gambaran audiologi pasien otitis media supuratif kronik · pdf fileotitis media supuratif...

66
GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG TENGGOROK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI TAHUN 2012-2014 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN Oleh: WULAN ROUDOTUL ZANAH 1111103000038 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436H / 2015M

Upload: ngoquynh

Post on 04-Feb-2018

236 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS

MEDIA SUPURATIF KRONIK DI POLIKLINIK

TELINGA HIDUNG TENGGOROK RUMAH SAKIT

UMUM PUSAT FATMAWATI TAHUN 2012-2014

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Oleh:

WULAN ROUDOTUL ZANAH

1111103000038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436H / 2015M

Page 2: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Januari 2015

Wulan Roudotul Zanah

Page 3: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

iii

GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA

SUPURATIF KRONIK DI POLIKLINIK TELINGA

HIDUNG TENGGOROK RUMAH SAKIT UMUM

PUSAT FATMAWATI TAHUN 2012-2014

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Kedokteran (S.Ked)

Oleh :

Wulan Roudotul Zanah

NIM : 1111103000038

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Fikri Mirza Putranto, SpTHT-KL dr. Ibnu Harris Fadillah, SpTHT-KL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436H / 2015M

Page 4: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

iv

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Penelitian berjudul Gambaran Audiologi Pasien Otitis Media

Supuratif Kronik di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok Rumah Sakit

Umum Pusat Fatmawati Tahun 2012-2014 yang diajukan oleh Wulan Roudotul

Zanah (NIM 1111103000038), telah diujikan dalam sidang di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada Januari 2015. Laporan penelitian ini telah

diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

pada program Studi Pendidikan Dokter.

Ciputat, Januari 2015

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang

dr. Fikri Mirza Putranto, SpTHT-KL

Pembimbing I

dr. Fikri Mirza Putranto, SpTHT-KL

Pembimbing II

dr. Ibnu Harris Fadillah, SpTHT-KL

Penguji I

dr. Flori Ratna Sari, Ph.D

Penguji II

drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN

Prof. Dr. (hc) dr. MK. Tadjudin, Sp.And

Kaprodi PSPD

dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK

Page 5: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

v

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan bagi Allah SWT atas rahmat dan

karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan dan pertolongan-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul GAMBARAN

AUDIOLOGI PADA PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK DI

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI TAHUN 2012-2014.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW.

Penelitian ini terwujud atas bimbingan, masukan, dukungan, dan saran dari

semua pihak. Maka itu, dalam kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan

terima kasih yang sebesar – besarnya kepada:

1. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And, dr. HM.Djauhari

Widjajakusumah,AIF.,PFK, Dr. H. Arief Sumantri, SKM, M.Kes, dan Dr.

Delina Hasan, M.Kes, Apt selaku Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. dr.Witri Ardhini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Dokter serta seluruh dosen Program Studi Pendidikan Dokter yang telah

begitu banyak membimbing dan memberikan kesempatan saya untuk

menimba ilmu selama saya menjalani masa pendidikan di Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Fikri Mirza Putranto, SpTHT-KL dan dr. Ibnu Harris Fadillah, SpTHT-

KL, selaku dosen pembimbing atas bimbingan, masukan, arahan, waktu,

tenaga, dan dukungan yang telah diberikan selama penyusunan skipsi ini.

4. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggung jawab modul Riset Program

Studi Pendidikan Dokter 2011 yang selalu mengingatkan peneliti untuk

segera menyelesaikan penelitian.

5. drg. Danik Hariyani, Sp.KGA dan staff Bagian Pendidikan dan Pelatihan

RSUP Fatmawati yang telah membantu peneliti untuk mendapatkan izin

melakukan penelitian di RSUP Fatmawati.

Page 6: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

vi

6. dr. Zainal Adhim, SpTHT-KL, PHD dan dr. Endang Poedjiningsih,

M.epid, selaku komisi etik yang telah memberikan izin kepada peneliti

untuk melakukan penelitian di RSUP Fatmawati.

7. dr. Syafrudin, SpTHT-KL selaku Ketua SMF THT RSUP Fatmawati yang

telah memberikan ijin dan juga masukan serta dukungannya kepada

peneliti untuk melakukan penelitian di RSUP Fatmawati.

8. dr. Diana Rosalina, SpTHT-KL atas bimbingan, dukungan dan

masukannya kepada peneliti selama penyusunan penelitian ini.

9. Ibu Dewi, Ibu Dian, Pak Kholil dan seluruh staff Instalasi Rekam Medik

dan Pusat Informasi Kesehatan RSUP Fatmawati yang telah meluangkan

untuk mencari rekam medik di RSUP Fatmawati.

10. Kepada kedua orangtua H. Enan Karmana, SH dan Hj. Neneng

Nurhasanah terima kasih banyak yang sebesar – besarnya atas do’a,

dukungan, kasih sayang, perhatian dan semangat yang terus diberikan

tiada hentinya kepada penulis dari awal sampai akhir pembuatan penelitian

ini. Semoga Allah SWT membalas semua yang telah diberikan kepada

penulis.

11. Kepada kakak dan adik – adikku, dr. Eka Putri M, Kurnia Sobar

Darmawan, dan Mohamad Bintang Nur’ihram terima kasih yang telah

memberikan perhatian, semangat, dan dukungan yang sebanyak –

banyaknya.

12. Terima kasih kepada keluarga besar yang telah memberikan do’a,

dukungan, dan semangat demi kelancaran penelitian ini.

13. Kepada teman – teman, Avissa Mada Vashti, Annisa Zakiroh, Silmi Lisani

Rahmani, Farah Nabilla Rahmah, Rissa Adinda Putri, Riwi Bedori

Larasatty dan seluruh teman – teman seperjuangan di PSPD UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta khususnya angkatan 2011 terima kasih atas

keceriaan, dukungan, semangat dan bantuan yang diberikan selama

penyusunan penelitian ini.

14. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan penelitian ini yang

tidak bisa disebutkan satu persatu nama – namanya.

Page 7: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

vii

Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna karena

keterbatasan sarana dan ilmu yang dimiliki penulis. Kritik dan saran yang

membangun akan penulis terima sebagai masukan dan dukungan bagi penulis.

Penulis berharap penelitian yang jauh dari sempurna ini dapat bermanfaat bagi

pembaca dan semua pihak.

Jakarta, Januari 2015

Penulis

Page 8: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

viii

ABSTRAK

Wulan Roudotul Zanah. Program Studi Pendidikan Dokter. Gambaran Audiologi

Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok

RSUP Fatmawati Tahun 2012-2014.

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga

tengah yang menjadi salah satu penyebab utama tingginya prevalensi ketulian di

Indonesia. Ini merupakan penyebab tersering gangguan pendengaran pada usia sekolah.

Pada penderita OMSK, seringkali didapatkan tuli konduktif dari hasil pemeriksaan

audiometri. Sehingga penelitian ini dilaksanakan untuk mencari tahu gambaran audiologi

pada pasien OMSK serta gambaran kejadiannya berdasarkan jenis OMSK, usia, jenis

kelamin, riwayat infeksi saluran pernapasan atas dan riwayat alergi. Penelitian ini

menggunakan metode penelitan deskriptif dengan metode potong lintang. Pengumpulan

data diperoleh dari data rekam medis yang diambil secara consecutive sampling. Dari 106

populasi yang ada, didapatkan sebanyak 34 sampel yang termasuk dari kriteria inklusi

yaitu pasien dengan diagnosis OMSK dan dilakukan pemeriksaan audiometri.

Hasil penelitian didapatkan insidensi OMSK Maligna lebih lesar dari OMSK

Benigna (54,4%). Pada kelompok usia terbanyak adalah 20-40 tahun (41,2%), sedangkan

jenis kelamin terbanyak adalah laki – laki (58,8%). Tidak didapatkan riwayat infeksi

saluran pernapasan atas (32,4%) dan alergi (41,2%) pada pasien. Pada OMSK Maligna

didapatkan tuli konduktif (43,2%) dan tuli campur (43,2%), pada OMSK Benigna, 5 dari

10 telinga mengalami tuli konduktif. Derajat ketulian terbanyak pada telinga dengan

OMSK Maligna yaitu tuli sedang (24,3%) dan tuli berat (24,3%), sedangkan pada telinga

dengan OMSK Benigna didapatkan 5 dari 10 telinga dengan derajat ketulian normal

sampai tuli ringan. Ambang dengar pada OMSK Maligna didapatkan dengan rerata 65

dB, sedangkan pada OMSK Benigna dengan rerata 42,8 dB dan pada telinga tanpa

perforasi dengan rerata 22,5 dB.

Kata kunci : OMSK Benigna, OMSK Maligna, tipe ketulian, audiometri.

Page 9: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

ix

ABSTRACT

Wulan Roudotul Zanah. Medical Education Study Programme. Description Audiology

Patients With Chronic Suppurative Otitis Media At Polyclinic Ear Nose and Throat

Fatmawati Hospital in 2012-2014.

Chronic Suppurative Otitis Media (CSOM) is a chronic infection of the middle

ear and is one of the leading cause of deafness in Indonesia, especially among school-

aged population. Proper assessment of deafness is done using audiometry. This study was

conducted to depict the audiology of CSOM patients and its incident according to its type,

patients age, sex, history of upper respiratory tract infection and allergy. This study used

descriptive research method with cross sectional approach. Data were collected using

consecutive sampling. From 106 patients, 34 were included in this study.

Result showed a higher incident of malignant CSOM compared to benign CSOM

(54,4%). The groups with the highest incident are age 20-40 (41,2%), male (58,8%),

absence of upper respiratory tract history (32,4%), and absence of allergy (41,2%). The

type of deafness in malignant CSOM patients were conductive (43,2%) and mixed

(43,2%). In benign CSOM patients, 5 out of 10 ears had conductive deafness. The most

prevalent type of deafness in malignant CSOM are moderate (24,3%) and severe (24,3%),

whilst in benign CSOM 5 out of 10 ears had normal hearing to mild deafness. The

average hearing threshold of malignant CSOM, benign CSOM, and unperforated ear is 65

dB, 42,8 dB, and 22,5 dB respectively.

Key words: Malignant CSOM, Benign CSOM, types of hearing loss, audiometry.

