bab i pendahuluan 1.1 latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses
yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara
dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad,
2010).
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses di mana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta
untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan
ekonomi dalam wilayah tersebut (Soeparmoko, 2002).
Pembangunan daerah merupakan bagian integral dan sebagai penjabaran
dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang
disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan permasalahan pembangunan daerah.
Pembangunan daerah dapat dilihat dari segi ekonomi yaitu tingkat pertumbuhan
ekonomi wilayah atau pembangunan ekonomi suatu wilayah. Pertumbuhan
ekonomi daerah ditandai dengan perubahan (peningkatan/ penurunan) Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dikategorikan dalam berbagai sektor
ekonomi yaitu Pertanian, Pertambangan dan penggalian, Industri dan
pengolahan, Listrik, gas dan air bersih, Bangunan, Perdagangan, hotel dan
Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi, Keuangan, Persewaan dan jasa, dan
Jasa-Jasa. PDRB merupakan ukuran produktivitas wilayah yang paling umum
sekaligus standar ukuran pembangunan dalam skala wilayah. Proses laju
pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditunjukkan dengan tingkat pertambahan
PDRB sehingga tingkat perkembangan PDRB perkapita yang dicapai masyarakat
seringkali digunakan sebagai ukuran kesuksesan suatu daerah dalam mencapai
cita-cita untuk menciptakan pembangunan ekonomi. Semakin besar sumbangan
yang diberikan oleh masing-masing sektor ekonomi terhadap PDRB suatu daerah
maka pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik. Peningkatan PDRB dari tahun ke
2
tahun menjadi indikator dari keberhasilan pembangunan daerah.
Kinerja perekonomian Karesidenan Surakarta atau yang dikenal dengan
kawasan Subosukowonosraten yang terdiri dari Kota Surakarta, Kabupaten
Boyolali Sukoharjo, Wonogiri, Sragen, Karanganyar, dan Klaten menunjukkan
pertumbuhan ekonomi yang fluktuatif selama tahun 2009-2013 dalam periode
tersebut rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi yaitu Kabupaten Sragen
sebesar 6,37 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi terendah adalah Kabupaten
Klaten dengan rata-rata 3,85 persen ( Tabel 1.1).
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi di Eks Karesidenan Surakarta
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2009-2013 (dalam persen)
Sumber : BAPPEDA,PDRB Kabupaten Wonogiri 2013
Kabupaten/ Kota 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata
Boyolali 5,16 3,6 5,28 5,66 5,43 5,03
Klaten 4,24 1,73 1,96 5,54 5,79 3,85
Sukoharjo 4,76 4,65 4,59 5,03 5,01 4,81
Wonogiri 4,67 5,87 2,24 5,87 4,36 4,06
Karanganyar 5,54 5,42 5,50 5,82 5,38 5,53
Sragen 6,01 6,09 6,53 6,60 6,64 6,37
Surakarta 5,9 5,94 6,04 6,12 5,89 5,98
3
Gambar 1.1 Grafik Pertumbuhan Ekonomi di Eks Karesidenan Surakarta Atas
Dasar Harga Konstan Tahun 2009-2013
Sumber : Data diolah dari tabel 1.1
Pada tahun 2009 ekonomi Kabupaten Wonogiri tumbuh sebesar 4,67 persen
kemudian pada tahun 2010 menunjukkan peningkatan angka pertumbuhan
ekonomi sebesar 1,2 persen. Namun pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi
mengalami penurunan signifikan sebesar 3,63 persen. Rata- rata pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Wonogiri berada pada tingkat terendah kedua setelah
Kabupaten Klaten. Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Wonogiri pada tahun
2011 seiring dengan menurunnya kontribusi sektor pertanian (sebagai
penyumbang PDRB kabupaten yang paling tinggi) menunjukkan penurunan yang
cukup banyak yaitu pada tahun 2009 memberikan kontribusi sebesar 50,49 persen
turun sebanyak 2,8 persen pada tahun 2013 yaitu menjadi 47,69 persen (Tabel
1.2).
Untuk melihat besarnya kontribusi setiap sektor terhadap perekonomian
suatu wilayah serta hubungannya dengan prioritas pelaksanaan pembangunan dan
untuk melihat pergeseran struktur ekonomi yang terjadi dapat dilihat berdasarkan
data distribusi persentase PDRB dan pertumbuhan ekonomi PDRB menurut
lapangan usaha.
