bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan peradangan dan infeksi
kronis pada telinga tengah dan rongga mastoid yang ditandai dengan adanya
sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul melalui membran timpani
yang mengalami perforasi persisten selama lebih dari 2 bulan (Acuin, 2007;
Adoga, 2010). Otitis media supuratif kronis dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu
tipe aman (benigna) dan tipe bahaya (maligna) (Helmi, 2005), tetapi menurut
literatur lain OMSK dapat dibagi menjadi dua yaitu OMSK dengan kolesteatoma
dan OMSK tanpa kolesteatoma (Weber, 2006).
Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan sebuah fenomena yang
jarang didapatkan di negara maju, tetapi masih banyak ditemukan di negara-
negara Afrika, Asia, dan Amerika Latin (Adoga, 2010). Otitis media supuratif
kronis merupakan penyakit infeksi yang sering menyebabkan seseorang berobat
ke dokter spesialis THT-KL pada saat dewasa (Adoga, 2010). OMSK merupakan
penyebab tersering gangguan pendengaran, kemampuan menerima pelajaran yang
buruk pada anak-anak, serta sering menimbulkan komplikasi yang fatal, terutama
pada negara miskin dan berkembang (WHO, 2004). Survei prevalensi di seluruh
dunia menyatakan bahwa sekitar 65 – 330 juta penduduk dunia menderita OMSK
dan 60% dari jumlah tersebut (39-200 juta) mengalami gangguan pendengaran
yang signifikan (WHO, 2004). Data Departemen Kesehatan tahun 1994-1996 di
Indonesia pada Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran yang
2
dilaksanakan di 7 provinsi menyatakan penyebab paling banyak morbiditas telinga
tengah adalah OMSK, dengan prevalensi OMSK sebesar 3,1% dari populasi
(Soetjipto, 2007). Data di Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok
RSUP Dr. Sardjito pada tahun 1998-1999 jumlah penderita OMSK tipe maligna
sebanyak 40 pasien dan 62,5% di antaranya menjalani mastoidektomi (Rianto,
2013). Data catatan medis kunjungan kasus baru penderita OMSK benigna di
RSUP Dr. Sardjito pada tahun 2002 adalah sekitar 3,4% dari keseluruhan kasus di
poliklinik THT-KL (Hartanto, 2004).
Perforasi membran timpani dapat disebabkan oleh trauma dan infeksi
telinga tengah. Perforasi membran timpani yang disebabkan oleh OMSK
sekurang-kurangnya terdapat pada 0,5% dari total populasi. Komplikasi OMSK
yang paling sering adalah penurunan pendengaran, hal ini akan mempengaruhi
proses perkembangan bahasa anak-anak dan perkembangan di sekolah. Infeksi
kronis telinga tengah dapat menyebabkan terjadinya edema mukosa telinga tengah
dan kemungkinan gangguan rantai tulang-tulang pendengaran, sehingga
menyebabkan tuli konduktif antara 20-60 dB. Proses inflamasi aktif yang
menyertai perforasi membran timpani seperti edema mukosa telinga tengah,
adanya sekret yang aktif pada telinga tengah dapat juga mengganggu transmisi
suara yang melalui telinga tengah (WHO, 2004; Verhoeff, 2006). Proses infeksi
telinga tengah yang kronis dapat melibatkan koklea dan saraf, oleh karena itu
penting untuk mendiagnosis dan mengobati kondisi tersebut sedini mungkin agar
tidak menimbulkan penurunan pendengaran yang lebih berat (Mehta, 2006;
Bhusal, 2007; Pannu, 2011).
3
Membran timpani terdiri dari dua bagian yaitu pars flaksida dan pars tensa.
Pars tensa membran timpani merupakan bagian membran timpani yang berperan
penting dalam proses transmisi suara dari telinga luar. Dokter spesialis THT-KL
sering mengevaluasi proses patologi pada membran timpani setiap hari, tetapi
prediksi nilai ambang dengar pada perforasi membran timpani secara akurat tidak
mudah dilakukan. Gambaran otoskopi pasien sebelum operasi sering tidak sesuai
dengan audiogram sebelum operasi dan sering terdapat ketidaksesuaian pada letak
serta perkiraan ukuran perforasi membran timpani dengan derajat penurunan
pendengaran (Lerut, 2012). Secara umum, semakin besar perforasi membran
timpani, maka penurunan pendengaran yang terjadi akan semakin berat, tetapi
hubungan ini tidak konstan pada praktek klinis sehari-hari (Nepal, 2004). Efek
perforasi membran timpani pada transmisi suara telinga tengah tidak jelas,
terutama karena telinga dengan perforasi membran timpani secara khusus dapat
mengalami perubahan patologis tambahan. Oleh karena itu, kita memerlukan
gambaran yang lebih jelas mengenai efek perforasi membran timpani pada fungsi
telinga tengah, sehingga dokter dapat memperkirakan derajat dan frekuensi
penurunan pendengaran pada berbagai ukuran perforasi (Bhusal, 2006).
