bab i%2c v%2c daftar pustaka.pdf
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

i
OPTIMASI ISOLASI DNA DAN PCR-RAPDPADA TANAMAN GARUT (Maranta arundinacea L.)
LOKAL DIY
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratanmencapai derajat Sarjana Sains S-1 pada Program Studi Biologi
disusun oleh
Nor Setyowati08640015
PROGRAM STUDI BIOLOGIFAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2013

ffirfflr3
UniversirqsrsromNegerisunonKorijogo FM-UrNSK-BM-O5-O7/RO
PENGESAHAN SKRIPSI/TUGAS AKHIR
Skripsi/Tugas Akhir dengan judul
urN. 02lD. Sr/ PP.0L. t I 32s2 I 20 t3
"Optimasi Isolasi DNA dan RApD_pCR pada Tanaman Garut(Maranta arundinacea L.) Lokal DIy"
Yang dipersiapkan dan disusun olehNama
NIM
Telah dimunaqasyahkan padaNilai Munaqasyah
Nor Setyowati
08640015
15 Agustus 2013
A-Dan dinyatakan telah diterima oleh Fakultas sains dan Teknologi UIN sunan Kalijaga
TIM MUNAQASYAH I
Ketua Sidang
Anti Damayanti H., S.Si., M.Mol.BioNrP.19810522 200604 2 oO5
penguji.Jl
------/a.l\ /ft,q^-----.--J_--\Ika NugraheniA.M., S.Si., M.SiNIP. NrP. 19800207 2o}g72 2 oo2
Yogyakarta, 15 Oktober 2013
Drs. H.Z
Mi
Jumailatus S.Si., M.Biotech200501 2 007
at*\,u^,!i:,ro;\fr ";1"4'sil
ffi,6r,L*/^fs,li
l<* \-".
UIN Sunan Kalijagaakultas r\ains dan Teknologi
19580919

SUBAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangair di bawah ini:
: Nor Setyowati
: 08640015
: Biologi/X
: Sains dan Teknologi
Nama
NIM
Prodiffimt
Fakultas
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruat Tinggi, dan sepaojang
pengetahuiul saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan orang lain, kecuali yang secara terfulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan
dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 3 1 Juli 2013
Ygng Menyatakan,
+Etr,HW,rtrrwsr.srwMr \qpf
8?996A8F286862025
6b^ffi@Nor SetvowatiMM.08640015

iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Secara khusus karya ini penulis persembahkan kepada:
Almamaterku, Program Studi Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta;
Kotaku Ngayogyakarta Hadiningrat tempat eksplorasi dan penelitian ini
dilaksanakan;
Tanah Airku Indonesia Raya tercinta.

v
MOTTO
Kehidupan ini meminta dua hal saja setelah keimanan kita, yaitu penerimaan yang
utuh terhadap apa yang sudah terjadi dan menjadikan yang sudah terjadi sebagai
perintah untuk memperbaiki diri.
Menerima yang sudah terjadi menjadikan kita pribadi yang pantas untuk naik
kelas ke kehidupan yang lebih baik.
(Sis Maryono Teguh)

vi
KATA PENGANTAR
Ketahanan pangan sudah menjadi perhatian pemerintah semenjak awal
tahun 50-an. Akan tetapi, alih-alih menuju kestabilan, Indonesia justru tengah
menghadapi krisis pangan. Ironisnya Indonesia adalah negara dengan
keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia. Hal tersebut memacu pemerintah
pusat maupun daerah termasuk Yogyakarta untuk serius menggarap kegiatan
diversifikasi pangan dengan kembali mengangkat tanaman lokal terutama umbi-
umbian yang semenjak awal sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan
makanan utama penghasil karbohidrat.
Salah satu jenis umbi-umbian yang prospek ekonomi dan pengembangnnya
cukup baik di Yogyakarta adalah Maranta arundinacea L. atau yang luas dikenal
sebagai garut. Masalah yang dijumpai dalam proses budidaya garut adalah
jarangnya program penelitian tanaman garut di bidang agronomi dan belum
tersedianya kultivar unggul yang siap dibudidayakan secara komersial.
Perbanyakan tanaman garut umumnya berlangsung secara aseksual sehingga
keturunan yang dihasilkan, secara genetik akan serupa dengan induknya.
Perkembangbiakan secara seksual merupakan salah satu penyebab munculnya
keragaman genetik, yaitu melalui terjadinya pindah silang antar kromosom dalam
proses pembentukan sel gamet. Perbedaan karakter dilapangan seperti produksi
dan kadar pati diduga merupakan indikasi adanya keragaman genetik, yang sangat
bermanfaat untuk program pemuliaan tanaman.
Identifikasi keragaman genetik tanaman garut dapat dilakukan pada tingkat
morfologi, protein, dan DNA. Analisis klasik yang telah lama dilakukan adalah
identifikasi berdasarkan marka morfologi, namun hasilnya kurang akurat karena
sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan subyektifitas peneliti. Analisis
genetika molekuler tumbuhan tergantung pada kualitas sampel DNA serta kondisi
optimum reaksi. Oleh karena itu sebagai langkah awal dilakukan Optimasi Isolasi
DNA dan PCR-RAPD pada Tanaman Garut (Maranta arundinacea L.) Lokal
DIY yang bertujuan untuk mendapatkan protokol ekstraksi DNA dan menentukan
kondisi PCR-RAPD yang sesuai untuk daun garut. Diharapkan kedepannya