Page 10: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

x

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL..........................................................................................i

LEMBAR PERNYATAAN............................................................................ii

LEMBAR PERSETUJUAN..........................................................................iii

LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................iv

KATA PENGANTAR....................................................................................v

ABSTRAK.................................................................................................viii

ABSTRACT..................................................................................................ix

DAFTAR ISI................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................xiii

DAFTAR TABEL.......................................................................................xiv

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................xv

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah............................................................................3

1.3. Tujuan Penelitian.............................................................................3

1.3.1. Tujuan Umum...........................................................................3

1.3.2. Tujuan Khusus.........................................................................4

1.4. Manfaat Penelitian...........................................................................4

1.4.1. Manfaat Bagi Peneliti.................................................................4

1.4.2. Manfaat Bagi Instansi Terkait.....................................................4

1.4.3. Manfaat Bagi Masyarakat...........................................................4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Anatomi Telinga Tengah...........................................................5

2.1.1.1. Membran Timpani..............................................................5

2.1.1.2. Telinga Tengah..................................................................6

2.1.1.3. Tuba Eustachius.................................................................8

2.1.1.4. Ossicula Auditus (Tulang – Tulang Pendengaran)................10

2.1.2. Fisiologi Telinga......................................................................10

Page 11: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

xi

2.1.3. Otitis Media Supuratif Kronik..................................................11

2.1.3.1. Tanda dan Gejala...................................................................11

2.1.3.2. Faktor Risiko....................................................................13

2.1.3.3. Patogenesis......................................................................14

2.1.3.4. Letak Perforasi......................................................................15

2.1.3.5. Komplikasi dan Prognosis.....................................................15

2.1.4. Ganggun Pendengaran.............................................................16

2.1.5. Pemeriksaan Pendengaran.........................................................19

2.2. Kerangka Teori..............................................................................22

2.3. Kerangka Konsep...........................................................................22

2.4. Definisi Operasional........................................................................23

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian............................................................................27

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................................27

3.3. Populasi dan Sampel.......................................................................27

3.4. Jumlah Sampel...............................................................................27

3.5. Cara Pengambilan Sampel...............................................................28

3.6. Kriteria Sampel..............................................................................29

3.6.1 Kriteria Inklusi.........................................................................29

3.6.2. Kriteria Eksklusi.....................................................................29

3.7. Cara Kerja Penelitian......................................................................29

3.7.1. Izin Penelitian.........................................................................29

3.7.2. Jenis Data................................................................................29

3.7.3. Cara Pengambilan Data............................................................29

3.7.4. Alat Pengumpulan Data............................................................29

3.7.5. Alur Penelitian........................................................................30

3.8. Variabel Penelitian..........................................................................30

3.9. Manajemen Data.............................................................................31

3.9.1. Teknik Pengumpulan Data..........................................................31

3.9.2. Pengolahan Data......................................................................31

3.9.3. Analisis Data...........................................................................31

Page 12: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

xii

3.9.4. Rencana Penyajian Data...........................................................31

3.9.5. Interpretasi Data...................................................... ...................31

3.9.6. Pelaporan Hasil penelitian........................................................31

3.10. Etika Penelitian............................................................................32

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Pasien........................................................................33

4.2. Karakteristik Pasien dengan Keadaan Telinga....................................35

4.3. Karakteristik Audiometri.................................................................37

4.4. Keterbatasan Penelitian...................................................................41

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan.......................................................................................42

5.2. Saran............................................................................................42

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................43

LAMPIRAN................................................................................................47

Page 13: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bagian Telinga Luar dan Tengah Kanan............................................ 6

Gambar 2.2. Telinga Dalam dan Tulang – Tulang Pendengaran.............................7

Gambar 2.3. Dinding Lateral dan Medial Cavum Timpani...................................9

Page 14: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Hasil Tes Penala............................................................................20

Tabel 2.2. Definisi Operasional Penelitian.......................................................23

Tabel 4.1. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Keadaan

Telinga dan Riwayat Penyerta........................................................................38

Tabel 4.2. Karakteristik Pasien Berdasarkan Tipe Ketulian dan Derajat

Ketulian.......................................................................................................40

Tabel 4.3.1. Karakteristik Audiometri Berdasarkan AC, BC dan Ambang

Dengar....................................................................................................................41

Tabel 4.3.2. Karakteristik Audiometri Berdasarkan Kategori

Frekuensi................................................................................................................42

Page 15: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Penelitian.....................................................................48

Lampiran 2. Surat Keterangan Ijin Penelitian........................................................49

Lampiran 3. Surat Persetujuan Etik.................................................................50

Lampiran 4. Daftar Riwayat Hidup..................................................................51

Page 16: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis Media (OM) merupakan infeksi atau inflamasi sebagian atau

seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-

sel mastoid. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang

biasanya dalam keadaan steril. Bila terjadi infeksi bakteri pada nasofaring

dan faring, secara alami terdapat mekanisme pencegahan penjalaran

bakteri memasuki telinga tengah oleh enzim pelindung dan bulu – bulu

halus yang dimiliki tuba eustachius. Terjadinya Otitis Media ini akibat

tidak berfungsinya sistem pelindung tersebut. Sumbatan dan peradangan

pada tuba eustachius merupakan faktor utama terjadinya otitis media.

Otitis Media merupakan penyakit kedua umum anak – anak setelah

infeksi saluran pernapasan atas. Pada anak – anak, semakin seringnya

terserang infeksi saluran pernapasan atas, kemungkinan otitis media akut

juga semakin besar. Dan pada bayi terjadinya Otitis Media dipengaruhi

karena tuba eistachiusnya pendek, lebar dan letaknya horizontal. (1,2)

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik

di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab utama tingginya

prevalensi ketulian di Indonesia. Hasil dari sebuah episode awal otitis

media akut (OMA) dengan gejala adanya perforasi membran timpani

dengan keluarnya cairan berulang. Menurut World Health Organization

(WHO) tahun 2004, sekitar 65-330 juta orang di dunia menderita OMSK

disertai dengan otorea, 60% diantaranya (39-200 juta) menderita kurang

pendengaran yang signifikan. Sedangkan prevalensi OMSK di Indonesia

secara umum adalah 3,9% dan Indonesia masuk dalam daftar negara

dengan prevalensi OMSK tinggi. (1,3)

Page 17: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

2

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2005

memperkirakan sejumlah 205 juta penduduk dunia mengalami gangguan

pendengaran dan angka ini meningkat di tahun 2005 menjadi 278 juta

(4,6%) dengan gradasi pendengaran sedang dan berat. Dari WHO

Multicenter Study tahun 1998, Indonesia menduduki nomer 4 (4,6%)

setelah Sri Lanka, Myanmar dan India. Berdasarkan hasil Survei Nasional

Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran yang dilaksanakan di 7

provinsi pada tahun 1993-1994 prevalensi gangguan pendengaran adalah:

Infeksi telinga tengah (3,1%). Morbiditas terbanyak telinga tengah adalah

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) tipe jinak (3,0%) dan paling

tinggi pada kelompok usia sekolah (7-18 tahun). Umunya OMSK tipe

jinak juga disertai gangguan pendengaran. (4,5,6)

Biasanya pada penderita OMSK didapatkan tuli konduktif. Ini

merupakan penyebab tersering gangguan pendengaran pada usia sekolah.

Tuli konduktif yang jarang melebihi 35 dB seringkali ditemukan pada

pemeriksaan audiometri. Di Indonesia, OMSK merupakan penyakit yang

paling sering menyebabkan tuli konduktif permanen. Tetapi ada pula yang

daidapatkan tuli sensorineural. Beratnya ketulian tergantung dari besarnya

perforasi dan letak perforasi pada membran timpani. Pada penelitian yang

dilakukan Azevedo et al pada tahun 2007, ambang pendengaran rata – rata

pada telinga dengan OMSK adalah 40 dB dan 22 dB pada telinga

kontralateral. (5,7,8)

Berdasarkan data yang telah dipaparkan tersebut tentang penyakit

OMSK yang pada umumnya penyebab tersering terjadinya gangguan

pendengaran di negara berkembang dan salah satunya Indonesia, maka

peneliti ingin melakukan penelitian untuk melihat gambaran audiologi

pada pasien OMSK di RSUP Fatmawati serta gambaran kejadiannya

berdasarkan jenis OMSK, usia, jenis kelamin, riwayat infeksi saluran

pernapasan atas dan riwayat alergi.

Page 18: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

3

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimanakah gambaran audiologi pada penderita Otitis Media

Supuratif Kronik di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok RSUP

Fatmawati tahun 2012-2014?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran audiologi pada penderita Otitis

Media Supuratif Kronik di Poliklinik Telinga Hidung

Tenggorok RSUP Fatmawati tahun 2012-2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui sebaran tipe Otitis Media Supuratif Kronik

pada penderita Otitis Media Supuratif Kronik di Poliklinik

Telinga Hidung Tenggorok RSUP Fatmawati tahun 2012-

2014.

Untuk mengetahui sebaran derajat ketulian pada penderita

Otitis Media Supuratif Kronik di Poliklinik Telinga Hidung

Tenggorok RSUP Fatmawati tahun 2012-2014.

Untuk mengetahui sebaran tipe ketulian pada penderita Otitis

Media Supuratif Kronik di Poliklinik Telinga Hidung

Tenggorok RSUP Fatmawati tahun 2012-2014.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi peneliti

Dapat menerapkan dan memanfaatkan ilmu yang didapat

selama mengikuti pendidikan di Program Studi Pendidikan

Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Menambah pengalaman melakukan penelitian terutama dalam

bidang kesehatan.

Page 19: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

4

1.4.2 Manfaat bagi instansi terkait

Dapat diketahui bagaimana gambaran audiologi pada penderita

Otitis Media Supuratif Kronik di Poliklinik Telinga Hidung

Tenggorok RSUP Fatmawati tahun 2012-2014.

Penelitian ini dapat menjadi data dasar khususnya di Poliklinik

Telinga Hidung Tenggorok RSUP Fatmawati tahun 2012-2014.

1.4.3 Manfaat bagi masyarakat

Dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai

gangguan pendengaran pada penderita Otitis Media Supuratif

Kronik.

Page 20: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Anatomi Telinga Tengah

Telinga merupakan organ pendengaran dan juga keseimbangan.

Telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah atau

cavum timpani dan telinga dalam atau labyrinthus. (1,9)

2.1.1.1 Membran Timpani

Membran timpani atau gendang telinga adalah membrana fibrosa

tipis yang berwarna kelabu mutiara, berbentuk bulat dengan diameter

kurang lebih 1 cm. Terletak miring, menghadap kebawah, depan dan

lateral. Permukaannya konkaf ke lateral, pada bagian dasar cekungannya

terdapat lekukan kecil yang disebut umbo. Pada bagian pinggirnya tebal

dan melekat didalam alur dalam tulang. Alur itu adalah saculus

tympanicus, bagian atasnya berbentuk incisura. Dari sisi – sisi incisura

berjalan dua plica, plica malearis anterior dan posterior. Daerah segitiga

kecil pada membran timpani yang dibatasi oleh plica – plica disebut pars

flaccida. Bagian lainnya disebut pars tensa. (7,9)

Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian

terbesar dari dinding memperlihatkan penonjolan bulat, disebut

promontorium, yang disebabkan oleh lengkungan pertama cochlea yang

berada dibawahnya. Bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum

yang mengandung korpus maleus dan inkus, meluas sampai melalui batas

membran timpani. Membran timpani tersusun oleh suatu lapisan

epidermis dibagian luar, lapisan fibrosa dibagian tengah dimana tangkai

maleus diletakkan, dan lapisan mukosa pada bagian dalam. Membran

timpani sangat peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya dipersarafi

olen n. auriculotemporalis dan ramus auricularis n. vagus. (7,9)

Page 21: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

6

Gambar 2.1. Bagian Telinga Luar dan Tengah Kanan

2.1.1.2 Telinga Tengah

Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis

temporalis (Gambar 2.2) yang dilapisi oleh membrana mucosa. Ruang ini

berisi tulang – tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran

membran timpani (gendang telinga) ke perilympha telinga dalam. Cavum

timpani berbentuk celah sempit yang miring, dengan sumbu panjang

terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membran timpani. Di depan,

ruang ini berhubungan dengan nasopharynx melalui tuba auditiva dan di

belakang dengan antrum mastoideum. (9)

Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding

posterior, dinding lateral, dinding medial. (9)

Page 22: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

7

Gambar 2.2. Telinga Dalam dan Tulang – Tulang Pendengaran

Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang, yang disebut tegmen

tympani, yang merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis

(Gambar 2.2 dan 2.3). Lempeng ini memisahkan temporalis otak di dalam

fossa cranii media. Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang

disebelah superolateral menjadi sinus sigmodeus dan lebih ke tengah

Page 23: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

8

menjadi sinus transversus. Lantai dibentuk di bawah oleh lempeng tipis

tulang, yang mungkin tidak lengkap dan mungkin sebagian diganti oleh

jaringan fibrosa. Lempeng ini memisahkan cavum tympani dari bulbus

superior V. jugularis interna (Gambar 2.3). (7,9)

Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang

yang memisahkan cavum timpani dari a. carotis interna (Gambar 2.3).

Pada bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua buah saluran.

Saluran yang lebih besar dan terletak lebih bawah menuju tuba auditiva.

Dan yang terletak lebih atas dan lebih kecil masuk ke dalam saluran

untum m. tensor timpani (Gambar 2.2). Septum tulang tipis, yang

memisahkan saluran – saluran ini diperpanjang ke belakang pada dinding

medial, yang akan membentuk tonjolan mirip selat. (7,9)

Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fosa kranii

media. Pada bagian atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar

yang tidak beraturan, yaitu aditus ad antrum tulang mastoid dan

dibawahnya adalah saraf fasialis (Gambar 2.2 dan 2.3). Di bawah ini

terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil, disebut

pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendo m.stapeidus. (7,9)

2.1.1.3 Tuba Eustachius

Tuba eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan

nasofaring yang berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada

kedua sisi membran timpani. (7)

Ketika tekanan seimbang, membran

timpani bergetar secara bebas sebagai gelombang suara. Jika tekanan

tidak menyamakan kedudukan, rasa sakit ditelinga, dan vertigo bisa

terjadi. Tabung pendengaran juga merupakan rute untuk patogen untuk

melakukan perjalanan dari hidung dan tenggorokan ke telinga tengah,

menyebabkan berbagai infeksi umum pada telinga. (10)

Bagian lateral tuba eustachius adalah tulang, sedangkan dua pertiga

bagian medial bersifat kartilaginosa. (7)

Tuba Biasanya tertutup, dapat

membuka ketika kita menelan dan menguap sehingga memungkinkan

Page 24: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

9

udara masuk atau meninggalkan telinga tengah sampai tekanan di telinga

tengah sama dengan tekanan atmosfer. (10)

Gambar 2.3. Dinding Lateral dan Medial Cavum Timpani

Page 25: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

10

2.1.1.4 Ossicula Auditus (Tulang – Tulang Pendengaran)

Ossicula auditus adalah malleus, incus, dan stapes (Gambar 2.2 dan

2.3). Maleus merupakan tulang pendengaran terbesar dan terdiri atas

caput, collum, processus longum atau manurium, sebuah processus

anterior dan processus lateralis. Caput mallei berbentuk bulat dan

bersendi di posterior dengan incus. Collum mallei adalah bagian dibawah

caput. Manubrium mallei berjalan ke bawah dan belakang dan melekat

dengan permukaan medial membran timpani. Incus mempunyai corpus

yang besar dan dua crus. Corpus incudis berbentuk bulat dan besrsendi

anterior dengan caput mallei. Crus longum berjalan ke bawah dibelakang

dan sejajar dengan manubrium mallei. Sedangkan crus breve menonjol ke

belakang dan diletakkan pada dinding posterior cavum timpani. (9)

Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan dan juga sebuah basis.

Caput stapedis kecil dan bersendi. Sedangkan collum berukuran sempit

dan merupakan tempat insersio m.stapedius. Kedua lengan melekat pada

basis yang lonjong. Pinggir basis diletakkan pada pinggir fenestra

vestibuli oleh sebuah cincin fibrosa yang disebut ligamentum annulare. (9)

2.1.2 Fisiologi telinga

Fungsi telinga sebagai alat pendengaran adalah menangkap dan

mendengar bunyi-bunyi yang datang dari eksternal, dan sebagai alat

keseimbangan. Bunyi yang datang berupa gelombang atau getaran

dihantarkan udara ditangkap oleh daun telinga. Getaran tersebut masuk ke

meatus akustikus eksternus dan menggerakkan membran timpani,

gelombang tersebut diteruskan ke telinga tengah melalui tulang-tulang

pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit

tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran luas

membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah

dimaplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap

lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran

Page 26: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

11

diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfe,

sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membrane basilaris dan

membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang

menyebabkan terjadinya defleksi streosilia sel-sel rambut, sehingga kanal

ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses

depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam

sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius atau

saraf pendengaran yang melekat padanya. Lalu disinilah gelombang suara

mekanis diubah mejadi energi elektrokimia agar dapat ditansmisikan

melalui saraf kranialis VIII, dilanjutkan ke nucleus auditorius, sampai ke

korteks pendengaran di lobus temporalis. (1,7,5)

2.1.3 Otitis Media Supuratif Kronik

Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik telinga

tengah dan rongga mastoid disertai perforasi membran timpani dan sekret

yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret

bisa encer, kental, benting atau berupa nanah. (1,3)

OMSK dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna (tipe

aman) dan OMSK tipe maligna (tipe bahaya). Berdasarkan aktifitas sekret

yang keluar, bisa dikenal juga sebagai OMSK aktif dan OMSK tenang.

OMSK aktif disertai sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif,

sedangkan OMSK tenang adalah yang keadaan kavum timpaninya terlihat

basah atau kering. (1,3)

2.1.3.1 Tanda dan Gejala

OMSK berati adanya pengeluaran sekret dari telinga. Umunya

otorrhe pada OMSK bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti

air dan encer) tergantung stadium peradangannya. Sekret yang mukus

diakibatkan oleh aktivasi kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid.

Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu – abu kotor memberi kesan

kolesteatoma. (7)

Pada penelitian yang dilakukan oleh U Nnebe-agumadu,

Page 27: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

12

et al (2011) didapatkan hasil Pseudomonas sebesar 57,4%, Klebsiella

16,4%, dan spesies Proteus 11,5%. (11)

2.1.3.1.1 OMSK Tipe Benigna

Gejalanya bisa berupa discharge mukoid yang tidak terlalu

berbau busuk, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.

Discharge terlihat berasal dari rongga timpani dan orifisium tuba

eustachius yang mukoid ada setelah satu atau dua kali pengobatan

local bau busuk berkurang. Gangguan pendengaran konduktif selalu

didapatkan pada pasien dengan derajat ketulian tergantung beratnya

kerusakan tulang pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik

akut pada awal penyakit. (1,7)

Perforasi membrane timpani sentral sering ditemukan

berbentuk seperti ginjal, tapi selalu meninggalkan sisa pada bagian

tepinya. Proses peradangan pada daerah timpani terbatas pada

mukosa, sehingga membrane mukosa menjadi berbentuk garis dan

tergantung derajat infeksi dari membrane mukosa dapat tipis dan

pucat atau merah dan tebal, kadang disertai polip tetapi

mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada meatus menghalangi

pandangan membrane timpani dan telinga tengah sampai polip

tersebut diangkat. Cairan mukus yang tidak terlalu bau dari perforasi

tipe sentral dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada

rongga timpani merupakan diagnosa khas pada OMSK benigna. (1,7)

2.1.3.1.2 OMSK Tipe Maligna Dengan Kolesteatoma

Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret

yang sangat bau dan berwarna kuning abu-abu, kotor purulen dapat

juga terlihat keeping-keping kecil, berwarna putih mengkilat. (1,7)

Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat

terbentuknya kolesteatom bersamaan juga karena hilangnya alat

Page 28: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

13

penghantar udara pada otitis media nekrotikans akut. Selain tipe

konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea

yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis akibat

osteolitik kolesteatom. (1,7)

Kolesteatoma merupakan suatu kista epitel yang berisi

deskuamasi dari epitel. Deskuamasi ini terbentuk terus menerus

sehingga menumpuk dan kolesteatoma bertambah besar. Bebrapa

teori tentang patogenesis yang dikemukakan oleh para ahli yaitu

teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori implantasi.

Kolesteatoma ini merupakan media yang baik untuk bertumbuhnya

kuman, dan yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas.

Masa kolesteatoma akan menekan dan mendesak organ yang berada

disekitarnya serta dapat menimbulkan nekrosis terhadap tulang.

Proses nekrosis terhadap tulang yang akan mempermudah terjadinya

komplikasi berupa labirinitis, meningitis dan abses otak. (1,7)

Dengan demikian, OMSK maligna dapat ditegakkan melalui

anamnesis berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan THT terutama

pemerilksaan otoskopi untuk melihat letak perforasi dan ada atau

tidaknya kolesteatoma. Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan

sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Apabila

diperlukan, maka pemeriksaan penunjang dapat dilakukan. (1)

2.1.3.2 Faktor risiko

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin,

ras, faktor genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu

ibu (ASI) atau susu formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak

lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi

bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius,

inmatur tuba Eustachius dan lain-lain. Faktor risiko OMSK antara lain

lingkungan, genetik, otitis media sebelumnya, infeksi saluran nafas atas,

autoimun, alergi, gangguan fungsi tuba eustachius. (12)

Page 29: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

14

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan perforasi membran

timpani menetap pada OMSK adalah infeksi yang menetap pada telinga

tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret telinga purulen

berlanjut, obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan

pada perforasi, beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan

spontan melalui mekanisme migrasi epitel, pada pinggir perforasi dari

epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat diatas sisi

medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan

spontan dari perforasi. Sedangkan beberapa faktor yang menyebabkan

OMA menjadi OMSK bisa karena terapi yang lambat diberikan, terapi

tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien

rendah atau higiene buruk. (1)

2.1.3.3 Patogenesis

OMSK hampir selalu timbul sebagai kelanjutan dari infeksi akut

yang berulang. Diawali dengan inflamasi pada mukosa telinga tengah.

