bab i pendahuluan 1.1. latar belakang - sinta.unud.ac.id i.pdf · salah seorang tokoh proklamator...

45
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seperti tercantum dalam Alinea keempat Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yakni menciptakan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur. Tujuan negara menciptakan kesejahteraan masyarakat adalah sesuai dengan pandangan dari tipe negara kesejahteraan (walfare state). Harapan dan cita-cita dari para founding fathers menciptakan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur merupakan tugas dan tanggung jawab utama dari pemerintah selaku penyelenggara negara serta didukung pula oleh pihak swasta dan seluruh elemen masyarakat untuk merealisasikannya melalui berbagai program pembangunan. Namun realitasnya hingga kini harapan tersebut belum optimal dapat terwujud. Pemerintah sejak era orde lama (ORLA), era orde baru (ORBA) bahkan dalam era reformasi telah dan terus melaksanakan berbagai program pembangunan untuk mewujudkan tujuan tersebut kendatipun hasilnya belum optimal. Kondisi ini terjadi antara lain karena adanya kebocoran dana pembangunan sebagai akibat perilaku aparat yang korup, sebagaimana telah dikemukakan oleh Sumitro Djojohadikusumo bahwa kebocoran dana pembangunan di Indonesia mencapai 30 persen pertahun dari keseluruhan alokasi dana pembangunan dalam APBN bahkan ada pula pendapat yang memperkirakan tingkat kebocoran anggaran pembangunan telah mendekati angka rata-rata 50 persen pertahun. 1 1 Mubyarto,1995. Ekonomi dan Keadilan Sosial, Aditya Media, Yogyakarta, hlm. 86.

Upload: lyngoc

Post on 01-Feb-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seperti

tercantum dalam Alinea keempat Pembukaan Undang Undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945 yakni menciptakan masyarakat yang sejahtera, adil

dan makmur. Tujuan negara menciptakan kesejahteraan masyarakat adalah sesuai

dengan pandangan dari tipe negara kesejahteraan (walfare state).

Harapan dan cita-cita dari para founding fathers menciptakan masyarakat yang

sejahtera, adil dan makmur merupakan tugas dan tanggung jawab utama dari

pemerintah selaku penyelenggara negara serta didukung pula oleh pihak swasta dan

seluruh elemen masyarakat untuk merealisasikannya melalui berbagai program

pembangunan. Namun realitasnya hingga kini harapan tersebut belum optimal dapat

terwujud.

Pemerintah sejak era orde lama (ORLA), era orde baru (ORBA) bahkan dalam

era reformasi telah dan terus melaksanakan berbagai program pembangunan untuk

mewujudkan tujuan tersebut kendatipun hasilnya belum optimal. Kondisi ini terjadi

antara lain karena adanya kebocoran dana pembangunan sebagai akibat perilaku

aparat yang korup, sebagaimana telah dikemukakan oleh Sumitro Djojohadikusumo

bahwa kebocoran dana pembangunan di Indonesia mencapai 30 persen pertahun dari

keseluruhan alokasi dana pembangunan dalam APBN bahkan ada pula pendapat yang

memperkirakan tingkat kebocoran anggaran pembangunan telah mendekati angka

rata-rata 50 persen pertahun.1

1 Mubyarto,1995. Ekonomi dan Keadilan Sosial, Aditya Media, Yogyakarta, hlm. 86.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

2

Salah satu penyebab tidak optimalnya program pembangunan disebabkan oleh

adanya praktek korupsi yang dilakukan sendiri oleh oknum aparat penyelenggara

negara maupun yang dilakukan secara bersama-sama dengan oknum-oknum dari

pihak swasta yang terlibat dalam proses pembangunan. Secara empiris dari perspektif

sosiologis masalah korupsi sesungguhnya sejak lama telah mewarnai berbagai aspek

dalam kehidupan masyarakat di berbagai negara di dunia, utamanya dialami oleh

negara-negara sedang berkembang termasuk di Indonesia. Selama beberapa

dasawarsa korupsi telah menjadi persoalan nasional yang amat sangat sukar

ditanggulangi. Bahkan secara sinis ada komentar di sebuah jurnal asing yang

mengulas kondisi korupsi di Indonesia dengan mengatakan bahwa “corruption is way

of life in Indonesia” yang berarti bahwa korupsi telah menjadi pandangan dan jalan

kehidupan bangsa Indonesia.2

Penilaian seperti ini telah lebih dahulu dikemukakan oleh Muhammad Hatta,

salah seorang tokoh proklamator kemerdekaan Indonesia yang mengatakan bahwa

korupsi cenderung sudah membudaya, atau sudah menjadi bagian dari kebudayaan

bangsa Indonesia. Apa yang dikhawatirkan oleh Bung Hatta pada akhir tahun 60-an

itu, sampai saat ini telah menjadi sebuah fakta yang amat sulit dibantah. Skala

korupsi yang terjadi telah menjadi semakin “menggurita”. Korupsi di Indonesia tidak

saja telah membudaya namun juga telah melembaga. Perilaku menyimpang itu telah

mengalami proses institusionalisasi, sehingga hampir tidak ada lembaga negara yang

steril dari perilaku menyimpang tersebut.3 Hal ini ditegaskan pula oleh Etty Indriati

yang menyatakan bahwa hampir semua sektor lembaga pemerintah dari pusat hingga

2

Amin Rais, Pengantar dalam Edy Suandi Hamid dan Muhammad Sayuti (ed.),1999. Menyikapi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di Indonesia, Aditya Media, Yogyakarta, hlm. ix