vii
database penelitian yang diperoleh dapat digunakan untuk analisis keragaman
genetik dan hubungan kekerabatan tanaman garut di Yogyakarta.
Akhirnya bersama dengan terselesaikannya penelitian dan karya tulis ilmiah
ini, yang tentunya berkat keridhoan dari Tuhan Yang Maha Esa serta kerjasama
dan dukungan dari berbagai pihak terkait, maka dengan segala kerendahan hati
dan tanpa mengurangi rasa hormat kepada segala pihak yang tidak dapat
disebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya
kepada:
1. Prof. Drs. H. Akh. Minhaji, M.A, Ph.D selaku Dekan Fakultas Sains
Dan Teknologi.
2. Ibu Anti Damayanti Hamdani., MMolBio, selaku Ketua Program Studi
Biologi dan Dosen Pembimbing yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini hingga akhir. Ucapan
terimakasih yang sedalam-dalamnya juga penulis haturkan atas
kebijaksanaannya dalam menyediakan dan memberikan banyak sekali
fasilitas dan persetujuan yang mendukung segera terlaksana dan
terselesaikannya penelitian dan penulisan naskah skripsi ini.
3. Ibu Jumailatus Solihah, M. Biotech., selaku kepala Laboratorium
Genetika yang telah menyediakan serta memberikan fasilitas dan
persetujuan atas terlaksana dan terselesaikannya penelitian ini. Ucapan
terimakasih juga dihaturkan kepada dosen penguji I atas kesediaan dan
kebijaksanaannya dalam memberikan saran dan perbaikan baik dalam
naskah skripsi maupun dalam pemahaman penulis.
4. Ibu Ika Nugraheni A.M. M.Si selaku dosen penguji II atas kesediaan dan
kebijaksanaannya dalam memberikan saran dan perbaikan baik dalam
naskah skripsi maupun dalam pemahaman penulis.
5. Ibu Siti Aisah, M. Si., selaku Dosen Penasihat Akademik.
6. Dony Eko Sputro S. Pd. I, Festy Auliaur Rahmah, S.Si, beserta segenap
Staf Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta yang telah memberikan kebijaksanaannya dalam
penggunaan fasilitas-fasilitas laboratorium.

viii
7. Ketulusan seluruh pemilik kebun garut di wilayah Gunung Kidul, Kulon
Progo, Sleman, dan Bantul Yogyakarta tempat penulis mengambil
sampel. Semoga peran serta beliau dalam mendukung penelitian ini
dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan dan perkembangan kota
dan bangsa ini kedepannya.
8. Merry Kusmiyati, Habibie Musthafa, Elma Safraini, Edi Firdaus, beserta
seluruh keluarga besar mahasiswa Biologi UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta terkhusus angkatan 2008 yang telah mengindahkan
kehidupan penulis dengan persahabatan.
9. Ayahanda Sugiyatno, Ibunda Saerah, dan Ananda Mia Setia Bekti, yang
telah mengorbankan banyak hal untuk mencintai penulis dalam seluas-
luasnya arti.
Semoga kita semua senantiasa berada dalam keberkahan dan kasih sayang
Tuhan Yang Maha Esa. Akhirnya, penulis sungguh berharap tulisan ini dapat
bermanfaat dalam arti yang seluas-luasnya. Oleh karena itu penulis akan sangat
menghargai saran dan perbaikan yang membangun terhadap naskah skripsi ini
sebagai bahan pertimbangan untuk penyempurnaan di masa mendatang.
Yogyakarta, Agustus 2013
Penulis

ix
ABSTRAK
Umbi garut (Maranta arundinacea L.) merupakan salah satu jenis tanaman di DIY yang proses budidaya komersialnya terkendala pada belum tersedianya kultivar unggul. Untuk mendapatkan indukan unggul tanaman garut yang akurat, disamping informasi morfologi juga diperlukan informasi mengenai keragaman genetik tanaman. Analisis genetika molekuler tumbuhan tergantung pada kualitas sampel DNA serta kondisi optimum reaksi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode ekstraksi DNA yang tepat untuk diaplikasikan pada daun garut serta menentukan kondisi optimum untuk reaksi PCR-RAPD. Modifikasi metode ekstraksi DNA standar menggunakan buffer ekstraksi CTAB yang dikembangkan oleh Doyle dan Doyle (1990) mampu menghasilkan DNA dengan kualitas dan kuantitas yang baik dan konsisten dibandingkan dengan metode ekstraksi DNA Deng et al. (1995). Sebanyak dua puluh dua kuncup daun garut perwakilan masing-masing kabupaten di DIY dan dua kuncup daun lengkuas yang diekstraksi menggunakan metode CTAB Doyle & Doyle (1990) menghasilkan DNA dengan konsentrasi = 244.14-1446.46 µg/mldan rentang nilai A260/A280 = 1.60-2.00, A260 = 0.09-0.57, dengan rincian 15 sampel memiliki kisaran rasio A260/A280 = 1.82-1.99, 7 sampel memiliki kisaran rasio A260/A280 = 1.71-1.78, sementara 2 sampel sisanya memiliki rasio A260/A280 = 1.60 dan 2.0. Amplifikasi DNA menggunakan teknik PCR-RAPD masih memerlukan optimasi, terutama pada kondisi dan komponen reaksi yang ideal dan efisien untuk diterapkan pada garut. Kondisi PCR yang diterapkan belum mampu mengamplifikasi keseluruhan sampel yang diujikan. Selain itu, polimorfisme yang dihasilkan masih rendah serta masih ditemui satu sampel DNA yang tidak teramplifikasi.
Kata kunci : garut (Maranta arundinacea L.), isolasi DNA, PCR-RAPD

x
ABSTRACT
Arrowroot (Maranta arundinacea L) is one of tuber crops in Daerah Istimewa Yogyakarta that its commercial cultivation restricted by unavailability of high yield varieties. The information about genetic variation besides morphology information is needed to get accurate superior characteristic of parental plant.Molecular genetic analysis of plants relies on high yield and high purity of DNA as well as optimized condition of molecular reactions. This study aimed to develop suitable protocol for DNA extraction from M. arundinacea leaf and to optimize condition of RAPD-PCR. Modification of standard plant DNA extraction by Doyle & Doyle (1990) consistently yielded good purity and quantity of DNA than that of Deng et al., (1995) method. Application of Doyle & Doyle (1990) extraction method in twenty-two garut leaf bud, representations of each regency in DIY, and two ginger plant leaf buds yielded DNA concentration from 244.14 to 1446.46 µg/ml with A260/A280 ranged between 1.60 to 2.00, and A260
ranged between 0.09 to 0.57. In details, 15 samples had A260/A280 value from 1.82 to 1.99, 7 sample had the value of A260/A280 from 1.71 to 1.78, and the remaining two had A260/A280 value of 1.60 and 2.0. Optimization of PCR conditions for RAPD analysis of Garut was still needed because the applied PCR condition had not amplified all tested samples and the amplicons showed low polimorfism.
Keywords: DNA extraction, garut (Maranta arundinacea L.), RAPD-PCR

xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERNYATAAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
HALAMAN MOTTO
HALAMAN KATA PENGANTAR.................................................................. vi
ABSTRAK ......................................................................................................... ix
ABSTRACT....................................................................................................... x
DAFTAR ISI...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1B. Rumusan Masalah .................................................................................. 5C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 6D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Garut (Maranta arundinacea L.) Sebagai Tanaman Pangan Alternatif 7B. Metabolit Sekunder Tanaman Obat ....................................................... 11C. Ekstraksi DNA ...................................................................................... 13D. Polymerase Chain Reaction (PCR) – Random Amplified Polymorphic
DNA (RAPD) ....................................................................................... 19
BAB III METODE PENELITIAN
A. Alat dan Bahan....................................................................................... 24B. Prosedur Kerja........................................................................................ 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 36B. Pembahasan............................................................................................ 47

xii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 54B. Saran....................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 56
LAMPIRAN....................................................................................................... 62

xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kandungan Gizi Tepung Garut dan Tepung Terigu per 100 gram...... 10
Tabel 2. Lokasi Pengambilan Sampel Garut...................................................... 25
Tabel 3. Metode Isolasi DNA Genom dari Daun Garut..................................... 28
Tabel 4. Primer RAPD ....................................................................................... 32
Tabel 5. Bahan Amplifikasi DNA (PCR Mix)................................................... 32
Tabel 6. Program PCR pada Mesin PCR ........................................................... 33
Tabel 7. Bahan Amplifikasi DNA (PCR Kit Roche) ......................................... 33
Tabel 8. Program PCR Pada Mesin Thermocycler ............................................ 34
Tabel 9. Optimasi PCR-RAPD .......................................................................... 34
Tabel 10. Hasil Spektofotometer DNA Metode 1.............................................. 37
Tabel 11. Hasil Spektofotometer DNA Metode 2-10 ........................................ 39
Tabel 12. Hasil Spektofotometer DNA Metode 10............................................ 41
Tabel 13. Sampel DNA Terseleksi..................................................................... 43
Tabel 14. Hasil Optimasi PCR-RAPD............................................................... 44
Tabel 15. Sampel DNA Terseleksi..................................................................... 46
Tabel 16. Hasil PCR........................................................................................... 46

xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Garut................................................................................................. 9
Gambar 2. Struktur dasar nukleotida ................................................................. 14
Gambar 3. Struktur dasar basa nitrogen asam nukleat....................................... 14
Gambar 4. Ikatan phosphodiester antarnukleotida............................................. 14
Gambar 5. Daun garut ........................................................................................ 28
Gambar 6. Ukuran DNA ladder (Microzone Ltd.) ............................................ 35
Gambar 7. Hasil Elektroforesis DNA tanaman garut yang diisolasi dari 8 Kecamatan (4 Kabupaten) di Yogyakarta menggunakan metode 1................... 38
Gambar 8. Hasil Elektroforesis DNA satu spesies tanaman garut yang diisolasi dari Kecamatan Pengasih, Kulon Progo, Yogyakarta menggunakan metode 2-9.......................................................................................................... 39
Gambar 9. Hasil Elektroforesis DNA tanaman garut yang diisolasi dari 8 Kecamatan (4 Kabupaten) di Yogyakarta menggunakan metode 10................. 42
Gambar 10. Pemisahan produk amplifikasi PCR-RAPD genom tanaman garut (metode 10) menggunakan primer 4 dan suhu annealing 37º C pada agarosa 0,8% ...................................................................................................... . 64
Gambar 11. Pemisahan produk amplifikasi PCR-RAPD genom tanaman garut (metode 10) menggunakan primer 4 dan suhu annealing 30º C pada agarosa 0,8% ...................................................................................................... . 65
Gambar 12. Pemisahan produk amplifikasi PCR-RAPD genom tanaman garut (metode 10) menggunakan primer 1 dan suhu annealing 28º C pada agarosa 0,8% ...................................................................................................... 66
Gambar 13. Pemisahan produk amplifikasi PCR-RAPD genom tanaman garut Pajangan, Bantul dengan suhu annealing 28º C pada agarosa 1%. .......... 67
Gambar 14. Pemisahan produk amplifikasi PCR-RAPD genom tanaman garut (metode 10) menggunakan primer 1 dan suhu annealing 27º C pada agarosa 1.2 %. .................................................................................................... 68
Gambar 15. Pemisahan produk amplifikasi PCR-RAPD genom tanaman garut (metode 10) menggunakan primer 9 dan suhu annealing 27º C pada agarosa 1.2 %. .................................................................................................... 69

xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Protokol penggunaan alat spektrofotometer ..................................62
Lampiran 2. Hasil elektroforesis optimasi PCR.................................................64
Lampiran 3. Hasil elektroforesis PCR ...............................................................68

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketahanan pangan suatu negara merupakan salah satu tolak ukur
keberhasilan pembangunan ekonomi nasional (Suryana, 2008). Dengan
potensi keanekaragaman hayati tertinggi ke dua di dunia setelah Brazil,
Indonesia seharusnya mampu memenuhi kebutuhan pangan domestiknya
(Setyowati & Rahayu, 2005). Akan tetapi, krisis dalam berbagai bidang pada
tahun 1998 telah mengantarkan Indonesia pada predikat negara pengimpor
beras terbesar di dunia (Sastra, 2002; Lassa, 2009). Pada tahun 2000 impor
beras, gandum, jagung, kedelai, kacang tanah, gula pasir, dan bawang putih
mencapai 16,62 triliyun (HKTI, 2001 dalam Sastra, 2002).
Untuk menanggulangi terjadinya krisis pangan yang mengancam
ketahanan pangan, presiden RI Ke-6 mencetuskan program revitalisasi
pertanian pada tahun 2005. Program revitalisasi pertanian memiliki tujuan
utama untuk memantapkan ketahanan pangan yang keberhasilannya ditandai
dengan tercapainya swasembada beras maupun non-beras. Salah satu upaya
yang dilakukan untuk mencapai swasembada non-beras adalah dengan
membudidayakan tanaman alternatif lokal selain beras seperti umbi-umbian
dan jagung (Lassa, 2009; Djaafar et al., n.d). Umbi-umbian merupakan salah
satu bagian dari tanaman yang memiliki peranan penting di bidang pangan
karena kandungan karbohidratnya yang tinggi (Richana & Sunarti, 2004).

