bab i pendahuluan a. latar belakang masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · dengan...

103
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di tengah kehidupan masyarakat yang cenderung individualis dan rasionalis, banyak orang masih memelihara dan mempertahankan kehidupan ritual yang bersifat transenden emosional dan kolektif. Salah satu perayaan dari sekian banyak ritual perayaan di dunia yang sering dilakukan masyarakat adalah ritual perayaan Imlek. Imlek atau dikenal sebagai Tahun Baru Cina (Chinese New Year) sering dirayakan di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Orang-orang keturunan Tionghoa yang berlatar agama yang berbeda sepert Buddha, Khatolik, Protestan, Islam, Tao dan Khonghucu merayakan hari Imlek. Perayaan itu nampak di sepanjang jalan dan pusat perbelanjaan dengan dibentangkannya spanduk dan digelarnya atraksi Barongsay dan Liong. Barongsay merupakan sejenis macan yang berwajah agak lucu, sedang Liong merupakan sejenis ular naga. Walaupun perayaan Imlek itu kini sudah milik bersama, tetapi para penganut Khonghucu merayakannya dengan melakukan ritual khusus. Orang-orang Tionghoa termasuk penganut Agama Khonghucu menganggap bahwa Imlek merupakan milik mereka yang diperoleh dari warisan para leluhur mereka. Orang-orang Khonghucu mengakui bahwa Imlek merupakan bagian dari ritual perayaan Agama Khonghucu. Agama Khonghucu sering disebut “Konfusianisme” atau dalam Bahasa Inggris disebut “Confucianism” merupakan

Upload: duongdang

Post on 06-Mar-2018

256 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di tengah kehidupan masyarakat yang cenderung individualis dan rasionalis,

banyak orang masih memelihara dan mempertahankan kehidupan ritual yang

bersifat transenden emosional dan kolektif. Salah satu perayaan dari sekian

banyak ritual perayaan di dunia yang sering dilakukan masyarakat adalah ritual

perayaan Imlek. Imlek atau dikenal sebagai Tahun Baru Cina (Chinese New Year)

sering dirayakan di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Orang-orang

keturunan Tionghoa yang berlatar agama yang berbeda sepert Buddha, Khatolik,

Protestan, Islam, Tao dan Khonghucu merayakan hari Imlek. Perayaan itu

nampak di sepanjang jalan dan pusat perbelanjaan dengan dibentangkannya

spanduk dan digelarnya atraksi Barongsay dan Liong. Barongsay merupakan

sejenis macan yang berwajah agak lucu, sedang Liong merupakan sejenis ular

naga.

Walaupun perayaan Imlek itu kini sudah milik bersama, tetapi para penganut

Khonghucu merayakannya dengan melakukan ritual khusus. Orang-orang

Tionghoa termasuk penganut Agama Khonghucu menganggap bahwa Imlek

merupakan milik mereka yang diperoleh dari warisan para leluhur mereka.

Orang-orang Khonghucu mengakui bahwa Imlek merupakan bagian dari ritual

perayaan Agama Khonghucu. Agama Khonghucu sering disebut

“Konfusianisme” atau dalam Bahasa Inggris disebut “Confucianism” merupakan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

sistem sosial, politik, etika, dan pemikiran keagamaan berdasarkan Khonghucu

dan para penggantinya.1

Di Indonesia perayaan Imlek mengalamai dinamika dalam pelaksanaannya.

Hal ini disebabkan faktor politik yang mempengaruhinya. Pemerintah Soekarno

pernah memberlakukan perayaan Imlek pada masa orde lama. Pada masa Orde

Baru, pemerintah tidak mengakui Khonghucu sebagai agama secara jelas, tetapi

bagian dari agama Buddha. Perayaan atau pesta agama dan adat istiadat Cina

pada masa orde ini terdapat pembatasan lagi dalam perayaannya secara terbuka.

Selanjutnya perayaan Imlek mulai dirayakan kembali secara nasional sejak

dikeluarkannya Keppres Nomor 6 Tahun 2000 pada masa pemerintahan

Abdurahman Wahid. Sejak itu perayaan atau pesta agama dan adat istiadat Cina

sudah tidak ada pembatasan lagi dalam arti bisa dilakukan secara terbuka. Begitu

juga pada saat Pemerintahan Megawati, presiden mengeluarkan kepres no 19,

tahun 2002 yang menetapkan hari raya Imlek sebagai hari libur nasional. Para

penganut agama Khonghucu masih tetap memelihara dan mengadakan ritual, baik

secara individu maupun kolektif di perayaan tersebut.

Kegiataan ritual perayaan Imlek ini tidak hanya berdampak pada kegiatan

keberagamaan sebagai aktifitas ritual, tetapi juga berdampak pada aktifitas sosial

lainnya, diantaranya kegiatan ekonomi, transportasi, keamanan, politik dan

sebagainya. Banyaknya orang yang terlibat di dalam kegiatan ritual tersebut yang

menimbulkan orang lain untuk melakukan aktifitas lainnya, seperti berdagang,

mengamankan lalu lintas, dan konsultasi bagi pemimpin doa.

1 Keith Crim, The Perennial Dictionary of World Religions, Harper San Francisco, New

York, 1989, p. 188-189.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Lebih jelas kenyataan itu nampak pada fenomena perayaan ritual Imlek

tersebut tidak hanya di luar negeri tetapi juga di daerah-daerah, termasuk di Kota

Bandung yang dipusatkan Makin Kota Bandung Jalan Cibadak. Para penganut

agama Khonghucu di Makin Kota Bandung merayakan ritual Imlek baik di rumah

maupun di Kong Mio.

Kenyataan tersebut di satu sisi menunjukkan adanya gairah memelihara

keberagamaan di masyarakat transisi di tengah-tengah kehidupan yang penuh

diwarnai sains dan tekonologi. Padahal sebagian para saintis menganggap bahwa

agama kurang berperan lagi di abad modern yang ditandai dengan teknologi dan

ilmu pengetahuan. Fenomena banyaknya orang-orang datang mengunjungi

perayaan yang dianggap sakral tersebut menunjukkan peran agama menawarkan

solusi hidup dengan konsep kehidupan transenden dan kolektif. Penomena

perayaan Imlek terlihat pada aksi “ritual dan perayaan”. Menempatkan tradisi

keagamaan dalam bentuk kontekstual dalam dinamika perubahan sosial adalah

keniscahayaan yang harus disikapi dengan cara menciptakan wajah baru dari

ajaran agama. Dengan demikian agama menunjukkan bukanlah sekedar wacana

yang memiliki psikologi dan spiritual semata, melainkan meliputi banyak aspek

kehidupan.2 Mereka melakukan ritual perayaan Imlek tersebut memunculkan

kesan atau label khusus terhadap Khonghucu sebagai agama yang memelihara

tradisi.

Banyak orang yang mengaku beragama Khonghucu melakukan aktifitas

ritual perayaan Imlek di Kota Bandung. Hal ini menunjukkan fenomena

2 Amin Abdullah, Studi Agama, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 2000, hlm. 11.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

keberagamaan, karena ritual tersebut merupakan upacara keagamaan.

Sebagaimana menurut Koentjaraningrat, upacara keagamaan dalam kebudayaan

suatu suku bangsa biasanya merupakan unsur kebudayaan yang tampak paling

lahir.3 Begitu juga menurut Ahli Ilmu Perbandingan Agama, Ninian Smart

mengungkapkan bahwa agama sebagai organisme yang memiliki multidimensi,

diantaranya ritual (ritus), institusi sosial (social institution), pengalaman

keagamaan (religious experience) dan unsur lainnya.4

Dengan demikian ritual perayaan Imlek merupakan fenomena keberagamaan

di kalangan penganut Khonghucu. Mereka melakukan aktifitas ritual keagamaan

tersebut dibentuk oleh pemahaman yang mereka pahami. Sekumpulan makna

yang mereka miliki menentukan aktifitas mereka dalam kegiatan ritual Imlek.

Oleh karena itu pemahaman mereka mengenai ritual perayaan Imlek menjadi

penting untuk diteliti dan menimbulkan suatu masalah penelitian keberagamaan,

yaitu bagaimana orang-orang penganut Khonghucu memahami ritual perayaan

Imlek, sehingga mereka malakukan aktifitas ritual tersebut?

B. Rumusan Masalah

Penulis memfokuskan dalam penelitian ini pada kegiatan ritual perayaan

Imlek yang dilakukan para penganut Agama Khonghucu di Kota Bandung.

Kegiatan ritual perayaan Imlek tersebut sebagai masalah substantif, karena kajian

ini termasuk kajian agama sebagai motivasi bertindak,5 dan kajian agama sebagai

3 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hlm. 375.

4 Walter H. Capps, Religious Studies The Making of a Discipline, Fortress Press, USA, 1995,

p. 308. 5 Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama Perspektif Ilmu Perbandingan Agama, Pustaka

Setia, Bandung. 2000, cet. ke-1, hlm.72.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

sistem budaya yang memiliki simbol.6 Di dalamnya terdapat beberapa hal berupa

”kata-kata”,” kesan”, ”institusi” dan ”prilaku”. Simbol-simbol agama tersebut

dijadikan cara dalam memahami atau menafsirkan prilaku seseorang dalam

kegiatan ritual perayaan Imlek.

Deskripsi analisis penelitian mengenai makna ritual perayaan Imlek menurut

para penganut Khonghucu tersebut dinyatakan dalam dua rumusan pertanyaan.

Kedua rumusan pertanyaan itu adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses ritual perayaan Imlek di MAKIN Kota Bandung?

2. Bagaimana pola pemahaman para penganut Khonghucu terhadap ritual

perayaan Imlek di MAKIN Kota Bandung?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini merupakan upaya mencari jawaban dari rumusan pertanyaan

bagaimana orang-orang yang mengaku penganut Agama Khonghucu memahami

ritual perayaan Imlek? Menyadari hal tersebut dan berkaitan dengan perumusan

masalah penelitian yang telah disebutkan, maka penelitian ini memiliki tujuan

penelitian yang bersifat pemahaman, bukan pengetahuan. Sebagaimana Joachim

Wach ungkapkan bahwa mempelajari agama atau bagian agama adalah dengan

maksud to understand meaning, bukan to know.7

Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang

ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu,

6Clifford Geertz, From the Native‟s Point of View: On the Nature of Anthropological

Understanding, dalam Buku Paul Rabinow dan Wiliam M Sulivan (Ed.), Interpretive Sosial

Science A Reader, University of California Press, California, 1979, p. 228. 7Romdon, Metodologi Ilmu Perbandingan Agama -Suatu Pengantar Awal, PT. RajaGrafindo

Persada, Jakarta, 1996, cet.ke-1, hlm. 2.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

1. Untuk memahami proses ritual perayaan Imlek yang dilakukan

para penganut Agama Khonghucu di MAKIN Kota Bandung

2. Untuk menemukan pola pemahaman penganut Khonghucu

terhadap ritual perayaan Imlek di MAKIN Kota Bandung.

Dengan demikian kegiatan ini diharapkan memenuhi kepentingan-

kepentingan dan tujuan tertentu yaitu untuk kepentingan akademik, dan berupaya

mengatasi persoalan sosial keagamaan. Dalam memenuhi tuntutan akademik,

penelitian ini diharapkan memiliki relevansi, unik, penting dan menambah

pustaka, terutama bagi jurusan Perbandingan Agama yang ada di Fakultas

Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Hasil penelitian ini diharapkan

berguna untuk menambah pustaka atau referensi dalam kajian agama mengenai

makna ritual keagamaan. Fenomenanya dapat berupa aktifitas ritual perayaan

Imlek di Kota Bandung sebagai aktifitas keagamaan. Secara Akademik kajian ini

relevan dengan jurusan Perbandingan Agama, karena Ilmu Perbandingan Agama

memiliki unsur kajian diantaranya pemahaman, doktrin, ritual dan tokoh agama

atau umat. Sebagaimana menurut Joachim Wach bahwa pengalaman

keberagamaan dapat diungkapkan dalam bentuk pemikiran, peribadatan dan

kelompok sosial.8

Penelitian deskripsi analisis mengenai makna ritual perayaan Imlek penting

untuk diteliti, karena untuk menambah informasi baru dan memelihara warisan

budaya yang berkaitan dengan ritual keagamaan. Walaupun penelitian tentang

ritual sering dilakukan peneliti lain dalam pencarian pengetahuan dan

8 Joachim Wach, Ilmu Perbandigan Agama, Terjemahan Djama‟nuri, Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 1994, hlm. VIII.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

pemahamannya, tetapi penelitian ini berbeda dari beberapa hal. Persfektif, dan

pendekatan dalam penelitian ini berbeda dengan peneliti-peneliti lainnya,

sehingga dengan penelitian ini dapat memberikan informasi baru tentang cara

memandang ritual perayaan Imlek.

Di samping itu penelitian ini diharapkan memberi pengetahuan keherensi dan

konvergensi antara pemahaman teori, khususnya Ilmu Perbandingan Agama

(religious studies) melalui pendekatan sosilogi dan antropologi budaya dari gejala

ritual perayaan Imlek.

Dengan mengkaji makna ritual perayaan Imlek di kota Bandung ini,

diharapkan dapat terjadinya dialong keagamaan yaitu dialog agama dan budaya

lokal sebagai bagian dari warisan bangsa yang tumbuh di masyarakat. Di satu sisi

Khonghucu nampak belum jelas diakui sebagai agama oleh pemerintah, tetapi

para penganutnya mengakui Khonghucu sebagai agama. Di sisi lain pemerintah

mengakui Imlek yang berasal dari kebudayaan Tionghoa sebagai hari libur

nasional. Dengan demikian keberadaan ritual perayaan Imlek sebagai warisan

budaya yang diakui keberadaanya dapat menimbulkan dialog keberagamaan

Model interaksi itu tidak hanya interaksi antara orang-orang yang berkunjung

pada perayaan Imlek tersebut, tetapi terjadi pula interaksi institusi Khonghucu

yang memiliki ritual Imlek dengan dengan ekonomi, politik, transportasi,

keamanan dan sebagainya. Dialog keberagamaan ini diharapkan dapat berdampak

pada tanggung jawab manusia dalam memanfaatkan dampak dari ritual perayaan

Imlek. Sebagaiman Hans Kung ungkapkan bahwa tidak ada dialog keberagamaan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

tanpa mempelajari dasar agama-agama (No religious dialogue without

investigating the foundation of the religions).9

Di samping itu, penelitian ini relevan dengan konteks pembangunan

(reformasi) nasional Indonesia. Dilihat dari keberadaan perayaan tersebut sebagai

warisan budaya yang diakui oleh pemerintah yang perlu dilindungi menunjukkan

upaya-upaya mengintegrasikan peran budaya atau agama dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara. Upaya tersebut dianggap penting, dan perlu mendapat

perhatian, karena upaya tersebut relevan dengan upaya memelihara integrasi

bangsa yang plural termasuk isu-isu agama dan budaya.

Keberadaan perayaan tersebut sebagai bagian dari warisan kebudayaan

masyarakat tidak pernah lenyap dalam kehidupan masyarakat yang mengalami

modernisasi, karena aspek tradisional menjadi bagian dari masyarakat yang

mengalami kompleksitas. Sebagaimana Bellah10

ahli sosologi agama jelaskan

bahwa masyarakat tradisional yang memiliki arti yang berbeda-beda dalam setiap

peristiwa tertentu, tidak pernah lenyap, meskipun selalu mendapat gangguan,

karena masyarakat tradisional itu sendiri bagian dari kompleksitas masyarakat.

D. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini berawal dari masalah substantif yang penulis temukan di

lapangan yaitu banyak orang melakukan ritual perayaan Imlek. Ritual ini

dilakukan oleh banyak orang mungkin puluhan atau ratusan orang dalam satu

waktu tertentu. Keberadaan orang-orang tersebut terkadang sering menimbulkan

9 Hans Kung, Global Responsibility in Search of A New World Ethic, Translated John Bowden

Crossroad, New York, 1991, p. vii-xii. 10

Robert N Bellah, Beyond Belief –Esei-esei tentang Agama di Dunia Modern, Terjemahan

Rudi Harisyah Alam, Paramadina, Jakarta, 2000, cet. ke-1, hlm. 222.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

kemacetan di jalan raya pada waktu-waktu tertentu, karena banyaknya orang

berkendaraan menuju lokasi perayaan tersebut. Para penganut Khonghucu

mengaku bahwa ritual Imlek merupakan bagian dari kehidupan beragama mereka.

Di satu sisi ritual perayaan Imlek tersebut dapat dipahami sebagai gejala

agama, karena ia termasuk aspek agama yaitu ritual (ritus). Di sisi lain, dampak

ritual perayaan Imlek di Kota Bandung ini dapat berimplikasi pada kegiatan sosial

lainnya, seperti ekonomi, transportasi, keamanan, pemerintahan dan sebagainya.

Terbukti adanya aktifitas berdagang, bebeberapa orang berseragam mengamankan

lalu lintas orang dan kendaraan, banyaknya kendaraan lewat, dan adanya

beberapa pejabat menunjukkan ungkapan selamat dengan kata, “Gong xi pa cai.”

Setelah penulis menemukan masalah substantif tersebut, penulis mendisain

penelitian ini dengan beberapa pertanyaan untuk dicari jawaban-jawabannya.

Persoalan penelitian ini berkaitan dengan bagaimana pola pemahaman mereka

terhadap ritual perayaan Imlek yang mereka lakukan. Upaya-upaya yang

dilakukan penulis untuk mencari jawaban tersebut penulis menggunakan

kerangka teoritis atau teori-teori yang dikerangkakan (constructed). Rumusan

teoritis yang digunakan untuk memahami makna ritual yang dilakukan orang-

orang dalam kegiatan ritual Imlek adalah teori interaksi simbolik. Teori ini

bertujuan memahami pola pemahaman orang-orang yang melakukan ritual

perayaan Imlek.

Terdapat tiga prinsip yang berkaitan dengan teori interaksi simbolik yang

diungkapkan Blumer berkaitan dengan meaning (makna), language (bahasa), dan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

thought (pemikiran).11

Pertama, Blumer mengawali teorinya dengan pernyataan

bahwa perilaku seseorang terhadap sebuah obyek atau orang lain ditentukan oleh

”makna” yang dia pahami tentang obyek atau orang tersebut. Kedua, makna dapat

dipahami sebagai hasil dari interaksi sosial. Makna tidak melekat pada obyek,

melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Bahasa adalah bentuk dari

simbol. Oleh karena itulah teori ini kemudian disebut sebagai interaksionisme

simbolik. Kedua penyataan Blumer tersebut menunjukkan bahwa manusia

memiliki kemampuan untuk menamai sesuatu, termasuk nama, adalah tanda atau

simbol. Percakapan adalah sebuah media penciptaan makna dan pengembangan

wacana. Pemberian nama secara simbolik adalah dasar terbentuknya masyarakat.

Para pengagum teori ini memahami teori interaksi simbolik sebagai upaya

mengetahui sangat tergantung pada proses pemberian nama, sehingga dikatakan

bahwa Interaksionisme simbolik adalah cara seseorang belajar

menginterpretasikan dunia. Ketiga, Blumer menyatakan bahwa, “an individual‟s

interpretation of symbol is modified by his or her own thought processes.”

Interaksionisme simbolik menjelaskan proses berpikir sebagai inner conversation,

Setelah dipahami bahwa meaning, language, dan thought memiliki

keterkaitan yang sangat erat, maka teori ini mengarah pada kesimpulan tentang

pembentukan diri seseorang (person‟s self) dan sosialisasinya dalam komunitas

(community) yang lebih besar.

Dengan demikian kerangka teori dalam penelitian ini berperan sebagai

persfektif. Ia berfungsi untuk menyelami proses penelitian, sebagai cara pandang

11

http://edsa.unsoed.net/?p=62 diundu pada tanggal 23 Nopember 2011

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

dan untuk menafsirkan atau memahami pola pemahaman orang-orang melakukan

ritual perayaan Imlek. Pemahaman kerangka teori ini sesuai dengan peran teori

sebagai persfektif atau paradigma yang dijadikan sebagai sudut pandang untuk

memahami atau menafsirkan dan memaknai setiap fenomena, baik benda, tulisan

maupun orang dalam rangka membangun konsep. Adapun paradigma yang

digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma definisi sosial atau kualitatif

naturalistik yang didukung dengan paradigma fenomenologis.12

Penelitian dengan

menggunakan paradigma fenomenologis ini digunakan karena bersentuhan

langsung dengan kehidupan yang dialami oleh subyek penelitian di lapangan.13

Melalui paradigma fenomenologis, penulis berusaha menemukan makna ritual

perayaan Imlek.

Untuk mengkaji makna ritual perayaan Imlek tersebut, penulis mengkajinya

dengan mempertimbangkan beberapa aspek di dalam ritual perayaan tersebut.

Sebagaimana Koentjaraningrat14

ungkapkan bahwa, sistem upacara keagamaan

secara khusus mengandung empat aspek yang menjadi perhatian khusus dari para

ahli antropologi yaitu, tempat upacara keagamaan dilakukan, saat upacara

keagamaan dijalankan, benda-benda dan alat-alat upacara, dan orang-orang yang

melakukan dan memimpin upacara. Sedangkan unsur upacara itu sendiri menurut

Koentjaraningrat ada sebelas unsur, yaitu bersaji, berkorban, berdoa, makan

bersama makanan yang telah disucikan dengan doa, menari tarian pawai,

12

Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung, 2001, cet. ke-1, hlm.129. 13

Jane Stokes, How to Do Media and Cultural Studies: Panduan untuk melaksanakan Penelitian

dalam Kajian Media dan Budaya, terjemahan Santi Indra Astuti, Bentang, Bandung, 2006, cet. ke-

1, hlm. 59. 14

Koentjaraningrat, 1990, hlm. 378

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

menyanyi nyanyian suci, berprosesi atau berpawai, memainkan seni drama suci,

berpuasa, intoksikasi atau mengaburkan pikiran dengan makan obat bius untuk

mencapai keadaan trance, mabuk, bertapa dan bersemedi.15

Dengan menggunakan pendekatan ilmu-ilmu tertentu, pertimbangan aspek

dan unsur di dalam ritual perayaan Imlek, penulis berusaha menemukan proses

ritual perayaan Imlek dan beberapa pola makna yang dipahami orang-orang

dalam melakukan ritual tersebut.

E. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian dapat disebut pula prosedur penelitian yang digunakan

untuk menghasilkan data deskriptif dan menjelaskan bagaimana cara yang

digunakan penulis dalam penelitian ini. Kajian metodologi penelitian ini

mencakup metode penelitian, penentuan jenis data yang dikumpullkan, sumber

data yang diperoleh, cara pengumpulan data yang akan digunakan, cara

pengolahan dan analisa data yang akan ditempuh.16

Selain itu penulis

mencantumkan pula garis besar penulisan laporan.

1. Metode Penelitian

Penulis menggunakan metode deskriptif analisis untuk memahami proses dan

makna ritual perayaan Imlek. Karena jawaban yang diperoleh berupa kata-kata

yang menjadi data yang diperlukan maka metode deskriptif analisis ini bersifat

kualitatif dengan paradigma fenomenologi. Sebagaimana Bogdan ungkapkan

kaum fenomenologis mencari pemahaman (understanding) lewat metode

15

Ibid. 16

Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Pedoman

Penulisan Skripsi, Laboratorium Fakultas Ushuluddin, Bandung, 2008, cet.ke-1, hlm.46.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

kualitiatif seperti pengamatan peserta (participant observation), pewawancara

terbuka (open-ended interviewing), dan dokumen pribadi. Metode-metode ini

menghasilkan data deskristif yang memungkinkan mereka melihat dunia ini

seperti yang dilihat oleh subyek.17

Metode deskripsi analisis ini merupakan metode yang bertujuan untuk

melukiskan, menjelaskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi

tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat.18

Metode ini terkadang

disebut metode penyelidikan deskriptif atau metode analitik, karena memiliki ciri-

ciri tertentu. Sebagaimana diungkapkan Winarno Surakhmad bahwa metode

deskriptif memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada

masa sekarang, pada masalah-masalah yang aktual; dan data yang dikumpulkan

mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa, sehingga metode ini

sering disebut metode analitik.19

Penggunaan metode ini sesuai dengan data yang diperoleh dari orang-orang

penganut Khonghucu yang berada di wilayah MAKIN Kota Bandung, provinsi

Jawa Barat. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini dikarenakan di lokasi ini

terdapat sekitar 200 kepala keluarga mengaku penganut Khonghucu. Sebagian

dari mereka melakukan ritual perayaan Imlek yang menunjukkan antusias,

sehingga menimbulkan minat bagi penulis untuk melakukan penelitian. Antusias

mereka dalam kegiatan ritual perayaan Imlek tersebut ditunjukkan dengan

17

Robert Bogdan dan Steven J. Taylor, Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif Suatu

Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial, Terjemahan Arief Furchan, Usaha

Nasional, Surabaya, 1992, , Cet. ke-1, hlm.18-19. 18

Fakultas Ushuluddin Universitas, 2008, hlm. 47 19

Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metoda Teknik, Tarsito, Bandung,

1994, cet.ke-5, hlm. 139-140.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

banyaknya orang dalam satu malam tertentu melakukan ritual dan perayaan, baik

di rumah maupun di Miao, adanya kemacetan di jalan raya yang berdekatan

dengan lokasi tersebut, banyaknya orang berjualan aneka barang di sekitar lokasi

tersebut, dan terkadang beberapa pejabat daerah mengungkapkan selamat hari

raya Imlek. Kehadiran mereka tidak hanya individu tetapi juga berkelompok

dalam suatu kelompok dari berbagai daerah yang berbeda. Antusias mereka

diekspresikan pula mulai dari rumah, di perjalanan dan di tempat lokasi perayaan

dan menjelang pulang dari perayaan tersebut.