3 Elwi Danil, 2012. Korupsi Konsep,Tindak Pidana dan Pemberantasannya, Edisi I, Cet. 2,

Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 65.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

3

daerah terlibat korupsi demikian pula pejabat eksekutif, legislatif dan yudikatif, maka

benar korupsi telah membudaya di Indonesia.4

Betapa terkejutnya masyarakat Indonesia ketika M. Akil Mochtar Ketua

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia ditangkap oleh penyidik Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tanggal 2 Oktober 2013 di rumah dinasnya

karena tersangkut kasus korupsi sehingga KPK pada 3 Oktober 2013 menetapkan

M. Akil Mochtar sebagai tersangka penerima suap dalam penanganan perkara

sengketa pemilihan kepala daerah Lebak (Banten) dan Gunung Mas (Kalimantan

Tengah) di Mahkamah Konstitusi.5

Setelah melewati proses persidangan di

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, M. Akil Mochtar pada akhirnya dijatuhi

pidana penjara seumur hidup berdasarkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Nomor : 10 / Pid. Sus / TPK / 2014 tertanggal

30 Juni 2014. Atas putusan ini, M. Akil Mochtar dan Jaksa Penuntut Umum Komisi

Pemberantasan Korupsi mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi

DKI Jakarta. Namun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sesuai Putusan Pengadilan

Nomor : 63 / Pid./ TPK / 2014 / PT. DKI Jakarta, tertanggal 12 Nopember 2014,

menguatkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri

Jakarta Pusat. M. Akil Mochtar kemudian mengajukan upaya hukum kasasi ke

Mahkamah Agung, dan berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor : 336 / K /

Pid. Sus / 2015, tertanggal 23 Pebruari 2015, Mahkamah Agung menolak permohonan

pemohon kasasi M. Akil Mochtar dan menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi DKI

4 Etty Indriati, 2014. Pola dan akar Korupsi, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

hlm. 68-69. 5

http://www.antaranews.com/berita/403114/akil-mochtar-diberhentikan-tidak- dengan-hormat, diunduh pada tanggal 1 Nopember 2013, Jam. 21.34. Wita. (Setelah melewati proses persidangan perkara di pengadilan, Akil Mochtar pada akhirnya divonis penjara seumur hidup).

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

4

Jakarta Nomor : 63 / Pid./ TPK / 2014 / PT. DKI Jakarta, tertanggal 12 Nopember

2014.

Putusan hakim Mahkamah Agung tersebut di atas tentunya diharapkan

memberikan efek jera kepada para penyelenggara negara untuk tidak melakukan

tindak pidana korupsi dalam menjalankan tugas pelayanan publik. Namun realitasnya

kadang sangat memprihatinkan karena masih saja ada penyelenggara negara yang

terlibat kasus korupsi seperti kasus tertangkapnya Andri Tristianto Sutrisna (Kasubdit

Kasasi Perdata pada Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Mahkamah

Agung Republik Indonesia) dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi

Pemberantasan Korupsi pada Jumat 12 Pebruari 2016 di Jakarta bersama dengan

pengusaha Ichsan Suaidi dan pengacara Awang Lazuardi Embat.6

Muhamad Yusuf, Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan

(PPATK) menyatakan korupsi di Indonesia sudah sampai pada titik nadir. Korupsi di

negeri ini begitu parah, mengakar bahkan sudah membudaya. Praktik korupsi terjadi

hampir di setiap lapisan masyarakat dan birokrasi, baik legislatif, eksekutif maupun

yudisial serta telah pulah menjalar ke dunia usaha. Ibarat penyakit, korupsi

merupakan penyakit yang sudah kronis, sehingga sangat sulit untuk mengobatinya.7

Bukti korupsi di Indonesia sudah bersifat massif dan meluas dapat dilihat dari

data KPK yang telah banyak melakukan tindakan penegakan hukum terhadap pelaku

tindak pidana korupsi sejak lembaga ini dibentuk hingga sekarang seperti terlihat

dalam tabel berikut :

6

https://news.detik.com/berita/3142283/fokus-ott-kpk-belum-pikirkan-jerat-pejabat-ma-dengan-pencucian-uang, diunduh Senin, 15 Pebruari 2016, Jam 09.10 Wita

7 Muhamad Yusuf, 2013. Merampas Aset Koruptor Solusi Pemberantasan Korupsi di

Indonesia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, hlm. 1.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

5

Tabel 1

Penanganan Korupsi Oleh KPK Tahun 2004 - 2015

Penindakan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah

Penyelidikan 23 29 36 70 70 67 54 78 77 81 80 87 752

Penyidikan 2 19 27 24 47 37 40 39 48 70 56 57 468

Penuntutan 2 17 23 19 35 32 32 40 36 41 50 62 389

Inkracht 0 5 17 23 23 39 34 34 28 40 40 37 320

Eksekusi 0 4 13 23 24 37 36 34 32 44 48 38 333

Sumber : Bahan hukum sekunder, diolah

Data pada tabel di atas, menunjukkan peningkatan jumlah kasus korupsi yang

ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahap penyelidikan dan

penyidikan, maupun jumlah kasus yang dilimpahkan ke Pengadilan oleh Jaksa

Penuntut Umum serta kasus yang telah diputus oleh hakim dan memiliki kekuatan

hukum tetap (inkracht van gewisjde) sehingga dapat dieksekusi oleh Jaksa.

