bab i pendahuluan a. latar belakang kakao diy.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak...

89
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan pembangunan pertanian kedepan adalah pemenuhan kebutuhan pangan, penyediaan bahan baku industri dan peningkatan ekspor komoditas pertanian strategis dan komoditas unggulan lainnya. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian komoditas strategis dan unggulan nasional tersebut, pembangunan pertanian yang berskala ekonomi harus dilakukan melalui perencanaan wilayah di bidang pertanian secara komprehensif dan terpadu, sehingga diperlukan kebijakan pembangunan pertanian yang sejalan dengan prinsip-prinsip pengembangan wilayah yang oleh Kementerian Pertanian dilakukan melalui kebijakan dan pendekatan pengembangan kawasan pertanian. Pendekatan kawasan pertanian ini dimaksudkan untuk mengutuhkan kegiatan usahatani mulai dari sub sistem hulu, on farm dan hilir. Pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan pertanian yang berbasis kawasan dalam implementasinya harus fokus pada komoditas unggulan nasional dan fokus pada lokasi pengembangan (tidak terpencar), agar memenuhi skala ekonomi dalam penyediaan infrastruktur dan distribusi input serta efisiensi pelayanan informasi pasar dan teknologi. Direktorat Jenderal Perkebunan mendukung pengembangan kawasan melalui kebijakan-kebijakan yang diarahkan menuju tercapainya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan berkelanjutan. Kebijakan pengembangan kawasan menawarkan upaya pembangunan perkebunan yang lebih efektif dan komprehensif. Kebijakan tersebut memerlukan kerjasama yang erat antara Pemerintah Pusat dan Daerah, swasta serta masyarakat pekebun khususnya. Kebijakan pengembangan kawasan ini memungkinkan bagi pemangku kebijakan Pusat dan Daerah untuk membangun kekuatan, baik aspek kepakaran stakeholder maupun aspek infrastruktur yang sesuai serta aspek yang terkait dengan potensi sumber daya alam, manusia, teknologi, modal dan ekonomi, yang akan membawa kemajuan nyata bagi pembangunan perkebunan di wilayah tersebut.

Upload: ngoque

Post on 03-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tantangan pembangunan pertanian kedepan adalah pemenuhan kebutuhan

pangan, penyediaan bahan baku industri dan peningkatan ekspor komoditas pertanian

strategis dan komoditas unggulan lainnya. Dalam rangka peningkatan produksi

pertanian komoditas strategis dan unggulan nasional tersebut, pembangunan pertanian

yang berskala ekonomi harus dilakukan melalui perencanaan wilayah di bidang

pertanian secara komprehensif dan terpadu, sehingga diperlukan kebijakan

pembangunan pertanian yang sejalan dengan prinsip-prinsip pengembangan wilayah

yang oleh Kementerian Pertanian dilakukan melalui kebijakan dan pendekatan

pengembangan kawasan pertanian.

Pendekatan kawasan pertanian ini dimaksudkan untuk mengutuhkan kegiatan

usahatani mulai dari sub sistem hulu, on farm dan hilir. Pelaksanaan program dan

kegiatan pembangunan pertanian yang berbasis kawasan dalam implementasinya harus

fokus pada komoditas unggulan nasional dan fokus pada lokasi pengembangan (tidak

terpencar), agar memenuhi skala ekonomi dalam penyediaan infrastruktur dan distribusi

input serta efisiensi pelayanan informasi pasar dan teknologi.

Direktorat Jenderal Perkebunan mendukung pengembangan

kawasan melalui kebijakan-kebijakan yang diarahkan menuju tercapainya

peningkatan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan berkelanjutan.

Kebijakan pengembangan kawasan menawarkan upaya pembangunan perkebunan

yang lebih efektif dan komprehensif. Kebijakan tersebut memerlukan kerjasama yang

erat antara Pemerintah Pusat dan Daerah, swasta serta masyarakat pekebun khususnya.

Kebijakan pengembangan kawasan ini memungkinkan bagi pemangku kebijakan

Pusat dan Daerah untuk membangun kekuatan, baik aspek kepakaran stakeholder

maupun aspek infrastruktur yang sesuai serta aspek yang terkait dengan potensi sumber

daya alam, manusia, teknologi, modal dan ekonomi, yang akan membawa kemajuan

nyata bagi pembangunan perkebunan di wilayah tersebut.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

2

Kawasan Sentra Produksi Perkebunan merupakan suatu pendekatan

pembangunan perkebunan yang menggunakan kawasan sebagai pusat pertumbuhan dan

pengembangan usaha perkebunan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan

teknologi, serta memperhatikan dimensi ruang, waktu, skala usaha dan pengelolaannya

yang diselenggarakan dengan asas kebersamaan ekonomi untuk kesejahteraan

masyarakat/pekebun dan pelaku usaha lainnya yang selaras, berkeadilan, dan menjamin

pemantapan usaha yang harmonis serta berkesinambungan.

Peran strategis sub sektor perkebunan yang multi dimensi sebagaimana

dijabarkan dalam UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, apabila dikelola

dengan optimal akan dapat mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunan

pertanian. Pendekatan kawasan melalui pengelolaan secara terpadu, menyeluruh

dan berkelanjutan dari sub sektor perkebunan diharapkan mampu berkontribusi

mewujudkan sasaran pembangunan pertanian untuk kurun waktu lima tahun kedepan.

Arah pengembangan kawasan berbasis komoditas perkebunan kedepan

sesuai dengan tahapan pengembangan kawasan yaitu : (1) tahap inisiasi pada kawasan

yang belum berkembang; (2) tahap penumbuhan pada kawasan yang belum

berkembang; (3) tahap pengembangan kawasan; (4) tahap pemantapan kawasan; dan

(5) tahap integrasi antar kawasan. Jenis kegiatan pada masing-masing tahap

berbeda-beda tergantung pada tingkat keterkaitan antar perkebunan, kekuatan

subsistem agribisnis yang ada (hulu, produksi, hilir dan penunjang), maupun kualitas

SDM dan aplikasi teknologi yang telah dilakukan.

Perencanaan pembangunan perkebunan dengan pendekatan komoditas

unggulan menekankan motor penggerak pembangunan suatu daerah pada komoditas-

komoditas yang dinilai bisa menjadi unggulan baik di tingkat domestik maupun

internasional. Penentuan komoditas unggulan perkebunan merupakan langkah awal

menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih

keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi

perdagangan.

Desain pengembangan kawasan berbasis komoditas perkebunan

membutuhkan keseimbangan antara beberapa aspek pengembangan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

3

diantaranya ketersediaan SDM, potensi SDA, akses permodalan, kebutuhan

terhadap sarana fisik dan teknologi, dukungan infrastruktur dan komitmen dari

pemangku kebijakan baik di pusat maupun di daerah.

Dalam pengembangan kawasan menggunakan pedekatan yang sejalan dengan

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana yang diamanatkan dan

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2014, yaitu pendekatan politik, teknokratis,

keterpaduan top down policy-bottom up planning; dan partisipatif.

Untuk mendukung pengembangan kawasan perkebunan diperlukan

perencanaan pengembangan kawasan komoditas unggulan dilakukan melalui

pendekatan top-down policy, yaitu sejalan dengan arah kebijakan pembangunan

pertanian nasional dan bottom-up planing, sesuai dengan kebutuhan masyarakat/petani.

Proses perencanaan pengembangan kawasan membutuhkan keterpaduan program antar

Eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan lintas sektor.

Pendekatan pengembangan kawasan pertanian, strategi dan kebijakan

pendukungnya serta langkah-langkah implementasinya telah dituangkan dalam

Peraturan Menteri Pertanian No 50 tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan

Kawasan Pertanian yang dalam proses revisi. Peraturan Menteri Pertanian No 50 tahun

2012 sebagai rencana induk (grand design) pengembangan kawasan pertanian dan

sebagai Implementasinya daerah diwajibkan untuk menyusun Masterplan di tingkat

provinsi dan action plan di tingkat kabupaten. Strategi umum dan langkah-langkah

pengembangan kawasan pertanian melalui (1) penguatan perencanaan, (2) penguatan

kerjasama dan kemitraan, (3) penguatan sarana prasarana, (4) penguatan sumberdaya

manusia, (5) penguatan kelembagaan, (6) percepatan adopsi teknologi bioindustri dan

bioenergi, Pembangunan perkebunan di DIY Tahun 2017 diarahkan menggunakan

pendekatan wilayah, yaitu fokus pada pengembangan kawasan berbasis komoditas

unggulan (cluster) dengan harapan suatu kawasan dapat digarap secara utuh, terpadu

dari hulu sampai hilir, multiyears/berkelanjutan, sinergi antara stakehoder, berskala

ekonomi dan berorientasi bisnis.

Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY telah melakukan upaya-upaya untuk

mendorong kelangsungan agribisnis perkebunan yang berdaya saing dan berkelanjutan

dengan memperkuat di hulu dan mendorong pengembangan di hilir, sehingga kegiatan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

4

on-farm maupun off-farm terus berkembang. Agribisnis perkebunan yang berdaya saing

dan berkelanjutan di Daerah Istimewa Yogyakarta diwujudkan dengan dicapainya

peningkatan produksi, produktifitas dan mutu produk yang dihasilkan, serta pengolahan

dan pemasaran hasil yang memadai. Penerapan agribisnis ini dilaksanakan dengan

memenuhi tingkat intensifikasi usahatani yang lebih produktif, meningkatkan

kemampuan petani dan kelembagaan petani, memanfaatkan teknologi tepat guna dalam

pengolahan produk, melakukan penyebarluasan informasi pasar melalui media cetak

maupun elektronika untuk meningkatkan layanan informasi agribisnis perkebunan serta

melakukan promosi/pameran untuk meningkatkan peluang/prospek pasar produk

unggulan lokal perkebunan.

Dalam pengembangan kawasan berbasis komoditas unggulan yang terpadu dari

hulu sampai hilir, kegiatan sub sektor perkebunan di DIY terpadu mulai dari budidaya,

sarana prasarana, kelembagaan, pengendalian OPT sampai pengolahan dan

pemasarannya. Kegiatan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan serta Prasarana

dan Sarana Pertanian yang diusulkan menyatu di sentra produksi bahan bakunya

sehingga kegiatan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan yang diusulkan bahan

bakunya ada di kawasan tersebut begitu juga untuk kegiatan Prasarana dan Sarana

Pertanian yang diusulkan akan mendukung pengembangan kawasan berbasis komoditas

unggulan baik dari aspek lahan, aspek air, aspek pupuk&pestisida maupun aspek

pembiayaan. Usaha pengolahan yang berbasis klaster diharapkan dapat menunjukkan

kemampuannya secara berkesinambungan untuk mampu menembus pasar lokal,

regional, nasional maupun internasional, menghasilkan nilai tambah yang memadai,

mampu menyerap tenaga kerja dan responsif terhadap pemanfaatan inovasi teknologi.

Sesuai dengan amanat Permentan Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Pedoman

Pengembangan Kawasan Pertanian. Menteri Pertanian telah menetapkan Kawasan

Pertanian Nasional untuk pengembangan 40 komoditas unggulan nasional di

Kabupaten/Kota yang selanjutnya penetapan kawasan pertanian nasional tersebut

khususnya kawasan perkebunan ditetapkan melalui Kepmentan Nomor 46 Tahun 2015

tentang Penetapan Kawasan Perkebunan Nasional di 24 Provinsi, 782 Kabupaten/ Kota

untuk komoditas tebu, kelapa sawit, kakako, karet, kopi, kelapa, teh, lada, cengkeh,

pala, dan jambu mete yang dalam proses revisi. Sehubungan dengan Revisi Kepmentan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

5

46/2015, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta mengajukan

Usulan Calon Lokasi Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Perkebunan :

1. Kabupaten Gunungkidul : Tebu, Kakao, Kelapa

2. Kabupaten Kulonprogo : Tebu, Kakao, Kelapa, Teh

3. Kabupaten Bantul : Tebu, Kelapa, Kakao

4. Kabupaten Sleman : Tebu, Kelapa, Kopi

Usulan calon lokasi pengembangan kawasan perkebunan di Daerah Istimewa

Yogyakarta mengacu pada RPJMN dan Renstra Kementan Tahun 2015 – 2019,

Roadmap dan Penetapan Klaster Sentra Produksi Komoditas Unggulan Perkebunan

Jangka Pendek dan Jangka Menengah DIY Tahun 2015 – 2019, Roadmap

Pengembangan Tebu DIY dalam rangka mendukung program swasembasda gula

nasional, Masterplan Agrowisata serta Review Renstra Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012 – 2017.

Dalam penentuan kawasan berbasis komoditas unggulan tersebut telah

mempertimbangkan aspek teknis berupa (1) aspek teknis agronomis, yaitu (a) kondisi

potensi lokasi pengembangan berupa kondisi lahan (sumber daya alam): kecocokan

agroklimat dengan komoditas yang dikembangkan, luas areal, iklim, topografi, vegetasi,

dan pilihan komoditas, (b) kondisi sarana produksi: ketersediaan benih bermutu, pupuk,

pestisida, peralatan, mesin dan jalan pada lahan perkebunan; (2) Aspek teknis industri,

yaitu ketersediaan bahan baku; (3) Aspek ekonomis, yaitu : (a) analisis kelayakan usaha,

(b) analisis kelayakan skala ekonomi, (c) analisis dampak keberadaan kawasan sentra

produksi perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi mencakup analisis sumbangan

kawasan sentra produksi perkebunan terhadap pendapatan asli daerah, (d) analisis pasar;

(3) Aspek social/kelembagaan, yaitu kawasan sentra produksi perkebunan harus dapat

diterima dan dirasakan manfaatnya oleh para pelaku usaha perkebunan khususnya dan

masyarakat luas pada umumnya; (4) Aspek ekologis : kelayakan aspek

ekologi/lingkungan dalam kawasan sentra produksi perkebunan harus memperhatikan

aspek kelestarian lingkungan/ekologi secara berkelanjutan; (5) Aspek dukungan sarana,

prasarana dan lahan : (a) ketersediaan dan kapasitas sarana dan prasarana yang meliputi

unit pengolahan hasil, jalan/angkutan, irigasi, lembaga pembiayaan, (b) ketersediaan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

6

dan kesesuaian lahan yang mencakup pencadangan lahan dan potensi ketersediaan lahan

untuk kegiatan dan pengembangan budidaya tanaman.

Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY telah memiliki Roadmap dan Penetapan

Klaster Sentra Produksi Komoditas Unggulan Perkebunan Jangka Pendek dan Jangka

Menengah DIY Tahun 2015 – 2019, yang merupakan peta jalan tentang langkah-

langkah strategis dan operasional pengembangan sektor/lembaga/komoditas yang

dilakukan secara bertahap untuk mencapai sasaran dan kondisi ke depan yang

diinginkan sehingga dapat memandu perencana pembangunan pertanian untuk

menetapkan komoditas unggulan pertanian yang berdaya saing, dapat memacu

pertumbuhan wilayah serta dapat mensejahterakan pelaku usaha, terutama masyarakat

petani. Dalam Roadmap telah ditetapkan kluster-kluster komoditas unggulan

perkebunan, yaitu Kulonprogo (Kelapa, Kakao, Teh, Kopi, dan Cengkeh, Bantul

(Kelapa, Kakao dan Mete), GunungKidul (Kelapa, Kakao, dan Mete), Sleman (Kelapa,

Kakaodan Kopi). Serta ditetapkannya kluster pengembangan agrowisata di Kecamatan

Kalibawang, Samigaluh dan Girimulyo yang merupakan integrasi lintas sektor, yaitu

Kluster I (Kelapa, kopi, durian menoreh), kluster II (teh, kakao, kopi, cengkeh, bunga

krisan), kluster III (cengkeh, gula semut, salak, kambing PE). Dengan adanya dokumen

roadmap tersebut diharapkan dapat menjadi data dukung dalam penyusunan masterplan

pengembangan kawasan perkebunan.

Aspek dasar pengembangan kawasan terdiri dari pengembangan sarana dan

prasarana produksi, lahan, air pertanian serta prasarana pendukung. Penguatan sarana

prasarana produksi pertanian seperti benih/bibit, pupuk dan obat-obatan harus dijamin

ketersediaannya, baik dalam jumlah dan ketepatan waktu. Terkait dengan hal tersebut

diperlukan fasilitasi sarana prasarana irigasi, potensi pengairan, lahan, modal, benih,

pupuk, jaringan jalan, transportasi, ketersedian alsintan, kapasitas terpasang dan riil

pengolahan hasil, dan sarana penunjang lainnya untuk mendukung pengembangan

kawasan perkebunan.

Dengan menggunakan pendekatan wilayah, yaitu fokus pada pengembangan

kawasan berbasis komoditas unggulan (cluster) diharapkan suatu kawasan dapat digarap

secara utuh, terpadu dari hulu sampai hilir, multiyears/berkelanjutan, sinergi antara

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

7

stakehoder dan berskala ekonomi sehingga diharapkan dapat menjadi pengungkit/trigger

wilayah perkebunan nasional.

Pada skala nasional tingkat kemiskinan DIY menempati rangking 9

dibandingkan wilayah lain (diatas rerata nasional). Dengan adanya pengembangan

kawasan berbasi komoditas unggulan perkebunan diharapkan dapat menjadi triger pada

wilayah tersebut dan membantu pengentasan kemiskinan terutama pada kantong-

kantong kemiskinan DIY sesuai dengan Tema RKP DIY Tahun 2017 “ Memacu

Pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi untuk Meningkatkan Kesempatan Kerja serta

Mengurangi Kemiskinan dan Kesenjangan Antarwilayah”

B. Tujuan

Tujuan penyusunan Master Plan Pengembangan Kawasan Kakao di Daerah

Istimewa Yogyakarta :

1. Sebagai acuan bagi provinsi dalam merancang bangun strategi dan kebijakan serta

merumuskan indikasi program dan kegiatan pengembangan kawasan komoditas

unggulan secara terarah dan terfokus di tingkat kabupaten.

2. Sebagai rujukan bagi kabupaten untuk menyusun action plan pengembangan

kawasan kakao dengan menjabarkan indikasi program dan kegiatan ke dalam

rencana yang lebih operasional.

3. Sebagai bahan evaluasi implementasi strategi dan kebijakan pengembangan

kawasan kakao apakah sudah sesuai dengan tujuan yang direncanakan, termasuk

kebutuhan alokasi dana yang diperlukan.

4. Sebagai acuan bagi para pengambil keputusan di pusat dan daerah dalam

menetapkan kebijakan yang terkait dengan pengembangan komoditas pertanian

strategis dan unggulan nasional secara komprehensif dan terpadu dari aspek hulu,

hilir maupun aspek penunjangnya dalam rangka mewujudkan sinergitas dan

pengutuhan pembangunan pertanian yang berbasis kawasan;

5. Mendorong sinergitas perumusan dan implementasi kebijakan nasional dan daerah

dalam pengembangan komoditas strategis dan komoditas unggulan pertanian sesuai

dengan kondisi agroekosistem di setiap wilayah guna mendukung tercapainya 4

target sukses Kementerian Pertanian;

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

8

6. Memadukan serangkaian program dan kegiatan pertanian menjadi suatu kesatuan

yang utuh baik dalam perspektif sistem maupun kewilayahan, sehingga dapat

mendorong peningkatan daya saing komoditas, wilayah serta kesejahteraan petani

sebagai pelaku usaha tani.

7. Meningkatkan kapasitas perencana dan perencanaan dalam pengembangan

komoditas strategis dan unggulan nasional yang berbasis kinerja, berorientasi hasil

dan berkerangka pengeluaran jangka menengah guna mendukung tercapainya tujuan

pembangunan yang berdimensi kewilayahan.

C. Hasil Yang Diharapkan

1. Unit – unit usaha .dan komoditas yang berada dalam suatu kesatuan wilayah/

kawasan memiliki tingkat pertumbuhan, efisiensi dan daya saing yang lebih tinggi

jika dibantingkan dengan yang berada di luar kawasan dan terpencar-pencar.

2. Meningkatnya produksi, produktivitas, dan mutu komoditas unggulan yang

dikembangkan

3. Meningkatnya aktivitas pasca panen panen dan kualitas produk kakao

4. Meningkatnya aktivitas pengolahan dan nilai tambah produk kakao

5. Meningkatnya jaringan pemasaran komoditas kakao

6. Meningkatnya pendapatan pelaku usaha komoditas kakao

7. Meningkatnya jaringan pemasaran komoditas kakao

8. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja dan kesempatan berusaha

9. Meningkatnya aksesibilitas terhadap sumber pembiayaan, teknologi dan informasi

D. Dasar Hukum

1. Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman

(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3478).

2. Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Perkebunan (Lembaran Negara

Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4411).

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.(Lembaran

Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437).

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

9

4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4438).

5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional.

6. Undang – Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Perkebunan.

7. Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (Lembaran

Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725)

8. Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

Antara Pemerintah, Pemerintah Derah Provinsi, dan Pemerintah Derah Kabupaten/

Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, tambahan Lembaran Negara Nomor

4737).

9. Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 5068)

10.Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wlayah

Nasional (Lembaran Negara tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 4833)

11.Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41/ Permentan/OT.140/9/2009 Tentang Kriteria

Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian

12.Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/OT.140/8/2012 tentang Pedoman

Pengembangan Kawasan Pertanian.

