bab i sampai lampiran uda bener

62
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup yang digunakan untuk kesehatan, keperluan rumah tangga, dan mempengaruhi berbagai sektor kehidupan. Air yang menjadi kebutuhan dasar bagi seluruh kehidupan, baik substansi lain. Contoh sederhana adalah manusia yang membutuhkan air untuk MCK (Mandi Cuci Kakus), dan untuk dikonsumsi. Pesatnya pembangunan serta tingginya laju pertumbuhan penduduk, menyebabkan meningkatnya kebutuhan lahan untuk pemukiman dan perindustrian, serta pembangunan infrastruktur lainnya. Meningkatnya pembangunan pada berbagai bidang menyebabkan pemanfaatan sumber daya air juga bertambah, baik dalam kuantitas maupun dalam mutu kualitasnya. Air tidak lagi tersedia secara melimpah dan bebas digunakan, melainkan telah menjadi sumber perekonomian, sehingga dibutuhkan suatu sistem pengelolaan sumber daya air. Ketersediaan air bersih di suatu daerah untuk air minum, memasak, mencuci, dan sebagainya semakin sulit dan masih menjadi suatu masalah di Indonesia. Air yang digunakan masyarakat didapatkan dari berbagai sumber, salah satunya adalah air sungai. Banyaknya aktivitas warga yang dilakukan di sepanjang aliran sungai dapat 1

Upload: joseph-tri-anggia-ii

Post on 05-Aug-2015

140 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup yang digunakan

untuk kesehatan, keperluan rumah tangga, dan mempengaruhi berbagai sektor

kehidupan. Air yang menjadi kebutuhan dasar bagi seluruh kehidupan, baik

substansi lain. Contoh sederhana adalah manusia yang membutuhkan air untuk

MCK (Mandi Cuci Kakus), dan untuk dikonsumsi.

Pesatnya pembangunan serta tingginya laju pertumbuhan penduduk,

menyebabkan meningkatnya kebutuhan lahan untuk pemukiman dan

perindustrian, serta pembangunan infrastruktur lainnya. Meningkatnya

pembangunan pada berbagai bidang menyebabkan pemanfaatan sumber daya air

juga bertambah, baik dalam kuantitas maupun dalam mutu kualitasnya. Air tidak

lagi tersedia secara melimpah dan bebas digunakan, melainkan telah menjadi

sumber perekonomian, sehingga dibutuhkan suatu sistem pengelolaan sumber

daya air.

Ketersediaan air bersih di suatu daerah untuk air minum, memasak,

mencuci, dan sebagainya semakin sulit dan masih menjadi suatu masalah di

Indonesia. Air yang digunakan masyarakat didapatkan dari berbagai sumber, salah

satunya adalah air sungai. Banyaknya aktivitas warga yang dilakukan di sepanjang

aliran sungai dapat mempengaruhi kualitas air tersebut, terutama yang tinggal di

daerah perkotaan seperti daerah aliran sungai (DAS) Sail Kecamatan Sail, Kota

Pekanbaru. Kegiatan yang menyebabkan air sungai tersebut tercemar misalnya

pembuangan limbah rumah tangga, termasuk deterjen ataupun pembuangan hasil

usaha warga yang mengandung banyak logam seperti bengkel.

Penggunaan air Sungai Sail secara langsung tanpa diolah, dapat

menimbulkan berbagai masalah seperti penyakit maupun penurunan tingkat

kehidupan makhluk hidup air, seperti ikan dalam ekosistem sungai tersebut.

Akibatnya bagi manusia, yaitu dapat mengganggu sistem pencernaan seperti

penyakit diare dan disentri. Untuk menghindari hal tersebut, maka dibutuhkan

suatu alternatif pengolahan air sungai sail menjadi air baku air minum,

1

Page 2: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

menggunakan alat penyaringan sederhana. Penyaringan sederhana merupakan,

pemanfaatan bahan di lingkungan sekitar yang mudah didapat untuk memperoleh

air sungai sail lebih jernih dan layak konsumsi, dan salah satu bahannya

menggunakan lempung. Lempung memiliki fungsi sebagai adsorben. Lempung

Desa Kubang yang belum banyak digunakan sebagai objek penelitian, digunakan

sebagai koagulan untuk penjernihan air. Lempung diberi perlakuan kalsinasi suhu

tinggi untuk memperoleh kondisi optimum.

Penelitian Ratmah (2011) tentang pemanfaatan lempung aktif dalam

meningkatkan kualitas air PDAM membuktikan kemampuan lempung

mengurangi zat pencemar dalam air melalui proses koagulasi. Selain itu penelitian

dari Silalahi (2002) tentang rancangan matriks arang tempurung kelapa dan

lempung untuk penyaringan air rawa, mampu meningkatkan pH dari 4,60 menjadi

6,16, tetapi tidak dapat mengurangi kekeruhan pada air rawa yang dihasilkan serta

kecepatan alir air di dalam kolom hanya 5 mL/menit(Alamsyah, 2010)

1.2. Perumusan Masalah

Kualitas aliran air sungai Sail khususnya kandungan zat yang tercemar

melalui parameter TDS (Total Zat Padat Terlarut) dan TSS (Total Zat Padat

Tersuspensi) dapat diketahui. Pengolahan air sungai Sail ini dengan water

treatment mengubah kualitas air sungai yang sudah tercemar oleh aktivitas

manusia, hingga diperoleh air yang dapat dikonsumsi. Proses koagulasi dari

lempung Desa Kubang dapat membantu proses peningkatan kualitas air sungai

Sail yang diperlihatkan dari pengukuran TDS dan TSS.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk :

1. Memenuhi dan melengkapi tugas Praktikum Lapangan Kimia Fisika I

2. Mengetahui kualitas aliran air sungai Sail melalui pengukuran

parameter TSS (Total Zat Padat Tersuspensi) dan TDS (Total Zat

Padat Terlarut) dengan metode Gravimetri.

3. Mengetahui pengaruh lempung Desa Kubang terhadap air sungai Sail

melalui proses koagulasi dan pengukuran TDS dan TSS.

2

Page 3: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

4. Menentukan kemampuan koagulasi lempung dengan metode water

treatment untuk memperbaiki kulitas air sungai Sail.

1.4. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian secara insitu dilakukan langsung di lokasi, yaitu aliran Sungai

Sail Jalan Hang Jebat, Kelurahan Sukamulia, Kecamatan Sail, Kota Pekanbaru,

dan Lempung yang diperoleh di Desa Kubang Raya, Pekanbaru. Untuk

Pengolahan sampel awal (proses pencucian lempung) dilakukan di kediaman salah

satu praktikan, yaitu di Jalan Swakarya gang AMD nomor 2A. Untuk penelitian

selanjutnya dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika dan Laboratorium Kimia

Anorganik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Riau di Pekanbaru. Waktu keseluruhan untuk penelitian ini adalah

selama 18 hari (19 Mei 2012-6 Juni 2012).

3

Page 4: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Air

2.1.1. Air Sungai

Air merupakan pelarut yang sangat baik bagi banyak bahan, sehingga air

merupakan media transpor utama bagi zat-zat makanan dan produk buangan atau

sampah yang dihasilkan dari proses kehidupan. Oleh karena itu, air yang ada di

bumi tidak pernah berada dalam keadaan murni, tetapi selalu ada senyawa,

mineral atau unsur lain yang terdapat di dalamnya. Meskipun demikian, tidak

berarti bahwa semua perairan di bumi ini telah tercemar. Sebagai contoh, air yang

berasal dari sumber air di pegunungan atau daerah hulu sungai dapat dianggap

sebagai air yang bersih(Achmad, 2004).