Selain itu, lokasi penelitian ini termasuk mudah dicapai dan datanya mudah

diperoleh. Walaupun lokasi ini mudah dicapai dan dikunjungi orang, tetapi tidak

selalu lokasi ini dianggap tidak menarik untuk diteliti, karena lokasi ini termasuk

subyek penelitiannya masih asing bagi penulis. Lokasi ini masih terbuka bagi

lapangan penelitian. Pemilihan lokasi yang lebih sempit dan terbatas sebagai unit

analisis dimaksudkan untuk memperoleh gambaran lebih terfokus, lebih tajam,

sekalipun tak bisa dijadikan gambaran umum masyarakat tradisional, sehingga

komunitas itu menjadi unik.

Pertimbangan lainnya adalah keterbatasan waktu penelitan itu sendiri. Karena

kegiatan penelitian merupakan bagian dari program Strata-1 bagi kelas khusus

anggota kesatuan Brimob, maka waktu yang diperlukan harus sesuai dengan

waktu yang tersedia dalam program tersebut. Namun hasil penelitian atau laporan

penelitian ini yang berupa skripsi tetap dapat dipertanggung jawabkan secara

akademik.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

2. Jenis Data yang Dikumpulkan

Penelitian makna ritual perayaan Imlek di kota Bandung termasuk jenis

penelitian kualitatif-naturalistik yang berparadigma fenomenologi. Paradigma

naturalistik ini digunakan untuk memahami nilai-nilai atau pandangan hidup

seseorang dalam memahami ritual perayaan Imlek yang dilakukan para penganut

Agama Khonghucu. Dengan demikian bentuk data dalam penelitian ini berupa

ungkapan-ungkapan yang dideskripsikan cenderung melalui kata-kata dan prilaku

ritual orang-orang sebagai wujud dari keyakinannya.

Untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan penelitian ini,

penulis mengumpulkan data-data terpilih yaitu data yang benar-benar dapat

menjawab rumusan masalah penelitian. Terdapat dua jenis data yang berkaitan

dengan penelitian ini. Pertama data yang berkaitan dengan proses kegiatan ritual

perayaan Imlek, seperti perilaku, benda, kelompok orang, situasi dan kondisi.

Kedua, data yang berkaitan dengan pola pemahaman mengenai ritual perayaan

Imlek. Jenis data ini berupa persepsi dari para informan mengenai maksud atau

makna di balik kegiatan ritual perayaan Imlek tersebut

3. Sumber Data yang akan Diperoleh

Sumber data dalam penelitian ini berupa persepsi manusia yang akan

diperoleh dari informan, buku-buku, surat kabar dan internet. Sumber data dari

informan disebut data primer sedangkan data yang bersumber dari buku, surat

kabar dan internet disebut data sekunder.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Informan dipilih secara purposive atau snow ball sampling. Sebagai sumber

informasi (key informan), informan ini dianggap memiliki kedudukan penting dan

diperlakukan sebagai subjek yang memiliki kepribadian, harga diri, posisi,

kemampuan dan peranan sebagaimana adanya. Hasil hubungan yang sudah

terjalin antara penulis dengan beberapa orang infornan dapat menambah

informasi baru dan diperolehnya beberapa informan lain yang memiliki

kedudukan berbeda dalam arti, ada informan yang mewakili kelompok (typical

group) dan ada informan yang bersifat individu (typical individu).

Teknik ini dipilih berdasarkan pertimbangan rasional peneliti bahwa

informanlah yang memiliki otoritas dan kompetensi untuk memberikan informasi

data sebagaimana diharapkan penulis. Beberapa informan yang penulis gunakan

sebagai sumber data primer adalah Tokoh penganut Khonghucu, orang-orang

yang datang ke perayaan dari berbagai lapisan sosial seperti, pedagang, karyawan

dan ibu rumah tangga. Beberapa informan tersebut merupakan bahan yang dikaji

untuk menemukan jawaban-jawaban dalam penelitian. Orang-orang yang

memiliki status sosial tersebut dipilih berdasarkan keterlibatan mereka dalam

kegiatan ritual perayaan Imlek. Informan yang bersifat individu (typical individu)

dipilih secara acak yaitu orang yang pernah mengadakan ritual perayaan Imlek.

Sedangkan pemilihan buku, surat kabar dan internet dipilih untuk menunjang

kelengkapan data yang diperoleh dari informan. Penulis memilih buku, surat

kabar dan internet yang berkaitan dengan data yang diperlukan. Data-data

tersebut dikelompokkan sebagai data sekunder.

4. Cara Pengumpulan Data yang akan Digunakan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Pengumpulan data ini digunakan teknik observasi partisipasi atau

pengamatan peserta (observation participant), dan wawancara mendalam. Dalam

teknik observasi partisipasi penulis memperoleh data berkaitan dengan kegiatan

ritual perayaan Imlek dan interaksi orang-orang yang berada di lokasi perayaan

Imlek. Penulis ikut terlibat dalam kegiatan ritual perayaan Imlek tersebut dan

acara kegiatan interaksi sosial, baik dalam kegiatan kelompok maupun antar

individu.

Dengan memanfaatkan beberapa kenalan penulis selama di lapangan, penulis

mengamati beberapa peristiwa yang terdapat dalam ritual perayaan Imlek

tersebut. Penulis mengamati antusias mereka dalam kegiatan ritual tersebut mulai

dari rumah, perjalanan dan di lokasi. Penulis mengamati benda-benda dan alat-

alat yang terdapat dalam ritual tersebut.

Dalam setiap kegiatan ritual perayaan Imlek tersebut, penulis berusaha

menggali dan mengamati pemahaman mereka tentang makna budaya (cultural

meaning) dari informasi yang diterima dengan konteksnya. Penulis bertanya

kepada beberapa informan, apabila ada hal-hal yang tidak tahu atau tidak

mengerti dalam kegiatan pengamatan peserta itu. Kemudian penulis

mengingatnya apabila informasi itu cukup diingat. Setelah tiba di rumah penulis

catat peristiwa atau kejadian yang dianggap penting tersebut. Tetapi ketika

penulis melakukan observasi ke lokasi untuk melihat kondisi geografis terutama

mengenai jalan, Kong Miao, pasar pertokoan, pusat pemerintahan dan perayaan,

penulis membawa catatan dan mencatat data-data yang penulis temukan.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Dalam teknik wawancara mendalam, penulis mewawancarai orang-orang

sebagai informan secara terbuka dan mendalam sesuai dengan data yang

diperlukan. Mereka dipilih secara acak sesuai dengan penemuan gejala yang

dianggap penting menurut penulis. Teknik pengumpulan data melalui wawancara

terbuka ini dilakukan untuk memperoleh informasi data yang berkaitan dengan

pemahaman (pikiran) yang berkaitan dengan orientasi nilai budaya dari orang-

orang yang terlibat dalam kegiatan ritual perayaan Imlek.

Terdapat beberapa pertanyaan secara garis besar yang dilakukan dengan

percakapan informal, diantaranya; Pertama, latar belakang informan mengenai

pendidikan, terutama dari mana pengetahuan Imlek diperoleh, pekerjaan, keadaan

sosial ekonomi dan sebagainya. Kedua, pemahaman, persefsi, atau pikiran

informan mengenai pentingnya kegiatan ritual perayaan Imlek secara lebih jauh.

Dengan memahami persepsi orang-orang tersebut terhadap ritual perayaan Imlek

dapat diperoleh orientasi nilai budaya mereka yang berkaitan dengan makna

hidup, alam, waktu, aktifitas dan hubungan sosial.

5. Cara Pengolahan dan Analisa Data yang akan Ditempuh

Tujuan pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini adalah

menyederhanakan seluruh data yang terkumpul, menyajikannya dalam suatu

susunan yang sistematis, mengolah dan menafsirkan atau memaknai data yang

diperoleh. Kegiatan pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini secara

umum dibedakan dalam tiga tahap yaitu pengolahan atau reduksi data, deskriftif

analisis dan penafsiran data.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Dalam pengolahan data, penulis memeriksa seluruh data yang masuk untuk

dipilih berdasarkan sub-sub pokok bahasan dalam rumusan masalah. Transkrif

hasil pengumpulan data merupakan informasi data penelitian, dicek kembali

kelengkapannya dan teknik penyajiannya.

Dalam deskriftif analisis, penulis mengolah atau menguraikan setiap

fenomena penting yang terjadi. Selanjutnya, menguraikan setiap fenomena

penting itu dengan mengutamakan bahasa penulis yang didukung oleh pernyataan

para ahli dan kenyataan di lapangan. Bentuk analisis ini cenderung berupa kata-

kata bukan angka (non statistik). Penulis berusaha menguraikan tentang proses

ritual perayaan Imlek yang dilakukan orang-orang penganut Khonghucu.

Kemudian penulis mendeskripsikan makna yang mereka pahami dari ritual

perayaan Imlek tersebut.

Untuk memahami makna ritual perayaan Imlek menurut penganut Khoghucu

di kota Bandung, dapat dilakukan dengan menganalisa persepsi informan yang

diamati dan diwawancarai. Penulis tidak hanya mengamati dan mewawancarai

satu informan yang datang ke perayaan tersebut tetapi juga mengkonfirmasi

dengan informan lainnya, sehingga dari konfirmasi informan lain tersebut dapat

dianalisa dan ditafsirkan menjadi konsep tertentu.

Dalam penafsiran data, penulis akan menafsirkan atau memaknai hasil

analisis data tersebut. Penafsiran atau pemaknaan hasil analisis data bertujuan

untuk menarik kesimpulan penelitian. Penarikan kesimpulan didasarkan atas

rumusan masalah yang difokuskan lebih spesifik yang telah ditetapkan

sebelumnya. Dalam proses penafsiran itu berkaitan dengan penggunaan

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

konfirmasi terhadap informan lain. Setelah penulis melakukan teknik konfirmasi

ini, penulis memberi arti subyektif yang berkaitan dengan makna ritual yang

dipahami beberapa informan. Hasil analisis merupakan jawaban dari persoalan

penelitian yang telah ditetapkan.

Namun, dalam proses penafsiran ini, penulis juga perlu memeriksa kembali

langkah-langkah yang telah dilaksanakan dalam penelitian. Langkah-langkah ini

berguna untuk melihat ketepatan penafsiran. Apabila semua langkah penelitian

telah dilakukan dengan tepat, hasil penafsiran dapat dijamin dan hasil penelitian

dapat digunakan sebagai referensi. Dengan demikian penulis bersikap terbuka dan

menjelaskan semua langkah yang telah dilakukan sehubungan dengan hasil

penelitian yang telah diperoleh tersebut.

Dalam teknik pemeriksaan keabsahan data, penulis melakukan pemeriksaan

yang berkaitan dengan kepercayaan, keteralihan, kebergantungan dan kepastian.

Sebagaimana Moleong20

ungkapkan bahwa keempat kriteria keabsahan data

tersebut adalah derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),

kebergantungan (dependability) dan kepastian (confirmability).

Untuk menentukan kepercayaan (credibility) data penelitian ini penulis

melakukan usaha-usaha diantaranya melakukan penelitian dengan masa observasi

yang cukup sejak studi eksplorasi sampai penulisan laporan sekitar 6 bulan,

pengamatan secara terus menerus kegiatan ritual dan orang-orang yang dijadikan

informan, triangulasi atau upaya pembandingan terhadap data, mendialogkan atau

20

Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005,

Cet. ke-21, Edisi Revisi, hlm. 327.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

mengkonfirmasi dengan informan lain, menganalisis kasus negatif, menggunakan

bahan referensi dan mengadakan pengecekan anggota (member check).

Agar penelitian ini memiliki kemiripan atau keteralihan (transferability)

sebagai kemungkinan terhadap situasi-situasi yang berbeda, maka penulis

berusaha melakukan uraian rinci (thick description).

Untuk mengukur kebergantungan (dependability) penelitian ini didasarkan

pada alat ukur yang digunakan. Karena penelitian ini termasuk penelitian

kualitatif maka alat ukur yang digunakan adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena

itu teknik observasi dan wawancara mendalam digunakan untuk mengumpulkan

data sebanyak mungkin dan mengungkap persoalan yang ingin diperoleh

jawaban-jawabannya sehingga desain penelitiannya terus berkembang. Metode

auditing yaitu pemeriksaan data yang sudah terpolakan merupakan cara yang

digunakan untuk mengukur kebergantungan.

Agar penelitian ini memperoleh kepastian (confimability), penulis sebagai

peneliti akan berusaha mengungkapkan temuan-temuan dengan penulisan ilmiah

dan mengkonfirmasi hasil temuan data tersebut dengan pembimbing atau tulisan

orang lain. Walaupun penulis memiliki pengalaman subjektif, tetapi apabila

pengalaman subjektif itu berdasarkan data-data yang diperoleh dari subyek

penelitian maka pengalaman subjektif itu dapat dianggap objektif atau penelitian

ini dapat dianggap memiliki kepastian.

6. Garis Besar Penulisan Laporan

Hasil penelitian ini dilaporkan dalam bentuk skripsi sebagai bukti

pertanggungjawaban penulis dalam kegiatan penelitian ilmiah. Adapun garis-garis

besar penulisan laporan hasil penelitian itu diantaranya; Bab Pertama mengenai

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Pendahuluan. Uraian dalam bab ini membahas tentang, latar belakang masalah,

rumusan penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka pemikiran dan

metodologi penelitian. Bab Kedua membahas tentang tinjauan teoritis mengenai

agama dan sistem ritual. Di sini penulis menguraikan tentang agama dan ritual

secara teoritis. Penulis juga menjelaskan agama Khonghucu, ritual dan Imlek

secara umum. Bab Ketiga tentang pembahasan hasil penelitian. Di bab ini penulis

mendeskripsikan dan menganalisis proses dan makna ritual perayaan Imlek. Bab

keempat membahas tentang kesimpulan dan saran. Uraian dalam kesimpulan

menjelaskan jawaban dari pertanyaan penelitian secara ringkas. Hal-hal yang

diungkapkan dalam saran penelitian ini menyangkut hal-hal yang perlu dilakukan

oleh peneliti lain dalam penelitian selanjutnya yang belum ditemukan oleh penulis

dalam penelitian ini. Selain itu dalam saran penelitian ini penulis mengungkapkan

pula beberapa komentar terhadap teori-teori yang digunakan, baik mendukung

maupun mengkritiknya berdasarkan fenomena yang ditemukan penulis di

lapangan.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS AGAMA DAN SISTEM RITUAL

Kesadaran spiritual manusia dapat diwujudkan dengan suatu kegiatan yang

dianggap suci dan penting. Ungkapan kesadaran spiritual yang berbentuk perilaku

tersebut dapat berupa ritual suci sebagai bagian dari unsur keagamaan. Dengan

demikian agama menjadi hal penting dalam memenuhi kebutuhan spiritual

manusia. Dalam bab ini secara teoritis terdapat dua hal pokok yaitu deskripsi

mengenai agama, dan sistem ritual.Hal yang menyangkut deskripsi agama yaitu

pengertian agama, unsur agama, dan fungsi agama, sedangkan hal yang berkaitan

dengan sistem ritual yaitu unsur-unsur ritual dan fungsi ritual. Sesuai dengan

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

pembahasan masalah penelitian, di bab ini penulis mendeskripsikan pula agama

Khonghucu dan ritual keagamaannya secara teoritis.

A. Pengertian Agama

Kata “Agama” terdiri dari dua suku kata yaitu hurup “a” yang berarti tidak, dan

“gama” berarti kacau atau berantakan. Istilah agama berasal dari bahasa sangsekerta yang

pengertiannya menunjukan adanya kepercayaan manusia berdasarkan wahyu Tuhan.

Agama mengandung arti hidup yang sangat kekal bagi kehidupan manusia.21

Jadi secara

sederhana arti kata agama itu adalah tidak kacau atau tidak berantakan. Dengan kata lain

arti kata agama itu adalah teratur atau peraturan.22

Pada umumnya di Indonesia

digunakan istilah „agama‟ yang sama dengan artinya dengan istilah asing „religie‟ atau

„godsdienst‟ (Belanda) atau „religion‟ (Inggris).

Secara istilah kata “agama” memiliki bermacam-macam pengertian. Menurut

seorang ahli agama bahwa terdapat 50 definisi agama yang telah dikumpulkan,

dan beberapa mahasiswa Fakultas Ushuluddin dari sebuah perguruan tinggi telah

berhasil mengumpulkan 98 definisi agama.23

Dengan demikian definisi agama itu

berjumlah banyak.

Penulis di bab ini hanya menunjukkan beberapa definisi dan fungsi agama

menurut beberapa ahli. Untuk memahami istilah agama, sebelumnya perlu juga

diketahui bahwa terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan kata agama dari

bahasa Asing yaitu kata “relegere”, “religion, “religie” atau “religi” dan “din”.

Arti kata “relegere” adalah mengumpulkan dan membaca. Agama memang

21

Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama; Bagian I, PT. Citra Aditiya Bakti, Bandar Lampung,

1993, hlm. 16. 22

Moenawar Chalil, Definisi dan Sendi Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, hlm.19. 23

Djam‟anuri. (editor), Agama Kita Persfektif Sejarah Agama-Agama Sebuah Pengantar Kurnia

Kalam Semesta, Yogyakarta, 2000, cet. ke-1, hlm. 27.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan. Ini terkumpul dalam

Kitab Suci yang harus dibaca. Tetapi menurut pendapat lain kata itu berasal dari

kata “religere” yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai

sifat mengikat bagi manusia.24

Kata “religie” berasal dari bahasa Latin.

Sedangkan istilah “religi” berasal dari bahasa Belanda dan kata “religion” berasal

dari bahasa Inggris.25

Endang Saipudin Anshari yang dikenal sebagai cendikiawan Muslim tahun

1980 -an menjelaskan,

Agama, religi dan dien adalah suatu sistem credo (tata keimanan

atau tata keyakinan) atas adanya sesuatu yang mutlak di luar

manusia, dan suatu sistem ritus (tata peribadatan) manusia

kepada yang dianggapnya yang mutlak itu, serta sistem norma

(tata kaidah) yang menyatakan hubungan manusia dengan

manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan

sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaktub.26

Di dalam bahasa Inggeris istilah agama itu disebut “religion” yang berarti

agama, sedang „religious‟ berarti bersifat keagamaan. Dalam bahasa Arab disebut

“din” dengan memanjangkan “I”. Atau sempurnanya disebut “ad-Dien”.27

Dengan melihat pemahaman agama di atas, penulis menemukan tiga

peristilahan yaitu “agama”, “religi” dan “ad-Dien”. Menurut Endang Saifudin

Anshari bahwa dalam arti teknis dan terminologis ketiga istilah tersebut berinti

makna yang sama, walaupun masing-masing mempunyai arti etimologis dan

sejarahnya sendiri.28

Dengan demikian, walaupun yang berbeda itu hanya latar

belakang sejarahnya, namun tentu saja dari perbedaan itu dapat menimbulkan

24

Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, UI Press, Jakarta, 1984, jilid ke-1,

hlm. 10. 25

Endang Saifudin, Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama , Bina Ilmu, Surabaya, 1982, hlm. 124 26

Endang Saifuddin Anshari, Wawasan Islam Pustaka, Bandung, 1983), hlm, 9. 27

ibid. 28

ibid.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

konsekuensi-konsekuensi yang berbeda pula dari masing-masing peristilahan

tersebut.

Perkataan kata “ad-Dien” berasal dari bahasa Arab atau bahasa Al-Qur‟an

yang berarti “millah”, “madzhab” dan “tadbier”. Muhammad Adnan pun

menerjemahkan kata “ad-Dien” itu adalah asy-syari‟ah, ath-thoriqoh dan al-

millah yang dapat disaring dalam perkataan peraturan dari Allah swt.29

Lebih

jelas Harun Nasution menjelaskan kata “din” bahwa dalam bahasa Semit kata itu

berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata itu mengandung arti

menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan.30

Secara ilmu Sharaf (tata bahasa Arab) kata “dien” itu termasuk masdar dari

kata kerja daana- yadinu. Secara istilah, kata itu memiliki arti bermacam-macam

diantaranya, cara atau adat kebiasaan, peraturan, undang-undang, taat atau

patuh, menunggalkan Tuhan, pembalasan, perhitungan, hari kiyamat, nasihat,

dan agama.31

Tetapi secara umum kata “din” itu diartikan dengan undang-undang

atau peraturan Tuhan yang mesti ditaati dan dipatuhi oleh manusia.

Di dalam Al-Qur‟an pun kata “din” memiliki persamaan dengan kata-kata

lainnya diantaranya, kata shirath (QS. al-Fatihah: 5), hukum (QS. Yusuf: 76),

millah (QS. Al-an‟am:156), sabil (QS.An-Nahl: 125), al-Ibadah (QS. Al-Araf:

29).

Secara singkat Harun Nasution menjelaskan bahwa intisari dari pengertian

istilah-istilah yang berkaitan dengan agama itu adalah ikatan.32

Menurut Harun,

29

Muhammad Adnan, Tuntutan Iman dan Islam, Jakarta, 1970, hlm.9. 30

Harun Nasution, hlm. 9 31

Moenawar Chalil, hlm. 13. 32

Harun Nasution, hlm. 10.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

agama mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia.

Manusia dalam kehidupan sehari-harinya sangat dipengaruhi oleh ikatan tersebut,

karena ikatan itu bersumber dari suatu kekuatan yang lebih tinggi daripada

manusia dan kekuatan itu bersifat gaib yang tak dapat dipahami dengan

pancaindera manusia. Mungkin ikatan itu cenderung dipahami secara rasional dan

keyakinan.

Para ahli agama lain menjelaskan mengenai pengertian agama, termasuk para

sarjana agama. Hasbi Ash-shiddieqy mengungkapkan bahwa agama adalah suatu

kumpulan peraturan yang ditetapkan Allah untuk menarik dan menuntun para

umat yang berakal kuat dan patuh akan kebajikan, supaya mereka memperoleh

kebahagiaan dunia, kejayaan dan kesentosaan di akhirat, negeri yang abadi

mengecap kelezatan yang tak ada tolok bandingannya serta kekal selama-

lamanya.33

Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap

keyakinan adanya kekuatan ghaib, luar biasa atau supranatural yang berpengaruh

terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan terhadap segala gejala alam.

Kepercayaan itu menimbulkan perilaku tertentu, seperti berdo‟a, memuja dan

lainnya, serta menimbulkan sikap mental tertentu, seperti rasa takut, rasa optimis,

pasrah dan lainnya dari individu dan masyarakat yang mempercayainya.34

Asal keyakinan keagamaan itu berpijak pada sesuatu kodrat kejiwaan, yaitu

keyakinan kuat atau rapuh kelanjutan hidup sesuatu agama itu tergantung pada

33

Hasbi Ash-Shiddieqy, Al-Islam I, Bulan Bintang, Jakarta, 1964, hlm. 17. 34

Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia; Pengantar Antropologi Agama, PT.

Raja Grafindo Persada, Jakara, 2005, hlm 1.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

masalah tentang berapa dalam dan berapa jauh keyakinan keagamaan itu meresap

pada jiwa setiap penganutnya. Kalangan agamawan berpendapat bahwa agama itu

berasal dari kodrat maha pencipta, yang memberikan bimbingan kepada manusia

pertama mewariskan pada keturunannya, dan kodrat penciptaan itu melahirkan

pembaharuan agama. 35

Agama merupakan salah satu aspek yang paling penting, karena saling

mempengaruhi antara lembaga budaya dalam tabiat manusia serta sistem nilai,

moral dan etika. Agama itu mempengaruhi organisasi kekeluargaan, perkawinan,

ekonomi, hukum-hukum dan politik agama tidak terlepas dari suatu intitusi

kebudayaan yang menyajikan sesuatu lapangan ekspresi dan implikasi begitu

halus agama tersebut. 36

Menempatkan tradisi keagamaan dalam bentuk

kontekstual dalam dinamika perubahan sosial adalah keniscahayaan yang harus

disikapi dengan cara menciptakan wajah baru dari ajaran agama. Dengan

demikian agama bukanlah sekedar wacana yang memiliki psikologi dan spiritual

semata, melainkan meliputi banyak aspek kehidupan.37

Selain itu Ahmad Abdullah Al-Masdoesi menjelaskan pengertian agama

dengan bahasa Inggeris,

Religion is code of life revealed to mankind from time ever since

the appereance of man in this is globe, and is embodied in its

final perfect from in the Holly Qur‟an which revealed by God to

His last apostle Muhammad Ibn Adb Allah (pease be upon him),

a code of life certain clear and complete guidance concerning

both the spiritual and the material aspects of life.38

35

Zakiah Drajat, Perbandingan Agama I, Bumi Aksara. Jakarta, 1991, hlm. 1. 36

Joesoef Soy‟eb, Agama-agama Besar di Dunia, PT. Al-Husna Zikra, Jakarta, 1996, hlm. 16. 37

Amin Abdullah, Studi Agama, Pustaka Pelajar Offset, 2000, hlm. 11. 38

Ahmad Abdullah Al-Masdoosi, Living Religion of The world , Karchi, 1962, p. 7-8.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Mukti Ali yang dikenal sebagai ahli Ilmu Perbandingan Agama Indonesia

memahami agama sebagai kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan

hukum yang diwahyukan kepata utusan-utusan-Nya untuk kebahagiaan hidup

manusia di dunia dan di akhirat. Hampir mirip dengan Mukti Ali, Sidi Gazalba

mengartikan agama sebagai kepercayaan dan hubungan manusia dengan yang

kudus, dihayati sebagai hakikat yang baik, hubungan itu menyatakan diri dalam

bentuk serta sistem dan sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu.39

Pengertian agama di dalam kamus pun berbeda-beda. W.J.S.