13.Keputusan Menteri Pertanian Nomor 46/Kpts/PD.120/1/2015 tentang Penetapan

Kawasan Perkebunan Nasional

14.Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 40 Tahun 2008 tentang

Rincian Tugas dan Fungsi Dinas dan Unit Pelaksana Teknis pada Dinas Kehutanan

dan Perkebunan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

15.Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Organisasi

dan Tatakerja Dinas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

10

E. Peristilahan

1. Komoditas unggulan adalah komoditas yang memiliki ciri dan karakteristik tertentu

tertentu yang terkait dengan kemampuan komoditas tersebut bersaing secara

komparatif maupun kompetitif baik secara internasional, nasional, wilayah maupun

spesifik lokal. Ciri komoditas unggulan : (1) mampu menjadi penggerak utama

(prime mover) pembangunan yang artinya mempunyai kontribusi yang menjanjikan

pada peningkatan produksi dan pendapatan, (2) memiliki keterkaitan ke depan yang

kuat, baik secara komoditas unggulan maupun komoditas lainnya, (3) mampu

bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain dipasar nasional baik dalam harga

produk, biaya produksi, kualitas, pelayanan, maupun aspek-aspek lainnya, memiliki

keterkaitan dengan daerah lain baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasok

bahan baku, (4) mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai

dengan skala produksinya.

2. Wilayah adalah area geografis dengan penciri tertentu yang merupakan media bagi

segala sesuatu untuk berlokasi dan berintegrasi. Perwilayahan pertanian diarahkan

untuk mendefinisikan, memetakan, merencanakan dan mengembangkan pertanian

yang menguntungkan (secara ekonomi dan sosial) baik bagi rumah tangga petani,

masyarakat dan wilayah yang bersangkutan dengan tetap memperhatikan

kemampuan dan fungsi sumberdaya alam dan lingkungan.

3. Kawasan pengembangan komoditas unggulan merupakan suatu area yang

dikembangkan untuk satu atau gabungan komoditas unggulan yang memenuhi ciri

penggunaan lahan yang memberikan pendapatan tertinggi (kepuasan tertinggi secara

ekonomi dan sosial) bagi rumah tangga petani, masyarakat dan wilayah yang

bersangkutan tanpa mengorbankan fungsi sistem sumber daya alam dan lingkungan

sebagai pendukung sistem pertanian wilayah tersebut.

4. Kawasan pertanian adalah gabungan dari sentra – sentra pertanian yang terkait

secara fungsionakl baik dalam faktor sumber daya alam, sosial budaya, maupun

infratrtuktur, sedemikian rupa sehingga memenuhi batasan luasan minimal skala

ekonomi dan evektivitas manajemen pembangunan wilayah.

5. Sentra produksi komoditas unggulan adalah suatu luasan areal tanaman yang

merupakan komoditas unggulan sejenis dan memenuhi batasan luasan atau populasi

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

11

minimal skala efisiensi pengusahaan mulai dari pra produksi, produksi, pengolahan

dan pemasaran.

6. Kawasan perkebunan atau kawasan pengembangan perkebunan adalah wilayah

pembangunan perkebunan sebagai pusat pertumbuhan dan pengembangan dan usaha

agribisnis perkebunan yang berkelanjutan. Kawasan tersebut disatukan oleh faktor

alamiah, kegiatan ekonomi, sosial budaya dan berbagai infrastruktur, serta dibatasi

oleh agroekosistem yang sama sehingga mencapai skala ekonomi dan efektivitas

manajemen uasaha perkebunan. Kawasan perkebunan dapat berupa kawasan yang

telah ada maupun lokasi baru yang sesuai dengan persyaratan bagi masing-masing

jenis budidaya perkebunan dan lokasinya disatukan oleh agroekositem yang sama.

7. Perencanaan pengembangan kaawasan pertanian merupakan suatu bentuk penelitian

dan atau pengkajian yang dilakukan secara sistematis dari berbagai aspek atau

fakror-faktor tertentu yang ada dalam maupun yang terkait dengan pengembangan

kasawan pertanian.

8. Master Plan pengembangan kawasan pertanian adalah rancang bangun dan

instrumen perencanaan untuk menjabarkan arah kebijakan, strategi, tujuan program

dan sasaran kegiatan pengembangan komoditas unggulan pertanian nasional di

tingkat provinsi.

9. Rencana aksi (Action Plan) adalah rancang bangun dan instrumen perencanaan

untuk menjabarkan secara lebih operasional Master Plan yang disusun. Rencana aksi

merupakan rencana detail kawasan pertanian di kabupaten/ kota yang disusun setiap

tahun dan kemudian direkap untuk jangka waktu 5 tahun.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

12

BAB II

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PENGEMBANGAN

KAWASAN PERKEBUNAN

A. Komoditas dan Calon Lokasi

Sesuai dengan amanat Permentan Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Pedoman

Pengembangan Kawasan Pertanian. Menteri Pertanian telah menetapkan Kawasan

Pertanian Nasional untuk pengembangan 40 komoditas unggulan nasional di

Kabupaten/Kota yang selanjutnya penetapan kawasan pertanian nasional tersebut,

khususnya kawasan perkebunan ditetapkan melalui Kepmentan Nomor 46 Tahun 2015

tentang Penetapan Kawasan Perkebunan Nasional di 24 Provinsi, 782 Kabupaten/ Kota

untuk komoditas tebu, kelapa sawit, kakako, karet, kopi, kelapa, teh, lada, cengkeh,

pala, dan jambu mete. Sehubungan dengan Revisi Kepmentan 46/2015, sesuai Surat

Sekretaris Direktur Jenderal Perkebunan Nomor : B-4762/RC.040/E.1/5/2016 Perihal

Usulan Calon Lokasi Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Perkebunan (Revisi

Kepmentan 46/2015) Tanggal 2 Mei 2016, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah

Istimewa Yogyakarta mengajukan usulan calon lokasi pengembangan kawasan berbasis

komoditas perkebunan di Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi :

1. Kabupaten Gunungkidul : Tebu, Kakao, Kelapa

2. Kabupaten Kulonprogo : Tebu, Kakao, Kelapa, Teh

3. Kabupaten Bantul : Tebu, Kelapa, Kakao

4. Kabupaten Sleman : Tebu, Kelapa, Kopi

Usulan calon lokasi pengembangan kawasan berbasis komoditas perkebunan di

Daerah Istimewa Yogyakarta memperhatikan :

1. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Pedoman

Pengembangan Kawasan Pertanian.

2. RPJMN Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019 dalam rangka mendukung

peningkatan ketahanan pangan pokok (padi, jagung, kedelai, gula, daging, bawang

merah dan cabe), pengembangan komoditas ekspor dan komoditas subtitusi impor,

pengembangan bioindustri dan bioenergi, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan

petani.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

13

3. Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019 yang memprioritaskan alokasi

untuk program aksi Nawacita, dengan fokus pengembangan komoditas strategis Padi,

Jagung, Kedelai, Tebu, Sapi, Bawang Merah, Cabai serta Komoditas strategis

berorientasi ekspor : kelapa sawit, kopi, kakao, karet.

4. RPJMD Daerah Istimewa Yogyakarta menuju DIY yang berdaulat pangan, sesuai

Semangat UU No 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan DIY, Arahan Kebijakan

dlm “Yogyakarta Menyongsong Peradaban Baru 2012-2017 yaitu menguatkan

perekonomian daerah dengan semangat kerakyatan, inovatif, kreatif, berdaya saing

pariwisata untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah yg berkualitas &

berkeadilan melalui Penguatan Ekonomi Lokal & Modal Sosial, Pengembangan

Ekonomi Kerakyatan berbasis Agraris, Maritim, & Niaga.

5. Renstra Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY Tahun 2012 – 2017 dengan sasaran

terwujudnya agribisnis perkebunan yang produktif, bernilai tambah dan berdaya

saing melalui pengembangan komoditas unggulan berbasis kawasan secara terpadu

dari on farm sampai off farm.

6. Roadmap dan Penetapan Klaster Sentra Produksi Komoditas Unggulan Perkebunan

Jangka Pendek dan Jangka Menengah DIY Tahun 2015 – 2019 berupa penetapan

komoditas unggulan yang berdaya saing dan dapat memacu pertumbuhan wilayah

serta dapat mensejahterakan petani.

7. Roadmap Pengembangan Tebu DIY dalam rangka mendukung program

swasembasda gula nasional.

8. Masterplan Agrowisata sebagai bentuk kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat

berbasis agribisnis dan wisata, dengan penentuan Kluster di Kulonprogo pada 3

Kecamatan, yaitu Kecamatan Kalibawang, Samigaluh dan Girimulyo.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

14

2.1. KLUSTER SLEMAN

2.2.KLUSTER GUNUNGKIDUL

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

15

2.3. KLUSTER KULONPROGO

2.4 KLUSTER BANTUL

Terkait dengan penetapan kluster pengembangan komoditas unggulan

tersebut, maka di DIY akan dikembangkan kawasan perkebunan kakao dengan mengacu

pada Permentan No 50 Tahun 2012 sebagai Grand Design dan akan dijabarkan ke

dalam Masterplan Pengembangan Kawasan Kakao. Hal ini didasarkan pada :

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

16

1. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan di DIY,

2. Pengembangan Model Desa Kakao merupakan salah satu program strategis Gubernur

Daerah Istimewa Yogyakarta

3. Memenuhi amanat Permentan No 67 Tahun 2014.

Sesuai Roadmap dan Penetapan Klaster Sentra Produksi Komoditas

Unggulan Perkebunan Jangka Pendek dan Jangka Menengah DIY Tahun 2015 – 2019 di

DIY telah ditetapkan lokasi pengembangan kakao :

a. Branding Kakao Purba Gunungkidul : Klaster Kakao di Kec Karangmojo, Patuk,

Playen, Ponjong, dan Nglipar.

b. Branding Kakao Menoreh Kulonprogo : Klaster Kakao di Kec. Kalibawang (Desa

Kakao).

c. Branding Kakao Sleman : Klaster Kakao di Kec. Prambanan, Cangkringan dan

Pakem

d. Branding Kakao Bantul : Klaster Kakao di Kec. Dlingo dan Piyungan

Dengan menggunakan pendekatan wilayah, yaitu fokus pada pengembangan

kawasan berbasis komoditas unggulan (cluster) diharapkan suatu kawasan dapat digarap

secara utuh, terpadu dari hulu sampai hilir, multiyears/berkelanjutan, sinergi antara

stakehoder dan berskala ekonomi sehingga diharapkan dapat menjadi pengungkit/trigger

wilayah perkebunan nasional.

B. Visi Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota

Visi Kementerian Pertanian :

“Terwujudnya kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani”

Visi Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta :

“ Daerah Istimewa Yogyakarta Yang Lebih Berkarakter, Berbudaya, Maju, Mandiri

dan Sejahtera Menyongsong Peradaban Baru “

Visi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta :

“ Terwujudnya hutan lestari dan agribisnis perkebunan berkelanjutan”

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

17

Visi Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul :

“ Gunungkidul yang berdaya saing, maju, mandiri dan sejahtera Tahun 2025”

Visi Pemerintah Daerah Kabupaten Kulonprogo :

“Terwujudnya Kabupaten Kulon Progo yang sehat, mandiri, berprestasi, adil, aman

dan sejahtera berdasarkan iman dan taqwa"

Visi Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman :

“Terwujudnya Masyarakat Sleman yang lebih sejahtera, mandiri, berbudaya dan

terintegrasikannya sistem e-government menuju smart regency (kabupaten cerdas) pada

tahun 2021"

Visi Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul :

“Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bantul yang sehat, cerdas dan sejahtera,

berdasarkan nilai-nilai keagamaan, kemanusiaan, dan kebangsaan dalam wadah

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)"

C. Misi Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten

Misi Kementerian Pertanian :

1. Mewujudkan ketahanana pangan dan gizi.

2. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas pertanian.

3. Mewujudkan kesejahteraan petani.

4. Mewujudkan kementerian pertanian yang transparan, akuntabel, profesional, dan

berintegritas tinggi.

Misi Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta :

Menguatkan perekonomian daerah yang didukung dengan semangat kerakyatan inovatif

dan kreatif

Misi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta :

1. Mewujudkan tata kelola hutan lestari.

2. Mewujudkan agribisnis perkebunan berkelanjutan dan berdaya saing.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

18

Misi Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul :

1. Mewujudkan pemerintahan daerah yang baik dan bersih.

2. Mewujudkan pemantapan sistem dan kelembagaan serta peningkatan kualitas

sumber daya manusia.

3. Mewujudkan pemantapan sistem dan kelembagaan perekonomian.

4. Mewujudkan peningkatan kemampuan keuangan daerah.

5. Mewujudkan penyediaan parasarana sarana dasar yang memadai; dan

6. Mewujudkan pendayagunaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

Misi Pemerintah Daerah Kabupaten Kulonprogo :

1. Mewujudkan sumberdaya manusia berkualitas tinggi dan berakhlak mulia melalui

peningkatan kemandirian, kompetensi, keterampilan, etos kerja, tingkat pendidikan,

tingkat kesehatan dan kualitas keagamaan.

2. Mewujudkan peningkatan kapasitas kelembagaan dan aparatur pemerintahan yang

berorientasi pada prinsip-prinsip clean government dan good governance.

3. Mewujudkan kemandirian ekonomi daerah yang berbasis pada pertanian dalam arti

luas, industri dan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan bertumpu pada

pemberdayaan masyarakat.

4. Meningkatkan pelayanan infrastruktur wilayah.

5. Mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara optimal dan

berkelanjutan.

6. Mewujudkan ketentraman dan ketertiban melalui kepastian, perlindungan dan

penegakan hukum.

Misi Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman :

1. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui peningkatan kualitas

birokrasi yang responsif dan penerapan e-govt yang terintegrasi dalam memberikan

pelayanan bagi masyarakat.

2. Meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang berkualitas dan

menjangkau bagi semua lapisan masyarakat.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

19

3. Meningkatkan penguatan sistem ekonomi kerakyatan, aksesibikitas dan

kemampuan ekonomi rakyat, serta penanggulangan kemiskinan..

4. Memantapkan dan meningkatkan kualitas pengelolaan sumberdaya alam, penataan

ruang, lingkungan hidup dan kenyamanan.

5. Meningkatkan kualitas budaya masyarakat dan kesetaraan gender yang

proporsional.

Misi Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul :

1. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik, efektif, efisien dan bebas dari

KKN melalui percepatan reformasi birokrasi.

2. Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah menuju tata kelola pemerintahan yang

empatik.

3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang sehat, cerdas, terampil dan

berkepribadian luhur.

4. Mewujudkan kesejahteraan masyarakat difokuskan pada percepatan pengembangan

perekonomian rakyat dan pengentasan kemiskinan.

5. Meningkatkan kapasitas dan kualitas sarana prasarana umum, pemanfaatan

sumberdaya alam dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dan

pengelolaan resiko bencana.

6. Meningkatkan tata kehidupan masyarakat Bantul yang agamis, nasionalis, aman,

progresif dan harmonis serta berbudaya istimewa.

D. Tujuan Pengembangan Komoditas dan Kawasan Pertanian

Tujuan Pengembangan Komoditas Komoditas dan Kawasan Pertanian adalah :

1. Membangun masyarakat perdesaan beserta sarana dan prasarana pendukungnya.

2. Mendorong terciptanya efisiensi produksi.

3. Meningkatkan kontinuitas dan kualitas produksi untuk pemenuhan kebutuhan

konsumsi, industri pengolahan dan konsumsi dalam negeri dan ekspor.

4. Meningkatkan kesempatan kerja, kesempatan usaha dan perdagangan komoditas dan

wilayah.

5. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang relatif tingggi secara berkelanjutan.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

20

6. Mengurangi tingkat kemiskinan melalui peningkatan pendapatan petani dan

masyarakat pedesaan.

7. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

8. Mendorong pemanfaatan ruang yang efisien dan berkelanjutan.

9. endorong terciptanya efektivitas dan efisiensi pengalokasian anggaran

pembangunan.

E. Sasaran Pengembangan Komoditas dan Kawasan Pertanian

Sasaran pengembangan Komoditas dan Kawasan pertanian adalah

1. Terjaminnya dukungan perencanaan wilayah dalam penyelenggaraan program dan

kegiatan pembangunan pertanian yang terkait dengan pencapaian target dan

perlindungan lahan berkelanjutan bagi komoditas strategis nasional guna

mewujudkan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor

serta peningkatan kesejahteraan petani;

2. Terumuskannya instrumen untuk mendukung perencanaan wilayah bagi Kepala

Daerah dalam menetapkan kebijakan operasional dalam merencanakan dan

mengimplementasikan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Provinsi dan

Kabupaten/Kota; dan

3. Terumuskannya bahan koordinasi lintas sektoral dan lintas jenjang pemerintahan

dalam meningkatkan daya saing wilayah dan komoditas strategis dan komoditas

unggulan pertanian nasional.

F. Indikator Pengembangan Kawasan Pertanian

1. Tersusunnya Master Plan dan Rencana Aksi pengembangan kawasan pertanian

secara komprehensif di daerah.

2. Adanya kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan kawasan pertanian di

daerah.

3. Tersedianya alokasi anggaran non APBN Kementan/ APBD yang mendukung

pengembangan kawasan pertanian secara berkelanjutan (multy years).

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

21

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka Pengembangan Komoditas Unggulan dan Kawasan

Perkebunan

Kondisi topografi di Indonesia mempunyai strata topografi yang paling

lengkap mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Di setiap daerah pada

umumnya mempunyai komoditas unggulan yang mempunyai citarasa khusus

dibandingkan dengan komoditas serupa di daerah lainnya, sehingga jika komoditas

tersebut dikembangkan secara optimal akan mempunyai tingkat produksi dan nilai jual

yang cukup tinggi bsgi kesejahteraan petani. Dengan begitu, strategi pembangunan

pertanian kedepan dalam rangka mendukung revitalisasi pertanian, ditekankan

diintensifkan dan difokuskan kepada kualitas komoditas unggulan tersebut baik pada

penerapan teknologi produksi, teknologi pascapanen, efisiensi biaya produksi sampai

dengan pemasaran. Pemberdayaan petani di pedesaaan perlu juga dilakukan dengan

fokus optimalisasi komoditas unggulan daerah bertujuan terwujudnya sektor pertanian

nasional yang tangguh dan mampu bersaing dalam era pasar bebas.

Berkaitan dengan hal tersebut, perencanaan pembangunan perkebunan dengan

pendekatan komoditas unggulan menekankan motor penggerak pembangunan suatu

daerah pada komoditas-komoditas yang dinilai bisa menjadi unggulan baik di tingkat

domestik maupun internasional. Penentuan komoditas unggulan merupakan langkah

awal menuju pembangunan perkebunan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk

meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi

perdagangan. Ada beberapa kriteria mengenai penentuan komoditas unggulan nasional

perkebunan, diantaranya :

1. Komoditas unggulan perkebunan harus mampu menjadi penggerak utama

pembangunan perekonomian, yaitu dapat memberikan kontribusi yang signifikan

baik pada peningkatan produksi, pendapatan maupun pengeluaran.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

22

2. Komoditas unggulan perkebunan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang

yang kuat baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas-komoditas lainnya

lingkup pertanian.

3. Komoditas unggulan perkebunan mampu bersaing dengan produk sejenis dari

wilayah lain di pasar nasional maupun internasional baik dalam harga produk, biaya

produksi, kualitas pelayanan maupun aspek-aspek lainnya.

4. Komoditas unggulan perkebunan di suatu daerah memiliki keterkaitan dengan daerah

lain baik dalam hal pasar maupun pasokan bahan baku.

5. Komoditas unggulan perkebunan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara

optimal sesuai dengan skala produksinya

6. Komoditas unggulan perkebunan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, mulai

dari fase kelahiran, inisiasi, pertumbuhan, puncak hingga penurunan.

7. Komoditas unggulan perkebunan lebih stabil terhadap gejolak eksternal dan internal

8. Pengembangan komoditas unggulan perkebunan berorientasi psda kelestarian

sumberdaya alam dan lingkungan.

Komoditas unggulan perkebunan juga dapat ditinjau dari sisi penawaran dan

permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan perkebunan dicirikan oleh

superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial

ekonomi petani di suatu wilayah. Sementara dari sisi permintaan komoditas unggulan

perkebunan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar, baik pasar domestik maupun

internasional. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa komoditas unggulan

perkebunan merupakan komoditas yang memiliki nilai strategis berdasarkan

pertimbangan fisik (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial, ekonomi dan kelembagaan

(penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur dan kondisi

soisal budaya) untuk dikembangakn di suatu wilayah dan di lahan perkebunan.

Berkaitan dengan aspek komoditas, komoditi perkebunan terdiri atas 127 jenis

tanaman, berupa tanaman tahunan dan tanaman semusim dengan areal sebaran mulai

dataran rendash sampai dataran tinggi, hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri

Pertanian nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006 tentang jenis komoditi tanaman binaan

Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat

Jenderal Hortikultura serta Keputusan Menteri Pertanian nomor

3399/Kpts/PD.310/10/2009 tentang perubahan lampiran I dari Keputusan Menteri

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

23

Pertanian nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006. Dari 127 komoditas binaan Direktorat

Jenderal Perkebunan, prioritas penanganan untuk difasilitasi dan dikembangkan sesuai

dengan arah dan kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan dalam revisi Renstra Ditjen.

Perkebunan 2015 – 2019 pengembangan komoditas perkebunan yang terdiri dari 2

kelompok komoditas, yaitu 10 kelompok strategis yang menjadi unggulan nasional

perkebunan (tebu, kelapa sawit, karet, kelapa, kakao, kopi, teh, pala, lada dan cengkeh)

dan 6 komoditas perkebunan lainnya yang diarahkan pada pemenuhan Standar

Pelayanan Minimal (SPM) seperti kemiri, jambu mete, kemiri sunan, sagu, nilam, kapas

dan tembakau.