Perkembangan menarik lainnya adalah jumlah keterlibatan penyelenggara negara

dalam tindak pidana yang diproses oleh Komisi Pemberantasan Korupsi seperti

terlihat pada tabel berikut.

Tabel 2

Pelaku Korupsi Berdasarkan Jabatan Tahun 2004-2015

Jabatan 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jmlh

Anggota DPR & DPRD 0 0 0 2 7 8 27 5 16 8 4 1 78

Kepala Lembaga / Kementerian

0 1 1 0 1 1 2 0 1 4 9 2 22

Duta Besar 0 0 0 2 1 0 1 0 0 0 0 0 4

Komisioner 0 3 2 1 1 0 0 0 0 0 0 0 7

Gubernur 1 0 2 0 2 2 1 0 0 2 2 1 13

Walikota/Bupati & Wakil

0 0 3 7 5 5 4 4 4 3 12 0 45

Eselon I/II/III 2 9 15 10 22 14 12 15 8 7 2 1 117

Hakim 0 0 0 0 0 0 1 2 2 3 2 0 10

Swasta 1 4 5 3 12 11 8 10 16 24 15 0 109

Lainnya 0 6 1 2 4 4 9 3 3 8 8 0 48

Jumlah Total 4 23 29 27 55 45 65 39 50 59 54 5 453

Sumber : Bahan hukum sekunder, diolah

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

6

Kini penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi di Indonesia menjadi

kompetensi tiga lembaga penegak hukum yaitu POLRI, Kejaksaan dan KPK.

Diantara ketiga lembaga ini, KPK dikenal sebagai lembaga super body karena

memiliki kewenangan yang sangat besar yaitu kewenangan untuk melakukan

penyelidikan, penyidikan dan kewenangan melakukan penuntutan. KPK juga

memiliki kewenangan untuk melakukan koordinasi dan supervisi terhadap kasus-

kasus korupsi yang ditangani oleh pihak POLRI dan Kejaksaan, serta melakukan

tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi dan melakukan monitoring

terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Masalah korupsi di Indonesia dapat juga dilihat dalam laporan survey

Transparency International (TI) yang dipublikasikan dan dikutip oleh berbagai media

massa, memposisikan Indonesia sejak beberapa tahun yang lalu ke dalam deretan

salah satu negara dengan tingkat korupsi paling tinggi di dunia. Berdasarkan hasil

survei lembaga ini pada tahun 1998, skor Indonesia adalah 2,0. Kondisi ini jauh lebih

rendah dari pada skor tahun sebelumnya, yaitu 2,72 pada tahun 1997 dan 2,65 pada

tahun 1996. (nilai 10 berarti sangat bersih dan nilai 0 berarti sangat korupsi)8.

Setelah satu dasawarsapun ternyata indeks persepsi korupsi Indonesia tidak

mengalami perkembangan atau kenaikan yang signifikan seperti terlihat dalam tabel

berikut.

8Transparency International, sebagaimana dikutip oleh H. Elwi Danil, Korupsi Konsep, Tindak

Pidana dan Pemberantasannya, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 66.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

7

Tabel 3

Perbandingan Peringkat Indeks Persepsi Korupsi Indonesia

dan Beberapa Negara di Dunia Tahun 2012 - 2015

Peringkat Negara 2015 2014 2013 2012

1 Denmark 91 92 91 90

8 Singapura 85 84 86 87

13 Australia 79 80 81 85

18 Hongkong 75 74 75 77

54 Malaysia 50 52 50 49

76 Thailand 38 38 35 37

88 Indonesia 36 34 32 32

95 Philipina 35 38 36 34

112 Vietnam 31 31 31 31

123 Timor Leste 28 28 30 33

147 Myanmar 22 21 21 15

Sumber : https://www.transparency.org/cpi2015, diunduh pada hari Senin, 1 Pebruari

2016, Jam 1.02 Wita. Diolah penulis.

Peningkatan peringkat secara signifikan terjadi pada tahun 2015 oleh karena

dari 168 negara yang disurvei, Indonesia berada pada peringkat 88 dengan skor 36

seperti dikatakan Direktur Program Transparancy International Indonesia Ilham

Saenong bahwa skor Indonesia naik 2 poin dan 19 peringkat bila dibandingkan

dengan tahun 2014. Meskipun meningkat, Indonesia belum mampu menandingi skor

dan peringkat Malaysia (skor 50), Singapura (85), Thailand (38). Namun kini

Indonesia lebih baik dari Filipina (35), Vietnam (31), dan Myanmar (22). Faktor yang

membuat skor dan peringkat Indonesia meningkat disebabkan peningkatan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

8

akuntabilitas publik dan efektivitas pencegahan dan pemberantasan dalam

menurunkan korupsi9.