Poerwadarminta menuliskan bahwa agama merupakan segenap kepercayaan

(kepada Tuhan, Dewa dan sebagainya) serta dengan ajaran kebaktian dan

kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. 40

Agama menjadi

sebuah pengakuan yang sangat sakral, dalam agama adanya suatu bentuk yang

suci, manusia akan insaf dengan adanya suatu agama yang memiliki kekuasaan di

atas segalanya. Kekuasaan inilah yang dianggap sebagai asal atau khalik segala

yang ada. Manusia memiliki bayangan cara hidup yang lurus.41

Di dalam kamus The Holy Intermediate Dictionary of American English,

sebagaimana dikutif oleh Nasruddin Razak bahwa religi dijelaskan sebagai Belief

in and worship of God or the super natural.42

Artinya kepercayaan dan

penyembahan kepada Tuhan atau kepada Dzat yang Maha Mengatasi. Kamus

lainnya yaitu kamus The Advanced learning Dictionary of Current English

39

Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, Pustaka Antara, Jakarta, 1962), hlm.

22. 40

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia ,Balai Pustaka, Jakarta, 1985), cet.

ke-8, hlm. 18. 41

Hilman Hadikusuma, Antropologi.., hlm. 123. 42

Nasruddin Razak, Dienul Islam, Al- Ma‟arif, Bandung, 1981, hlm. 60.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

tercatat bahwa religi adalah Belief in existence of supernatural rulling power the

creator and controller of the continues to exist after the death of body. 43

Artinya

agama merupakan kepercayaan terhadap adanya kekuatan kodrat yang maha

mengatasi, menguasai, menciptakan dan mengawasi terus menerus keberadaan

manusia setelah mati.

Dengan menggunakan disiplin psikologi, Hidayat Nataatmaja menjelaskan

arti agama sebagai pedoman sempurna agar manusia mampu mengembangkan

fitrahnya secara utuh.44

Ogburn dan Nimhoff yang dikenal sebagai ahli psikologi

menjelaskan bahwa agama adalah suatu pola kepercayaan, sikap-sikap emosional

dan praktek-praktek yang dipakai oleh sekelompok manusia untuk mencoba

memecahkan soal-soal “ultimate” dalam kehidupan manusia.45

Pemahaman tersebut di atas menunjukkan kemiripan dengan pemahaman

agama menurut Immanuel Kant. Pernyataan Immanuel Kant sebagaimana dikutif

oleh Hasanudin bahwa agama adalah perasaan kejiwaan manusia yang berdasar

dan bersumber pada Tuhan.46

Hal yang mirip juga diungkapkan oleh William

James bahwa agama merupakan perasaan dan pengalaman batin insan secara

individual yang menganggap bahwa mereka berhubungan dengan apa yang

dipandangnya sebagai Tuhan.47

Selain itu dijelaskan pula bahwa agama

merupakan suatu kata yang dapat digunakan untuk menjelaskan emosi dan

perasaan yang dianggap penting.

43

Ibid., hlm, 61. 44

Hidayat Nataatmaja, Karsa Menegakkan Jiwa Agama, Iqro, Bandung, 1990, hlm. 129. 45

Rasyidi, Empat Kulia Agama Islam di Perguruan Tinggi, Bulan Bintang, Jakarta, 1977, Cet. ke-

2, hlm. 50. 46

A.H. Hasanuddin, Cakrawala Kulia Agama, Al-Ikhlas, Surabaya, 1982, hlm, 81. 47

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1985, hlm. 30.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Seorang ahli ilmu jiwa agama, Zakiah pun mengungkapkan pendapat ahli

ilmu agama lainnya seperti Frazer, James Martineau, dan Mattegart.48

Frazer

mengungkapkan bahwa agama adalah kekuatan yang lebih tinggi dari pada

manusia, yaitu kekuasaan yang disangka oleh manusia untuk dapat

mengendalikan, menahan atau menekan kelancaran alam dan kehidupan manusia.

Martineau menjelaskan bahwa agama adalah kepercayaan kepada yang hidup

abadi, di mana diakui bahwa dengan fikiran dan kemauan Tuhan, alam ini diatur

dan kelakuan manusia diperbuat. Sedangkan Mategart berpendapat bahwa agama

adalah suatu keadaan jiwa atau lebih tepat keadaan emosi yang berdasarkan

kepercayaan akal kerahasiaan diri kita dengan alam semesta. Thoules

menambahkan bahwa ketiga definisi tersebut terdapat dalam pandangan ilmu jiwa

umum, karena perasaan itu dapat dibagi tiga segi yakni, tanggapan, emosi dan

dorongan.

Seorang tokoh lainnya yang berhaluan atheis seperti Karl Mark menyatakan

bahwa agama atau religion is the sigh of the pressed creature, the heart of heart

less world, just as at is the spirit of a spiritless situation. It is the opium of the

people.49

Mark memahami bahwa agama adalah keluh kesah makhluk tertindas,

hati nurani dari dunia yang tidak berhati, tepat sebagaimana ia adalah jiwa dari

keadaan yang tidak berjiwa. Ia adalah candu masyarakat. Pendapat Mark ini

mungkin melihat realitas agama menunjukkan peran yang melegitimasi

masyarakat tertindas dalam memasuki dunia modern. Agama yang dilihatnya

terutama agama-agama di Erofa.

48

Ibid., hlm. 36. 49

Karl Mark and F. Engels, On Religion, United, Moskow, 1989. p. 42.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Tokoh agama lainnya yaitu Goulson menyatakan bahwa agama adalah hasil

dari pengaruh hubungan khusus antara manusia dengan lingkungannya.50

Begitu

pun menurut Khan, agama adalah hasil produksi alam bawah sadar manusia dan

bukan merupakan hal yang mempunyai wujud dalam alam nyata.51

Dari pemahaman agama di atas menunjukkan bahwa agama sebagai refleksi dari

keyakinan tidak hanya terbatas pada ajaran dan doktrin saja, tetapi juga refleksi dalam

tindakan kolektivitas umat. Hal itu dipertegas oleh penjelasan Koentjaraningrat bahwa

refleksi cara beragama tidak hanya terbatas pada kepercayaan saja, tetapi juga merefleksi

dalam perwujudan tindakan kolektivitas penganutnya atau dimensi religiusitas yang

terangkum dalam empat unsur. Pertama, emosi keagamaan, yaitu aspek keagamaan yang

mendasar, yang ada dalam lubuk hati manusia, yaitu menyebabkan manusia beragama

menjadi religius atau tidak religius. Kedua, sistem kepercayaan, yang mengandung satu

sistem keyakinan tentang adanya wujud dan sifat Tuhan, tentang keberadaan alam gaib,

makhluk halus, dan kehidupan abadi setelah kematiaan. Ketiga, sistem upacara atau

Ritual keagamaan, yang dilakukan oleh para penganutnya, yaitu sistem kepercayaan yang

bertujuan mencari hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhan atau realitas

mutlak. Keempat, umat atau kelompok keagamaan, yaitu kesatuan-kesatuan sosial yang

menganut suatu sistem kepercayaan dan yang melakukan upacara-upacara keagamaan.52

Selain itu unsur-unsur agama dikemukakan oleh Harun Nasution bahwa unsur-unsur yang

terdapat dalam agama adalah kekuatan gaib, keyakinan manusia, respon yang bersifat

emosionil dari manusia dan paham adanya yang kudus (sacred) dan suci.53

B. Fungsi Agama

50

C.A. Goulson, Science and Christian Belief, United, Moskow, 1970, p. 4. 51

Waheeduddin Khan, Islam Menjawab Tantangan Zaman, Pustaka, Bandung, 1983, hlm. 6. 52

Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I, UI-Press, Jakarta, 1987, hlm. 81. 53

Harun Nasution, Islam …, hlm. 11.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Secara fungsional, agama menjadi sangat penting sehubungan dengan unsur-

unsur pengalaman manusia yang diperoleh dari ketidakpastian, ketidakberdayaan

dan keterasingan yang memang merupakan karakteristik fundamental kondisi

manusia. Dalam hal ini fungsi agama ialah menyediakan dua hal. Pertama, suatu

cakrawala pandang tentang dunia luar yang tak terjangkau oleh manusia, dalam

arti dimana frustasi dapat dialami sebagai sesuatu yang mempunyai makna. Kedua

adalah sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal di luar

jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia dalam

mempertahankan moralnya.54

Agama bisa dikatakan suatu peraturan yang

mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal, untuk memegang peraturan

Tuhan dengan kehendaknya sendiri supaya mencapai kebaikan kelak hidup di

dunia dan akhirat.55

Bila agama dipandang sebagai pengalaman yang suci manusia dengan Tuhan,

manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan alam, tanpak sejumlah fungsi dalam

kehidupan manusia baik dalam kehidupan pribadi ataupun kehidupan sosial fungsi-fungsi

itu bersifat penjelas dan jawaban atas pertanyaan yang perinsipil yang tampaknya telah

mengusik hati manusia sejak zaman purba, agama bersifat sebagai penetram hati,

pengasah tradisi, pemandu sosial dan juga sebagai pemandu budaya.56

Menurut Robet. B. Taylor bahwa sifat agama ada lima fungsi dalam kehidupan

manusia dan bermasyarakat, fungsi yang paling penting adalah memberi penjelasan

(expslanation). Agamalah yang menjelaskan keberadaan manusia. Fungsi kedua, adalah

54

Thomas E. O‟dea, Sosiologi Agama; Suatu Pengenalan Awal, Rajawali Pers, Jakarta, 1996, hlm.

25-26. 55

Mujahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-agama, PT. Raja Grafindo Presada, Jakarta, 1996, hlm

3. 56

H. A. Hidayat, Pemikir Islam (Tentang Teologi dan Filsafat), CV. Pustaka Setia, Bandung 2006,

hlm. 23.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

memberi ketentraman hati kepada manusia, (reassurance) sebab, manusia yang berada

dalam keadaan keluh kesah maka penyembuhan dicari yang ghaib, yaitu melalui agama.

Fungsi ketiga, menjelaskan „validation‟ terhadap kebiasaan dan nilai dimasyarakat,

agama sebagai tumpangan kebudayaan untuk melaksanakan ritual yang sudah terjadi hal-

hal itu ditopang, disahkan atau diberi sanksi oleh kepercayaan agama. Fungsi agama yang

keempat sebagai pengikat sosial (social integration), agama mengikat masyarakat untuk

kerjasama dan perasaan memiliki yang sama, hal itu terutama berlaku pada kebudayaan

yang mempunyai seperangkat kepercayaan dan praktik agama yang sama bagi seluruh

anggota.57

Agama dapat dipahami sebagai fakta sosial, karena ia menyangkut nilai dan

norma yang menyangkut kepercayaan serta berbagai perakteknya di masyarakat.

Agama dalam konteks ini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat dimana

manusia memiliki berbagai catatan termasuk yang biasa diketengahkan dan di

tafsirkan oleh para ahli arkeologi. Dalam masyarakat yang sudah mapan, agama

merupakan salah-satu struktur institusional penting yang melengkapi keseluruhan

sistem sosial. Akan tetapi masalah agama berbeda dengan masalah pemerintahan

dan hukum.58

Agama melukiskan sebagai kebutuhan dasar dan untuk membela diri terhadap

segala kekacauan yang mengancam manusia. Hampir seluruh masyarakat

mempunyai agama. Tidak ada bangsa bagaimanapun primitifnya, yang tidak

memiliki agama. Agama dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku

kehidupan individu dan kelompok, juga memberi harapan kelanggengan hidup

57

Ibid, hlm. 26-27. 58

Thomas F. O‟dea, Sosiologi Agama.., hlm.1.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

sesudah mati dan mengingkat diri dari kehidupan duniawi yang penuh penderitaan

untuk mencapai kemandirian spiritual.59

Manusia pada dasarnya percaya akan adanya kekuatan ghaib, yang sangat luar biasa

atau supranatural yang berpengaruh terhadap individu atau kelompok sehingga

menimbulkan sikap mental, rasa takut, pasrah yang akhirnya akan menimbulkan perilaku

berdo‟a, memuja dan bersandar pada agama.60

Dalam agama terdapat peraturan hukum

yang harus dipahami oleh manusia. Agama menguasai seseorang hingga membuat ia

tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan cara menjalankan ajaran-ajaran agama untuk

mencoba mencari keselamatan.61

Dalam kehidupannya manusia mengalami

ketidakpastian, yaitu kematian. Selain tidak bisa diramalkan, kematian juga berada di luar

jangkauan kekuatan manusia.

Sekalipun mengetahui bahwa kematian merupakan kepastian, namun tidak ada

seorang-pun yang mengetahui kapan kematian itu akan terjadi, hal ini membuat manusia

kecewa atau cemas. Dalam menghadapi kekecewaan tersebut manusia tidak berdaya,

akhirnya manusia menyadarkan diri pada agama.62

Dengan demikian, agama selain

membawa aturan-aturan dan hukum-hukum, juga berfungsi membantu manusia dalam

menghadapi masalah hidupnya.

Dengan berdasarkan pengalaman sehari-hari, dapat dipastikan bahwa setiap

manusia menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang ini, maupun

sesudah mati. Jaminan untuk itu mereka temukan dalam agama. Terutama karena

agama mengajarkan dan memberikan jaminan dengan cara-cara yang khas untuk

mencapai kebahagiaan yang pencapainnya mengatasi kemampuan manusia secara

59

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, PT. Rosdakarya, Bandung, 2000, hlm 119. 60

Ibid., hlm 120. 61

Harun Nasuton, Islam ..., 2008, hlm 9. 62

Elizabet K. Nottingham, Agama dan Masyarakat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hlm 77.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

mutlak. Hanya manusia agama (homo religious) dapat mencapai titik itu, entah itu

manusia yang hidup dalam masyarakat primitif atau masyarakata modern.63

Dengan demikian, agama yang telah dicirikan sebagai pemersatu aspirasi

manusia yang paling sublime, sejumlah besar moralitas, sumber tatanan

masyarakat dan perdamaian batin individu; sesuatu yang memuliakan dan yang

membuat manusia beradab. Akan tetapi, agama pula telah di tuduh sebagai

penghambat kemajuan manusia dan mempertinggi fanatisme dan sifat tidak

toleran, pengacuhan, tahayul (kesia-siaan).64

Joachim Wach menegaskan bahwa setiap manusia memiliki agama atas

pengalaman keagamaannya itu sendiri, yang membuat dirinya merasa bermakna,

di tengah masyarakatnya. Pengalaman keagamaan adalah suatu perasaan yang

didapat manusia pada saat ia berhubungan atau merasa hubungan dengan Yang

Maha Mutlak.65

C. Klasifikasi Agama

Agama dapat diklasifikasikan dalam berbagai kelompok berdasarkan kriteria

tertentu. Para ahli agama mengelompokkan agama-agama itu menjadi agama-agama

besar – agama kecil, agama wahyu-agama alam, agama konvensional - agama modern,

agama tinggi – agama rendah dan sebagainya. 66

Selain itu ada pula agama dikelompokkan berdasarkan sifatnya yaitu agama primitif

dan agama yang telah meninggalkan fase keprimitifan.67

Agama yang termasuk agama

Primitif diantaranya dinamisme, animism dan politeisme. Sedangkan menurut Wach,

63

D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1984, Hlm 39-40. 64

Adeng Muhtar Ghazali, Ilmu Studi Agama, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2005, hlm 43. 65

Joachim Wach, Ilmu …, hlm. 34. 66

Djam‟anuri, hlm. 27. 67

Harun Nasution, hlm.11

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

agama dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian yaitu agama Etnis dan agama

universal.68

Agama etnis menekankan pada pelaksanaan perbuatan itu sendiri. Sedangkan

agama universal memberikan penialian utama pada tujuan perorangan sebagai ukuran

dari kemurnian iman.

Sedangkan Djam‟anuri memilih pengklasifikasian berdasarkan bukan wahyu dan

wahyu, atau agama bukan semit dan semit.69

Kelompok agama yang termasuk bukan

wahyu atau bukan semit terbagi empat berdasarkan asal usul bangsanya diantaranya,

Bangsa Mongolis melahirkan Konfusianisme, Taoisme, Shintoisme. Bangsa Arya

memunculkan Hinduisme, Jainisme Sikhisme dan Zoroastrianisme. Bangsa Missellaneous

melahirkan Buddhisme. Bangsa Paganisme melahirkan berbagai agama yang

dikelompokkan dalam paganisme. Sedangkan kelompok agama yang termasuk agama

wahyu atau agama semit diantaranya Islam, Kristen dan Yudaisme.

D. Sistem Ritual Keagamaan

Fenomena agama yang terdapat pada etnis manusia adalah gejala yang

bersifat evolusi. Keberagamaan manusia tidaklah terlepas dari zaman dan

kebudayaan, pada kebudayaan kuno, keberagamaan dianggap sesuatu yang biasa,

sepontan dan vital. Kehidupan manusia sendirilah yang membuka pintu ke-arah

religiusitas. Lain halnya dengan kebudayaan modern. Terutama di Barat,

keberagamaan tidak dipandang lagi sesuatu yang ada dengan sendirinya,

keberagamaan di Barat dan khususnya pengalaman keagamaan telah menjadi soal

dengan adanya proses rasionalisasi.70

Segala sesuatu harus dapat dibuktikan oleh

rasional harus bersifat logis.

1. Pengertian Ritual

68

Joachim Wach, Ilmu… hlm.155. 69

Djam‟anuri, hlm. 28. 70

Nico Syukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Bergama, Kanisisus, Yogyakarta, 1990, hlm. 21.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Ritual merupakan bentuk pengalaman keagamaan yang diwujudkan dalam bentuk

tingkah laku yang nyata. Menurut Von Hegel, tingkah laku agama yang utama dan

pertama adalah pemujaan.71

Underhill mendefinisikan pemujaan yaitu hormat yang

mendalam yang dikembangkan menuju titik tertinggi dan merupakan suasana fikiran

yang kompleks yang tersusun dari rasa kagum, takut, dan cinta.72

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, ritual adalah sesuatu yang berkenaan dengan

ritus atau hal ihwal ritus. Sedangkan ritus sendiri bermakna tata cara dalam upacara

keagamaan.73

Lebih jelas, disebutkan dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia, pengertian

ritus atau ritual itu sebagai berikut:

Acara keagamaan yang memiliki tata upacara tertentu. Ritus yang

paling lazim adalah do‟a. ritus juga bisa berarti liturgi, yakni

perilaku ibadah yang ditampilkan pemeluk-pemeluk agama. Tiap

agama mempunyai liturgi masing-masing dan beberapa sekte

agama juga mengembangkan liturginya sendiri. Liturgi bisa

merupakan kombinasi kata-kata do‟a, nyanyian, dan gerakan saat

melakukan ibadah.74

Ahli sosiologi agama bernama Elizabeth K. Nottingham menjelaskan bahwa ritual

adalah bagian dari tingkah laku manusia dalam praktik keagamaan yang mencangkup

tingkah laku seperti berkorban, bersemedi berdo‟a, memuja, mengadakan pesta, menari

dan memebaca kitab suci.75

Lebih jelas lagi Notingham memaknai ritual sebagai ibadah.

Ibadah merupakan bagian dari tingkah laku keagamaan yang aktif dan dapat diamati.

Misalnya memakai pakian yang khusus pada agama tertentu, mengorbankan harta dan

nyawa berdasarkan ajaran agama, mengucapkan ucapan formal tertentu atau do‟a

bersemedi dan sebagainya.76

71

Joachim Wach, hlm. 147. 72

Ibid. hlm. 152, 73

Risa Agustin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Serba Jaya, Cetakan Baru, Surabaya, hlm.

536. 74

Anonimous, Ensiklopedi Nasional Indonesia, Cipta Adi Pustaka, Jakarta, 1996, hlm. 229. 75

Elizabeth K. Nottingham, Agama …hlm. 15. 76

Ibid

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Ritual keagamaan bisa diambil dari kata rites yakni kata sifat (adjective), dan kata

benda. Sebagai kata sifat, ritual adalah segala sifat yang dihubungkan atau disangkutkan

dengan upacara keagamaan, seperti ritual dances, ritual laws, sedangkan sebagai kata

benda adalah segala bersifat upacara keagamaan. Dalam antropologi agama, upacara

ritual sering diartikan ritus, ritus dilakukan untuk mendapatkan keberkahan, rezeki yang

banyak dari suatu pekerjaan. Seperti upacara sakral ketika turun ke sawah untuk

mencegah badai, ada upacara mengobati penyakit (rites of healing); ada upacara karena

perubahan atau siklus dalam kehidupan manuisa, seperti pernikahan, mulai kehamilan,

kelahiran (rites of passage ciclyc rites); dan ada upacara berupa kebalikan dari kebiasaan

kehidupan harian (rites of reversal) seperti puasa pada bulan atau hari tertentu. Memakai

pakian tidak berjahit ketika berihram haji atau umrah adalah kebalikan dari ketika tidak

berihram.77

Ahli sosiologi agama lainnya adalah Thomas F.O‟dea mendefinisikan ritual

keagamaan sebagai transformasi simbolis dari pengalaman-pengalaman yang tidak dapat

diungkapkan dengan tepat oleh media lain. Karena berasal dari kebutuhan batin manusia,

maka ia merupakan kegiatan yang sepontan dalam artian betapapun peliknya ia lahir

tanpa niat dan tanpa tujuan yang disadarinya.

Menurut Thomas F. O‟dea, Ritual keagamaan menunjukan formalisasi prilaku

manusia ketika berhadapan dengan objek suci.78

Jadi Ritual keagamaan merupakan aturan

dalam bertingkah laku dari suatu agama yang memberikan pedoman pada seseorang atau

manusia untuk menempatkan dirinya dalam keadaan hadir pada hal-hal yang sakral.

Menurut Wach, terdapat dua bentuk pengalaman kagamaan yang diwujudkan dalam

tingkah laku yang nyata atau ritual, yaitu peribadatan dan pelayanan.79

Keduanya saling

mempengaruhi. Ketaatan dapat juga disebut kultus. Kultus ini dipahami sebagai suatu

77

Bustanuddin Agus, Agama ..., hlm. 96-97. 78

Thomas F. O‟dea, hlm.76-77. 79

Joachim Wach. hlm.149.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

tanggapan total atas wujud total yang bersifat mendalam, integral, realitas mutlak dalam

bentuk peribadatan. Realitas Mutlak ini bersifat sakral dan disembah, dipuja, dipuji oleh

manusia yang memahami realitas mutlak tersebut. Karena realitas mutlak ini dipahami

sebagai Tuhan, maka perilaki keagamaan ini ditujukan kepada Tuhan dengan berbagai

bentuk ritualnya. Perbuatan keagamaan ini terjadi dalam ruang dan waktu dan dalam

suatu konteks yang bentuknya beranekaragam.

Secara spesifik, ritual keagamaan adalah segala tindakan manusia dalam

rangka mendekatkan diri kepada yang gaib dengan tujuan mengharap kebahagiaan

dunia maupun kehidupan setelah mati yang didasarkan atas kepercayaan terhadap

agama yang dianut dan diyakininya dengan sepenuh hati.

2. Unsur Ritual Keagamaan

Ritual keagamaan memiliki unsur-unsur tertentu yang membentuk

keagamaan. Setiap keagamaan mempunyai ciri tertentu yang mungkin berbeda

dari agama yang lain, namun tentu ada unsur-unsur ritual dari masing-masing

agama yang memiliki kesamaan. Secara antropologi, sistem upacara keagamaan

secara khusus mengandung empat aspek yaitu, tempat upacara keagamaan, waktu

upacara keagamaan, benda-benda dan alat-alat upacara, dan orang-orang yang

melakukan dan memimpin upacara.