2
Berbagai macam jenis umbi yang tersebar luas di Indonesia belum
termanfaatkan dengan baik, terutama setelah diberlakukannya ‘politik beras’
yang menjadikan konsumsi beras sebagai tolak ukur kesejahteraan masyarakat
dan penggunaan bahan pangan sebagai sumber energi alternatif (Richana &
Sunarti, 2004; Siahaan, n.d).
Salah satu jenis umbi yang cukup banyak ditemui di Indonesia adalah
garut (Maranta arundinacea L.) atau yang dalam bahasa Inggris disebut
sebagai arrow-root. Tanaman garut sudah cukup lama dikembangkan di DIY,
terutama karena tekstur pati yang dihasilkan relatif lebih halus dibandingkan
dengan tekstur pati jagung, singkong, dan umbi-umbian lainnya, sehingga
memiliki nilai ekonomi yang cukup baik (Djaafar et al., 2010; Sastra, 2002).
Tepung dari garut juga sudah banyak digunakan sebagai bahan baku
pembuatan makanan tradisional seperti mie, kue, es krim, maupun keripik dan
emping. Menurut laporan Ditjen tanaman pangan tahun 2009 tepung garut
memiliki kandungan lemak yang lebih rendah jika dibandingkan dengan
tanaman umbi-umbian lainnya (Tintin & Hadiatmi, 2009). Sementara
kandungan kalori yang dimiliki oleh garut hampir setara dengan jumlah kalori
tepung terigu dan beras. Selain kandungan lemak yang rendah, umbi garut
juga memiliki indeks glikemik yang rendah sehingga dapat digunakan sebagai
sumber energi pengganti beras bagi penderita diabetes (Djaafar et al., n.d).
Di DIY, persebaran tanaman garut berada di empat kabupaten, yaitu
Bantul (Kecamatan Sedayu dan Pajangan), Kulon Progo (Kecamatan Sentolo,
Lendah, dan Pengasih), Sleman (Kecamatan Prambanan), dan Gunung Kidul

3
(Kecamatan Semin) (Djaafar et al., 2010). Tidak seperti tanaman budidaya
lainnya, garut tidak membutuhkan perawatan khusus, karena kemampuan
adaptasinya terhadap naungan dan lahan marginal. Oleh karena itu, tanaman
ini cukup potensial untuk dikembangkan secara monokultur, terutama di
daerah luar Jawa (Sastra, 2002). Meskipun demikian, budidaya tanaman garut
di beberapa wilayah luar pulau Jawa masih belum dapat dilakukan secara
intensif (Djaafar et al., 2010).
Salah satu faktor yang menjadi penyebab kurang berkembangnya
budidaya tanaman garut adalah belum tersedianya kultivar unggul yang siap
dibudidayakan secara komersial (Sastra, 2002). Salah satu indikator bahwa
tanaman garut dapat dikatakan sebagai kultivar unggul adalah besarnya
kemampuan tanaman dalam menghasilkan tepung dengan kadar pati yang
tinggi. Umumnya umbi garut mengandung pati lebih dari 20% atau dapat
menghasilkan sekitar 17-18% pati jika diekstrak (Chorbishley, 1984 dalam
Handoyo et al., n.d).
Perbedaan kemampuan tanaman garut dalam menghasilkan pati
dipengaruhi oleh keragaman genetik yang dibawa oleh tanaman serta faktor
lingkungan (Sastra, 2002). Untuk mendapatkan tanaman garut yang dapat
digunakan sebagai kultivar unggul diperlukan informasi mengenai keragaman
genetik tanaman. Hal ini dikarenakan proses pemuliaan tanaman dapat
dilakukan ketika ada sumber informasi genetik yang memadai dan juga pola
kekerabatan antara varietas tanaman garut baik secara fenotipik maupun
molekuler (Maftuchah, 2009). Penanda molekuler dapat digunakan untuk

4
menyeleksi tanaman induk yang akan dibudidayakan secara komersial secara
tepat dan efisien (Correa, 1999 dalam Maftuchah, 2009). Hal ini dikarenakan
menurut Lim et al., (1999), penanda molekuler dapat digunakan untuk
mengevaluasi keragaman dan kekerabatan pada tingkat genetik. Studi
kekerabatan dan keragaman genetik untuk spesies yang genomnya belum
diketahui dapat dilakukan dengan analisis RAPD (Tigney et al., 1998 dalam
Roslim et al., 2003). Analisis menggunakan RAPD dapat menghasilkan
keragaman yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan analisis menggunakan
isozim dan RFLP (Liu & Furnier 1993).
Tahapan dalam proses analisis keragaman genetik menggunakan RAPD
yaitu isolasi DNA genom, pemurnian dan penetapan kualitas dan kuantitas
DNA, seleksi primer, dan analisis polimorfisme (Dwiatmini et al., 2003).
Permasalahan yang umum ditemui dalam proses isolasi dan purifikasi DNA
tanaman adalah degradasi DNA oleh enzim endonuklease, tingginya
kandungan polisakarida, senyawa inhibitor seperti polifenol dan metabolit
sekunder lain yang dapat mengganggu reaksi enzimatik (Padmalatha &
Prasad, 2006). Tingkat kemurnian DNA hasil isolasi juga menjadi salah satu
faktor penentu keberhasilan proses amplifikasi DNA menggunakan primer
acak seperti analisis RAPD (Windiastika, 2012; Puchooa, 2004). Protokol
isolasi DNA tanaman dan amplifikasinya menggunakan primer acak telah
banyak dikembangkan, namun tidak setiap prosedur dapat diaplikasikan pada
setiap spesies tanaman sekalipun memiliki hubungan kekerabatan yang dekat
(genus yang sama) (Padmalatha & Prasaad, 2006).

5
Garut merupakan salah satu anggota famili Zingiberaceae yang sangat
resisten terhadap berbagai macam hama dan penyakit tanaman. Hal ini
mengindikasikan adanya senyawa kimia allelopathic yang terdapat pada akar
dan daunnya (Pradeepkumar et al., 2008). Hasil penelitian Pradeepkumar
(2004) menunjukkan bahwa perlukaan buatan pada daun akan menginduksi
sintesis senyawa fenol, polifenol oksidase dan peroksidase sebagai mekanisme
pertahanan. Keberadaan senyawa tersebut dapat menurunkan kualitas DNA
hasil isolasi dan mempengaruhi upaya analisis DNA selanjutnya. Oleh karena
itu, penelitian ini difokuskan pada optimasi ekstraksi DNA dengan
memodifikasi metode ekstraksi. Proses ekstraksi dilakukan dengan
menggunakan dua jenis detergen yang luas dikembangkan untuk isolasi DNA
tanaman yaitu, CTAB dan SDS (Zidani et al., 2005). Selain itu juga dilakukan
optimasi PCR-RAPD dengan melakukan variasi jenis reagen, primer, dan suhu
annealing sehingga protokol kerja yang dihasilkan diharapkan dapat
digunakan untuk analisis keanekaragaman dan hubungan kekerabatan tanaman
garut berbasis PCR-RAPD.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah metode ekstraksi yang optimum untuk isolasi DNA
pada daun garut?
2. Bagaimanakah kondisi PCR yang optimum untuk amplifikasi DNA
menggunakan RAPD pada tanaman garut?