0
1
2
3
4
5
6
7
2009 2010 2011 2012 2013
pert
umbu
han
Eko
nom
i (%
)
Pertumbuhan Ekonomi di Eks Karesidenan Surakarta Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2009-2013
Boyolali
Klaten
Sukoharjo
Wonogiri
Karanganyar
Sragen
Surakarta
4
Secara sektoral peranan sektor pertanian di Kabupaten Wonogiri merupakan
sektor yang mempunyai andil terbesar yaitu sebesar 50,49 persen pada tahun
2009, dan mengalami penurunan pada tahun 2013 sebesar 2,8 persen, sektor
pertanian mengalami penurunan dikarenakan menurunnya produksi tanaman
bahan makanan yang menjadi produk andalan di Kabupaten Wonogiri
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Persentase Menurut Lapangan
Usaha Kabupaten Wonogiri tahun 2009 dan 2013 (dalam persen),
ADHK 2000
No Lapangan usaha 2009 2013
Distribusi Pertumbuhan Distribusi Pertumbuhan
1 Pertanian 50,49 4,38 47,69 2,81
2 Pertambangan & Penggalian
0,84 4,85 0,89 8,73
3 Industri Pengolahan 4,63 4,13 4,94 6,43
4 Listrik, Gas & Air Bersih
0,57 3,45 0,62 7,53
5 Bangunan 4,24 5,41 4,85 7,11
6 Perdagangan, Hotel & Resto.
13,09 4,67 13,19 4,45
7 Pengangkutan & Komunikasi
9,27 3,81 9,43 6,65
8 Keuangn, Persewaan, dan Jasa Perush.,
4,23 3,89 4,59 7,07
9 Jasa-Jasa 12,64 7,31 13,79 5,21 Total 100 100 Rata-rata 4,66
6,22
Sumber : BAPPEDA, PDRB Kabupaten Wonogiri
Secara geografis kondisi di Kabupaten Wonogiri didominasi oleh
pegunungan dan perbukitan karst yang sebagian wilayahnya berada pada daerah
bukit yang menjadi tantangan tersendiri bagi proses pembangunan, terkait dengan
keterbatasan akses antar desa juga menyulitkan interaksi antar wilayah. Karakter
lahan di Kabupaten Wonogiri didominasi oleh batuan dan kering sehingga
tanahnya tidak cukup subur untuk pertanian, hal tersebut memicu warga
masyarakat lokal untuk merantau, sehingga berpengaruh pada jumlah penduduk.
Jumlah penduduk akan berpengaruh terhadap PDRB masing-masing kecamatan,
5
semakin banyak jumlah penduduk semakin banyak yang diberdayakan guna
mendorong pertumbuhan ekonomi.
PDRB perkapita daerah merupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat
kesejahteraan penduduk di suatu daerah, di mana semakin besar PDRB
perkapitanya maka dapat diartikan semakin baik tingkat kesejahteraan
masyarakatnya. Begitu sebaliknya, apabila PDRB perkapita semakin kecil
maka diartikan semakin buruk tingkat kesejahteraan masyarakatnya. PDRB
perkapita tiap kecamatan di Kabupaten Wonogiri dapat dilihat pada tabel 1.3.
Tabel 1.3. PDRB Perkapita tiap Kecamatan di Kabupaten Wonogiri
Tahun 2013 Atas Dasar Harga Konstan 2000
No Kecamatan PDRB perkapita (rupiah)
15 Ngadirojo 4.878.873 16 Sidoharjo 3.623.883 17 Jatiroto 2.720.066 18 Kismantoro 2.829.597 19 Purwantoro 2.900.680 20 Bulukerto 3.376.568 21 Puhpelem 4.121.222 22 Slogohimo 2.518.117 23 Jatisrono 3.109.279 24 Jatipurno 2.778.594 25 Girimarto 3.104.778 Kab.Wonogiri 92.789.489
Sumber : BAPPEDA, PDRB Kabupaten Wonogiri.
No Kecamatan PDRB perkapita
(rupiah)
1 Pracimantoro 3.430.800
2 Paranggupito 4.707.357
3 Giritontro 3.714.274
4 Giriwoyo 3.808.577
5 Batuwarno 4.374.283
6 Karangtengah 5.133.757
7 Tirtomoyo 3.237.417
8 Nguntoronadi 3.855.835
9 Baturetno 3.634.600
10 Eromoko 3.732.192
11 Wuryantoro 4.459.123
12 Manyaran 4.453.835
14 Wonogiri 5.245.339
6
Pada tahun 2013 terdapat tujuh kecamatan yang memiliki pendapatan
perkapita yang tinggi (lihat tabel 1.3) yaitu Kecamatan Paranggupito, Kecamatan
Batuwarno, Kecamatan Karangtengah, Kecamatan Wuryantoro, Kecamatan
Manyaran, Kecamatan Ngadirojo dan Kecamatan Wonogiri. Pendapatan perkapita
merupakan indicator terpenting yang menggambarkan perkembangan ekonomi
wilayah, sekaligus menunjukkan kinerja dan hasil pembangunan (Muta’ali, 2015).
