bab i pendahuluan - abstrak.uns.ac.id filepedoman dan contoh positif bagi para pemimpin bangsa...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Naskah-naskah di nusantara mengemban isi yang sangat kaya. Kekayaan
itu dapat ditunjukan oleh keanekaragaman aspek kehidupan yang dikemukakan
misalnya masalah sosial, ekonomi, agama, kebudayaan bahasa dan sastra. Naskah
itu dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat di dalam naskah itu
merupakan suatu keutuhan dan mengungkapkan pesan. Pesan yang terbaca dalam
teks secara fungsional berhubungan erat dengan filsafat hidup dan dengan bentuk
kesenian yang lain. Naskah dilihat dari kandungan maknanya, wacana yang
berupa teks klasik itu mengemban fungsi tertentu, yaitu membayangkan pikiran
dan membentuk norma yang berlaku baik bagi orang sezaman maupun bagi
generasi mendatang (Siti Baroroh Baried,1985:12-13).
Pesan atau ajaran-ajaran yang disampaikan dan diwariskan dapat berupa
ajaran moral, ajaran kepemimpinan, ajaran yang bersifat keagamaan, dan lain-lain.
Ajaran kepemimpinan, misalnya, diajarkan dengan harapan bahwa jika orang
Jawa menjadi pemimpin maka hendaknya menjadi pemimpin yang baik, adil,
bijaksana, berwawasan, dan tidak mementingkan kepentingan pribadi.
Nilai-nilai di dalam budaya Jawa, seorang pemimpin ideal paling tidak
memiliki delapan kriteria. Nilai kepemimpinan tersebut, salah satunya tercantum
dalam naskah kuno berjudul Serat Rama karya R.Ng. Yasadipura, yang kemudian
disingkat menjadi SR. SR merupakan naskah Jawa klasik yang berupa tembang
macapat yang disimpan di Perpustakaan Pura Pakualaman, dengan nomer koleksi
2
Pi.36 0008/PP/73 (Yayasan Obor Indonesia, 2005) merupakan teks dari Serat
sestradisuhul yang ditulis mulai dari halaman 418-479. SR ini juga telah ditulis
ulang dan ditransliterasikan ke dalam aksara latin, serta diterbitkan Perpustakaan
Pura Pakualaman Yogyakarta dalam bentuk buku karangan K.B.P.H. Prabu
Suryodilogo. Ajaran kepemimpinan dalam SR tersebut dinamakan Asthabrata.
Asthabrata terdiri dari dua kata yakni Astha yang artinya delapan dan Brata yang
mempunyai makna pegangan atau pedoman. Jadi Asthabrata merupakan ajaran
atau pedoman yang ditujukan untuk pemimpin dengan memperhatikan delapan
karakter/ sifat kepemimpinan.
Sri Ratna Saktimulya dan Sudibyo berpendapat (dalam Suryodilogo, 2012)
bahwa Asthabrata mensyaratkan bahwa seorang raja ideal harus memiliki delapan
karakter utama yang berasal dari delapan dewa lokapala (penjaga alam semesta),
yaitu bijak bestari (Indra), adil dan tegas dalam menegakkan hukum (Yama),
cermat dalam urusan keuangan (Surya), memiliki pesona dan kepribadian yang
memikat (Candra), berkepribadian kuat dan tidak mudah terhasut (Bayu), asketis
dan petapa (Wisnu), memiliki keberanian dan kemahiran bersiasat (Baruna),
bersahaja dan mampu mengayomi (Brama). Karakter dari salah satu Dewa
Lokapala tersebut tertuang dalam salah satu pupuh Asmaradana yang berbunyi:
Asmara brangtaning galih// Wateke Bethara Endra//Memulang
karemenane//Mring wadya supayanira//Pinrih sampun sumelang//Arti ya
traping pamuruk//Ing reh dumadya tetela.
Terjemahan:
Kegemaran Bathara Indra adalah membimbing prajuritnya dengan harapan
agar mereka tidak khawatir dan salah tafsir dalam mengartikan serta
menerapkan ajaran karena mereka telah berhasil memahaminya.