Konsep daerah aliran sungai atau yang sering disingkat dengan DAS

merupakan dasar dari semua perencanaan hidrologi. Menurut kamus Webster,

DAS adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi, yang menerima,

menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan ke sungai dan seterusnya ke

danau atau ke laut. Apapun definisi yang kita pakai, DAS merupakan suatu

ekosistem dimana di dalamnya terjadi proses interaksi antara faktor-faktor biotik,

nonbiotik dan manusia. Sebagai suatu ekosistem, maka setiap ada masukan (input)

ke dalamnya, proses yang terjadi dan berlangsung di dalamnya dapat dievaluasi

berdasarkan keluaran (output) dari ekosistem tersebut. Komponen masukan dalam

ekosistem DAS adalah curah hujan, sedangkan keluaran terdiri dari debit air dan

muatan sedimen. Komponen-komponen DAS yang berupa vegetasi, tanah dan

saluran atau sungai dalam hal ini bertindak sebagai prosesor(Suripin,2004).

Fungsi suatu DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh

seluruh faktor yang ada pada DAS tersebut, yaitu vegetasi, bentuk wilayah

(topogragfi), tanah dan manusia. Apabila salah satu dari faktor-faktor tersebut di

atas mengalami perubahan, maka hal tersebut, akan mempengaruhi juga ekosistem

DAS tersebut. Sedangkan perubahan ekosistem, juga akan menyebabkan

gangguan terhadap bekerjanya fungsi DAS, sehingga tidak sebagaimana mestinya.

Gangguan terhadap suatu ekosistem daerah aliran sungai bisa bermacam-macam

4

Page 5: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

terutama berasal dari penghuni suatu DAS yaitu manusia. Apabila fungsi dari

suatu DAS terganggu, maka sistem hidroorologis akan terganggu, penangkapan

curah hujan, resapan dan penyimpanan airnya menjadi sangat berkurang, atau

sistem penyalurannya menjadi sangat boros(Suripin,2004).

2.1.2. Karakteristik Sungai Sail

Sungai Sail merupakan salah satu sungai yang berada di Kota Pekanbaru.

Sungai Sail mengalir melewati empat kecamatan yaitu Kecamatan Lima Puluh,

Sail, Tenayan Raya dan Bukit Raya. Luas wilayah dari empat kecamatan ini

adalah 200,62 km2 (31,68%) dari total luas wilayah Pekanbaru sebesar 632,26

km2. Jumlah penduduk pada tahun 2010 untuk empat kecamatan tersebut sebesar

277.840 jiwa (30,95%) dari jumlah total penduduk Pekanbaru sebesar 897.768

jiwa (BPS Kota Pekanbaru, 2011). Sementara akumalasi penduduk Pekanbaru

sampai akhir 2011 sudah mencapai 922.328 jiwa terdiri dari 476.521 laki-laki dan

445.804 perempuan (Miswadi, 2012).

Sungai Sail adalah salah satu banyak anak sungai yang bemuara ke Sungai

Siak. Keberadaan Sungai ini melintas diantara padatnya pemukiman masyarakat

di kota Pekanbaru, Riau. Jika kita berhenti sejenak dan melihat ke aliran sungai ini

maka akan tampak sejauh mata memandang air sungai dalam keadaan kotor dan

banyak tumpukan sampah di tepiannya. Keberadaan Masyarakat di tepian sungai

Sail ini adalah bagian yang sangat mempengaruhi terjadinya pencemaran,

ditambah lagi keberadaan Rumah Sakit dan pabrik-pabrik yang beroperasi

disepanjang tepian Sungai Sail(Imron, 2012).

Tercemarnya Sungai Sail ini bukan hanya oleh kebiasaan masyarakat

membuang sampah ke dalam aliran sungai namun juga diperparah oleh

pembuangan limbah secara langsung oleh Rumah Sakit dan perusahaan yang

beroperasi di tepianya.Sampah yang di buang oleh masyarakat tepian sungai Sail

bercampur pula dengan bahan Kimiawi yang di hasilkan dari limbah rumah sakit,

begitu juga dari Pabrik. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi Masyarakat Pekanbaru

dan Masyarakat yang bermukim di tepian sungai sail secara

khususnya(Imron,2012).

5

Page 6: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

2.1.3. Kualitas Air

Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan

tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai dari air untuk

memenuhi kebutuhan langsung yaitu air minum, mandi dan cuci, air irigasi atau

pertanian, peternakan, perikanan, rekreasi dan transportasi. Penyediaan air bersih

(public water supply) pada dasarnya memerlukan air yang langsung dapat

diminum (potable water). Air bersih harus mempunyai kualitas tinggi secara fisik,

kimiawi maupun biologi untuk mencegah timbulnya penyakit. Kualitas air

mencakup tiga karkteristik, yaitu fisik, kimia, dan biologi. Karakteristik fisik yang

terpenting yang mempengaruhi kualitas air ditentukan oleh bahan padat

keseluruhan (yang terapung maupun yang terlarut), kekeruhan, warna, bau dan

rasa, dan temperatur (suhu) air. Kandungan bahan-bahan kimia yang ada di dalam

air berpengaruh terhadap kesesuaian penggunaan air, secara umum karakteristik

kimiawi air meliputi pH, alkalinitas, kation dan anion terlarut, dan

kesadahan(Suripin,2004).

Air permukaan biasanya mengandung berbagai macam organism hidup,

sedangkan air tanah biasanya lebih bersih, karena proses penyaringan oleh akifer.

Jenis-jenis organisme hidup yang mungkin terdapat dalam air meliputi

makroskopik, mikroskopik, dan bakteri. Spesies organism makroskopik dapat

dibedakan dengan mata telanjang, sedangkan organisme mikroskopik memerlukan

alat bantu mikroskop untuk mebedakan spesiesnya. Bakteri yang dapat

menimbulkan penyakit disebut bakteri pathogen, sedangkan yang tidak

membahayakan bagi kesehatan disebut non-pathogen. Escherichia coli (colon

bacilli atau coliform) adalah bakteri non-pathogen yang hidup dalam usus

binatang berdarah panas. Dalam air, bakteri ini biasanya mengeluarkan tinja,

sehingga keberadaannya di dalam air dapat dijadikan indikasi keberadaan bakteri

pathogen. Kualitas air bersih ditentukan dengan keberadaan atau ketidakberadaan

bakteri ini melalui E-coli Test(Suripin,2004).

Sifat fisik air dapat dianalisis secara visual dengan pancaindra. Misalnya

keruh atau berwarna dapat langsung dilihat, bau dapat dengan lidah. Penilaian

tersebut tentu saja bersifat kualitatif. Misalnya, bila tercium bau yang berbeda

maka rasa air pun berbeda atau bila air berwarna merah maka bau yang akan

6

Page 7: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

tercium sudah dapat ditebak pula. Cara ini dapat digunakan untuk menganalisis air

secara sederhana karena sifat-sifat air saling berkaitan(Kusnaedi, 2002).

Derajat bau air dapat ditentukan dengan cara pengenceran. Misalnya air

bau kemudian diencerkan dua kali menjadi tidak bau, berarti derajat bau air itu

rendah. Sebaliknya, jika diencerkan berulang kali, tetapi masih bau berarti derajat

baunya tinggi. Analisis kualitas air dapat dilakukan di laboratorium maupun

secara sederhana. Pemeriksaan di laboratorium akan menghasilkan data yang

lengkap dan bersifat kuantitatif, sedangkan pemeriksaan sederhana hanya bersifat

kualitatif. Pemeriksaan sederhana mempunyai keuntungan karena murah dan

mudah sehingga setiap orang dapat melakukannya tanpa memerlukan bahan-

bahan yang mahal(Kusnaedi, 2002).

2.2. Pengolahan Air

Proses pengolahan air merupakan proses perubahan sifat fisik, kimia, dan

biologi air baku agar memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum.