Untuk itu, dalam rangka pengembangan komoditas unggulan nasional

perkebunan, Kementerian Pertanian secara intensif telah melakukan berbagai langkah

strategis dengan mengidentifikasi dan mengembangkan potensi komoditas unggulan

tersebut di berbagai daerah di Indonesia. Langkah strategis tersebut tertera pada

Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 50/ Permentan/OT.140/8/2012 tentang

Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian dan Keputusan Menteri Pertanian

(Kepmentan) nomor 46/Kpts/PD.300/1/2015 tentang Penetapan Kawasan Perkebunan

Nasional.

Arahan dan kebijakan dari Permentan Nomor 50 tahun 2012 terkait

pengembangan komoditas pertanian dalam ruang lingkup kawasan antara lain :

1. Menteri Pertanian memfasilitasi kawasan pertanian bagi pengembangan 40

komoditas unggulan nasional di kabupaten/ kota dengan mengembangkan potensi

yang ada, melanjutkan dari kondisi saat ini, pengutuhan kegiatan, menyediakan

sarana dan prasarana, kemudahan perijinan, pemanfaatan lahan, penyediaan data dan

informasi, promosi, penganggaran, membanguan keterpaduan secara multi years

sehingga menjadi satu kesatuan sistem pertanian industrial.

2. Gubernur dan Bupati/ walikota mensinergikan kegiatan untuk mendukung

pengembangan kawasan pertanian melalui dana APBD maupun sumber pembiayaaan

lain.

3. Provinsi dan kabupaten/ kota yang tidak termasuk dalam lokasi kawasan komoditas

unggulan nasional dapat mengalokasikan APBD dalam rangka mendukung

pencapaian swasembada pangan.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

24

4. Kawasan pertanian dibedakan menjadi kawasan pertanian nasional, kawasan

pertanian provinsi dan kawasan pertanian kab/ kota.

5. Kawasan pertanian nasional ditetapkan oleh Menteri, kawasan pertanian provinsi

ditetapkan oleh Gubernur, dan kawsan pertanian kabupaten/ kota ditetapkan oleh

Bupati/ Walikota.

6. Pengembangan kawasan pertanian harus memperhatikan rencana tata ruang wilayah,

menjamin kelestarian sumberdaya alam, fungsi lingkungan, keselamatan masyarakat

dan selaras dengan Rencana Strategis Pembangunan Daerah.

7. Kementerian Pertanian mendorong Kementerian/ Lembaga terkait untuk mendukung

pengembangan kawasan pertanian sesuai dengan tupoksinya.

8. Kementerian Pertanian bersama dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah

Kabupaten/ Kota mendorong minat investor (BUMN, BUMD, PMA, PMDN,

koperasi dan lainnya) untuk mengembangkan kawasan pertanian.

9. Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang antara lain meliputi aspek perbenihan,

penyuluhan, penelitian, infrastruktur serta pengendalian organisme pengganggu

tanaman dan penyakit hewan.

Pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan pada era otonomi

daerah menjadi tanggungjawab sepenuhnya pemerintah daerah, yang dalam hal ini

adalah di tingkat kabupaten/ kota sebagai daerah otonom, dengan demikian daerah

sebagai ujung tombak pembangunan nasional dituntut untuk dapat bersaing dalam

meningkatkan daya saing wilayahnya agar dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat, dengan mengacu pada tolok ukur kemajuan pembangunan wilayah yaitu

pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pendapatan perkapita yang merata dan tingkat

pengangguran yang rendah. Pemerintah pusat dalam hal ini hanya berfungsi sebagai

pemangku kebijakan dan regulasi dalam mendukung pengembangan kawasan berbasis

komoditi perkebunan, selain itu memiliki kewenangan dalam pengawasan dan evaluasi

kegiatan pembangunan perkebunan berbasis kawasan yang dilaksanakan di daerah.

Kriteria umum pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan adalah :

1. Kawasan eksisting atau kawasan berpotensi dari masing-masing jenis budidaya

tanaman perkebunan.

2. Jenis pengusahaan : rakyat atau besar.

3. Pengusahaan dengan skala integrasi dengan unit pengolahannya.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

25

4. Mitra dengan usaha perkebunan rakyat berkelanjutan.

5. Memiliki keterkaitan dengan pengolahan dan pemasaran hasil.

6. Dapat ditingkatkan produksi dan produktivitasnya.

7. Pengembangan pengolahan skala wilayah

8. Pengembangan kebersamaan ekonomi petani melalui pemberdayaan.

9. Arah pengembangan menuju prinsip pembangunan berkelanjutan

10.Sejalan dengan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2015 – 2019 dan Renstra

Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015 – 2019.

11.Dukungan dari Pemerintah daerah dan swadaya masyarakat.

Untuk mewujudkan pengembangan kawasan perkebunan yang berhasil maka

diperlukan strategi yang optimal. Strategi pengembangan kawasan berbasis komoditi

perkebunan adalah menempatkan komoditas perkebunan sebagai komoditas unggulan

nasional melalui pengembangan industri perkebunan yang menghasilkan produk hulu

hingga hilir serta pengembangan produk samping secara industrial. Strategi

pengembangan kawasan perlu didukung oleh kebijakan yang lebih operasional

menyangkut aspek – aspek yang menjadi kriteria pengembangan kawasan diantaranya

1) kesesuaian sumberdaya alam, 2) ketersediaan sarana dan prasarana penunjang, 3)

potensi dukungan layanan pengembangan, 4) kontribusi terhadap ekonomi wilayah, 5)

dukungan stakeholder, 6) penerimaan masyarakat, 7) potensi keberlanjutan

pengembangan kawasan.

Rekomendasi teknis pengembangan kawasan yang menjadi arah dan kebijakan

Direktorat Jenderal Perkebunan adalah memfasilitasi pengembangan komoditi unggulan

perkebunan sebagaimana telah ditetapkan dalam Kepmentan Nomor

46/Kpts/PD.300/1/2015 tentang penetapan kawasan perkebunan nasional melalui

intervensi program/ kegiatan dan penetapan regulasi yang akan menjadi dasar

pengalokasian anggaran berjalan secara terpadu, terintegrasi dan berkelanjutan. Bagi

Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/ Kota) melalui SKPD yang membidangi

perkebunan diharapkan dapat mendukung penetapan peringkat kawasan berbasis

komoditi perkebunan, salah satunya adalah dengan cara menetapkan CP/CL melalui

kelompok tani penerima manfaat yang berkinerja baik dan lokasi pengembangan dengan

potensi yang baik serta dengan menyusun rencana strategis daerah terkait

pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan. Hal lain bagi SKPD Provinsi

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

26

sesuai amanat Permentan nomor 50 Tahun 2012 adalah segera membuat Masterplan

Pengembangan Kawasan Pertanian/ Perkebunan dan SKPD Kabupaten/ Kota

menjabarkan masterplan tersebut ke dalam rencana aksi untuk setiap tahun perencanaan.

Pembangunan perkebunan saat ini dan dimasa yang akan datang menghadapi

tantangan yang cukup berat. Selain tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dan

ramah lingkungan, juga mampu memecahkan masalah kemiskinan dan pengangguran.

Keberhasilan pembangunan perkebunan di era yang penuh persaingan ini adalah

bagaimana kita dapat “mensinergikan” seluruh potensi sumberdaya yang ada untuk

mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan.

Arah kebijakan umum ditetapkan dalam rangka mendukung program

Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2015 – 2019 yaitu peningkatan produksi

komoditas perkebunan berkelanjutan, sedangkan arah kebijakan khusus adalah arah

kebijakan pembangunan perkebunan tahun 2015 – 2019 yang ditetapkan dalam rangka

mendukung pencapaian 7 sasaran strategis kementerian Pertanian tahun 2015 – 2019

baik sasaran strategis utama maupun sasaran strategis pendukung.

Sasaran Strategis Utama Ditjen. Perkebunan tahun 2015 – 2019 :

a. Pemenuhan penyediaan bahan baku tebu dalam rangka peningaktan produksi gula

nasional.

b. Peningkatan komoditas perkebunan bernilai tambah dan berorientasi ekspor dalam

mewujukn daya saing sub sektor perkebunan yang difokuskan pada pengembangan

produk segar dan olahan dari 16 komoditas unggulan perkebunan.

c. Pemenuhan penyediaan bahan baku bio energi dan pengembangan fondasi sistem

pertanian bio-industri dengan fokus pengembangan komoditas kelapa sawit baik

melalui kegiatan budidaya dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas

maupun melalui kegiatan integrasi tanaman perkebunan dengan ternak dan

tumpangsari dengan komoditas pertanian lainnya serta penyediaan benih kemiri

sunan.

Sasaran Strategis Pendukung Ditjen. Perkebunan tahun 2015 – 2019 :

a. Peningkatan kualitas sumberdaya insani perkebunan.

b. Penguatan kelembagaan pekebun dan kemitraan usaha perkebunan.

c. Akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah yang baik dengan menerapkan prinsip

keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, supremasi hukum, keadilan,

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

27

integrtas/ komitmen, kejujuran, konsistensi dan bebas KKN di lingkungan organisasi

Ditjen.Perkebunan.

d. Peningkatan pendapatan keluarga pekebun yang merupakan resultan dari pencapaian

sasaran strategis lainnya.

B. Kerangka Pemikiran Penyusunan Masterplan dan Rencana Aksi

Pedoman pengembangan kawasan pertanian (Permentan Nomor 50 Tahun

2012) merupakan Rencana Induk (Grand Design) pengembangan kawasan pertanian

nasional, mengarahkan bahwa manajemen pengeloaan kawasan dirancang untuk

dilakukan secara berjenjang, mulai pengelola di pusat, di provinsi dan di kabupaten/

kota. Dengan demikian maka kelembagaan pengelola kawasan di provinsi diarahkan

untuk menyusun Master Plan untuk setiap jenis kawasan yang ada di provinsi sebagai

upaya untuk menjabarkan arah kebijakan, strategi, tujuan, program/ kegiatan

pengembangan kawasan nasional. Adapun kelembagaan pengelola kawasan di

kabupaten/ kota diarahkan untuk menyusun rencana aksi (Action Plan) yang

merupakan penjabaran operasional dari Master Plan sebagai upaya untuk rencana yang

lebih rinci dalam kurun waktu tahun jamak (multi years).

Master Plan merupakan rancang bangun pembangunan kawasan pertanian yang

bersifat scientific atau teknokratik untuk mengarahkan pengembangan dan pembinaan

kawasan pertanian di tingkat regional provinsi, sebagai rujukan bagi kabupaten/ kota

untuk menyusun kerjasama lintas kabupaten/ kota dan rencana program dan kegiatan

operasional di tingkat kabupaten/ kota. Secara garis besar rancang bangun

pengembangan kawasan pertanian meliputi : (1) simulasi skenario arahan dan tujuan

kebijakan dan program makro-regional yang bersifat strategis atau yang bersifat sebagai

masterplan dan (2) simulasi skenario sasaran program dan kegiatan mikro lokasional

yang bersifat taktis dan operasional atau yang bersifat sebagai action plan. Action Plan

merupakan penjabaran operasional dari Master Plan sebagai upaya untuk menyusun

rencana yang lebih rinci dalam kurun waktu jamak (multi years) sekurang-kurangnya

selama 5 tahun.

Setelah tersusunnya Master Plan kawasan pertanian di tingkat provinsi

selanjutnya dijabarkan ke dalam action plan atau rencana aksi yang dilaksanakan di

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

28

tingkat kabupaten/ kota. Rencana aksi adalah suatu kegiatan penyusunan rencana

operasional yang lebih mendalam untuk melaksanakan pengembangan kawasan wilayah

pertanian sebagai acuan menyusun program dan kegiatan yang spesifik lokasi sesuai

agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi setempat.

3.1. Kerangka Pikir Penyusunan Masterplan dan Rencana Aksi

VISI PENGEMBANGAN KAWASAN

MISI PENGEMBANGAN KAWASAN

ARAH PROGRAM DAN KEGIATAN

KERANGKA

SENJANG

/ GAP

DIPANDU PERMENTAN 50/2012

SEBAGAI PEDOMAN UMUM DAN

PEDOMAN TEKNIS ESELON I

ANALISIS DALAM

PENYUSUNAN

MASTERPLAN

ANALISIS

INTI

ANALISIS POTENSI

SUMBERDAYA

ANALISIS

PERENCANAAN

PENGEMBANGAN

ANALISIS ROADMAP

DAN RENCANA AKSI

TUJUAN DAN SASARAN

OUTPUT DAN OUTCOME

KONDISI EKSISTING

SAAT INI

SASARAN

Untuk menyusun Master Plan, maka diperlukan tim kerja atau kelompok kerja

yang di dalamnya beranggotakan atau melibatkan para tenaga ahli sesuai pada bidang

kepakarannya, baik di bidang teknis, sosial dan ekonomi, sehingga hasilnya akan

komprehensif. Model penyusunan Master Plan adalah tidak baku, karena masing-

masing komoditas unggulan mempunyai ciri khas tersendiri (spesifik).

Master Plan merupakan rencana strategis hasil sintesis dari pemikiran yang

disusun berdasarkan ketersediaan sumberdaya dan harapan pencapaian yang diinginkan.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

29

Oleh karena itu dalam penyusunan Master Plan diperlukan sintesis antara ketersediaan

sumberdaya yang dianalisis mengunakan pendekatan pemetaan sumberdaya dengan

tujuan dan sasaran yang ingin dicapai berdasarkan ketersediaan sumberdaya.

Rancang bangun Master Plan pengembangan kawasan yang ideal adalah yang

secara sekaligus dapat berfungsi sebagai instrumen perencanaan : (1) perekat

konektivitas infrastruktur dan kelembagan penyediaan input, asosiasi pelaku usaha

produksi dan pemasaran output, pelayanan usaha dan pembinaan teknologi, (2)

penguatan rantai nilai (value chain) sistem dan usaha agribisnis, serta (3) pengaturan

fungsi pelayanan managemen pemerintahan (tata kelola).

Tahap analisis penyusunan dibatasai pada aspek-aspek yang mencakup (1)

analisis kondisi awal, (2) analisis spesifikasi status dan rencana keterkaitan/ kerjasama

antar kawasan lintas kabupaten/ kota, (3) analisis penetapan tujuan/kondisi akhir yang

diinginkan.

Hasil akhir dari penyusunan Master Plan adalah Road Map pengembangan

kawasan yang berisikan : (a) arah kebijakan pengembangan kawasan, (b) strategi

pengembangan kawasan, (c) program pengembangan kawasan, (d) tujuan dan sasaran

pegembangan kawasan, dan (e) prioritas lokasi pengembangan kawasan.

Proses dan metode penyusunan Master Plan pengembangan kawasan pertanian

adalah sebagai berikut :

1) Tim Teknis Provinsi mengkoordinasikan pembentukan Tim Penyusun dan

mengusulkannya kepada Tim Pembina Provinsi untuk disetujui dan

ditugaskan sebagai Tim Penyusun Master Plan pengembangan kawasan

pertanian nasional di provinsi. Komposisi Tim Penyusun melibatkan para

pemangku kepentingan yang ada di lokasi kawasan.

2) Tim Pembina Provinsi menetapkan Tim Penyusun Master Plan

pengembangan kawasan pertanian nasional di provinsi.

3) Metode yang dapat digunakan sebagai instrumen dan alat analisis dalam

penyusunan Master Plan adalah : (1) expert meeting untuk melakukan

tinjauan kebijakan dan peraturan, analisis berita media tentang isu strategis

tentang komoditas, (2) analisis SWOT untuk menganalisis potensi, peluang,

kendala dan masalah pengembangan komoditas di tiap kawasan, serta

berbagai alat analisis lainnya.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

30

Berdasarkan hasil pemetaan sumberdaya, tujuan dan sasaran pembangunan

komoditas perkebunan maka dilakukan sintesis :

1. Analisis SWOT, merupakan pemetaan tentang kekuatan (strong), kelemahan

(weakness), peluang (Opportunity), dan ancaman (threath) dalam pembangunan

komoditas perkebunan.

2. Visi dan Misi, merupakan hasil sintesis yang mengarahkan pada tujuan dan sasaran

dari pembangunan komoditas perkebunan, maka pendekatan balans score card, visi

dan misi dirumuskan berdasarkan hasil pemetaan sumberdaya dan tujuan dan

sasaran serta analisis SWOT.

3. Peta Strategi (strategy map) merupakan sintesis dari strategi yang diperlukan untuk

pembangunan industri perkebunan. Peta strategi ini harus merupakan titik-titik

kritis sebagai pengarah dalam membuat terobosan dalam pembangunan komoditas

perkebunan, dan merupakan pengarah bagi penyusunan peta jalan (road map)

4. Road map sebagai pata jalan untuk mencapai visi dan misi yang berisi kegiatan-

kegiatan yang harus dilakukan untuk mewujudkan visi dan misi serta tujuan dan

sasaran program pengembangan kawasan.

Dalam rangka mewujudkan tersusunnya Master Plan Pengembangan

Kawasan Kakao, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten bersama dengan petani,

pelaku usaha dan seluruh stakeholders pemangku kepentingan saling berkoordinasi dan

bersinergi. Untuk itu proses identifikasi data informasi harus dilakukan dengan suatu

metode yang tepat.

1. Komoditas unggulan sebagai bagian dari sumberdaya dan penghasil produk

Dalam rangka mewujudkan pembangunan pertanian yang berorientasi kepada

tujuan dan sasaran jangka panjang yang bertahap dan berkelanjutan, maka

pengembangan komoditas unggulan pertanian dan agroekosistem pendukungnya

harus dirawat dengan baik, sehingga dapat terus dijamin keberadaannya untuk dapat

diproduksi dan mendukung proses produksi. Dengan demikian keberadaan

benih/bibit sumber harus diperlakukan sebagai plasma nutfah. Adapun sumberdaya

alam (tanah/lahan dan air) yang mendukung proses produksi harus tetap dijaga

kelestariannya.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

31

2. Kesesuaian komoditas unggulan dengan sumberdaya lahan dan air

Dalam rangka menetapkan komoditas unggulan pertanian yang berdaya saing,

namun sekaligus dapat dikelola secara berkelanjutan tanpa menimbulkan kerusakan

sumberdaya alam, maka dalam proses penetapannya tidak boleh hanya berorientasi

pada tujuan ekonomi semata. Dengan demikian penetapan komoditas unggulan

pertanian harus memperhatikan aspek kesesuaian dengan sumberdaya alam,

terutama lahan dan air.

3. Menentukan Komoditas Unggulan

Untuk menetapkan komoditas unggulan pertanian di suatu daerah harus

diperhatikan aspek keunggulan komparatif dan kompetitifnya. Keunggulan

komparatif komoditas dari suatu daerah tercipta dari interaksi antara kelimpahan

sumberdaya (faktor biofisik), penguasaan teknologi dan kemampuan manajerial

dalam kegiatan pengembangan komoditas yang bersangkutan. Faktor alam, yaitu

kesesuaian biofisik seringkali merupakan faktor yang sangat menonjol dalam

membangun keunggulan komparatif, sehingga dapat menjadikan suatu daerah

menonjol dan bahkan memonopoli suatu komoditas/produk tertentu. Sedangkan

keunggulan kompetitif merupakan hasil interaksi antara keunggulan komparatif dan

distorsi pasar. Pada kondisi perekonomian yang tidak mengalami distorsi sama

sekali, maka keunggulan kompetitif adalah juga merupakan keunggulan komparatif

4. Metode Menentukan Komoditas Unggulan

Dalam menentukan komoditas unggulan yang akan dikembangkan di suatu daerah,

seyogyanya mempertimbangkan beberap hal :

1. Peranan terhadap nilai tambah perekonomian daerah.

2. Peranan terhadap penyerapan tenaga kerja atau pengurangan pengangguran.

3. Peranan terhadap pendapatan rumah tangga tani .

5. Analisis Strategis Kondisi Saat Ini

Untuk melakukan analisis strategis tentang kondisi saat ini aspek yang perlu

dipertimbangkan adalah :

1. Tingkat pemanfaatan teknologi : (1) budidaya (kesenjangan produktivitas aktual

dibandingkan hasil penelitian) dan analisis profitabilitas usahatani; (2) alat dan

mesin pertanian; dan (3) pasca panen pengolahan hasil.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

32

2. Neraca produk, dengan memperhatikan : (1) produksi (luas panen/produktivitas)

dan populasi; (2) permintaan (konsumsi langsung, konsumsi industri, konsumsi

lainnya) serta (3) neraca (ekspor-impor dan defisit atau surplus).

3. Pendekatan terhadap analisis kondisi saat ini harus dilakukan dengan kaidah

sebagai berikut :

- Objektif sesuai dengan realitas di lapang.

- Bersifat mendalam untuk analisis masalah dan kendala pengembangan

agribisnis komoditas.

- Perhitungan aljabar dalam bentuk tabulasi silang, data time series (trend,

pertumbuhan), dilihat arah perubahannya.

- Memperhatikan masalah dan kendala pengembangan produksi yaitu dari

aspek sumberdaya lahan, sumberdaya manusia, permodalan, teknologi

(budidaya, alsintan, pasca panen dan pengolahan), pasar dan pemasaran

(termasuk insentif harga) serta kebijakan yang ditetapkan.

6. Analisis Kondisi Ke Depan

Pendekatan terhadap analisis kondisi ke depan harus dilakukan dengan

mempertimbangkan aspek-aspek sebagai berikut :

1. Analisis prospek permintaan, penawaran dan defisit/surplus termasuk prospek

yang ingin dicapai pasar lima tahun ke depan (target waktu swasembada, sasaran

jumlah impor dan ekspor antar pulau atau antar negara).