Respon inflamasi menyebabkan edema mukosa. Sumbatan tuba

eustachius merupakan faktor penyebab utama dari Otitis Media. Karena

fungsi tuba eustachius terganggu, maka pencegahan invasi kuman ke

telinga tengah juga terganggu, sehinga kuman masuk kedalam telinga

tengah dan terjadi peradangan. Proses peradangan yang berlangsung akan

menyebabkan ulserasi mukosa dan bila terbentuk pus maka akan

terperangkap didalam kantong mukosa telinga tengah. Kerusakan epitel

sehingga menghasilkan jaringan granulasi yang dapat terus berlanjut,

menyebabkan kerusakan tulang di sekitarnya dan akhirnya menyebabkan

berbagai komplikasi pada OMSK. Infeksi yang terjadi juga bisa berasal

dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran

timpani, maka terjadilah inflamasi. Walaupun belum terbukti, diduga

bakteri anaerob dengan bakteri aerob pada OMSK akan meningkatkan

virulensi infeksi ketika kedua jenis bakteri tersebut berkembang ditelinga

tengah. (1)

Page 30: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

15

Dengan perbaikan fungsi ventilasi telinga tengah, biasanya proses

patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal. Pada

primary acquired cholesteatoma tidak ditemukan riwayat penyakit otitis

media atau perforasi membran timpani sebelumnya. Kolesteatom ini

timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membran timpani pars

flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat disfungsi

tuba. Sedangkan pada secondary acquired cholesteatoma, kolesteatom

yang terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani. Kolesteatom

terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau

dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah atau terjadi

akibat metaplasi mukosa cavum timpani karena iritasi infeksi yang

berlangsung lama. (1)

2.1.3.4 Letak perforasi

Letak perforasi membran timpani penting untuk menentukan tipe

OMSK. Perforasi membran timpani dapat ditemukan didaerah sentral,

marginal atau atik. Oleh karena itu disebut perforasi sentral, marginal

atau atik. Pada perforasi sentral terdapat di pars tensa, bisa anterior-

inferior, posterior-inferior dan posterior-superrior, kadang su total, tetapi

diseluruh tepi perforasi masih ada sisa membran timpani. Perforasi

marginal sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan anulus

atau sakulus timpanikum. Terdapat pada pinggir membran timpani

dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi pada pinggir

posterior-superior berhubungan dengan kolesteatom. Perforasi marginal

yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total Sedangkan

perforasi atik adalah perforasi yang letaknya di pars flaksida. (1)

2.1.3.5 Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi OMSK mulai dari gangguan pendengaran yang ringan

sampai yang mengancam seperti infeksi intrakranial. komplikasi

Page 31: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

16

Intratemporal termasuk kelumpuhan saraf wajah, labyrinthitis, fistula

labirin, mastoiditis, subperiosteal abses, fistula postauricular, dan

petrositis. Jika infeksi menyebar di luar batas-batas tulang temporal,

komplikasi intrakranial seperti abses epidural, subdural, tromboflebitis

sinus lateral, meningitis, dan abses otak dapat terjadi. (13)

OMSK tipe

benigna tidak menyerang tulang, sehingga jarang menimbulkan

komplikasi. Tapi jika tidak mencegah invasi organisme baru dari

nasofaring, maka dapat menjadi superimpose Otitis Media Supuratif Akut

Eksaserbsi akut dapat menimbulkan komplikasi dengan terjadinya

tromboplebitis vaskuler. (1,7)

Komplilasi sering terjadi pada OMSK tipe maligna karena adanya

kolesteatom. Komplikasi dimana terbentuknya kolesteatom berupa : (1,7)

1. Erosi canalis semisirkularis

2. Erosi canalis tulang

3. Erosi segmen timpani dan abses ekstradural

4. Erosi pada permukaan lateral mastoid dengan

timbulnya abses subperiosteal

5. Erosi pada sinus sigmoid

Menurut hasil penelitian Hasniah et al (2013) (9)

, distribusi

penyakit OMSK berdasarkan komplikasi tersering didapatkan komplikasi

terbanyak adalah erosi tulang, sedangkan komplikasi terkecil adalah tuli

saraf. Pencetus terjadinya komplikasi ini otitis adalah infeksi saluran

pernaasan atas (ISPA). Akibatnya terjadi sumbatan tuba eustachius.

2.1.4 Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran mungkin ringan ataupun sangat hebat,

karena daerah yang sakit ataupun adanya kolesteatom, dapat

menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai

kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa tulang

pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari tulang pendengaran

menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 dB. (10)

Gangguan

pendengaran dapat mempengaruhi satu telinga saja (unilateral) atau

Page 32: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

17

mempengaruhi dua telinga (bilateral). Gangguan pendengaran akibat

lingkungan seperti kebisingan, kimia dan penuaan umumnya terjadi

secara bilateral dan simetris. Gangguan pendengaran akibat infeksi,

gondok dan tumor akustik biasanya unilateral dan asimetris. (16)

Pada

OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena

putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom

sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat.

Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan

berulangnya infeksi karena penetrasi toksin foramen rotundum atau fistel

labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis

supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat

menggambarkan sisa fungsi kohlea. (10)

Gangguan pendengaran pada telinga, baik telinga luar, telinga

tengah maupun telinga dalam, dapat menyebabkan ketulian. Tuli dibagi

atas tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campur. Gangguan telinga

luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif. Sedangkan

gangguan pada telinga dalam dapat menyebabkan tuli sensorineural. (1)

Dari hasil penelitian Lasisi AO1 et al (2011) (11)

prevalensi gangguan

pendengaran pada OMSK tipe konduktif sebesar 82% dan sensorineural

18%.

1. Tuli konduktif

Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantara melalui udara

yang disebabkan oleh penyakit atau kelainan ditelinga luar atau

telinga tengah, seperti serumen, sumbatan tuba Eustachius, radang

telinga tengah, benda asing ditelinga, tumor jinak. (1,10)

Gangguan pendengaran konduktif karena infeksi akut biasanya

diobati dengan obat antibiotik atau antijamur. Infeksi kronis telinga,

cairan tengah kronis, dan tumor biasanya memerlukan operasi. Pada

gangguan pendengaran konduktif akibat kongenital atau kegagalan

saluran telinga untuk terbuka pada saat lahir, malformasi, atau

disfungsi struktur telinga tengah, yang semuanya mungkin dapat

Page 33: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

18

dikoreksi melalui pembedahan. Jika dengan pembedahan tidak

berhasil, maka sebagai alternatif dapat diperbaiki menggunakan

amplifikasi dengan alat bantu dengar, atau pembedahan implant,

osseointegrasi (misalnya, Baha atau Ponto System), atau alat bantu

dengar konvensional, tergantung pada status dari saraf pendengaran

pasien. (10)

2. Tuli sensorineural

Tuli sensorineural merupakan gangguan pendengaran akibat

kelainan yang bisa terdapat pada telinga bagian dalam, trauma kepala

atau perubahan mendadak dalam tekanan udara seperti di pesawat,

bisa juga dipusat pendengaran itu sendiri atau saraf pendengaran

sehingga dikenal juga sebagai gangguan pendengaran saraf. (1,10)

Gangguan pendengaran sensorineural dapat disebabkan oleh

trauma akustik (atau paparan terhadap suara keras yang berlebihan).

Untuk mengurangi pembengkakan dan peradangan pada sel rambut

koklea dan untuk memperbaiki struktur telinga bagian dalam yang

terluka, sebagai terapi medis dapat diberikan kortikosteroid. Begitu

juga dengan gangguan pendengaran sensorineural akibat autoimun

diberikan kortikoseroid jangka panjang. Gangguan pendengaran

sensorineural dapat terjadi akibat trauma kepala atau perubahan

mendadak dalam tekanan udara seperti di pesawat, yang dapat

menyebabkan cairan telinga bagian dalam pecah atau mengalami

kebocoran, dapat dilakukan operasi. Bentuk paling umum dari

gangguan pendengaran, dapat dikelola dengan alat bantu dengar.

Ketika alat bantu dengar tidak cukup, dapat diobati dengan

pembedahan implan koklea. (10)

3. Tuli campuran

Pada tuli campur, mengacu pada kombinasi dari tuli konduktif

dan tuli sensorineural. Tuli campur dapat disebabkan karena adanya

kerusakan pada telinga luar atau telinga tengah dan telinga dalam

Page 34: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

19

(koklea) atau saraf pendengaran. Misalnya radang telinga tengah

dengan komplikasi ke telinga bagian dalam. (1,10)

Audiolog Mark Ross, Ph.D. mengatakan, dalam gangguan

pendengaran campuran, menganjurkan untuk mengurus komponen

konduktif terlebih dahulu, karena ada saat – saat ketika penambahan

komponen konduktif membuat pasien akan mendengar lebih baik.

Sedangkan komponen sensorineural, dapat mengakibatkan

kehilangan pendengaran pada frekuensi yang lebih tinggi. (10)

2.1.5 Pemeriksaan Pendengaran

2.1.5.1 Tes penala

Penala terdiri dari 5 buah dengan frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512

Hz, 1024 Hz dan 2048 Hz. Secara fisiologi, telinga dapat mendengar nada

antara 20 – 18.000 Hz. Pada pendengaran sehari – hari paling efektif

biasanya antara 500 – 2000 Hz. Maka dari itu, untuk pemeriksaan

pendengaran biasanya dipakai garputala 512 Hz, 1024 Hz dan 2048 Hz.