Tujuan dan kegiatan pengolahan air adalah menurunkan kekeruhan, mengurangi

bau, rasa dan warna, menurunkan dan mematikan mikroorganisme, menurunkan

kesadahan, dan memperbaiki derajat keasaman. Proses kimia pada pengolahan air

di antaranya meliputi koagulasi, aerasi, reduksi, dan oksidasi. Semua proses kimia

tersebut dapat dilakukan secara sederhana ataupun dengan menggunakan teknik

modern(Kusnaedi, 2002).

Pengolahan permulaan ini sering didahului dengan pra treatment. Lalu di

atas permukaan air terdapat lapisan minyak atau busa dan buih. Saluran bahan-

bahan ini harus disaring atau ditahan agar tidak memasuki badan perairan ataupun

masuk pada proses pengolahan berikutnya. Perlakuan dilakukan dengan sederhana

yaitu menyaring bahan kasar, mengendapkan pasir dan tanah, dan menyaring

minyak. Penyaringan dengan batu-batuan dan pasir agar partikel-partikel kasar

yang tidak sempat terendap tersaring pada alat penyaring(Ginting, 2007).

Adapun pengolahan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat adalah

penyaringan secara konvensional. Tahap-tahap penyaringan secara konvensional,

yaitu:

7

Page 8: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

1. Koagulasi

Tahap ini berlangsung pada drum pertama dengan cara menambahkan zat

koagulasi yang dilengkapi dengan pengaduk. Koagulasi bertujuan untuk

memperbesar partikel pengotor yang mungkin lewat pada tahap penyaringan,

sehingga partikel itu dapat dipisahkan dari air.

2. Sedimentasi

Sedimentasi merupakan proses pengendapan bahan padat dari air olahan,

proses ini terjadi karena adanya gaya gravitasi dari bumi.

3. Filtrasi

Filtrasi adalah proses pemisahan zat padatan dengan cairan, dari hasil filtrasi

ini diperoleh air yang bersih tetapi belum layak konsumsi, karena masih

mengandung mikroorganisme yang dapat membahayakan kesehatan. Agar dapat

dikonsumsi,air harus dimasak atau ditambah bahan kimia agar kuman yang ada

mati(Siregar, 2011).

Tahap yang sangat menentukan tingkat keberhasilan dari proses di atas

adalah koagulasi, karena melalui proses inilah partikel-partikel koloid dapat

dihilangkan. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai koagulan adalah

pasir. Pasir dapat mengurangi kandungan lumpur dan bahan-bahan padat yang

ada di dalam air. Penyerapan, secara umum adalah proses mengumpulkan benda-

benda terlarut yang terdapat dalam larutan antara dua permukaan. Proses yang

biasa terjadi adalah bahan padat menyerap partikel yang ada di dalam air. Bahan

yang akan diserap disebut adsorbat(Siregar, 2011).

2.3. Lempung

Mineral sekunder dan bahan organik, terutama yang bertingkatan koloid,

menyusun fraksi tanah yang aktif. Fraksi yang berukuran 2 milimikron, disebut

lempung (liat). Mineral liat aluminosilikat, yang mempunyai arti lebih penting

dalam tanah, menduduki hampir seluruh fraksi liat tanah mineral(Sutedjo, dan

Kartasapoetra, 2005).

Batu lempung ini terbentuk pada lingkungan darat maupun laut, contoh di daerah

dataran banjir, delta, danau, lagun dan laut. Batu lempung yang terbentuk pada

daerah yangberbeda mempunyai kenampakan fisik yang berbeda pula. Batu

8

Page 9: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

lempung yang terbentuk di laut pada umumnya mempunyai perlapisan yang tebal,

mengandung fosil laut dalam, atau binatang yang hidup di laut dangkal yang kemudian

tenggelam setelah mati(Widiatmono, 2007).

Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung menurut Hardiyatmo (1992)

adalah sebagai berikut:

1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002mm

2. Permeabilitas rendah

3. Kenaikan air kapiler tinggi

4. Bersifat sangat kohesif

5. Kadar kembang susut yang tinggi

6. Proses konsolidasi lambat

Susunan kebanyakan tanah lempung terdiri dari silikat tetrahedral dan aluminium

oktahedral. Silika dan aluminium secara parsial dapat digantikan dengan elemen

lain dalam kesatuanya, hal ini dikenal dengan substitusi isomorf. Menurut Holtz

and Kovacs (1981) satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silica

tetrahedron dan alumina octahedron. Jenis-jenis mineral lempung tergantung dari

kombinasi susunan satuan struktur dasar atau tumpukan lembaran serta macam

ikatan antara masing-masing lembaran(Widiatmono, 2007).

Jenis mineral lempung yang utama ialah:

- Kaolinit         1:1                   Al2 (Si2O5 (H2O))

- Illit                2:1                   KAl2 (AlSi3O10 (OH)2)

- Smektit         2:2                   (AlMg)4 Si8 O20 (OH)10)

- Klorit            2:1:1                (MgFe)6-x (AlFe)x Si4-x Alx (OH)10

Ortoklas, apabila lapuk dan terubah menjadi illit, manakala Kplagioklas, amphibol

dan piroksin pula selalunya menjadi smektit. Berdasarkan struktur kristal dan

variasi komposisinya dapat dibedakan menjadi  belasan jenis mineral lempung

dan diantaranya:

1. Kaolinit

2. Halloysite

3. Momtmorillonite (bentonites)

4. Illite

5. Smectite

9

Page 10: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

6. Vermiculite

7. Chlorite

8. Attapulgite

9. Allophone

Mineral lempung terbentuk di atas permukaan bumi dimana udara dan air

berinteraksi dengan mineral silikat, memecahnya menjadi lempung dan produk

lain. Mineral lempung adalah mineral sekunder yang terbentuk karena proses

pengerusakan atau pemecahan dikarenakan iklim dan alterasi air (hidrous

alteration) pada suatu batuan induk dan mineral yang terkandung dalam batuan

itu(Setyobudi,2010).

A B

Gambar 1. A. Single silica tetrahedral, B. Single aluminium octahedron (Sumber: Widiatmono, 2007)

Kalsinasi menyebabkan terjadi beberapa perubahan penting pada lempung

(Sukamta dkk., 2009), yaitu:

1. Penyusutan

Pemanasan akan menyebabkan menguapnya air, baik yang terikat maupun

yang tidak terikat pada partikel padatan. Air terikat yang ikut menguap akan

menyebabkan terjadinya beberapa rongga-rongga pada padatan. Rongga

tersebut akan terisi oleh partikel padatan sehingga terjadi penyusutan.

2. Perubahan porositas

Rongga yang terbentuk tidak seluruhnya terisi oleh partikel padatan, kalsinasi

menyebabkan porositas padatan akan bertambah besar.

10

Page 11: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

3. Perubahan berat

Penurunan berat padatan terjadi akibat hilangnya air dan zat-zat lain selama

pemanasan(Yanova, 2011).

2.4. Uji Kualitas Air

2.4.1. Warna

Air murni tidak berwarna. Warna dalam air diakibatkan oleh adanya

material yang larut atau koloid dalam suspensi atau mineral. Air yang mengalir

melewati rawa atau tanah yang mengandung mineral dimungkinkan untuk

mengambil warna material tersebut. Batas intensitas warna yang dapat diterima

adalah 5 mg/lt. Sinar matahari secara alamiah mempunyai sifat disinfeksi dan

menggelantang pada bahan pewarna air, tetapi pengaruhnya hanya pada

kedalaman beberapa centimeter dari permukaan air keruh. Untuk air yang jernih,

pengaruh penggelantangan dapat mencapai kedalaman 1,5 m(Suripin, 2004).

Air yang mengandung material kasat mata dalam larutan disebut keruh.

Kekeruhan dalam air terdiri dari lempung, liat, dan bahan organik, dan mikro-

organisme. Kekeruhan terutama disebabkan oleh terjadinya erosi tanah di DAS

maupun di saluran/sungai. Air sungai biasanya lebih keruh pada saat terjadi hujan

lebat dibandingkan pada kondisi normal. Kekeruhan tergantung pada konsentrasi

partikel-partikel padat yang ada di dalam air. Tingkat kekeruhan air biasanya

diukur dengan alat yang disebut turbidmeter. Kekeruhan untuk air munum

dibatasi tidak lebih dari 10 mg/lt (skala silika), lebih baik kalau tidak melebihi 5

mg/lt(Suripin,2004).