Dari seluruh kondisi di atas, maka timbul pertanyaan apakah perubahan
kontribusi sektoral yang terjadi telah didasarkan pada strategi kebijakan
pembangunan yang tepat, yaitu strategi yang memberikan dampak yang optimal
pada pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan pekerjaan dan peningkatan
kesejahteraan penduduk. Karena untuk melaksanakan pembangunan dengan
sumber daya yang terbatas harus difokuskan kepada pembangunan sektor-sektor
yang memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang besar terhadap
sektor-sektor lainnya Oleh karena itu penelitian ini ditujukan untuk mengetahui
pola perubahan dan pertumbuhan sektoral dalam perekonomian, serta menentukan
sektor-sektor basis sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam perumusan
kebijakan dan perencanaan pembangunan di Kabupaten Wonogiri. Dengan
demikian perlu dianalisis lebih jauh mengenai hal tersebut, sehingga skripsi ini
mengambil judul “KINERJA EKONOMI KECAMATAN UNTUK STRATEGI
PEMBANGUNAN EKONOMI DI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2009-
2013 ”
1.2 Rumusan Masalah
Pembangunan Kabupaten Wonogiri harus dapat memberikan manfaat dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu
diperlukan peningkatan perekonomian wilayah, melalui pemilihan sektor
unggulan yang tepat sesuai dengan karakteristik wilayah.
Dari uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan penelitian yang diangkat
dalam penelitian ini adalah :
7
1. Sektor-sektor apakah yang menjadi sektor basis dan non basis dalam
perekonomian di tiap kecamatan di Kabupaten Wonogiri tahun 2009-
2013?
2. Bagaimana klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian tiap kecamatan
di Kabupaten Wonogiri tahun 2009-2013?
3. Bagaimana strategi perencanaan dan pengembangan wilayah berdasarkan
pada perekonomian dan sektor unggulan tiap kecamatan di Kabupaten
Wonogiri?
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk mendalami kinerja
perekonomian wilayah dan sektor unggulan di Kabupaten Gunungkidul. Secara
lebih rinci tujuan penelitian ini adlah
1. Menganalisa sektor basis dan non basis dalam perekonomian di tiap
kecamatan di Kabupaten Wonogiri tahun 2009-2013
2. Mengetahui klasifikasi pertumbuhan sektor perekonomian tiap
kecamatan di Kabupaten Wonogiri tahun 2009-2013.
3. Menyusun rekomendasi strategi pengembangan ekonomi pada sektor-
sektor potensial tiap kecamatan di Kabupaten Wonogiri.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai kinerja ekonomi untuk strategi pembangunan ekonomi
di Kabupaten Wonogiri tahun 2009-2013, diharapkan memberikan manfaat yaitu:
1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi
pemerintah daerah dalam membuat kebijakan pembangunan ekonomi
kecamatan di Kabupaten Wonogiri.
2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang meneliti hal yang sama
tentang perkembangan ekonomi atau yang berhubungan dikemudian hari.
8
1.5 Tinjauan Pustaka
1.5.1 Wilayah
Mengacu pada pengertian unit geografis, wilayah didefinisikan sebagai
unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) di mana komponen-
komponennya memiliki arti dalam pendiskripsian perencanaan dan pengelolaan
sumberdaya pembangunan (Rustiadi, 2010). Dengan demikian istilah wilayah
menekankan interaksi antar manusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya
yang ada di dalam suatu batasan unit geografis.
Setiap perencanaan pembangunan wilayah memerlukan batasan praktikal
yang dapat digunakan secara operasional untuk mengukur tingkat
perkembangan wilayahnya. Secara umum tampaknya pertumbuhan ekonomi
atau pertumbuhan output produksi yang tinggi memang merupakan kinerja
pembangunan yang paling populer. Aspek ekonomi adalah salah satu aspek
terpenting dalam menentukan indikator pembangunan wilayah. Di antara
berbagai indikator ekonomi, indikator mengenai pendapatan masyarakat di suatu
wilayah merupakan indikator paling penting.