Berdasarkan keterangan di atas, delapan dewa lokapala digambarkan
dalam delapan pupuh tembang SR , diantaranya: Asmaradana, Megatruh, Sinom,
3
Mijil, 2 pupuh Dhandhanggula, Durma, dan Pangkur. Penulis beranggapan
bahwa tiap-tiap pupuh tembang mewakili masing-masing dewa lokapala. Namun
dalam kedudukan SR sebagai karya sastra, maka proses pemaknaannya tidak dapat
tergantung dari pendapat pribadi peneliti namun juga oleh para pembaca pada
umumnya sehingga hal tersebut dapat dijadikan sebagai bentuk resepsi seorang
pembaca terhadap suatu karya sastra yang dalam penelitian kali ini adalah resepsi
tentang SR. Selain itu, ajaran kepemimpinan di dalamnya tentu dapat dijadikan
pedoman dan contoh positif bagi para pemimpin bangsa khususnya dan
masyarakat pembaca pada umumnya.
Pengkajian SR dalam penelitian ini dikaji dari perspektif sastra dengan
menggunakan pendekatan estetika resepsi yang melibatkan mahasiswa sastra
daerah angkatan 2011 dan 2012 sebagai objek penelitian. SR yang digunakan
sebagai objek resepsi ialah SR yang telah ditransliterasikan dan dibukukan oleh
K.B.P.H. Prabu Suryodilogo yang berjudul “Ajaran Kepemimpinan Asthabrata
kadipaten pakualaman”. Sedangkan, pengambilan sasaran dalam penelitian ini
didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut: (1) SR merupakan karya sastra
tertulis yang berasal dari manuskrip Jawa Klasik. Peneliti memilih SR yang telah
ditransliterasikan dan dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia untuk
memudahkan penelitian. Hal ini karena, penelitian naskah sebelum
ditransliterasikan tidak dapat diteliti berdasarkan ruang lingkup penelitian bidang
sastra. (2) Ketertarikan penulis untuk mengkaji Karya Sastra Klasik yang ditulis
dalam bentuk tembang Jawa, karena karya sastra lama, khususnya serat banyak
mengandung pesan-pesan moral yang ditujukan kepada para pembaca. (3) SR
merupakan naskah dengan nilai kepemimpinan, melalui Mahasiswa Sastra Daerah
4
angkatan 2011 dan 2012 sebagai objek penelitian dapat diharapkan mampu
menangkap nilai kepemimpinan yang ada dalam SR dan merefleksikan ajaran-
ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari. (4) SR berisi ajaran kepemimpinan
Asthabrata yang telah dijelaskan dalam buku “Ajaran Kepemimpinan Asthabrata
Kadipaten Pakualaman”. Penulis tertarik menanyakan tanggapan dari pembaca
mengenai ajaran kepemimpinan tersebut. Tanggapan pembaca disebut juga
sebagai resepsi pembaca terhadap suatu karya sastra.
Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai referensi dalam penelitian ini
diantaranya:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Choirur Roziqin FSSR UNS (2007)
berjudul Serat Suluk Gatholoco Sebuah Sinergi Kultural antara Islam
dan Jawa (Suatu Kajian Resepsi Sastra).
2. Penelitian yang dilakukan oleh Rogatianus Yogo Pudiwastono FSSR
UNS (2013) berjudul Resepsi Guru Bahasa Jawa SMA di Kabupaten
Klaten terhadap Serat Ondhe Patih (kajian Estetika Resepsi).
Berdasarkan beberapa referensi di atas, penulis menyimpulkan bahwa ada
keuntungan yang diperoleh dengan melibatkan pembaca dalam menilai sebuah
karya sastra. Adanya komunikasi yang intens dengan pembaca dan mengetahui
tanggapan atau komentar yang diberikan, maka terbukalah cakrawala berpikir
sehingga penelitian bisa bersifat objektif terhadap suatu karya sastra, salah
satunya SR. Mahasiswa sebagai pembaca dianggap sebagai pembaca yang ideal
selaku wakil dari masyarakat, karena mahasiswa khususnya mahasiswa Sastra
Daerah memiliki fokus dalam mempelajari kesusastraan Jawa dibandingkan
anggota masyarakat yang lain dimana hal-hal berkaitan dengan kesusastraan Jawa
5
hampir dilupakan oleh generasi muda Jawa sendiri. Berdasarkan hal tersebut,
penulis berharap dapat mengetahui apakah tanggapan mahasiswa sastra daerah
terhadap suatu karya sastra Jawa Klasik mengenai isi yang terkandung di
dalamnya dengan estetika resepsi sebagai pendekatan lebih bersifat positif atau
negatif. Hal ini perlu dibuktikan dengan penelitian semacam estetika resepsi.
Estetika resepsi lebih menitikberatkan pada tanggapan seorang pembaca
untuk menilai kelebihan dan kekurangan yang ada dalam karya sastra tersebut.