2.4.2. Derajat Keasaman (pH)

Keasaman ialah kemampuan untuk menetralkan basa. Keasaman yang

tinggi belum tentu mempunyai pH yang rendah. Suatu asam lemah dapat

mempunyai keasaman yang tinggi, artinya mempunyai potensi untuk melepaskan

hidrogen. Contohnya ialah asam karbonat, asam asetat, dan assam organik

lainnya. Keasaman dibedakan antara keasaman bebas dan keasaman total.

Keasaman bebas disebabkan oleh asam kuat seperti asam kloridan dan asam

sulfat. Keasaman bebas dapat banyak menurunkan pH. Keasaman total terdiri dari

11

Page 12: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

keasaman bebas ditambah keasaman yang disebabkan oleh asam

lemah(Sastrawijaya, 2000).

Sebagai pengukur sifat keasaman dan kebasaan air dinyatakan dengan nilai

pH, yang didefinisikan sebagai logaritma dari pulang-baliknya konsentrasi ion-

hidrogen dalam moles per liter. Air murni pada 24℃ ditimbang berkenaan

dengan ion-ion H+ dan ion-ion OH- masing-masing mempunyai kandungan 10-7

mol per liter. Dengan demikian pH air murni adalah 7. Air dengan pH di atas 7

bersifat asam, dan pH di bawah 7 bersifat basa. Nilai pH air dapat diukur dengan

Potensiometer, yang mengukur potensi listrik yang dibangkitkan oleh ion-ion H+,

atau dengan bahan celup penunjuk warna, misalnya methyl orange atau

phenolphthalein(Suripin,2004).

2.4.3. Zat Padat Tersuspensi

Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air,

tidak larut, dan tidak dapat mengendap. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-

partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil daripada sedimen. Prinsip

analisis zat padat ini adalah penyaringan sampel air dengan menggunakan filter

kertas atau fiber glass. Zat padat yang tertahan pada filter dikeringkan pada suhu

± 1050 C. Berat residu sesudah penyaringan adalah zat padat tersuspensi

(Alamsyah,2010).

Padatan yang tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton,

zooplankton, kotoran manusia, kotoran hewan, lumpur, sisa tanaman dan hewan,

dan limbah industri. Padatan tersuspensi total suatu contoh air ialah jumlah bobot

bahan yang tersuspensi dalam suatu volume air tertentu. Biasanya diberikan dalam

milligram per liter atau bagian per juta (bpj). Pengukuran langsung padatan

tersuspensi total sering makan waktu. Ilmuwan sering mengukur kekeruhan

(turbiditas) yang dapat memperkirakan padatan tersuspensi total dalam suatu

contoh air. Turbiditas diukur dengan alat turbidiuster yang mengukur kemampuan

cahaya untuk melewati contoh air itu. Partikel yang tersuspensi itu akan

menghamburkan cahaya yang datang, sehingga menurunkan intensitas cahaya

yang ditransmitasikan(Sastrawijaya, 2000).

12

Page 13: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

Suatu kenaikan yang menadak padatan tersuspensi dapat ditafsirkan

karena erosi tanah akibat hujan lebat atau pabrik pembakaran sampah kota

kapasitasnya menurun jika ada hujan lebat. Padatan sampah lebih berat

masalahnya dibanding pengotoran tanah karena erosi. Sampah yang kebanyakan

zat organik ini banyak memerlukan oksigen selama diuraikan(Sastrawijaya,

2000).

2.4.4. Zat Padat Terlarut

Padatan terlarut total mencerminkan jumlah kepekatan padatan dalam

suatu contoh air. Juga dinyatakan dalam milligram per liter atau dalam bagian

juta. Misalnya suatu contoh air dengan padatan terlarut total 200 artinya dalam 1

liter air terdapat 200 mg padatan terlarut. Penentuan padatan terlarut total dapat

cepat menentukan kualitas air contoh. Caranya dengan menguapkan air dengan

volume tertentu yang telah disaring untuk memisahkan padatan yang tersuspensi,

sehingga kering. Sisa padatan ditimbang kemudian digunakan untuk menentukan

padatan terlarut total(Sastrawijaya, 2000).

Padatan terlarut dan tersuspensi mempengaruhi ketransparanan dan warna

air. Sifat transparan ada hubungan dengan produktivitas. Transparan yang rendah

menunjukkan produktivitas tinggi. Penentuan produktivitas yaitu kemampuan

mendukung kehidupan. Jika bahan yang terlarut itu nutrion tanaman seperti fosfat

dan nitrat, maka air itu akan mempunyai produktivitas tinggi terhadap kehidupan

hewan. Air itu disebut eutrofik. Sebaiknya air yang mempunyai produktivitas

rendah disebut oligotrofik(Sastrawijaya, 2000).

13

Page 14: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat yang digunakan untuk persiapan sampel

Alat yang digunakan untuk persiapan sampel air adalah ember, corong,

botol, dan tali rafia. Persiapan sampel lempung menggunakan karung, ember,

ayakan rumah tangga, dan cangkul

3.1.2. Alat penyaringan konvensional

Alat yang digunakan pada proses penyaringan secara konvesional antara

lain botol plastik 220 mL, kertas saring Whatman 42, oven, desikator, neraca

analitik, statif, indikator universal, stopwatch, dan alat gelas yang menunjang

penelitian ini.

3.1.3. Alat koagulasi lempung

Alat yang digunakan pada proses koagulasi yaitu gelas beaker, magnetic

stirrer, hotplate, ayakan 120 dan 200 Mesh, alat penggerus, furnace, spatula,

desikator, dan peralatan gelas lainnya.

3.1.4. Bahan penyaringan konvesional

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu pasir cor, kerikil,arang

aktif, serbuk batu bata, ijuk, kertas saring, aluminium foil, aquadest, dan air

sungai Sail.

3.1.5. Bahan koagulasi lempung

Bahan yang digunakan untuk proses koagulasi adalah lempung desa

Kubang raya, dan aquadest.

14

Page 15: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

3.2. Metodologi penelitian

Tabel 1.parameter yang dianalisa

No Analisa Metode Alat

1 Warna Analisa kuantitatif Organoleptik

2 pH Analisa kuantitatif Indikator universal

3 Jumlah zat padat tersuspensi (TSS) Gravimetri Gravimetri

4 Jumlah zat padat terlarut total (TDS) Analisa kuantitatif TDS meter

3.3. Deskripsi lokasi

Pengambilan sampel air hanya dilakukan pada satu sungai Sail, yaitu pada

bagian tepi sungai. Penetapan titik sampling ini berdasarkan pada karakteristik

lingkungan sungai yang berbeda dan dianggap dapat mewakili perairan sungai

Sail.

Lokasi sampling yaitu :

1. Stasiun : Jembatan Sail di jalan Hang Jebat Kelurahan Sukamulia (cuaca

mendung, suhu ruang 27,5°C, suhu air 26°C, kedalaman 27 cm, lebar 429

cm, pH=7).

2. Warna air : keruh

3. Isi dari sungai: air, sampah(plastik,daun-daun,kayu,dahan kelapa, batu)

4. Hewan disekitar sungai pengambilan sampling : semut,lalat,ikan,

kecebong.

5. Tumbuhan disekitar sungai pengambilan sampling: kelapa, pisang, tebu,

nangka, jambu, sawit,

6. Aktifitas warga : Warung makan (lontong,soto,nasi,dll), bengkel, door

semir,ternak ayam potong.