6
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui metode ekstraksi yang optimum untuk isolasi DNA pada
daun garut.
2. Mengetahui kondisi PCR yang optimum untuk amplifikasi DNA
menggunakan RAPD pada tanaman garut.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Sebagai database penelitian mengenai protokol ekstraksi DNA dan
kondisi reaksi PCR-RAPD yang sesuai untuk daun garut.
2. Sebagai salah satu upaya untuk mendukung upaya pemuliaan tanaman
pangan alternatif lokal yang mempunyai prospek ekonomi yang cukup
baik.

54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:
1. Modifikasi metode ektraksi menggunakan buffer ekstraksi CTAB yang
dikembangkan oleh Doyle dan Doyle (1990) mampu menghasilkan
DNA dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik dan konsisten
dibandingkan dengan metode ekstraksi DNA Deng et al. (1995). Kondisi
optimum untuk mendapatkan DNA garut adalah dengan penambahan
PVP 2%, penambahan RNase (4µg/ml) yang diinkubasikan pada suhu
(-20ºC) selama satu malam dan sampel berupa kuncup daun garut segar
yang dipotong kecil-kecil sebelum dibekukan pada suhu (-80ºC) selama
kurang dari tiga hari.
2. Kondisi PCR menggunakan reagen PCR Kit Roche maupun Mega Mix-
Royal, suhu annealing 37, 30, 29, 28, dan 27º C, dan primer RAPD
Short 1-13 masih memerlukan optimasi lebih lanjut, karena kondisi
tersebut belum mampu mengamplifikasi keseluruhan sampel garut dan
lengkuas (outgroup) yang diujikan. Selain itu tingkat keragaman yang
dihasilkan juga masih rendah.

55
B. Saran
Dengan memperhatikan hasil penelitian yang telah dilakukan,
disarankan pada penelitian berikutnya untuk ekstraksi DNA tanaman dengan
kandungan polisakarida tinggi sebaiknya dipilih daun yang masih kuncup
dan lembut. Kondisi PCR-RAPD yang disarankan adalah menggunakan
reagen PCR Kit karena amplikon yang dihasilkan lebih baik jika
dibandingkan dengan reagen PCR Mix. Akan tetapi, masih perlu dilakukan
optimasi konsentrasi komponen reagen dan jenis primer yang digunakan.

56
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Y., Schneider, B., & Pettersen, M. (2008). Occurrence of rosmarinic acid, chlorogenic acid, and rutin in Marantacea species. Phytochemistry letters, (199-203).
Abun, Rusmana, D., & Saefulhadjar, D. (2005). Efek ransum menggunakan ampas umbi garut produk fermentasi oleh kapang Aspergillus niger terhadap imbangan efisiensi protein dan konversi ransum pada ayam broiler. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran.
Alzate-Marin, A.L., Guidugli, M.C., Soriani, H.H., Martinez, C.A., & Mestriner, M.A. (2009). An efficient and rapid DNA minipreparation procedure suitable for PCR/SSR and RAPD analyses in tropical forest tree species. Brazilian Archives of Biology and Technology, 52(5), 1217-1224.
Anand, R.M., Nandakumar, N., Karunakaran, L., Ragunathan, M., & Murugan, V. (2005). A survey of medicinal plants in Kollimalai hill tract, Tamil Nandu. Explorer: Research Article.
Ardiana, D.W. (2009). Teknik isolasi DNA genom tanaman pepaya dan jeruk dengan menggunakan modifikasi buffer CTAB. Jurnal Teknik Pertanian, 14 (1), 12-6.
Asada, K. (1992). Ascorbate peroxidase-a hydrogen peroxidase scavenging enzyme in plants. Physiol Plant, 85, 235-241.
Bardakci, F. (2001). Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Markers. Turk. J. Biol, 25, 185-196.
Candra, I.P. (2011). Keragaman genetik nilam (Pogostemon cablin Benth) yang dibudidayakan di Bali berdasarkan marka Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). [Thesis]. Denpasar: Universitas Udayana.
Cano, M.P., Lobo, M.G., & De Ancos, B. (1998). Peroxidase and polyphenol oxidase in long term frozen stored papaya slices: Differences among hermaphrodite and female papaya fruits. J. Sci. Food Agric, 76, 35-141.
Colpaert, B.N., Cavers, S., Bandou, E., Caron, H., Gheysen, G., & Lowe, A.J. (2005). Sampling tissue for DNA analysis of trees: trunk cambium as an alternative to canopy leaves. Silvae Genetica, 54,6.
Demeke, T., & Adams, R.P. (1994). The use of PCR-RAPD analysis in plant taxonomy and evolution. Boca Raton. CRC Press: 179-191.
Deng, Z.N., Gentile, A., Nicolosi, E., Domina, E., Vardi, A., & Tribulato, E. (1995). Identification on individu and invitro lemon mutans by RAPD markers. J. Hort. Sci, 70(1), 117-125.