Political and Economic Risk Consultancy Ltd. (PERC) sebuah perusahan

konsultasi yang banyak mengkaji dan mengulas tingkat resiko ekonomi dan bisnis

dari negara-negara di Asia, dalam studinya terhadap masalah korupsi, berkesimpulan

dan menempatkan Indonesia pada posisi sebagai sebuah negara dengan kondisi

korupsi yang sangat serius dan memprihatinkan. Political and Economic Risk

Consultancy Ltd, (PERC) meliris hasil penelitiannya dalam Annual review of

corruption in Asia 2015 seperti tersaji dalam tabel berikut :

Tabel 4

Perubahan Persepsi Korupsi Selama Satu Dasawarsa di Beberapa Negara

Negara 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Australia 1.67 0.83 0.98 1.40 1.47 1.39 1.28 2.35 2.55 2.61

Hongkong 3.13 1.87 1.80 1.74 1.75 1.10 2.64 3.77 2.95 3.17

Indonesia 8.16 8.03 7.98 7.69 9.07 9.25 8.50 8.83 8.85 8.09

Malaysia 6.13 6.25 6.37 7.00 6.05 5.70 5.59 5.38 5.25 4.96

Philipina 7.80 9.40 9.00 7.68 8.25 8.90 9.35 8.28 7.85 7.43

Singapura 1.30 1.20 1.13 0.92 0.99 0.37 0.67 0.74 1.60 1.33

Thailand 7.64 8.03 8.00 6.76 7.33 7.55 6.57 6.83 8.25 6.88

Vietnam 7.91 7.54 7.75 7.40 7.13 8.30 7.75 8.13 8.73 8.24

Sumber : Political & Economic Risk Consultancy, Ltd, Issue #920, April 1, 2015,

Asian Intelligence, page 5, diolah penulis.

Sajian data di atas menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi salah satu

negara yang serius menghadapi masalah korupsi di antara negara-negara Asean

dengan rata-rata indeks korupsi di atas angka 8 (delapan) bila dibandingkan dengan

negara lainnya. Singapura merupakan negara dengan tingkat korupsi paling rendah

9

http://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/3208-pemberantasan-korupsi-membaik, diunduh, Sabtu, 30 Januari 2016, Jam 10.29 Wita.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

9

sedangkan Malaysia memperlihatkan tingkat korupsi yang terus menurun bila

dibandingkan dengan negara lainnya.

Memasuki abad ke 21, perhatian dan keprihatinan komunitas internasional

terhadap masalah korupsi yang menimpa berbagai negara berkembang termasuk

negara Indonesia sangat menguat. Dalam kongres internasional tentang “The

Prevention of Crime and the Treatment of Offenders” yang diprakarsai oleh PBB

masalah korupsi dan penanggulangannya cukup intens dibicarakan dan mendapat

perhatian yang serius dari para peserta. Hal ini terbukti dengan ditempatkannya

masalah korupsi sebagai bagian dari agenda pembicaraan dalam berbagai kongres,

misalnya kongres PBB tahun 1980, di Caracas Venesuela, Tindak pidana korupsi

diklasifikasikan ke dalam tipe kejahatan yang sukar dijangkau oleh hukum (offences

beyond the reach of the law)10

. Sementara itu dalam Konfrensi Internasional Anti

Korupsi ke 7 tahun 1995 di Beijing, mencatat Tindak pidana korupsi sebagai bentuk

kejahatan yang sulit pembuktiannya. Kesimpulan yang sama diungkapkan pula di

dalam kongres PBB ke 9 di Kairo, yang menyatakan bahwa pola perkembangan

tindak pidana korupsi semakin menyulitkan aparat penegak hukum untuk melakukan

penanggulangan. Oleh karena itu kongres merekomendasikan kepada anggota PBB

agar memberikan perhatian yang intensif guna menemukan langkah-langkah baru

dalam memerangi korupsi di kalangan pejabat publik11

Visi masyarakat internasional untuk saling bekerja sama dalam pemberantasan

Tindak pidana korupsi semakin jelas terlihat dan menguat yang ditandai dengan

ditanda tanganinya “Declaration of 8th International Conference Against

10

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984. Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung, hlm. 133. (Selanjutnya disebut Muladi dan Barda Nawawi Arief 1)

11 The United Nations, 1996. The United Nations and Crime Prevention, New York, hlm. 31-32,

sebagaimana dikutip oleh H. Elwi Danil, 2012. Korupsi Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 62.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

10

Corruption” pada tahun 1997 di Lima Peru. Bagian penting yang patut dicatat dari

deklarasi tersebut adalah adanya klausula yang meletakkan keharusan bagi setiap

negara untuk meningkatkan efektivitas hukum yang berkaitan dengan korupsi

semaksimal mungkin. Keharusan mana mesti dijaga agar tetap berada dalam koridor

konstitusi masing-masing negara dan norma-norma hak hak asasi manusia yang

bersifat universal.