15

Page 16: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

3.4. Prosedur kerja

3.4.1. Persiapan alat

Alat – alat yang digunakan dalam pengukuran TDS dan TSS (beaker glass,

kertas saring Whatman 42, kaca arloji), beratnya perlu dikonstankan terlebih

dahulu . Caranya adalah dengan memasukkan alat-alat tersebut ke dalam oven

selama satu jam, dan dilakukan pendinginan dalam desikator selama ± 15 menit.

3.4.2. Persiapan sampel air

Sampel air diambil pada tiga bagian tepi sungai yang berbeda, yaitu bagian

permukaan, pertengahan dan di dasar sungai. Sampel ini diambil menggunakan

botol air mineral 1,6 liter, dipindahkan ke dalam deregen 20 liter sebanyak sekitar

5 liter. Sampel air kemudian dihomogenkan dan ditutup rapat, disimpan dalam

lemari pendingin agar awet untuk selanjutnya ditentukan jumlah zat tersuspensi

(TSS) dan jumlah zat padat terlarut total (TDS).

Material penyaringan terdiri dari ijuk,pasir cor, arang aktif, bubuk batu

bata, kerikil. Masing-masing material dibersihkan terlebih dalulu sebelum disusun

ke dalam alat penyaringan, material tersebut selanjutnya dimasukkan kedalam

botol dengan panjang 13,3 cm dan diameter 4,5 cm. Arang dan pasir cor sebelum

digunakan harus dioven terlebih dahulu selama 1-2 jam, dan didinginkan dalam

desikator selama ± 15 menit.

3.4.3. Persiapan sampel lempung

Lempung yang diambil sebagai sampel dari Desa kubang raya terlebih

dahulu dibersihkan dengan air galon dan dilarutkan dalam ember. Lempung yang

telah larut disaring untuk memisahkan lempung dengan pasir dan pengotor

lainnya. Alat Penyaringan yang digunakan adalah alat saring rumah tangga.

Lempung diendapkan setelah disaring, selama 3 malam. Lempung dan air yang

membentuk dua lapisan dipisahkan dengan cara dekantir. Sampel dikeringkan

dengan bantuan kipas angin, tidak dapat melalui penyinaran matahari secara

langsung. Sampel yang telah kering, dihaluskan dan disaring dengan ayakan

rumah tangga terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan ayakan 120 mesh dan 200

mesh.

16

Page 17: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

3.4.4.Aktivasi Lempung

Lempung (berasal dari Sungai Kubang) setelah dihaluskan 120 mesh dan

200 mesh ditimbang masing-masing 10 gram dan dimasukkan ke dalam crussible.

Aktivasi dilakukan dengan memanaskan dalam furnace pada suhu 500 0 C selama

3 jam, kemudian disimpan dalam desikator. Masing-masing lempung tersebut

akan digunakan sebagai koagulan air sampel.

3.4.5. Pembuatan saringan konvesional (Water Treatment)

Penyaringan air sampel dilakukan sebanyak 2 kali. Penyaringan

konvensional ini menggunakan 2 buah botol plastik 220 mL yang disusun secara

vertikal. Masing-masing botol plastik diisi dengan penyusun saringan

konvensional dengan urutan material dari lapisan dasar ke lapisan atas yaitu ijuk,

pasir cor, serbuk batu bata, arang aktif dan kerikil.

3.4.6. Pengolahan sampel

Pengolahan sampel air Sungai Sail dengan metode water treatment dan

modifikasi koagulasi lempung dilakukan dengan analisa gravimetri.

3.4.6.1. Analisa TDS dan TSS sampel awal

Beaker gelas 100 mL dan kertas saring whatman 42 kosong disterilisasi

dalam oven selama 1 jam, dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit.

Beaker gelas dan kertas saring ditimbang, dimasukkan kembali ke oven, desikator,

dan timbang hingga berat konstan. Sebanyak 100 mL air sungai (sampel awal),

dimasukkan kedalam beaker gelas dan disaring menggunakan kertas saring dan

ditampung oleh beaker gelas yang telah telah konstan beratnya. Kertas saring itu

dioven selama 1 jam, sedangkan filtrat sampel dikeringkan menggunakan hot

plate dan dioven. Kertas saring dan beaker gelas didesikator selama 15 menit dan

ditimbang lalu dihitung TDS dan TSSnya.

17

Page 18: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

3.4.6.2. Analisa TDS dan TSS sampel awal hasil penyaringan sederhana

1. Persiapan water treatment

Sebanyak dua botol bervolume 220 mL digunakan sebagai wadah water

treatment. Bahan untuk penyaringan, yaitu ijuk, pasir cor, arang aktif, serbuk batu

bata, dan kerikil, disusun untuk memperoleh hasil penyaringan sempurna.

Penyusunan itu dimulai dari bawah ke atas yaitu, ijuk, pasir cor, serbuk batu bata,

arang aktif, dan kerikil. Perbandingan komposisi ketebalannya 1 cm. water

treatment dipastikan dapat berfungsi dengan baik, caranya diuji coba dengan

akuades. Jika air akuades yang keluar itu jernih, maka water treatment sudah

dapat dipakai.

2. Penyaringan sampel awal menggunakan water treatment

Beaker gelas 100 ml dan kertas saring whatman 42 kosong dimasukkan ke

dalam oven selama satu jam. Peralatan tersebut dimasukkan ke desikator selama

15 menit. Beaker gelas dan kertas saring ditimbang, dan dimasukkan kembali

dalam oven, desikator, dan ditimbang hingga berat konstan. Dua buah botol

treatment yang sudah diisi bahan-bahan penyaring disusun secara vertikal. Beaker

gelas disediakan untuk menampung filtrat sampel. Lakukan penyaringan

menggunakan water treatment untuk 100 ml sampel awal. Filtrat setelah treatment

disaring dan ditampung dengan menggunakan kertas saring dan beaker gelas yang

telah dikonstankan beratnya. Setelah dilakukan penyaringan, kertas saring

dimasukkan ke dalam oven selama satu jam. Sedangkan filtratnya dikeringkan

menggunakan hot plate. Kertas saring dan beaker gelas dimasukkan ke desikator

selama 15 menit. Ditimbang beratnya untuk menghitung TDS dan TSS nya.

3.4.6.3 . Analisa TDS dan TSS hasil koagulan sampel awal dan lempung

1. Koagulasi lempung dan sampel awal

Lempung hasil kalsinasi diambil sebanyak 1 gram.Lempung lalu

dicampurkan dengan air sungai sampel awal di dalam Erlenmeyer dan pengaduk

magnet dimasukkan ke dalam campuran. Campuran diaduk di atas stirrer selama

30 menit. Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil, dan didiamkan selama

minimal 12 jam.

18

Page 19: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

2. Penyaringan hasil koagulan dengan water treatment

Beaker gelas 100ml dan kertas saring whatman 42 kosong dimasukkan ke

dalam oven selama satu jam. Alat-alat tersebut kemudian dimasukkan ke dalam

desikator selama 15 menit. Beaker gelas dan kertas saring ditimbang, dan

dimasukkan kembali ke dalam oven, desikator, dan ditimbang hingga beratnya

konstan. Campuran hasil koagulan didekantir sehingga didapat filtrat. Filtrat

tersebut disaring menggunakan water treatment. Filtrat setelah treatment disaring

dan ditampung dengan menggunakan kertas saring dan beaker gelas yang telah

dikonstankan beratnya. Setelah dilakukan penyaringan, kertas saring dimasukkan

ke dalam oven selama satu jam, dan filtratnya dikeringkan menggunakan hot

plate, beaker dioven. Kertas saring dan beaker gelas dimasukkan ke dalam

desikator selama 15 menit. Ditimbang beratnya untuk menghitung TDS dan TSS

nya untuk air sampel hasil koagulasi menggunakan lempung 120 dan 200 Mesh.