Tanggapan pembaca terhadap sebuah teks tidak ditentukan oleh struktur dan
analisis teks, tetapi situasi pembaca juga ikut menentukan analisis struktur dan
proses pemberian makna pada karya tersebut (Foulkes dalam A. Teeuw,
1988:150).
Penelitian ini melibatkan pembaca dalam menginterpretasikan SR.
Keterlibatan pembaca akan memperluas pandangan terhadap SR karena tidak
hanya mendasarkan pada pendapat pribadi penulis, namun juga pendapat
masyarakat pendukung kebudayaan Jawa.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoretis maupun praktis sebagai berikut :
a. Manfaat Teoretis
1. Mampu memperkaya penelitian di bidang sastra terutama sastra Jawa.
2. Sebagai sarana memanfaatkan ilmu sastra, bahwa teori sastra dapat
digunakan dalam penelitian bidang ilmu lain yang linier.
b. Manfaat praktis
1. Menginformasikan mengenai keberadaan naskah SR yang berisi ajaran
kepemimpinan Asthabrata.
6
2. Mendeskripsikan dan menginformasikan konsep sifat ideal seorang
pemimpin bagi Kadipaten Pakualaman Yogyakarta.
3. Menginterpretasikan ajaran kepemimpinan Asthabrata berdasarkan
tanggapan dari mahasiswa Jurusan Sastra Daerah FIB UNS.
4. Memperluas wawasan mengenai kesusastraan Jawa terutama kepada
mahasiswa Sastra Daerah.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis mengambil judul penelitian
Ajaran Kepemimpinan Asthabrata dalam Serat Rama Karya R.Ng.
Yasadipura (Kajian Estetika Resepsi Berdasarkan Horizon Harapan Robert
Jauss).
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana resepsi Pembaca terhadap SR berdasar intensitas
penghayatannya?
2. Bagaimana norma dan kriteria penilaian Pembaca terhadap SR?
3. Bagaimana minat dan selera baca Pembaca terhadap Karya Sastra
Jawa?
4. Bagaimana resepsi Pembaca terhadap ajaran kepemimpinan dalam SR ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan resepsi Pembaca terhadap SR berdasar intensitas
penghayatannya.
2. Menjelaskan norma dan kriteria penilaian Pembaca terhadap SR.
3. Mengungkapkan minat dan selera baca Pembaca terhadap Karya
Sastra Jawa.
4. Mendeskripsikan resepsi Pembaca terhadap ajaran kepemimpinan
dalam SR.
8
D. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian terarah dan
mempermudah penulis dalam menentukan langkah penelitian. Dalam sebuah
penelitian, pembatasan masalah sangat penting dilakukan karena akan
mempengaruhi ketepatan sasaran, sehingga hal-hal yang tidak relevan dapat
dihindarkan. Penelitian ini penulis lebih fokus pada resepsi Mahasiswa Sastra
Daerah angkatan 2011 dan angkatan 2012 FIB UNS terhadap SR. Selanjutnya,
dari data resepsi yang telah terkumpul melalui wawancara akan dilakukan analisis
mengenai intensitas penghayatan Mahasiswa Sastra Daerah angkatan 2011 dan
2012 FIB UNS yang sebagai sampel responden, norma dan kriteria penilaian
Mahasiswa Sastra Daerah angkatan 2011 dan 2012 FIB UNS terhadap SR, minat
dan selera baca Mahasiswa Sastra Daerah angkatan 2011 dan angkatan 2012 FIB
UNS terhadap KS Jawa, dan resepsi Mahasiswa Sastra Daerah angkatan 2011 dan
2012 FIB UNS terhadap ajaran kepemimpinan yang ada dalam SR.
E. Landasan Teori
A. Teori Estetika Resepsi
Resepsi berasal dari bahasa Latin yaitu recipere yang diartikan sebagai
penerimaan atau penyambutan pembaca. Resepsi dalam arti luas diartikan sebagai
pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya, sehingga dapat
memberikan respon terhadapnya. Respon yang dimaksudkan tidak dilakukan
antara karya dengan seorang pembaca, melainkan pembaca sebagai proses sejarah,
pembaca dalam periode tertentu.
Resepsi sastra merupakan aliran sastra yang meneliti teks sastra dengan
mempertimbangkan pembaca selaku pemberi sambutan atau tanggapan. Dalam
9
memberikan sambutan dan tanggapan tentunya dipengaruhi oleh faktor ruang,
waktu, dan golongan sosial.