2. Metode proyeksi dengan ekonometrika (elastisitas dan proyeksi).

3. Menyusun arah pengembangan komoditas ke depan (harus ditetapkan sebagai

basis arah pengembangan).

4. Menetapkan/menyusun sasaran produksi sesuai dengan analisis prospek luas

areal, produktivitas, dan produksi/populasi.

5. Menyusun langkah-langkah strategis, kebijakan dan program operasional untuk

mencapai sasaran produksi (SWOT), dengan memperhatikan : (1) ketersediaan

sumberdaya lahan terkait peluang ekstensifikasi; (2) ketersediaan teknologi

budidaya terkait peluang intensifikasi; dan (3) ketersediaan teknologi pasca

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

33

panen dan pengolahan, (4) ketersediaan sumberdaya manusia dan kelembagaan

dalam rangka menekan kehilangan hasil dan peningkatan nilai tambah.

6. Menyusun langkah-langkah strategis untuk menghitung : (1) kebutuhan tenaga

kerja, (2) investasi dan modal kerja serta (3) kebijakan pengembangan.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

34

BAB IV

METODOLOGI

A. Jenis Data dan Sumbernya

Jenis Data :

1) Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui kajian literatur terhadap studi dan

informasi yang terkait dengan pengembangan kawasan pertanian. Pengumpulan

data ini dilakukan melalui survei instansional di berbagai lembaga terkait, kajian

literatur, dan data internet.

2) Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi lapangan dan indepth

interview. Observasi lapangan dilakukan di beberapa titik kawasan dan Indepth

interview akan dilakukan dalam bentuk wawancara dengan tokoh-tokoh atau pelaku

kunci yang terkait dengan permasalahan kawasan pertanian. Sasaran indepth

interview tersebut mencakup antara lain: aparat terkait dengan pertanian, tokoh

masyarakat, kalangan industri pariwisata atau unsur terkait lainnya.

Sumber Data :

1. Data Primer

Data primer diperoleh secara langsung dari responden melalui survey dan wawancara.

Survey dilakukan di beberapa wilayah yang mempunyai potensi komoditas

unggulan. Setelah dilakukan survey kemudian dilakukan pengumpulan data

dilanjutkan analisis SWOT.

Wawancara dilakukan di beberapa narasumber yang membidangi kakao.

Diantaranya, wawancara kepada pihak petani sebagai pelaku budidaya komoditas

kakao, Kelompok Tani, Asosiasi Komoditas Kakao, Dinas Pertanian dan Kehutanan,

Penyuluh Pertanian, dan Stakeholder seperti PT Pagilaran.

3. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari :

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

35

1. Biro Pusat Statistik Provinsi dan Kabupaten

2. Direktorat Jenderal Perkebunan

3. Dinas Pariwisata

4. Bappeda Provinsi dan Kabupaten

5. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunungkidul

6. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulonprogo

7. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul

8. Renstra Kementerian Pertanian

9. Renstra Dinas Perkebunan dan Kehutanan DIY

10. Statistik Dishutbun DIY

11. RT RW Kabupaten,

12.Roadmap dan Penetapan Klaster Sentra Produksi Komoditas Unggulan Perkebunan

Jangka Pendek dan Jangka Menengah DIY Tahun 2015 – 2019

13. Kajian Master Plan Agrowisata DIY

14. Kajian Master Plan Agrowisata Kulon Progo

15. Pustaka

16. Internet

17. Pedoman Umum

18. Pedoman Teknis

B. Metode Pengumpulan Data

Inventarisasi dan identifikasi data dilakukan sebagai kelanjutan dari penggalian

data primer dan data sekunder. Dari sini dapat pula diinventarisir dan diidentifikasi

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

36

potensi dan permasalahan pengembangan kawasan kakao. Inventarisasi hasil-hasil

tahapan sebelum ini (interpretasi dan survey lapangan) disusun dan disajikan dalam

himpunan data dasar yang sistematik dan informatif. Gambaran yang bersifat kualitatif

dituangkan ke dalam diagram dan peta tematik. Sedangkan data kuantitatif akan

disajikan dengan bentuk tabel, grafik dan peta-peta skalatis.

Penggalian data akan dilakukan melalui beberapa metode, yaitu:

1) Studi Literatur

Studi literatur digunakan untuk mendapatkan data tentang domain kajian yang akan

dilaksanakan dalam hal ini adalah Kabupaten Gunungkidul, Kulon Progo, Sleman,

dan Bantul. Data yang terkumpul akan menentukan untuk kajian dan bermanfaat

untuk menjustifikasi kemampuan untuk mengidentifikasi area kajian. Kegiatan

pengumpulan data sekunder untuk mengumpulkan perkayaan data dan mendukung

sumber data dan informasi ke dalam analisis. Kegiatan pengumpulan data sekunder

akan mencakup:

Mencari literatur terkait (artikel, buku, laporan riset) tentang pengembangan

kawasan

Mencari data mengenai kebijakan dan program eksisting pengembangan kawasan.

2) Pengamatan langsung

Merupakan metode atau tindakan yang dilakukan setelah kita berada dilapangan pada

wilayah pengembangan kawasan kakao melalui pengamatan dan pendokumentasian

langsung terhadap kondisi di lapangan. Hasil dari perolehan data tersebut disimpan

sebagai acuan untuk membuat laporan kondisi eksisting kawasan kakao.

3) Indeepth interview

Indepth interview akan dilakukan dalam bentuk wawancara secara mendalam dengan

tokoh-tokoh atau pelaku kunci yang terkait dengan isu/ permasalahan pemberdayaan

masyarakat. Sasaran indepth interview tersebut mencakup antara lain: aparat di

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

37

lingkungan Dinas terkait perkebunan, tokoh masyarakat, perangkat desa dan

kecamatan, dan kalangan industri pengolahan.

C. Metode Analisis Data

1) Analisis Deskriptif Kualitatif

Secara teoritis metode ini berusaha mencari fakta dengan interpretasi yang tepat,

mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat pelaku usaha, serta berbagai

persepsi yang ada di masyarakat tersebut, termasuk tentang hubungan kegiatan-

kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang

berlangsung dan pengaruh dari suatu variabel terhadap fenomena yang diamati.

Dalam metode ini tim akan dapat membandingkan fenomena-fenomena tertentu

antar daerah sampel sehingga merupakan suatu studi komparatif. Dapat pula tim

mengadakan klasifikasi, serta penelitian terhadap fenomena-fenomena dengan

menetapkan suatu standar atau suatu norma tertentu sehingga sering disebut juga

sebagai survei normatif (normative survey). Secara umum tujuan dari

penggunaan metode ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta

hubungan antar fenomena yang sedang diselidiki.

2) Analisis SWOT

Analisis SWOT yang merupakan singkatan dari Strengths, Weaknesses,

Oportunities dan Threats adalah metode perencanaan strategis yang digunakan

untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam suatu

proyek/tugas. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari

spekulasi bisnis atau proyek dengan mengindetifikasi faktor internal dan

eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut.

Alat yang digunakan untuk memetakan faktor - faktor tersebut adalah matrik

SWOT, matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan

ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan

kelemahan yang dimilikinya.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

38

Analisis SWOT dalam hal ini diarahkan untuk dapat memberikan arahan bagi

pengembangan strategi positioning melalui SWOT Matrix.

External Factor Analysis Summary (EFAS): rangkuman keseluruhan faktor

eksternal yang mempengaruhi yang terdiri dari opportunities dan threats,

yang diberikan bobot skala melalui EFE Matrix.

Internal Factor Analysis Summary (IFAS): rangkuman keseluruhan faktor

internal yang mempengaruhi yang terdiri dari stregths dan weaknesses,

setelah diberikan bobot skala melalui IFE Matrix.

Strategic Factor Analysis Summary (SFAS) : merupakan rangkuman baik

faktor eksternal maupun internal, kemudian dilakukan cross analysis dan

diberikan pembobotan.

Dari SWOT analysis, dapat ditentukan strategi efektif yang sejauh mungkin

memanfaatkan kesempatan yang berlandaskan pada kekuatan yang dimiliki,

mengatasi ancaman yang datang dari luar, serta memperbaiki kelemahan yang

ada. SWOT analysis melaksanakan analisis dan diagnosis keunggulan strategis

untuk mengidentifikasi dengan jelas kekuatan serta kelemahan pada waktu saat

ini. Analisa SWOT juga mengkaji kelemahan di masa datang yang paling

mungkin terjadi.

D. Metode Pendekatan dan Pelaksanaan Studi

Pendekatan pengembangan kawasan dilakukan menggunakan: (1) pendekatan

agroekosistem, (2) pendekatan sistem agribisnis, (3) pendekatan partisipatif, dan (4)

pendekatan terpadu. Keempat pendekatan tersebut harus dilaksanakan secara

berkesinambungan dalam pengembangan kawasan pertanian. Khusus untuk

pengembangan kawasan perkebunan ada satu pendekatan lagi yang digunakan adalah

pendekatan diversifikasi integratif.

1. Pendekatan Agroekosistem

Pengembangan kawasan pertanian disusun dengan mempertimbangkan kualitas dan

ketersediaan sumberdaya lahan melalui pewilayahan komoditas, dengan

mempertimbangkan kesesuaian lahan dan agroklimat agar diperoleh hasil produksi

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

39

dan produktivitas pertanian yang optimal dan berwawasan lingkungan. Kondisi

agroekosistem di wilayah salah satunya dicirikan oleh kondisi bio-fisik lahan yang

mencakup ketinggian lokasi, kelerengan lahan, kondisi iklim, dan karakteristik

tanah. Untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan, penentuan komoditas

unggulan harus mengacu pada peta pewilayahan komoditas pertanian skala

1:50.000 yang telah mempertimbangkan agroekosistem setempat.

2. Pendekatan Sistem Agribisnis

Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam pengembangan kawasan komoditas

unggulan adalah meningkatnya kuantitas produksi, kualitas produk dan

kesinambungan produksi komoditas yang dihasilkan. Dalam rangka pencapaian

sasaran tersebut dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi pengembangan

komoditas unggulan, maka pengembangan kawasan komoditas unggulan harus

dilaksanakan melalui pendekatan sistem agribisnis. Hal ini mengandung pengertian

bahwa pengembangan komoditas pertanian di kawasan komoditas unggulan harus

dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu mulai dari pengadaan input produksi

hingga pemasaran produk yang dihasilkan petani. Dengan kata lain, kegiatan yang

dilaksanakan dalam rangka pengembangan kawasan komoditas unggulan dapat

meliputi aspek pengadaan input produksi, proses produksi komoditas, aspek

pemasaran, pengolahan komoditas, serta aspek penyuluhan dan permodalan, yang

disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan komoditas unggulan di kawasan

setempat.

3. Pendekatan Terpadu dan Terintegrasi

Pembangunan kawasan komoditas unggulan dengan pendekatan sistem agribisnis

akan membutuhkan dukungan pembinaan serta fasilitas dari seluruh unit Eselon I

lingkup Kementerian Pertanian dan berbagai dinas/instansi di daerah, dan dalam hal

tertentu akan dibutuhkan pula dukungan dari Kementerian lain. Dalam rangka

menciptakan sinergisme kegiatan pada lingkup Kementerian Pertanian, maka

pelaksanaan program pada Unit Eselon I lingkup Kementerian Pertanian di lokasi

kawasan komoditas tertentu perlu dilaksanakan secara terpadu dan terintegrasi. Hal

ini dapat ditempuh dengan melakukan sinkronisasi program lintas Eselon I lingkup

Kementerian Pertanian dan memprioritaskan program-program unit Eselon I

Kementerian Pertanian di lokasi kawasan komoditas unggulan yang telah

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

40

ditetapkan, sesuai dengan kebutuhannya. Sinkronisasi program juga perlu

dilaksanakan dengan program Pemda Kabupaten, Pemda Provinsi dan program

Kementerian lain.

4. Pendekatan Partisipatif

Pembangunan kawasan komoditas unggulan dalam pelaksanaannya akan

melibatkan banyak pihak mulai dari pemerintah pusat (Kementan), Pemda Provinsi,

Pemda Kabupaten/Kota, pelaku usaha dan masyarakat. Dalam rangka mendorong

keberlanjutan kawasan komoditas yang telah ditetapkan, maka perlu ditumbuhkan

rasa memiliki pada seluruh pihak yang terkait. Dalam kaitan tersebut seluruh pihak

terkait perlu dilibatkan secara aktif mulai dari tahap perencanaan kegiatan hingga

tahap pelaksanaan kegiatan pengembangan kawasan yang telah ditetapkan.

Partisipasi dana dari berbagai pihak (dana APBD, swasta dan masyarakat) juga

perlu dikembangkan untuk meningkatkan sinergi dan outcome dari kegiatan

pengembangan kawasan

5. Pendekatan Diversifikasi Integratif

Dalam pengembangan budidaya tanaman tahunan, seperti tanaman perkebunan dan

hortikultura, pada periode Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), dapat

dikembangkan tanaman pakan ternak atau tanaman penutup tanah untuk menekan

pertumbuhan gulma, menahan erosi, serta menahan aliran permukaan dan

penguapan. Dengan tujuan yang sama, dapat dikembangkan paket teknologi

alternatif berupa pengembangan tanaman pangan intensif, sehingga selain menekan

biaya, sekaligus memberikan pendapatan kepada petani. Disamping itu pada usaha

tanaman tahunan terdapat berbagai jenis limbah dan hasil samping yang dapat

dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak.

Dalam pengembangan kawasan menggunakan pedekatan yang sejalan dengan

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagaimana yang diamanatkan dan

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2014, yaitu pendekatan politik, teknokratis,

keterpaduan top down policy-bottom up planning; dan partisipatif.

1. Pendekatan politik : Tujuan dan sasaran pembangunan kawasan harus

diintegrasikan dan diharmonisasikan dengan visi-misi Kepala Dearah.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

41

2. Pendekatan teknokratik : Master Plan sebagai instrumen perencanaan scientific

yang disusun dengan kerangka ilmiah Bappeda dan SKPD sebagai penjabaran

operasional dari RPJMD dan Rencana Strategis SKPD.

3. Pendekatan keterpaduan top down policy-bottom up planning : koordinasi

Musrenbang dan koordinasi teknis dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan

mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi.

4. Pendekatan partisipatif : pemilihan dan penetapan arahan strategi dan kebijakan

serta indikasi program disesuaikan dengan kebutuhan, permasalahan dan aspirasi

petani.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

42

BAB V

POTENSI WILAYAH KOMODITAS UNGGULAN DAN

KAWASAN PERKEBUNAN

A. Aspek Kondisi Umum Wilayah

Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Gunungkidul

1. Letak Wilayah

Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta, dengan Ibu Kota Wonosari yang terletak 39 km sebelah Tenggara

Kota Yogyakarta. Dengan batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta.

b. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sukoharjo

Provinsi Jawa Tengah.

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah.

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia.

2. Luas Wilayah

Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul tercatat 1.485,36 Km2 atau sekitar

46,63 % dari luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang meliputi 18

kecamatan dan 144 desa/kelurahan.

3. Batas Topografis

Kabupaten Gunungkidul berada pada 7°46′ LS-8°09′ LS dan 110°21′ BT-

110°50′ BT.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

43

4. Kondisi Geografis

Kabupaten Gunungkidul memiliki ketinggian yang bervariasi, yang terbagi

menjadi 3 wilayah meliputi :

a. Zona Utara disebut wilayah Batur Agung dengan ketinggian 200 m - 700 m di atas

permukaan laut. Keadaannya berbukit-bukit. Wilayah ini meliputi Kecamatan Patuk,

Gedangsari, Nglipar, Ngawen, Semin, dan Kecamatan Ponjong bagian utara.

b. Zona Tengah disebut wilayah pengembangan Ledok Wonosari, dengan ketinggian

150 m - 200 mdpl. Wilayah ini meliputi Kecamatan Playen, Wonosari, Karangmojo,

Ponjong bagian tengah dan Kecamatan Semanu bagian utara.

c. Zona Selatan disebut wilayah pengembangan Gunung Seribu (Duizon gebergton

atau Zuider gebergton), dengan ketinggian 0 m - 300 mdpl. Zone Selatan ini

meliputi Kecamatan Saptosari, Paliyan, Girisubo, Tanjungsari, Tepus, Rongkop,

Purwosari, Panggang, Ponjong bagian selatan, dan Kecamatan Semanu bagian

selatan.

5. Kondisi Iklim

Suhu udara rata-rata harian 27,7° C, suhu minimum 23,2°C dan suhu

maksimum 32,4°C. Faktor suhu sangat berhubungan dengan tinggi tempat. Suhu

maksimal untuk kakao 30 – 32 ° C, sedangkan suhu minimal sekitar 18 – 21 ° C.

Kelembaban nisbi berkisar antara 80 % – 85 %, tidak terlalu dipengaruhi oleh

tinggi tempat, tetapi lebih dipengaruhi oleh musim. Kelembaban nisbi optimal untuk

kakao adalah 70 % - 80 %.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

44

Curah hujan rata-rata pada di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011 sebesar

2.155,98 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 109 hari/ tahun. Kondisi curah

hujan yang ideal untuk tanaman kakao 1.500-2.500 mm (sangat sesuai) dan 1.250-1.500

mm atau 2.500-3.000 mm (sesuai), dan 1.100-1.250 mm/ 3.000-4.000 mm (agak

sesuai). Berarti kondisi curah hujan di Gunungkidul sangat sesuai untuk tanaman kakao.

6. Kondisi Penggunaan Lahan

Luas lahan di Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul 7.203,3 Ha dengan

kondisi penggunaan lahan 1.161 Ha berupa tanah sawah, 2.723,3 Ha berupa tanah

kering, 2.122,0 Ha berupa bangunan, 1,0 Ha berupa hutan rakyat, 690 Ha berupa hutan

Negara dan 506,0 Ha lainnya. Penggunaan lahan di Kecamatan Patuk paling besar

merupakan lahan kering, yaitu 2.723,3 Ha. Tanaman kakao merupakan tanaman yang

dibudidayakan di lahan kering pada tanah pekarangan dan kebun milik petani.

Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Kulonprogo

1. Letak Wilayah

Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari lima kabupaten/kota di

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian Barat. dengan batas wilayah

sebagai berikut:

a. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Bantul, Prop. D.I.

Yogyakarta

c. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia

2. Luas Wilayah

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

45

Kabupaten Kulon Progo dengan ibu kota Wates memiliki luas wilayah

58.627,512 ha (586,28 km2), terdiri dari 12 kecamatan 88 desa dan 930 dukuh

3. Batas Topografis

Batas topograsif Kabupaten Kulonprogo :

- Barat : 110 derajad Bujur Timur/ E. Longitude 1’ 37 “

- Timur : 110 derajad Bujur Timur/ E. Longitude 16’ 26 “

- Utara : 7 derajad Lintang Selatan/ S. Latitude 38’ 42 “

- Selatan : 7 derajad Lintang Selatan/ S. Latitude 59’ 3 “

4. Kondisi Geografis

Kabupaten Kulon Progo memiliki ketinggian yang bervariasi antara 0 - 1000

meter di atas permukaan air laut, yang terbagi menjadi 3 wilayah meliputi :

a. Bagian Utara : merupakan dataran tinggi/perbukitan Menoreh dengan ketinggian

antara 500-1000 meter di atas permukaan air laut, meliputi Kecamatan Girimulyo,

Kokap, Kalibawang dan Samigaluh. Berdasarkan kemiringan lahan, memiliki lereng

> 15 derajad. Wilayah ini penggunaan tanah diperuntukkan sebagai kawasan

budidaya konservasi dan merupakan kawasan rawan bencana tanah longsor.

b. Bagian Selatan : merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0-100 meter di atas

permukaan air laut, meliputi Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur, dan

sebagian Lendah. Berdasarkan kemiringan lahan, memiliki lereng 0-2%, merupakan

wilayah pantai sepanjang 24,9 km, apabila musim penghujan merupakan kawasan

rawan bencana.

c. Bagian Tengah : merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100- 500

meter di atas permukaan air laut, meliputi Kecamatan Nanggulan, Sentolo,

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

46

Pengasih, dan sebagian Lendah, wilayah dengan lereng antara 2-15%, tergolong

berombak dan bergelombang merupakan peralihan dataran rendah dan perbukitan.

5. Kondisi Iklim

Curah hujan di Kulon Progo rata-rata per tahunnya mencapai 2.150 mm yang

sangat sesuai untuk tanaman kakao, dengan rata-rata hari hujan sebanyak 106 hari per

tahun atau 9 hari per bulan dengan curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan

terendah pada bulan Agustus. Suhu terendahnya lebih kurang 24,2°C (Juli) dan tertinggi

25,4°C (April), dengan suhu maksimal untuk kakao 30 – 32 ° C, sedangkan suhu minimal

sekitar 18 – 21 ° C.

Kelembaban terendah 78,6% (Agustus), serta tertinggi 85,9% (Januari), yang

berarti ideal untuk tanaman kakao karena kelembaban nisbi optimal untuk kakao adalah

70 % - 80 %. Intensitas penyinaran matahari rata-rata bulanan mencapai lebih kurang

45,5%, terendah 37,5% (Maret) dan tertinggi 52,5% (Juli).