Terdapat berbagai macam tes penala, seperti tes Rinne, tes weber, tes

Swabach, tes Bing dan tes Stenger. (1,7)

Tes Rinne untuk membandingkan hantaran melalui udara dan

hantaran melalui tulang pada telinga yang akan diperiksa. Penala

digetarkan dan diletakkan di prosessus mastoid, setelah tidak terdengar,

selanjutnya penala di pindahkan di depan telinga. Bila masih terdengar,

tes Rinne postitif, bila sudah tidak terdengar, maka tes Rinne negatif. (1,7)

Tes Weber adalah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran

tulang telinga kiri dengan telinga kanan. Penala digetarkan dan diletakkan

di garis tengah kepala (dahi, pangkal hidung, ditengah – tengah gigi seri

atau dagu). Bila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu

telinga, maka disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila bunyi

tidak dapat terdengar, maka disebut Weber tidak ada lateralisasi. (1,7)

Tes Swabach adalah membandingkan hantaran tulang orang yang

diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Penala

Page 35: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

20

digetarkan dan diletakkan pada prosessus mastoid sampai bunyi tidak

terdengar lagi. Lalu penala dipindahkan pada prosessus mastoid telinga

pemeriksa yang pendengarannya normal. Jika pemeriksa masih bisa

mendengar, maka Swabach disebut memendek, bila pemeriksa tidak

dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara yang sebaliknya

yaitu penala diletakkan pada prosessus mastoid pemeriksa terlebih

dahulu. Jika pasien masih bisa mendengar bunyi tersebut, maka

Swabach disebut memanjang dan jika pasien dengan pemeriksa sama –

sama mendengar, maka Swabach disebut sama dengan pemeriksa. (1,7)

Tabel 2.1 Hasil Tes Penala (1)

Tes

Rinne

Tes Weber Tes Swabach Diagnosis

Positif Tidak ada

lateralisasi

Sama dengan

pemeriksa

Normal

Negatif Lateralisasi

ke telinga

yang sakit

Memanjang Tuli

konduktif

Postitif Lateralisasi

ke telinga

yang sehat

Memendek Tuli

sensorineural

2.1.5.2 Audiometri Nada Murni

Audiometri nada murni adalah suatu alat elektronik yang

menghasilkan bunyi yang relatif bebas bising ataupun energi suara pada

kelebihan nada, maka dari itu disebut nada “murni”. Pada pemeriksaan ini

perlu diperhatikan seperti nada murni, bising NB (narrow band) dan WN

(white noise), frekuensi, intensitas bunyi, ambang dengar, nilai nol

audiometrik, standar ISO, ASA, notasi pada audiogram, jenis dan derajat

ketulian, gap dan masking. (1)

Menurut hasil penelitian Azevedo et al

Page 36: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

21

(2007) (8)

, pada penderita OMSK didapatkan ambang rata-rata

pendengaran adalah 40 dB ditelinga yang sakit dan 22 dB pada telinga

yang normal. Sedangkan dalam penelitian Kolo (2011) (12)

ambang rata –

rata bone conduction di telinga yang sakit adalah 39,07 dB dan 10.26 dB

di telinga yang terkontrol. Berdasarkan audiogram, kita dapat melihat

apakah pendengaran normal atau tuli. Dalam menentukan derajat ketulian

yang dihitung hanya ambang dengar dari hantaran udaranya atau air

conduction nya saja. Derajat ketulian berdasarkan ISO. (1)

0 – 25 dB : Normal

>25 – 40 dB : Tuli ringan

>40 – 55 dB : Tuli sedang

>55 – 70 dB : Tuli sedang berat

>70 – 90 dB : Tuli berat

>90 dB : Tuli sangat berat

Sering kali seseorang memiliki derajat gangguan pendengaran yang

berbeda pada frekuensi yang berbeda. Misalnya pada pendengaran yang

normal dalam frekuensi yang rendah, secara bertahap sensitivitas

memburuk di frekuensi tinggi. Hal ini terkait dengan usia dan kebisingan.

Berdasarkan The American Speech-Language Hearing Association,

klasfikasi ambang pendengaran rata – rata pada 1000 Hz, 2000 Hz, 3000

Hz dan 4000 Hz. Atau lainnya 500 Hz, 1000 Hz, dan 2000 Hz. (16)

Page 37: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

22

2.2 Kerangka Teori

2.3 Kerangka Konsep

Faktor risiko:

1. Gangguan

fungsi tuba

2. ISPA

3. Alergi

4. Lingkungan

5. Sosial

ekonomi

6. Otitis Media

sebelumnya

Pemeriksaan

audiologi

Jenis tuli:

1. Tuli konduktif

2. Tuli

sensorineural

3. Tuli campur

Otitis Media

Supuratif

Kronik

OMSK

Benigna

OMSK

Maligna

Disfungsi tuba

eustachius,

inflamasi

Retraksi

membran

timpani kronik

Perforasi

sentral

Terbentuk

kantong membran

timpani

Terbentuk

kolesteatoma

Terisi

deskuamasi sel

keratin

Perforasi

marginal/atik

Pada mukosa,

tidak

mengenai

tulang

Jenis ketulian

Otitis Media

Supuratif Kronik

(OMSK)

Tipe OMSK

Gambaran

Audiologi

Derajat

ketulian

Page 38: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

23

2.4 Definisi Operasional

Tabel 2.2 Definisi Operasional Penelitian

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Kategori Skala Satuan

Ambang

dengar

Bunyi nada

murni yang

terlemah pada

frekuensi

terntentu yang

masih dapat

didengar oleh

telinga

seseorang.

Audiometri.

Dengan

meghitung rerata

ambang dengar

dengan:

Audiogram Interval dB

Tipe

ketulian

Tuli dibagi atas

tuli:

1. Tuli

konduktif,

gangguan

hantaran suara

yang

disebabkan

oleh kelainan

ditelinga luar

atau tengah

2. Tuli

sensorineural,

kelainan yang

terdapat pada

koklea, n.VIII

atau dipusat

pendengaran

3. Tuli campur,

disebabkan

oleh

kombinasi tuli

konduktif dan

sensorineural

Penala:

1. Tuli konduktif

- Tes rinne:

(+)/(-)

- Tes weber:

lateralisasi

ke telinga

yang sakit

2. Tuli

sensorineural

- Tes rinne:

(+)

- Tes weber:

lateralisasi

ke telinga

yang sehat

Audiometri

1. Tuli

konduktif:

- BC normal

atau < 25dB

- AC >25dB

- Antara AC

dan BC

terdapat gap

2. Tuli

Penala dan

Audiogram

1. Tuli konduktif

2. Tuli

sensorineural

3. Tuli campur

Nominal

Page 39: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

24

sensorineural:

- AC dan BC

>25dB

- AC dan BC

tidak ada

gap

3. Tuli campur:

- BC >25dB

- AC > BC,

terdapat gap

Tes Rinne Tes untuk

membandingkan

hantaran melalui

udara dan

hantaran melalui

tulang pada

telinga yang

diperiksa

1. Positif

2. Negatif

Penala 1. Positif:

Normal/tuli

sensorineural

2. Negatif: tuli

konduktif

Nominal

Tes

Weber

Tes pendengaran

untuk

membandingkan

hantaran tulang

telinga kiri

dangan telinga

kanan

1. Tidak ada

lateralisasi

2. Lateralisasi ke

telinga yang

sakit

3. Lateralisasi ke

telinga yang

sehat

Penala 1. Tidak ada

lateralisasi:

Normal

2. Lateralisasi ke

telinga yang

sakit: tuli

konduktif

3. Lateralisasi ke

telinga yang

sehat: tuli

sensorineural

Nominal

Derajat

tuli

Keparahan tuli

berdasarkan

derajat

penurunan

pendengaran

Rekam medis Audiogram 1. 0 – 25 dB :

Normal

2. >25 – 40 dB :

Tuli ringan

3. >40 – 55 dB :

Tuli sedang

4. >55 – 70 dB :

Tuli sedang

berat

5. >70 – 90 dB :

Tuli berat

6. >90 dB : Tuli

sangat berat1

Ordinal

Usia Besaran waktu Usia berdasarkan Rekam Interval Tahun

Page 40: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

25

yang telah

ditempuh oleh

subjek penelitian

dari sejak tahun

kelahiran sampai

tahun

pengambilan

data, ditunjang

oleh tanggal,

bulan dan tahun

kelahiran.

tahun dilakukan

pemeriksaan

dikurangi tahun

lahir, bulan

dilakukan

pemeriksaan

dikurangi bulan

lahir. Jika < 6

bulan maka

dibulatkan

kebawah, jika >

6 bulan maka

dibulatkan

keatas.

medis

Jenis

kelamin

Perbedaan

karakteristik

fisik pada

manusia

berdasarkan

struktur dan

fungsi organ

reproduksi,

dibedakan

menjadi jenis

kelamin pria

atau wanita.

Sesuai yang

tertulis dalam

rekam medis

Rekam

medis

1. Laki – laki

2. Perempuan

Nominal

Riwayat

ISPA

Merupakan

penyakit infeksi

saluran napas

atas, meliputi

organ saluran

pernapasan,

hidung, sinus,

faring atau laring

yang disebabkan

oleh virus.

Dilihat jumlah

riwayat ISPA

dalan waktu 1

tahun terakhir.

Rekam

medis

1. Ada

2. Tidak ada

3. Tidak ada

keterangan

Interval

Alergi Reaksi

hipersensitifitas

imunologi yang

mengakibatkan

peradangan

Sesuai yang

tertulis dalam

rekam medis

Rekam

medis

1. Ada

2. Tidak ada

3. Tidak ada

keterangan

Nominal

Tipe

OMSK

Otitis media

supuratif kronik

Dilihat dari letak

perforasi dan ada

Rekam

medis

1. OMSK tipe

benigna

Nominal

Page 41: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

26

(OMSK) ialah

infeksi kronik

telinga tengah

disertai perforasi

membran

timpani dan

sekret yang

keluar dari

telinga tengah

terus menerus

atau hilang

timbul

atau tidaknya

kolesteatoma

2. OMSK tipe

maligna

Page 42: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu membuat

gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif dan

pendekatannya menggunakan cross sectional, dengan pengambilan data

dari rekam medis pasien yang terdiagnosa menderita Otitis Media

Supuratif Kronik di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok RSUP

Fatmawati tahun 2012-2014.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian : Instalasi Rekam Medik RSUP Fatmawati

Waktu penelitian :

Persiapan : Juli 2014

Pelaksanaan : September 2014

Penyusunan : Oktober 2014

3.3 Populasi Penelitian

Telinga pada pasien yang didiagnosis sebagai penderita Otitis Media

Supuratif Kronik yang datang ke Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok

RSUP Fatmawati tahun 2012-2014.

3.4 Jumlah Sampel

Karena tidak ada penelitian sebelumnya, maka proporsi kategori

vaiabel yang diteliti atau P, ditetapkan 50% (0,50) dan didapatkan jumlah

sampel dengan rumus sebagai berikut:

Page 43: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

28

Rumus:

Berdasarkan rumus besar sampel diatas, maka jumlah telinga

minimum yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 96 telinga. Untuk

mengantisipasi terjadinya bias, maka jumlah sampel ditambahkan 10%

dari besar sampel.