57
Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat. (2012). Jalawure, Tumbuhan Liar Sumber Pangan Alternatif. Diakses 4 Juni 2012 dari Website Resmi Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat: http://www.garutkab.go.id/pub/news/plain/7553-jalawure-tumbuhan-liar-sumber-pangan-alternatif/
Djaafar, T.F., Rahayu, S., & Murwati. (n.d). Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen untuk Pengembangan Industri Berbasis Pertanian: Pengolahan Emping Garut sebagai Salah Satu Bentuk Penganekaragaman Pangan Dalam Rangka Mendukung Kegiatan Industri Rumah Tangga. Diakses 4 Juni 2012, dari http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/26139/prosiding_seminar_teknologi_inovatif_pascapanen-53.pdf?sequence=1
Djaafar, T.F., Sarjiman, & Pustika, A.B. (2010). Pengembangan budi daya tanaman garut dan teknologi pengolahannya untuk mendukung ketahanan pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 29(1).
Do, N., & Adams, R.P. (1991). A simple technique of removing plant polysaccharides contaminants from DNA. BioTechniques,10(2), 162-166.
Doyle, J.J., & Doyle, J.L. (1990). Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus, 12, 13-15.
Dwiatmini, K., Mattjik, N.A., Aswidinnor, H., & Toruan-Matius, N.L. (2003). Analisis pengelompokan dan hubungan kekerabatan spesies anggrek Phalaenopsis berdasarkan kunci determinasi fenotipik dan marka molekuler RAPD. Jurnal Hortikultura, 13(1), 16-17.
El-Twab, M.H.A., & Zahran, F.A. (2008). Extracting total genomic DNA of Chrysanthemum sensu lato by CTAB and SDS without both liquid nitrogen and phenol. Chromosome Botany, 3, 83-88.
Espelie, K.E., Franceschi, V.R., & Kolattukudy, P.E. (1986). Immunocytochemical localization and time course of appearance of an anionic peroxidase associated with suberization in wound healing potato tuber tissue. Plant Physiol, 81, 487-492.
Faridah, D.N. (2011). Perubahan karakteristik kristalin pati garut (Maranta arundinacea L.) dalam pengembangan pati resisten tipe III. [Disertasi]. Bandung. Institut Pertanian Bogor.
Fillamajor, F.C., & Jukema. (1996). Maranta arundinacea L. Plant resources of South East Asia. Plant Yielding Non-seed Carbohydrates, Prosea, Bogor.
Handoyo, D., & Rudiretna, A. (2001). Prinsip umum pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR). Unitas, 9(1), 17-29.
Ibrahim, R.I.H. (2011). A modified CTAB protocol for DNA extraction from young flower petals of some medicinal plant species. Dalam. Geneconserve, (pp. 165-182). University Khartoum: Sudan.
Karsinah, Sudarsono, Setyobudi, L., & Aswidinnor, H. (2002). Keragaman genetik plasma nutfah jeruk berdasarkan analisis penanda RAPD. Jurnal Bioteknologi Pertanian, 7(1), 8-16.

58
Kimball, J.W. (2008). Biologi (5th ed.) (S. Soetarmi & N. Sugiri, Terj). Jakarta: Erlangga. (Karya asli dipublikasikan 1983).
Lagrimini, L.M. (1991). Wound induced deposition of polyphenols in transgenic plants over expressing peroxidase. Plant Physiol, 96, 577-583.
Lagrimini, L.M., Gingas, V., Finger, F., Rothstein, S., & Liu, T-TY. (1997). Characterization of antisense transformed plants deficient in the tobacco anionic peroxidase. Plant Physiol, 114, 1187-1196.
Lassa, J.A. (2009). Memahami kebijakan pangan dan nutrisi Indonesia: studi kasus Nusa Tenggara Timur 1958-2008. Journal of NTT Studies, 1(1): 29.
Lim, SH., Teng PC., Lee, YH., & Goh, CJ. (1999). RAPD analysis of some species in the genus Vanda (Orchidaceae). Annuals of Botany, 83, 193-196.
Liu Z., & Furnier GR. 1993. Comparison of allozyme, RFLP and RAPD markers for revealing genetic variation within and between Trembling Aspen and Bigtooth Aspen. Theor. Appl. Genet, 87, 97-105.
Maftuchah & Zainudin, A. (2007). Prosiding Inovasi Teknologi Jarak Pagar untuk Mendukung Program Desa Mandiri Energi: Studi Pendahuluan Variasi Genetik Jarak Pagar Lokal (Jathropha curcas L.) berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA.Malang, Jawa Timur: Pusat Pengembangan Bioteknologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Maftuchah. (2009). Analisis keragaman genetik tanaman jarak lokal (Jathropha curcas L.) berdasarkan penanda molekuler Random Amplified Polymorphic DNA. GAMMA, 5 (1), 54-62.
Majumder, D.A.N., Hassan, L., Abdurrahim, M., & Kabir, M.A. (2011). Development of an efficient protocol for genomic DNA extraction from Mango (Mangifera indica). Nusantara Bioscience, 3(3), 105-111.
Malinis, A.P., & Pacardo. (2012). Adaptation of arrowroot (Maranta arundinacea) processing technology in typhoon prone marginal ares in Bicol. OIDA International Journal of Suistainable Development, 04:03.
Merh, P.S., Daniel, M., Sabnis, S.D. (1986). Chemistry and taxonomy of some members of the Zingiberales. Curr. Sci. 55, 835-839.
Nkongolo, K.K., Klimaszewska, K., & Gratton, W.S. (1998). DNA yields and optimization of RAPD patterns using spurce embryogenic lines, seedlings, and needles. Plant Mol. Biol. Reporter. 16, 1-9.
Padmalatha, K., & Prasad, M.N.V. (2006). Optimization of DNA isolation and PCR protocol for RAPD analysis of selected medicinal and aromatic plants of conservation concern from Peninsular India. African Journal of Biotechnology, 5(3), 230-234.

59
Pasakinskiene, I., & Paplauskiene, V. (1999). Floral meristems as a source of enhanced yield and quality of DNA in grasses. Plant Cell Reports, 18, 490-492.
Petersen, M., & Simmonds, M.S.J. (2003). Rosmarinic acid. Phytochemistry, 62, 121-125.
Pharmawati, M. (2009). Optimalisasi ekstraksi DNA dan PCR-RAPD pada Grevillea spp. (Proteaceae). Jurnal Biologi, 13(1), 12-16.
Pikkart M.J., & Villeponteau, B. (1993). Suppression of PCR amplification by high levels of RNA. Biotechniques, 14, 24-25.
Poedjiadi, A., & Supriyantini, T. (2006). Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia.
Porebski, S., Bailey, L.G., & Baum, B.R. (1997). Modification of CTAB DNA. Plant Molecular Biology Reporter, 15(1), 8-15.
Pradeepkumar, S. (2004). Investigation of allelochemicals in arrowroot (Maranta arundinacea L.). [Thesis]. Thiruvananthapuram: University of Kerala.
Pradeepkumar, S., Nair, G. M., & Padmaja, G. (2008). Purification and characterization of peroxidase from arrowroot (Maranta arundinacea L.) leaves. Journal of Root Crops, 34(2), 164-171.
Prayitno, E., & Nuryandani, E. (2011). Optimization of DNA extraction of physic nut (Jatropha curcas) by selecting the appropriate leaf. Nusantara Bioscience, 3(1), 1-6.
Puchooa, D. (2004). A simple, rapid and efficient method for the extraction of genomic DNA from lychee (Litchi chinensis Sonn.). African Journal of Biotechnology, 3(4), 253-255.
Puchooa, D., & Venkatasamy. (2005). A protocol for the isolation of DNA from Trochetia boutoniana. International Journal of Agriculture & Biology, 7(1), 82-85.
Qalbi, N. (2009). Uji lacak balak kayu jati dengan penanda RAPD. [Skripsi]. Bandung: Institut Pertanian Bogor.
Radu, S., & Kqueen, C.Y. (2002). Preliminary screening of endophytic fungi from medicinal plants in Malaysia for antimicrobial and antitumor activity. Malaysian Journal of Meddicinal Sciences, 9(2), 23-33.
Rezaian, M.A., & Krake, L.R. (1987). Nucleic acid extraction and virus detection in grapevine. Journal of Virological Methods. 17, 277-285.
Richana, N., & Sunarti, T.C. (2004). Karakterisasi sifat fitokimia umbi dan tepung pati dari umbi ganyong, suweg, ubi kelapa dan gembili. Jurnal Pascapanen, 29-37.
Roslim, D.I., Hartana, A., & Suharsono. (2003). Hubungan genetika populasi kelapa dalam Banyuwangi, Lubuk Pakam dan Paslaten berdasarkan analisis RAPD (Random Amplified PolymorphicDNA). Jurnal Natur Indonesia, 6 (1), 5-10.
Rukmana, R. (2000). Garut: Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius.