3.4.6.4. Analisa TDS dan TSS sampel awal hasil kisatan dengan lempung

1. Pengisatan sampel awal (air sungai)

Air sungai (sampel awal) sebanyak 1000 ml dikisatkan menggunakan hot

plate hingga volume mencapai 100 ml. Pengisatan dilakukan dua kali. Air hasil

kisatan kemudian disimpan di dalam botol polietilen.

2. Koagulasi air sampel hasil kisatan dengan lempung

Lempung yang telah dikalsinasi diambil 1 gram untuk 120 mesh, dan 1

gram untuk 200 mesh. Air sampel yang telah dikisatkan, dicampurkan dengan

lempung tersebut di dalam Erlenmeyer, dan ditambahkan pengaduk magnet ke

dalamnya. Campuran diaduk dengan menggunakan alat stirrer selama 30 menit.

Setelah diaduk, erlenmeyer ditutup menggunakan aluminium foil dan didiamkan

selama minimal 12 jam.

3. Water treatment dan pengukuran TDS dan TSS

Alat water treatment disiapkan. Kertas saring dan beaker gelas kosong

dimasukkan ke dalam oven selama satu jam, didesikator selama 15 menit

kemudian ditimbang. Lakukan lagi hal yang sama sebanyak dua kali hingga berat

beaker gelas dan kertas saring konstan. Hasil koagulasi didekantir dan filtratnya

disaring menggunakan water treatment. Hasil penyaringan water treatment

19

Page 20: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

disaring lagi menggunakan kertas saring yang beratnya telah dikonstankan, dan

ditampung menggunakan beaker gelas yang beratnya telah dikonstankan. Kertas

saring hasil penyaringan dimasukkan ke dalam oven selama satu jam, dan

filtratnya dikeringkan menggunakan hot plate. Kertas saring dan beaker gelas

dimasukkan ke desikator selama 15 menit. Ditimbang beratnya. Hitung TDS dan

TSS nya untuk air hasil koagulan menggunakan lempung dengan ukuran 120 dan

200 Mesh.

3.5. Modifikasi berdasarkan ketebalan penyusun saringan konvensional.

Pada tahap awal, dibuat kolom pipa(dari botol) yang berisi material

penyaringan dengan komposisi seperti ijuk, pasir, arang aktif, serbuk batu bata

dan pasir. Sebanyak 100 ml sampel air sungai Sail dituangkan kedalam saringan

konvensional. Sampel air yamg keluar melalui saringan konvensional dianalisis

warna, cepat alir,nilai pH, konsentrasi TTS dan TDS, selanjutnya analisis

dibandingkan dengan Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

492/MENKES/Per/IV/2010 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air

Minum.

Tabel 2. Komposisi susunan material didalam botol

Material Kolom

Ijuk 1cm

Pasir cor 1cm

Arang aktif 1cm

Bubuk bata 1cm

Kerikil 1cm

3.6. Analisa parameter pada sampel air sungai Sail

Analisa parameter yang digunakan untuk menentuan kualitas sampel air

Sungai Sail, secara fisika dan kimia yaitu dengan warna, derajat keasaman (pH),

kecepatan alir air, zat padat tersuspensi (TSS) dan zat padat terlarut (TDS).

20

Page 21: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

3.6.1. Warna

Penentuan warna dilakukan secara organoleptik (langsung dilihat pada

sampel air sungai yang dianalisa).

3.6.2. Derajat keasaman (pH)

Penentuan derajat keasaman (pH) dilakukan secara langsung

menggunakan kertas indikator universal yang hasilnya dapat langsung dibaca.

3.6.3. Penentuan jumlah zat padat tersuspensi (TSS)

1. Filter kertas Whatman 42 dipanaskan dalam oven pada suhu 1050 C selama

1 jam dan didinginkan di dalam desikator selama 15 menit, kemudian

ditimbang dengan cepat.

2. Sampel yang sudah dikocok merata sebanyak 100 mL dipindahkan dengan

menggunakan pipet ke dalam alat penyaringan yang sudah ada filter kertas

di dalamnya, kemudian disaring dengan cara biasa.

3. Filter kertas diambil dari alat penyaringan dengan hati-hati kemudian

dimasukkan ke dalam oven untuk dipanaskan pada suhu 1050 C selama 1

jam, lalu didinginkan di dalam desikator selama 15 menit dan kemudian

ditimbang cepat.

TSS ¿a−b

c× 100 mg /L

Keterangan :

a = berat filter dan residu sesudah pemanasan (mg)

b = berat filter kering sesudah dipanaskan (mg)

c = volume sampel (mL)

TSS = zat padat tersuspensi (mg/L)

3.6.4. Penentuan jumlah zat padat terlarut (TDS)

Sampel yang lolos dari filter kertas, dituangkan sebanyak 100 mL dalam

beaker gelas. Beaker gelas yang berisi sampel tersebut diuapkan dan dikeringkan

dengan menggunakan hotplate hingga semua cairan menguap. Perhitungannya

yaitu :

21

Page 22: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

TDS = (a−b ) ×1000

c

a = berat beaker dan residu sesudah pemanasan (mg)

b = berat beaker kosong (mg)

c = volume sampel (mL)

TDS = zat padat terlarut (mg/L)

3.7 Rancangan Penelitian

Tahap selanjutnya yaitu penyaringan konvensional termodifikasi yang paling baik

mengurangi kadar pencemaran dalam sampel air dimodifikasi lagi dengan

lempung sebagai koagulan.

22

Pembuatan Saringan

Konvensional yang dimodifikasi

Analisis warna, pH, konsentrasi

TDS, TSS Sebelum disaring

Modifikasi berdasarkan ketebalan matriks penyusun saringan konvensional

Dibuat 5 variasi saringan konvensional termodifikasi dengan ketebalanMatriks yang berbeda-beda

Sebanyak 100 mL sampel air sungai sail disaring dengan menggunakan masing masing saringan konvesional termodifikasi

Air baku air minum yang didapat analisis warna, pH, Konsentrasi TDS, TSS

Badingkan dengan KepMenKes RI No.907/MenKes/SK/VII/2002 Tentang Syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum

Kondisi optimum saringan konvesional termodifikasi

Persiapan penelitian

Page 23: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

23

Saringan Konvesional termodifikasi yang paling baik mengurangi kadarPencemaran dalam air sampel, dimodifikasi dengan lempung sebagai koagulen

Analisis warna, pH, Konsentrasi TDS, TSS sebelum disaring

100 mL sampel air sungai+Lempung 120 mesh

100 mL sampelair sungai+Lempung 200 mesh

Masing-masing sampel air distirer selama 30 menit, dan diendapkan selama, 12 jam

Proses penyaringan sampel air dengan menggunakan saringan konvensional termodifikasi

Air baku air minum yang berhasil dianalisis warna, pH, konsentrasi TSS dan TDS

Hasil analisis dibandingkan dengan Kep MenKes RI No.907/MenKes/SK/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum.

Kondisi optimum saringan konvensional yang dimodifikasi dengan lempung

Page 24: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data pengamatan

Parameter Sampel umpan

Treatment tanpa pengisatan dan koagulasi Treatment dengan pengisatan dan koagulasi

Awal Koagulasi 120 mesh

Koagulasi 200 mesh

Koagulasi 120 mesh

Koagulasi 200 mesh

Warna keruh Sedikit keruh jernih jernih Lebih jernih Sangat jernih

TSS (mg/L) 1200 100 200 400 0 200TDS (mg/L) 180 200 100 300 100 500

4.2. Pembahasan4.2.1. Hasil Analisis Saringan Konvensional

Pada penelitian ini, parameter yang diukur adalah warna, pH, zat padat

terlarut (TDS) dan zat padat tersuspensi (TSS) sebelum dan sesudah melewati

saringan konvensional serta dengan penambahan lempung sebagai koagulan.