Umar Junus (1985:1) mengatakan, resepsi sastra dimaksudkan bagaimana
pembaca memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya, sehingga
dapat memberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya. Kesadaran akan pentingnya
pembaca yang memberikan interpretasi tentang suatu karya, mungkin juga
disadari oleh peneliti yang lebih banyak bekerja dengan teks, dengan karya (Umar
Junus, 1985:27). Penulis melibatkan pembaca dalam memahami makna dari suatu
teks. Masing-masing tanggapan penerima itu berlainan yang dimungkinkan oleh
perbedaan cakrawala harapan pembacanya. Cakrawala harapan ialah harapan-
harapan pembaca terhadap karya sastra (Sugihastuti dalam Hanifullah Sukri,
1992: 16).
Menurut Pradopo (2007: 218) yang dimaksud resepsi adalah ilmu
keindahan yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan pembaca terhadap karya
sastra. (Teeuw dalam Pradopo 2007: 207) menegaskan bahwa resepsi termasuk
dalam orientasi pragmatik. Karya sastra sangat erat hubungannya dengan
pembaca, karena karya sastra ditujukan kepada kepentingan pembaca sebagai
penikmat karya sastra. Pembaca juga yang menentukan makna dan nilai dari karya
sastra, sehingga karya sastra mempunyai nilai karena ada pembaca yang
memberikan nilai.
Resepsi sastra secara singkat dapat disebut sebagai aliran yang meneliti
teks sastra dengan bertitik tolak pada pembaca yang memberi reaksi atau
tanggapan terhadap teks itu (Siti Chamamah, dkk, 2001 : 108). Resepsi sastra
secara singkatnya dapat disebut juga tanggapan pembaca terhadap suatu karya
10
sastra. Pengertian terhadap “tanggapan pembaca” mengandung konsep : (1)
konsep tentang tidak menanggapi karya sastra dan (2) konsep tentang pembaca.
Konsep “tanggapan” memperlihatkan adanya aktivitas pembaca dalam menerima
karya sastra. Apabila tanggapan pembaca berbeda, wujud karya sebagai objek
estetik pun berbeda pula. Pembaca memberikan tanggapan atau sambutan
terhadap karya sastra.
Menurut seorang tokoh Estetika Resepsi, Jauss menilai suatu karya sastra
terletak pada bertemu atau tidaknya karya dengan horizon pengharapan
masyarakat pada saat karya ditulis. Horizon harapan ada tiga, yaitu : (1) Horison
Jaman, yakni kapan karya ditulis. (2) Horison Naskah, yakni semua karya
hendaknya menyerupai satu naskah standar. (3) Horison Kepengarangan, yakni
horizon yang didasarkan pada satu aspek tersebut dijadikan standar (Umar Junus,
1985 : 33).
Teori estetika resepsi dalam penelitian ini menggunakan teori dari Hans
Robert Jauss yang lebih menekankan pada horizon harapan. Robert Jauss (dalam
Umar Junus, 1985:33) mengemukakan konsep kunci resepsi sastra adalah horizon
harapan yang tersusun atas tiga kriteria yakni : (1) Norma generik, norma yang
ada dalam teks kemudian dibaca oleh pembaca, (2) Pengalaman dan pengetahuan
pembaca terhadap teks yang dibaca sebelumnya, (3) Kontras antara fiksi dan
kenyataan, yaitu kemampuan pembaca untuk menerima teks baru di dalam
cakrawala harapan yang sempit dan cakrawala pengetahuan hidupnya yang lebih
luas.
Teori Jauss yang disebut dengan horizon harapan memiliki implikasi yang
signifikan dalam rangka memperkuat peranan karya sastra terhadap studi kultural
11
(Nyoman Kutha Ratna, 2005 :214). Relevansi horizon harapan dan peranan
sejarah dalam teori resepsi, Jauss menunjukkan beberapa ciri sebagai berikut:
a. Sejarah sastra dibangun atas dasar pengalaman kesastraan
sebelumnya, koherensi sastra diperoleh melalui mediasi horizon
harapan.
b. Pengalaman kesastraan harus bebas dari praduga yang skeptik, seperti
kecurigaaan terhadap kemampuan karya sastra dalam menghasilkan
makna.
c. Jarak antara horizon harapan dengan karya sastra merupakan tolok
ukur kualitas estetis.