Sedangkan unsur upacara itu sendiri menurut Koentjaraningrat ada sebelas

unsur, yaitu bersaji, berkorban, berdoa, makan bersama makanan yang telah

disucikan dengan doa, menari tarian pawai, menyanyi nyanyian suci, berprosesi

atau berpawai, memainkan seni drama suci, berpuasa, intoksikasi atau

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

mengaburkan pikiran dengan makan obat bius untuk mencapai keadaan trance,

mabuk, bertapa dan bersemedi.

3. Tujuan dan Fungsi Ritual Keagamaan

Upacara keagamaan dilakukan dengan tujuan sebagai rasa hormat dan untuk

zat realitas mutlak yang diimajinasikan atau digambarkan dan mereka sebut

sebagai roh nenek moyang, makhluk halus atau para dewa agar permohonan dan

keinginan yang diharapkan oleh mereka dapat terlaksana serta mereka dapat

terlapas dari kesulitan. Kesulitan dan ketidak beruntungan itu dianggap sebagian

penganut agama sebagai masalah dalam hidup dan kehidupan mereka di dunia ini.

Joachim Wach juga mengatakan bahwa pengorbanan adalah bentuk lahiriyah

dari bentuk batiniyah antara dewa (Tuhan) dengan manusia, karena melalui

semangat pengorbananlah seseorang akan berkembang secara spiritual.80

Dengan

demikian, pengorbanan atas hal-hal yang tidak terlihat adalah simbol dalam

pengertian ganda, yaitu mewakili orang yang memberikan dalam hati dan

melambangkan penyerahan diri secara pasrah kepada Tuhan.

Ritual korban ini terdapat juga dalam agama wahyu, seperti dalam agama

Islam, ritual yang berbentuk memberikan korban merupakan bukti nyata

ketundukan dan kepatuhan terhadap ajaran agama. Selain itu, ritual atau ibadah

korban tidak hanya memiliki dimensi religius, juga memiliki dimensi sosial.

Esensi pelaksanaan ibadah korban adalah membangun garis vertikal dengan

Tuhannya sekaligus membangun garis horizontal dengan manusia sebagai sarana

hubungan sesama manusia. Ritual yang menggunakan mantra-mantra adalah

80

Joachim Wach, hlm. 163.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

kalimat-kalimat yang digunakan untuk memuji, menunjang, menghormati,

memanggil, memohon dan mendekatkan diri kepeda suatu zat yang luhur, maka

mantra identik dengan do‟a.

Manusia dan agama tidak bisa dilepaskan, kalau manusia ingin jadi manusia, ingin

sehat batinnya, ingin tentram hidupnya, ingin bahagia dunia dan kehidupan setelah mati.

Agama dipahami manusia di dalam kehidupan nyata. Maka dari itu agama mempunyai

beberapa fungsi dalam kehidupan manuasia. Pertama, agama sebagai ciri khas manusia,

manusia mempunyai fitrah untuk beragama. Menurut Sayid Sabiq, dalam bukunya La-

Aqaidul Islam, bahwa naluri keagamaan, merupakan satu-satunya pemisah antara

manusia dengan mahluk lainnya. Kedua, agama sebagai makna rohani, rohani dari Tuhan.

Manusia sedikit tahu tentang masalah rohani, akan tetapi rohani harus dipupuk dengan

agama. Ketiga, agama sebagai penetram batin. Rohani hanya akan tentram kalau sudah

beriman yaitu beragama dan mengingat Tuhan. Keempat, agama sebagai sumber

kebahagiaan. Kelima, agama sebagai sumber kebenaran.

Nilai-nilai kebenaran tersebut didukung pemahaman Endang Saefudin, dalam

filsafat agama bahwa manusia adalah hewan berfikir, berfikir adalah bertanya, bertanya

adalah mencari jawaban, mencara jawaban adalah mencari kebenaran tentang Tuhan

maka agamalah yang menjadi jawabannya.81

Nico Syukur Dister mengungkapkan bahwa pengalaman adalah pengetahuan

yang timbul bukan pertama-tama dari pikiran melainkan dari pergaulan praktis

dengan dunia. Pergaulan tersebut bersifat langsung, intuitif dan efektif.82

Istilah

dunia itu mencakup baik orang maupun benda. Salah satu ciri khas pengetahuan

semacam itu ialah tekanan pada unsur pasif dalam mengatasi sesuatu, orang

81

Syahminan Zaini, Pedoman Akidah Islam, Pustaka Darul Ilmi, Bekasi, 2006, hlm. 1. 82

Nico Syukur, hlm. 21.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

pertama-tama merasa kena ketika disentuh, lebih daripada secara aktif

mengajarkan atau mengolah. Hal itu, sebagaimana terjadi dalam pemikiran oleh

keindrawian, afeksi dan emosi merupakan unsur yang memainkan peranan besar

dalam pengalaman keagamaan.

Selain itu juga, bahwa dalam rangka mencapai kedekatan dengan realitas mutlak

atau realitas tertinggi yang tak terjangkau oleh indera manusia, maka manusia melakukan

berbagai praktik ritual keagamaan untuk mendekatkan diri dan berhubungan baik dengan

Realitas Tertinggi atau Tuhan dengan melakukan berbagai ibadah, pemujaan, berkorban,

bersemedi, berdo‟a dan lain-lainnya. Jadi Ritual keagamaan dapat dipahami merupakan

sebagai kegiatan empiris manusia dalam mengungkapkan kepercayaan dan keyakinanya

yang diteransendensikan melalui simbol-simbol keagamaan.83

Dalam Ritual keagamaan adanya pengungkapan sikap atau prilaku yang tepat untuk

menanamkan sikap ke dalam kesadaran diri yang tertinggi dan juga merupakan

pengungkapan suatu perasaan semua orang yang melibatkan diri dalam ritual keagamaan

tersebut. Jadi bisa dikatakan bahwa ritual keagamaan itu menunjukan prilaku hubungan

ketika berhadapan dengan objek suci.84

Antara kehidupan manusia sehari-hari ada

hubungan yang terjalin dengan dunia ghaib. Sehingga dalam menghadapi kebutuhan

sehari-hari yang dianggap sulit membuat manusia memutuskan diri untuk memasuki

pengalaman dengan dunia gaib.

83

Transenden berasal dari bahasa latin, transcendere. Dalam bahasa ingris: trasendent, artinya

lebih tinggi, unggul, agung, melampaui. Di dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, transenden,

di definisikan sebagai sesuatu di luar kesanggupan manusia yang luar biasa, menonjolkan hal-hal

yang bersifat rohani, Agama Dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama hlm. 611.

Dalam kutipan Bustanuddin Agus, transcend, berarti melewati batas terangkat dari sesuatu yang

nyata. Sedangkan transenden dalam antropologi agama pengalaman melewati atau terangkat dari

pengalaman, akal dan kemampuan manusia biasa, pengalaman transenden adalah pengalaman

religius, hlm. 108. 84

Thomas F. O‟Dea, hlm. 77.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Agama menjadi bagian penting dalam hidup manusia. Dalam hal ini, Harun

Nasution menjelaskan tentang empat unsur penting dalam agama. Pertama, unsur

kekuatan gaib atau objek suci. Manusia merasa dirinya lemah dan merasa butuh pada

kekuatan gaib sebagai tempat meminta pertolongan. Oleh karena itu, manusia merasa

harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Hubungan baik tersebut

dapat diwujudkan dengan mematuhi perintah dan larangan dari kekuatan gaib tersebut.

Kedua, keyakinan manusia bahwa kesejahteraan di dunia ini, hidup di akhirat nanti

tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib. Ketiga, respons manusia

yang bersifat emosional. Respons ini bisa mengambil bentuk perasaan takut seperti pada

agama primitif atau perasaan cinta seperti yang terdapat dalam agama monoteisme. Lebih

lanjut lagi respons itu mengambil bentuk cara hidup tertentu bagi masyarakat yang

bersangkutan. Keempat, paham adanya yang kudus (sacred) atau suci dalam bentuk

kekuatan gaib, dalam bentuk-bentuk kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama yang

bersangkutan, dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.85

Tujuan hidup beragama dalam monoteisme ialah menyerahkan diri secara total

kepada Tuhan Pencipta semesta alam dengan patuh terhadap perintah dan larangan-Nya,

agar manusia mempunyai roh dan jiwa yang bersih dan budipekerti yang luhur. Manusia

serupa inilah yang akan memperoleh kehidupan senang sekarang di dunia dan

kebahagiaan abadi kelak di akherat.86

Dengan demikian, Ritual keagamaan mempunyai tujuan dan fungsi yang sangat

penting. Penjelasan ritual tersebut di atas dapat dipahami bahwa Ritual keagamaan itu

merupakan bagian dari aspek batiniah seseorang. Pertama, untuk mewujudkan optimisme

manusia, mempertebal keyakinan terhadap realitas tertinggi dan menghilangkan rasa

takut. Kedua, untuk melindungi individu dari rasa ragu dan bahaya dengan

85

Harun Nasution, hlm. 3. 86

Ibid., hlm. 12.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

mengantisipasi dan mengatasinya secara simbolis. Dengan cara ini, ritual keagamaan

dapat menenangkan kecemasan yang akan dilahirkan oleh situasi tersebut pada orang-

orang yang tanpa pegangan hidup dan menghindari efek perusak akibat adanya

kecemasan tersebut.87

Ketiga, untuk mempertahankan atau melestarikan kepercayaan

keagamaan yang telah diyakininya dan merupakan pewarisan dari orang-orang terdahulu.

Keempat, untuk mempertebal keyakinan terhadap adanya dunia yang gaib dan juga

memberikan cara-cara pengungkapan emosi keagamaan secara simbolik.88

Kelima, untuk

membawa manusia religius kedalam tempat yang suci, mensakralisasikan waktu dan

menunjukan dalam konteks dimana tingkah laku sakral terjadi. Keenam, sebagai kontrol

sosial, yaitu ritual keagamaan mengontrol perilaku dan kesejahteraan individu demi

kepentingan dirinya sendiri. Hal ini semua dimaksudkan untuk mengontrol dengan cara

konservatif terhadap perilaku, keadaan hati, perasaan dan nilai-nilai kelompok untuk

melindungi komunitas secara keseluruhan.

Dengan dasar fungsi ini, ritual tidak hanya pada aspek pribadi, tetapi aspek bersosial

pun dilakukan, hal ini didasarkan agama yang melekat dalam diri manusia.89

Begitu juga

Emile Durkhem mengungkapkan, upacara-upacara ritual dalam agama dan ibadah adalah

untuk meningkatkan solidaritas, untuk menghilangkan perhatian kepada kepentingan

individu. Masyarakat dalam melakukan ritual larut dalam kepentingan bersama. Terlihat

menurut Emile Durkhem, menciptakan upacara ritual keagamaan yang mengandung

makna kepada keutuhan masyarakat atau solidaritas sosial. Adapun ibadah yang

dilakukan sendiri seperti do‟a, semedi, kebaktian, zikir, shalat tahajud memiliki makna

memperkuat dengan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, supaya manusia mendapatkan

kepuasan batin, ketabahan, harapan untuk meperbaiki kesalahan (dengan sering meminta

87

Thomas F. O‟dea, hlm.16-19. 88

Elizabeth K. Nottingham, hlm. 16. 89

Brian Morris, Antropologi Agama, AK. Group, Yogyakarta, 2007, hlm 299.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

ampun), adalah makna-makna terpenting dalam ibadah disamping itu berfungsi sebagai

jujur dan tepat janji.90

E. Agama Khonghucu

Sesuai dengan objek kajian penelitian, penulis menguraikan secara teoritis

mengenai agama Khonghucu. Agama ini termasuk agama mongolisme atau agama

Cina. Agama Khonghucu dikenal dalam dialek Hokian dengan istilah Ji Kauw

atau Ru Jiao (Hua Yu) yang berarti agama yang mengajarkan kelembutan atau

agama bagi kaum terpelajar. Agama ini sudah dikenal sejak 5000 tahun lalu atau

2500 tahun lebih awal dari usia Khonghucu sendiri.

Konghucu (dialek Hokkian) atau Kongzi (dialek Hua Yu) dikenal dalam

bahasa Latin dengan istilah Confucius. Dia diyakini sebagai nabi terakhir oleh

penganut agama Khonghucu. Menurut sejarah dia lahir tanggal 27 bulan 8 tahun

0001 Imlek atau sekitar 551 sm, (enam abad sebelum masehi, berbeda dengan

Nabi Muhammad yaitu enam abad setelah masehi). Menurut penganut

Khonghucu, ajaran Khonghucu disebut Ru Jiao. Sedangkan sebutan Kong Fu Zi

atau Confucianism diberikan oleh Maateo Ricci seorang misionaris Yesuit yang

datang ke Cina pada abad ke-17.91

Di Indonesia untuk menyebut Khonghucu

dikenal Kong Zi, sedangkan ajaran Khonghucu dikenal Agama Khonghucu,

walaupun sebagian orang menyebut ajaran Khonghucu.

Bukti kebesaran Kong zi atau Khonghucu, ditunjukkan oleh para tokoh agama

Khonghucu dengan adanya sistim penanggalan Imlek yang dihitung sejak tahun

kelahiran Kong zi. Walaupun penanggalan Imlek diciptakan pada zaman Huang

90

Bustanuddin Agus, hlm 102. 91

M. Iksan Tanggok. Mengenal Lebih Dekat “Agama Khonghucu” di Indonesia. Jakarta,

Pelita Kebajikan, 2005, hlm. 86.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Di pada tahun 2698 – 2598 sM, dan digunakan sejak Dinasti Xia pada tahun

2205-1766 sM. Penetapan tahun pertama ini dilakukan Kaisar Han Wu Di dari

Dinasti Han pada tahun 104 sM.

Menurut kepercayaan orang Khonghucu nabi pertama yang tercatat dalam

sejarah Ru Jiao adalah Fu Xi. Dia hidup sekitar 30 abad sM. Dia dipercaya oleh

penganut Khonghucu mendapat wahyu dan memuliakan Kitab Yi Jing atau Kitab

Perubahan. Fu Xi memiliki istri bernama Nabi Nu Wa yang dipercaya

menciptakan hukum perkawinan. Pada saat itu seorang anak tidak hanya dianggap

sebagai anak ibu tetapi juga anak ayah. Di samping Nu Wa dalam kepercayaan Ru

Jiao dikenal nabi perempuan lain seperti Lei Zu, Jiang Yuan dan Tai Ren.

Sedangkan Nabi yang terkenal dikalangan para penganut Khonghucu diantaranya,

Huang Di, Yao, Sun, Xia Yu, Wen, Zou gong atau Jidan dan terakhir Nabi Kongzi.

Kitab Yi Jing dikenal penganut Khonghucu sampai sekarang. Kitab ini

menurut mereka ditulis oleh Fu Xi dan disempurnakan oleh lima Nabi yang

mendapat wahyu dalam tempo berlainan yaitu Fu Xi, Xia Yu, Wen, Zou Gong dan

Kongzi.

Dengan demikian kitab suci Agama Khonghucu sejak Yao (2357 – 2255 sM)

atau sejak Fu Xi (30 abad sM) sampai sekarang mengalami perkembangan yang

dinamis. Kitab suci yang termuda ditulis oleh cicit murid Kong zi yaitu Meng zi

(wafat 289 sM). Isi Kitab ini menjelaskan dan meluruskan ajaran Kongzi yang

waktu itu banyak diselewengkan.

Menurut para penganut Khonghucu bahwa kitab yang diulis oleh orang-orang

sebelum Kongzi dan kitab Chunqiujing (kitab atau catatan zaman Cun Ciu atau

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

musim Semi dan Musim Rontok) yang ditulis sendiri oleh Kongzi adalah sesuai

dengan wahyu Tian. Semua Kitab itu kemudian dihimpun Kongzi dalam sebuah

kitab yang disebut Wujing. Beberapa saat sebelum wafat, Kongzi

mempersembahkan Wujing dalam persembahyangan kepada Tian.

1. Ajaran Pokok Agama Khonghucu

a. Konsep Ketuhanan

Para penganut Khonghucu memahami atau mengakui bahwa Ru Jiao atau

agama Khonghucu sebagai agama monoteis. Mereka percaya bahwa hanya ada

satu Tuhan yang biasa disebut sebagai Tian, Tuhan Yang Maha Esa atau Shangti

(Tuhan Yang Maha Kuasa). Tuhan dalam konsep agama Khonghucu tidak dapat

diperkirakan dan ditetapkan, tetapi tidak satu wujud pun yang tanpa Dia. Dilihat

tidak tampak, didengar tidak terdengar. Namun dapat dirasakan oleh orang yang

meyakininya. Dalam kitab Yi jing dijelaskan bahwa Tuhan itu Maha Sempurna

dan Maha Pencipta (Yuan), Maha Menjalin, Maha Menembusi dan Maha Luhur

(Heng), Maha Pemurah, Maha Pemberi Rahmat dan Maha Adil (Li), dan Maha

Abadi Hukumnya (Zhen).

b. Watak Sejati

Sifat kodrati atau watak sejati manusia (xing) menurut Ajaran Khonghucu

adalah bersih dan baik, karena berasal dari Tian sendiri. Agar sifat baik ini bisa

dipelihara, maka manusia perlu berupaya hidup di dalam Jalan yang diridhoi

Tuhan (Jalan Suci, Dao). Bimbingan agar manusia dapat hidup dalam jalan suci

disebut agama. Dengan demikian menjadi jalas bahwa para penganut Khonghucu

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

memahami agama diciptakan oleh Tuhan dan disampaikan oleh para Nabi untuk

kepentingan umat manusia.

Para penganut Khonghucu menyadari bahwa agama-agama diturunkan Tuhan

lewat para nabi untuk kepentingan umat manusia, maka umat Khonghucu wajib

hidup penuh susila, tepasalira, penuh toleransi dan penghormatan kepada umat

agama lain, atas dasar keyakinan bahwa agama-agama atau jalan-jalan suci ini

semuanya berasal dari Tuhan.

Secara konsep, ajaran Khonghucu mengajarkan hubungan manusia dengan

Tuhan dan manusia dengan manusia yang dikenal dengan sebutan Zhong Shu dan

xing. Zhong Shu dipahami sebagai setia kepada firman Tuhan, dan xing adalah

tepasalira yaitu tenggang rasa kepada sesama manusia. Prinsip tepasalira ini

ditegaskan dalam beberapa sabdanya yang terkenal dalam ajaran Khonghucu,

“Apa yang diri sendiri tiada inginkan, jangan diberikan kepada orang lain” dan

“Bila diri sendiri ingin tegak (maju), berusahalah agar orang lain tegak (maju).”

Kedua sabda ini dikenal sebagai “Golden Rule” (hukum emas) yang bersifat Yin

dan Yang.

Selain itu ajaran Kongzi yang dianggap penting oleh para penganut

Khonghucu adalah tiga pusaka kehidupan, atau tiga mutiara kebajikan, atau tiga

kebajikan utama yaitu, Zhi, Rend dan Yong. Zhi berarti wisdom dan sekaligus

enlightenment (kebijaksanaan dan tercerahkan/pencerahan). Bijaksana dapat

diartikan pandai selalu menggunakan akal budinya, arif, tajam pikiran, mampu

mengatasi persoalan dan mampu mengenal orang lain. Pencerahan atau yang

tercerahkan, berarti mampu mengenal dan memahami diri sendiri, termasuk di

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

dalamnya mampu mengenal yang hakiki. Untuk mencapai Zhi manusia harus

belajar keras dengan menggunakan kemampuan dan upaya diri sendiri. Agama,

para Nabi dan atau Guru Agung hanya bisa membantu, namun untuk mencapainya

adalah dari upaya diri sendiri. Orang yang ingin memperoleh Zhi berarti ia harus

belajar keras untuk meraih kebijaksanaan dan sekaligus pencerahan batin.

Ren berarti Cinta Kasih universal tidak terbatas pada orang tua dan keluarga

sedarah belaka, namun juga kepada sahabat, lingkungan terdekat, masyarakat,

bangsa, Negara, agama dan umat manusia. Ren bebas dari stigma masa lalu dan

tidak membeda-bedakan manusia dari latar belakang atau ikatan primordialnya.

Ren tidak mengenal segala bentuk diskriminasi atau pertimbangan atas dasar

kelompok. Meski berasal dari satu kelompok, berpihak kepada orang yang berasal

dari kelompok berbeda namun benar-benar berada dalam kebajikan. Ren dalam

pengertian agama Khonghucu selalu didasari pada sikap ketulusan, berbakti,

memberi, bukan meminta atau menuntut balasan dalam bentuk apapun. Namun

perlu diingat bahwa Ren tidak berarti mencinta tanpa dasar pertimbangan baik dan

buruk. Dalam salah satu sabdanya Kongzi mengatakan, “Orang yang berperi Cinta

Kasih bisa mencintai dan membenci.” Mencintai kebaikan dan membenci

keburukan. Balaslah kebaikan dengan kebaikan; balaslah kejahatan dengan

kelurusan.” Di sini berarti siapa pun yang bersalah, harus diluruskan, dihukum

secara adil dan diberi pendidikan secara optimal agar dapat kembali ke jalan yang

benar. Setelah berada di jalan yang benar, kita tidak boleh terkena stigma, menilai

atas dasar masa lalu seseorang.

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Para penganut Khonghucu mengartikan Yong sebagai berani atau keberanian.

Namun yang dimaksud dengan yong, bukanlah keberanian dalam “k” kecil.

Berani melawan harimau dengan tangan kosong, berani menyeberangi bengawan

tanpa alat bantu, bukanlah keberanian yang dimaksud Kongzi. Yang dimaksud

dengan keberanian di sini adalah berani karena benar, berani atas dasar aturan atau

kesusilaan, berani atas dasar rasa tahu malu. Suatu ketika Kongzi berkata, “Bila

memeriksa ke dalam diri aku telah berada dalam kebenaran, mengapa aku harus

merasa takut? Namun bila aku bersalah, kepada anak kecil pun aku tidak berani.

Yong juga diartikan sebagai keberanian untuk melakukan koreksi dan

instrospeksi diri. Bila bersalah, kita harus berani mengakui kesalahan tersebut dan

sekaligus berani untuk mengoreksinya. Nabi Kongzi berkata, “Sungguh beruntung

aku. Setiap berbuat kesalahan, selalu ada yang mengingatkannya.” Dia juga

berkata, “Sesungguh-sungghunya kesalahan adalah bila menjumpai diri sendiri

bersalah, namun tidak berusaha untuk mengkoreksi atau memperbaikinya.” Maka

seorang yang berjiwa besar adalah orang yang berani belajar dari kesalahan.

Menurut Mengzi, Yong dijabarkan sebagai Yi (kebenaran) dan Li (kesusilaan,

tahu aturan, ketertiban atau hukum). Bila seseorang mampu menjalani Ren, Yi, Li

dan zhi dengan baik, maka ia diharapkan mampu menjadi seorang junzi (kuncu),

atau orang yang beriman (dan tentu saja berbudi pekerti luhur). Dalam Islam

disebut “Insan Kamil”. Dengan demikian diharapkan ia akan menjadi manusia

terpercaya atau dapat dipercaya (Xin). Pokok ajaran Ren, Yi, Li, Zhi, atau inilah

yang biasa disebut sebagai lima kebajikan atau Wu Chang.

2. Tempat Ibadah dan Rohaniawan Agama Konghucu

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Tempat ibadah Konghucu adalah Litang, Miao (Bio), Kongzi Miao, Khongcu

Bio dan Kelenteng. Litang, selain merupakan tempat sembahyang, juga

merupakan tempat kebaktian berkala (biasanya setiap hari Minggu atau tanggal1

dan 15 penaggalan Imlek). Disini umat mendapat siraman rohani (khotbah) dari

para rohaniawan. Miao dan kelenteng biasanya hanya merupakan tempat

sembahyang, kalaupun ada kebaktian, biasanya ditempatkan diruang yang terpisah

agar tak terganggu aktifitas sembahyang. Disamping menjadi tempat ibadah

agama Konghucu, kelenteng biasanya juga menjadi tempat ibadah agama Tao dan

agama Budha Mahayana.

Rohaniawan agama Konghucu terdiri atas: Xueshi, Wenshi, Jiaosheng,

Zhanglao dan ketua-ketua atau pimpinan-pimpinan Majelis atau tempat ibadah.

Sebelum menjadi Xueshi (biasa disingkat Xs), harus melalui jenjang Wenshi (Ws).

Sebelum menjadi Wenshi, harus melalui jenjang Jiaosheng (Js). Tokoh yang

sudah mencapai tingkatan sesepuh dan sangat senior disebut Zhanglao (Zl).

Setiap rohaniawan, sesepuh dan para pemimpin tempat ibadah yang

memegang jabatan dan surat pengangkatan dari Dewan Pengurus Majelis Tinggi

Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) dan atau menerima surat Li yuan

Rohaniawan (Persidian, peneguhan iman) dan Dewan Rohaniawan MATAKIN,

memilki beberapa kewenangan. Pertama, menyelenggarakan kebaktian bagi umat

Konghucu didaerahnya yang diatur dalam Majelis Agama Khonghucu Indonesia

(MAKIN). Kedua, melakukan Li yuan umat (Pembaptisan). Ketiga, memimpin

berbagai upacara suci bagi umat konghucu, sesuai hukum agama Konghucu,

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

termasuk hukum perkawinan Agama Konghucu, yang diatur dalam Tata Agama

Konghucu.