Perhatian masyarakat internasional mencapai puncaknya ketika Perserikatan

Bangsa - Bangsa (PBB) menetapkan korupsi sebagai salah satu jenis transnational

crime seperti tercantum dalam United Nations Convention Against Transnational

Organized Crime (UNCATOC) yang juga turut ditandatangani oleh Pemerintah

Republik Indonesia pada tanggal 15 Desember 2000 di Palermo Italia. Konvensi PBB

ini kemudian disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan UU RI Nomor 5

Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational

Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana

Transnasional Yang Terorganisasi).

PBB pada tahun 2003 telah menetapkan konvensi khusus tentang korupsi yaitu

United Nations Convention Against Corruption 2003. Konvensi ini kemudian

disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan UU Nomor 7 Tahun 2006

tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi

PBB Anti Korupsi, 2003). Pada bagian pembukaan konvensi ditegaskan bahwa

masyarakat internasional peserta konvensi prihatin atas keseriusan masalah-masalah

dan ancaman-ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap stabilitas dan

keamanan masyarakat, yang melemahkan lembaga-lembaga dan nilai-nilai demokrasi,

nilai-nilai etika dan keadilan serta membahayakan pembangunan berkelanjutan dan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

11

supremasi hukum. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan komprehensif dan

multidisipliner untuk mencegah dan memerangi korupsi secara efektif.12

Secara normatif, upaya penanggulangan masalah korupsi melalui kebijakan

perundang-undangan dan penegakan hukum pidana telah lama dilakukan, tetapi

ternyata korupsi tetap saja ada, tumbuh dan berkembang seirama dengan

perkembangan masyarakat sehingga semakin sulit diberantas. Pengaturan tentang

tindak pidana korupsi di dalam peraturan perundang-undangan sudah di mulai

semenjak berlakunya KUHP, meskipun tidak secara eksplisit menggunakan

terminologi korupsi dalam rumusan tindak pidana seperti diatur dalam Pasal 209,

Pasal 210, Pasal 418, Pasal 419 dan Pasal 420 KUHP, akan tetapi sesungguhnya

mengandung hakikat tindak pidana korupsi.

Pemerintah telah menetapkan dan memberlakukan berbagai peraturan

perundang-undangan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi sejak

era ORLA, ORBA sampai era reformasi. Peraturan era ORLA seperti Peraturan

Penguasa Militer Nomor : Prt/PM/06/1957 tentang Pemberantasan Korupsi, tanggal 9

April 1957; Peraturan Penguasa Militer Nomor : Prt/PM/03/1957 tentang Penilikan

Terhadap Harta Benda, tanggal 27 Mei 1957; Peraturan Penguasa Militer Nomor :

Prt/PM/011/1957 tentang Penyitaan dan Perampasan Barang-Barang, tanggal 1 Juli

1957; Peraturan Penguasa Perang Pusat Angkatan Darat Nomor :

Prt./Peperpu/013/1958, tertanggal 16 April 1958 tentang Pengusutan, Penuntutan dan

Pemeriksaan Perbuatan Korupsi Pidana dan Penilikan Harta Benda, yang berlaku di

daerah-daerah yang dikuasai oleh Angkatan Darat, sedangkan untuk daerah-daerah

yang dikuasai oleh Angkatan Laut penerapannya berdasarkan Peraturan Penguasa

Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Laut nomor : Prt/Z.I./I/7 tanggal 17 April 1958.;

12

Elwi Danil, Op.Cit., hlm. 64.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

12

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 24 Tahun 1960 tentang

Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi yang kemudian

diubah menjadi Undang Undang Nomor 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan,

Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.

Peraturan era ORBA yaitu Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sedangkan pada era reformasi pemerintah

juga telah menetapkan beberapa peraturan perundang-undangan untuk mencegah dan

memberantas tindak pidana korupsi seperti :

1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor :

XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme

2. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1998 Tentang

Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

3. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme

4. Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Tim

Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

6. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor :

VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijaksanaan Pemberantasan dan

Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

7. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang

Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

13

KorupsiUndang Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang

Komisi Pemberatas Tindak Pidana Korupsi

8. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan

Pemberantasan Korupsi

9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Tim

Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

10. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan

United Nations Conventions Against Corruption,2003

11. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 Tentang

Perlindungan Saksi dan Korban

12. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan

Tindak Pidana Korupsi

13. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

14. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan

Pemberantasan Korupsi Tahun 2011

15. Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan

Pemberantasan Korupsi Tahun 2012

16. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2012 Tentang Strategi

Nasional Pencegahan Korupsi

17. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan

Pemberantasan Korupsi Tahun 2013.

18. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2014 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan

Pemberantasan Korupsi Tahun 2014.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

14

19. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan

Pemberantasan Korupsi Tahun 2015.