6. Kondisi Penggunaan Lahan

Luas lahan di Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulonprogo 5.296,37 Ha

dengan kondisi penggunaan lahan 827,72 Ha berupa tanah sawah, 2.087,07 Ha berupa

tanah kering, dan 1.796,01 Ha berupa bangunan. Penggunaan lahan di Kecamatan

Kalibawang paling besar merupakan lahan kering, yaitu 2.087,07 Ha. Tanaman kakao

merupakan tanaman yang dibudidayakan di lahan kering pada tanah pekarangan dan

kebun milik petani.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

47

Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Sleman

1. Letak Wilayah

Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 derajad 33’00’’ dan 110

derajad 13’ 00’’ Bujur Timur, 7 derajad 34’ 51’’ dan 7 derajad 47’30’’ Lintang Selatan:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo, Provinsi DIY

d. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan

Kabupaten Gunungkidul, Provinsi DIY

2. Luas Wilayah

Luas wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 Ha atau 574,82 Km2 atau

sekitar 18% dari luas Provinsi DIY 3.185,80 Km2, Timur-Barat 35 Km. Secara

administratif terdiri 17 wilayah kecamatan, 86 Desa dan 1.212 Dusun.

Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Bantul

1. Letak Wilayah

Secara Geografis Kabupaten Bantul terletak diantara 07 derajad 44’04’’ – 08 derajad

00’ 27’’ Lintang Selatan dan 110 derajad 12’34’’ - 110 derajad 31’ 08’’ Bujur Timur

a. Sebelah Utara berbatasan dengan kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

48

2. Luas Wilayah

Luas wilayah Kabupaten Bantul adalah 506,85 Km2 (15,90 % dari luas

wilayah Provinsi DIY) dengan topografi sebagai dataran rendah 140% dan lebih dari

separonya (60%) daerah perbukitan.

- Bagian Barat, adalah daerah landai yang kurang serta perbukitan yang membujur dari

Utara ke Selatan seluas 89,86 km2 (17,73 % dari seluruh wilayah)

- Bagian Tengah adalah daerah datar dan landai merupakan daerah pertanian subur

seluas 210,94 km2 (41,62%)

- Bagian Timur, adalah daerah yang landai, miring dan terjal yang keadaannya masih

lebih baik dari daerah bagian Barat seluas 206,05 km2 (40,65%)

- Bagian Selatan, adalah sebenarnya merupakan bagian dari daerah bagian tengah

dengan keadaan alamnya yang berpasir dan sedikit berlagun, terbentang di Pantai

Selatan dari Kecamatan Srandakan, Sanden, dan Kretek.

B. Aspek Ekonomi

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya

cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja,

sumber pendapatan dan devisa negara. Di samping itu kakao juga berperan dalam

mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002,

perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi

sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur

Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor

perkebunan setelah karet dan minyak sawit dengan nilai US $ 701 juta.

Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah negara

Pantai Gading dan Ghana. Tiga besar negara penghasil kakao sebagai berikut : Pantai

Gading (1.421.000 ton), Ghana (747.000 ton), Indonesia (577.000 ton). Luas lahan

tanaman kakao Indonesia lebih kurang 992.448 Ha dengan produksi biji kakao sekitar

577.000 ton per tahun, dan produktivitas rata-rata 900 Kg per ha.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

49

Daerah penghasil kakao dengan urutan sebagai berikut : Sulawesi Selatan

184.000 ton (31,9%), Sulawesi Tengah 137.000 ton (23,7%), Sulawesi Tenggara

111.000 ton (19,2%), Sulawesi Barat 76.743 ton (13,8%), Sulawesi Utara 21.000

(3,6%), Lampung 17.000 ton (2,9%), Kalimantan Timur 15.000 ton (2,6%) dan daerah

lainnya 15.257 ton (2,6%). Menurut usahanya perkebunan kakao Indonesia

dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu :

1. Perkebunan Rakyat 887.735 Ha

2. Perkebunan Negara 49.976 Ha

3. Perkebunan Swasta 54.737 Ha

Ekspor biji kakao Indonesia pada tahun 2008 sebesar 334.915 ton (60%)

dengan negara tujuan ; USA, Malaysia, dan Singapura, sisanya sekitar 242.085 ton

diolah di dalam negeri yang menghasilkan cocoa liquor, cocoa butter, cocoa cake, dan

cocoa powder digunakan untuk industri dalam negeri dan ekspor.

Dengan perbaikan planting management (budidaya tanaman, pemeliharaan/

perawatan, dan panen) yang dikelola secara lebih baik dan benar maka tidak menutup

kemungkinan produktivitasnya bisa ditingkatkan menjadi 1.000-1500 Kg/ha. Biji kakao

Indonesia memiliki keunggulan melting point Cocoa Butter yang tinggi, serta tidak

mengandung pestisida dibanding biji kakao dari Ghana maupun Pantai Gading.

Industri kakao Indonesia kedepan memiliki peranan penting khususnya dalam

perolehan devisa negara dan penyerapan tenaga kerja, karena industri ini memiliki

keterkaitan yang luas baik ke hulu maupun ke hilirnya. Disamping memberikan

pendapatan bagi petani melalui penjualan biji kakao, namun apabila diolah di dalam

negeri menjadi kakao olahan (cocoa liquor,cocoa cake, cocoa butter, dan cocoa

powder), akan mempunyai nilai yang lebih tinggi serta menyerap tenaga kerja. Selain

itu industri hilir olahan kakao juga telah berkembang di Indonesia seperti industri

cokelat, industri makanan berbasis coklat (roti, kue, confectionary/kembang gula

cokelat), dan penggunaan coklat untuk industri makanan dan minuman secara luas.

Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam kurun

waktu 20 tahun terakhir dan pada tahun 2002 areal perkebunan kakao Indonesia tercatat

seluas 914.051 ha. Perkebunan kakao tersebut sebagian besar (87,4%) dikelola oleh

rakyat dan selebihnya 6,0% perkebunan besar negara serta 6,7% perkebunan besar

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

50

swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindak

dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan

Sulawesi Tengah. Di samping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh perkebunan

besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Meskipun demikian, agribisnis kakao Indonesia masih menghadapi berbagai

masalah kompleks antara lain produktivitas kebun masih rendah akibat serangan hama

Penggerek Buah Kakao (PBK), mutu produk masih rendah serta masih belum

optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Hal ini menjadi suatu tantangan

sekaligus peluang bagi para petani untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai

tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao.

Adapun luas lahan perkebunan Kakao di D.I.Yogyakarta dapat disajikan

seperti tabel berikut ini :

TABEL 5.1. DATA 5 TAHUN LUAS AREAL KAKAO DI DIY (HA)

NO KABUPATEN TAHUN

2011

TAHUN

2012

TAHUN

2013

TAHUN

2014

TAHUN

2015

1. GUNUNGKIDUL 1138,10 1216,00 1337,50 1373,50 1403,00

2. BANTUL 29,55 28,40 27,10 25,26 53,76

3. SLEMAN 43,86 44,46 90,46 101,40 101,40

4. KULONPROGO 3396,42 3522,14 3557,09 3616,97 3597,59

TOTAL 4607,93 4811,00 5012,15 5117,13 5155,75

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

51

GAMBAR 5.2. PERKEMBANGAN LUAS AREAL KAKAO 5 TAHUN

0,00

500,00

1000,00

1500,00

2000,00

2500,00

3000,00

3500,00

4000,00

GUNUNGKIDUL BANTUL SLEMAN KULONPROGO

TAHUN 2011 TAHUN 2012 TAHUN 2013 TAHUN 2014 TAHUN 2015

TABEL 5.3. DATA 5 TAHUN PRODUKSI KAKAO DI DIY (TON)

NO KABUPATEN TAHUN

2011

TAHUN

2012

TAHUN

2013

TAHUN

2014

TAHUN

2015

1. GUNUNGKIDUL 272,70 329,60 69,97 228,86 476,48

2. BANTUL 5,91 5,07 1,95 1,238 1,113

3. SLEMAN 32,40 21,35 8,32 8,28 8,36

4. KULONPROGO 732,53 1010,93 1043,86 1140,13 1146,00

TOTAL 1043,54 1366,95 1124,10 1378,50 1631,96

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

52

GAMBAR 5.4. PERKEMBANGAN PRODUKSI KAKAO 5 TAHUN

0,00

200,00

400,00

600,00

800,00

1000,00

1200,00

1400,00

GUNUNGKIDUL BANTUL SLEMAN KULONPROGO

TAHUN 2011 TAHUN 2012 TAHUN 2013 TAHUN 2014 TAHUN 2015

Komoditi perkebunan kakao di D.I.Yogyakarta tersebar di 4 Kabupaten,

dengan urutan terbesar di Kabupaten Kulonprogo 3.597,59 Ha, Gunungkidul 1.403,00 Ha,

Sleman 101,40 Ha dan Bantul 53,76 Ha. Dari diagram tersebut luas areal perkebunan kakao

rata-rata mengalami peningkatan selama 5 tahun terakhir. Produksi kakao juga mengalami

peningkatan selama 5 tahun terakhir dengan produksi terbanyak di Kabupaten Kulonprogo

1.146,00 ton, Gunungkidul 476,48 ton, Sleman 8,36 ton dan Bantul 1,113 Ton. Sesuai

Roadmap dan Penetapan Klaster Sentra Produksi Komoditas Unggulan Perkebunan

Jangka Pendek dan Jangka Menengah DIY Tahun 2015 – 2019 potensi kakao ada di

Kabupaten Kulonprogo, Gunungkidul, Sleman dan Bantul dengan data statistik pada

tahun 2015 :

1. Potensi kakao di Kabupaten Gunungkidul di wilayah Kecamatan Karangmojo, Patuk,

Playen, Ponjong, dan Nglipar dengan Luas areal 1.403 Ha, TBM 663,50 Ha, TM 670

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

53

Ha, TTR/ TTM 69,50 Ha, Produksi 476,48 Ton, Produktivitas 711 Kg/ Ha (biji

kering), jumlah petani 9,212 orang.

2. Kakao Gunungkidul tersebar di Kecamatan Nglipar, Gedangsari, Patuk, Karangmojo,

Ponjong, sedangkan sentra kakao di Kec Karangmojo, Patuk, Ponjong

- Karangmojo : Luas areal 284 Ha, Produksi 2,45 Ton, Produktivitas 17 Kg/ Ha

(biji kering), jumlah petani 3.124 orang

- Patuk : Luas areal 749 Ha, Produksi 244,78 Ton, Produktivitas 800 Kg/ Ha (biji

kering), jumlah petani 4.239 orang

- Ponjong : Luas areal 302 Ha, Produksi 170,40 Ton, Produktivitas 1.045 Kg/ Ha

(biji kering), jumlah petani 1.277 orang

3. Potensi kakao di Kabupaten Kulonprogo di wilayah kecamatan di Kec. Temon,

Wates, Panjatan, Sentolo, Pengasih, Kokap, Girimulyo, Naggulan, Kalibawang,

Samigaluh dengan Luas areal 3.597,59 Ha, TBM 1.151,84 Ha, TM 2.445,75 Ha,

Produksi 1.146. Ton, Produktivitas 469 Kg/ Ha (Biji Kering), jumlah petani 17.988

orang dengan sentra di Kalibawang dengan Luas areal 1.045,50 Ha, Produksi 375,53

Ton, Produktivitas 496 Kg/ Ha, jumlah petani 5.228 orang.

4. Sesuai Roadmap dan Penetapan Klaster Sentra Produksi Komoditas Unggulan

Perkebunan Jangka Pendek dan Jangka Menengah DIY Tahun 2015 – 2019 potensi

kakao di Kabupaten Sleman di wilayah kecamatan Prambanan, Cangkringan dan

Pakem dengan Luas areal 101,40 Ha, TBM 57,02 Ha, TM 44,38 Ha, Produksi 8,36.

Ton, Produktivitas 188,37 Kg/ Ha (Biji Kering), jumlah petani 401 orang.

5. Kakao Sleman tersebar di Mlati, Gamping, Godean, Moyudan, Minggir, Seyegan,

Turi, Pakem, Cangkringan, Ngemplak, Kalasan, Berbah, Prambanan dengan sentra

di Prambanan, Cangkringan dan Pakem

- Prambanan : Luas areal 21,18 Ha, Produksi 0,48 Ton, Produktivitas 78,06 Kg/ Ha

(biji kering)

- Pakem : Luas areal 13 Ha, Produksi 0,37 Ton, Produktivitas 146,40 Kg/ Ha (biji

kering)

- Cangkringan : Luas areal 25,64 Ha, Produksi 0,36 Ton, Produktivitas 37,70 Kg/

Ha (biji kering)

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

54

6. Sesuai Roadmap dan Penetapan Klaster Sentra Produksi Komoditas Unggulan

Perkebunan Jangka Pendek dan Jangka Menengah DIY Tahun 2015 – 2019 potensi

kakao di Kabupaten Bantul di wilayah kecamatan Dlingo dan Piyungan dengan Luas

areal 53,76 Ha, TBM 40,16 Ha, TM 13,60 Ha, Produksi 1,11. Ton, Produktivitas

81,84 Kg/ Ha (Biji Kering), jumlah petani 661 orang.

7. Berdasarkan pada tingkat perkembangannya, pengembangan kakao di Sleman dan

Bantul termasuk pada tahap penumbuhan. Penumbuhan kawasan dilaksanakan pada

kawasan existing yang belum berkembang dengan titik berat pengembangan pada

kegiatan on farm, penerapan teknologi budidaya, penyediaan sarana dan prasarana

pertanian, penguatan kegiatan, penyuluhan pertanian.

8. Berdasarkan pada tingkat perkembangannya pengembangan kakao di Gunungkidul

dan Kulonprogo termasuk pada tahap pemantapan. Tahap pemantapan kawasan

dilaksanakan pada kawasan yang telah berkembang dengan titik berat pengembangan

pada penguatan kelembagaan, peningkatan mutu, penguatan akses pemasaran,

pengembangan pasca panen, pengembangan olahan.

C. .Aspek Budiyada (On Farm)

Aspek budidaya dalam pengembangan kawasan kakao :

1. Tahun 1987 : Pengembangan kakao Banpres di Patuk (200 Ha) : Putat, Nglanggeran,

Nglegi, Ngalang, Ngoro-oro, Salam; Ponjong (200 Ha) : Tambakromo, Sawahan.

2. Tahun 1988 : Pengembangan kakao Banpres di Patuk 1000 Ha : Patuk, Putat,

Nglanggeran, Nglegi, Ngalang, Ngoro-oro, Salam, Ponjong 600 Ha : Tambakromo,

Sawahan, Umbulharjo.

3. Tahun 1990 : KIK kakao (Kredit Investasi Kecil) Plasma PIR kakao melalui Bank

BRI.

4. Tahun 1990 : P2WK Gunungkidul (Pengembangan Perkebunan Wilayah Khusus)

1500 Ha di Patuk (750 Ha) : Beji, Bunder dan Karangmojo (750 Ha) : Jatiayu,

Gedangrejo, Ngawis, Kelor, Wiladeg.

5. Tahun 1992 : P2WK Kulonprogo (Pengembangan Perkebunan Wilayah Khusus)

2000 Ha di Kalibawang, Girimulyo, Kokap

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

55

6. Tahun 1993 : P2WK Kulonprogo (Pengembangan Perkebunan Wilayah Khusus)

2000 Ha di Samigaluh, Temon, Kokap

7. Tahun 1998 : 30 Ha di Patuk

8. Tahun 2011 : Gernas (intensifikasi) 200 Ha di Patuk, Karangmojo dan Gernas

(peremajaan) 100 di Patuk, Karangmojo

9. Tahun 2012 : Perluasan areal kakao 50 Ha (PSP), Optimasi lahan kakao, Perluasan

tanaman kakao di Gunungkidul 100 Ha (Ditjenbun)

10.Tahun 2013 : dilakukan Penyusunan Grand Design Pengembangan Model Desa

Kakao (PMDK) DIY th 2014-2017 melalui anggaran APBN Dishutbun DIY,

Optimasi lahan kakao 40 Ha, Jalan produksi kakao, Pra sertifikasi lahan

11.Tahun 2014 : dilakukan Sosialisasi Grand Design PMDK melalui anggaran APBN

Dishutbun DIY, Peremajaan kakao 100 Ha, Operasional Tenaga Pendamping (TKP/

PLPTKP) Kakao, SL PHT Tanaman Perkebunan Kakao di Kabupaten Gunungkidul

(1 KT).

12.Tahun 2015 : Intensifikasi Tanaman Kakao di Kabupaten Gunungkidul (100 Ha), SL

PHT Tanaman Perkebunan Kakao di Kabupaten Gunungkidul (2 KT), SL PHT

Tanaman Perkebunan di Kabupaten Gunungkidul (4 KT) (Kakao).

13.Tahun 2016 : Intensifikasi tanaman kakao di Kabupaten Gunungkidul (100 Ha),

Kabupaten Kulonprogo (100 Ha), Pembangunan Kebun induk kakao 1 Ha di kab.

Gunungkidul, Pemeliharaan II Kebun Induk Kakao Provinsi (0,8 Ha).

14.Adanya dukungan dari masyarakat sampai dengan tingkat kecamatan dengan

menyepakati untuk mewujudkan sasaran PMDK.

15.Adanya kesepakatan hari kakao untuk gerakan perbaikan kebun, hari kamis utk

Kalibawang, Selasa, rabu, kamis, Jumat untuk Patuk Gunungkidul

16.Terlaksananya peremajaan tanaman diwilayah desa kakao melalui anggaran APBN

Dishutbun DIY

17.Terbentuknya Tim Teknis pada tingkat petani (Tim Penggerak budidaya, Tim

Penggerak Pembuatan pupuk organik, Tim Penggerak Fermentasi)

18. Terlaksananya bimbingan teknis melalui anggaran APBD I Dishutbun DIY :

19. Bimbingan teknis budidaya

20. Bimbingan teknis pembuatan pupuk organik

21. Rehabilitasi tanaman kakao melalui anggaran APBD I Dishutbun DIY

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

56

22.Terbangunnya 0,3 Ha kebun percontohan diwilayah Desa Kakao di Gunungkidul

melalui anggaran Puslit Koka Jember dengan kegiatan Rehabilitasi, pemangkasan

berat, pemupukan, pembuatan rorak, penambahan tanaman, pengaturan naungan

(menebang dan menambah penaung), penguatan teras dengan batu

23.Pembentukan Tim pendamping dan penyusunan bisnis plan PMDK melalui anggaran

APBN Dishutbun DIY.

24. Proses penyusunan indikator kinerja tim pendampingan kegiatan budidaya, pupuk

dan pengolahan

25.Tersusunnya draf dokumen bisnis plan sebagai pedoman bisnis budidaya, pembuatan

pupuk dan pengolahan

26.Dilakukan Integrasi kakao kambing, dengan fermentasi kotoran kambing akan

menambah efektifitas pemupukan dan dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia.

21.Dilakukan sambung samping yang merupakan perbaikan pohon dengan

menempelkan tunas klon unggul, hal ini dilakukan karena pohon tidak produktif.

Dengan sambung samping, tanaman menjadi muda, unggul, pembentukan cabang

buah mudah dikendalikan.

22.Dilakukan Pruning (pronggol), bertujuan untuk membuat pohon max 4m, buah yg

berada pada ranting tinggi berbiji kecil; meremajakan cabang buah; mengatur

penyinaran.

23.Dilakukan sambung pucuk, dilakukan untuk meremajakan pohon dengan klon yg

lebih baik, karena pohon tidak produktif

23.Dilakukan pembuatan rorak, untuk menimbun ranting, daun dari pangkasan sebagai

pemupukan bahan organik dan saluran drainase, dengan pembuatan rorak dan

composting ini pohon jadi tahan kekeringan.

24.Mengatasi kekeringan pada tanaman muda baik dengan air maupun sersah untuk

mengurangi penguapan, terhindar dari kematian.

25.Fasilitasi gunting pangkas, gunting galah, hand sprayer di Gunungkidul

26.Fasilitasi kandang oleh Ditjenbun dan BPTP untuk integrasi kakao-kambing di

Gunungkidul dan Kulonprogo

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

57

D. Aspek Kelembagaan

1. Organisasi terkecil di Gunungkidul adalah Kelompok Tani di tingkat Dusun

(padukuhan).

2. Beberapa Kelompok Tani Kakao bergabung menjadi KUB Kakao, Asosiasi Petani

Kakao Gunungkidul.

3. Setiap kelompok di Gunungkidul memiliki hari kakao (35 hari sekali)

4. Pembinaan kelembagaan pada wilayah Model Desa Kakao Gunungkidul pada KT.

Sidodadi Gumawang, Putat, Patuk; KT. Ngudi Subur, Plumbungan, Putat, Patuk

Gunungkidul; KT Ngudi Raharjo II, Plosokerep, Bunder Patuk; KT. Sari Mulyo

Gambiran Bunder Patuk.

5. Tahun 2015 : terbentuk Unit Fermentasi dan Pemasaran Biji Kakao (UFPBK), 2 unit

yaitu :

a. UFPBK Handayani 1, Karangsari Nglanggeran Patuk Gunungkidul

b. UFPBK Handayani 2, Blimbing Umbulrejo Ponjong Gunungkidul

Dengan pembentukan UFPBK (implementasi Permentan 67 Tahun 2014) diharapkan

biji kakao yang beredar berupa kakao fermented yang sudah memenuhi SNI.

Dengan pembentukan Unit Fermentasi pengolahan Biji Kakao (UFPBK) diharapkan

adanya quality control pada biji kakao yang beredar.

6. Kelompok Tani sudah teregister, tercatat di Kantor Bakorluh/ KP4K

7. Kelembagaan kelompok cukup mantap dan dinamis

8. Pembinaan kelembagaan pada wilayah Model Desa Kakao Kulonprogo pada

Kelompok Tani Ngudi Rejeki Slanden, Banjaroyo Kalibawang, KT. Ngudi Mulyo

Banjaran Banjoyo Kalibawang, KT. Rukun Abadi Pantog Kulon Banjaroyo, KT.

