningkatan kegiatan di bidang keilmuan/pengkajian pendidikan
(dalam statoeten Nahdlatul Ulama 1926 disebutkan memeriksa
kitab-kitab sebelumnya dipakai untuk mengajar supaya diketahui
apaka itu dari pada kitab-kitab yang ahli sunnah wal jama’ah atau
kitab-kitab ahli bid’ah, memperbanyak madrasah-madrasah yang
berdasar agama Islam)
c. Peningkatan kegiatan penyiaran Islam, pembangunan sarana-sarana
peribadatan dan pelayanan sosial. (dalam statoeten Nahdlatul
Ulama 1926 disebutkan : menyiarkan agama Islam dengan jalan
apa saja yang halal, memperhatikan hal-hal yang berhubungan
dengan masjid-masjid, sueraoe-sueraoe, pondok-pondok, begitu
juga dengan hal ihwalnya nak-anak Yatim, dan orang-orang yang
fakir miskin)
d. Peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat melalui kegiatan
yang terarah (dalam statoeten Nahdlatul Ulama 1926 disebutkan :
mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian,
perniagaan dan perusahaan yang tiada dilarang oleh syara’ agma
Islam)
Kegiatan-kegiatan yang dipilih oleh Nahdlatul Ulama pada
awal berdiri dan khidmahnya menunjukan pandangan dasar yang peka
35
terhadap pentingnya terus-menerus berhubungan dan komunikasi antar
para ulama sebagai pemimpin masyarakat, serta adanya keprihatinan
atas nasib manusia yang terjerat oleh keterbelakangan, kebodohan dan
kemiskinan. Sejak semula Nahdlatul Ulama melihat masalah ini
sebagai bidang garapan yang harus dilaksanakan melalui kegiatan-
kegiatan nyata.
Pilihan akan ikhtisar yang dilakukan mendasari kegiatan
Nahdlatul Ulama dari masa kemasa dengan tujuan untuk melakukan
perbaikan, perubahan dan pembaharuan masyarakat, terutama dengan
mendorong swadaya masyarakat sendiri.
Nahdlatul Ulama sejak semula meyakini bahwa persatuan dan
kesatuan para ulama dan pengikutnya masalah pendidikan dakwah
Islamiyah, kegiatan sosial, serta perekonomian adalah masalah yang
tidak dapat dipisahkan untuk membahas masyarakat yang terbelakang,
bodoh dan miskin menjadi masyarakat yang maju, sejahtera dan
berakhlak mulia.
Pilihan kegiatan Nahdlatul Ulama tersebut sekaligus
menumbuhkan sikap partisipatif terhadap setiap usaha yang bertujuan
membawa masyarakat kepada kehidupan yang maslahat.
Setiap kegiatan Nahdlatul Ulama untuk kemaslahatan manusia
dipandang sebagai perwujudan amal ibadah yang di dadarkan pada
faham keagamaan yang di anutnya.
36
3. Perilaku yang dibentuk oleh dasar keagamaan dan sikap
kemasyarakatan Nahdlatul Ulama, dasar-dasar keagamaan (angka 3)
dan sikap kemasyarakatan (angka 4) tersebut membentuk perilaku
warga Nahdlatul Ulama, baik dalam tingkah laku perorangan maupun
organisasi yang :
a. Menjunjung tinggi nilai-nilai maupun norma-norma ajaran Islam
b. Mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi
c. Menjunjung tinggi sifat keikhlasan dan berkhidmah dan berjuang
d. Menjunjung tinggi persaudaraan (al-ukhuwwah), persatuan (al-
ittihad serta kasih mengasihi
e. Meluhurkan kemuliaan moral (al-Akhlak al-karimah) dan
menjunjung tinggi kejujuran (ash- Sidqu) dalam berfikir, bersikap
dan bertindak.
f. Menjunjung tinggi kesetiaan (loyalitas) kepada agama berbangsa
dan bernegara
g. Menjunjung tinggi nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian
dari ibadah kepada Allah SWT
h. Menjunjung tinggi ilmu pengetahuan serta ahli-ahlinya.
i. Selalu siap untuk menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang
membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia
j. Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu
dan mempercepat perkembangan masyarakatnya
37
k. Menjunjung tinggi kebersamaan ditengah kehidupan berbangsa
dan bernegara.