Banyaknya peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Pemerintah era

reformasi seperti disebutkan di atas, sesungguhnya dapat dikelompokkan atas dua

bagian yaitu pertama, peraturan perundang-undangang yang terkait dengan bidang

pencegahan dan kedua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bidang

pemberantasan seperti UU Nomor 31 Tahun 1999 dan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Upaya pemerintah menetapkan berbagai produk hukum yang berkaitan dengan

korupsi seperti tersebut di atas, diharapkan mampu mengemban fungsi ganda yaitu

sebagai sarana preventif dan sekaligus berfungsi sebagai sarana represif. Namun pada

kenyataannya tindak pidana korupsi tidak berkurang tetapi malah sebaliknya bagaikan

fenomena gunung es. Hampir setiap hari dapat dibaca melalui liputan media massa

tentang terungkapnya beberapa kasus tindak pidana korupsi yang tergolong besar

(grand corruption) karena besarnya jumlah kerugian keuangan negara yang

ditimbulkan oleh modus operandi kasus-kasus tersebut.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada semester I tahun 2014, telah

melakukan pemeriksaan dan mengungkap sebanyak 14.854 permasalahan senilai

Rp 30,87 triliun. Diantaranya, sebanyak 4.900 permasalahan merupakan temuan

berdampak finansial senilai Rp 25,74 triliun. Selama proses pemeriksaan, entitas telah

menindaklanjuti temuan ketidakpatuhan tersebut dengan penyerahan aset atau

penyetoran ke kas negara/daerah/perusahaan senilai Rp 6,34 triliun. Sedangkan pada

semerter II tahun 2014, pemeriksaan BPK berhasil mengungkap sebanyak 13.564

permasalahan senilai Rp 55,3 triliun. Diantaranya, merupakan temuan berdampak

finansial sebanyak 3.293 permasalahan senilai Rp 14,75 triliun. Selama proses

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

15

pemeriksaan, entitas telah menindaklanjuti temuan ketidakpatuhan tersebut

dengan penyerahan aset atau penyetoran ke kas negara / daerah / perusahaan senilai

Rp 461,11 miliar.13

Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK tersebut di atas,

membuktikan bahwa potensi kerugian keuangan negara dalam proses pembangunan

nilainya sangat besar (Rp. 40,49 triliun) sedangkan yang dapat diselamatkan melalui

mekanisme administrasi jumlahnya sangat kecil (Rp. 6, 80 triliun).

Kejaksaan sebagai lembaga penuntut yang juga berkewenangan melakukan

penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus korupsi telah berhasil menyelamatkan

uang negara dalam proses penanganan perkara korupsi yang datanya penulis sajikan

pada berikut :

Tabel 5

Perkara Tindak pidana korupsi Yang Ditangani Kejaksaan Agung

No Tahun Penyidikan Penuntutan Penyelamatan Keuangan Negara

1

2009

1.609

1.258

Rp. 4.823.603.045.156,-

US $ 67.882,42,-

BAHT 3.835.192.76

2 2010 2.315 1.706 Rp. 345.525.832.720,-

3

2011

1.729

1.499

Rp. 198.210.963.791,-

US $ 6.760.69,-

4

2012

1.341

1.501

Rp. 294.432.682.984,-

US $ 500.000,-

5

2013

1.653

2.023

Rp. 403.102.000.215,-

US $ 500.000,-

6

2014

1.537

2.225

Rp. 390.526.490.570,-

US $ 8.100.000,-

11 2015

Sumber : Bahan hukum sekunder, diolah.

13

Laporan Tahunan 2014 Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, hlm., 37

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

16

Berdasarkan hasil Laporan Tahunan Kejaksaan RI, pada tahun 2013 tingkat

keberhasilan penyelesaian Pembayaran Uang Pengganti (PUP) sesuai ketentuan

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 baru mencapai 14,44% yaitu terlihat dari

jumlah Pembayaran Uang Pengganti yang berhasil ditagih oleh bidang Perdata dan

Tata Usaha Negara (Datun) adalah sebesar Rp.1.069.385.915.712,98 dari total yang

harus ditagih yaitu sebesar Rp.7.404.999.848.421,06.14

Tahun 2014 jumlah

keuangan/kekayaan negara yang berhasil diselamatkan pihak Kejaksaan melalui

penyelesaian perkara Tindak pidana korupsi sebagai berikut :

1. Eksekusi pidana denda sebesar Rp. 26.498.506.540,-

2. Eksekusi pidana uang pengganti sebesar Rp. 102.125.689.928,-

3. Eksekusi biaya perkara sebesar Rp. 2.090.500,-

4. Uang rampasan Rp. 478.160.698.128.30,-

5. Barang Rampasan Rp. 13.013.122.236,-

6. Uang rampasan setor ke kas daerah sebesar Rp. 83.305.313.436,-

7. Penyelamatan keuangan negara tahap penyidikan dan penuntutan sebesar

Rp. 390.526.490.570,- dan US Dolar 8.100.000,-15

Bila dilakukan perhitungan matematis antara kerugian keuangan negara sesuai

hasil laporan BPK tersebut di atas dengan besaran jumlah kerugian keuangan negara

yang diselamatkan oleh pihak Kejaksaan dalam proses penyelesaian perkara tindak

pidana korupsi, ternyata uang negara yang berhasil diselamatkan total nilainya masih

sangat kecil.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mempublikasikan hasil pemantauannya

pada tahun 2014 ditemukan adanya kerugian negara akibat korupsi adalah sebesar

Rp 5,29 triliun16

, sedangkan pada semester pertama tahun 2015, total kerugian negara

akibat korupsi adalah Rp 691,772 miliar dari 161 kasus. Namun yang diputus untuk

14

Laporan Tahunan Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2013, hlm. 53. 15