Ngudi Lestari Pantog Wetan Banjaroyo Kalibawang.

E. Aspek Sarana dan Prasarana Penunjang

1. Tahun 2008 : Embung 1 buah pada KT. Ngudi Mulyo, Banjaran, Banjaroyo,

Kalibawang.

2. Tahun 2010 : Jalan usaha tani pada KT. Sidodadi, Gumawang, Putat, patuk; KT.

Ngudi Subur, Plumbungan, Putat, patuk; KT Ngudi raharjo II, Plosokerep, Bunder,

Patuk; KT. Sarimulyo, Gambiran, Bunder, Patuk.

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

58

3. Tahun 2012 : Pengembangan sumber air 2 kelompok @ Rp. 60.000.000 di KT.

Sidodadi, Gumawang, Putat, Patuk dan KT. Ngudi Rahayu II, Ploso kerep, Bunder,

Patuk Gunungkidul tahun 2012, Optimasi lahan kakao pada KT Sedyo Dadi Karang,

Ngalang, Gedangsari; KT. Ngudi Makmur, Wareng, Ngalang, Gedangsari.

4. Pembuatan bak penampung air, sumur resapan, gunting pangkas, gunting galah,

pupuk, obat obatan, gergaji chainshaw di Kulonprogo.

5. Tahun 2013 : Dukungan sarpras pada komoditas kakao 2 kelompok @

Rp.20.000.000 pada di KT. Langgeng kapuas, pantok Kulon, Banjarroyo,

Kalibawang dan KT. Ngudi Mulyo, banjarroyo Banjaran, Kalibawang.

F. Aspek Gangguan Produksi/ Pengendalian OPT

1. Dilaksanakannnya Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) kakao

melaui anggaran APBD I provinsi dan APBN

2. Pengembangan pestisida nabati kakao melalui APBD I Provinsi

3. Gerakan pengendalian OPT di Gunungkidul dan Kulonprogo, OPT yang menyerang

Helopeltis sp., penggerek cabang, PBK, Phythopthora sp, Tupai

4. Pengendalian H/P, dengan sarungisasi dengan plastik, menghindarkan buah dari

hama penghisap maupun jamur busuk buah

5. Pengendalian melalui PHT, budidaya tanaman sehat, gerakan pemeliharaan

(pemangkasan , pemupukan)

6. Pengendalian OPT Penggerek Buah Kakao (PBK) di Gunungkidul :

a. Tahun 2010 = 250 Ha (APBD)

b. Tahun 2011 = 250 Ha (APBD)

c. Tahun 2014 = 50 Ha

d. Tahun 2015 = 50 Ha

G. Aspek Pengolahan dan Pemasaran Hasil

1. Produk olahan kakao di DIY berupa produk primer dan produk sekunder, produk

primer berupa biji kakao kering fermentasi sedangkan produk sekunder berupa

permen cokelat, cokelat patilo, cocoamix, pisang salut cokelat.

2. Pembanguan UFPBK di Gunungkidul pada tahun 2015 sebagai implementasi

Permentan No 67 tahun 2014 dan melengkapi sarana prasarana UFPBK tahun

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

59

2016 seperti Timbangan elektrik kapasitas 100 – 300 kg, Timbangan

laboratorium, Alat uji kadar air, Alat uji belah biji kakao, Mesin jahit karung

portable, Karung plastik, Plastik untuk jemuran, Nampan plastik, Plastik tempat

label, Lampu laboratorium, Termometer, Alat tusuk karung. Dengan

terbentuknya UFPBK diharapkan pemasaran efektif untuk menjamin kepastian

harga dan kualitas karena pemasaran dilakukan bersama-sama

3. Fasilitasi alat pengolah biji kakao menjadi pasta dan cokelat blok di

Gunungkidul.

4. Rumah produksi pengolahan cokelat, Kotak Fermentasi Susun 3, UPH (Unit

Pengering Hasil) di Gunungkidul

5. Rumah produksi pengolahan kakao sekunder di lokasi model desa kakao

Gunungkidul.

6. Pengolahan coklat oleh BPTP, diharapkan dapat sebagai mitra sejati petani

kakao DIY, Kebutuhan bahan baku saat ini saat ini 5 kg/hari, berupa biji kakao

well fermented.

7. Fasilitasi Peralatan Pengolahan Dodol Kakao di Gunungkidul.

8. Sertifikasi jaminan mutu dan keamanan pangan kakao di Gunungkidul.

9. Analisis residu dan limited bahan kimia di Gunungkidul.

10. Pembinaan UFPBK di Gunungkidul.

11. Pelayanan Informasi Pasar di Gunungkidul dan Kulonprogo.

12. Pembinaan/ Pengawalan/ Pendampingan Pengolahan Hasil Perkebunan di

Gunungkidul dan Kulonprogo.

13. Pemutakhiran Data.

14. Promosi/ pameran produk unggulan perkebunan.

15. Fasilitasi UPH, gudang , tempat pengeringan , kotak fermentasi, peralatan

fermentasi di Gunungkidul dan Kulonprogo.

H. Aspek Kebijakan

1. Pengembangan kakao di DIY sesuai dengan Renstra Kementerian Pertanian

Tahun 2015 – 2019, merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan,

selain itu di DIY telah dikembangkan Pengembangan Model Desa Kakao

(PMDK) sebagai salah satu program strategis Gubernur. Kebijakan ini juga

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

60

didukung dengan Permentan No 67 Tahun 2014, dimana mulai Bulan Mei 2016

biji kakao yang beredar harus memenuhi standar SNI paling tidak mutu 3 dan

biji kakao yang beredar harus disertai SKAL-BK.

2. Pada Tahun 2015 Gunungkidul merupakan salah satu dari 6 provisni yang

ditunjuk untuk terbentuknya UFPBK, dengan UFPBK diharapkan penanganan

dan pemasaran biji kakao dilakukan secara bersama-sama.

3. Sebagai implementasi dari Permentan No 67 Tahun 2014, telah dilakukan

capacity building kakao, uji kesesuaian biji kakao terhadap standar SNI, bantuan

peralatan pengujian mutu kakao, melengkapi sarana prasarana UFPBK,

pembinaan sertifikasi jminan mutu dan keamanan pangan, analisis residu dan

bahan kimia kakao.

I. Aspek Kepariwisataan

1. Akan dikembangkan paket kegiatan agrowisata di daerah sentra kakao di

Gunungkidul dan Kulonprogo, karena didukung potensi Daerah Istimewa

Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata. Pengembangan agrowisata berangkat

dari kondisi eksisting berupa potensi alam seperti Gunung Api Purba

Nglanggeran di Gunungkidul dan Wisata Minat Khusus.di Kulonprogo.

2. Di Kulonprogo telah ditetapkan klaster pengembangan agrowisata, dimana objek

wisata di Klaster 2 didominasi wisata perdesaan yang dikemas dalam bentuk

Desa Wisata. Di dalam pengembangan desa wisata, berbagai aktivitas wisata

telah dipaketkan dan ditawarkan kepada wisatawan. Berbagai bentuk kegiatan

dapat berbasis pada pendalaman kehidupan sosial budaya masyarakat, jelajah

alam sekitar, maupun menikmati suasana pedesaan yang alami dan asri.

Berdasarkan jumlah kunjungan wisatawan, Desa Wisata Banjarasri memiliki

jumlah kunjungan yang lebih banyak (2.800 wisatawan) bila dibandingkan

dengan Desa Wisata Dlingo (2.120 wisatawan). Dengan mendasarkan pada

lokasi dan aksesibilitas yang ada, maka Desa Wisata Banjarasri diharapkan dapat

menjadi penarik utama kunjungan wisatawan ke wilayah Klaster 2. Potensi agro

yang menonjol di Klaster 2 adalah teh, kakao, cengkeh, kopi, dan bunga krisan.

Di antara potensi agro yang ada, daya tarik yang dapat dikembangkan sebagai

fokus pengembangan wisata kakao. Hal ini terkait dengan atraksi atau kegiatan

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

61

wisata yang dapat dikembangkan sangat variatif, mulai dari view lahan

budidaya, proses pemetikan dan perawatan, proses fermentasi dan pengolahan

kakao.

3. Perpaduan antara keindahan alam, kehidupan masyarakat pedesaan dan potensi

pertanian, bilamana ditata secara baik dan ditangani secara serius dapat

mengembangkan daya tarik wisata bagi satu daerah tujuan wisata. Agrowisata

yang menghadirkan aneka tanaman dapat memberikan manfaat dalam perbaikan

kualitas iklim mikro, menjaga siklus hidrologi, mengurangi erosi, melestarikan

lingkungan, memberikan desain lingkungan yang estetis bila dikelola dan

dirancang dengan baik. Dengan berkembangnya agro wisata di satu daerah

tujuan wisata akan memberikan manfaat untuk peningkatan pendapatan

masyarakat dan pemerintah. Dengan kata lain bahwa pariwisata dapat dilakukan

untuk mendukung fungsi budi daya pertanian, ekonomi, ekologi dan sosial.

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

62

BAB VI

ROADMAP DAN RENCANA AKSI

A. Strategi Pengembangan

Strategi pengembangan kawasan pertanian dapat dirumuskan mencakup :

a. Penguatan Perencanaan

Perencanaan pengembangan kawasan komoditas unggulan dilakukan melalui

pendekatan top-down policy, yaitu sejalan dengan arah kebijakan pembangunan

pertanian nasional dan bottom-up planing, sesuai dengan kebutuhan

masyarakat/petani. Proses perencanaan pengembangan kawasan membutuhkan

keterpaduan program antar Eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan lintas

sektor.

b. Penguatan Kerjasama dan Kemitraan

Diperlukan adanya kerjasama kemitraan strategis baik antar daerah, badan usaha

daerah, maupun swasta dan masyarakat. Kerjasama kemitraan stratregis model

klaster, harus mampu memberikan layanan kepada kelompok usaha lebih fokus,

kolektif dan efisien. Karena kelompok sasaran jelas, serta unit usaha yang ada pada

kawasan pada umumnya mempunyai permasalahan yang sama, baik dari sisi

produksi, pemasaran, teknologi maupun permodalan.

c. Penguatan Sarana dan Prasarana

Aspek dasar pengembangan kawasan terdiri dari pengembangan, sarana dan

prasarana produksi, lahan, air pertanian serta prasarana pendukung. Penguatan

sarana prasarana produksi pertanian seperti benih/bibit, pupuk dan obat-obatan

harus dijamin ketersediaannya, baik dalam jumlah dan ketepatan waktu.

d. Penguatan Sumber Daya Manusia

Penguatan sumberdaya manusia dilaksanakan dengan pendidikan dan latihan

terhadap petugas pendamping (penyuluh, staf teknis, penggerak swadaya

masyarakat), petani dan pelaku usaha. Materi pelatihan meliputi: konsep

pengembangan kawasan, penetapan komoditas, penyusunan rancang bangun dan

rencana aksi serta aspek teknis usahatani. Penguatan sumberdaya manusia

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

63

mencakup aspek budidaya, penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran,

serta kelembagaan dalam satu rangkaian yang terfokus pada komoditas unggulan

e. Penguatan Kelembagaan

Penguatan kelembagaan dalam kawasan pertanian dilakukan melalui

pengembangan kelembagaan pembina, kelembagaan pelayanan serta kelembagaan

usaha. Kelembagaan pembina meliputi kelembagaan pembina pengembangan

sumber daya manusia, serta kelembagaan inovasi dan diseminasi teknologi spesifik

lokasi. Kelembagaan pelayanan terdiri dari: kelembagaan pelayanan penyediaan

sarana produksi, permodalan, dan pemasaran dan informasi pasar. Kelembagaan

usaha mencakup kelembagaan usaha kelompok, gabungan usaha kelompok,

koperasi serta kelembagaan usaha kecil, menengah dan besar. Kerja sama

kelembagaan dalam bentuk kerja sama antar Pemerintah Daerah, kemitraan usaha

(public private partnership), bantuan bimbingan teknis serta permodalan dalam

kerangka Corporate Social Responsibility (CSR) harus didorong untuk mendukung

pengembangan kawasan pertanian yang berbasis klaster.

f. Percepatan Adopsi Teknologi

Percepatan diseminasi teknologi pertanian dilaksanakan dengan mengoptimalkan

pemanfaatan teknologi tepat guna dan spesifik lokasi yang dihasilkan oleh lembaga

penelitian dan pengembangan serta perguruan tinggi

g. Pengembangan Industri Hilir

Pengembangan industri hilir di kawasan diarahkan untuk mengolah komoditas

pertanian primer menjadi produk olahan baik produk antara (intermediate product)

maupun produk akhir (final product), guna peningkatan nilai tambah dan daya

saing. Identitas produk suatu kawasan adalah produk akhir, meskipun dalam bentuk

segar. Perlu dilakukan standardisasi produk akhir suatu kawasan terutama untuk

komoditas yang mempunyai prospek di pasar luar negeri.

B. Analisis SWOT

Analisis SWOT Industri Kakao di DIY

Faktor-faktor internal dalam prospek pengembangan industri kakao di DIY adalah

sebagai berikut:

1. Kekuatan (strengths)

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

64

a. Areal pertanaman kakao di DIY tersebar pada empat kabupaten yakni Gunung

Kidul, Bantul, Sleman dan Kulonprogo.

b. Petani dan kelompok tani kakao telah menjalin kemitraan dengan PT Pagilaran .

c. Ketersediaan Kulit Buah Kakao (KBK) melimpah karena sebagian tanaman kakao

di DIY masih tanaman muda atau belum menghasilkan (TBM)

d. Terdapat pabrik cokelat monggo di DIY.

e. Indonesia memiliki Pusat Penelitian TEH dan Kakao

f. Terdapat Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan Sekolah Tinggi

Penyuluh Pertanian (STPP), dan Perguruan Tinggi Pertanian

2. Kelemahan (weaknesses)

a. Belum adanya kontinuitas produksi dan produktivitas rendah karena kurang

perawatan dan serangan hama.

b. Banyak tanaman kakao yang tidak produktif.

c. Belum adanya konsistensi penanaman tanaman perkebunan di tingkat petani,

yakni jenis tanaman menyesuaikan dengan musim dan pangsa pasar.

d. Mutu biji kakao belum sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan.

e. Penanganan pasca panen belum sesuai dan sebagian besar biji kakao yang

dihasilkan belum terfermentasi.

f. Belum adanya konsistensi penanaman tanaman perkebunan di tingkat petani

Adapun faktor faktor eksternal dalam prospek pengembangan industri kakao di DIY

adalah sebagai berikut:

3. Peluang (opportunities)

a. Pengembangan kakao di Gunung Kidul baru 40 persen dari potensi yang

dimiliki

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

65

b. Pemanfaatan anggaran APBN dan APBD

c. Produksi kakao di Kulonprogo masih di bawah potensinya

d. Penandatanganan nota kesepahaman kerjasama sistem pengembangan kakao

berkelanjutan dan peningkatan nilai tambah

e. Perkebunan kakao rakyat memiliki potensi sebagai penyedia pangan alternatif

untuk ternak ruminansia

4. Tantangan (threats)

a. Persaingan dengan komoditas lain yang memiliki nilai jual tinggi

b. Penyakit busuk buah kakao yang dapat menyebabkan kerugian hingga 50%

c. Pemotongan harga biji dan produk kakao di pasar internasional akibat

ketidakkonsistenan mutu

d. Persaingan dengan biji cokelat yang berasal dari Sulawesi, Sumatera dan Jember

Setelah kekuatan, kelemahan, tantangan dan ancaman dalam proses

peningkatan produksi kakao di DIY diketahui, tahapan analisis yang selanjutnya adalah

merumuskan strategi melalui matriks TOWS. Matriks TOWS akan membantu

stakeholder kakao DIY untuk memilih strategi yang paling tepat ketika kekuatan dan

kelemahan industri kakao di DIY dihadapkan pada peluang dan ancaman

pengembangan industri kakao di DIY. Berikut ini adalah penjabaran dari keempat

alternatif pilihan strategi pada matriks TOWS road map kakao di DIY:

TABEL 6.1. MATRIK SWOT

Peluang Eksternal (O) Ancaman Eksternal (T)

Kekuatan Internal (S) SO ST

Pengembangan sentra

agroindustri komoditas

kakao di DIY

Sosialisasi pemanfaatan

KBK untuk pakan ternak

ruminansia sebagai

sumber tambahan

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

66

pendapatan petani kakao

Mengoptimalkan

ketersediaan KBK melalui

proses fermentasi

alternatif pakan ternak

Penggunaan tanaman

yang tahan/toleran untuk

mengatasi penyakit busuk

buah sebagai alternatif

pengendalian penyakit

tanaman yang paling

murah dan ramah

lingkungan

Progam pengawalan

pusat pengembangan

kakao di kecamatan

Ponjong, Patuk dan

Karangmojo

Sosialisasi pentingnya

teknologi fermentasi

untuk peningkatan

kualitas biji kakao

Peningkatan SDM petani

melalui sekolah lapang

Kelemahan Internal (W) WO WT

Sosialisasi pola

perkebunan inti rakyat

(PIR) antara petani dan

PT Pagilaran

Bantuan mesin

pengering biji kakao

yang modern untuk

meningkatkan kualitas

biji kakao yang

dihasilkan petani

Intensifikasi dan

peremajaan dengan

memanfaatkan anggaran

APBN dan APBD

Sosialisasi teknologi

penanggulangan

penyakit busuk buah

kakao (BBK)

Optimalisasi peran KUB

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

67

(Kelompok Usaha

Bersama)

5. Strategi SO (Strategi "Maxi-Maxi")

Strategi SO atau strategi maxi maxi adalah strategi yang menggunakan

kekuatan industri kakao di DIY untuk memaksimalkan peluang pengembangan yang

ada. Strategi yang digunakan antara lain:

a. Memfasilitasi pengembangan sentra agroindustri komoditas kakao di DIY

Areal pertanaman kakao di DIY tersebar pada empat kabupaten yakni Gunung Kidul,

Bantul, Sleman dan Kulonprogo. Hal ini berarti setiap kabupaten memiliki potensi

untuk dijadikan sebagai sentra agroindustri komoditas kakao. Oleh karena itu

diperlukan upaya untuk memfasilitasi pengembagan sentra agroindustri kakao di

DIY sebagai tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman kerjasama sistem

pengembangan kakao berkelanjutan dan peningkatan nilai tambah di DIY pada tahun

2012.

b. Mengoptimalkan ketersediaan KBK melalui proses alternatif pakan ternak

ruminansia

Perkebunan kakao rakyat memiliki potensi sebagai penyedia pakan alternatif untuk

ternak ruminansia berupa hasil ikutan saat buah kakao dipanen. Potensi ketersediaan

KBK di Kabupaten Gunung Kidul dan Kulonprogo dapat mencapai 82,03 persen dari

total produksi KBK di DIY. KBK ini selalu tersedia karena buah kakao pada

perkebunan rakyat dapat dipanen hampir sepanjang tahun. Ketersediaan KBK ini

setiap tahun cenderung meningkat karena sebagian tanaman kakao di DIY masih

berupa tanaman muda atau TBM. Oleh karena itu ketersediaan biomassa KBK yang

melimpah ini perlu ditindaklanjuti dengan proses fermentasi agar dapat disimpan

lebih lama dan meningkatkan kualitas KBK sebagai pakan alternatif untuk ternak

ruminansia.

c. Progam pengawalan pusat pengembangan kakao di kecamatan Ponjong, Patuk dan

Karangmojo

DIY memiliki pabrik cokelat monggo yang mampu memproduksi 300 kilogram

cokelat per hari atau rata rata 5 ton per bulan. Penjualan per hari bisa mencapai 10-11

ribu batang cokelat. Namun sayangnya pabrik cokelat ini belum melirik bahan baku

cokelat dari petani DIY, melainkan lebih suka mendatangkan bahan baku cokelat

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

68

dari Sulawesi, Sumatera dan Jember. Padahal sebenarnya DIY memiliki potensi

untuk memasok bahan baku cokelat tersebut mengingat baru 40 persen dari potensi

lahan kakao di Gunung Kidul yang termanfaatkan. Oleh karena itu untuk dapat

merebut pangsa pasar tersebut, salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah

dengan program pengawalan pusat pengembangan kakao di kecamatan Ponjong,

Pathuk dan Karangmojo baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Selama ini pusat

pengembangan kakao di tiga kecamatan tersebut belum maksimal menghasilkan

kakao dan luas lahannya semakin berkurang.

d. Peningkatan SDM petani melalui sekolah lapang

Produksi kakao kulonprogo saat ini masih 450 kg/ha padahal minimal seharusnya 1,1

ton/ha karena kurangnya pemeliharaan tanaman kakao di kulonprogo. Hal ini

disebabkan karena minimnya pemahaman dan pengetahuan petani terhadap

pengelolaan kakao. Oleh karena itu diperlukan program peningkatan kapasitas petani

terhadap pengelolaan kakao melalui sekolah lapang dengan materi budidaya kakao,

PHT (Pengamatan Hama Terpadu), peningkatan produksi dan penanganan pasca

produksi. Kegiatan ini telah dilakukan di kelompok kelompok tani yang telah intensif

membangun hubungan dengan Dinas dan memiliki potensi tanaman kakao, yaitu di

Pagerharjo Samigaluh. Untuk selanjutnya diharapkan program ini juga dapat

melibatkan tenaga ahli dari STPP, Perguruan Tinggi dan meluas kepada petani ke

daerah lain.