3. Ritual Agama Khonghucu

Terdapat ritual dan perayaan dalam agama Khonghucu seperti ritual Li Yuan,

upacara pernikahan, upacara kematian dan perayaan Imlek. Upacara Li Yuan dilakukan

untuk penganut Khonghucu yang baru mendapatkan nama, menginjak usia dewasa,

medapatkan tugas baru dalam kerohanian agama Khonghucu. Bayi yang baru berusia satu

bulan biasanya orang tuanya mengadakan ritual Li Yuan. Anak-anak yang baru menginjak

dewasa atau berusia sekitar lima belas tahun mendapat ritual Li Yuan di tempat Ibadah.

Para penganut Khonghucu yang mendapat gelar baru seperti Zhanglao, Xenshi, Wenshi,

dan Jao sheng melakukan ritual Li Yuan. Tujuan ritual ini adalah untuk mempertegas

keimanan para penganut Khonghucu dan menandai transisi kehidupan.

Ketika seseorang melakukan Li Yuan (pembaptisan) orang dewasa, dia

mengikuti prosesi ritual Li Yuan tersebut. Biasanya pemandu ritual Li Yuan

mengucapkan beberapa pernyataan yang diikuti oleh calon yang ikut ritual.

Pernyataan tersebut diantaranya,

Firman Tian, Tuhan Yang Maha Esa itulah dinamai watak sejati

Hidup mengikuti watak sejati itulah dinamai menempuh jalan

suci.

Bimbingan untuk menempuh jalan suci itulah dinamai Agama

Dipermuliakanlah

Adapun jalan suci yang dibawakan Ajaran Besar itu ialah

Menggembilangkan kebajikan yang bercahaya

Mengasihi rakyat dan berhenti pada puncak kebaikan

Dipermuliakanlah

Hanya kebajikan berkenan Tuhan

Sungguh miliki Yang satu itu: kebajikan

Wei De Dong Tian, Xian You Yi Te

Wei De Dong Tian, Xian You Yi Te.

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Siancai92

Selanjutnya seseorang yang telah melakukan ritual Li Yuan menerima kartu

anggota yang didalamnya menerangkan keanggotaan penganut Khonghucu. Di

dalam Kartu tersebut terdapat beberapa pernyataan diantaranya, 1) Apa yang diri

sendiri tiada inginkan, janganlah diberikan kepada orang lain. 2) Seorang yang

berperi cinta kasih ingin dapat tegak maka ia berusaha membantu orang lainpun

tegak; ia ingin maju, maka ia berusaha agar orang lainpun maju. 3) Jangan

mendua hati jangan bimbang, Tuhan besertamu.93

Ritual Li Yuan itu tidak hanya bagi anak-anak tetapi juga bagi para penganut

Khonghucu yang melangsungkan pernikahan. Namun menurut penganut

Khonghucu, Li Yuan Pernikahan biasanya tidak dilakukan di tempat Kong Miao di

Bandung tetapi di daerah lain.

Ritual Li Yuan pernikahan bagi penganut Khonghucu merupakan ritual yang

sakral, tidak hanya ikatan perjanjian antara manusia dengan manusia tetapi

perjanjian manusia dengan Tuhan langit dan disaksikan bumi dan manusia. Salah

satu simbol ritual itu adalah minum air dan kelengkeng.94

Di samping itu ada juga ritual kematian. Ritual kematian dipahami para

penganut Khonghucu untuk menghormati tubuh manusia yang berasal dari Tuhan

Langit (Tian). Sebagaimana ritual-rual lainnya dalam ritual kematian ini dipimpin

oleh para rohaniawan Khonghucu, tetapi suasana dalam ritual ini nampak dalam

kesedihan. Apabila seseorang yang meninggal itu memiliki barang atau benda

92

MATAKIN, Tata Agama dan Tata Laksana Upacara Agama Khonghuc,: MATAKIN,

Jakarta 2000, hlm. 99. 93

Ibid. 94

Ibid.

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

yang disayanginya, maka benda atau barang itu ikut juga bersama jasad orang

meninggal dengan cara diletakkan di atas peti dan dikubur.

4. Perayaan Imlek

Ritual dan perayaan Imlek merupakan bagian dari kegiatan keagamaan para

penganut Khonghucu. Istilah Imlek berasal dari dialek Hakhian (salah satu suku

di Negeri Cina) yaitu kata “Im” yang berarti bulan dan “lek” berarti kalender.

Menurut bahasa Mandarin sebagai bahasa resmi nasional Cina menggunakan

bunyi yinlie (yin berarti bulan, dan lie berarti penanggalan). Orang-orang

Tionghoa lebih suka menggunakan kata Imlek.

Tahun Baru Imlek sudah dirayakan sejak 600 tahun sebelum Masehi.

Berkaitan dengan Imlek terdapat Penanggalan Cina. Orang Tionghoa mengenal

Sio yang berarti lambang dari setiap tahun. Sio ini dilambangkan dengan nama-

nama binatang yang memiliki makna tertentu seperti, tikus, macan, kelinci, naga,

ular, kuda, kambing, monyet, ayam, anjing, dan babi. Sio akan berganti dalam 12

kali.

Penanggalan Imlek ditentukan dari peredaran bulan mengelilingi bumi (lunar

system) yang dikombinasikan dengan peredaran bumi mengelilingi matahari

(solar system). Penanggalan Imlek disebut juga penanggalan imyanglek (system

lunisolar).

Penanggalan Imlek ini pada awalnya disusun untuk menandakan pergantian

musim atau dimulainya musim semi sebagai awal menanam bagi petani di Cina.

Di Cina terdapat empat musim yaitu chuen (musim semi), Shia (musim panas),

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

chiu (musim rontok), dan thung (musim salju atau dingin). Perayaan ini

diharapkan memperoleh hasil panen yang melimpah.

Para penganut Khonghucu percaya bahwa awal penanggalan Imlek ini

dihitung sejak kelahiran Khonghucu yang menjadi pendiri agama Khonghucu

yaitu tahun 551 SM. Selanjutnya Pada saat Pemerintahan Dinasti Han Bu Tee

(140-86 SM) dari Dinasti Han (206 SM- 220 M) menganjurkan penggunaan

penanggalan Imlek untuk masyarakat Cina.

Biasanya Imlek jatuh pada bulan baru (Chee it atau Chu yi) setelah memasuki

Tai Han (T Kan) yaitu 21 Januari (musim dingin) sampai dengan hi swi (yi suei)

19 Februari (musim semi). Tetapi itu tidak pasti, terbukti pada tahun 1969, Imlek

jatuh pada tanggal 18 Januari.

Menurut penganut Khonghucu bahwa pertimbangan penentuan awal tahun

adalah untuk kesejahteraan manusia yang selanjutnya dijadikan pedoman untuk

mempersiapkan dan merencanakan segala sesuatu selama satu tahun kemudian.

Di Tiongkok, di samping tahun baru yang berdasarkan penanggalan Masehi

juga digunakan penanggalan Imlek. Sebagaimana perlemen Tiongkok pada

tanggal 27 September 1949 memutuskan tentang tahun baru bagi masyarakat yaitu

Tahun Baru yang dirayakan pada tanggal 1 bulan 1 menurut penanggalan Masehi,

dan Tahun Baru Imlek yang jatuh pada tanggal 1 bulan 1menurut penanggalan

Imlek.95

Selain itu penanggalan Imlek digunakan untuk perayaan ritual keagamaan

baik agama Khonghucu maupun Buddha seperti di Negara Jepang, Korea,

95

Lie Sau Fat/ XF. Asali, Aneka Budaya Tionghoa Kalimantan Barat, Muara Public Relation,

Pontianak, 2008, Cet. ke-1, hlm. 8

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Vietnam, Taiwan, Birma dan Negara lainnya.96

Agama-agama lain pun

merayakannya seperti Katolik di beberapa Kota di Indonesia. Mereka

mengadakan misa Imlek dengan menggunakan asesoris Tionghoa seperti pakaian

dan topi Tionghoa, lampion (lampu hias yang berwarna merah) dan petasan.

Orang-orang yang merayakan Imlek memiliki makna-makna tertentu dalam

perayaan Imlek. Salah satu makna yang diharapkan orang-orang dari perayaan

Imlek biasanya adalah keharmonisan dalam tata kehidupan di dunia. Pergantian

waktu atau tahun Imlek bagi orang-orang tertentu menunjukkan adanya

keterikatan manusia dengan waktu dan dapat menyadarkan manusia kepada

kekuasaan alam itu sendiri sehingga manusia dapat bersyukur kepada Tuhan.

Sehingga hari Imlek bagi penganut Khonghucu sebagai hari agung untuk

bersembahyang kepada Tian, roh suci dan leluhur mereka. Dengan kata lain,

secara religius para penganut Khonghucu dapat memahami tahun Imlek sebagai

cara untuk mengakhiri semua bentuk keburukan dan kesalahan, dan berusaha

memperbaiki diri agar tahun selanjutnya memperoleh rezeki lebih banyak dan

dapat menjamu orang suci dan para leluhur.

BAB III

PEMBAHASAN HASIL PENELITHIAN

MAKNA PERAYAAN IMLEK MENURUT

PENGANUT KHONGHUCU DI MAKIN KOTA BANDUNG

96

The Heng Kung dan Surip Prayogo, Tanaman Simbol Imlek, Penebar Swadaya, Depok, 2005,

Hlm. 6.

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Selama tahun 1965 sampai dengan 1998 perayaan tahun baru Imlek di

Indonesia, dilarang dirayakan di depan umum. Melalui Instruksi Presiden Nomor

14 Tahun 1967 pemerintahan yang dipimpin Soeharto melarang segala hal yang

berbau Tionghoa, termasuk Imlek. Mungkin alasan politik yang menjadi faktor

utama pelarangan tersebut yaitu pasca tragedi politik tahun 1965 yang dikenal G

30 S/PKI.

Namun masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan

kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika mantan Presiden

Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kebijakan tersebut

dilanjutkan oleh Pemerintahan Megawati Soekarnoputri dengan mengeluarkan

Keputusan Presiden Nomor 19/2002 pada tanggal 9 April 2002 yang meresmikan

Imlek sebagai hari libur nasional. Sejak tahun 2003, Imlek resmi dinyatakan

sebagai salah satu hari libur nasional. Akibatnya perayaan Imlek dilaksanakan di

berbagai daerah di Indonesia dengan suasana yang jauh berbeda dengan suasana

pada masa pemerintahan Orde Baru.

Di Kota Bandung ritual dan perayaan Imlek 2563 atau 2012 dilaksanakan

pula oleh etnis Tionghoa termasuk mereka yang menganut agama Khonghucu.

Berbagai persiapan, pelaksanaan dan pasca hari Imlek dilakukan oleh para

penganut Khonghucu pada setiap penyelenggaraan menyambu Tahun Baru Imlek.

Untuk mengetahui lebih jelas proses ritual perayaan dan makna Imlek bagi

penganut Khonghucu di Kota Bandung, penulis mendeskripsikan beberapa hal

yang berkaitan dengan penganut Khonghucu dan ritual perayaan Imlek di Bab ini.

Beberapa hal tersebut diantaranya, sejarah masuknya orang-orang Tionghoa ke

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Bandung, keberadaan para penganut Khonghucu, tempat ibadah dan kantor

sekretariat, suasana kota Bandung menyambut perayaan Imlek, proses ritual Imlek

dan makna perayaan Imlek.

A. Masuknya Orang-Orang Tionghoa ke Bandung

Penganut Khonghucu di Indonesia tidak lepas dari keberadaan Tionghoa yang

memiliki orientasi budaya berbeda. Sebagaimana menurut Mely G. Tan bahwa

orang etnis Tionghoa di Indonesia bukanlah satu kesatuan yang monolitis, tetapi

terdiri dari golongan-golongan dengan kewarganegaraan yang berlainan dan

orientasi kebudayaan yang berbeda.97

Menurut Abdurahman Wahid, orang-orang Tionghoa yang menganut

Khonghucu datang ke Indonesia setelah datangnya orang-orang Cina yang

beragama Muslim. Wahid mengungkapkan tiga tahap kedatangan orang-orang

Tionghoa ke Nusantara.98

Pertama, orang-orang Tionghoa yang menyebar di

kepulauan Nusantara pada abad ke-15, terutama di pulau Jawa atau pantai utara

pulau Jawa adalah komunitas Cina Muslim. Hal ini Wahid merujuk kepada tulisan

Ettori Atali yang menyebutkan bahwa pada abad ke-15 M pelayaran Maritim di

kawasan Asia Tenggara hingga ke pantai Timur India didominasi oleh pangkalan

laut Cina yang umumnya beragama Muslim. Kedua, setelah satu atau dua generasi

berikutnya, komunitas Cina didatangkan oleh pemerintahan Kolonial Inggris dan

Belanda terutama di Kalimantan Barat. Komunitas yang didatangkan pemerintah

kolonial tersebut adalah pengikut agama Khonghucu. Ketiga, pada tahun 1960-an

97

Mely G.Tan (Editor). Golongan Etnis Tionghoa di Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1981, hlm. xx 98

Abdurahman Wahid, Konfusianisme di Indonesia Sebuah Pengantar, dalam Th. Sumartana

(Redaktur). Konfusianisme di Indonesia- Pergulatan Mencari Jati Diri. Jogjakarta:

Interpedei. 1995, hlm. xxxii-xxxiii.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

banyak terjadi konversi dari agama Khonghucu ke agama Kristen Katolik dan

Kristen Protestan. Konversi besar-besaran diperkuat lagi pada zaman Orde Baru,

karena pemerintahan Orde Baru melarang pemunculan agama Khonghucu sebagai

agama melainkan sebagai salah satu ajaran spiritualitas yang mengandung unsur-

unsur etika.

Seiring dengan masuknya orang-orang Tionghoa ke Indonesia, orang -orang

Tionghoa masuk pula ke Bandung. Sebagaimana menurut Beer bahwa masuknya

orang-orang Tionghoa ke Bandung itu memiliki beberapa versi. Pertama, orang

Tionghoa itu didatangkan oleh pemerintahan Belanda pada masa Daendels untuk

membantu pembangunan jalan raya pos. Pemerintah Belanda pada waktu itu

beralasan mendatangkan mereka karena mereka terkenal dengan kemampuan

pertukangan. Ketika Pemerintah Belanda waktu itu membuat Post Weg, Daendels

mendatangkan etnis Tionghoa dari Cirebon. Mereka dipekerjakan sebagai tukang

kayu. Kedua, orang Tionghoa kemungkinan sebagai pelarian dari perang Jawa

atau Diponegoro (Java Oorlog) pada masa itu. Ketiga, orang Tionghoa ini

didatangkan ke Bandung untuk menghidupkan perekonomian kota Bandung yang

sedang dibangun. Hal ini mirip dengan upaya pemerintah Belanda mendatangkan

orang-orang Tionghoa ke Batavia pada abad ke-17 untuk menghidupkan

perekonomian Kota itu. Pemerintah Belanda pada masa pemerintahan Gubernur

Jenderal J.P. Coen menyukai orang-orang Tionghoa, karena orang Tionghoa

dikenal dengan tidak suka berperang dan rajin. Keberadaan orang Tionghoa

berperan sebagai pedagang eceran dari barang yang diimpor Belanda.

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Selain itu ada juga yang berpendapat bahwa orang-orang Tionghoa merasa

terancam keselamatannya. Mereka sengaja pindah dari Jawa Tengah, Yogyakarta

dan sekitarnya ke Bandung untuk mendapatkan hidup yang lebih aman dan layak.

Menurut salah seorang sejarawan, peristiwa perpindahan orang Tionghoa itu

terjadi pada peristiwa perang Diponegoro yaitu tahun 1825. Mereka membentuk

komunitas di Bandung tepatnya di daerah Suniaraja. Dengan berperan sebagai

pedagang, orang-orang Tionghoa itu menetap di daerah tersebut.

Menurut Bambang selaku Ketua MAKIN Kota Bandung menceritakan bahwa

secara perlahan, sejak menetap di Suniaraja orang-orang Tionghoa menyebar ke

daerah sekitarnya. Mereka menyebar ke berbagai wilayah di kota Bandung yang

kini dikenal dengan nama-nama jalan diantaranya, Jalan Banceuy, Jalan ABC,

Jalan Pasar Baru, Jalan Gardu Jati, Jalan Cibadak dan Jalan Pacinan Lama.

Kawasan ini sekarang terkenal dengan perdagangannya. Jalan Banceuy dan Jalan

ABC dikenal sebagai pusat perdagangan elektronik. Jalan Gardu Jati Jalan

Cibadak dan Jalan Pacinan Lama dikenal sebagai kios yang menjual barang-

barang grosiran untuk kebutuhan rumah tangga.

Pacinan yang berasal dari bahasa Sunda terdiri dari suku kata “pa-Cina-an”

berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan Cina. Pacinan ini merupakan sebutan

orang-orang Tionghoa di sekitarnya untuk menunjukkan wilayah yang dihuni

orang-orang Cina atau Kampung Tionghoa. Setiap daerah Pacinan di Indonesia

memiliki karakter tertentu. Terdapat beberapa karakter orang-orang Tionghoa

yang tinggal di sekitar Kota Bandung termasuk daerah Pacinan Lama pada masa

pemerintahan Belanda. Pertama, segi kepemimpinan, orang Tionghoa yang

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

tinggal di Pacinan memiliki pemimpin sendiri. Pemimpin itu diangkat berdasarkan

persetujuan Pemerintahan Belanda. Pemimpin itu berpangkat Mayor, Kapten,

Letnan dan sebagainya. Pemimpin Tionghoa ini merupakan orang yang sangat

kaya dan berpengaruh pada masyarakatnya. Dengan menjadi pemimpin itu,

kekayaan mereka bisa meningkat pula, karena mereka memperoleh hak monopoli

dalam penjualan opium. Kedua, profesi orang Tionghoa umumnya sebagai

pedagang dan pemiliki Toko, walaupun pada awalnya mereka berprofesi sebagai

Tukang Kayu. Sebagaimana menurut sejarawan bahwa perkampungan Tionghoa

yang padat, berdekatan dengan pasar yang terdiri dari toko-toko dan pengrajin,

seperti tukang kunci, lemari, kayu dan sebagainya. Ketiga, karakter arsitekturnya

arsitek Tionghoa berbentuk lengkung dan didominasi warna merah. Bentuk

lengkung itu diwujudkan dalam bentuk rumah dan Klenteng. Vihara yang berada

di dekat station Kereta Api Bandung merupakan salah satu peninggalan arsitektur

Tionghoa.

Namun, pada zaman Pemerintahan Belanda orang-orang Tionghoa juga

mendirikan bangunan mewah yang bergaraya Eropa. Mereka tidak hanya

mendirikan bangunan di kawasan Cibadak dan sekitarnya tetapi juga di kawasan

Bandung Utara, seperti Bangunan Drie Driekleur, SMAK Dago, dan Vila Mei

Ling. Bangunan ini menunjukkan kemakmuran orang Tionghoa di Kota Bandung

pada saat itu.

B. Keberadaan Para Penganut Khonghucu

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Berdasarkan data dari dinas Kependudukan Kota Bandung tahun 2009 bahwa

pemeluk Khonghucu berjumlah 29 orang.99

Mereka terdiri dari 15 orang laki-laki

dan 14 orang perempuan. Tempat tinggal mereka tersebar di berbagai daerah

diantaranya, Kota Bandung, Cimahi dan Kabupaten Bandung. Kebanyakan

diantara mereka menetap di daerah Gedebage.

Sedangkan menurut Bambang Sukotjo100

bahwa di Kota Bandung ada sekitar

200 Kepala Keluarga yang beragama Khonghucu. Beliau menjelaskan alasan

perbedaan jumlah pemeluk agama Khonghucu itu. Salah satunya adalah masalah

administrasi kependudukan. Secara singkat Bambang mengungkapkan bahwa di

tingkat kecamatan, para pemeluk Khonghucu belum seluruhnya mencantumkan

Khonghucu sebagai agama yang harus dipilih dalam formulir KTP atau Kartu

Keluarga. Akibatnya data penganut agama Khonghucu menjadi tidak pasti secara

formal. Sebagaimana dia sebutkan dalam suatu surat kabar,101

Kalau ditanya berapa jumlah umat Khonghucu di Jawa Barat,

maka kami tak bisa menjawabnya secara pasti. Kami kesulitan

mendata karena agama Khonghucu belum ditulis dalam KTP.

Baru Kabupaten/Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis dan Kota

Banjar yang mencantumkan agama Konghucu dalam KTPnya.

Tanpa memiliki bukti sah semisal KTP dengan identitas agama

Khonghucu membuat MAKIN Jabar terhambat apabila

mengajukan izin pendirian rumah ibadah.

Bahkan Bambang sendiri mengaku bahwa keterangan agamanya masih

tercatat sebagai pemeluk Agama Kristen di Kartu Keluarga miliknya Padahal dia

sudah berusaha kepada petugas kecamatan untuk mencantumkan nama

Khonghucu di kolom Kartu Keluarga tersebut.

99

Sumber Data dari Dinas Kependudukan Kota Bandung 100

Hasil Wawancara informal 26 Januari 2012 101

Bandung Ekspress, Selasa, 6 Januari 2011.

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Hal ini diperkuat dengan pengakuan beberapa para penganut Khonghucu,

bahwa mereka masih menggunakan nama agama yang bukan Khonghucu di

dalam Kartu Tanda Penduduknya. Nama agama yang bukan Khonghucu itu

adalah Kristen, Katolik, Buddha dan Islam. Mereka mengaku masih sulit merubah

keterangan agama di KTP masing-masing. Namun sebagian dari mereka masih

tidak mau menjawab apabila mereka ditanya masalah agama apa yang tercantum

dalam KTP. Mungkin mereka takut atau malu dengan keterangan yang terdapat

dalam KTP itu.

Orang-orang Tionghoa yang menganut agama Khonghucu dapat dibedakan

dari marga (se), gender dan jabatan professional atau status sosialnya. Sebagian

dari para penganut Khonghucu itu menggunakan nama Indonesia, dan sebagian

lain menggunakan nama asli Tionghoa. Bagi penganut Khonghucu yang

menggunakan nama Indonesia, sebenarnya mereka memiliki juga nama yang

berbahasa Tionghoa, sehingga nama mereka menjadi ganda. Ada nama yang

berbahasa Indonesia dan ada pula nama yang berbahasa Tionghoa. Orang

Khonghucu yang hanya menggunakan nama Tionghoa terbagi dalam beberapa

marga (se) diantaranya, marga lie, an, cang, ang, chew, ci, cong, gow, hong, kang,

lauw, liang, lim, liong, oey, ong, ouw,song, tan, tjid, tjio, wong, wu, xu, dan yen.

Secara gender para penganut Khonghucu yang datang ke Miao kebanyakan

laki-laki. Bila dibandingkan dengan jumlah perempuan, jumlah laki-laki lebih

banyak. Perempuan yang datang ke Kong Miao biasanya orang yang sudah lanjut

usia. Hanya beberapa orang perempuan yang dianggap masih muda. Dominasi

laki-laki itu ditunjukkan pula dalam perannya sebagai petugas keagamaan. Semua

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

pemimpin dan pengatur acara ritual diperankan oleh laki-laki. Kelompok

perempuan memerankan dalan kegiatan pengaturan makanan, seperti memasak,

menyajikan dan kebersihan.

Orang-orang Khonghucu itu dapat dibedakan berdasarkan profesi dan

statusnya. Diantara mereka ada yang menjadi pengusaha, pedagang, karyawan,

ibu rumah tangga, dan mahasiswa. Profesi pedagang menjadi mayoritas di

kalangan mereka, terutama pedagang toko. Status sosial pengusaha merupakan

status yang paling tinggi secara stratifikasi sosial. Hal tersebut dapat dibedakan

dari kendaraan yang mereka bawa di Kong Miao. Beberapa orang Khonghucu

yang menjadi pengusaha dan pedagang menggunakan mobil. Karyawan,

mahasiswa dan pedagang kecil menggunakan motor dan angkutan umum seperti

angkot dan becak.

C. Tempat Ibadah dan Kantor Sekretariat

Para pemeluk agama Khonghucu di Kota Bandung dipusatkan dalam rumah

ibadah yang bernama Kong Miao. Tempat Ibadah ini terletak di jalan Cibadak

nomor 255 i Bandung. Daerah Cibadak yang terletak di pusat Kota Bandung ini

terkenal dengan penghuni yang beretnis Tionghoanya. Orang-orang Tionghoa di

Cibadak ini berlainan agamanya, diantaranya, Khonghucu, Tao, Buddha, Kristen

dan Katolik. Terbukti di kawasan Cibadak ini terdapat beberapa gedung keagaman

sebagai tempat ibadah mereka diantaranya, Vihara, Gereja (kapel), Kong Miao.