Dalam konteks pembangunan ekonomi daerah, daerah memiliki
pengertian yang berbeda- beda, tergantung dari aspek tinjauannya. Menurut
Arsyad (2010) daerah dalam konteks ekonomi daerah mempunyai tiga
pengertian yaitu:
1. Suatu daerah dianggap sebagai ruang di mana kegiatan ekonomi
terjadi dan di dalam berbagai pelosok ruang tersebut terdapat sifat- sifat
yang sama. Kesamaan sifat-sifat tersebut antara lain dari segi
pendapatan perkapita, sosial budaya, geografis dan sebagainya.
Daerah dalam pengertian seperti ini disebut daerah homogen.
2. Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai
oleh satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Daerah dalam
pengertian ini disebut daerah nodal.
3. Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada di bawah
satu administrasi tertentu seperti satu Provinsi, Kabupaten/Kota,
Kecamatan, dan sebagainya. Jadi daerah di sini didasarkan pada
9
pembagian administrasi suatu negara. Daerah dalam pengertian
seperti ini dinamakan daerah administrasi.
Pembangunan wilayah merupakan usaha untuk mencapai perkembangan
(growth) kesejahteraan masyarakat (welfare) di dalam suatau wilayah secara
seimbang (equity) dengan melibatkan semua elemen masyarakat serta
mengelola sumberdaya (resource) secara berkelanjutan (sustainable) (Muta’ali,
2014a dalam Muta’ali 2014).
Dalam proses pembangunan perlu adanya upaya pembangunan dari
pemerintah berupa fasilitas dan akses pembangunan yang meliputi bidang
ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang telah diupayakan dalam jumlah yang
cukup dan merata kepada penduduk.
Terdapat dua bentuk respons penduduk terhadap upaya pembangunan dari
pemerintah. Pertama, pemanfaatan penduduk terhadap fasilitas dan akses
pembangunan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia. Kedua,
respons masyarakat baik secara individual maupun kelompok berupa kegiatan
untuk menunjang upaya pembangunan dari pemerintah. Banyaknya fasilitas yang
harus tersedia dimasing-masing wilayah harus sejalan dengan luas pengaruh
wilayah tersebut, atau jumlah penduduk yang diperkirakan akan memanfaatkan
fasilitas tersebut.
1.5.2 Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan ekonomi diartikan sebagai peningkatan pendapatan perkapita
masyarakat yaitu tingkat pertambahan Gross Domestic Product (GDP) pada satu
tahun tertentu melebihi tingkat pertambahan penduduk. Perkembangan GDP yang
berlaku dalam suatu masyarakat yang dibarengi oleh perubahan dan modernisasi
dalam struktur ekonomi yang umumnya tradisional (Sukirno,1981 dalam
Prishardoyo, 2008). Todaro 1997 dalam Prishardoyo, 2008 mengatakan bahwa
keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu:
1. Berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya (basic needs).
2. Meningkatnya rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai manusia.
10
3. Meningkatnya kemauan masyarakat untuk memilih (freedom from
servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia.
Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP tanpa memandang
apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan
penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad,
2010). Jika ingin mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi kita harus
membandingkan pendapatan nasional dari tahun ke tahun. Dalam
membandingkannya harus disadari bahwa perubahan nilai pendapatan nasional
yang terjadi dari tahun ke tahun disebabkan oleh dua faktor yaitu perubahan
tingkat kegiatan ekonomi dan perubahan harga-harga. Adanya pengaruh dari
faktor yang kedua tersebut disebabkan oleh penilaian pendapatan nasional
menurut harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan. Suatu perekonomian
dikatakan mengalami pertumbuhan atau perkembangan jika tingkat kegiatan
ekonomi yang dicapai lebih tinggi dari waktu sebelumnya.
Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya
lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan
tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih
bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat
perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai
sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, sosal dan teknik.
Tujuan dari analisis ekonomi pembangunan adalah untuk menelaah faktor-faktor
yang menimbulkan keterlambatan pembangunan khususnya dinegara-negara yang
sedang berkembang, mengemukakan cara pendekatan yang dapat ditempuh untuk
mengatasi masalah-masalah yang dihadapi, sehingga dapat mempercepat jalannya
pembangunan ekonomi khususnya di negara-negara tersebut.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tujuan penting yang harus
dicapai dalam suatu perekonomian, pertumbuhan suatu perekonomian yang baik
yaitu mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh penduduk di negara atau
daerah yang bersangkutan, Todaro (1997) dalam Prishardoyo (2008) mengatakan
bahwa proses pertumbuhan ekonomi mempunyai kaitan erat dengan perubahan
struktural dan sektoral yang tinggi. Penelitian ini menggunakan analisis Tipology
11
Klassen sebagai dasar analisa untuk menggambarkan pola dan struktur
perkembangan ekonomi di tiap wilayah, melalui analisis Tipology Klassen akan
diperoleh empat klasifikasi daerah masing-masing mempunyai karakteristik
tingkat perkembangan ekonomi yang berbeda, yaitu :
• Daerah bertumbuh cepat (Rapid growth region)
• Daerah Tertekan (Retarded Region)
• Daerah sedang bertumbuh (Growing Region)
• Daerah Relatif Tertinggal (Relatively Backward Region)
Dalam pertumbuhan ekonomi, prosesnya harus bersifat self-generating yang
berarti proses pertumbuhan menciptakan kekuatan bagi timbulnya kelanjutan
pertumbuhan tersebut untuk tahun-tahun berikutnya.