4. Sikap Kemasyarakatan Nahdlatul Ulama
Dasar-dasar pendirian faham keagamaan Nahdlatul Ulama
tersebut menumbuhkan sikap kemasyarakatan yang bercirikan pada :
a. Sikap tawasuth dan I’tidal
Sikap tegas yang berintikan kepada prinsip hidup yang menjunjung
tinggi keharusan berlaku adil yang lurus di tengah-tengah
kehidupan bersama. Nahdlatul Ulama dengan sikap dasar ini akan
selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak
lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala
bentuk pendekatan yang bersifat tathanuf (ekstrim)
b. Sikap tasamuh
Sikap toleran terhadap perbedaan pandangan baik dalam masalah
keagamaan terutama hal-hal yang bersifat furu’ atau menjadi
masalah khilafiyah, serta dalam masalah kemasyarakatan dan
kebudayaan.
c. Sikap tawazun
Sikap seimbang dalam berkhidmah. Menyerasikan khidmah
kepada Allah SWT, khidmah kepada sesama manusia serta
khidmah kepada lingkungan hidupnya. menyelaraskan kepentingan
masa lalu, masa kini dan masa mendatang.
d. Amar ma’ruf nahi munkar
38
Selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik,
berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama, serta menolak
dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan
merendahkan nilai-nilai kehidupan.
5. Fungsi Organisasi dan Kepemimpinan Ulama
Dalam rangka melaksanakan ikhtiar-ikhtiarnya Nahdlatul
Ulama membentuk organisasi yang mempunyai struktur tertentu yang
berfungsi sebagai alat untuk melakukan koordinasi bagi tercapainya
tujuan-tujuan yang telah ditentukan, baik tujuan yang bersifat
keagamaan maupun kemasyarakatan.
Karena pada dasarnya Nahdlatul Ulama adalah jam’iyah
diniyah yang membawakan faham keagamaan, maka ulama sebagai
mata rantai pembawa faham Islam ahlussunnah wal Jama’ah, selalu di
tempatkan sebagai pengelola, pengendali, pengawas dan
pembimingutama jalannya organisasi.
Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya, Nahdlatul Ulama
menempatkan tenaga-tenaga yang sesuai dengan bidangnya untuk
menanganinya.
6. Nahdlatul Ulama dan Kehidupan Berbangsa
Sebagai organisasi kemasyarakatan yang menjadi bagian tak
terpisahkan dari keseluruhan bangsa Indonesia, Nahdlatul Ulama
senantiasa menyatakan diri dengan perjuangan nasional bangsa
Indonesia. Nahdlatul Ulama secara sadar mengambil posisi yang aktif
39
dalam proses perjuangan mencapai dan mempertahankan
kemerdekaan, serta ikut aktif dalam penyusunan UUD 1945 dan
perumusan Pancasila sebagai dasar negara.
Keberadaan Nahdlatul Ulama yang senantiasa menyatukan diri
dengan perjuangan bangsa, menempatkan Nahdlatul Ulama dan
segenap warganya untuk senantiasa aktif mengambil bagian dalam
pembangunan bangsa menuju masyarakat adil dan makmur yang di
ridlai Allah SWT. Karenanya setiap warga Nahdlatul Ulama harus
menjadi warga negara yang senantiasa menjunjung tinggi pancasila
dan UUD 1945.
Sebagai organisasi keagamaan, Nahdlatul Ulama merupakan
bagian tak terpisahkan dari umat Islam Indonesia yang senantiasa
berusaha memegang teguh prinsip persaudaraan (al-ukhuwh), toleransi
(al-tasamuh), kebersamaan dan hidup berdampingan baik dengan
sesama umat Islam maupun dengan sesama warga negara yang
mempunyai keyakinan / agama lain untuk bersama-sama mewujudkan
cita-cita persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh dan dinamis.