Sedangkan orang-orang Tionghoa yang beragama Islam dipusatkan di sekretariat

dan mesjid yang terletak di jalan Muhammad Toha.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Bangunan Kong Mio milik penganut Khonghucu mirip dengan gedung rumah

toko (ruko) yang terdiri dari dua lantai. Di depan bangunan itu bertuliskan,

“Sekretariat MAKIN (Majelis Agama Khoghucu) Kota Bandung Jl. Cibadak No.

255 I. Bandung.” Lantai bawah biasanya digunakan untuk acara umum. Mungkin

lantai bawah ini berfungsi sebagai aula dan bersifat umum. Terbukti penulis

melihat mereka melakukan diskusi atau ramah tamah di lantai bawah itu, tapi

terkadang lantai bawah digunakan untuk sembahyang. Salah satunya sembahyang

Khing Ti Kong yang mengharuskan upacara itu mengarah keluar di depan pintu

secara kolektif. Sedangkan lantai atas digunakan para penganut Khonghucu untuk

sembahyang pribadi dan bersifat khusus. Dengan demikian fungsi gedung

bangunan itu adalah sebagai sarana sembahyang bagi penganut Agama

Khonghucu dan sebagai sekretariat organisasi MAKIN di Kota Bandung.

Sebagian diantara mereka menyebut Kong Miao, karena hal itu berkaitan dengan

tempat sembahyang bagi para penganut Khonghucu. Sebagian lagi menyebut

sekretariat MAKIN, karena tempat itu sebagai kantor organisasi Agama

Konghucu yang ada di daerah Kota Bandung.

Keberadaan Kong Miao di Cibadak ini baru berdiri pada tahun 2009.

Sebelumnya tempat ibadah Khonghucu di Kota Bandung mengalami perubahan

atau berpindah tempat dari tempat satu ke tampat lainnya. Bambang mengaku

bahwa mulai kepemimpinan Abdurahman Wahid sampai sekarang sudah

mengalami tiga kali pindah tempat.102

Perpindahan tempat ibadah itu dikarenakan

status kepemilikannya yang belum permanen alias masih status kontrak atau sewa.

102

Hasil Wawancara Informal 26 Januari 2012

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Kini mereka telah mampu membeli gedung ruko di kawasan Cibadak itu yang

dijadikan sekretariat Agama Khonghucu di Kota Bandung. Untuk memperluas

bangunan tersebut, Bambang mengaku sedang mengurus proses kepemilikan ruko

lainnya yang berdekatan dengan ruko yang telah dimilikinya itu.

Menurut Bambang bahwa penganut Khonghucu di Kota Bandung

sebelumnya melaksanakan ritual keagamaan di Vihara yang sekarang digunakan

oleh para penganut Buddha. Orang-orang Khonghucu mengaku merasa kesulitan

untuk mendirikan tempat ibadah. Sebagaimana dia ungkapkan,

Peraturan Bersama Mendagri dan Menag mensyaratkan pendirian

rumah ibadah harus mencantumkan KTP penggunanya minimal

90 orang. Akibat kebijakan Orde Baru yang tidak membolehkan

agama Khonghucu sehingga rumah-rumah ibadahnya diambil

alih agama lain. 103

Bambang menjelaskan pula bahwa sebanyak 12 vihara miliki Khonghucu kini

sudah diambil alih oleh penganut agama lain. Dia mengungkapkan, “Kami tak

ingin memperbesar masalah, namun meminta agar vihara-vihara yang sudah

diambil alih masih bisa dimanfaatkan oleh kami.”104

Gedung Kong Miao yang dijadikan sekretariat MAKIN Kota Bandung ini

biasanya buka setiap pukul 09.00 sampai dengan 11.00 dan 14.00 sampai dengan

16.00. Di lantai bawah terdiri ruang penerima tamu dan dapur. Di pinggir ruangan

itu terdapat rak yang berisi buku-buku dan cinderamata. Antara ruang tamu dan

dapur dibatasi dengan tangga menuju lantai dua. Di bagian dinding terdapat

gambar Khonghucu dan tulisan Mandarin. Sedangkan di ruang lantai atas atau

lantai dua terdapat beberapa bagian. Bagian depan adalah altar, bagian tengah

103

Bandung Ekspress, Selasa, 6 Januari 2011. 104

Ibid.

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

tempat duduk jemaat, karena terdapat deretan kursi yang memuat sekitar delapan

puluh orang. Di bagian belakang terdapat ruang tempat penyimpanan barang

seperti baju pemandu sembahyang, dupa yang belum dipakai dan lain-lain.

Di bagian altar terdapat beberapa benda diantaranya, tulisan yang berbahasa

Mandarin, beberapa patung Khonghucu sebagai pendiri agama dan beberapa

patung murid Khonghucu, dupa, mimbar, tempat abu untuk menancapkan dupa,

dan lilin. Selain itu deretan kursi tempat jemaat terdapat di ruangan tempat

sembahyang itu.

Di Kong Miao itu petugas keagamaan menyediakan buku kunjungan jemaat.

Setiap orang yang datang ke tempat itu diminta mengisi buku induk jemaat,

termasuk penganut Khonghucu dan tamu. Di buku tamu itu tercantum kolom

nomor, nama, dan alamat yang harus diisi oleh setiap orang yang datang. Ketika

penulis datang ke Kong Miao, Penulis melihat daftar nomor urut di buku induk

pengunjung itu sudah nomor urut 117. Mereka yang datang ke Kong Miao tidak

hanya dari kota Bandung, tetapi juga mereka berasal dari Cimahi, Rancaekek, dan

Majalaya.

Orang-orang Khonghucu yang beribadah di Kong Miao kota Bandung

memiliki organisasi bernama MAKIN (Majelis Agama Khonghucu Indonesia).

MAKIN ini sejenis organisasi tingkat daerah yang mengatur kehidupan beragama

para penganut Khonghucu. MAKIN ini di bawah koordinasi organisasi tingkat

pusat yang bernama MATAKIN (Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia).

Struktur MAKIN itu terdiri dari ketua, dan pengurus bidang. Pengurus bidang

terdiri dari empat bidang yaitu bidang kerohanian, layanan kemaThian,

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

kepemudaan, dan seni-budaya. Di bawah MAKIN terdapat pula oraganisasi-

orgasiasi diantaranya WAKIN (Wanita Agama Khonghucu Indonesia), dan

PAKIN (Pemuda Agama Khonghucu Indonesia). Di samping itu ada juga

penasihat-penasihat keagamaan yang disebut Zianglo. Zianglo ini dijabat oleh

para senior penganut agama Khonghucu. Ketua MAKIN ini sekarang dijabat

Bambang Sukotjo. Seorang pengusaha di Kota Bandung dan dosen di ITENAS.

Dia kini berusia sekitar 42 tahun. Dia lulusan fakultas Teknik di Institut

Teknologi Nasional (ITENAS) di Bandung. Dia bergelar Jausheng 105

artinya

penyampai misi agama.

Para penganut Khonghucu melakukan berbagai jenis kegiatan keagamaan di

Kong Miao Kota Bandung, diantaranya kebakThian minggu, sembahyang leluhur,

ritual khusus dan diskusi keagamaan. Sedangkan kegiatan olah raga dan acara

masak bersama dilakukan pada hari-hari tertentu. Kegiatan kebakThian

sembahyang berlangsung di Kong Miao secara rutin setiap hari minggu dan pada

hari atau malam tertentu. Setiap kegiatan ritual biasanya pemeluk Khonghucu

hadir sejumlah 30 dan 40 orang. Pada hari minggu itu banyak penganut

Khonghucu datang ke Kong Miao untuk mengadakan ritual. Mereka

melaksanakan ritual itu mulai pukul 10.00 sampai dengan 12.00. Biasanya acara

kebakThian pada hari minggu itu dihadiri oleh sebagian anak muda termasuk

pelajar dan mahasiswa. Salah satu di antara mereka adalah mahasiswa S2

105

Jausing ini merupakan tingkat gelar keagamaan dalam Khonghucu di bawah Wense. Susunan

struktur jabatannya dari atas sebagai berikut. Zhanglao (Zl/Penasihat/ senior), Xueshi

(Xs/pemimpin kerohanian), Wenshi (Ws/guru agama), Jausheng (Js/Penyampai misi agama) dan

chun zu (anggota jemaat ).

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Universitas Padjajaran. Setelah melakukan ritual kadang mereka mengadakan

makan bersama dan diskusi.

D. Suasana Kota Bandung Menyambut Perayaan Imlek

Menjelang perayaan hari Imlek, suasana Kota Bandung berbeda dengan hari-

hari sebelumnya. Hal tersebut nampak di berbagai sudut kota Bandung, seperti di

Mal, hotel, jalan-jalan, pasar dan rumah. Beberapa surat kabar, baik cetak maupun

elektronik menyiarkan berita kondisi menjelang hari Imlek di Kota Bandung.

Beberapa pusat perbelanjaan di Kota Bandung nampak melakukan persiapan

dengan membuat beberapa acara untuk merayakan Tahun Baru Cina atau Imlek

2563. Pada hari Imlek itu pusat perbelanjaan Bandung Trade Center (BTC)

Fashion Mall menampilkan aktraksi "Barongsai Naik Sepeda." Sebanyak enam

barongsai naik sepeda. Mal Festival Citylink di Jalan Peta Kota Bandung

mengadakan acara "China Town Food Festival" dimana pengunjung dapat

menikmati aneka kuliner khas China dan Indonesia dalam satu tempat. Dalam

pameran itu para pengunjung dapat pula melihat pameran ragam kerajinan

produk-produk unik khas China dalam acara Chinese Fair. Acara di Mal tersebut

menurut salah satu paniThianya berlangsung sejak 13 Januari sampai dengan 5

Februari 2012. Sedangkan pada 23 Januari 2012 dilakukan pesta kembang api

sebagai puncak perayaan pergantian Tahun Baru Cina atau Imlek.

Pusat perbelanjaan lainnya seperti Bandung Supermal (BSM) dan Bandung

Indah Plaza menggelar beragam acara untuk memeriahkan tahun Naga Air atau

Imlek 2012. Masing-masing panitia mengadakan aktraksi barongsai dalam rangka

memeriahkan perayaan Tahun Baru Imlek. Kegiatan lainnya yang dilakukan di

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

pusat perbelanjaan adalah berfoto dengan kostum Cina, mewarnai di atas

layangan, belajar Chinesse painting, origami dan magic ballon, Kontes Cici Koko,

mandarin singing contesy, menggambar bertema naga dan pertunjukan Potehi (Po

Tay Hie) alias Wayang Cina.

Pusat perbelanjaan itu memanfaatkan situasi tersebut dengan strategi

penjualan tertentu. Misalnya selama periode 6 hingga 23 Januari 2012, mereka

menggelar diskon barang-barang idaman yang dibanderol dengan harga terendah

dan diskon terbesar untuk menghabiskan stock musim belanja akhir tahun. Di

samping itu, BIP menawarkan keuntungan lebih dengan menyediakan ratusan

hadiah langsung berupa toples unik untuk setiap transaksi dimulai dari nilai Rp

300.000, atau bisa juga mengajak untuk mencoba keberuntungan kepada

pengunjung di pohon Ang paw untuk mendapatkan ratusan hadiah berupa voucher

belanja dan souvenir lainnya.

Kegiatan Barongsai itu dilaksanakan pula di hotel-hotel seperti di Hotel

Grand Royal Panghegar. Salah satu pertunjukan barongsai adalah kelompok

barongsai 'Long Qing'. Kegiatan lainnya di hotel-hotel itu adalah menikmati

hidangan tradisional menyambut tahun baru China. Hidangan ini biasa disantap

keluarga menyambut Imlek sebagai simbol kemakmuran dan sukacita. Sepanjang

16 Januari hingga 7 Februari 2012, beberapa hotel menawarkan hidangan salad

berisi ikan ragam warna menandakan harapan akan keberuntungan di tahun baru.

Tradisi makan menyambut tahun baru China dengan mengangkat sumpit sambil

memanjatkan harapan akan Lo Hei, keberuntungan yang tak putus, juga menjadi

bagian perayaan Imlek.

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Suasana di jalan-jalan utama di Kota Bandung pun dipadati orang menjelang

perayaan Imlek. Orang-orang tersebut termasuk orang dari Jakarta. Menurut salah

satu sumber berita106

bahwa jalan-jalan yang nampak mengalami kemacetan

adalah di beberapa ruas jalan sebagai pintu masuk warga dari luar kota, contohnya

di pintu tol Pasteur yang masuk ke Kota Bandung, Jalan Dr Junjunan, Cipaganti-

Setiabudi menuju Lembang Kabupaten Bandung Barat, RE Martadinata,

Cihampelas, dari arah Cibiru menuju Cileunyi Kabupaten Bandung maupun

sebaliknya. Kepadatan kendaraan terjadi pula di jalan-jalan lainnya seperti, di

Jalan Pasirkalili, Jalan Otto Iskandardinata (wilayah Pasar Baru) dan seputar

wilayah Alun-alun Kota Bandung seperti Jalan Dalem Kaum, Jalan Dewi Sartika

dan Jalan Kepatihan. Kemacetan tersebut mulai pukul 21.00 WIB sampai jam

12.00.

Menurut salah seorang polisi lalu lintas bahwa kemacetan di pintu tol Pasteur

berbeda dengan hari biasanya, kemacetan tersebut terjadi dari siang sampai

malam, sedangkan pada hari biasa kemacetan terjadi mulai dari pukul 06.00-08.00

WIB dan pukul 16.00-20.00 WIB. Menurutnya, kepadatan arus itu didominasi

kendaraan asal Jakarta yang ingin berlibur. Kemacetan tersebut nampak pada hari

sabtu tanggal 21 Januari 2012 dengan antrian kendaraan sebelum loket tiket

mencapai sedikitnya 5 kilometer menjelang tengah hari. Petugas PT Jasamarga

Cabang Purbaleunyi telah menginformasikan melalui papan VMS (variable

message sign) kepada pengendara di jalur tol bahwa Kondisi pintu Pasteur macet

sepanjang 3 kilometer.

106 Metrotvnews.com, Jalur Wisata Bandung Padat, Senin, 23 Januari 2012.

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Sedangkan antrian kendaraan keluar tol Purwakarta-Bandung-Cileunyi pada

siang hari tidak hanya terjadi di pintu-pintu masuk Kota Bandung, tetapi juga

nampak di pintu keluar tol Cileunyi. Arus keluar dari pintu ini bisa menuju arah

Kabupaten Bandung sebelah timur, Kabupaten Sumedang, Garut, dan

Tasikmalaya. Antrian di jalur ini hanya mencapai 2 kilometer dan terjadi sampai

sore hari.

Di stasiun Kereta Api nampak terjadi perubahan. Menurut Petugas Kereta Api

Stasiun Bandung bahwa jumlah penumpang kereta api tujuan timur seperti Jogya,

Solo, Madiun, Surabaya, Kediri, Malang dan Semarang, pada long weekend Imlek

mengalami peningkatan. Di samping itu, pihak kereta api menambah 2 gerbong

pada tiap rangkaian gerbong Kereta Api.

Suasana di pasar dan toko-toko pun berbeda dengan hari-hari biasanya. Sejak

awal tahun 2012, banyak orang mencari pernak-pernik khas tahun baru Imlek.

Mereka membeli aksesories Imlek diantaranya benda yang berbentuk naga,

sehingga penjualan barang itu meningkatkan omset penjualannya. Para pedagang

di kawasan Jalan Cibadak mengaku bahwa penjualan mereka omzetnya meningkat

2 kali lipat. Apabila biasanya mereka memperoleh hanya sekitar 500 ribu per

minggu, pada saat menjelang Imlek mereka bisa memperoleh omzet sampai Rp 1

juta per minggu. Sebagaimana diungkapkan seorang pedagang bernama Heru,

“Penjualan pernak-pernik Imlek telah meningkat sejak awal tahun. Sejak awal

tahun sudah ada kenaikan. Seminggu menjelang Tahun Baru Imlek omsetnya bisa

lebih dari 1 juta." Dia mengatakan, pernak pernik Imlek yang paling banyak

diminati yaitu gantungan dan hiasan tempel. Lambangnya seperti ikan mas, koin

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

mas, atau shio tahun ini, yaitu naga. Dia mengaku bahwa pernak-pernik itu

dipasang untuk keberuntungan di tahun-tahun selanjutnya. Harga hiasan tempelan

yang dijual itu rata-rata Rp 30 ribu tempelan. Biasanya, pernak-pernik Imlek

tersebut makin ramai dibeli menjelang malam Imlek.

Barang lainnya yang laku terjual di toko-toko di jalan Aksan adalah lilin

Imlek untuk ritual. Lilin ini seukuran tinggi badan orang dewasa berwarna merah

bergambar liong atau naga. Lilin ini digunakan untuk ritual oleh orang-orang

Tionghoa. Harga, lilin yang diproduksinya ini bervariatif dari harga 1000 rupiah

hingga jutaan rupiah untuk satu batang.

Pedagang pasar burung pun memperoleh kenaikan omzetnya pada Tahun baru

Imlek 2012 ini. Para penjual burung di Pasar Burung Pagarasih, Jalan Suka Haji,

Bandung mengaku bahwa setiap menjelang Imlek, burung Pipit laku terjual rata-

rata sekitar 500-600 ekor per-harinya. Padahal biasanya burung itu terjual rata-rata

di bawah 100 ekor perharinya. Rata-rata setiap penjual mematok harga Rp 1.000

per ekor. Para penjual itu mengaku mendatangkan burung-burung tersebut dari

beberapa daerah di sekitar kota Bandung, seperti Cibaduyut dan Cicalengka.

Pedagan ikan pun memperoleh keuntungan yang meningkat menjelang hari

Imlek 2012 ini. Salah seorang pedagang di Caringin Bandung mengaku bahwa

ikan Bandeng biasa laku dibeli oleh orang Tionghoa. Pembeli dari etnis Tionghoa

biasanya hanya membeli dua kilogram untuk persembahan saat sembayang Imlek.

Harga ikan bandeng di pasar Caringin, tidak sama. Namun rata-rata mereka

menjual di kisaran harga Rp 40.000 hingga Rp 50.000 per kilogram. Kadang ikan

itu dijual juga lebih murah dari harga rata-rata, yaitu apabila ikan terlihat mulai

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

kurang segar. Menurut Karyadi seorang pedagang ikan, "Ikan yang segar itu yang

matanya bening, insangnya masih merah, dan dagingnya kenyal. Kalau matanya

merah, dagingnya di tekan lembek, maka itu sudah tidak segar, yang seperti itu

harus secepatnya dijual.”

Di rumah-rumah, orang Tionghoa sibuk menyiapkan perayaan Imlek.

Biasanya warga Tionghoa terutama ibu-ibu mempersiapkan Imlek dengan

membuat aneka macam kue keranjang atau kue tar, membersihkan rumah dan

tempat ibadah serta menyiapkan ang paw. Sementara yang laki-laki akan

membersihkan pekarangan atau mencat rumah. Salah satunya adalah Keluarga

Cheng. Cheng dan keluarganya sudah memastikan rumah sebersih mungkin,

membuat kue, memotong rambut, memotong kuku, serta membeli baju dan sepatu

baru. Bahkan, tas baru khusus untuk menampung ang paw. Cheng yang berasal

dari Cirebon menuturkan pengalaman merayakan Imlek di Kota Bandung. Ceng

berkata,”Malam Imlek, kami makan-makan, terus ke Kong Miao dan main

kembang api. Pas Imleknya, kami jam enam pagi sudah rapi, wangi dan Qong Xi

Fa Cai ke orangtua.” Namun sebelumnya atau sesudah hari Imlek dia juga

mengaku sering jalan ke Mall berbelanja dan menyaksikan barongsai dengan

memberi ang paw.

E. Proses Ritual Imlek

Proses ritual perayaan Imlek bagi masyarakat Tionghoa termasuk penganut

Khonghucu terdiri dari empat kegiatan utama, diawali oleh ritual menghantar

Dewa Dapur naik kelangit, ritual Imlek, dan perayaan Cap Go Meh. Ritual

menghantar Dewa naik ke langit dilaksanakan seminggu sebelum tahun baru.

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Ritual Imlek dilaksanakan saat pergantian tahun baru. Ritual King Thi Kong atau

Sembahyang Tuhan dilaksanakan mereka pada saat menjelang tengah malam

tanggal 8 bulan pertama atau seminggu sesudah hari Imlek. Perayaan Cap Go Meh

sebagai akhir dari perayaan Imlek dilaksanakan pada malam bulan purnama

pertama tahun tersebut yang jatuh pada tanggal 15 bulan pertama Tahun Cina.

Menyambut Tahun Baru China atau Imlek, para Penganut Konghucu di Kota

Bandung mulai berbenah. Selain memperindah rumah dengan aneka lampion,

mereka juga turut membersihkan tempat ibadah, yaitu Kong Miao yang

didominasi warna merah dan tulisan Mandarin dan patung.

Di Kong Miao, kawasan Cibadak Bandung, seminggu menjelang perayaan

Imlek sejumlah penganut Khonghucu dan keturunan Tionghoa lainnya mencuci

patung yang terpajang di ruang utama Kong Miao. Menurut salah seorang

pengurus Miao, pencucian patung dilakukan melalui prosesi khusus. Yang

mencuci patung itu harus terlebih dahulu berdoa dan membersihkan diri. ”Hati

dan pikiran harus bersih,” ujarnya.

Untuk mencuci patung-patung itu, menurut seseorang menggunakan arak dan

kain berwarna merah. Penggunaan arak, menurut dia, sebagai sarana untuk

memudahkan masuknya roh dewa ke dalam patung. Selain itu, arak dipercaya

mengawetkan patung yang terbuat dari kayu tersebut. ”Pencucian harus hati-hati,”

ucapnya. Prosesi mencuci patung dewa tidak setiap saat dilakukan. Menurut salah

seorang petugas, pencucian hanya dua kali dalam setahun, yaitu saat Imlek dan

ulang tahun Nabi Khonghucu.

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Kelompok barongsai pun berlatih sebagai persiapan menyambut hari Imlek.

Salah satu kelompok barongsai itu bernama 'Long Qing'. Kelompok ini mengaku

bahwa sejak tahun 1998, mereka berlatih barongsai di Jalan Cibadak 202

Bandung. Orientasi mereka membentuk kelompok barongsai adalah untuk

mengikuti kejuaraan. Menurut salah seorang pelatih barongsai, "Sejak awal kita

memang untuk prestasi, kalau sekarang jadi untuk mengisi pertunjukan hiburan,

itu bonusnya. Dalam setahun, bisa mengikuti kejuaraan sebanyak dua kali.”

Berlatih barongsai menyangkut tekniknya, tingkat kesulitannya, ekspresi,

keserasian musik dan alur cerita.

Komunitas penganut Kahonghucu di Kota Bandung mengadakan ritual dan

perayaan menyambut Imlek pada tanggal 23 Januari 2012. Rangkaian kegiatan

menyambut tahun baru Imlek dimulai dengan sembahyang syukuran tutup tahun

Imlek 2563 mulai 23 Januari mulai pagi hingga malam. Acara persembahyangan

Tahun Baru Imlek dimulai menjelang tengah malam hingga besok paginya.

Menurut penuturan orang Tionghoa yang menganut Khonghucu bahwa pada

malam sebelum tahun baru atau Chu Si Ye, seluruh anggota keluarga kumpul

bersama dan makan Thuan Yen Fan (makan malam sekeluarga). Apabila ada

keluarga yang tidak sempat atau berhalangan untuk pulang ke rumah, di meja

akan disiapkan mangkok dan sepasang sumpit yang mewakili yang tidak sempat

datang tadi. Sayur yang disajikan cukup banyak dan mengandung arti tersendiri,

seperti Kiau Choi yang melambangkan panjang umur, ayam rebus yang disajikan

utuh melambangkan kemakmuran untuk keluarga. Sedangkan bakso ikan, bakso

udang dan bakso daging melambangkan San Yuan atau tiga jabatan yaitu Cuang

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Yuen, Hue Yuen dan Cie Yuen. Tiga jabatan tersebut adalah jabatan yang sangat

dihormati masyarakat Tionghoa pada jaman kekaisaran dahulu. Juga ada Kiau Se

atau pangsit yang bentuknya dibuat mirip dengan uang perak zaman dulu.

Menurut kepercayaan, makan Kiau Se akan mendatangkan rejeki. Malahan sesuai

tradisi di antara pangsit tersebut salah satunya akan diisi dengan koin. Bagi yang

mendapatkan koin tersebut konon akan mendapatkan rejeki besar. Di meja juga

disiapkan ikan yang dihias dan akan dimakan. Maknanya yaitu Nien nien yeu yi

atau setiap tahun ada lebihnya. Ikan dingkis bertelur yang dikukus merupakan

hidangan istimewa sebab diyakini dapat membawa keberuntungan di tahun baru.

Menurut Teten seorang pengurus Miao berkata,

Kebiasaan merayakan Imlek memang tidak harus dilakukan

dalam pesta atau perayaan yang berlebihan. Yang paling penting

adalah pergi ke Miao, berdoa menghaturkan kasih dan

persembahan ke Tuhan dan leluhur. Juga tidak lupa bersedekah.