d. Horison harapan selalu akan membangkitkan pertanyaan, bagaimana
manusia kontemporer dapat memahami karya masa lampau, sekaligus
menolak dictum filologi bahwa makna karya sastra ditentukan satu
kali untuk selamanya.
e. Estetika resepsi jelas harus menggabungkan antara penjelasan karya
sebagai resepsi aktif dan penjelasan karya individual sebagaimana
diintensitaskan oleh penulisnya sebagai resepsi pasif.
f. Perbedaan pemahaman antara sinkronis dan diakronis dalam
linguistik, aspek estetisnya adalah kualitas pada saat memahami
sebuah karya sastra sekaligus dengan cara membandingkannya dengan
karya-karya yeng telah dibacanya.
g. Karya sastra tidak semata-mata dipahami sebagai cermin atau proses
sejarah umum, melainkan bagaimana ciri-ciri fiksional dan faktual
12
tersebut dijembatani sehingga aspek-aspek penerimaan dan
kesejarahan dapat menampilkan makna baru.
Rekonstruksi horison harapan memungkinkan untuk menentukan jenis
pengaruh pada pembaca seperti menerima, menolak, kaget dan sebagainya. Tugas
estetika resepsi dalam kaitannya dengan interprestasi ialah untuk menyelidiki
konkretisasi pembaca terhadap teks sastra. Estetika resepsi melihat nilai sastra
sebagai suatu konsep yang senantiasa berubah bergantung pada sistem norma
pembaca (Segers dalam Suminto A. Sayuti,2000 : 45-46).
Garis besar penelitian resepsi sastra menurut Umar Junus (1985:51), antara
lain:
1. Pendekatan yang bertolak dari suatu karya yang dilihat dalam hubungan
bagaimana ia bereaksi dengan pembacanya.
2. Sebuah karya menjadi konkrit melalui suatu penerimaan pembacanya,
sehingga meninggalkan kesan pada pembaca. Namun pembaca tidak
hanya membaca tetapi juga berimajinasi atau berperan secara aktif
dalam pemaknaan suatu karya sastra.
3. Imajinasi pada pembaca dimungkinkan oleh keakrabannya dengan
tradisi (sastra) tersebut, dan kesanggupannya memahami keadaan pada
masanya; juga mungkin mengenai masa sebelumnya.
4. Melalui kesan, pembaca dapat berkomentar dan menyatakan
penerimaannya terhadap suatu karya.
Arman van Assche (dalam Umar Junus, 1985:52) berpendapat ada dua tipe
pembaca, yaitu pembaca biasa dan pembaca ideal. Pembaca biasa ialah pembaca
dalam arti sebenarnya yang membaca suatu karya sebagai karya sastra, bukan
13
sebagai penelitian. Pembaca ideal ialah pembaca yang dibentuk atau diciptakan
oleh peneliti dari pembaca-pembaca biasa berdasarkan variasi tanggapan mereka
yang tak terkontrol, berdasarkan kesalahan dan keganjilan tanggapan mereka,
berdasarkan kompetensi sastra mereka yang putus-putus, atau berdasarkan
berbagai variable lain yang mengganggu. Pembaca yang diciptakan ini mungkin
ada dalam teks atau di luar teks, dan dapat digunakan peneliti untuk meneliti
peranan pembaca dalam suatu lukisan yang rasional.
Pembaca yang terdiri dari beragam latar belakang menyebabkan adanya
perbedaan dalam meresepsi suatu karya sastra. Demikian pula karya-karya sastra
yang berbeda akan menimbulkan reaksi yang berbeda dari pembaca yang berbeda
tersebut. Perbedaan tanggapan pembaca disebabkan oleh kesan keindahan yang
muncul dalam karya sastra. Siti Chamamah Soeratno, et.al. (2001:138)
menyebutkan bahwa pembaca memberikan tanggapan atau sambutan terhadap
karya sastra adalah berkat adanya sentuhan estetis dari karya sastra itu.
Menurut Endraswara (2008:126) proses kerja penelitian resepsi sastra
secara sinkronis atau penelitian secara eksperimental, minimal menempuh dua
langkah sebagai berikut:
1. Setiap pembaca perorangan maupun kelompok yang telah ditentukan,
disajikansebuah karya sastra. Pembaca tersebut lalu diberi pertanyaan baik
lisan maupun tertulis. Jawaban yang diperoleh dari pembaca tersebut
kemudian dianalisis menurut bentuk pertanyaan yang diberikan. Data hasil
penelitian yang menggunakan metode angket dapat di publikasikan,
sedangkan data hasil penelitian menggunakan metode wawancara dapat
dianalisis secara kualitatif.