Sebagai organisasi yang mempunyai fungsi pendidikan,
Nahdlatul Ulama senantiasa berusaha secara sadar untuk menciptakan
warga negara yang menyadari akan hak dan kewajibannya terhadap
bangsa dan negara.
40
Nahdlatul Ulama sebagai jam’iyyah secara organisatoris tidak
terikat dengan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan
manapun juga.
Setiap warga Nahdlatul Ulama adalah warga negara yang
mempunyai hak-hak politik yang dilindungi oleh Undang-Undang.
Didalam hal warga Nahdlatul Ulama menggunakan hak-hak politiknya
harus dilakukan secara bertangngungjawab, sehingga dengan demikian
dapat di tumbuhkan sikap hidup yang demokratis, konstitusional, tata
hukum dan mampu mengembangkan mekanisme musyawarah dan
mufakat dalam memecahkan permasalahan yang di hadapi bersama.
7. Khittah
Khittah Nahdlatul Ulama ini merupakan landasan dan patokan-
patokan dasar yang perwujudannya dengan ijin Alllah SWT, terutama
tergantung pada semangat pemimpin warga Nahdlatul Ulama. Jamiyah
Nahdlatul Ulama hanya akan memperoleh dan mencapai cita-cita jika
pemimpin dan warganya benar-benar meresapi dan mengamalkan
khittah Nahdlatul Ulama selama ini44.
Adapun menurut kyia Ahmad Sidiq dalam pandangan dan
pemikirannya tentang ulama dan pancasila sebagai berikut :
1. Politik, merupakan hak asasi setiap warga negara termasuk warga
Nahdliyah. Akan tetapi NU bukanlah suatu wadah kegiatan politik
praktis.
44 PBNU, Op. Cit. hlm. 118-127.
41
2. Oleh karena itu NU menghargai setiap warga negara untuk
mengunakan hak politiknya. Berdasarkan hal itu, maka NU
memberi kebebasan warganya untuk masuk atau tidak masuk satu
organisasi politik dan menyalurkan aspirasi politiknya melalui
organisasi tersebut selama hal itu bermanfaat bagi perjuangan
Islam.
3. Pancasila merupakan dasar negara sebagai hasil konsensus
Nasional yang diupayakan oleh umat Islam melalui pemimpinnya.
Oleh karena itu umat Islam mempunyai kewajiban memenuhi nilai-
nilai Pancasila sesuai dengan pemahaman menurut bunyi dan
makna yang terkandung dalam undang-undang dasar 1945.
4. Menerima NU terhadap Pacasila bukan sekedar taktik, akan tetapi
merupakan suatu prinsip.
5. Nilai-nilai luhur yang dirumuskan dalam dasar negara atau
Pancasila dapat disepakati dan dibenarkan menurut pandangan
Islam, oleh karena umat Islam ikut aktif merumuskan pancasila
tersebut.
6. Pancasila sebagai dasar negara sejalan dengan agama Islam dan
tidak bertentangan. Oleh karena itu keduanya tidak harus dipilih
dengan menafikan (meniadakan) yang lain.
7. Menurut pandangan NU, Indonesia dalam arti budaya (bukan
secara politis) adalah wilayah Islam. pandangan itu didasarkan
pada kenyataan bahwa orang yang secara tidak terus terang
42
menyatakan agamanya dianggap sebagai orang Islam. disamping
itu perjuangan kemerdekaan bagi umat Islam (NU) hukumnya
fardu ain, sehingga negara Indonesia sah menurut hukum Islam.
8. Sila pertama pancasila yang menjiwai sila lainnya merupakan
cermin rumusan tauhid yang merupakan inti akidah Islam menurut
pengertian keimanan dalam Islam. oleh karena itu pengamalan
pancasila merupakan wujud dari usaha umat Islam merealisasikan
syariat Islam.