Ibid. hlm. 52. 16 http://www.tribunnews.com/nasional/2015/02/17/icw-kerugian-negara-tahun-2014-

akibat-korupsi-rp-529-triliun, diunduh hari Minggu, 7 Pebruari 2016, Jam 11.46 Wita.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

17

membayar uang pengganti hanya 99 kasus dengan total uang pengganti sebesar

Rp 63,175 miliar.17

Hal serupa dikemukakan juga oleh Rimawan Pradiptyo bahwa

kerugian negara akibat korupsi selama 2001-2013 mencapai Rp 96,37 triliun namun

total hukuman finansial yang dibebankan kepada koruptor hanya Rp 10,77 triliun

atau hanya 10,05 persen dari total kerugian negara.18

Fakta seperti ini tentunya

menguatkan pandangan bahwa korupsi sungguh-sungguh sangat merugikan keuangan

negara sehingga harus ditempuh cara-cara yang lebih progresif untuk mengembalikan

kerugian keuangan negara.

KPK sebagai satu-satunya lembaga dengan tugas khusus untuk mencegah dan

memberantas korupsi, telah berhasil menyelamatkan keuangan negara akibat

terjadinya Tindak pidana korupsi seperti terlihat pada tabel berikut :

Tabel 6

Pengembalian Kerugian Negara dari Perkara Tindak Pidana Korupsi

Yang Ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi

No Tahun Denda Pembayaran Uang Pengganti

1 2007 2.300.000,- 34.312.007.190,-

2 2008 2.750.000,- 387.861.132.964,-

3 2009 7.600.000.000,- 31.507.684.042,-

4 2010 5.842.000.000,- 40.282.956.146,-

5 2011 8.046.700.000,- 46.851.093.033,-

6 2012 4.500.000.000,- 16.539.520.000.-

7 2013 6.750.000.000,- 90.965.447.061,-

8 2014 8.950.000.000,- 10.295.648.128,-

Sumber : Bahan hukum sekunder, diolah.

17

http://nasional.harianterbit.com/nasional/2015/08/25/39272//25/ICW-Hanya-9-Persen-Kerugian-Negara-Akibat-Korupsi-yang-Digantikan, diunduh hari Minggu, 7 Pebruari 2016, Jam 11.56 Wita

18 http://jogja.antaranews.com/berita/336635/pakar-hukuman-finansial-koruptor-masih-

rendah, diunduh Sabtu, 13 Pebruari 2016, Jam 10.16 Wita.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

18

Penulis berpendapat kerugian negara akibat tindak pidana korupsi jumlah sangat

besar sedangkan yang dapat diselamatkan dalam proses penegakan hukum oleh aparat

penegak hukum pada tahapan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan oleh hakim

yang menjatuhkan pidana terhadap para pelaku sangat kecil.

Tumpak Hatorangan Panggabean, menyatakan bahwa kerugian negara akibat

korupsi tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 mencapai Rp 689,19 miliar. Angka itu

berasal dari berbagai proyek pengadaan barang dan jasa dengan nilai sekitar Rp1,9

triliun. Kerugian negara tersebut sebagian besar terjadi karena proses penunjukan

langsung dalam proyek pengadaan barang dan jasa. "Kerugian negara jenis ini

mencapai Rp 647 miliar atau 94 persen dari total kerugian negara, Sementara sisa

kerugian negara diakibatkan oleh praktik penggelembungan harga, yaitu sebesar

Rp 41,3 miliar atau enam persen dari total kerugian negara19

.

BPKP melaporkan hasil audit investigasi sepanjang 2008 - 2010 yang sudah

dilaporkan mencapai 478 kasus. Dari kasus tersebut, jumlah kerugian negara/daerah

diperkirakan mencapai Rp 939,04 miliar dan US$11,66 juta.20

Sedangkan menurut

Jaksa Agung RI, Basrif Arief sejak tahun 2004 hingga 2012 atau dalam kurun waktu 9

tahun, kerugian negara Republik Indonesia akibat tindak pidana korupsi mencapai

Rp. 39,3 triliun.21

Sedangkan KPK melansir kerugian negara akibat korupsi sepanjang

2004-2011 mencapai Rp 39,3 triliun.22

19

http://www.inilah.com/news/read/politik/2009/12/02/198522/kpk-akibat-korupsi-negara-rugi-rp- 689-miliar/, diakses tanggal 7 Maret 2010. (Tumpak Hatorangan Pangabean adalah mantan wakil ketua KPK periode 2003-2007 dan juga menjadi pelaksana tugas ketua KPK pasca Antasari Azhar dicopot dari jabatannya karena kasus pembunuhan Nazarudin).