14
2. Setelah memberikan pertanyaan kepada pembaca, kemudian pembaca
tersebut diminta untuk menginterpretasikan karya sastra yang dibacanya.
Hasil interpretasi pembaca ini dianalisis menggunakan metode kualitatif.
Penelitian resepsi menurut Rachmat Djoko Pradopo (2007:210-211), dapat
dilakukan secara sinkronis maupun diakronis. Penelitian sinkronis merupakan
penelitian terhadap sebuah karya sastra dalam satu periode, sehingga
menggunakan resepsi pembaca yang berada dalam periode yang sama atau
sezaman. Pembaca sezaman yang dinilai memiliki kompetensi sastra yang
mumpuni menurut peneliti adalah Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah angkatan
2011 dan 2012 FIB UNS. Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah angkatan 2011 dan
2012 FIB UNS dianggap sebagai pembaca ideal berdasarkan kompetensi sastra
yang dimiliki pembaca.
F. Sumber Data dan Data
a. Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua
yakni sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer yakni
Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah angkatan 2011 dan 2012 yang disebut informan
sebagai subjek penelitian dan SR sebagai objek resepsi karya R.Ng. Yasadipura
yang telah ditulis ulang dan ditransliterasikan ke dalam aksara latin yang
diterbitkan Perpustakaan Pura Pakualaman Yogyakarta tahun 2012 oleh K.B.P.H.
Prabu Suryodilogo. Sumber data sekunder yakni, buku-buku yang relevan dengan
topik penelitian, dokumen pribadi, dan dokumen resmi yang berkaitan dengan
penelitian.
15
b. Data
Data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua jenis yakni data primer dan
data sekunder. Data primer yaitu data berupa kata-kata dan tindakan. Kata dan
tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data
utama (Lexy J. Moleong, 2001:112). Data utama yang digunakan dalam penelitian
ini adalah hasil wawancara terhadap informan yang merupakan Mahasiswa Prodi
Sastra Daerah angkatan 2011 dan 2012 FIB dan teks SR yang sudah dialih
aksarakan oleh R.NG.Yasadipura. Pencatatan sumber data utama melalui
wawancara atau pengamatan berperan serta merupakan hasil usaha gabungan dari
kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya (id., 2001:112). Sedangkan, data
sekunder adalah data yang digunakan sebagai data penunjang atau pendukung
pelaksanaan penelitian, yaitu adalah data yang relevan dengan topik penelitian
seperti keterangan-keterangan yang diambil dari referensi maupun buku-buku
resepsi dan penelitian sejenis yang relevan dengan permasalahan yang akan
diungkapkan dalam penelitian ini.
c. Populasi dan Sampel
Populasi adalah objek penelitian yang ada pada umumnya merupakan
keseluruhan individu dari segi-segi bahasa tertentu (Edi Subroto, 1992 :32).
Populasi dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah angkatan
2011 dan 2012 FIB. Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek
penelitian secara langsung yang mewakili populasi atau mewakili populasi secara
keseluruhan (Edi Subroto, 1992 : 2). Penelitian ini menggunakan teknik Purposive
Sampling. Purposive sampling yaitu menentukan sampel dengan pertimbangan-
pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberikan data atau informasi
16
secara maksimal (Beni Ahmad Saebani, 2008 : 120). Pertimbangan yang
dimaksud ialah sebagai berikut :
a. Berstatus sebagai Mahasiswa Sastra Daerah angkatan 2011 dan 2012
FIB yang dibuktikan dengan kartu mahasiswa (Karmas) saat
wawancara dimulai. Namun, sekarang ada beberapa mahasiswa yang
sudah berstatus sebagai alumni Sastra Daerah.
b. Memilih mahasiswa Sastra Daerah angkatan 2011 dan 2012
(berdasarkan bidang masing-masing) sebagai pembanding hasil
resepsi terhadap SR.
c. Mahasiswa jurusan Sastra Daerah angkatan 2011 dan 2012 yang telah
ditentukan sesuai poin satu dan dua bersedia membaca karya sastra
yang telah ditentukan.
d. Pertimbangan selanjutnya yakni berdasarkan klasifikasi golongan
umur dan jenis kelamin. Golongan umur dibagi menjadi dua yaitu
golongan muda yang berusia 19-21 tahun dan golongan tua yang
berusia 22-24 tahun. Dari golongan umur tersebut dapat ditentukan
jenis kelamin yakni laki-laki 7 orang yang terdiri dari 4 orang dari
golongan muda dan 3 dari golongan tua dan wanita 8 orang yang
terdiri dari 4 golongan muda dan 4 golongan tua. Jadi secara
keseluruhan sampel yang diambil berjumlah 15 orang.
e. Mahasiswa Sastra Daerah yang memahami bahasa Jawa kawi dan
memahami ajaran Asthabratha.