9. Sesuai dengan sejarah kelahirannya, NU merupakn gerakan para
Ulama yang tercermin dalam nama Nahdlatul Ulama. Oleh karena
itu kepemimpinan dalam NU adalah kepemimpinan ulama dalam
lembaga pengurus Syuriyah.
10. Paham keagamaan NU menyatakan bahwa sumber utama ajaran
Islam adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasul sesuai dengan paham
ahlussunnah wal jamaah yang dipahami dengan mengikuti
pendapat ulama madzahibul arba’ah.
11. Kembali kepada khittah 1926 berarti meletakkan ulama (Syuriyah)
sebagai pemimpin, pengelola, pengendali dan pembimbing
pemikiran dan ide Islam.
12. Khittah 1926 merupakan pedoman pemikiran warga dan pengarah
gerak NU.45
45 Ibid., hlm. 59-61
43
Pemikiran kyia Ahmad Sidiq di atas merukan gambaran bahwa
lembaga Syuriyah merupakan lembaga yang menetapkan pola
kebijakan NU dalam berbagai masalah kehidupan baik persoalan intern
warga NU maupun masyarakat secara umumnya. Lembaga ini
sangatlah penting peranannya dalam mencapai kehidupan yang
harmonis dan lembaga ini pula sebagai benteng dalam menjaga,
mencegah sebuah persolan-persolan yang ada di Indonesia.
Adapun teori-teori di atas dapat dijelaskan pada Muktamar NU
ke-28 di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta 1989 yang
menghasilkan ada sembilan rumusan politik bagi NU sebagai berikut;
1. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan
bahwa negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara
menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
2. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang berwawasan
kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan langkah-langkah
yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk
mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat yang
adil dan makmur lahir dan batin, dan dilakukan sebagai amal
ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan kehidupan di akhirat.
3. Politik bagi NU adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan
yang hakiki dan demokratis, mendidiuk kedewasaan bangsa untuk
menyadari hak, kewajiban dan tanggung jawab untuk mencapai
kemaslahgatan bersama.
44
4. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan
moral, etika, dan budaya yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
berperikemanusiaan yang adil dan berdab, menjunjung tinggi
persatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam per5musyawaratan/perwakilan, dan
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan
kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional ,adil, sesuai
dengan peraturan dan norma-norma yang disepakati, serta dapat
mengembangkan mekanisme dalam memecahkan masalah
bersama.
6. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama dilakukan untuk memperkokoh
konsensus-konsensus nasional, dan dilaksanakan sesuai dengan
akhlakul karimah sebagai pengamalan ajaran Islam Ahlussunah
Wal Jamaah.
7. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama, dengan dalih apapun, tidak boleh
dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan
memecah belah persatuan.
8. Perbedaan pandangan di antara aspiran-aspirtan politik warga NU
harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadlu, dan
saling menghargai satu sama lain, sehingga diu dalam berpolitik itu
tetap dijaga persatuan dan kesatuan di lingkunan Nahdlatul Ulama.
45
9. Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama menurut adanya komunikasi
kemasyarakatan timbal balik dalam pembangunan nasional untuk
m enciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan organisasi
kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu melaksanakan
fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat menyalurkan
aspirasi serta berpartisipasi dalam pembangunan.46
Dengan konsep politik diatas berarti hubungan NU dengan
organisasi politik baik secara suprastruktur akan lebih berlangsung
secara informal. Kalau tidak demikian yakni warga NU yang aktif
organisasi politik tertentu atau di dalam suprastruktur politik, di beri
kebebasan untuk berlaku demikian asal tidak termasuk dalam pengurus
harian sebagaimana ditentukan.