1.5.3 Teori Sektor Basis
Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan bahwa laju
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan
ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan menjadi dua,
yaitu kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan basis disebut juga kegiatan
ekspor, yaitu kegiatan menjual barang atau jasa ke luar wilayah baik ke wilayah
lain dalam negara itu maupun ke luar negeri, sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Sedangkan kegiatan non basis adalah
kegiatan menghasilkan barang atau jasa yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi lokal (Tarigan, 2006).
Kegiatan basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover)
dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke
wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut, dan demikian
sebaliknya. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan
efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005).
Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian
daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif yang cukup tinggi. Sedangkan
sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensial tetapi
berfungsi sebagai penunjang sektor basis (Sjafrizal, 2008).
12
Menurut Glasson (1977) semakin banyak sektor basis dalam suatu wilayah
akan menambah arus pendapatan ke wilayah tersebut, menambah permintaan
terhadap barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan volume sektor
non basis. Dengan kata lain sektor basis berhubungan langsung dengan
permintaan dari luar, sedangkan sektor non basis berhubungan secara tidak
langsung, yaitu melalui sektor basis terlebih dahulu. Dengan demikina dapat
dikatakan bahwa sektor basis merupakan penggerak utama dalam perekonomian
suatu wilayah.
Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah
atau lapangan kerja. Penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja non
basis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut.
Demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor non
basis (Tarigan, 2005). Menurut Richardson (2001), konsep ekonomi basis pada
dasarnya pertumbuhan ekonomi dalam suatu daerah terjadi karena ada efek
pengganda dari pembelanjaan kembali pendapatan yang diperoleh melalui
penyediaan barang dan jasa yang dihasilkan oleh wilayah dan dipasarkan keluar
wilayah.
Ada beberapa cara dalam menilai suatu sektor dapat dikatakan sebagai
basi atau non basis, antara lain:
a) Metode Langsung, dengan cara melakukan survey secara langsung kepada
pelaku usaha kemana mereka memasarkanbarang yang diproduksi dan
dari mana mereka membeli bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proses
produksi.
b) Metode Tidak Langsung, dengan menyusun sejumlah asumsi terhadap
kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan yang mayoritas produknya
dijual ke luar wilayah atau mayoritas uang masuknya berasal dari luar
wilayah langsung dianggap basis, sedangkan yang mayoritas produknya
dipasarkan lokal dianggap non basis.
c) Metode Campuran, yang merupakan kombinasi metode asumsi dengan
metode pengamatan secara langsung dalam penentuan kegiatan basis dan
non basis.
13
1.5.4 Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta
untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 2010), masalah pokok dalam
pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-
kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang
bersangkutan dengan menggunakan sumberdaya manusia, kelembagaan, dan
sumberdaya fisik secara lokal. Orientasi ini mengarahkan kepada pengambilan
inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan
untuk menciptakan kesempatan dalam proses pembangunan untuk menciptakan
kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan
yang diterapkan berbeda pula, jika akan membangun suatu daerah, kebijakan yang
diambil harus sesuai dengan kondisi (masalah, kebutuhan dan potensi) daerah
yang bersangkutan.
1.5.5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh
seluruh unit usaha dalam suatu wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah
(BPS, 2013). Informasi PDRB kabupaten atau kota merupakan informasi yang
sangat penting untuk mengetahui perkembangan perekonomian yang terjadi.
Selain pertumbuhan ekonomi, informasi tersebut juga memberikan gambaran
mengenai peranan maupun potensi wilayah kabupaten atau kota tersebut,
termasuk di antaranya untuk mengukur tingkat kesenjangan pembangunan
ekonomi sektoral maupun antar kabupaten atau kota.