17
G. Metode dan Teknik
Metode dan teknik penelitian sangat penting dalam sebuah penelitian. Hal
tersebut dikarenakan metode yang digunakan sebagai prosedur atau cara yang
digunakan dalam meneliti sebuah objek kajian. Pengertian yang lebih luas,
metode dianggap sebagai cara-cara, strategi, untuk memahami realitas, langkah-
langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya
(Nyoman Kutha Ratna, 2011: 34). Metode ini selanjutnya membahas mengenai
bentuk penelitian, sumber data dan data, populasi dan sempel, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisis data
1. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
sastra. Penelitian sastra adalah suatu usaha untuk mengungkapkan fakta literer
berdasarkan realita literer (realita empiris yang ada dimasyarakat) untuk
dikembangkan dan diuji kebenarannya dengan cara menganalisis data-data literer
yang telah dikumpulkan (Sangidu, 2004: 12). Penelitian sastra bermanfaat untuk
memahami aspek kemanusiaan dan kebudayaan yang tertuang ke dalam karya
sastra.
Pada umumnya penelitian sastra mempergunakan teknik penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena atau peristiwa tentang apa yang dialami
oleh banyak objek penelitian misalnya perilaku, resepsi, motivasi, tindakan, dan
lain-lain. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode ilmiah (Lexy J. Moleong, 2007:6). Penelitian yang sifatnya
18
deskriptif kualitatif ini diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat
mengenai Ajaran Kepemimpinan Asthabrata dalam Serat Rama Karya R.Ng.
Yasadipura
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Teknik Wawancara
Salah satu teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah dengan
wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan
itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara (interviewe) yang mengajukan
pertanyaan, dan terwawancara (interviewe) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu (Lexy J. Moleong, 2007; 186). Teknik wawancara adalah teknik
yang di pakai untuk membantu mengumpulkan data maupun memperoleh
informasi melalui kegiatan interaksi sosial sastra peneliti dengan yang di teliti.
Di dalam penelitian ini menggunakan wawancara tidak terstruktur atau
sering disebut sebagai teknik “wawancara mendalam” (in-depth interviewing)
karena peneliti merasa tidak tahu apa yang belum diketahuinya. Dengan demikian
wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat open-ended, dan mengarah
pada kedalaman informasi serta dilakukan dengan cara yang tidak secara formal
terstruktur, guna menggali pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal
yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian informasinya secara
lebih jauh dan mendalaam (H.B Sutopo, 2002)
b. Content Analysis
Teknik content analisys merupakan metodelogi penelitian yang
memanfaatkan prosedur untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku
atau dokumen (Lexy J. Moleong, 2001 : 163).
19
Melalui content analysis data yang diperoleh secara cermat untuk dapat
diambil kesimpulan mengenai data yang digunakan dalam penelitian ini, serta hal
penting yang menjadi pokok persoalan penelitian, dengan demikian analisis
tersebut mengacu pada beberapa dokumen atau yang relevan dengan penelitian.
3. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar
(Patton, 1990: 268 dalam Moleong, 2007: 280). Teknik analisi data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif.Teknik interaktif adalah
penelitian yang bergerak diantara tiga kompenen yang meliputi reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan.Wujud data merupakan satu kesatuan
siklus yang menempatkan penelitian tetap bergerak diantara ketiga siklus tersebut.
SKEMA ANALISIS MODEL INTERAKTIF
( H.B. Sutopo, 2002: 96)
Metode interaktif untuk mengungkapkan isi SR digunakan dalam rangka
menjabarkan permasalahan dengan analisis yang mendalam. Penafsiran dilakukan
karena data penelitian ini berupa tembang yang mengandung simbol-simbol
bahasa, yang tidak semua orang dapat memahaminya.
Pengumpulan Data Sajian Data
Reduksi Data Penarikan
Simpulan/Verifikasi
20
Ada tiga hal penting dalam analisis data yaitu reduksi data, sajian data, dan
verifikasi data.