N = 96 + 9,6 = 105,6 ≈ 106

Maka jumlah sampel yang diambil untuk penelitian adalah 106

telinga. Sedangkan jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu 68 telinga

dari 100 populasi yang didapatkan dari hasil kriteria inklusi dan ekslusi.

Keterangan:

N = Jumlah populasi

n = Besar sampel

Zα = Adalah derivat baku alfa (biasanya 95%=1,96)

P = Adalah proporsi kategori vaiabel yang diteliti ditetapkan

50% (0,50)

d = Presisi/derajat penyimpangan terhadap populasi yang

diinginkan 10% (0,10)

Q = Adalah 1 – P

3.5 Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel menggunakan rumus jumlah sampel dan

melakukan pengambilan sampel menggunakan data rekam medis penderita

Otitis Media Supuratif Kronik dengan metode consecutive sampling

sampai sampel memenuhi jumlah minimal sampel. Semua sampel yang

memenuhi kriteria pemilihan akan dimasukkan ke dalam penelitian.

Page 44: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

29

3.6 Kriteria Sampel

3.6.1 Kriteria Inklusi:

- Telinga pada pasien Otitis Media Supuratif Kronik yang sudah

terdiagnosa di Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok di RSUP

Fatmawati.

- Informasi telinga pada pasien Otitis Media Supuratif Kronik

tercatat di rekam medis.

- Telinga pada pasien Otitis Media Supuratif Kronik yang dilakukan

pemeriksaan Audiometri.

3.6.2 Kriteria Eksklusi

- Data yang diperoleh dari rekam medis tidak lengkap.

3.7 Cara Kerja Penelitian

3.7.1 Izin penelitian

Mengurus perizinan untuk melakukan penelitian di RSUP

Fatmawati.

3.7.2 Jenis Data

Jenis data yang diambil merupakan data sekunder, yaitu data

yang sudah ada sebelumnya yang kemudian akan diolah.

3.7.3 Cara pengumpulan data

Pengambilan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan

dengan mengambil data dari buku catatan penderita Otitis

Media Supuratif Kronik di RSUP Fatmawati.

3.7.4 Alat pengumpulan data

Alat yang digunakan sebagai pengumpulan data adalah rekam

medis penderita Otitis Media Supuratif Kronik.

Page 45: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

30

3.7.5 Alur penelitian

3.8 Variabel Penelitian

1. Tipe OMSK

2. Tipe ketulian

3. Derajat ketulian

4. Usia

5. Jenis kelamin

6. Ambang dengar

7. Riwayat infeksi saluran pernapasan atas

8. Alergi

Pengolahan Data

Telinga pada pasien Otitis Media Supuratif Kronik di

Poliklinik Telinga Hidung Tenggorok RSUP

Fatmawati

Perizinan

Pengumpulan data dari

rekam medis

Penyajian Data

Lolos Tim Kaji Etik

Penelitian Kesehatan

RSUP Fatmawati

Page 46: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

31

3.9 Manajemen Data

3.9.1 Teknik Pengumpulan Data

Data dicari melalui pengumpulan rekam medis

penderita Otitis Media Supuratif Kronik di RSUP Fatmawati.

3.9.2 Pengolahan Data

Data dimasukan kedalam komputer melalui data entry

pada program SPSS 16 yang sebelumnya dilakukan coding

terlebih dahulu untuk mengklasifikasikan data sesuai kategori

kemudian dilakukan verifikasi.

3.9.3 Analisis Data

Data dianalisis menggunakan analisis univariat

dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian ini berupa

distribusi dan presentase pada setiap variabel meliputi tipe

ketulian, usia, jenis kelamin, riwayat infeksi saluran

pernapasan atas dan alergi.

3.9.4 Rencana Penyajian Data

Penyajian data akan dilakukan dalam bentuk narasi,

teks, table dan diagram.

3.9.5 Interpretasi Data

Data yang diperoleh diinterpretasikan secara deskriptif.

3.9.6 Pelaporan Hasil Penelitian

Hasil penelitian dibuat dalam bentuk makalah laporan

penelitian yang dipresentasikan dihadapan staff pengajar

Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Page 47: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

32

3.10 Etika Penelitian

Ethical clearance untuk penelitian ini diajukan ke Panitia Etik

Penelitian Kedokteran FKIK UIN Syarif Hidayatullah dan Tim Kaji Etik

Penelitian Kesehatan RSUP Fatmawati. Semua data yang didapat dari

rekam medis yang dipergunakan akan dijaga kerahasiaannya.

Page 48: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Pasien

Pada penelitian ini, direncanakan jumlah sampel 106 pasien, tetapi

berdasarkan penelusuran kembali melalui rekam medis, pasien OMSK di

RSUP Fatmawati tahun 2012-2014 hanya terdapat 34 pasien yang dapat

diperiksa kedua sisi telinga. Seluruh pasien yang dimasukan dalam

penelitian ini adalah pasien yang akan dilakukan operasi telinga mikro.

Karakteristik pasien pada penelitian ini sebagaimana ditampilkan dalam

Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Keadaan

Telinga dan Riwayat Penyerta

Variabel Total Subjek

N= 34 (%) (N= 68 Telinga)

Jenis kelamin

Laki – laki 20 (58,8)

Perempuan 14 (41,2)

Usia (tahun) 24 (6-58)

<20 tahun 13 (38,2)

20-40 tahun 14 (41,2)

>40 tahun 7 (20,6)

Keadaan Telinga (N= 68 telinga)

OMSK Maligna 37 (54,4)

OMSK Benigna 10 (14,7)

Tanpa perforasi 21 (30,9)

Letak

Bilateral 13 (38,2)

Unilateral 21 (61,8)

ISPA

Ada 0

Tidak ada 11 (32,4)

Tidak ada keterangan 23 (67,6)

Alergi

Ada 0

Tidak ada 14 (41,2)

Tidak ada keterangan 20 (58,8)

Page 49: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

34

Pada penelitian ini, subjek penelitian terdiri atas 20 (58,8%) laki –

laki dan 14 (41,2%) perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Neogi R et al (2011) (26)

di India, insidensi jenis kelamin

terbanyak pada kasus OMSK adalah laki – laki (58,8%). Pada penelitian

yang dilakukan juga Oleh Hasniah et al (2013) (20)

di RSU Labuang Baji

Makassar, karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin menunjukkan

laki-laki (51,1%) lebih banyak dibanding perempuan (48,9%). Begitu juga

pada penelitian yang dilakukan oleh Razooqi et al (2012) (27)

di Iraq,

karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin menunjukkan laki-laki

(52,8%) dan perempuan (47,2%). Hal ini dapat diartikan bahwa laki-laki

maupun perempuan mempunyai risiko yang sama untuk menderita OMSK

tipe benigna maupun tipe maligna. (15)

Kategori usia pada penelitian ini diperoleh nilai terendah pada usia 6

tahun dan nilai tertinggi pada usia 58 tahun dengan prevalensi tertinggi

pada usia 20-40 tahun. Hal ini serupa pada penelitian Syafeefah (2010) (28)

di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan insidensi tertinggi kasus

OMSK pada usia >20 tahun. Begitu juga degan penelitian yang dilakukan

oleh Wahyudiasih et al (2011) (15)

sebanyak 45 kasus dengan rentang usia

8-52 tahun dan kejadian OMSK paling banyak dijumpai pada usia 21-30

tahun (28,8%).

Pada penelitian ini, berdasarkan keadaan telinga didapatkan bahwa

OMSK tipe Maligna (54,4%) merupakan distribusi tertinggi lebih

dibandingkan dengan OMSK tipe Benigna (14,7%). Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan Hasniah et al (2013) (20)

di RSU Labuang Baji

Makassar, OMSK tipe benigna sebanyak 27 orang (47,4%) dan tipe

maligna sebanyak 20 orang (42,6%). Berbeda pula pada penelitian yang

dilakukan oleh Wulandari (2010) (29)

di Surakarta, dari 45 jumlah sampel,

terdiri dari 8 pasien OMSK tipe bahaya, 16 pasien OMSK tipe jinak.

Kerusakan osikel berhubungan cukup kuat dan signifikan dengan OMSK

tipe benigna maupun maligna. Hal ini menunjukkan bahwa penderita

OMSK tipe maligna cenderung mengalami kerusakan osikel daripada

penderita tipe benigna. (15)

Berdasarkan Tabel 4.1, didapatkan pasien

Page 50: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

35

dengan OMSK unilateral 21 (61,8%) lebih tinggi dibandingkan dengan

OMSK bilateral 13 (38,2%). Hal ini sesuai dengan penelitian Alabbasi et

al (2010) (30)

yang menunjukkan bahwa prevalensi pasien dengan OMSK

unilateral (70%) lebih tinggi dibandingkan dengan pasien OMSK bilateral

(30%).

Berdasarkan Tabel 4.1, dari 34 subjek penelitian, didapatkan

sebanyak 32,4% tidak ada riwayat infeksi saluran pernapasan atas (ISPA)

dan didapatkan 41,2% pasien tidak memiliki riwayat alergi. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan Prianto (2010) (31)

yang menunjukkan

bahwa riwayat alergi/ISPA tidak berhubungan dengan jenis dan derajat

kurang pendengaran. Namun tidak sesuai dengan beberapa penelitian yang

mengatakan riwayat ISPA berulang, tidak tertanggulangi dengan baik dan

riwayat alergi merupakan salah satu faktor risiko terbanyak yang

menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah berlanjut menjadi kronik.