Menurut American National Standard Institute (ANSI), nilai ambang
pendengaran yang terukur pada audiometri nada murni di setiap frekuensi
diletakkan pada audiogram, sehinggga akan tergambar sebagai grafik ambang
pendengaran pada audiogram. Ambang pendengaran terhadap masing-masing
frekuensi juga berbeda, yang paling sensitif terhadap frekuensi 500 sampai 8000
Hz (Helmi, 2005). Informasi yang diperoleh pada audiometri, data kuantitatif
4
ukuran perforasi membran timpani, diharapkan dapat membantu kita untuk
memperkirakan hubungan nilai ambang dengar dengan ukuran perforasi membran
timpani khususnya pada pasien-pasien OMSK. Penelitian mengenai pengaruh
ukuran perforasi membran timpani pada derajat penurunan pendengaran sudah
banyak dilakukan, tetapi hingga saat ini masih terdapat kontroversi mengenai ada
tidaknya hubungan ukuran perforasi membran timpani dengan nilai ambang
dengar pada pasien OMSK.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka
dapat dirumuskan beberapa hal penting sebagai berikut :
1. Otitis media supuratif kronis merupakan penyakit peradangan kronis pada
telinga tengah yang sering dijumpai dengan angka prevalensi yang cukup
tinggi.
2. Komplikasi akibat otitis media supuratif kronis yang paling sering adalah
penurunan pendengaran berupa tuli konduktif.
3. Penurunan pendengaran akibat OMSK dapat menyebabkan terjadinya
gangguan komunikasi,gangguan perkembangan bahasa dan gangguan belajar.
4. Gambaran derajat penurunan pendengaran pada pasien-pasien OMSK sering
tidak sesuai dengan gambaran perforasi membran timpani pada saat otoskopi.
5. Korelasi antara ukuran perforasi membran timpani dengan nilai ambang
dengar pada OMSK belum diketahui dengan jelas.
5
C. Pertanyaan Penelitian
Apakah terdapat korelasi antara ukuran perforasi membran timpani dengan
nilai ambang dengar pada OMSK?
D. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui adanya korelasi antara ukuran perforasi membran
timpani dengan nilai ambang dengar pada OMSK.
E. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam
memperkirakan derajat penurunan pendengaran berdasarkan ukuran perforasi
membran timpani pada OMSK sehingga dapat membantu mendeteksi derajat
penurunan pendengaran secara dini pada pasien-pasien dengan OMSK yang
penting untuk pencegahan ketulian.
F. Keaslian Penelitian
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Voss,
Rosowski, Merchant dan Peake (2001) dengan judul “How do Tympanic-
membrane Perforations Affect Human Middle Ear Sound Transmission ?”.
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui efek perforasi membran timpani
pada transmisi suara di telinga tengah sehingga dapat membantu memperkirakan
penurunan pendengaran yang terjadi akibat perforasi membran timpani. Penelitian
dilakukan pada tulang temporal kadaver.
Penelitian ini juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mehta
et al (2006) dengan judul “Determinants of Hearing Loss in Perforations of the
Tympanic Membrane”. Pada penelitian tersebut pengukuran perforasi membran
6
timpani dilakukan menggunakan mikroskop otologi dan kait 1 mm untuk
memperkirakan diameter perforasi membran timpani. Hasil pengukuran area
perforasi membran timpani dibagi menjadi 3 kategori yaitu perforasi kecil (0-8
mm2), perforasi sedang (9 – 30 mm2) dan perforasi besar (> 30 mm2). Analisa
statistik dilakukan dengan menggunakan uji Student’s t. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan rentang (gap) hantaran udara-tulang meningkat seiring peningkatan
ukuran perforasi membran timpani pada setiap frekuensi.