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses penyerderhanaan dengan membatasi
permasalahan penelitian. Dengan membatasi permasalahan penelitian dan juga
membatasi pernyataan-pernyataan pokok yang perlu dijawab dalam penelitian
(H.B Sutopo, 2002: 94).
Tahapan ini dimulai dengan membaca serta mengelompokan data
berdasarkan hasil wawancara yang meliputi intensitas penghayatan, norma dan
criteria penelitian, selera dan minat baca serta resepsi. Dalam tahap ini, semua
data yang terkumpul diidentifikasikan dan diklasifikasikan.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sajian dari data-data yang terkumpul. Data-data
yang terdiri dari catatan lapangan serta komentar peneliti, dokumen, biografi,
artikel, hasil wawancara akan diurutkan dan dikelompokan (Lexy J Moleong,
2010: 103). Dalam sajian data, selain dalam bentuk narasi kalmia, juga dapat
meliputi berbagai jenis matriks, gambar/skema, jaringan kerja kaitan kegiatan, dan
juga table sebagai pendukung narasinya.
Tahapan ini dimulai dengan membaca dan mengelompokan data
berdasarkan hasil wawancara, kemudian disajikan menurut intensitas
penghayatan, norma dan kriteria penelitian, selera dan minat baca serta resepsi
dari pembaca terhadap SR. Di dalam mengerjakan tahap ini, semua data yang
sudah terkumpul diidentifikasikan, dideskripsikan dan diklasifikasikan.
21
Data yang sudah dikelompokan berdasarkan klasifikasinya, selanjutnya
data disajikan berdasarkan karakteristik data dan setelah data-data yang sudah
terkumpul lalu disajikan, kemudian dibuat deskripsi masing-masing sesuai sesuai
data untuk mempermudah tahap interprestasi.
3. Verifikasi/kesimpulan
Tahap selanjutnya setelah melakukan proses reduksi data dan sajian data
dari data-data yang telah terkumpul, maka sebisa mungkin dilakukan penarikan
kesimpulan dari data-data yang telah diperoleh. Verifikasi/kesimpulan adalah
mengecek kembali (diverifikasi) pada catatan yang telah dibuat oleh peneliti dan
selanjutnya membuat kesimpulan sementara. Pemeriksaan kembali merupakan hal
yang penting agar meminimalisirkan kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi (
H.B. Sutopo, 2002: 96).
Proses analisis data, pertama dilakukan membaca kembali hasil
wawancara dengan hasil sajian data,kemudian dianalisis sesuai dengan
permasalahan yang akan diteliti. Dalam analisis akan diarahkan untuk menjawab
pertanyaan atas masalah-masalah yang ingin diungkapkan. Masalah-masalah yang
dimaksud dalam hal ini ialah (1) resepsi Mahasiswa Sastra Daerah Fakultas Ilmu
Budaya terhadap SR berdasar intensitas penghayatannya, (2) norma dan kriteria
penilaian Mahasiswa Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya terhadap SR, (3) minat
dan selera baca Mahasiswa Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya terhadap Karya
Sastra Jawa, (4) resepsi Mahasiswa Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya terhadap
ajaran kepemimpinan dalam SR. Setelah melakukan analisis data ini, kemudian
diambil kesimpulan sebagai hasil dari penelitian.
22
H. Sistematika Penulisan
Sistematik penulisan dalam sebuah penelitian berfungsi untuk memberikan
gambaran mengenai langkah-langkah suatu penelitian. Sistematika dalam
penelitian yang berjudul “Ajaran Kepemimpinan Asthabrata dalam Serat Rama
Karya R.Ng. Yasadipura (Kajian Estetika Resepsi Berdasarkan Horizon Harapan
Robert Jauss)” sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, batasan masalah. Landasan teori meliputi
landasan teori tentang Estetika resepsi dan kerangka pikir. Metode
penelitian meliputi bentuk penelitian, sumber data dan data,
populasi dan sempel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis,
sistematika penulisan.
BAB II : PEMBAHASAN
Pembahasan berisi tentang sajian data dan pembahasan dari hasil
penelitian berdasarkan hasil wawancara dengan informan. Dari
hasil tanggapan masing-masing informan, kemudian penulis bahas
masalahnya dari sudut intensitas penghayatan, norma dan kriteria
penilaian Mahasiswa Sastra Daerah FIB serta minat dan selera
baca Mahasiswa Sastra Daerah FIB.
BAB III : PENUTUP
Penutup berisi kesimpulan dan saran, pada bagian akhir
dicantumkan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.