Salah satu indikator ekonomi makro yang biasanya digunakan untuk
mengukur laju pertumbuhan ekonomi di suatu daerah dalam lingkup kabupaten
dan kota adalah PDRB menurut lapangan usaha. Untuk menjaga keseragaman
14
konsep, definisi dan cara atau metode yang dipergunakan dalam perhitungan di
seluruh Indonesia, Badan Pusat Statistik secara langsung maupun tidak langsung
telah memberikan bimbingan teknis dan pengarahan yang sangat diperlukan.
Karena secara teori PDRB tidak dapat dipisahkan dari Produk Domestik Bruto
(PDB) baik dari segi konsep, definsi, metodologi, cakupan dan sumber datanya.
PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan
jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tersebut, sedang PDRB atas
dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar yaitu tahun 2000.
PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan
ekonomi dari tahun ke tahun secara nyata karena dalam perhitungan ini tidak
menyertakan inflasi.
Menurut BPS (2013) untuk menghitung Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) ada 3 pendekatan yang digunakan yaitu:
1. PDRB menurut pendekatan produksi
Perhitungan dengan cara ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai
tambah disuatu wilayah dengan cara menilai seluruh produksi netto
barang dan jasa (unit-unit) yang diproduksi oleh seluruh sektor
perekonomian selama setahun. Unit-unit produksi tersebut dalam
penyajian ini dikelompokkan menjadi sembilan lapangan usaha, yaitu:
a. Pertanian
b. Pertambangan dan penggalian
c. Industri pengolahan
d. Listrik, gas dan air bersih
e. Konstruksi dan bangunan
f. Perdagangan, hotel dan restoran
g. Pengangkutan dan komunikasi
h. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
i. Jasa-jasa, termasuk jasa pelayanan pemerintah
Dalam penelitian ini, PDRB Kecamatan di Kabupaten Wonogiri tahun
2009-2013 dihitung dengan menggunakan pendekatan produksi.
15
2. PDRB menurut pendekatan pendapatan
Metode ini dapat dilakukan dengan menjumlahkan nilai seluruh balas
jasa faktor produksi yang berupa: upah atau gaji, bunga modal, sewa
tanah dan keuntungan. Dalam definisi ini PDRB mencakup juga
penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Jumlah semua komponen
pendapatan persektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Oleh
karena itu PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh
sektor (lapangan usaha).
3. PDRB menurut pendekatan pengeluaran
Merupakan semua komponen pengeluaran akhir seperti: pengeluaran
konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, konsumsi
pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor
neto dalam jangka waktu tertentu.
1.5.6 Strategi Pengembangan Potensi Ekonomi Daerah
Strategi pengembangan potensi ekonomi daerah adalah cara yang
ditempuh untuk mengembangkan setiap sektor unggulan yang bertujuan untuk
memperluas dan meningkatkan kemampuan sektor dalam memberikan kontribusi
terhadap pembentukan PDRB, tidak mudah untuk mengetahui potensi ekonomi
daerah. Potensi ekonomi daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di
daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus
berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat
mendorong perekonomian daerah secara keseluruhan untuk berkembang
dengan sendirinya dan berkesinambungan (Suparmoko, 2002).
Strategi pembangunan ekonomi sangat penting dan strategi pembangunan
ekonomi mempunyai beberapa tujuan. Tujuan dari strategi pembangunan
ekonomi tersebut antara lain : Pertama, mengembangkan lapangan kerja bagi
penduduk yang ada sekarang. Kedua, mencapai stabilitas ekonomi daerah.
Ketiga, mengembangkan basis ekonomi dan kesempatan kerja yang beragam.
Menurut Arsyad (1999) Strategi pembangunan ekonomi daerah dapat
dikelompokkan empat kelompok besar yaitu :
16
1. Strategi pengembangan fisik/lokalitas
Melalui pengembangan program perbaikan kondisi fisik /lokalitas
daerah yang ditujukan untuk kepentingan pembangunan industri dan
perdagangan, pemerintah daerah akan berpengaruh positif bagi
pengembangan dunia usah daerah. Secara khusus tujuan strategi
pembangunan fisik/lokalitas ini dalah untuk menciptakan identitas
daerah, memperbaiki basis pesona (amenity base) atau kualitas hidup
masyarakat dan memperbaiki daya tarik pusat kota (civic center) dalam
upaya untuk memperbaiki dunia usaha daerah.
2. Strategi pengembangan dunia usaha
Pengembangan dunia usaha merupakan komponen penting dalam
perencanaan pembangunan ekonomi daerah karena daya tarik, kreasi, atau
daya tahan kegiatan dunia usaha merupakan cara terbaik untuk
menciptakan perekonomian daerah yang sehat.