Dalam hasil Muktamar NU ke-29 di Cipasung 1994,
menghasilkan salah satu hal dalam pandangan bidang politik sebagai
berikut; mempertegas kembali dan menyerukan kepada segenap umat
Nahdliyin menggunakan hak-hak politik pribadi yang diatur oleh
keputusan Muktamar ke-27/ 1984 di Situbondo agar memupuk
kredibilitas pribadinya selaku insan politik yang dewasa dan
bertanggung jawab untuk menumbuhkan budaya politik yang sehat,
demokratis dan konstitusional. Untuk itu ,"Sembilan Pokok Pedoman
Berpolitik " yang dihasilkan oleh Muktamar ke-28 1989 di Yogyakarta
hendaknya dijadikan pedoman, sehingga warga NU tidak akan
46 Kacung Marijan, Quo Vadis NU Setelah kembali ke Khittah 1926, Jakarta, Erlangga,
1992, hlm 187-188D
46
terombang–ambing sikap dan perilaku politiknya oleh arus perubahan
dan pembaruan yang sedang berlangsung.47
Hasil-hasil keputusan Muktamar NU diatas merupakan
pegangan, pedoman warga NU dalam menjalankan sebuah organisasi
NU maupun dalam aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara.
d. Struktur Organisasi NU
Sesuai dengan AD/ART bahwa struktur NU terdiri dari: pengurus
mustasyar, Pengurus Syuriah, Pengurus Tanfidziyah, Pengurus Badan
otonom,Pengurus Lajnah, dan Pengurus Lembaga. Adapun penjelasannya
sebagai berikut :
1. Pengurus Mutasyar adalah bertugas menyelenggarakan pertemuan
setiap kali dianggap perlu untuk secara kolektif memberikan nasehat
kepada Pengurus Nahdlatul Ulama menurur tingkatannya dalam
rangka menjaga kemurnian Khittah Nahdiyah dan ishlahu dzati bain (
arbitrase).
2. Pengurus Syuriah adalah selaku pimpinan tertinggi yang berfungsi
sebagai pembina, pengendali, pengawas dan penentu kebijaksanaan
Nahdlatul Ulama.
3. Pengurus Tanfidziyah adalah sebagai pelaksana tugas sehari-hari
mempunyai kewajiban memimpin jalannya organisasi sesuai dengan
kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh Pengurus Syuriah.
47PBNU, Hasil-Hasil Muktamar Ke-29 Nahdlatul Ulama, Jakarta, 1994.hlm 4
47
4. Badan otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang
bewrfungsi membantu melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama,
khususnya yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu yang
beranggotakan perseorangan.
Badan otonom terdiri dari :
a. Jamiyyah Ahli Thariqah Al-Mutabarah An-Nahdiyah adalah Badan
otonom yang menghimpun pengikut aliran tarekat yang mutabar di
lingkungan Nahdlatul Ulama.
b. Muslimat Nahdlatul Ulama adalah Badan otonom yang menghimpun
anggota perempuan Nahdlatul Ulama
c. Fatayat Nahdlatul Ulama adalah Badan otonom yang menghimpun
anggota perempuan muda Nahdlatul Ulama.
d. Gerakan Pemuda Ansor ( GP Ansor ) adalah Badan otonom yang
menghimpun anggota pemuda Nahdlatul Ulama.
e. Ikatan Putra Nahdlatul Ulama (IPNU) adalah Badan Otonom yang
menghimpun pelajar laki-laki, santri lako-laki dan mahasiswa laki-laki.
f. Ikatan Putri-Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), adalah Badan Otonomi
yang menghimpun pelajar perempuan, santri perempuan dan
mahasiswa perempuan.
g. Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), adalah Badan Otonom yang
menghimpun para sarjana dan intelektual Nahdlatul Ulama
48
5. Lanjah adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama untuk
melaksanakan progam Nahdlatul Ulama yang memerlukan penanganan
khusus.