Perbedaan terjadi kemungkinan diakibatkan ada faktor risiko lain yang

mempengaruhi. Faktor yang mungkin berpengaruh adalah virulensi kuman

dan sistem imun pasien. (32)

4.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Tipe Ketulian dan Derajat Ketulian

Tabel 4.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Tipe Ketulian dan Derajat

Ketulian

Variabel Telinga Tanpa

Perforasi

N= 21 (%)

OMSK

Benigna

N= 10 (%)

OMSK

Maligna

N= 37 (%)

Tipe Ketulian

Tuli Konduktif 3 (14,3) 5 (50) 16 (43,2)

Tuli Sensorineural 0 1 (10) 4 (10,8)

Tuli Campur 1 (4,8) 2 (20) 16 (43,2)

Normal 17 (81) 2 (20) 1 (2,7)

Derajat Ketulian

1. Normal 13 (61,9) 2 (20) 4 (10,8)

2. Tuli ringan 3 (14,3) 3 (30) 2 (5,4)

3. Tuli sedang 2 (9,5) 2 (20) 9 (24,3)

4. Tuli sedang berat 3 (14,3) 1 (10) 8 (21,6)

5. Tuli berat 0 2 (20) 9 (24,3)

6. Tuli sangat berat 0 0 5 (13,5)

Page 51: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

36

Berdasarkan tipe ketulian pada penelitian ini, didapatkan 5 dari 10

telinga dengan OMSK benigna mengalami tuli konduktif, yang mana tuli

konduktif merupakan tipe ketulian pada pasien dengan OMSK benigna,

sedangkan pada telinga dengan OMSK maligna tipe ketulian yang paling

tertinggi adalah tuli konduktif (43,2%) dan tuli campur (43,2%). Pada

penelitian yang dilakukan oleh Lasisi AO1 et al (2011) (23)

di Nigeria,

prevalensi gangguan pendengaran yang paling tertinggi pada OMSK yaitu

tipe konduktif sebesar 82%. Dan biasanya pada pasien OMSK didapatkan

tuli konduktif. (7)

Gangguan pendengaran tergantung dari derajat kerusakan

yang terjadi pada tulang – tulang pendengaran. Gangguan pendengaran

mungkin ringan, sekalipun proses patologi yang sangat hebat, karena

daerah yang sakit ataupun kolesteatoma, dapat menghambat bunyi. (21,33)

Derajat ketulian yang didapatkan dari hasil penelitian ini, yang

paling tertinggi pada telinga dengan OMSK maligna adalah tuli sedang

(24,3%) dan tuli berat (24,3%). Sedangkan pada telinga dengan OMSK

benigna didapatkan tipe ketulian yang paling tertinggi adalah tuli ringan, 3

dari 10 telinga mengalami tuli ringan. Hal ini sedikit berbeda dengan

penelitian di Bangladesh yang dilakukan oleh Shafiqul et al (2010) (34)

didapatkan derajat ketulian paling tinggi adalah tuli sedang dengan rata –

rata 54,54 dB pada telinga yang mengalami perforasi. Beratnya ketulian

tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan

dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. (21)

Page 52: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

37

4.3 Karakteristik Audiometri

Tabel 4.3.1. Karakteristik Audiometri Berdasarkan AC, BC dan Ambang

Dengar

Variabel Telinga Tanpa

Perforasi

N= 21

OMSK Benigna

N= 10

OMSK

Maligna N= 37

AC (dB)

500 Hz 30 (15-75)* 51 ± 21,5 70,9 ± 25,3

1000 Hz 25 (15-85)* 45,5 ± 18,6 66,2 ± 26,9

2000 Hz 20 (10-65)* 40 ± 22,3 60,4 ± 31,4

4000 Hz 20 (10-70)* 30 (15-65)* 63,9 ± 30,3

Ambang dengar 22,5 (15-68)* 42,8 ± 19,9 65 ± 27,1

BC (dB)

500 Hz 10 (0-40)* 10 (5-25)* 15 (10-120)*

1000 Hz 10 (0-50)* 10 (10-50)* 15 (10-120)*

2000 Hz 10 (0-55)* 23,5 ± 17,6 20 (5-120)*

4000 Hz 10 (0-40)* 10 (5-45)* 15 (5-120)*

* Median (Min-Max)

Pada penelitian ini, didapatkan rerata AC di frekuensi 500 Hz pada

OMSK maligna dengan mean 70,9 dB. Sedangkan pada telinga dengan

OMSK benigna dengan mean 51 dB. Pada telinga tanpa perforasi, median

30 dB. Pada frekuensi 1000 Hz telinga dengan OMSK maligna diapatkan

mean 66,2 dB, sedangkan pada telinga dengan OMSK benigna mean 45,5

dB, pada telinga tanpa perforasi dengan median 25 dB, nilai terendah 15

dB tertinggi 85 dB. Pada frekuensi 2000 Hz, pada telinga dengan OMSK

maligna dengan mean 60,4 dB, OMSK benigna dengan median 40 dB,

pada telinga tanpa perforasi dengan mean 20 dB. Pada frekuensi 4000 Hz,

pada telinga dengan OMSK maligna dengan mean 63,9 dB, OMSK

benigna dengan median 30 dB, pada telinga tanpa perforasi dengan median

20 dB. Hal ini sesuai pada penelitian yang dilakukan oleh Shafiqul et al

(2010) (34)

AC pada telinga degan OMSK pada usia 21-25 tahun dengan

mean 59 dB, sedangkan pada usia 26-30 tahun dengan mean 72,5 dB. Hal

ini sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sharma (2012)

Page 53: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

38

(35) di India, AC pada telinga dengan OMSK maligna atau benigna dengan

mean 48,25 dB dan pada telinga tanpa perforasi 28,99 dB.

Ambang dengar pada penelitian ini didapatkan pada telinga dengan

OMSK Maligna dengan mean 65 dB, pada OMSK Benigna dengan mean

42,8 dB dan pada telinga tanpa perforasi dengan mean 22,5 dB. Hal ini

sedikit tidak sesuai dengan hasil penelitian Azevedo et al (2007) (24)

,

ambang pendengaran rata – rata pada telinga dengan OMSK adalah 40 dB

dan 22 dB pada telinga kontralateral.

Berdasarkan Tabel 4.3.1, didapatkan insidensi tertinggi BC pada

frekuensi 2000 Hz, baik pada OMSK maligna dengan median 20, nilai

terendah 15 dan nilai tertinggi 120, maupun pada OMSK benigna dengan

mean 23,5 dB. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Linstorm et al (2011) (36)

, ambang BC tertinggi yaitu pada frekuensi 2000

Hz. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wahyudiasih et al (2011) (15)

dengan hasil penelitian berdasarkan ambang BC pada OMSK benigna

terbanyak pada intensitas 26-30 dB (30%), sedangkan pada OMSK

maligna terbanyak pada intensitas 56-60 dB (37,1%). Pada telinga tanpa

perforasi, didapatkan median 10 dB baik pada frekuensi 500, 1000, 2000,

maupun 4000 Hz. Hal ini sesuai dengan penelitian Kolo (2011) (25)

didapatkan BC pada telinga tanpa perforasi 10,26 dB.

Page 54: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

39

Tabel 4.3.2. Karakteristik Audiometri Berdasarkan Kategori Frekuensi

Variabel Kategori Keadaan Telinga

Telinga Tanpa

Perforasi

N= 21 (%)

OMSK Benigna

N= 10 (%)

OMSK Maligna

N= 37 (%)

AC

500 Hz 1. 0-55 dB 17 (81) 6 (60) 13 (35,1)

2. >55-70 dB 4 (19) 2 (20) 6 (16,2)

3. >70 dB 0 2 (20) 18 (48,6)

Rerata 30 (15-75)*4 51 ± 21,5*

3 70,9 ± 25,3**

34

1000 Hz 1. 0-55 dB 20 (95,2) 7 (70) 13 (35,1)

2. >55-70 dB 1 (4,8) 1 (10) 8 (21,6)

3. >70 dB 0 2 (20) 16 (43,2)

Rerata 25 (15-85) 45 ± 18,6 66,2 ± 26,9**

2000 Hz 1. 0-55 dB 21 (100) 7 (70) 18 (48,6)

2. >55-70 dB 0 2 (20) 4 (10,8)

3. >70 dB 0 1 910) 15 (40,5)

Rerata 20 (10-65) 40 ± 22,3*3 60,4 ± 31,4**

3

4000 Hz 1. 0-55 dB 19 (90,5) 8 (80) 18 (48,6)

2. >55-70 dB 2 (9,5) 2 (20) 5 (13,5)

3. >70 dB 0 0 14 (37,8)

Rerata 20 (10-70)*4 30 (15-65)*

3 63,9 ± 30,3**

34

BC

500 Hz 1. 0-25 dB 21(100) 10 (100) 33 (89.2)

‘ 2. >25-60 dB 0 0 1 (2,7)

3. >60 dB 0 0 3 (8,1)

Rerata 10 (0-40)1 10 (5-25)

1 15 (10-120)*

1000 Hz 1. 0-25 dB 21 (100) 10 (100) 32 (86,5)

2. >25-60 dB 0 0 1 (5,4)

3. >60 dB 0 0 3 (8,1)

Rerata 10 (0-50)1 10 (10-50) 15 (10-120)*

1

2000 Hz 1. 0-25 dB 21 (100) 10 (100) 30 (81,4)

2. >25-60 dB 0 0 2 (5,4)

3. >60 dB 0 0 5 (13,5)

Rerata 10 (0-55)2 23,5±17,6 20 (5-120)**

2

4000 Hz 1. 0-25 dB 21 (100) 10 (100) 31 (83,8)

2. >25-60 dB 0 0 1 (2,7)

3. >60 dB 0 0 5 (13,5)

Rerata 10 (0-40)2 10 (5-45) 15 (5-120)**

2

* Uji Kruskal Wallis P <0,05

** Uji Kruskal Wallis P <0,0001

1. Mann-Whitney P<0,05

2. Mann-Whitney P<0,001

3. t-test P <0,05

4. t-test P <0,001

Page 55: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

40

Berdasarkan Tabel 4.3.2, didapatkan ambang tertinggi AC pada

telinga dengan OMSK maligna untuk frekuensi 500 dan 1000 Hz adalah

>70 dB, sedangkan pada frekuensi 2000 dan 4000 Hz tertinggi adalah 0-55

dB. Berdasarkan uji t-test menunjukkan perbedaan yang bermakna antara

AC 500 Hz telinga tanpa perforasi dengan OMSK maligna (P= <0,05). BC

pada telinga dengan OMSK maligna untuk frekuensi 500, 1000, 2000 dan

4000 Hz didapatkan ambang tertinggi 0-25 dB. Uji Kruskal Wallis

menunjukkan hubungan yang signifikan antara AC, BC dengan OMSK

maligna (P= <0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Christoper J. Linstrorm, MD et al (2001)30

yang menunjukaan adanya

hubungan signifikan antara rata – rata AC dan BC pada telinga yang akan

dilakukan preoperasi. Sedangkan pada uji Mann-Whitney didapatkan

perbedaan yang bermakna antara telinga tanpa perforasi dan telinga dengan

OMSK maligna di frekuensi 1000, 2000 dan 4000 Hz (P= <0,05).

Pada OMSK benigna, didapatkan ambang AC yang paling tertinggi

0-55 dB di frekuensi 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz. Berdasarkan uji t-test

menunjukkan perbedaan yang bermakna antara AC 2000 Hz OMSK

benigna dengan OMSK maligna (P= <0,05). Untuk BC pada OMSK

benigna didapatkan ambang tertinggi 0-25 dB di frekuensi 500, 1000, 2000

dan 4000 Hz. Uji Mann-Whitney menunjukkan perbedaan yang bermakna

antara BC OMSK benigna dengan OMSK maligna di frekuensi 500 Hz (P=

<0,05). Pada telinga tanpa perforasi, didapatkan ambang tertinggi AC pada

frekuensi 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz adalah >70 dB. Namun hanya pada

AC di frekuensi 500 Hz yang menunjukan hasil uji Kruskal Wallis terdapat

hubungan yang signifikan (P= <0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Christoper J. Linstrorm, MD et al (2001)30

terdapat

hubungan yang signifikan pada frekuensi 500 Hz ditelinga yang akan

dilakukan operasi. Sedangkan BC pada telinga tanpa perforasi, didapatkan

ambang tertinggi 0-25 dB baik pada frekuensi 500, 1000, 2000 dan 4000

Hz. Berdasarkan Tabel 4.3.2, uji t-test pada AC frekuensi 500 dan 4000 Hz

menunjukan perbedaan yang bermakna antara telinga tanpa perforasi,

OMSK benigna dan OMSK maligna (P= <0,05).