Prinsip di sini yaitu adat dijalankan, soal pesta nomor dua. Imlek

2563 dilambangkan dengan shio Naga diharapkan membawa

keberuntungan.

Teten juga menambahkan bahwa rangkaian persembahyangan menjelang dan

sesudah Tahun Baru Imlek meliputi 21 hari. Bagi orang yang masih kental

merayakannya secara lengkap, tiga pekan itu adalah saat-saat penuh makna bagi

perawatan batin. Mereka berdoa, mawas diri, bersedekah, mohon pengampunan,

berterima kasih kepada Thian (Tuhan), leluhur, orang tua dan orang-orang yang

dituakan, dan mohon pertolongan kepada Tuhan dan para dewa agar sehat,

selamat dan sejahtera di tahun yang baru.

Tetapi menurut pengakuan beberapa orang penganut Khonghucu bahwa

mereka melakukan ritual dan perayaan Imlek itu selama lima belas hari. Mereka

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

melakukan ritual di rumah dan Kong Miao. Segala rangkaian prosesi perayaan

Tahun Baru Imlek ini dimulai dengan suatu ritual yang dinamakan Cap Ji Gwee

Jie Shie. Beberapa orang Khonghucu mengaku bahwa mereka melakukan ritual

itu di rumah dan Miao. Pada permulaan hari itu, sesuai tradisi, orang Tionghoa

menyalakan puluhan hio (dupa bergagang) dan lilin berketinggian kurang lebih

setengah meter atau lebih. Bagi yang tidak mampu membeli itu, pelaksanaan

sembahyang cukup dengan hio biasa, lilin kecil, minyak nabati, serta sesaji buah-

buahan, kue serba manis, dan pembakaran hu (kertas merang bergambar kuda

terbang). Kadang-kadang ritual ini juga sering disebut dengan Shang Sheng.

Mereka melakukan sembahyang pada leluhur bagi yang ada altar di rumah.

Sebagian dari mereka mengaku pergi ke Miao terdekat untuk sembahyang

mengucapkan terima kasih atas lindungan Thian (Tuhan) sepanjang tahun.

Di Kong Miao, para penganut Khonghucu melakukan ritual Imlek yang

terdiri dari sembahyang, pembacaan kitab suci, nyanyian pujian kepada Thian dan

para leluhur. Para penganut Khonghucu melakukan penyambutan kepada para

Dewa langit dan bumi. Dupa atau hio dinyalakan dengan api dari lilin yang

menghadap pintu masuk. Mereka melakukan sembahyang itu dengan cara sujud

tiga kali di hadapan para dewa dan leluhur. Altar dihiasi dengan sesajian dan

wadah yang serba lima (wu kung).

Petugas prosesi ritual itu terdiri pembawa acara, pemandu musik, pemberi

ceramah keagamaan, pembaca Kitab Suci, pemandu sembahyang dan jemaatnya.

Pembawa acara mengenakan baju biasa sebanyak satu orang. Pemandu musik

mengenakan baju batik sebanyak satu orang. Pemberi ceramah mengenakan baju

Page 79: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

batik sebanyak satu orang. Prosesi ritual itu diisi dengan ceramah keagamaan

yang berisi pesan moral. Pembaca kitab suci mengenakan baju biasa berwarna

putih. Pemandu sembahyang terdiri dari tiga orang yaitu satu orang pemimpin

dan dua orang pembantu. Seragam merah dikenakan oleh Ketua MAKIN selaku

pimpinan ritual, sedangkan seragam biru dikenakan oleh petugas atau pembantu

pimpinan. Sedangkan para jemaat mengenakan baju berbeda-beda.

Pada acara ritual Imlek itu terdapat beberapa benda diantaranya, tulisan

yang berbahasa Mandarin, beberapa patung Khonghucu sebagai pendiri agama

dan beberapa patung murid Khonghucu, dupa (hio), mimbar, piano, tempat abu

untuk menancapkan dupa, dan lilin di bagian altar. Selain itu deretan kursi

mengisi ruangan untuk tempat duduk jemaat dan lampu lampion menghiasi

ruangan itu.

Salah seorang tokoh Tionghoa menyampaikan ceramah. Beberapa penggalan

isi ceramahnya adalah sebagai berikut,

Dalam menyambut tahun baru, kita harus merenungkan

tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini di dunia

seperti, bencana-bencana dan pertikaian politik. Dunia

perdagangan juga menyerupai lahan peperangan, semuanya

saling bersaing, etika moral terus merosot, sehingga membuat

manusia hidup dalam kegelisahan, emosi yang tidak stabil, tidak

mengenal kemampuan dan kelemahan dalam diri sendiri, hidup

terjerumus ke dalam pemuasan nafsu dan pertikaian. Oleh karena

itu, menyambut tahun baru Naga Air, kita memperbaharui diri

melalui pertobatan, untuk mewujudkan tahun baru yang lebih

baik dan lebih harmonis.

Setelah selesai acara ritual Imlek di Kong Miao, mereka saling bersalaman

dengan cara mereka yaitu mengepalkan tangan yang diletakkan di dada masing-

masing sambil agak membungkuk dan berkata, “Waide Tong Thian”. Ucapan itu

Page 80: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

hamper sama dengan ucapan pembuka dalam ucapan salam. Ucapan itu mirip

dengan ucapan Muslim dengan Assalamu‟alaikum.

Sebagian dari mereka ada yang duduk sambil ramah tamah di ruang bawah

Kong Miao. Sebagian lainnya melanjutkan kegiatan lainnya yaitu memberikan

hormat kepada kedua orang tuanya, saling mengunjungi sanak keluarga dan

kerabat dekat. Sebagian lain terutama anak-anak dan remaja mementaskan

barongsai dan pesta kembang api di luar gedung Miao. Bagi anak-anak muda

mereka akan menyambut tahun baru dengan memasang petasan dan main

Barongsai. Pada malam tahun baru setelah mereka berdoa dan makan malam,

mereka tidur dengan menggunakan pakaian tidur yang baru umumnya berwarna

merah.

Setelah itu pada Hari Raya Imlek anggota keluarga para penganut

Khonghucu, mengunjungi rumah anggota keluarga yang memelihara lingwei

(meja abu) leluhur untuk bersembahyang. Atau mengunjungi rumah abu tempat

penitipan lingwei leluhur untuk bersembahyang. Mereka melaksanakan pemujaan

kepada leluhur, seperti, dalam upacara kematian, memelihara meja abu atau

lingwei (lembar papan kayu bertuliskan nama almarhum leluhur), bersembahyang

leluhur pada hari Ceng Beng (hari khusus untuk berziarah dan membersihkan

kuburan leluhur) dan Hari Raya Imlek.

Banyak pantangan yang tidak dilakukan pada hari tersebut. Sebagaimana

menurut Teten dan law ungkapkan bahwa beberapa hal yang tidak boleh

dilakukan saat Imlek. Pertama, dilarang membersihkan rumah. Menyapu atau

membersihkan rumah dipercaya bisa mengakibatkan tersapunya keberuntungan

Page 81: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

yang datang. Bahkan, semua perangkat rumah tangga, seperti sapu, sikat, dan

penyedot debu yang biasa digunakan membersihkan debu pun harus turut

disembunyikan. Kedua, menggunakan pisau dan gunting di hari Imlek dianggap

dapat menghindari keberuntungan. Jadi, menurut mereka lebih baik hindari

penggunaan kedua alat tersebut. Ketiga, hindari mencuci rambut saat Imlek tiba

karena bermakna mengusir semua keberuntungan sampai satu tahun ke depan.

Daripada mencuci rambut, lebih baik mengenakan pakaian berwarna merah yang

berarti kebahagiaan, keceriaan, dan memberi keyakinan akan adanya masa depan

yang cerah. Keempat, usahakan untuk melunasi seluruh utang sebelum Imlek dan

hindari untuk meminjamkan uang pada hari itu. Jika tidak, ada kemungkinan anda

akan terus dipinjami uang oleh orang lain sepanjang tahun. Kelima, jangan

menangis di hari Imlek, karena ini dipercaya akan berdampak negatif dan

menimbulkan kesialan sepanjang tahun ke depan. Keenam, setiap orang yang

merayakan Imlek sebaiknya jangan menceritakan cerita tentang kesedihan dan

kematian karena itu akan dianggap bermakna buruk dan sial. Ketujuh, hindari

untuk menghidangkan bubur saat perayaan Imlek karena bubur dipercaya sebagai

lambang kemiskinan. Lebih baik kata mereka menyajikan kue keranjang, jeruk,

ikan bandeng sampai dengan Siu Mi saja.

Kedelapan, pantangan lainnya yaitu tidak boleh bertengkar atau

mengeluarkan kata-kata fitnah dan tidak boleh memecahkan piring. Namun jika

kebetulan secara tidak sengaja ada piring atau mangkok yang pecah, untuk

penangkalnya harus cepat-cepat mengucapkan Sue sue Phing an yang artinya

setiap tahun tetap selamat.

Page 82: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Selain sajian-sajian itu yang menjadi tradisi di warga Tionghoa dalam

menyambut Imlek adalah dengan menggunakan pakaian tidur berikut pakaian

dalam yang masih baru. Maksudnya adalah untuk membuang kesialan tahun lalu.

Pada hari kedua tahun baru Imlek itu adalah saatnya hue niang cia atau

pulang ke rumah ibu. Mereka melakukan sembahyang di rumah atau di Kong

Miao yaitu penyembahan nenek moyang dan para dewa. Hari ini bagi wanita yang

sudah menikah akan pulang ke rumah ibunya dengan membawa Teng Lu yang

merupakan bingkisan atau ang paw (kantong merah kecil yang berisi uang) untuk

ibu dan adik-adiknya. Secara tradisi ang paw atau Hung pau juga diberikan

kepada anak-anak dan orang tua.

Pada hari ketiga, mereka lebih banyak tinggal di rumah, tidak banyak

melakukan perjalanan dan aktivitas di luar. Mereka meluangkan waktunya

berkumpul dengan keluarga dan berdoa di rumah.

Pada hari keempat adalah hari menyambut para dewa untuk kembali ke bumi.

Konon menurut kepercayaan Dewa Dapur (Co Kun Kong) dan para dewa dari

langit akan kembali ke Bumi. Pada hari kedatangan kembali para dewa-dewi itu,

khususnya Dewa Dapur, akan disambut bunyi-bunyian antara lain dengan lonceng

atau genta. Mereka biasanya ke Miao untuk Hi Fuk atau memohon kepada Dewa

untuk mendapatkan perlindungan dan rejeki. Sesaji yang dibawa biasanya berupa

buah-buahan juga ciu cha (arak) dan teh.

Pada hari kelima, mereka tinggal di rumah untuk menyambut dewa

kesejahteraan. Di antara mereka percaya bahwa apabila ada yang mengunjungi

Page 83: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

sanak saudaranya pada hari kelima ini akan membawa sial pada kedua belah

pihak.

Hari keenam sampai dengan hari ketujuh mereka melakukan aktifitas sehari-

hari. Mereka melakukan sembahyang tiap pagi dan sore, baik di depan pintu

menghadap keluar atau ke langit di Kong Miao, maupun di depan altar yang

berada di rumah.

Setelah delapan hari Imlek, para penganut Khonghucu bersembahyang baik di

rumah maupun di Miao. Ritual itu biasanya disebut King Thi Kong. Ritual ini

mengingatkan para ribuan tahun sebelum Masehi, masyarakat Tionghoa sudah

mengenal adanya Tuhan. Menurut salah seorang Tokoh Konghucu bahwa Kaisar

Kuning (Oey Tee/ Huang Ti) pada tahun 4697 SM mengajarkan kepada rakyatnya

nilai - nilai budaya yang tinggi, diantaranya adalah bersembahyang kepada Tuhan,

menghormati Roh Suci dan memuliakan para leluhur. Masyarakat kuno yang

sederhana dengan taat menjalankannya. Ritual ini disempurnakan oleh Pangeran

Zhougong dan para pengikut berikutnya.

Menurut tokoh Khonghucu itu bahwa upacara King Thi Kong dapat

diselenggarakan secara sederhana atau lengkap, yang terpenting adalah ketulusan

dan kesuciannya, bukan kemewahannya. Biasanya yang menjalankan ritual King

Thi Kong adalah orang yang sudah berpantang makanan berjiwa atau vegetarian

sejak beberapa hari sebelumnya. Dalam ritual ini, segala perlengkapan harus

khusus atau tidak pernah dipergunakan untuk keperluan lainnya, bersih lahir dan

batin.

Page 84: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Ritual dilaksanakan dengan mendirikan meja tinggi didepan pintu menghadap

langit, bersembahyang mengucap syukur kepada Yang Kuasa, berjanji untuk

hidup lebih baik terhadap sesama dan memenuh kewajiban sebagai mahluk

ciptaanNya. Dipilih tanggal 9 bulan 1 adalah karena angka 1 berarti esa dan angka

9 adalah yang tertinggi.

Menurut tokoh Khonghucu ritual ini mengingatkan sejarah kaisar Cina zaman

dahulu. Orang-orang Cina dulu berkumpul di Altar Langit (Thian Tan), altar ini

terletak di timur laut kota Beijing, membujur dari utara ke selatan, merupakan

tempat kaisar-kaisar dari Dinasti Ming (1389 - 1644) dan Qing (1644 - 1912)

melakukan ritual King Thi Kong. Altar tersebut didirikan pada tahun 1420 diatas

tanah seluas 273 hektar. Kompleks Altar Langit dikelilingi taman luas, berbentuk

lingkaran bersusun tiga seperti kue tart sehingga dinamakan juga Altar Bukit

Bundar, tidak beratap dan tiap lingkaran dihubungkan dengan tangga yang

batuannya terdiri dari 9 tangga. Semuanya terbuat dari batu granit putih dan

diempat penjuru terdapat tiga gerbang yang indah. Orang- orang menyebutnya

Kuil Surgawi, terbuat dari batu granit putih dengan genting berlapis warna biru,

biru langit dan putih awan seperti warna-warna yang ada di langit. Kaisar

bersembahyang ditempat tersebut diiringi oleh sekitar 3000 peserta upacara,

membawa semua atribut kerajaan dengan naik tandu diiringi kereta kuda, gajah

dan sebagainya dalam formasi yang harmonis, berangkat dari Istana Terlarang

(Forbidden Palace). Tepat ditengah malam ritual dimulai hanya dengan diterangi

cahaya obor, bulan dan bintang. Doa-doa dilantunkan hingga menjelang fajar.

Page 85: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Altar Langit atau Thian Tan biarpun sudah berusia berabad-abad, hingga sekarang

masih terawat dengan sangat baik.

Para penganut Khonghucu di Miao Kota Bandung pun melakukan ritual King

Thi Kong. Ritual itu dilaksanakan di lantai bawah dengan menghadap keluar pada

pukul 22.00 sampai dengan 12.00. Mereka membuat altar di depan pintu yang

diisi dengan berbagai benda yang dianggap suci, seperti janur kelapa, pohon tebu,

buah apel, lengkeng, lilin, dan lampion. Proses ritual King Thi Kong ini tidak jauh

berbeda dengan ritual Imlek, hanya tempat dan maksudnya yang berbeda. Prosesi

ritual ini tidak jau berbeda dengan ritual lainnya, hanya penulis tidak melihat

nyanyian dengan piano pada ritual ini. Penulis mendengar berbagai pujian kepada

Thian, leluhur mereka yang sudah meninggal dan yang sangat mengagumkan

penulis para penganut Khonghucu di Miao Kota Bandung memuji dan

berterimakasih kepada Gusdur atau Abdurahman Wahid yang telah berjasa

terhadap mereka.

Hari kesembilan sampai dengan hari kedua belas, saudara dan sahabat mereka

diundang untuk makan malam. Sedangkan pada hari ketiga belas, mereka

mangaku hanya makan bubur untuk meringankan perutnya.

Pada hari keempat belas, para penganut Khonghucu menyiapkan hal-hal yang

diperlukan (tanghung) untuk perayaan hari kelima belas. Tempat sembahyang

ditata kembali. Sesaji dan alat-alat perlengkapan dipersiapkan untuk ritual yang

kelima belas.

Hari kelima belas mereka melakukan ritual dan perayaan Cap Go Meh. Ritual

ini sebagai akhir dari rangkaian perayaan Imlek. Ritual ini dirayakan pada malam

Page 86: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

bulan purnama pertama tahun tersebut yang jatuh pada tanggal 15 bulan pertama.

Pelaksanaan ritual Cap Go Meh ini tidak jauh berbeda dengan ritual hari Imlek.

F. Pola Pemahaman Ritual Imlek

Setelah penulis melakukan wawancara mendalam dan observasi dengan

beberapa penganut Khonghucu di Kota Bandung, penulis menemukan beberapa

pola pemahaman ritual dan perayaan Imlek menurut mereka. Mereka memahami

ritual dan perayaan Imlek dengan beberapa pola pemahaman yaitu,

keberuntungan, harapan baru, penerangan, sebagai sarana spiritual, dan solidaritas

sosial.

1. Keberuntungan

Para penganut Khonghucu memahami bahwa ritual dan perayaan Imlek

memiliki makna keberuntungan. Keberuntungan itu mereka wujudkan dengan

adanya pemberian dan penerimaan ang paw. Secara harafiah, kata “ang paw”

berarti amplop yang berwarna merah. Ang paw telah menjadi salah satu simbol

Tahun Baru Imlek. Setiap hari Imlek ini, di kalangan orang Tionghoa termasuk

penganut Khonghucu melakukan tradisi itu. Menurut salah seorang penganut

Khonghucu bahwa seseorang yang telah menikah memberikan ang paw yang

berisi uang kepada orang yang lebih muda dan belum menikah. “Soal jumlah, hal

ini tergantung pada kemampuan dan kerelaan dari sang pemberi,” katanya. Dia

menjelaskan, “Sejak lama, warna merah melambangkan kebaikan dan

kesejahteraan di dalam kebudayaan Tionghoa. Warna merah menunjukkan

kegembiraan, semangat yang pada akhirnya akan membawa nasib baik.” Ang paw

sendiri adalah dialek Hokkian, arti harfiahnya adalah bungkusan atau amplop

Page 87: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

merah. Namun ang paw sebenarnya bukan hanya monopoli perayaan tahun baru

Imlek semata karena ang paw melambangkan kegembiraan dan semangat yang

akan membawa nasib baik, sehingga ang paw juga ada di dalam beberapa

perhelatan penting seperti pernikahan, ulang tahun, masuk rumah baru dan lain-

lain yang bersifat suka cita.

Menurut Law bahwa ang paw pada tahun baru Imlek mempunyai istilah

khusus yaitu "Ya Sui", yang artinya hadiah yang diberikan untuk anak-anak

berkaitan dengan pertambahan umur atau pergantian tahun. Di zaman dulu, hadiah

ini biasanya berupa manisan, bonbon dan makanan. Untuk selanjutnya, karena

perkembangan zaman, orang tua merasa lebih mudah memberikan uang dan

membiarkan anak-anak memutuskan hadiah apa yang akan mereka beli. Tradisi

memberikan uang sebagai hadiah Ya Sui ini muncul sekitar zaman Ming dan Qing.

Dalam satu literatur mengenai Ya Sui Qian dituliskan bahwa anak-anak

menggunakan uang untuk membeli petasan, manisan. Tindakan ini juga

meningkatkan peredaran uang dan perputaran roda ekonomi di Tiongkok di

zaman tersebut.

Uang kertas pertama kali digunakan di Tiongkok pada zaman Dinasti Song,

namun baru benar-benar resmi digunakan secara luas di zaman Dinasti Ming.

Walaupun telah ada uang kertas, namun karena uang kertas nominalnya biasanya

sangat besar sehingga jarang digunakan sebagai hadiah Ya Sui kepada anak-anak.

Di zaman dulu, karena nominal terkecil uang yang beredar di Tiongkok

adalah keping perunggu (wen atau tongbao). Keping perunggu ini biasanya

berlubang segi empat di tengahnya. Bagian tengah ini diikatkan menjadi untaian

Page 88: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

uang dengan tali merah. Keluarga kaya biasanya mengikatkan 100 keping

perunggu buat Ya Sui orang tua mereka dengan harapan mereka akan berumur

panjang. Jadi, dari sini dapat kita ketahui bahwa bungkusan kertas merah (ang

paw) yang berisikan uang belum populer di zaman dulu.

Keberuntungan yang dihapami orang-orang Khonghucu dalam menyikapai

hari Imlek bisa disebut sukacita. Makna suka cita itu diwujudkan mereka dengan

berkumpul di keluarga, mengunjungi orang tua dan memberi atau mendapatkan

ang paw.

Keberuntungan hari Imlek ini ditandai juga dengan nama Shio pada tahun ini

yang dipercaya memberikan keberuntungan dan rezeki. Orang-orang Tionghoa

termasuk Khonghucu percaya bahwa pada tahun ini bernama shio naga air.

Sejumlah warga keturunan Tionghoa percaya jika shio naga air dapat memberikan

keberuntungan dan rezeki. Sebagaimana Tan ungkapkan "Shio naga sangatlah

ditunggu-tunggu karena kemunculannya setiap 60 tahun. Untuk tahun ini shio

naga air yang dipercaya memberikan keberuntungan dan rezeki," Sebagian orang

tua dari kalangan Tionghoa mengatakan pada tahun naga menurut perhitungan

nenek moyang, ada beberapa shio yang harus waspada. Beberapa shio akan

mengalami ketidakberuntungan (qiong) pada tahun tertentu seperti shio ayam,

babi, dan ular akan mengalami kesialan kecil.

Namun Tokoh Khonghcu mengatakan bahwa pada dasarnya shio apa pun

pasti mengalami kendala, hanya ramalan itu ada untuk mengingatkan kita agar

berhati-hati dan sabar. Karena itu, warga Tionghoa lebih mengutamakan

Page 89: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

sembahyang bersama keluarga. Terutama kalau masih ada orang tua, berkumpul

di rumah orang tua minta maaf dan kemudian bersyukur dengan makan bersama.

2. Harapan baru

Beberapa orang Tionghoa yang menganut Khonghucu memahami bahwa

makna dari hari Imlek itu adalah memberikan harapan baru. Adanya pergeseran

waktu pada malam tanggal satu bulan satu tahun 2563 atau tahun Cina bagi

mereka menunjukkan adanya harapan baru. Pemahaman harapan baru dalam

Imlek itu diwujudkan oleh orang-orang Tionghoa termasuk penganut Khonghucu

dengan adanya pergantian waktu tepat pukul 12.00.

Selain itu para penganut Khonghucu menyalakan petasan dan memainkan

tarian Barongsai. Mercon atau petasan dinyalakan mereka pada malam tahun baru

Imlek. Mercon dipahami para penganut Khonghucu merupakan alat untuk

melawan kejahatan dan dapat mendatangkan perdamaian serta keberuntungan

sepanjang tahun. Mercon juga dipahami orang-orang Khonghucu untuk mengusir

yang jahat atau membuang kesialan tahun lalu dan menyambut segala yang baik.

Mereka percaya bahwa semakin banyak petasan yang dinyalakan, maka semakin

banya roh jahat yang terusir.

Barongsai merupakan tarian singa yang dimainkan beberapa orang dengan

bantuan peralatan tari dan musik. Tarin singa Barongsai yang dimainkan adalah

singa yang wajahnya agak lucu dan memiliki gerakan kepala yang keras dan kaku.

Singa ini melonjak-lonjak seiring dengan bunyi gong dan tambur.

Para penganut Khonghucu percaya bahwa singa barongsai itu memiliki

makna dapat membawa keberuntungan sehingga dapat dipentaskan pada berbagai

Page 90: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

acara dan ritual. Menurut beberapa orang Khonghucu, singa barongsai itu bisa

dimainkan tidak hanya pada perayaan Imlek, tetapi juga pada acara pembukaan

rumah makan, pendirian Mio (tempat sembahyang) atau litang (aula) dan acara

besar lainnya dalam masyarakat Khonghucu.

3. Penerangan

Ritual dan perayaan Imlek dipercaya sebagai penerang, baik penerang jiwa

maupun penerang lampu. Sebagaimana mereka menyalakan lilin dan lampion

pada hari Imlek. Pada awalnya lampion adalah lampu yang diselubungi dengan

kain atau keras berwarna merah dan berfungsi sebagai alat penerangan. Seiring

dengan perkembangan zaman, sekarang mereka menggunakan lampion sebagai

hiasan dinding dan dengan beragam hiasan gambar dan tulisan.

4. Ibadah kepada Tuhan Thian

Orang-orang Khonghucu umumnya memahami hari Imlek itu tidak hanya

sebagai hari libur dengan kegiatan wisata atau belanja tetapi juga dipahami

sebagai sarana ritual kepada Tuhan yang mereka yakni Thian dan leluhur mereka.