Lajnah terdiri dari :
a. Lanjah Falakjiyah bertugas mengurus masalah hisab dan ru'yah
b. Lajnah Ta'lif Wan Nasyr, bertugas dalam bidang penerjemahan,
penyusunan, dan penyebaran kitab-kitab menurut paham ahli
sunnah wal jammaah.
c. Lajnah Auqof Nahdlatul Ulama, bertugas menghimpun mengurus
dan mengelola tanah serta bangunan yang diwakafkan kepada
Nahdlatul Ulama.
d. Lajnah Zakat, Infaq, dan Shodaqoh, bertugas menghimpun,
mengelola dan mentasharufkan zakat, infaw dan shodaqoh.
e. Lajnah Bahtsul Masail Diniyah, bertugas menghimpun, membahas
dan memecahkan masalah-masalah yang maudlu'iyyah dan
waqi'iyyahah yang harus segera mendapat kepastian hukum.
6. Lembaga adalah perangkat departemenitasi organisasi nahdlatul ulama
yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama,
khususnya yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu.
Lembaga NU terdiri dari :
a. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU), yang bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang penyiaran
agama Islam ahlussunnah wal jamaah.
49
b. Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU,
bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang
pendidikan dan pengajaran, baik formal maupun non-formal, selain
pondok pesantren.
c. Lembaga Sosial Mabarrot Nahdlatul Ulama (LS Mabarrat NU),
bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang sosial
dan kesehatan.
d. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan
ekonomi warga Nahdlatul Ulama.
d. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP-2 NU),
bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang
pengambangan pertanian dalam arti luas, termasuk eksploitas
kelautan.
e. Rabithah Ma'aahid al-Islamiyyah (RMI), bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan pondok
pesantren.
f. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKK-NU),
bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang
kemaslahatan keluarga, kependudukan dan lingkungan hidup.
g. Haiah Ta'mirif Masajid Indonesia (HTMI), bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan dan
pemakmuran masjid.
50
h. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
(Lakpesdam), bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama
dibidang pengkajian dan pengembangan sumber daya manusia.
i. Lembaga Seni-Budaya Nahdlatul Ulama (LASNU) , bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengambangan
seni dan budaya termasul seni hadrah.
j. Lembaga Pengembangan Tenaga Kerja (LPTK NU, Bertugas
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengembangan
ketenagakerjaan.
k. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH NU), bertugas
melaksanakan penyuluhan dan memberikan bantuan hukum.
l. Lembaga Pencak silat (LPS) Pagar Nusa, bertugas melaksanakan
kebijakan Nahdlatul Ulama dibidang pengambangan seni bela diri
pencak silat.
m. Jam'iyyatul Qurra wal Hufadz, bertugas melaksanakan kebijakan
Nahdlatul Ulama dibidang pengambangan tilawah, metode
pengajaran dan hafalan al-Qur'an.
F. Dakwah dan Khittah NU 1926
a. Organisasi Dakwah
Organisasi berasal dari bahasa Yunani “orgon” dan bahasa lainnya
“organum” berarti alat bagian anggota atau badan. Menurut istilah
organisasi adalah sebagai suatu ikatan kerja sama manusia untuk mencapai
51
tujuan bersama.48 Menurut Herbert A. Simon sebagaimana dikutip oleh
Sutarto “Organization is the complex pattern of communication and other
relations in a group of human being” (organisasi adalah pola komunikasi
yang kompleks dan hubungan-hubungan lain didalam suatu kelompok
manusia).49
Berdasarkan pengertian di atas maka organisasi atau pengorganisa-
sian dakwah dapat dikatakan sebagai suatu tindakan menghubungkan
aktifitas-aktifitas dakwah secara efektif dalam wujud kerja sama di antara
para da’i. Ma ka perlu adanya pembagian tugas secara tepat sesuai dengan
program-program yang akan dikelola.