Page 56: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

41

4.5. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa kekurangan dan keterbatasan, yaitu:

1. Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional atau

desain potong lintang yang hanya menggambarkan variabel yang

diteliti, sehingga tidak bisa melihat adanya hubungan sebab akibat.

2. Bias akibat tidak dilakukan masking, sehingga deteksi adanya tuli

campur tidak terlihat.

3. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari rekam

medik yang tidak didesain untuk penelitian sehingga faktor risiko yang

berpengaruh terhadap OMSK tidak tercantum dengan baik dan

lengkap.

4. Pada penelitian ini, jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 106 pasien,

tetapi yang memenuhi keriteria inklusi hanya 34 pasien.

Page 57: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

42

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

1. Sebaran tipe OMSK pada pasien yang akan dilakukan operasi telinga di

RSUP Fatmawati tahun 2012-2014, OMSK maligna (54,4%) lebih

besar dari pada OMSK benigna (14,7%).

2. Sebaran tipe ketulian OMSK pada pasien yang akan dilakukan operasi

telinga di RSUP Fatmawati tahun 2012-2014 pada OMSK maligna

yaitu tuli konduktif (43,2%) dan tuli campur (43,2%), pada OMSK

benigna, 5 dari 10 telinga mengalami tuli konduktif.

3. Sebaran derajat ketulian pada pasien OMSK yang akan dilakukan

operasi telinga di RSUP Fatmawati tahun 2012-2014 degan insidensi

terbanyak pada telinga dengan OMSK maligna yaitu tuli sedang

(24,3%) dan tuli berat (24,3%), sedangkan pada telinga dengan OMSK

benigna didapatkan 3 dari 10 telinga yaitu tuli ringan.

5.2. Saran

1. Pada penelitian kali ini, peneliti hanya melihat gambaran audiologi

pada pasien serta gambaran kejadiannya berdasarkan jenis OMSK,

usia, jenis kelamin, riwayat infeksi saluran pernapasan atas dan

riwayat alergi, sedangkan faktor-faktor resiko apa saja yang mungkin

dapat berhubungan dengan OMSK tidak dilakukan. Sehingga

diharapkan adanya penelitian lebih lanjut yang lebih lengkap untuk

dapat menyajikannya.

2. Rekam medis sebagai sumber data penelitian sebaiknya lebih lengkap

dalam melampirkan data pasien mulai dari anamnesis, pemeriksaan

Page 58: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

43

fisik, pemeriksaan penunjang hingga terapi yang diberikan sehingga

pada penelitian selanjutnya tidak terdapat data yang tidak diketahui.

3. Perlunya upaya pencegahan melalui penyuluhan – penyuluhan baik

secara langsung maupun media cetak dan elektronik, untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan telinga.

Page 59: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

44

Page 60: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

44

DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar, Z.A, Helmi, Restuti, R.D. Kelainan Telinga Tengah. Dalam:

Soepardi, E.A, Iskandar, N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;

2007

2. Muhammad Waseem, MD, MS. Otitis Media [Internet]. Medscape; 2014

[Updated 2014 April 24; cited]. Available From:

http://emedicine.medscape.com/article/994656-overview#a0101

3. World Health Organization (WHO). Chronic Suppurative Otitis Media

Burden of Illness and Management Options. Child and Adolescent Health

and Development Prevention of Blindness and Deafness. WHO Geneva,

Switzerland; 2004.

4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

879/Menkes/SK/XI/2006 Tentang Rencana Strategi Nasional Penanggulangan

Gangguan Pendengaran dan Ketulian Untuk Mencapai Sound Hearing 2030. ,

Kementrian Kesehatan RI; 2006.

5. Anthony S. Fauci. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed.

volume I. USA: McGraw-Hill; 2008

6. Wald ER. Acute Otitis Media and Acute Bacterial Sinusitis. Oxford Journals.

2011.

7. Adam GL, Boies LC, Hilger PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6

(Boeis Fundamentals of otolaryngology). Jakarta: Buku Ajar Kedokteran

EGC; 2009.

8. de Azevedo, Pinto DC, de Souza NJ, Greco DB, Gonçalves DU.

Sensorineural Hearing Loss in Chronic Suppurative Otitis Media With and

Without Cholesteatoma [Internet]. NCBI; 2007 [cited 2011 September 02].

Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18094809.

9. Moore KL, Dalley AF. Clinically Oriented Anatomy 5 ed. Lippincott

Williamns & Wilkins; 2006.

Snell, Richard S. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6.

Page 61: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

45

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.

10. Tortora Gerard J, BD. Principles of Anatomy and Physiologi. 11th edition.

United States of America: Biologycal Sciences Textbook; 2006.

11. U Na. Childhood Suppurative Otitis Media in Abakaliki: Isolated Microbes

and in vitro Antibiotic Sensitivity Pattern. Abakaliki, Nigeria: Medical

Microbiology, Ebonyi State University/Teaching Hospital, Departements of

Paediatrics; 2011.

12. Moore KL, Dalley AF. Clinically Oriented Anatomy 5 ed. Lippincott

Williamns & Wilkins; 2006.

13. Healy GB, Rosbe KW. Otitis Media and Middle Ear Effusions. In: Snow JB,

Ballenger JJ, eds. Ballenger's Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.

16th ed. New York: BC Decker; 2003. p.249-59

14. Hasniah MD. Study Epidemiologi Otitis Media Supuratif Kronik Bagian THT

Rumah Sakit Umum Labuang Baji Makassar. 2013; 2 No 1.

15. Hearing Loss Association of America. Hearing Loss Basics [Internet]. 2014

[cited 2014 Agustus]. Available from:

http://www.hearingloss.org/content/types-causes-and-treatment.

16. National Health and Nutrition Examination Survey. Audiometry Procedures

Manual; 2003.

17. AO1 Lasisi, Sulaiman OA, Afolabi OA. Socio-Econimoc Status And Hearing

Loss In Chronic Suppurative Otitis Media In Nigeria. 2011.

18. E. S. Kolo, A. D. Salisu. Sensorineural Hearing Loss with Chronic

Suppurative Otitis Media. Indian Journal Otoralyngology Head and Neck

Surg. 2011 March; Vol 64(10). 2011.

19. Bashiruddin Jenny. Pencegahan Gangguan Pendengaran, Tantangan dan

Harapan dalam Implementasi Program Sound Hearing 2030. Jakarta:

Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran; 2010.

20. Adil N Razooqi, et al. Sensorineural Hearing Loss in Chronic Suppurative

Otitis Media. Iraqi JMS. 2012; 10(1).

21. Wahyudiasih Dyah Pratiwi, EH, ER. Hubungan Jenis Bakteri Aerob dengan

Page 62: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

46

Risiko Tuli Sensorineural Penderita Otits Media Supuratif Kronik. Malang:

Universitas Brawijaya, Fakultas Kedokteran; 2011.

22. Amaleen S. Gambaran Penderita Otitis Media Supuratif Kronis di Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Pada Tahun 2009. Medan: Universitas

Sumatera Utara, Fakultas Kedokteran; 2010.

23. Wulandari Y. Perbedaan Kadar Interleukin-1 Penderita Otitis Media Supuratif

Kronis Tipe Jinak dan Tipe Bahaya. Surakarta: Universitas Sebelas Maret;

2010.

24. Ahmed M. Alabbasi et al. Prevalence and Patterns of Chronic Suppurative

Otitis Media and Hearing Impairment in Basrah City. Journal of Medicine and

Medical Sciences. 2010 May; 1(4).

25. Prianto, Eko. Hubungan Faktor Faktor Risiko Dengan Terjadinya Kurang

Pendengaran. Semarang: Universitas Diponegoro, Fakultas Kedokteran;

2010.

26. Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian. Otitis

Media Supuratif Kronik. 2013.

27. Novandra R. Otitis Media Supuratif Kronik. Mataram:, RSU Mataram; 2009.

28. Mohammed Shafiqul Islam et al. Pattern and Degree of Hearing Loss in

Chronic Suppurative Otitis Media. Bangladesh Journal of

Otorhinolarybgology. 2010; Vol 16(2).

29. Sharma Rohit, Sharma K Vinit. Analysis of Sensorineural Hearing Loss in

Chronic Suppurative Otitis Media With and Without Cholesteatoma. Indian

Journal of Otology. 2012; Vol 18(2): p. 65-68.

30. Christopher J. Linstorm et al. Bone Conduction Impairment in Chronic Ear

Disease. Annals of Otology, Rhinology & Laryngology. 2001

Page 63: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

48

Lampiran 1

FORMULIR PENELITIAN

Nomor :

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin :

Pekerjaan :

Alamat :

I. Pemeriksaan audiologi

Pemeriksaan AD AS

Tes Rinne

Tes Weber Lateralisasi ke telinga……………….

Ambang dengar

(AC dan BC)

1. 500 Hz

2. 1000 Hz

3. 2000 Hz

4. 4000 Hz

Tipe ketulian

Derajat ketulian

II. Jumlah dilaporkan Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dalam 1

tahun terakhir

……...kali/tidak ada keterangan

III. Riwayat atopi (YA/TIDAK)

IV. Tipe OMSK

a. Tipe benigna

b. Tipe maligna

Page 64: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

49

Lampiran 2

Page 65: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

50

Lampiran 3

Page 66: GAMBARAN AUDIOLOGI PASIEN OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK · PDF fileOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) merupakan infeksi kronik di telinga tengah yang menjadi salah satu penyebab

51

Lampiran 4

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Wulan Roudotul Zanah

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat Tanggal Lahir : Serang, 18 Mei 1993

Agama : Islam

Alamat : Jl. Palka Pasar Padarincang RT/RW 001/005

Padarincang, Serang – Banten

Nomor Telepon/HP : 087771111993

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan

1. TK (1998-1999)

2. SD Negeri 1 Padarincang (1999-2005)

3. SMP Negeri 1 Kota Serang (2005-2008)

4. SMA Negeri 1 Kota Serang(2008-2011)

5. Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2011-

sekarang)