6. Strategi ST (Strategi "Maxi-Mini")

Strategi ST atau strategi maxi mini adalah strategi yang menggunakan

kekuatan industri kakao di DIY untuk meminimalkan ancaman yang muncul dalam

pengembangannya. Strategi yang digunakan antara lain:

a. Sosialisasi pemanfaatan KBK untuk pakan ternak ruminansia sebagai sumber

tambahan pendapatan petani kakao

Salah satu penyebab makin menyusutnya lahan kakao di DIY adalah karena

masyarakat lebih memilih menanam tanaman lain yang memiliki nilai jual lebih

tinggi. Oleh karena itu diperlukan strategi yang dapat menciptakan insentif

berproduksi bagi petani. Salah satunya adalah dengan sosialisasi pemanfaatan KBK

sebagai pakan ternak ruminansia. Strategi ini akan mengatasi permasalahan

terbatasnya ketersediaan hijauan pakan yang menjadi permasalahan utama dalam

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

69

pemeliharaan ternak ruminansia, sekaligus memberikan tambahan pendapatan bagi

petani kakao.

b. Penggunaan tanaman yang tahan/toleran untuk mengatasi penyakit busuk buah

sebagai alternatif pengendalian penyakit tanaman yang paling murah dan ramah

lingkungan.

Penanaman varietas atau klon kakao yang tahan di daerah basah dapat mengurangi

masalah serangan penyakit. Oleh karena itu keberadaan Pusat Penelitian Kakao

(PUSLITKOKA) dapat dimanfaatkan untuk menjalankan strategi ini. Lembaga

penelitian ini telah menghasilkan klon yang tahan/toleran untuk mengatasi penyakit

busuk buah. Klon DRC 16 merupakan kakao yang cukup tahan untuk kakao mulia,

Pengendalian Busuk Buah Kakao sedangkan untuk kakao lindak, ada beberapa hasil

persilangan yang menunjukkan ketahanan yang cukup tinggi, antara lain Sca 6, Sca

12,dan hibrida Sca 6 x DRC 16, Sca 89 x DRC 16, ICS 60 x DRC 16, ICCRI 03,

ICCRI 04.

7. Strategi WO (Strategi "Mini-Maxi")

Strategi WO atau strategi mini maxi adalah strategi yang meminimalkan

kelemahan industri kakao di DIY dengan memanfaatkan peluang yang ada. Strategi

yang digunakan antara lain:

a. Sosialisasi pola perkebunan inti rakyat (PIR) antara petani dan PT Pagilaran

Permasalahan yang muncul dalam industri kakao di DIY adalah belum adanya

konsistensi penanaman tanaman perkebunan di tingkat petani, yakni jenis tanaman

menyesuaikan dengan musim dan pangsa pasar. Hal ini dikarenakan petani

cenderung memilih tanaman lain yang dianggap lebih memberikan jaminan

keuntungan. Padahal sesungguhnya petani kakao telah memiliki jaminan pasar

melalui keberadaan PT Pagilaran. Perusahaan ini telah lama mengembangkan pola

Perkebunan Inti Rakyat (PIR) di sentra pengembangan kakao, gunung kidul.

Perusahaan yang dimiliki Yayasan Fakultas Pertanian Gadjah Mada ini sejak awal

membantu mengembangkan produk tersebut dengan pola PIR. Selain dengan petani

di Gunung Kidul, Pagilaran juga menjalin kemitraan dengan petani di wilayah lain,

yakni Batang, Kulon Progo, Pacitan, Wonogiri dan Madiun, untuk pengembangan

tanaman kakao. Model kemitraan yang dibangun adalah Pagilaran berperan dalam

menyiapkan bibit dan tenaga penyuluh. Sementara, petani menyiapkan lahan dan

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

70

menangani budi daya tanaman hingga berbuah. Seluruh hasilnya ditampung

Pagilaran dengan harga yang telah disepakati dan bersifat fluktuatif mengikuti

perkembangan harga pasar kakao di pasaran. Oleh karena itu dengan

ditandatanganinya nota kesepahaman kerjasama sistem pengembangan kakao

berkelanjutan dan peningkatan nilai tambah, diharapkan keuntungan PIR ini dapat

segera disosialisasikan kepada para petani.

b. Intensifikasi dan peremajaan dengan memanfaatkan anggaran APBN dan APBD

Mengingat banyaknya tanaman kakao yang seharusnya sudah produksi tetapi

ternyata tidak produktif, maka tanaman ini perlu diintensifkan dengan cara

memelihara dan meremajakan tanaman. Dengan peremajaan dapat dilakukan dengan

mengganti tanaman dengan tanaman baru, penggantian dengan tanaman baru ini

harus benar-benar dari bibit yang berkualitas memiliki produktifitas tinggi dan

memiliki umur panjang, atau dengan melakukan sambung samping dengan

sambungan (entres) dari tanaman yang berkualitas. Untuk mendanai peremajaan ini,

petani dapat memanfaatkan anggaran dari Dinas Perkebunan dengan cara

mengajukan permohonan ke Direktorat Jenderal Perkebunan untuk tahun anggaran

berikutnya.

8. Strategi WT (Strategi "Mini-Mini")

Strategi WT atau strategi mini mini adalah strategi yang meminimalkan

kelemahan industri kakao di DIY dan menghindari ancaman. Strategi yang digunakan

antara lain:

a. Bantuan sarana dan prasarana untuk meningkatkan kualitas biji kakao yang

dihasilkan petani

Rendahnya mutu bahan baku cokelat yang dihasilkan petani di DIY membuat pabrik

cokelat di DIY lebih memilih untuk mendatangkan bahan baku cokelat dari

Sulawesi, Sumatera dan Jember. Rendahnya kualitas biji kakao ini disebabkan petani

di DIY belum memiliki teknologi pengolahann kakao yang memadai. Petani tidak

mempunyai alat pengolah atau pengering biji kakao. Proses pengeringan dilakukan di

bawah sinar matahari selama sekitar tiga hari, sedangkan proses fermentasi memakan

waktu 5-7 hari. Oleh karena itu diperlukan bantuan sarana dan prasarana teknologi

pengolahan biji kakao yang modern untuk meningkatkan kualitas biji kakao yang

dihasilkan oleh petani di DIY. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa bangunan

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

71

UPH (Unit Pengolahan Hasil), kotak fermentasi, terpal untuk sarana penjemuran,

mesin pengering dan alat timbang bagi unit pemasaran kakao. Dengan menggunakan

mesin pengering maka pengeringan biji kakao hanya memakan waktu 40-50 jam.

b. Sosialisasi teknologi penanggulangan penyakit busuk buah kakao (BBK)

Penyakit busuk buah kakao (BBK) disebabkan oleh Phytophthora palmivora

merupakan penyakit utama pada tanaman kakao. Kerugian yang diakibatkan dapat

mencapai 50%. Gejala buah kakao yang terserang memiliki bercak coklat kehitaman,

biasanya dimulai dari ujung atau pangkal buah. Bercak berkembang dengan cepat

menutupi jaringan internal dan seluruh permukaan buah, termasuk biji. Buah yang

terinfeksi akan menjadi busuk total dan menjadi hitam. Jamur dapat masuk ke dalam

buah dan menyebabkan biji menjadi busuk dan menurunkan kualitasnya. Teknologi

pengendalian BBK meliputi sanitasi kebun, kultur teknis, menanam jenis tanaman

kakao yang tahan, dan kimiawi. Sanitasi kebun dilakukan dengan cara membuang

semua buah yang menunjukkan gejala serangan/ busuk yang ada di pohon.

Tujuannya ialah untuk menekan sumber infeksi sekecil mungkin. Buah terinfeksi

dikumpulkan kemudian dibenam dalam tanah minimal sedalam 30 cm dari atas

permukaan tanah. Pada saat pembenaman, buah-buah busuk dicampur terlebih

dahulu dengan kotoran ayam, hijauan daun, dan ditambah dengan EM-4 atau Urea

kemudian ditutup dan dimampatkan dengan tanah. Pengendalian kultur teknis

dilakukan dengan cara pengaturan pohon pelindung, pemangkasan tanaman kakao,

dan pengaturan drainase. Pengaturan pangkasan tanaman kakao dengan pengaturan

pohon penaung pada saat menjelang musim hujan perlu dilakukan agar kelembaban

kebun tidak tinggi. Di lokasi yang sering tergenang air dibuatkan saluran drainase.

Tindakan preventif juga sangat dianjurkan agar perkembangan penyakit tidak

meluas. Salah satu tindakan preventif adalah dengan penggunaan fungisida.

Fungisida yang dianjurkan untuk pengendalian penyakit busuk buah kakao, antara

lain, adalah yang berbahan aktif tembaga (Copper Sandoz, Cupravit, Vitigran Blue,

Cobox, Nordox 56 WP) dengan konsentrasi formulasi 0,3% dengan interval 2

minggu. Fungisida kimia juga diaplikasikan biofungisida yaitu jamur antagonis

Trichoderma spp. Diharapkan jamur ini akan dapat digunakan secara luas sebagai

pengganti fungisida kimia. Teknologi pengendalian busuk buah kakao (BBK) pada

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

72

tahun 2012 telah dilaksanakan di Kelompok Tani Andum Rezeki, Desa Banjarharjo,

Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo.

c. Sosialisasi pentingnya teknologi fermentasi untuk peningkatan kualitas biji kakao

Ketidakkonsistenan mutu biji kakau meenyebabkan pemotongan harga biji kakao

Indonesia sebesar 10-15 persen di pasar internasional, termasuk biji kakao yang

berasal dari DIY. Keberagaman mutu biji kakao Indonesia disebabkan oleh beberapa

faktor, seperti minimnya sarana pengolahan, lemahnya pengawasan mutu pada

seluruh tahapan proses pengolahan biji kakao rakyat, serta pengelolaan biji kakao

yang masih tradisional (85% biji kakao produksi nasional tidak difermentasi). Oleh

karena itu diperlukan sosialisai pentingnya teknologi fermentasi untuk peningkatan

kualitas biji kakao.

d. Optimalisasi peran KUB (Kelompok Usaha Bersama)

Komoditas kakao adalah komoditas yang memiliki potensi peningkatan pendapatan

petani, karena harga kakao relatif stabil dan sangat dibutuhkan dipasaran dunia,

namun karena sekarang ini petani masih melakukan penjualan melalui para

tengkulak dan tidak terkordinir maka harga kakao di tingkat petani masih sangat

rendah, untuk mengatasi hal ini maka diperlukan pengoptimalan kinerja KUB

(Kelompok Usaha Bersama) untuk mengkoordinir petani dalam memasarkan kakao

dan melakukan standar kualitas sehingga kakao yang dijual akan memiliki harga

yang baik. KUB ini juga berfungsi untuk mewakili petani dalam melakukan

kerjasama penjualan kakao pada Perusahaan-perusahaan pemasaran kakao, karena

dengan berkelompok maka petani dapat meningkatkan nilai tawar petani terhadap

para pembeli kakao.

C. Program dan Rencana Aksi Pengembangan

Pengembangan kawasan kakao di DIY selalu mengacu pada program yang

sudah dicanangkan oleh kementerian, provinsi dan kabupaten. Harapan dari

pengembangan kawasan kakao adalah untuk meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan petani, pemerataan pendapatan dan kesepakatan berusaha, penyerapan

tenaga kerja, pengurangan kemiskinan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah.

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

73

Strategy Map (peta strategi) dalam pembangunan sentra produksi perkebunan

DIY dilandasi dari visi misi Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY yang selanjutnya

disusun strategi berdasarkan pada RPJP dan RPJM.

Berdasarkan hasil analisis SWOT maka dapat disusun suatu program dan

rencana aksi pengembangan kakao DIY. Masing masing program memiliki tujuan yang

spesifik, sehingga diharapkan dalam pelaksanaannya akan lebih tepat sasaran.

TABEL 6.2. PROGRAM DAN RENCANA AKSI

Program dan Rencana Aksi

Tujuan

Memfasilitasi pengembangan sentra

agroindustri komoditas kakao di DIY

Menjadikan setiap kabupaten sebagai sentra

agroindustri komoditas kakao untuk

mewujudkan sistem pengembangan kakao

berkelanjutan dan peningkatan nilai tambah

Mengoptimalkan ketersediaan KBK

melalui proses fermentasi sebagai

alternatif pakan ternak ruminansia

Meningkatkan kualitas KBK sebagai pakan

alternatif untuk ternak ruminansia

Progam pengawalan pusat

pengembangan kakao di kecamatan

Ponjong, Patuk dan Karangmojo

Merebut pangsa pasar pemenuhan kebutuhan

bahan baku cokelat di DIY

Peningkatan SDM petani melalui

sekolah lapang

Meningkatkan kapasitas petani dalam

pengelolaan kakao mulai dari budidaya, PHT

(Pengamatan Hama Terpadu), peningkatan

produksi dan penanganan pasca produksi.

Sosialisasi pemanfaatan KBK untuk

pakan ternak ruminansia sebagai

sumber tambahan pendapatan petani

Mengatasi permasalahan terbatasnya

ketersediaan hijauan pakan sekaligus

memberikan tambahan pendapatan bagi

petani kakao.

Penggunaan tanaman yang

tahan/toleran untuk mengatasi

Mengurangi masalah serangan penyakit

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

74

penyakit busuk buah sebagai alternatif

pengendalian penyakit tanaman yang

paling murah dan ramah lingkungan

secara murah dan ramah lingkungan

Sosialisasi pola perkebunan inti rakyat

(PIR) antara petani dan PT Pagilaran

Memberikan jaminan pasar kepada petani,

sehingga konsistensi penanaman tanaman

kakao di tingkat petani dapat dijaga

Intensifikasi dan peremajaan dengan

memanfaatkan anggaran APBN dan

APBD

Meningkatkan produktifitas tanaman kakao

Bantuan sarana dan prasarana Meningkatkan kualitas biji kakao yang

dihasilkan petani

Sosialisasi teknologi penanggulangan

penyakit busuk buah kakao (BBK)

Mengurangi tingkat kerugian yang

disebabkan oleh penyakit busuk buah

Sosialisasi pentingnya teknologi

fermentasi untuk peningkatan kualitas

biji kakao

Menghasilkan keseragaman dan

kekonsistenan mutu biji kakao DIY untuk

menghasilkan nilai jual yang tinggi,

khususnya di pasar internasional

Optimalisasi peran KUB (Kelompok

Usaha Bersama)

Mengkoordinir petani dalam memasarkan

kakao dan melakukan standar kualitas

sehingga kakao yang dijual akan memiliki

harga yang baik.

Untuk menangkal tekanan yang terjadi baik dalam perdagangan domestik

maupun internasional, maka pemerintah mengeluarkan peraturan maupun kebijakan

yang terkait dengan peningkatan mutu dan standardisasi, termasuk Standar Nasional

Indonesia (SNI). Pemerintah akan memberlakukan SNI wajib kakao. Dengan

pemberlakuan SNI wajib kakao maka produk yang dihasilkan dan boleh didistribusikan

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

75

adalah produk kakao yang bermutu, aman dan sesuai keinginan konsumen. Produk yang

aman dan bermutu dapat meningkatkan daya saing sehingga permintaan pasar akan

meningkat dan memperbaiki nilai jual produk.

Mutu yang dipersyaratkan dalam SNI ditentukan oleh setiap tahapan proses

pengolahan kakao fermented mulai dari pemeraman, pemecahan, fermentasi,

pengeringan, sortasi biji kering, pengemasan dan penyimpanan. Pengolahan kakao

fermented ini sangat penting karena akan menentukan kenampakan fisik dan citarasa

yang dipersyaratkan dalam perdagangan dan peredaran biji kakao. Rendahnya mutu

kakao fermented disebabkan karena minimnya sarana pengolahan, lemahnya

pengawasan mutu, dan pengolahan kakao yang tidak berorientasi pada mutu, sehingga

diperlukan pemantauan dan pengawasan mutu secara intensif dan berkelanjutan pada

setiap tahapan proses pengolahan kakao agar tidak terjadi penyimpangan mutu.

SNI yang akan digunakan dalam pemberlakuan SNI wajib kakao adalah SNI

2323 : 2008/Amandemen 2010. Biji kakao yang sesuai standar SNI 2323 :

2008/Amandemen 2010 harus memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus.

Persyaratan Umum SNI 2323 : 2008/Amandemen 2010 meliputi serangga hidup, kadar

air, biji berbau asap/asing/abnormal, kadar benda asing, dan kadar biji pecah.

Sedangkan persyaratan khusus meliputi kadar biji berjamur, kadar biji slaty, kadar biji

berserangga, kadar kotoran/ waste, dan kadar biji berkecambah.

Pada tahun 2012, melalui Program Pengembangan Mutu Kakao Fermentasi di

Daerah Istimewa Yogyakarta telah dilakukan uji kesesuaian mutu biji kakao terhadap

standar SNI di Kabapaten Gunungkidul dan Kulonprogo. Hasil uji kesesuaian mutu biji

kakao terhadap standar SNI dapat dilihat pada tabel berikut :

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

76

Tabel 6.3. Hasil Uji Kakao

Kecamatan Patuk dan Kalibawang Tahun 2012

No Nama

Kelompok

Hasil Uji sesuai SNI 2323-2008/Amd 2010 (Mutu III)

1 2 3 4

5 6 7 8 9 10

Kabupaten Gunungkidul

1. KT. Ngudi

Makmur, Dsn.

Salaran, Ds.

Ngoro-oro, Kec.

Patuk

9.8 0 1 0.33 0.33 0 1.39 tdk ada tdk ada ada

2. KT. Hargo Mulyo,

Dsn. Karangsari,

Ds. Nglanggeran,

Kec. Patuk

7.9 0 0.67 0 0.33 0 2 tdk ada tdk ada ada

3. KT. Sidodadi, Dsn.

Gumawang, Ds.

Putat, Kec. Patuk

7.55 0 0.67 0 0 0.49 3.95 tdk ada tdk ada ada

4. KT. Ngudi Subur,

Dsn. Plumbungan,

Ds. Putat, Kec.

Patuk

7.73 0.33 1 0 1 0.26 6.45 tdk ada tdk ada tdk ada

Kabupaten Kulonprogo

1. KT. Rukun Abadi,

Dsn. Pantok Kulon,

Ds. Banjaroyo,

Kec. Kalibawang

7.71 0 4.33 0 2.67 0.28 9.29 tdk ada tdk ada tdk ada

2. KT. Ngudi Rejeki,

Dsn. Slanden, Ds.

Banjaroyo, Kec.

Kalibawang

10.07 0 1.33 0 1.33 0 4.67 tdk ada tdk ada tdk ada

3. KT. Pancakarya

Tunggal, Ds.

Banjaroyo, Kec.

Kalibawang

10.11 0 1.33 0 1 0.35 0.87 tdk ada tdk ada tdk ada

4. KT. Ngudi Mulyo,

Dsn. Banjaran, Ds.

Banjaroyo, Kec.

Kalibawang

10.8 0 1 0 0 1 2.29 tdk ada tdk ada ada

5. KT. Mekar

Gerbosari, Dsn.

Gerpule, Desa

Banjarharjo, Kec.

Kalibawang

25.11 16.67 3.33 0 1.67 0.8 11.67 tdk ada tdk ada tdk ada

Sumber : Laporan Hasil Uji Kakao.LPPT-UGM/U/VIII/2012

Keterangan :

1 : Kadar Air maks 7,5 %,

2 : Biji berjamur maksimal 4 %

3 : Biji slaty maksimal 20 %

4 : Biji berserangga maksimal 2 %

5 : Biji berkecambah maksimal 3 %

6 : Biji pecah maksimal 2 %

7 : Kotoran maksimal 3 %

8 : Biji berbau asap tidak ada

9 : Serangga hidup tidak ada,

10 : Benda asing tidak ada.

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

77

Dari hasil uji laboratorium FTP. UGM menunjukkan bahwa mutu biji kakao

fermented yang dihasilkan petani kakao di Kecamatan Patuk dan Kalibawang masih

masuk ke dalam kategori mutu 3 (tiga). Untuk meningkatkan mutu kakao tersebut

dibutuhkan dukungan sosialisasi, pelatihan dan pendampingan sehingga petani mampu

melakukan pengolahan kakao sesuai GHP, menerapkan sistem jaminan mutu dan

kemanan pangan serta memanfaatkan sarana pengolahan secara optimal yang akan

menghasilkan produk kakao sesuai SNI dengan kategori mutu yang lebih baik.

Mutu produk kakao sangat ditentukan oleh penanganan budidaya sesuai GAP

yang akan menghasilkan bahan baku kakao berkualitas dan penanganan pengolahan

sesuai GHP yang akan menghasilkan biji kakao fermented yang sesuai standar SNI.

Kriteria mutu biji kakao sesuai SNI sangat dipengaruhi oleh setiap tahapan proses

pengolahan kakao mulai dari pemeraman, pemecahan buah, fermentasi, pengeringan,

sortasi biji kering, pengemasan dan penyimpanan.

Tuntutan pasar akan produk hasil pertanian yang bermutu dan aman

dikonsumsi mununtut petani untuk bisa meningkatkan kualitas produknya agar dapat

memenuhi standar SNI. Dengan menghasilkan produk pertanian yang berkualitas SNI,

maka produk petani akan dapat bersaing di pasaran dan petani berpeluang memperoleh

pendapatan yang lebih besar karena adanya nilai tambah dari produk yang berkualitas

SNI.