Matsuda, Kurita, Ueda, Ito dan Nakashima (2009) melakukan penelitian
dengan judul “Efffect of tympanic membrane perforation on middle ear sound
transmission” yang bertujuan untuk mengetahui korelasi ukuran perforasi
membran timpani dengan derajat penurunan penurunan. Perbedaannya adalah
pengukuran perforasi membran timpani dilakukan menggunakan program
WinROOF. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang
signifikan antara ukuran perforasi membran timpani dengan derajat penurunan
pendengaran pada pasien dengan perforasi membran timpani akibat OMSK.
Penelitian yang dilakukan oleh Saliba, Abel, dan Arcand (2011) dengan
judul “Tympanic membrane perforation: Size, site and hearing evaluation”
menunjukkan bahwa tuli konduktif tergantung frekuensi dan derajat penurunan
pendengaran juga meningkat seiring dengan peningkatan ukuran perforasi
membran timpani, tetapi derajat penurunan pendengaran tidak tergantung pada
letak perforasi membran timpani. Penelitian ini berbeda dengan penelitian oleh
Saliba, Abel dan Arcand yang membagi ukuran perforasi membran timpani
menjadi 4 kategori yaitu stadium 1-kecil (< 25% area membran timpani), stadium
7
2-sedang ( 25%-50% area membran timpani), stadium 3-besar (50-75% area
membran timpani), stadium 4-total (>75% area membran timpani).
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rafique,
Farrukh dan Shaikh (2014) dengan judul “Assessment of Hearing Loss in
Tympanic Membrane Perforation at Tertiary Care Hospitals”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa dari 90 pasien berusia 20 tahun ke atas, penurunan
pendengaran meningkat seiring dengan peningkatan ukuran perforasi. Penelitian
ini membagi ukuran perforasi membran timpani menjadi 3 kategori yaitu perforasi
kecil, sedang, dan besar. Analisa untuk membandingkan rata-rata ambang dengar
dengan ukuran perforasi membran timpani dilakukan dengan uji t.
Penelitian Ribeiro, Gaudino, Pinheiro, Marcal dan Mitre (2014) dengan
judul “Objective comparison between perforation dan hearing loss” bertujuan
untuk mengevaluasi ukuran perforasi membran timpani dan menghubungkannya
dengan rentang hantaran udara-tulang pada 4 frekuensi berbeda. Perbedaannya
pada penelitian tersebut, perforasi membran timpani dievaluasi dengan gambar
digital menggunakan endoskop dan persentasi perforasi dihitung dengan
menggunakan program ImageScope. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada
korelasi antara ukuran perforasi membran timpani pada otitis media kronis simpel
dengan penurunan pendengaran pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, dan
4000 Hz.
Tab
el 1
. Kea
slia
n P
enel
itia
n
Pene
liti-
Judu
lTu
juan
Pen
eliti
anH
asil
Pene
litia
nPe
rbed
aan
Voss
, Ros
owsk
i, M
erch
ant
dan
Peak
e (2
001)
,“H
ow d
o Ty
mpa
nic-
mem
bran
e Pe
rfor
atio
ns
Affe
ct H
uman
Mid
dle
Ear
Soun
d Tr
ansm
issi
on?”
-M
enge
tahu
i efe
k pe
rfor
asi M
T pa
da
tran
smis
i sua
ra te
linga
teng
ah-
Penu
runa
n pe
nden
gara
n pa
ling
besa
r pa
da fr
ekue
nsi r
enda
h-
Penu
runa
n pe
nden
gara
n m
enin
gkat
se
iring
pen
ingk
atan
uku