Menurut Abdul Rosyad Shaleh, pengorganisasian dakwah dapat
dirumuskan sebagai rangkaian aktivitas menyusun suatu kerangka yang
menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan
membagi dan mengelompokkan pekerjaan yang harus dilaksanakan serta
menetapkan dan menyusun jalinan hubungan kerja diantara satuan-satuan
organisasi atau petugasnya.50
Di dalam pengorganisasian dakwah, pekerjaan yang paling penting
untuk dilakukan oleh seorang kader dakwah dalam kesatuan tertentu
adalah saling menyusun dan menetapkan jalinan kerja sama. Paling tidak
48 Muhtar Setiadi, Studi Analisis Tentang Penerapan Manageman Dakwah Organisasi
NU dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Islam di Daerah Kabupaten Boyolali, Skripsi Sarjana, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, 1997, hlm. 46
49 Sutarto, Dasar-Dasar Organisasi, Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1978. hlm. 29
50 Abdul Rosyad Shaleh , Op.Cit., hlm. 77
52
terdapat empat komponen dasar yang harus dikerjakan dalam
pengorganisasian dakwah, yaitu :
a. Membagi-bagi dan menggolong-golongkan tindakan-tindakan dakwah
dalam kesatuan-kesatuan tertentu.
b. Menentukan dan merumuskan tugas dari masing-masing kesatuan,
serta menempatkan pelaksana atau (da’i) untuk melakukan tugas
tersebut.
c. Memberikan wewenang kepada masing-masing pelaksana.
d. Menetapkan jalinan hubungan.51
Dengan empat langkah dalam rangka pengorganisasian tersebut,
maka akan tersusun suatu pola atau bentuk kerjasama dakwah, dimana
masing-masing orang yang mendukung usaha kerjasama itu mengetahui
pekerjaan apa yang harus dilaksanakan, sampai sejauh mana wewenang
masing-masing serta jalinan hubungan antara satu dengan yang lain dalam
rangka usaha kerja sama itu. Pola atau bentuk kerja sama sebagai hasil
dari proses pengorganisasian tersebut disebut organisasi.
b. Dakwah NU Pasca Khittah 1926
Yang dimaksud NU kembali ke khittah 1926 adalah kembalinya
eksistensi NU dari organisai politik kedalam bentuk asal (organisasi sosial
kemasyakarakatan) keagamaan. Dengan kata lain NU menghentikan
segala aktivitas politik praktis dan kembali menggalakkan kegiatan sosial,
pendidikan dan dakwah.
51 Ibid., hlm. 90
53
Adapun tujuan perjuangan NU untuk masing-masing tugas utama
tersebut di atas adalah salah satunya adalah bidang dakwah sebagaimana
dijelaskan bahwa dalam bidang dakwah NU, pelaksanaan dakwah makin
hari makin terasa penting untuk dikelola dengan teknik penyampaian
risalah secara teratur, sistematik, dan baik. pelaksanaan tugas dakwah
dilakukan dengan prinsip : lemah lembut, lapang dada, pemaaf, do’a dan
tawakal.52
Sebagai jamiyyah, tugas lain NU adalah memberikan panduan dan
bimbingan agar perubahan kebutuhan maupun cara dalam memecahkan
kebutuhan tersebut, tidak mengakibatkan goncangang pada moral
masyarakat dengan terus melakukan pembinaan akhlaqul karimah dengan
demikian NU disatu pihak terus melakukan perbaikan dan perubahan
dalam melakukan amal bakti dan khitmatnya kepada umat dan Bangsa,
dipihak lain NU terus berusaha agar menjaga masyarakat berpegang teguh
pada sifat dan sikap yang mencerminkan akhlak karimah yang bersumber
dari ajaran Islam.
Sedangkan dalam salah satu pasal pada anggaran Dasar NU
disebutkan bahwa tujuan NU adalah berlakunya ajaran Islam yang
berhaluan ahlussunah wal jamaah dan mengikuti salah satu dari empat
mazhab ditengah-tengah kehidupan, didalam wadah negara kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan undang undang dasar
1945.
52 Abdul Munir dan Ahmad Arwan Bauis, Op.Cit., hlm. 53
54
Adapun tujuan yang bersifat keagamaan maupun kemasyarakatan.