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

78

BAB VII

ANALISIS PERENCANAAN

A. Analisis Budidaya (On Farm)

1. Kondisi pohon dan kebun ideal dapat menghasilkan antara 30 – 150 buah per

pohon/tahun. yang seperti ini belum mencapai 50 Ha dari 4000-an Ha kakao di

DIY. Dengan komitmen yang tinggi semua kebun kakao DIY dapat mencapai

kondisi ideal.

2. Kondisi pohon kakao sudah tua sehingga memerlukan tindakan peremajaan/

rehabilitasi

3. Pohon kurang pupuk sehingga perlu tindakan intensifikasi dengan melakukan

pemupukan tepat jenis, waktu, dosis dan cara, kakao akan berbuah sepanjang

masa.

4. Kekeringan menyebabkan kematian >50% pada tanaman muda bahkan tanaman

tua bila retakan memutus akar sehingga memerlukan upaya untuk mengatasi

berupa mitigasi adaptasi perubahan iklim (sudah dilakukan) dan dukungan

sarpras sumber air.

5. Belum semua petani melakukan pemangkasan pohon tua untuk mengatur

penyinaran, membuang ranting kering dan terserang H/P. Dengan pendampingan

gerakan kelompok akan berjalan efektif.

6. Belum semua petani melakukan pemangkasan pohon muda, membentuk

percabangan agar penyinaran optimal.

7. Hasil peremajaan, tanaman seumur masih sangat rentan kekeringan, sehingga

mitigasi kekeringan sangat diperlukan.

8. Kondisi kebun kakao terlalu rimbun, tercampur dengan tanaman lain,

mengakibatkan kurang sinar sehingga mudah terserang hama penyakit sehingga

perlu pengurangan pohon yang menaungi, dengan pendampingan gerakan

perbaikan kebun

Page 79: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

79

Dari hasil analisis tersebut diperlukan upaya tindaklanjut :

1. Diperlukan dukungan untuk pengembangan tanaman kakao (Peremajaan

tanaman kakao, intensifikasi tanaman kakao, rehabilitasi tanaman kakao,

sampung pucuk, sambung samping)

2. Diperlukan upaya gerakan pemeliharaan kebun

3. Dierlukan upaya penataan kebun

4. Diperlukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim

B. Analisis Kelembagaan

1. Kurangnya petugas teknis lapangan untuk memberikan penyuluhan mapun

pendampingan kegiatan.

2. Terbatasnya jumlah personil yang kompeten sebagai pendamping kegiatan

pengolahan maupun budidaya kakao.

3. Kemampuan anggota kelompok tani sangat beragam dalam mengelola

komoditas perkebunan, sehingga dihasilkan kondisi kebun yang tidak homogen.

Dari hasil analisis tersebut diperlukan upaya tindaklanjut :

1. Diperlukan dukungan kegiatan untuk mendukung peningkatan kapasitas SDM

petani melalui pelatihan baik Dinamika kelompok, Pelatihan Penguatan

Kelembagaan Lanjutan, Pelatihan Penguatan kelembagaan Lengkap, SLPPHP.

2. Diperlukan dukungan kegiatan untuk mendukung peningkatan kapasitas SDM

petugas melalui FASDA.

3. Perlunya optimalisasi peran KUB (Kelompok Usaha Bersama) karena

Komoditas kakao adalah komoditas yang memiliki potensi peningkatan

pendapatan petani, karena harga kakao relatif stabil dan sangat dibutuhkan

dipasaran dunia, namun karena sekarang ini petani masih melakukan penjualan

melalui para tengkulak dan tidak terkordinir maka harga kakao di tingkat petani

masih sangat rendah, untuk mengatasi hal ini maka diperlukan pengoptimalan

kinerja KUB (Kelompok Usaha Bersama) untuk mengkoordinir petani dalam

memasarkan kakao dan melakukan standar kualitas sehingga kakao yang dijual

akan memiliki harga yang baik. KUB juga berfungsi untuk mewakili petani

dalam melakukan kerjasama penjualan kakao pada perusahaan-perusahaan

Page 80: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

80

pemasaran kakao, karena dengan berkelompok maka petani dapat meningkatkan

nilai tawar petani terhadap para pembeli kakao.

4. Diperlukan dukungan untuk pembentukan UFPBK di Banjaroyo dan Banjarharjo

Kecamatan Kalibawang Kulonprogo seperti yang sudah terbentuk di

Gunungkidul karena dengan pembentukan UFPBK (implementasi Permentan 67

Tahun 2014) diharapkan biji kakao yang beredar berupa kakao fermented yang

sudah memenuhi SNI.

5. Perlunya penguatan kelembagaan kelompok tani agar dapat dicapai kolektifitas

produksi, kolektifitas harga, dan kolektivitas pemasaran untuk meningkatkan

posisi tawar petani kakao. Dengan penguatan kelembagaan petani akan

meningkatkan posisi tawar petani kakao karena :

a. Akan terbentuk konsolidasi petani dalam satu wadah untuk menyatukan gerak

ekonomi dalam setiap rantai pertanian, dari pra produksi sampai pemasaran.

Konsolidasi tersebut pertama dilakukan dengan kolektifikasi semua proses

dalam rantai pertanian, meliputi kolektifikasi modal, kolektifikasi produksi,

dan kolektifikasi pemasaran. Kolektifikasi modal adalah upaya membangun

modal secara kolektif dan swadaya,misalnya dengan gerakan simpan-pinjam

produktif yang mewajibkan anggotanya menyimpan tabungan dan

meminjamnya sebagai modal produksi, bukan kebutuhan konsumtif. Hal ini

dilakukan agar pemenuhan modal kerja dapat dipenuhi sendiri, dan

mengurangi ketergantungan kredit serta jeratan hutang tengkulak.

b. Kolektifikasi produksi, yaitu perencanaan produksi secara kolektif untuk

menentukan pola, jenis, kuantitas dan siklus produksi secara kolektif. Hal ini

perlu dilakukan agar dapat dicapai efisiensi produksi dengan skala produksi

yang besar dari banyak produsen. Efisisensi dapat dicapai karena dengan

skala yang lebih besar dan terkoordinasi dapat dilakukan penghematan biaya

Page 81: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

81

dalam pemenuhan faktor produksi, dan kemudahan dalam pengelolaan

produksi, misalnya dalam penanganan hama dan penyakit.

c. Kolektifikasi dalam pemasaran produk pertanian. Hal ini dilakukan untuk

mencapai efisiensi biaya pemasaran dengan skala kuantitas yang besar, dan

menaikkan posisi tawar produsen dalam perdagangan produk pertanian.

Dengan melakukan tindakan kolektif dengan kerjasama di antara petani

dalam mengontrol penentuan harga. Selain itu kerjasama juga akan

mengurangi ongkos waktu dan pemasaran.

C. Analisis Sarana dan Prasarana Penunjang

1. Fasilitasi sarpras di DIY belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sarpras

pada kawasan pengembangan komoditas unggulan pada kluster-kluster yang

telah ditetapkan serta belum mampu menjangkau semua kecamatan miskin yang

ada di DIY.

2. Pada skala nasional tingkat kemiskinan DIY menempati rangking 9

dibandingkan wilayah lain (diatas rerata nasional) dengan urutan jumlah

penduduk miskin dari yang terbanyak ke yang terkecil : Bantul, Gunungkidul,

Sleman, Kulonprogo, Kota Yogyakarta. Dengan adanya dukungan sarpras pada

kawasan perkebunan diharapkan dapat menjadi triger pada wilayah tersebut dan

membantu pengentasan kemiskinan terutama pada kantong-kantong kemiskinan

DIY sesuai dengan Tema RKP DIY Tahun 2017 “ Memacu Pembangunan

Infrastruktur dan Ekonomi untuk Meningkatkan Kesempatan Kerja serta

Mengurangi Kemiskinan dan Kesenjangan Antarwilayah”

Dari hasil analisis tersebut diperlukan upaya tindaklanjut :

1. Diperlukan dukungan pengembangan irigasi air permukaan, embung, irigasi

perpipaan/ perpompaan, jalan produksi perkebunan, pra dan pasca sertifikasi

lahan perkebunan.

2. Diperlukan dukungan sarana prasarana sebagai salah satu strategi pengembangan

kawasan adalah dengan penguatan sarana dan prasarana baik sarana dan

Page 82: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

82

prasarana produksi (bibit, benih, pupuk, obat-obatan), lahan, air, pembiayaan,

pertanian yang harus dijamin ketersediaannya, baik dalam jumlah dan ketepatan

waktu

3. Diperlukan identifikasi dan inventarisasi kebutuhan sarpras selama 5 tahun

kedepan yang mempertimbangkan daya dukung atau kapasitas lahan, meliputi

daya dukung fisik, alami/iklim, sosial dan budaya. Identifikasi dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan minimal sarpras serta mengoptimalkan pemanfaatan

sarpras pada kawasan perkebunan. Dengan adanya dukungan sarpras dari on

farm sampai off farm pada kawasan perkebunan yang berbasis komoditas

unggulan diharapkan suatu kawasan dapat digarap secara utuh, terpadu dari hulu

sampai hilir, multiyears/berkelanjutan, sinergi antara stakehoder dan berskala

ekonomi sehingga diharapkan dapat menjadi pengungkit/trigger wilayah

perkebunan nasional.

D. Analisis Gangguan Produksi

1. Kondisi kebun kakao terlalu rimbun, tercampur dengan tanaman lain,

mengakibatkan kurang sinar sehingga mudah terserang hama penyakit.

2. Serangan busuk buah, hal yang umum terjadi pada kurangnya pengendalian

dengan fungisida, pada musim penghujan tingkat serangan bisa mencapai >30%.

3. Serangan hama penghisap, hal ini karena masih banyaknya pohon inang hama

yang terlalu dekat, serangan pada buah berakibat, buah jadi kecil, serangan pada

daun muda berakibat mati pucuk.

Dari hasil analisis tersebut diperlukan upaya tindaklanjut :

1. Dibutuhkan dukungan untuk pengendalian OPT dengan menggunakan teknologi

spesifik lokasi karena Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan salah

satu faktor penting yang perlu diperhatikan karena menghambat pencapaian

sasaran produksi dan kualitas tanaman perkebunan. Diperkirakan rata-rata 30 %

pengurangan hasil dan produk potensial suatu komoditas disebabkan oleh

adanya serangan OPT, selain itu gangguan OPT juga menurunkan kualitas hasil.

Page 83: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

83

2. Diperlukan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadi (SLPHT) kakao agar

petani mampu mengendalikan hama terpadu secara mandiri pada kebunnya.

E. Analisis Pengolahan dan Pemasaran Hasil

1. Belum semua petani mau melakukan fermentasi dengan hasil baik.

2. Belum adanya selisih harga yang signifikan antara kakao fermented dengan non

fermented.

3. Hasil olahan coklat oleh petani, diharapkan sebagai pelopor pengolahan coklat

petani DIY.

4. Sistem pemasaran yang belum efektif untuk menjamin kepastian harga dan

kualitas, sehingga diperlukan grading harga sesuai kualitas kakao (fermented).

Dari hasil analisis tersebut diperlukan upaya tindaklanjut :

1. Dengan terbentuknya UFPBK diharapkan pemasaran efektif untuk menjamin

kepastian harga dan kualitas karena pemasaran dilakukan bersama-sama.

2. Untuk dapat menghasilkan produk sesuai standar SNI maka diperlukan sosialisasi SNI,

pelatihan, dan pendampingan.

3. Perlu meningkatkan frekuensi sosialisasi dengan metode praktek proses

fermentasi yang baik dan diikuti dengan pendampingan secara berkelanjutan

agar dalam pelaksanaan pengolahan kakao fermented tidak terjadi penyimpangan

mutu.

4. Perlu melakukan pendampingan secara intensif dan berkelanjutan untuk

meningkatkan psikomotorik petani dalam melaksanakan SNI kakao, dengan

meningkatkan peran petugas pendamping sebagai penasehat kelompok, Trainer

Participatoris serta Link Person.

5. Pemerintah perlu memberikan reward dan punishment yang jelas untuk

meningkatkan motivasi petani dalam melaksanakan SNI kakao dengan

melakukan grading harga dan penerbitan SKAL-BK sebagai syarat dalam

peredaran dan perdagangan biji kakao.

Page 84: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

84

F. Analisis Kebijakan

1. Permentan No 67 Tahun 2014 mensyaratkan biji kakao wajib melewati proses

fermentasi sebelum sampai ke industri olahan atau eksportir, namun

implementasinya diundur selama 2 (dua) tahun kedepan karena :

a. Harga biji kakao belum dirasakan perbedaan yang signifikan, yaitu selisih

harga kakao fermentasi dan non fermentasi yang tidak terlalu besar membuat

petani kakao kurang bergairah melakukan fermentasi kakao, dengan selisih

harga Rp 2000 masih dirasakan tidak sebanding dengan waktu yang

diperlukan untuk fermentasi biji kakao karena paling tidak dibutuhkan waktu

5 hari untuk fermentasi biji kakao sementara biji kakao non fermentasi masih

terus dicari pedagang pengumpul dan petani langsung.

b. Belum siapnya kelembagaan untuk pelaksanaan fermentasi.

c. Belum siapnya peralatan yang dibutuhkan untuk fermentasi.

d. Perlunya waktu untuk membina petani tentang cara fermentasi yang benar.

e. Belum memadainya jumlah UFPBK bahkan di dearah sentra produksipun

juga belum memadai.

f. Masih banyak pelaku usaha dan aparat pemerintah yang belum mengetahui

mekanisme Permentan Nomor 67 tahun 2014 sehingga perlu dilakukan

sosialisasi terus menerus agar aparat pemda memahaminya.

g. Tidak banyaknya Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKP-D)

di daerah juga menjadi faktor ketidaksiapan pelaksanaan kewajiban

ferementasi yang memiliki tugas pengujian mutu kakao karena OKKP-D baru

tersedia di ibukota provinsi saja, sedangkan pemda kabupaten/ kota masih

lemah dalam dukungan implementasi Permentan No 67 Tahun 2014.

h. Ketersediaan biji kakao yang fermentasi belum memadai untuk memenuhi

kebutuhan industri, karena selama ini biji kakao yang beredar masih dicampur

dengan biji kakao asalan, padahal kebutuhan industri mencapai 200 ton per

hari

Page 85: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

85

Dari hasil analisis tersebut diperlukan upaya tindaklanjut :

1. Diharapkan industri dan pelaku usaha juga menciptakan disparitas harga antara

kakao fermentasi dan non fermentasi minimal Rp 3000/ kg agar petani tertarik

melakukan fermentasi.

2. Intensifkan pembinaan/ pendampingan, dan pengawalan.

3. Intensifkan sosialisasai SNI kakao.

C. Analisis Kepariwisataaan

Pengembangan agrowisata merupakan salah satu upaya dalam rangka

mengembangkan usaha masyarakat berbasis agribisnis dengan tujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan petani khususnya dan masyarakat di wilayah yang

bersangkutan pada umumnya. Agrowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan

pengembangan ekonomi masyarakat berbasis agribisnis, sehingga menjadi kawasan

agribisnis dan perdesaan yang bersangkutan sebagai profit center.

Dari hasil analisis tersebut diperlukan upaya tindaklanjut :

Akan dikembangkan paket kegiatan agrowisata berbasis kakao, Pengembangan

kawasan agrowisata mampu memberikan manfaat besar bagi masyarakat, dunia

usaha maupun pemerintah setempat melalui :

1. Pengembangan tema kawasan yang berorientasi pada potensi agro untuk

peningkatan atraksi wisata melalui penekanan pada eksplorasi potensi

perkebunan serta lansekap Perbukitan Menoreh dan Nglanggeran

2. Pengembangan sarana dan prasarana pendukung pariwisata yang layak dan

mampu meningkatkan nilai kawasan.

3. Pengembangan atraksi wisata yang mendorong berkembangnya jenis wisata

agro yang sesuai dengan tema yang dikembangkan.

4. Pengembangan jaringan paket wisata dengan atraksi-atraksi wisata

pendukung dari kawasan wisata lainnya.

Justifikasi pengembangan :

1. Mendukung potensi perkebunan

Page 86: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

86

Upaya pengembangan kegiatan kepariwisataan kawasan akan dilakukan dengan

pengembangan potensi daya tarik lansekap perkebunan serta komoditas dan

produk dengan mengindahkan prinsip-prinsip keberlanjutan. Dalam hal ini,

konsep konservasi kawasan menjadi dasar perencanaan.

2. Mendukung diversifikasi produk

Pengembangan dengan tema khusus untuk membangun keunggulan kompetitif

terhadap destinasi lainnya, serta dalam rangka diversifikasi produk bagi Provinsi

Yogyakarta.

3. Terintegrasi

Pengembangan terpadu diupayakan untuk memberikan layanan yang efisien

serta pengalaman menyeluruh bagi wisatawan, dengan pengembangan kegiatan/

fasilitas yang terkait dengan tema kawasan.

Page 87: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

87

BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dengan menggunakan pendekatan wilayah, yaitu fokus pada pengembangan

kawasan berbasis komoditas unggulan (cluster) diharapkan suatu kawasan dapat digarap

secara utuh, terpadu dari hulu sampai hilir, multiyears/berkelanjutan, sinergi antara

stakehoder dan berskala ekonomi sehingga diharapkan dapat menjadi pengungkit/trigger

wilayah perkebunan nasional, yang dapat dicapai melalui :

1. Ketepatan dalam pemilihan komoditas ungguan dan wilayah pengembangannya.

2. Jaminan atau kepastian pasar dan pemasaran komoditas.

3. Sistem penjaminan mutu dari produksi komoditas yang dihasilkan, baik segar

maupun olahan..

4. Potensi sumberdaya wilayah berupa lahan, agroklimat, tenaga kerja, sarana maupun

prasarana sosial dan ekonomi serta kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat

5. Tingkat ketersediaan dan aplikasi IPTEK yang mendukung pengembangan agribisnis

dan agroindustri.

6. Skala ekonomi usahatani/ koperasi yang secara teknis, ekonomis dan lingkungan

bersifat efisien serta mampu menjamin kontinuitas produksi, distribusi dan

pemasaran komoditas.

7. Peran aktif petani/ pengusaha kecil dan tingkat kemampuan untuk mengakses seluruh

potensi sumberdaya (sumberdaya alam, sumberdaya manusia, teknologi, distribusi

dan pemasaran, modal dan kelembagaan).

8. Orientasi untuk menciptakan usaha yang memiliki tingkat pemanfaatan sumberdaya

secara optimal dengan tingkat keuntungan yang optimal pula, lestari atau

berkelanjutan.

9. Kelembagaan agribisnis spesifik komoditas dan lokasi yang kokoh dalam

pengembangan teknologi, permodalan, pemasaran, penyuluhan, pelayanan dan

peningkatan mutu serta penanganan lingkungan.

Page 88: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

88

10.Kemitraan yang saling membutuhkan, tergantung, adil, menguntungkan dan

meningkatkan daya saing.

11.Faktor pendukung untuk kemudahan dalam pelayanan teknologi, perizinan investasi,

perpajakan, permodalan, sarana produksi, distribusi, insentif dan peningkatan mutu

produk.

12.Political will dari pemerintah pusat dan daerah yang ditunjukkan dalam bentuk

operasionalisasi seluruh gerakan pembangunan agribisnis yang didukung oleh

seluruh sektor terkait dalam kondisi clean government dan good governance.

13.Koordinasi dan sinkronisasi yang harmonis antar instansi terkait dalam perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi program pembangunan agribisnis komoditas unggulan.

B. Saran

1. Perlu adanya dukungan dari pemerintah kabupaten dan provinsi untuk meningkatkan

kualitas, kuantitas dan kontinuitas komoditas unggulan DIY melalui :

a. Penataan ulang komoditas unggulan berdasarkan klaster komoditas unggulan

perkebunan yang telah disepakati di tingkat Kabupaten dan Provinsi.

b. Teknologi budidaya menuju Good Management Practices.

c. Teknologi panen dan pasca panen serta diversifikasi produk.

d. Memperkuat kelembagaan petani dan kelompok tani.

e. Membangun SDM yang kompeten di masing-masing komoditas.

f. Memberikan bantuan modal ke kelompok tani atau UMKM,

g. Menjalin pasar khusus specialty produk.

4. Perlu meningkatkan frekuensi sosialisasi dengan metode praktek proses fermentasi

yang baik dan diikuti dengan pendampingan secara berkelanjutan agar dalam

pelaksanaan pengolahan kakao fermented tidak terjadi penyimpangan mutu.

5. Perlu melakukan pendampingan secara intensif dan berkelanjutan untuk

meningkatkan psikomotorik petani dalam melaksanakan SNI kakao, dengan

meningkatkan peran petugas pendamping sebagai penasehat kelompok, Trainer

Participatoris serta Link Person.

6. Pemerintah perlu memberikan reward dan punishment yang jelas untuk

meningkatkan motivasi petani dalam melaksanakan SNI kakao dengan melakukan

Page 89: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao DIY.pdf · menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi

89

grading harga dan penerbitan SKAL-BK sebagai syarat dalam peredaran dan

perdagangan biji kakao.

7. Perlunya penguatan kelembagaan kelompok tani agar dapat dicapai kolektifitas

produksi, kolektifitas harga, dan kolektivitas pemasaran untuk meningkatkan posisi

tawar petani kakao.

8. Diharapkan industri dan pelaku usaha menciptakan disparitas harga antara kakao

fermentasi dan non fermentasi agar petani tertarik melakukan fermentasi.

9. Perlu dikembangkan paket kegiatan Agrowisata Berbasis Kakao sebagai upaya untuk

mengembangkan usaha masyarakat berbasis agribisnis agar dapat menjadi profit

center bagi masyarakat setempat.