60
Sahu, S.K., Thangaraj, M., & Kathiresan, K. (2012). DNA extraction protocol for plants with high level of secondary metabolites and polysaccharides without using liquid nitrogen and phenol. International Scholarly Researche Network Molecular Biology.
Sastra, D.R. (2002). Identifikasi keragaman genetik tanaman garut(Maranta arundinacea L.) berdasarkan marka morfologi.[Disertasi]. Bandung: Institut Pertanian Bogor.
Setyowati, F.M., & Rahayu, M. (2005). Keanekaragaman dan pemanfaatan tumbuhan di Pulau Nusakambangan-Cilacap, Jawa Tengah. Jurnal Teknik Lingkungan Hidup, 6 (1), 291-302.
Sharma, A.D., Gill, P.K., & Singh, P. (2002). DNA isolation from dry and fresh samples of polysaccharide-rich plants. Plant Molecular Biology Reporter, 20(4), 415.
Sharma, A.D., Namdeo, A.G., & Mahadik, R.R. (2008). Molecular markers: new prospect in plant genome analysis. Pharmacology Reviews, 2(3), 23-31.
Siahaan, H.M. (n.d). Prosiding Lokakarya Nasional II Penganekaragaman Pangan: Revolusi Kebijakan dan Aksi Menuju Penganekaragaman pangan. Diakses 13 Juni, 2012, dari http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/25710/Rekonstruksi_Kelembagaan_Sosial-7.pdf
Sukamto, L.A., Ahmad, F., & Wawo, A.H. (2010). Pengaruh oryzalin terhadap tingkat ploidi tanaman garut (Maranta arundinacea). Bulletin Littro, 21 (2), 93-102.
Sumadi, & Marianti, A. (2007). Biologi Sel. Yogyakarta: Graha Ilmu. Suryana, A. (2008). Menelisik ketahanan pangan, kebijakan pangan, dan
swasembada beras. Pengembangan Inovasi Pertanian, 1(1), 1-16.Suryanto, D. 2003. Melihat keanekaragaman organisme melalui beberapa
teknik genetika molekuler. Universitas Surabaya. Syafaruddin & Santoso. (2011). Optimasi teknik isolasi dan purifikasi
DNA yang efisien dan efektif pada kemiri sunan (Reutalis trisperma (Blanco) Airy Shaw). Jurnal Littri, 17(1), 11-17.
Tintin & Hadiatmi. (2009). Garut alternatif pangan yang potensial. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 31(5), 18-19.
Tjitrosoepomo, G. (2007). Taksonomi tumbuhan (Spermatophyta). Yogyakarta: UGM Press.
Weeden, N.F., Timmerman, G.M., Hemmat, M., Kneen, B.E., Lodhi, M.A. (1992). Inheritance and Reliability of RAPD Markers. Dalam Prosiding: Applications of RAPD Technology to Plant Breeding. Crop Science Society of America: Madison, WI.
Wilkie, S.E., Issac, P.G., & Slater, R.J. (1993). Random amplification polymorphic DNA (RAPD) markers for genetic analysis in Allium. Theor. Appl. Genet., 86, 497-504.
Williams, C.A., & Harborne, J.B. (1977). The leaf flavonoids of the Zingiberales. Biochem. Syst. Ecol, 5, 221-229.

61
Windiastika, G. (2012). Teknik isolasi DNA benih tanaman teh perkebunan (Camellia sinensis L.). Diakses 3 November 2012 dari Website Balai Besar Perbenihan & Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya: http://ditjenbun.deptan.go.id/
Yusuf, M., Wahab, M.A., Yousuf, MD., Chowdhury, J.U., & Begum, J. (2007). Some tribal medicinal plants of Chittagong Hill Tracts, Bangladesh. Bangladesh J. Plant Taxon, 14(2), 117-128.
Yuwono, T. (2005). Biologi Molekular. Jakarta: Erlangga. Yuwono, T. (2008). Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Zidani, S., Ferchichi, A., & Chaieb, M. (2005). Genomic DNA extraction
method from pearl millet (Pennisetum glaucum) leaves. African Journal of Biotechnology, 4(8), 862-866.

62
Lampiran 1. Protokol penggunaan alat spektrofotometer (Smart Spec Plus
BioRad)
Mengukur kuantitas dan kemurnian DNA rantai ganda (double stranded
DNA/dsDNA) pada pengenceran 50 X
1. Spektrofotometer dinyalakan dan dibiarkan selama minimal 15 menit
untuk memanaskan lampu dan melakukan self diagnosis sebelum
digunakan untuk membaca sampel. Sumuran spektrofotometer harus
kosong dari cuvet selama proses ini.
2. Pilih “DNA/RNA”, kemudian ikuti petunjuk yang diberikan oleh alat
untuk mengatur proses pembacaan sampel
3. Jika pada alat sudah tertulis 1 = 50 µg ml-1 tekan enter
4. Pilih “Dilution factor” dan masukkan “50” atau sesuai angka pengenceran
yang diinginkan lalu tekan enter.
5. Masukkan 100 µl larutan blanko (TE 1X atau yang lain) ke dalam cuvet
yang bebas dari kotoran yang dapat mengganggu pembacaan sampel dan
dipastikan tidak ada gelembung
6. Cuvet berisi sampel (2µg DNA + 98 µl TE 1X, atau sesuai setting
pengenceran yang diinginkan) dimasukkan ke dalam sumuran
spektrofotometer, diposisikan sesuai dengan arah semburan cahaya.
7. Sumuran ditutup kemudian tekan tombol read blank pada alat
8. Cuvet dikeluarkan dari sumuran spektrofotometer dan dicuci
menggunakan akuades / buffer TE 1X