3. Strategi pengembangan sumber daya manusia
Sumber daya manusia merupakan aspek yang paling penting dalam
proses pembangunan ekonomi. Oleh karena peningkatan kualitas dan
ketrampilan sumber daya manusia adalah suatu keniscayaan.
4. Strategi pengembangan ekonomi masyarakat
Kegiatan pengembangan ekonomi masyarakat ini merupakan kegiatan
yang ditujukan untuk pengembangan suatu kelompok masyarakat
tertentu di suatu daerah. Dalam bahasa populer sekarang sering juga
dikenal dengan istilah pemberdayaan (empowerment) masyarakat.
Kegiatan-kegiatan seperti ini berkembang marak di Indonesia
belakangan ini karena ternyata kebijakan umum ekonomi yang ada
tidak mampu memberikan manfaat bagi kelompok-kelompok
masyarakat tertentu.
17
1.6 Penelitian sebelumnya
Penelitian ini membutuhkan berbagai referensi untuk mendukung kelengkapan
penelitian ini. Adapun referensi tersebut berassal dari buku, jurnal-jurnal dan penelitian-
penelitian sebelumnya yang terkait dengan tema yang sesuai. Penelitian sebelumnya
akan menjadi rujukan komparasi pendekatan analisi, bahasan dan kesimpulan yang
dihasilkan untuk melengkapi dan menyempurnakan penelitian ini. Adapun penelitian-
penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel 1.4.
18
Tabel 1.4 Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya
No Nama Judul Alat Analisis Hasil
1 Binar Rudatin
(2003)
Analisis Sektor Basis dalam
Rangka Pengembangan
Pembangunan Wilayah Studi
Kasus Kabupaten-Kebupaten
di Jawa Tengah
tahun 1996-2001
• Analisis Location
Quotient
• Analisis Shift share
• Tipologi Klassen
1. Hasil analisis LQ menunjukan sektor pertanian
sebagai sektor basis di 22 kabupaten dari 29
kabupaten yang ada.
2. Dari 29 kabupaten hanya 2 kabupaten masuk
dalam kuadran I, 4 kabupaten dalam kuadran II, 9
kabupaten dalam kuadran III, kuadran IV ada 14
kabupaten.
3. Prioritas pengembangan sektor pertanian pada 5
kabupaten. Sektor pertambangan dan penggalian
pada 1 kabupaten. Sektor industri pada 2
kabupaten. Sektor listruik, gas dan air pada 2
kabupaten. Sektor bangunan pada 3 kabupaten.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran pada 1
kabupaten. Sektor pengangkutan dan komunikasi 1
kabupaten. Sektor keuangan, sewa dan jasa
perusahaan pada 4 kabupaten. Sektor jasa pada 3
19
No Nama Judul Alat Analisis Hasil
kabupaten.
2 Beni Harisman
(2007)
Analisis Struktur Ekonomi
dan Identifikasi Sektor-
Sektor-Sektor Unggulan di
Provinsi Lampung
(Periode 1993-2003)
• Analisis Location
Quotient
• Analisis Shift share
1. Terjadi perubahan struktur ekonomi di Provinsi
Lampung dari sektor primer ke sektor sekunder,
berdasarkan rasio PDRB sektor sekunder
mendominasi pergeseran telah mengakibatkan
kenaikan PDRB di Provinsi Lampung
2. Terdapat tiga sektor basis yang merupakan sektor
unggulan yaitu : sektor pertanian, sektor bangunan
dan sektor pengangkutan
3 Dewi Sondari
( 2007)
Analisis Sektor Unggulan
Dan Kinerja Ekonomi
Provinsi Jawa
Barat
• Analisis
Location
Quotient (LQ)
• Analisis Shift share
• Pengganda
Pendapatan
1. Terdapat 3 sektor yang menjadi sektor basis yang
merupakan sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat
yaitu sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas
dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan
restoran
2. Sektor basis yang memiliki pengganda terbesar
adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sektor
20
No Nama Judul Alat Analisis Hasil
perdagangan, hotel dan restoran dan diikuti oleh
sektor industri pengolahan.