Menurut Chen salah seorang penganut Khonghucu di Kota Bandung, "Imlek bagi

agama khonghucu merupakan hari raya agama, dan umat khonghucu beribadah

sesuai dengan spirit". Dia mempertegas bahwa ibadah umat khonghucu ditujukan

kepada tiga hal pokok yaitu kepada Tuhan (Thian), alam, dan leluhur. Menurut

penganut Khonghucu tahun baru China yang jatuh pada bulan 1 tgl 1 tersebut

merupakan ibadah kepada Tuhan. Masih banyak ibadah kepada Tuhan, dan itu

merupakan hari raya bagi umat khonghucu. Dia pun menjelaskan bahwa perayaan

Imlek sempat pada suatu jaman dinasti, jatuh pada hari raya Tangcik, akan tetapi

Page 91: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

oleh nabi Kongzi disabdakan untuk kembali ke penanggalan dinasti yang awal,

yaitu saat bulan 1 tanggal 1 tahum Imlek.

Menurut beberapa orang Khonghucu bahwa hio artinya harum. Makna harum

disini ialah Dupa, yaitu bahan pembakar yang dapat mengeluarkan asap berbau

sedap atau harum. Menurut Tokoh Khonghucu Dupa yang dikenal pada jaman

Nabi Khonghucu (Kongzi) berwujud bubuk atau belahan kayu, misalnya, Tiem

Hio (Cheng Xiang), Bok Hio (Mu Xiang)/Gaharu, Than Hio (Tan Siang)/Cendana

dan lain-lain. Membakar dupa/hio mangandung makna, jalan Suci itu berasal dari

kesatuan hatiku (Dao You Xin He) dan hatiku dibawa melalui keharuman dupa

(Xin Jia Xiang Chuan).

Selain itu dupa juga berfungsi untuk menenteramkan pikiran, memudahkan

konsentrasi, meditasi -seperti aroma terapi pada jaman sekarang, mengusir hawa

atau hal-hal yang bersifat jahat, mengukur waktu, terutama pada jaman dahulu,

sebelum ada lonceng atau jam.

Dupa itu memiliki gagang dan warna yang bermacam-macam, ada yang

bergagang hijau, bergagang merah dan tidak bergagang. Dupa yang bergagang

Hijau gunanya khusus untuk bersembahyang di depan jenasah keluarga sendiri

atau dalam masa perkabungan. Dupa yang bergagang Merah gunanya untuk

bersembahyang pada umumnya. Contoh ke altar Thian/Tuhan, altar Nabi, Shen

Ming (para suci), dan leluhur. Dupa yang tidak bergagang, berbentuk piramida,

bubukan dan sebagainya berguna untuk menenteramkan pikiran, mengheningkan

cipta, mengusir hawa jahat.

Page 92: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Dupa yang bergagang Merah digunakan pada ritual-ritual tertentu dengan

mempertimbangkan jumlah batang dalam penggunaannya. 1 batang dapat

digunakan untuk segala upacara sembahyang. Dupa ini bermakna memusatkan

pikiran untuk sungguh-sungguh bersujud. Dua batang berguna untuk menghormat

kepada arwah orang tua/yang meninggalnya telah melampaui 2 x 360 hari/setelah

sembahyang Tai Siang atau ke hadapan altar jenasah bukan keluarga sendiri.

Dupa ini mengandung makna ada hubungan Iem Yang (Yin dan Yang) atau

Negatif dan Positif dan ada hubungan duniawi. Tiga batang berguna untuk

bersembahyang kepada Tuhan Yang Maha Esa/Nabi/Para Suci. Empat batang

memiliki kesamaan makna dengan 2 batang. Lima batang berguna untuk

menghormat arwah umum, umpamanya pada sembahyang bulan VIII Imlek (Yin

Li): sembahyang King Hoo Ping (Jing He Ping). Mengandung makna

melaksanakan Lima Kebajikan (Ngo Siang/Wu Chang) atau sembahyang Thu Thi

Kung (Hok Tek Ceng Sin). Delapan batang sama guna dengan 2 batang, khusus

untuk upacara kehadapan jenazah oleh Pimpinan Upacara dari Majelis Agama

(MAKIN). Mengandung makna Delapan Kebajikan. Sembilan batang untuk

bersembahyang kepada Tuhan Yang Maha Esa, Nabi Konghucu dan Para Suci.

Sedangkan 1 pak boleh sebagai pengganti 9 batang atau 1 batang.

Ketika penulis bertanya kepada salah seorang penganut Khonghucu mengapa

ritual Imlek itu masih berkaitan dengan kehidupan spiritual termasuk leluhur

mereka yang sudah meninggal, maka dia menjawab,

Ketika manusia meninggal dunia maka jasadnya turun ke

bumi, sedangkan rohnya hidup terus di langit sebagai Chi. Hal

ini memungkinkan orang yang masih hidup untuk berhubungan

dengan leluhur mereka yang sudah meninggal dunia melalui

pemujaan, ritual, dan upacara.

Page 93: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Dia menjelaskan bahwa ritual dan perayaan Imlek ini tidak hanya

dipahami sebagai kebudayaan tetapi sebagai ritual keagamaan Khonghucu dan

bukan hari raya umat lainnya. Sebagaimana dia jelaskan,

Saya ingin meluruskan beberapa hal yg berkaitan dg agama

Khonghucu. Laku bakti, apalagi Sembahyang, jelas bukan

sekedar Kebudayaan, di dalamnya ada makna-makna agamis bagi

umat Khonghucu. Imlek memang bukan hari raya keagamaan

umat Buddha. Imlek adalah salah satu bagian dr rangkaian ritual,

ibadah, sembahyang kepada Thian (Tuhan Yang Maha Esa),

Leluhur dan Sin Beng atau Shen Ming atau Roh Suci bagi umat

agama Khonghucu, yang berlangsung mulai tanggal 1 bulan 1

Imlek (Kongzi-li), maka jelas sekali kalau perayaan tahun baru

Imlek adalah perayaan keagamaan bagi umat agama Khonghucu.

Dan memang tidak semestinya salah kaprah kalau umat agama

Buddha ikut-ikutan melakukan perayaan keagamaan yg bukan

berasal dari ajaran agamanya ini, dengan bersembahyang ke

kelenteng-kelenteng atau Vihara. Tahun 1 Imlek/Khongcu-lik

ditetapkan oleh raja Han Wu DI, dari dinasti Han (206 s.M - 220

M), dengan mengambil tahun kelahiran nabi Khongcu/Kongzi

(551 s.M) untuk menghormati, mengenang jasa Nabi Kongzi

yang menganjurkan untuk dipakainya kembali penanggalan

dinasti He/Xia (abad 23 s.M).

Dia pun mengkritik istilah penanggalan Imlek. Menurut dia seharusnya istilahnya

bukan Imlek tetapi Kongzi-li atau Khonghucu-lik. Sebagaimana dia jelaskan,

Sebutan penanggalan Imlek sendiri sebenarnya salah kaprah

juga, yang lebih cocok diebut sebagai He-Lik/Xia-Li (karena

dinasti tersebut yang pertama kali memakainya) atau yangg

paling tepat disebut Kongzi-Li/Khongcu-lik (karena Nabi

Khongcu yang menganjurkan untuk dipakai kembali penanggalan

ini, disamping tahun 1 yang dipakai adalah tahun kelahiran Nabi

Kongzi. Penanggalan ini tidak hanya berdasar dari peredaran

bulan mengelilingi bumi, tapi juga disesuaikan dengan peredaran

bumi mengeliling matahari, sehingga dapat diketahui kapan saat

pasang surut air laut, kapan keempat musim berganti, sehingga

pedoman ini sangat cocok bagi petani dan nelayan yang saat itu

(jaman Nabi Kongzi) memang menjadi mata pencaharian

sebagian besar rakyat Tiongkok. Ajaran Nabi Khongcu yg telah

berlangsung selama ribuan tahun, telah mengakar dalam pola

pikir, menjadi pedoman hidup sebagian besar orang-orang

Tionghoa (kalau tidak bisa dikatakan semua orang-orang

Tionghoa). Maka tidak heran akhirnya ajaran Nabi Khongcu ini

Page 94: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

menjadi budaya bagi masyarakat Tionghoa, namun jangan

kemudian diartikan bahwa perayaan keagamaan, ajaran-ajaran

Nabi ini hanyalah kebudayaan, tradisi, dan sebagainya, karena ini

seperti kacang yg lupa kulitnya, orang yang lupa atau melupakan

asal usulnya. Orang boleh saja menggunakan ajaran-ajaran Nabi

Khongcu sebagai pedoman hidup tanpa harus mengimani agama

Khonghucu, namun hendaknya tetap sportif mengakui bahwa apa

yang diajarkan Nabi Khongcu mengandung nafas-nafas Imani

serta memiliki nilai-nilai agamis.

Menurut dia, apabila ada orang yang mengatakan bahwa perayaan Imlek itu

bukan perayaan umat Khonghucu, maka orang tersebut sedang berupaya

membelokan sejarah Imlek itu sendiri. Sebagaimana dia jelaskan,

Saya ga ngerti yang disebutkan orang-orang yang

mengatakan Imlek bukan hari raya umat Khonghucu. Seharusnya

jangan membelokan sejarah, sudah jelas-jelas diambil dari tahun

kelahiran nabi khong zi 551 sm masih saja diperdebatkan bukan

hari raya agama Khong hu cu !!! Berpikirlah secara bijaksana

jangan picik membelokan sejarah.

Dengan demikian bagi orang Khonghucu Imlek itu dipahami tidak hanya

sebagai peristiwa alam yang memiliki dampak sosial dan ekonomi, tetapi juga

berkaitan dengan keyakinan agama Khonghucu yang mereka anut, sehingga Imlek

menjadi penting. Mereka melakukan ritual, karena terdapat nilai-nilai kesakralan

yang berupa makna, banda, waktu, tempat dan orang-orang tertentu di dalam

ritual Imlek tersebut.

Page 95: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Para penganut agama Khonghucu di Kota Bandung melakukan ritual dan

perayaan Imlek sejak kedatangan mereka ke Kota Bandung, baik dilakukan di

rumah maupun di tempat sembahyang. Berbagai dinamika dalam ritual dan

perayaan Imlek telah mereka alami sejak kedatangan orang-orang Khonghucu ke

kota Bandung hingga pada tahun 2563 atau 2012 M.

Sejak masa reformasi, biasanya para penganut Khonghucu melakukan proses

ritual dan perayaan Imlek itu dengan berbagai tahapan. Berbagai persiapan,

pelaksanaan dan pasca hari Imlek dilakukan para penganut Agama Khonghucu di

Kota Bandung. Mereka pun memiliki pola pemahaman yang berbeda terhadap

kegiatan ritual dan perayaan Imlek tersebut. Untuk menjawab pertanyaan

penelitian sebagai kesimpulan penelitian ini, penulis menguraikan dua hal penting.

Pertama, proses ritual perayaan Imlek yang dilakukan para penganut Agama

Khonghucu. Kedua, pola pemahaman para penganut Khonghucu dalam

memahami ritual perayaan Imlek di MAKIN Kota Bandung.

A. Kesimpulan

Para penganut agama Khonghucu melakukan proses ritual dan perayaan

Imlek yang terdiri atas empat kegiatan utama yaitu ritual menghantar Dewa

Page 96: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Dapur naik kelangit, ritual Imlek, dan perayaan Cap Go Meh. Ritual menghantar

Dewa naik ke langit dilaksanakan seminggu sebelum tahun baru. Ritual Imlek

dilaksanakan saat penelitian tahun baru. Ritual King Thi Kong atau Sembahyang

Tuhan dilaksanakan mereka pada saat menjelang tengah malam tanggal 8 bulan

pertama atau seminggu sesudah hari Imlek. Perayaan Cap Go Meh sebagai akhir

dari perayaan Imlek dilaksanakan pada malam bulan purnama pertama tahun

tersebut yang jatuh pada tanggal 15 bulan pertama Tahun Cina.

Sejak tanggal 1 bulan 1 tahun Imlek, para penganut Khonghucu melakukan

ritual dan perayaan Imlek itu selama lima belas hari. Menjelang Tahun Baru Imlek

mereka melakukan ritual di rumah dan Kong Miao. Segala rangkaian prosesi

perayaan Tahun Baru Imlek ini dimulai dengan suatu ritual yang dinamakan Cap

Ji Gwee Jie Shie. Pada permulaan hari itu, sesuai tradisi, orang Tionghoa

menyalakan puluhan hio (dupa bergagang) dan lilin berketinggian kurang lebih

setengah meter atau lebih. Bagi yang tidak mampu membeli itu, pelaksanaan

sembahyang cukup dengan hio biasa, lilin kecil, minyak nabati, serta sesaji buah-

buahan, kue serba manis, dan pembakaran hu (kertas merang bergambar kuda

terbang). Kadang-kadang ritual ini juga sering disebut dengan Shang Sheng.

Mereka melakukan sembahyang pada leluhur bagi yang ada altar di rumah.

Sebagian dari mereka mengaku pergi ke Miao terdekat untuk sembahyang

mengucapkan terima kasih atas lindungan Thian (Tuhan) sepanjang tahun.

Di Kong Miao, para penganut Khonghucu melakukan ritual Imlek yang terdiri

dari sembahyang, pembacaan kitab suci, nyanyian pujian kepada Thian dan para

leluhur. Para penganut Khonghucu melakukan penyambutan kepada para Dewa

Page 97: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

langit dan bumi. Mereka melakukan sembahyang itu dengan cara sujud tiga kali di

hadapan para dewa dan leluhur. Altar dihiasi dengan sesajian dan wadah yang

serba lima (wu kung).

Petugas prosesi ritual itu terdiri pembawa acara, pemandu musik, pemberi

ceramah keagamaan, pembaca Kitab Suci, pemandu sembahyang dan jemaatnya.

Pembawa acara mengenakan baju biasa sebanyak satu orang. Pemandu musik

mengenakan baju batik sebanyak satu orang. Pemberi ceramah mengenakan baju

batik sebanyak satu orang. Prosesi ritual itu diisi dengan ceramah keagamaan

yang berisi pesan moral. Pembaca kitab suci mengenakan baju biasa berwarna

putih. Pemandu sembahyang terdiri dari tiga orang yaitu satu orang pemimpin

dan dua orang pembantu. Seragam merah dikenakan oleh Ketua MAKIN selaku

pimpinan ritual, sedangkan seragam biru dikenakan oleh petugas atau pembantu

pimpinan. Sedangkan para jemaat mengenakan baju berbeda-beda.

Terdapat beberapa benda pada acara ritual Imlek diantaranya, tulisan yang

berbahasa Mandarin, patung Khonghucu sebagai pendiri agama dan beberapa

patung murid Khonghucu, dupa (hio), mimbar, piano, tempat abu untuk

menancapkan dupa, dan lilin di bagian altar. Selain itu deretan kursi mengisi

ruangan untuk tempat duduk jemaat dan lampu lampion menghiasi ruangan itu.

Setelah selesai acara ritual Imlek di Kong Miao, mereka saling bersalaman

dengan cara mereka yaitu mengepalkan tangan yang diletakkan di dada masing-

masing sambil agak membungkuk dan berkata, “Waide Tong Thian”. Ucapan itu

hampir sama dengan ucapan pembuka dalam ucapan salam. Ucapan itu mirip

dengan ucapan Muslim dengan Assalamu‟alaikum.

Page 98: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Beberapa penganut Khonghucu melanjutkan kegiatan lainnya yaitu

memberikan hormat kepada kedua orang tuanya, saling mengunjungi sanak

keluarga dan kerabat dekat. Anak-anak dan remaja mementaskan Barongsai dan

pesta kembang api di luar gedung Miao. Bagi anak-anak muda mereka akan

menyambut tahun baru dengan memasang petasan dan main Barongsai. Pada

malam tahun baru setelah mereka berdoa dan makan malam, mereka tidur dengan

menggunakan pakaian tidur yang baru umumnya berwarna merah.

Pada Hari Raya Imlek anggota keluarga para penganut Khonghucu,

mengunjungi rumah anggota keluarga yang memelihara lingwei (meja abu)

leluhur untuk bersembahyang. Mereka mengunjungi rumah abu tempat penitipan

lingwei leluhur untuk bersembahyang. Mereka melaksanakan pemujaan kepada

leluhur, dan membersihkan kuburan leluhur.

Pada hari kedua tahun baru Imlek, para penganut Khonghucu melakukan hue

niang cia atau pulang ke rumah ibu. Mereka bersembahyang di rumah atau di

Kong Miao. Mereka menghadap foto dan patung nenek moyang dan para dewa.

Hari ini bagi wanita yang sudah menikah akan pulang ke rumah ibunya dengan

membawa Teng Lu yang merupakan bingkisan atau ang paw (kantong merah kecil

yang berisi uang) untuk ibu dan adik-adiknya. Secara tradisi ang paw atau Hung

Pau juga diberikan kepada anak-anak dan orang tua.

Pada hari ketiga, para penganut Khonghucu lebih banyak tinggal di rumah,

tidak banyak melakukan perjalanan dan aktivitas di luar. Mereka memanfaatkan

waktunya dengan berkumpul dengan keluarga dan berdoa di rumah.

Page 99: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Pada hari keempat para penganut Khonghucu melakukan sembahyang

menyambut para dewa untuk kembali ke bumi. Mereka percaya bahwa Dewa

Dapur (Co Kun Kong) dan para dewa dari langit akan kembali ke Bumi. Biasanya

dalam menyambut Dewa Dapur, mereka melakukannya dengan bunyi-bunyian

antara lain dengan lonceng atau genta. Mereka biasanya ke Miao untuk Hi Fuk

atau memohon kepada Dewa untuk mendapatkan perlindungan dan rejeki. Sesaji

yang dibawa biasanya berupa buah-buahan juga ciu cha (arak) dan teh.

Pada hari kelima, para penganut Khonghucu diam di rumah untuk

menyambut dewa kesejahteraan. Di antara mereka percaya bahwa jika ada yang

mengunjungi sanak saudaranya pada hari kelima ini akan membawa sial pada

kedua belah pihak.

Hari keenam sampai dengan hari ketujuh, para penganut Khonghucu

melakukan aktifitas sehari-hari. Mereka melakukan sembahyang tiap pagi dan

sore, baik di depan pintu menghadap keluar atau ke langit di Kong Miao, maupun

di depan altar yang berada di rumah. Sebagian dari mereka pun mulai berdagang

atau melakukan aktifitas lainnya.

Hari kedelapan, para penganut Khonghucu bersembahyang baik di rumah

maupun di Miao. Ritual itu biasanya disebut King Thi Kong. Ritual ini

mengingatkan para ribuan tahun sebelum Masehi, masyarakat Tionghoa sudah

mengenal adanya Tuhan. Disamping mereka mengenal nilai - nilai budaya yang

tinggi, diantaranya adalah bersembahyang kepada Tuhan, menghormati Roh Suci

dan memuliakan para leluhur. Menurut beberapa orang tokoh Khonghucu bahwa

Page 100: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

upacara King Thi Kong dapat diselenggarakan secara sederhana atau lengkap,

yang terpenting adalah ketulusan dan kesuciannya, bukan kemewahannya.

Para penganut Khonghucu di Miao Kota Bandung pun melakukan ritual King

Thi Kong. Ritual itu dilaksanakan di lantai bawah dengan menghadap keluar pada

pukul 22.00 sampai dengan 12.00. Altar disusun mereka di depan pintu yang diisi

dengan berbagai benda yang dianggap suci, seperti janur kelapa, pohon tebu, buah

apel, lengkeng, lilin, dan lampion. Penulis tidak melihat nyanyian dengan piano

pada ritual ini. Penulis mendengar berbagai pujian kepada Thian, leluhur mereka

yang sudah meninggal. Mereka memuji dan berterimakasih kepada Gusdur atau

Abdurahman Wahid yang telah berjasa terhadap mereka, sehingga mereka bisa

melaksanakan ritual secara terbuka.

Hari kesembilan sampai dengan hari kedua belas, saudara dan sahabat mereka

diundang untuk makan malam. Sedangkan pada hari ketiga belas, mereka

mangaku hanya makan bubur untuk meringankan perutnya.

Pada hari keempat belas, para penganut Khonghucu menyiapkan hal-hal yang

diperlukan (tanghung) untuk perayaan hari kelima belas. Tempat sembahyang di

tata kembali. Sesaji dan alat-alat perlengkapan dipersiapkan untuk ritual yang

kelima belas.

Hari kelima belas mereka melakukan ritual dan perayaan Cap Go Meh. Ritual

ini sebagai akhir dari rangkaian perayaan Imlek. Ritual ini dirayakan pada malam

bulan purnama pertama tahun tersebut yang jatuh pada tanggal 15 bulan pertama.

Pelaksanaan ritual Cap Go Meh ini tidak jauh berbeda dengan ritual hari Imlek.

Page 101: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Selanjutnya para penganut Khonghucu memahami ritual dan perayaan Imlek

dengan beberapa pola pemahaman yang berbeda. Ritual dan perayaan Imlek

dipahami mereka sebagai, keberuntungan, harapan baru, penerangan, sarana

spiritual, solidaritas sosial dan sebagai sarana ritual kepada Thian, orang suci

atau seng beng dan leluhur mereka.

Pola-pola pemahaman ritual dan perayaan Imlek tersebut diwujudkan dengan

berbagai kegiatan dan benda-benda yang ada dalam ritual dan prayaan Imlek

tersebut. Beberapa kegiatan selain ritual dilakukan orang Khonghucu seperti,

berkumpul di keluarga, mengunjungi orang tua dan memberi atau mendapatkan

ang paw. Mereka bersembahyang bersama keluarga. Terutama kalau mereka

masih punya orang tua, berkumpul di rumah orang tua minta maaf dan kemudian

bersyukur dengan makan bersama.

Benda-benda yang terdapat dalam ritual dan perayaan Imlek diantaranya,

gambar naga, Barongsai, lampion, ang paw, petasan, lilin, dan dupa. Tahun Shio

naga air dipercaya oleh para penganut Khonghucu memberikan keberuntungan

dan rezeki. Tarian singa Barongsai memiliki makna dapat membawa

keberuntungan sehingga dapat dipentaskan pada berbagai acara dan ritual. Lilin

dan lampion berwarna merah berfungsi sebagai alat penerangan dan dipahami

sebagai penerang jiwa. Ang paw dipahami mereka sebagai ungkapan kegembiraan

dan semangat yang akan membawa nasib baik

Petasan dan Mercon dipahami para penganut Khonghucu merupakan alat

untuk melawan kejahatan dan dapat mendatangkan perdamaian serta

keberuntungan sepanjang tahun. Mercon juga dipahami orang-orang Khonghucu

Page 102: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

untuk mengusir yang jahat atau membuang kesialan tahun lalu dan menyambut

segala yang baik. Mereka percaya bahwa semakin banyak petasan yang

dinyalakan, maka semakin banya roh jahat yang terusir.

Dupa (hio) berfungsi untuk menenteramkan pikiran, memudahkan konsentrasi,

meditasi atau terapi, mengusir hawa atau hal-hal yang bersifat jahat, mengukur

waktu, terutama pada jaman dahulu, sebelum ada lonceng atau jam. Dupa yang

bergagang Merah gunanya untuk bersembahyang pada umumnya. Contoh ke altar

Thian/ Tuhan, altar Khonghucu, Shen Ming/ Sheng Beng (para suci), dan leluhur.

Dupa yang tidak bergagang, berbentuk piramida, bubukan dan sebagainya

berguna untuk menenteramkan pikiran, mengheningkan cipta, mengusir hawa

jahat.

Imlek itu dipahami tidak hanya sebagai peristiwa alam yang memiliki

dampak sosial dan ekonomi, tetapi juga berkaitan dengan keyakinan agama

Khonghucu yang mereka anut, sehingga Imlek menjadi penting. Mereka

melakukan ritual, karena terdapat nilai-nilai kesakralan yang berupa makna,

banda, waktu, tempat dan orang-orang tertentu di dalam ritual Imlek tersebut.

B. Saran

Setelah penulis melakukan penelitian mengenai proses dan makna ritual dan

perayaan Imlek di Kota Bandung, penulis menyarankan kepada peneliti lainnya

untuk meneliti lanjutan terhadap hal-hal yang belum ditemukan penulis dalam

penelitian ini. Terdapat beberapa hal yang penulis belum dapat deskripsikan

seluruhnya, diantaranya makanan, tanaman dan makna lainnya yang terdapat

dalam ritual Imlek.

Page 103: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/733/4/4_bab1sd4.pdf · Dengan melihat pemikiran Joachim Wach tersebut, terdapat dua tujuan yang ingin dicapai dalam

Penulis menyadari bahwa ritual dan perayaan Imlek ini merupakan salah

satu untur keagamaan dari beberapa unsur lainnya yaitu Emosi keagamaan,

sistem doktrin, ritual, dan lembaga keagamaan. Oleh karena itu penulis

menyarankan untuk lebih lengkap mengkaji agama Khonghucu secara lengkap

sehingga dapat diteliti keempat unsur agama tersebut.

Di samping itu penulis menyarankan dalam kajian agama Khonghucu perlu

dikaji dengan pendekatan eksternalistik yang menggunakan karakter sosial dan

historis, agar dapat memperkaya dan mengembangkan kajian keberagamaan, dan

pendekatan internalistik guna memahami makna hidup, makna alam, makna sosial

dan makna spiritual di kalangan para penganut Khonghucu.