63
9. Sampel berikutnya dimasukkan ke dalam cuvet kemudian dibaca
absorbansinya dengan menekan tombol read sample
10. Cuvet dicuci kembali menggunakan akuades / buffer TE 1X
11. Sampel selanjutnya dibaca dengan cara yang sama dengan langkah 8-10
12. Setelah semua sampel dibaca, kelurkan cuvet dari sumuran
spektrofotometer dan tekan “3” pada alat untuk mencetak keseluruhan data
sampel yang telah dibaca atau sampel yang hasilnya belum diprint. Atau
bisa juga dengan memilih”1” atau “2” pada alat (sesuai kebutuhan)
13. Tekan “cancel” pada alat untuk keluar dari progam atau mengakhiri
pembacaan, kemudian “<”, lalu “exit assay”
14. Biarkan alat selama 15 menit, kemudian dimatikan

64
Lampiran 2. Hasil elektroforesis optimasi PCR
Gambar 10. Pemisahan produk amplifikasi PCR-RAPD genom tanaman garut (metode 10) menggunakan primer 4 dan suhu annealing 37º C pada agarosa 0,8%. M: I Kbp Marker(Microzone Ltd.); lane 1: Pengasih, Kulon Progo 1.1; lane 2: Pengasih, Kulon Progo 1.2; lane 3: Pajangan, Bantul 1.1; lane 4: Prambanan, Sleman 1.2; lane 5: Semin, Gunung Kidul 1.2; Sedayu, Bantul 1; lane 6: Sedayu, Bantul 1; lane 7: Sedayu, Bantul 1.2; lane 8: Lendah, Kulon Progo 1; lane 9: Lendah, Kulon Progo 1.1; lane 10: Sentolo, Kulon Progo 1.2; lane 11: Umbulharjo, DIY 1.1, lane 12: Umbulharjo, DIY 1.2

65
Lampiran 2. Lanjutan
Gambar 11. Pemisahan produk amplifikasi PCR-RAPD genom tanaman garut (metode 10). Lane1-3 menggunakan primer 4 dan suhu annealing 30º C pada agarosa 0,8%. M: 1 Kbp Marker(Microzone Ltd.); lane 1: Pengasih, Kulon Progo 1.1; lane 2: Pengasih, Kulon Progo 1.2; lane 3: Pajangan, Bantul 1.1. Lane 4-6 menggunakan primer 5. Lane 4: Prambanan, Sleman: 1.2; lane 5: Semin, Gunung Kidul 1.2; lane 6: Sedayu, Bantul: 1

66
Lampiran 2. Lanjutan
Hasil Elektroforesis Optimasi PCR (Suhu Annealing 29º C) tidak diperlihatkan.
Merupakan pemisahan produk amplifikasi PCR-RAPD genom tanaman garut
(metode 10) yang berasal dari Pajangan, Bantul 1.1. menggunakan primer 4 dan
suhu annealing 27º C pada agarosa 0,8% dan menghasilkan satu amplikon.
Lampiran 2. Lanjutan
Gambar 12. Pemisahan produk amplifikasi PCR-RAPD genom tanaman garut (metode 10)menggunakan primer 1 dan suhu annealing 28º C pada agarosa 0,8%. M: 1 Kbp Marker (Microzone Ltd.); lane 2: Pajangan, Bantul 1.1; lane 3: Prambanan, Sleman 1.2; lane 4: Semin, Gunung Kidul 1.2; lane 5: Lendah, Kulon Progo 1; lane 6: Umbulharjo, DIY 1.1. Lane 7-11 menggunakan primer 9. Lane 7: Pajangan, Bantul 1.1; lane 8: Prambanan, Sleman 1.2; lane 9: Semin, Gunung Kidul 1.2; lane 10: Lendah, Kulon Progo 1; lane 11: Umbulharjo, DIY 1.1. Lane12 dan 13 berturut-turut menggambarkan pemisahan produk amplifikasi PCR-RAPD genom tanaman garut (metode 10) menggunakan primer 4 dan 5. Lane 12: Sedayu, Bantul 1.1; lane 13: Lendah, Kulon Progo 1; lane 14: -

67
Lampiran 2. Lanjutan
Gambar 13. Pemisahan produk amplifikasi PCR-RAPD genom tanaman garut Pajangan, Bantul dengan suhu annealing 28º C pada agarosa 1%. M: 1 Kbp Marker (Microzone Ltd.); lane 1: primer 1; lane 2: primer 2; lane 3: primer 3; lane 4: primer 4; lane 5: primer 5; lane 6: primer 6; lane 7: primer 7; lane 8: primer 8; lane 9: primer 9; lane 10: primer 10; lane 11: primer 11; lane 12: primer 12; lane 13: primer 13

68
Lampiran 3. Hasil elektroforesis PCR
Gambar 14. Pemisahan produk amplifikasi PCR-RAPD genom tanaman garut (metode 10) menggunakan primer 1 dan suhu annealing 27º C pada agarosa 1.2 %. Lane 1 dan 7: 1 Kbp Marker (Microzone Ltd.); lane 2: Pajangan, Bantul 1.1; lane 3: Prambanan, Sleman 1.2; lane 4: Semin, Gunung Kidul 1.2; lane 5: Lendah, Kulon Progo 1; lane 6: Umbulharjo, DIY 1.1

69
Lampiran 3. Lanjutan
Gambar 15. Pemisahan produk amplifikasi PCR-RAPD genom tanaman garut (metode 10) menggunakan primer 9 dan suhu annealing 27º C pada agarosa 1.2 %. Lane 1 dan 7: 1 Kbp Marker (Microzone Ltd.); lane 2: Pajangan, Bantul 1.1; lane 3: Prambanan, Sleman 1.2; lane 4: Semin, Gunung Kidul 1.2; lane 5: Lendah, Kulon Progo 1; lane 6: Umbulharjo, DIY 1.1