3. Kinerja ekonomi Provinsi Jawa Barat mengalami
peningkatan dari tahun 2001-2005 yang
ditunjukkan dengan peningkatan pertumbuhannya
yaitu sebesar 20,86 persen
4 Aris Munandar
(2010)
Analisis Ekonomi Dan
Potensi Pengembangan
Wilayah Kecamatan
Gemolong, Kabupaten
Sragen
• Analisis Jarak
dan Kesempatan
Terdekat
• Analisis Pola
Permukiman
• Analisis
Skalogram
• Analisis
Location
Quotient ( LQ)
1. Gemolong dapat diklasifikasikan dalam ordo II
dalam struktur tata ruang wilayah Kabupaten
Sragen, sehingga Gemolong pantas memiliki
pelayanan sedang yang artinya tentu harus ada
pendelegasian kewenangan kabupaten yang
dilimpahkan ke Kecamatan Gemolong dengan
dilandasi payung hukum yang jelas
2. Secara ekonomi ada setengah sektor di Kecamatan
Gemolong yang merupaka sektor basis, dan
setengah sisanya masuk dalam sektor non basis.
21
No Nama Judul Alat Analisis Hasil
• Analisis Shift Share
5 Asih Dwi
Cahyani
(2016)
Kinerja Ekonomi
Kecamatan untuk Strategi
Pembangunan Ekonomi di
Kabupaten Wonogiri
Tahun 2009-2013.
• Analisis
Location
Quotient (LQ)
• Analisis Shift
Share
• Analisis
Tipologi
Klassen
1. Sektor pertanian merupakan sektor potensial untuk
dikembangkan dan merupakan sektor yang
memiliki keunggulan kompetitif.
2. Terdapat tujuh kecamatan yang masuk dalam
kuadran I yaitu kecamatan yang maju dan tumbuh
cepat dan sebelas kecamatan masuk dalam kuadran
IV yaitu kecamatan yang relatif tertinggal.
3. Strategi utama yang dapat diambil untuk
mengembangkan potensi ekonomi kecamatan di
Kabupaten Wonogiri adalah pengembangan di
sektor pertanian, peningkatan program
pemberdayaan masyarakat, peningkatan
pengelolaan sektor potensial dan peningkatan
sarana dan prasarana terutama transportasi,
komunikasi dan industri
22
1.7 Kerangka Pemikiran
Geografi mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer yang
terdapat di permukaan bumi. Salah satu wujud perbedaan geosfer yang terjadi
yakni perbedaan perkembangan ekonomi wilayah Kecamatan, seperti rumusan
masalah dalam penelitian ini. Dengan menggunakan analisis keruangan yang
merupakan salah satu pendekatan dalam geografi terpadu. Kabupaten Wonogiri
memiliki misi mengembangkan potensi daerah guna mendorong terciptanya iklim
investasi dalam rangka menciptakan lapangan pekerjaan guna mengembangkan
ekonomi Kabupaten Wonogiri dan peningkatan ekonomi masyarakat. Namun
dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan perkembangan ekonomi kecamatan,
sehingga diperlukan pemahaman dan strategi yang tepat terhadap perbedaan
perkembangan ekonomi tersebut. Fokus penelitian perkembangan ekonomi
kecamatan yaitu bagaimana perbedaan perkembangan ekonomi, mengapa terjadi
perbedaan perkembangan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Wonogiri.
Untuk mengetahui sektor-sektor yang berpotensi tiap Kecamatan di
Kabupaten Wonogiri penelitian ini menggunakan alat analisis LQ dan Shift-
share. Analisis LQ ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu
sektor di daerah yang diselidiki (Kecamatan) dengan kemampuan yang sama pada
daerah yang lebih luas (Kabupaten Wonogiri). Shift-Share digunakan untuk
mengetahui perubahan struktur / kinerja ekonomi daerah terhadap struktur
ekonomi yg lebih tinggi (kabupaten) sebagai referensi.
Tipologi Klassen digunakan untuk mengklasifikasikan daerah berdasarkan
tingkat pertumbuhan PDRB dan pendapatan perkapitanya, serta
mengklasifikasikan sektor-sektor berdasarkan percepatan pertumbuhan dan
pangsanya. Pengetahuan tentang karakteristik masing-masing kecamatan di
Kabupaten Wonogiri, akan dapat diketahui perbedaan pertumbuhan ekonomi
kecamatan sehingga untuk kedepannya dapat memberi masukan pada pemerintah
di Kabupaten Wonogiri dalam mengembangkan wilayah sesuai dengan potensi
yang dimiliki. Secara diagramatis rangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada
tabel 1.5.
23
Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan ekonomi Kecamatan
Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Kabupaten Wonogiri
Analisis LQ
Analisis Shift Share
Tipology Klassen
Identifikasi sektor basis & sektor non basis
Karakteristik pertumbuhan ekonomi
antar daerah
Sektor-sektor yang berkembang di
daerah
Arahan Kebijakan untuk Pengembangan Potensi Ekonomi Kecamatan Kabupaten
Wonogiri
Produk domestik regional bruto ADHK 2000 tiap kecamatan di Kabupaten
Wonogiri