Bahan-bahan sederhana yang digunakan dalam metode penyaringan ini

terdiri dari kerikil, arang aktif, serbuk batu-bata, pasir dan ijuk. Pemilihan urutan

matriks dalam saringan konvensional ini didasarkan pada fungsinya masing-

masing, seperti ijuk diletakan pada bagian dasar karena berfungsi sebagai

penyangga material- material yang berada di atasnya. Ijuk juga berguna untuk

menahan partikel lain agar tidak ikut larut terbawa air. Pasir cor diletakkan di atas

ijuk karena berfungsi sebagai penyaring partikel padat yang terlarut pada air.

Serbuk batu bata diletakan di atas pasir cor karena berfungsi sebagai menyerap

zat-zat yang mencemari air dan menghilangkan bau serta rasa pada air. Arang

aktif diletakan di atas arang aktif karena berfungsi sebagai penghilang bau pada

air. Kerikil dengan ukuran kecil diletakan di bagian atas berfungsi sebagai

penjernih air sampel.

24

Page 25: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

4.2.1.1. Warna

Pengamatan warna air dilakukan secara visual. Sampel air Sungai Sail

awal terlihat agak keruh, setelah melewati water treatment, pengisatan, dan

koagulan dengan lempung 120 dan 200 Mesh, air sungai menjadi lebih jernih.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

492/MenKes/Per/IV/2010, syarat air baku untuk dikonsumsi tidak boleh berwarna

atau keruh sehingga dibutuhkan pengolahan lebih lanjut agar air layak untuk

dikonsumsi.

Analisis warna sampel tahap awal dengan perlakuan water treatment,

tanpa pengisatan dan koagulasi dengan lempung memberikan warna yang agak

keruh. Setelah dilakukan water treatment, koagulan lempung, tapi tanpa

pengisatan, warna yang dihasilkan menjadi lebih jernih. Warna yang lebih jernih

lagi didapatkan setelah penyaringan dengan perlakuan water treatment, pengisatan

dan koagulan lempung ukuran 120 dan 200 Mesh. Hal ini terjadi karena

kemampuan bahan-bahan sederhana di dalam penyaringan konvensional,

sekaligus koagulasi lempung dalam menahan partikel-partikel pengotor dan

pewarna pada sampel sangat baik.

4.2.1.2. Derajat Keasaman (pH)

Harga pH untuk keseluruhan air Sungai Sail adalah 6. Yang menandakan

bahwa air sungai tersebut bersifat asam dan tidak dapat dikonsumsi oleh makhluk

hidup. Tigginya nilai pH disebabkan oleh aktivitas manusia atau makhluk hidup

lain yang ada di sepanjang daerah aliran sungau Sail tersebut. Setelah dilakukan

penyaringan dengan metode sederhana, didapatkan harga pH yang mendekati

netral, yaitu mendekati pH 7. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 492/MenKes/Per/IV/2010, pH yang didapat sudah

bertada pada batas normal air yang layak untuk dikonsumsi.

4.2.1.3. Total Zat Padat Terlarut (TDS)

Dalam penelitian, didapat peningkatan dan penurunan nilai TDS. Nilai

TDS sampel awal dibandingkan dengan sampel setelah perlakuan water treatment

25

Page 26: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

mengalami peningkatan. Untuk harga TDS sampel awal, baik yang telah

dikisatkan dan dikoagulasi dengan lempung, maupun yang tanpa pengisatan serta

perlakuan koagulasi didapat harga TDS lempung 120 Mesh lebih kecil

dibandingkan TDS hasil koagulasi lempung 200 Mesh, yang artinya terdapat lebih

banyak zat terlarut pada lempung yang ukurannya lebih kecil. Dari variasi-variasi

nilai TDS yang didapatkan, seluruhnya berada di bawah batas normal yang

ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

492/MenKes/Per/IV/2010, yaitu sebesar 500 mg/L yang berarti bahwa menurut

parameter TDS, air yang diujikan layak untuk dikonsumsi makhluk hidup.

4.2.1.4. Total Zat Padat Tersuspensi (TSS)

Nilai TSS yang didapatkan untuk sampel awal cukup besar, yaitu 1200

mg/L. sampel awal dengan perlakuan water treatment memberikan harga TSS

yang jauh lebih kecil yaitu sebesar 100 mg/L, yang artinya water treatment

memberikan pengaruh yang cukup besar dalam penjernihan air. Dari keseluruhan

data, nilai TSS untuk koagulasi lempung 120 Mesh jauh lebih kecil dibandingkan

TSS untuk koagulasi lempung 200 Mesh, yang menandakan bahwa lempung

dengan ukuran 120 Mesh lebih mampu menyerap pengotor yang terdapat di dalam

sampel.

26

Page 27: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan

sebagai berikut :

1. Pengolahan air dengan metode konvensional ini menggunakan material

dari lingkungan sekitar, dengan ketebalan 1 cm tiap komponen.

Dimodifikasi dengan lempung sampel dari Sungai Kubang sebagai

koagulannya. Parameter yang diukur adalah warna air, pH, TDS, dan TSS.

2. Warna air Sungai Sail setelah disaring dengan metode penyaringan

sederhana mengalami perubahan, dari awalnya keruh, menjadi sangat

jernih. Hasil pengukuran pH sampel awal adalah 6, dan pH setelah

dilakukan penyaringan juga tetap 6.

3. Hasil pengukuran TDS dan TSS untuk sampel awal berturut-turut adalah

180 mg/L dan 1200 mg/L. TDS dan TSS sampel awal setelah treatment

adalah 200 mg/L dan 100 mg/L. TDS dan TSS sampel tanpa pengisatan

dan koagulasi lempung 120 dan 200 Mesh berturut-turut adalah 100 mg/L

dan 200 mg/L, dan 300 mg/L dan 400 mg/L. TDS dan TSS sampel hasil

pengisatan dan koagulasi lempung 120 dan 200 Mesh berturut-turut adalah

100 mg/L dan tidak ada hasil TSS untuk lempung 120 Mesh, dan untuk

yang 200 Mesh adalah 500 mg/L dan 200 mg/L.

4. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

492/MenKes/Per/IV/2010 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas

Air Minum untuk beberapa parameter yang diteliti di atas, dapat

disimpulkan bahwa air hasil penyaringan metode konvensional telah

memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

5. Komposisi dari penyusun kolom penyaring mempengaruhi kualitas dari

hasil penyaringan dari sampel air yang disaring. Semakin halus partikel

penyusunnya dan semakin tebal lapisannya, maka kualitas air yang

dihasilkan pun akan semakin baik pula. Maka diperlukan penyusunan

komposisi kolom yang tepat untuk menghasilkan air yang jernih, tak

27

Page 28: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

berbau, tak berasa, memiliki nilai TDS dan TSS yang rendah untuk

memenuhi standar air baku berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/Per/IV/2010 .

5.2 Saran

Dilakukan penelitian lebih lanjut agar data yang didapat lebih akurat

sehingga berguna untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan mengenai

masalah lingkungan ditempat tersebut. Agar alat-alat yang diperlukan dalam

penelitian dipersiapkan secara matang sehingga waktu yang tersedia dapat

dimaksimalkan. Diperlukan adsorben lain selain lempung dalam proses

penjernihan air Sungai Sail.

28

Page 29: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Alamsyah,B. 2010. Penentuan Kondisi Optimum Sistim Penyaringan Air Sungai

Siak dan Sungai Kampar Secara Konvensional yang Dimodifikasi untuk

Menghasilkan Air Baku Air Minum.Skripsi. Pekanbaru: UR.

Alberty, R. A., Daniels, F. 1997.  Kimia Fisika Jilid 2. Terjemahan :M.N.

Surdia. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Atkins, P.W. 1990.Kimia Fisika Jilid 2. Terjemahan :I. I. Kartohadiprodjo.

Penerbit Erlangga, Jakarta.

Cahyana, G. H. 2009. Adsorpsi Karbon Aktif.

http://gedehace.blogspot.com(Diakses pada tanggal 9 Juni 2012).