ran
perf
oras
i-
Penu
runa
n pe
nden
gara
n tid
ak
terp
enga
ruh
leta
k pe
rfor
asi
-Vo
lum
e ka
vum
tim
pani
juga
ber
peng
aruh
-Tu
lang
tem
pora
l kad
aver
Meh
ta e
t al (
2006
),“
Det
erm
inan
ts o
f Hea
ring
Loss
in P
erfo
ratio
ns o
f the
Ty
mpa
nic
Mem
bran
e”
-M
enge
tahu
i fa
ktor
ya
ng
mem
peng
aruh
i tu
li ko
nduk
tif p
ada
perf
oras
i MT
-AB
Gm
enin
gkat
se
iring
pe
ning
kata
n uk
uran
pe
rfor
asi
MT
pada
se
tiap
frek
uens
i-
Volu
me
telin
ga
teng
ah
mem
peng
aruh
i AB
G
-Pe
nguk
uran
di
amet
er
ukur
an
perf
oras
i m
engg
unak
an
mik
rosk
op o
tolo
gi d
an k
ait 1
mm
-Pe
rfor
asi
MT
diba
gi m
enja
di 3
ka
tego
ri : k
ecil
(0-8
mm
2 ), se
dang
(9
-30
mm
2 ), be
sar (
>30
mm
2 )-
Anal
isa:
Uji
Stud
ent’s
tM
atsu
da, K
urita
, Ued
a, It
o da
n N
akas
him
a(2
009)
,“E
ffect
of t
ympa
nic
mem
bran
e pe
rfor
atio
n on
m
iddl
e ea
r sou
nd
tran
smis
sion
”
-Tu
juan
: kor
elas
i uku
ran
perf
oras
i MT
deng
ande
raja
t pe
nuru
nan
pend
enga
ran
-U
kura
n pe
rfor
asi
tidak
m
empu
nyai
ko
rela
si y
ang
sign
ifika
n de
ngan
der
ajat
pe
nuru
nan
pend
enga
ran
akib
at O
MSK
-Pe
nguk
uran
pe
rfor
asi
MT
prog
ram
Win
ROO
F
Salib
a, A
bel d
an A
rcan
d (2
011)
,“T
ympa
nic
mem
bran
e pe
rfor
atio
n: S
ize,
site
and
hear
ing
eval
uatio
n”
-Tu
juan
: e
valu
asi
efek
uku
ran
dan
leta
k pe
rfor
asi
MT
pada
de
raja
t pe
nuru
nan
pend
enga
ran
pasi
en y
ang
akan
men
jala
ni m
iring
opla
sti
-Tu
li ko
nduk
tif te
rgan
tung
frek
uens
i-
Der
ajat
pe
nuru
nan
pend
enga
ran
men
ingk
at
seiri
ng
peni
ngka
tan
ukur
anpe
rfor
asi M
T-
Der
ajat
pe
nuru
nan
pend
enga
ran
tidak
te
rpen
garu
h le
tak
perf
oras
i
-U
kura
n pe
rfor
asi
diba
gi m
enja
di
kate
gori
: o
Stad
ium
1: K
ecil
oSt
adiu
m 2
: Sed
ang
oSt
adiu
m 3
: Bes
aro
Stad
ium
4: T
otal
8
Rafiq
ue, F
arru
kh d
an S
haik
h (2
014)
,“A
sses
men
t of H
earin
g Lo
ss
in T
ympa
nic
Mem
bran
e Pe
rfor
atio
n at
Ter
tiary
Car
e H
ospi
tals
”
-Tu
juan
: ev
alua
si d
an a
nalis
a de
raja
t pe
nuru
nan
pend
enga
ran
pada
pe
rfor
asi M
T be
rdas
ar l
etak
, uk
uran
da
n du
rasi
per
fora
si
-Pe
nuru
nan
pend
enga
ran
men
ingk
at
seiri
ng p
enin
gkat
an u
kura
n pe
rfor
asi
-D
eraj
at
penu
runa
n pe
nden
gara
n le
bih
bera
t pad
a pe
rfor
asi d
i kua
dran
pos
terio
r di
band
ing
kuad
ran
ante
rior,
teta
pi t
idak
be
rmak
na s
ecar
a st
atis
tik-
Penu
runa
n pe
nden
gara
n m
enin
gkat
se
iring
pen
ingk
atan
dur
asi p
erfo
rasi
-U
kura
n pe
rfor
asi
diba
gi m
enja
di
kate
gori
: Kec
il, S
edan
g, B
esar
-An
alis
a : u
ji t
Ribe
iro, G
audi
no, P
inhe
iro,
Mar
cal d
an M
itre
(201
4),
“Obj
ectiv
e co
mpa
rison
be
twee
n pe
rfor
atio
n an
d he
arin
g lo
ss”
-Tu
juan
:
Eval
uasi
uku
ran
perf
oras
i M
T da
n an
alis
a hu
bung
an d
enga
n de
raja
t pe
nuru
nan
pend
enga
ran
di 4
fr
ekue
nsi b
erbe
da
-Ti
dak
ada
kore
lasi
an
tara
uk
uran
pe
rfor
asi
MT
pada
OM
K si
mpe
l de
ngan
pe
nuru
nan
pend
enga
ran
pada
fre
kuen
si 50
0 H
z, 1
000
Hz,
200
0 H
z, 4
000
Hz
-Pe
rfor
asi
MT
diev
alua
si d
enga
n ga
mba
r di
gita
l en
dosk
op,
pers
enta
se
perf
oras
i di
hitu
ng
deng
an p
rogr
am Im
ages
cope
9