Sebagaimana didalam Ikhtiar-ikhtiar NU sebagai berikut :
1. Peningkatan silaturrahim/komunikasi/interrelasi antar ulama. (Dalam
statoetan Nahdlatul Ulama 1926 disebutkan mengadakan perhubungan
diantara ulama-ulama yang bermadzhab)
2. Peningkatan kegiatan di bidang keilmuan/pengkajian pendidikan
(dalam statoeten Nahdlatul Ulama 1926 disebutkan memeriksa kitab-
kitab sebelumnya dipakai untuk mengajar supaya diketahui apaka itu
dari pada kitab-kitab yang ahli sunnah wal jama’ah atau kitab-kitab
ahli bid’ah, memperbanyak madrasah-madrasah yang berdasar agama
Islam)
3. Peningkatan kegiatan penyiaran Islam, pembangunan sarana-sarana
peribadatan dan pelayanan sosial. (dalam statoeten Nahdlatul Ulama
1926 disebutkan : menyiarkan agama Islam dengan jalan apa saja yang
halal, memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan masjid-
masjid, sueraoe-sueraoe, pondok-pondok, begitu juga dengan hal
ihwalnya anak-anak yatim, dan orang-orang yang fakir miskin)
4. Peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat melalui kegiatan yang
terarah (dalam statoeten Nahdlatul Ulama 1926 disebutkan :
mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian,
perniagaan dan perusahaan yang tiada dilarang oleh syara’ agama
Islam).53
53 PBNU, Keputusan Alim Ulama dan Konbes Nahdlatul Ulama, Op.Cit., hlm. 138
55
Kegiatan-kegiatan yang dipilih oleh Nahdlatul Ulama pada awal
berdiri dan khidmahnya menunjukan pandangan dasar yang peka terhadap
pentingnya terus-menerus berhubungan dan komunikasi antar para Ulama
sebagai pemimpin masyarakat, serta adanya keprihatinan atas nasib
manusia yang terjerat oleh keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan.
Sejak semula Nahdlatul Ulama melihat masalah ini sebagai bidang
garapan yang harus dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan nyata.
Sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut diatas dilakukan
adalah serangkaian iktiar yang diwujudkan dalam program dasar
pengembangan NU. Adapun aktivitas atau realisasi program dasar
pengembangan NU yaitu :
a. Kegiatan dakwah Islamiyah yang meliputi peningkatan silahturahmi
antara para ulama, pelestarian majelis-majelis pengajian, dan
pengkajian pada berbagai permasalahan keagamaan yang sedang
berkembang. Juga aktivitas perluasan kiprah dakwah, pembaruan,
metode dakwah, penerbitan literatur dan media dakwah serta
melakukan koordinasi kepada para mubaligh atau da'i.
b. Kegiatan pendidikan dan pengajaran yang meliputi berbagai aspek
kegiatan pendidikan. Baik dalam bentuk pindidikan formal maupun
pendidikan informal. Baik pendidikan di bidang keagamaan, maupun
pendidikan non keagamaan, serta pendidikan ketrampilan. Selain
mendirikan pesantren dan madrasah, dalam menggelar pendidikan NU
juga telah mendirikan berbagai macam sekolah lanjutan pertama,
56
sekolah lanjutan atas serta unversitas kesemua sekolah ini dikelolah
oleh lembaga Ma'arif NU.
c. Kegiatan peningkatan mabarrat atau sosial ekonomi dengan tujuan
untuk meningkatkan taraf hidup warga NU serta meningkatkan taraf
hidup Bangsa Indonesia secara makro. Aktivaitas yang dilakukan
diantaranya menangani berbagai problem sosial , seperti memberi
bantuan kepada kaum fakir miskin serta anak yatim piatu.54
54 Khorul Fathoni dan Muhammad Zen, NU PASCA KHITTAH Prospek Ukhuwah
Dengan Muhammadiyah, Yogyakarta : Media Widya Karya, 1992, hlm. 13-14