Ginting, P. 2007. Sistem Pengeloalaan Lingkungan dan Limbah Industri.Yrama

Widya, Bandung.

Imron.2012. Sadarkan Masyarakat Tepian Sungai Sail Lewat Pendidikan Peduli

Lingkungan.http://green.kompasiana.com/polusi/2012/05/14/sadarkan-

masyarakat-tepian-sungai-sail-lewat-pendidikan-peduli-lingkungan/

(Diakses pada tanggal 9 Juni 2012).

Kusnaedi. 2002. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Miswadi, M. H. 2012.Mahasiswa PSIL UR Praktikum di DAS Sail

Pekanbaru.http://miswadipratama.blogspot.com/view/classic(Diakses pada

tanggal 9 Juni 2012).

Nursanti, W. A. 1999. Menanam Garut di Lahan Tandus. Media Indonesia,

Jakarta.

Priyanto,A. 2010. Teknik Penyaringan Air Sungai Siak dan Sungai Kampar

dengan Menggunakan Kombinasi Metode Konvensional yang

Dimodifikasi dengan Membran Poliblend Selulosa Asetat-

Kitosan.Skripsi.Pekanbaru : UR.

Putro, A. N. H., dan Ardhiany, S. A. 2012. Adsorpsi Bioetanol.

http://eprints.undip.ac.id/13831/

29

Page 30: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

1/laporan_penelitian_adsorpsi_bioetanol.pdf....putro(Diakses pada

tanggal 9 Juni 2012).

Sastrawijaya, T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Sugiharto. 2005. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. UI-Press, Jakarta.

Suharyanto, dan Koatie, R. J. 2002.Pengelolaan Sumber Daya Air dalam Otonomi

Daerah. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Suripin.2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi,

Yogyakarta.

Sutedjo, M. M., dan Kartasapoetra, A. G. 2005. Pengantar Ilmu Tanah

Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian. Rineka Cipta, Jakarta.

30

Page 31: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Rancangan Penelitian

A. Tahap 1

31

Persiapan penelitian

Persiapan lempungPersiapan air sungai

Pengeringan Penyaringan dengan komposisi ijuk , pasir, arang aktif, batu bata,

kerikil

Sesudah dikisatkan

Sebelum dikisatkan

Penggerusan

Pengayakan

120 mesh 200 mesh

Pembuatan saringan konvensional

Page 32: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

B. Tahap 2

-

32

Analisis warna, pH, konsentrasi TDS dan TSS

Menggu-nakan water treat-mant

Tanpa menggu-nakan water treat-mant

Air disaring dengan saringan konvensional yang telah dimodifikasi

atau water treatmant

Menggunakan penyaringan water

treatmant

Sampel air

Air tanpa dikisatkanAir sungai dikisatkan dari 1000 ml menjadi 100 ml

Dengan koagulasi

Tanpa koagulasiKoagulasi

lempung 200 mesh

Koagulasi lempung 120 mesh

120 mesh

200 mesh

Page 33: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

Lampiran 2. Perhitungan

1. Analisa TDS dan TSS sampel awal (air sungai umpan)

Berat beaker gelas + residu (a) : 56,388 gram

Berat beaker gelas kosong (b) : 56,370 gram

Volume (c) : 100 ml

a. TDS = (a−b)

cx 1000 mg/L

= (56,388 gram−56,370 gram)

100x 1000 mg/L

= 180 mg/L

Berat kertas saring + residu (a) : 1,269 gram

Berat kertas saring kosong (b) : 1,149 gram

Volume (c) : 100 ml

b. TSS = (a−b)

cx 1000 mg/L

= (1,269 gram−1,149 gram)

100x 1000 mg/L

= 1200 mg/L

2. Analisa TDS dan TSS sampel awal hasil penyaringan menggunakan

metode sederhana

Berat beaker gelas + residu (a) : 54,86 gram

Berat beaker gelas kosong (b) : 54,84 gram

Volume (c) : 100 ml

a. TDS = (a−b)

cx 1000 mg/L

= (54,86 gram−54,84 gram)

100x1000 mg/L

= 200 mg/L

33

Page 34: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

Berat kertas saring + residu (a) : 1,12 gram

Berat kertas saring kosong (b) : 1,11 gram

Volume (c) : 100 ml

b. TSS = (a−b)

cx 1000 mg/L

= (1,12 gram−1,11 gram)

100x 1000 mg/L

= 100 mg/L

3. Analisa TDS dan TSS hasil koagulasi sampel awal dan lempung

i. Koagulan dengan lempung 120 Mesh

Berat beaker gelas + residu (a) : 57,24 gram

Berat beaker gelas kosong (b) : 57,23 gram

Volume (c) : 100 ml

a. TDS = (a−b)

cx 1000 mg/L

= (57,24 gram−57,23 gram)

100x1000 mg/L

= 100 mg/L

Berat kertas saring + residu (a) : 1,13 gram

Berat kertas saring kosong (b) : 1,11 gram

Volume (c) : 100 ml

b. TSS = (a−b)

cx 1000 mg/L

= (1,13 gram−1,11 gram)

100x 1000 mg/L

= 200 mg/L

ii. Koagulan dengan lempung 200 Mesh

Berat beaker gelas + residu (a) : 48,95 gram

Berat beaker gelas kosong (b) : 48,92 gram

Volume (c) : 100 ml

34

Page 35: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

a. TDS = (a−b)

cx 1000 mg/L

= (48,95 gram−48,92 gram)

100x1000 mg/L

= 300 mg/L

Berat kertas saring + residu (a) : 1,10 gram

Berat kertas saring kosong (b) : 1,06 gram

Volume (c) : 100 ml

b. TSS = (a−b)

cx 1000 mg/L

= (1,10 gram−1,06 gram)

100x 1000 mg/L

= 400 mg/L

4. Analisa TDS dan TSShasil koagulasi sampel awal hasil kisatan dengan

lempung

i. Koagulan dengan lempung 120 Mesh

Berat beaker gelas + residu (a) : 49, 55 gram

Berat beaker gelas kosong (b) : 49,54 gram

Volume (c) : 100 ml

c. TDS = (a−b)

cx 1000 mg/L

= (49,55 gram−49,54 gram)

100x1000 mg/L

= 100 mg/L

Berat kertas saring + residu (a) : 1,09 gram

Berat kertas saring kosong (b) : 1,09 gram

Volume (c) : 100 ml

d. TSS = (a−b)

cx 1000 mg/L

= (1,09 gram−1,09 gram)

100x 1000 mg/L

35

Page 36: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

= 0

iii. Koagulan dengan lempung 200 Mesh

Berat beaker gelas + residu (a) : 49,96 gram

Berat beaker gelas kosong (b) : 49,91 gram

Volume (c) : 100 ml

c. TDS = (a−b)

cx 1000 mg/L

= (49,96 gram−49,91 gram)

100x 1000 mg/L

= 500 mg/L

Berat kertas saring + residu (a) : 1,11 gram

Berat kertas saring kosong (b) : 1,09 gram

Volume (c) : 100 ml

d. TSS = (a−b)

cx 1000 mg/L

= (1,11 gram−1,09 gram)

100x 1000 mg/L

= 200 mg/L

36

Page 37: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

Lampiran 3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010

tentang Persyaratan Kualitas Air Minum

37

Page 38: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

38

Page 39: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

39

Page 40: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

40

Page 41: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

41

Page 42: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

Lampiran 4. Aktivitas Pengambilan dan Pengolahan Sampel

A. Sampel Lempung

B. Sampel Air

42

Page 43: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

Lampiran 5. Aktivitas di Laboratorium

43

Page 44: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

Lampiran 6. Peta Lokasi Pengambilan Air Sampel pada Sungai Sail

Lampiran 7. Peta Lokasi Pengambilan Lempung Sampel di Desa Kubang Raya

44

Page 45: BAB I Sampai LAMPIRAN Uda Bener

45