20 http://m.news.viva.co.id/news/read/201631-bpkp--kerugian-negara-mencapai-rp939-

miliar, diunduh 10 des, 2013 jam 19,05 wita. 21

Ibid. 22

http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/372404-puluhan-triliun-rupiah-menguap-akibat-korupsi, diunduh tanggal 10 Desember 2013, Jam : 19.20. Wita

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

19

Memperhatikan sajian data di atas, ternyata bahwa kerugian negara akibat

terjadi tindak pidana korupsi sangat besar jumlahnya sedangkan penyelamatan uang

negara melalui proses judisial melalui jalur pengadilan memperlihatkan hasil yang

masih rendah/kecil. Kondisi seperti ini tentunya tidak bisa dibiarkan terus

berlangsung tetapi harus dicarikan solusi pemecahannya dengan upaya pembaruan

maupun pembentukan legislasi dan regulasi yang baru demi mengatasi kondisi

tersebut termasuk usaha rekonstruksi ketentuan sanksi pidana dalam undang-undang

Tindak pidana korupsi karena tidak lagi memadai dan responsif untuk mengembalikan

kerugian negara akibat terjadinya Tindak pidana korupsi dengan modus-modus yang

baru.

Menurut Saldi Isra, hukuman bagi koruptor harus diperberat sekaligus koruptor

dimiskinkan dengan menyita seluruh harta dan segala manfaat dari hasil korupsinya

sehingga hukuman itu akan memberikan efek jera23

. Untuk memberikan efek jera,

menurut wakil koordinator badan pekerja Indonesia Corruption Watch Emerson

Yuntho, hukuman terhadap koruptor seharusnya dibuat secara kumulatif sehingga

pidana yang dijatuhkan menjadi maksimal. Namun, ini bisa dilakukan apabila

pemerintah dan DPR merevisi UU Pemberantasan Tindak pidana korupsi, khususnya

di bagian lamanya pemidanaan24

.

Terkait dengan masalah pemidanaan, Trimedya Panjaitan berpendapat perlu ada

klasifikasi terhadap vonis kasus korupsi sehingga lebih mengakomodasi rasa keadilan

masyarakat. Variabel seperti penyelenggara negara atau penegak hukum serta nilai

kerugian negara dalam jumlah tertentu perlu menjadi pertimbangan dalam

menjatuhkan vonis. Misalnya, jika pelakunya penegak hukum, vonisnya bisa lebih

23 http://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/1356-koruptor-harus-ganti-biaya-sosial-dan-

ekonomi, diunduh pada tanggal 5 Desember 2013, jam. 13.56. wita. 24

http://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/1356-koruptor-harus-ganti-biaya-sosial-dan-ekonomi, diunduh pada tanggal 5 Desember 2013, jam. 13.56. wita.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

20

berat, atau misalnya kerugian negara lebih dari Rp 10 miliar dapat dihukum pidana di

atas 10 tahun.25

Abraham Samad menyatakan putusan-putusan pengadilan tindak pidana korupsi

belum memuaskan rasa keadilan masyarakat dan belum memberikan efek jera bagi

para koruptor26

. Oleh karena itu menurut Busyro Muqoddas, hakim pengadilan tindak

pidana korupsi harus responsif dan berpikir ke depan dalam mengadili terdakwa kasus

korupsi27

.

Berbagai pendapat seperti dipaparkan di atas merupakan harapan masyarakat

agar koruptor dijatuhi dengan hukuman yang berat agar dapat memberikan efek jera

kepada calon koruptor namun kenyataannya sesuai hasil penelitian Indonesia

Corruption Watch (ICW) selama tahun 2013 Majelis Hakim Pengadilan Tindak

Pidana Korupsi menjatuhkan vonis pidana kepada koruptor dengan lama masa pidana

penjara rata-rata 2 tahun 11 bulan dan pada tahun 2014 rata-rata lama masa pidana

penjara adalah 2 tahun 8 bulan, sedangkan pada tahun 2015 rata-rata lama masa

pidana penjara adalah 2 tahun 2 bulan28

.

Bukti hakim yang berpikir progresif sekaligus mau menyelamatkan uang negara

serta memberi efek jera kepada koruptor antara lain ditunjukkan oleh hakim agung

Artidjo Alkostar, M.S. Lumme dan Mohammad yang telah menjatuhkan vonis yang

lebih berat bagi Angelina Sondahk yang semula hanya 4 tahun 6 bulan, menjadi

12 tahun penjara denda Rp. 500 juta dan membayar uang pengganti kerugian negara

25

Ibid. 26

Abraham Samad dalam KPK Tak Lekang, Penyunting : Arif Zulkifli,dkk, 2013. Penerbit PT Gramedia, Jakarta, hlm. 91.

27 Ibid.

28 http://kpk.go.id/id/berita/berita-sub/3230-vonis-rendah-hambat-penegakan-hukum,

diunduh pada Jumat, 12 Februari 2016, Jam 10.41 Wita

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

21

Rp. 12,58 miliar dan USD 2,35 juta.29

Selain itu pada peradilan tingkat banding,

pemikiran dan pendekatan progresif juga telah ditunjukkan oleh hakim Pengadilan

Tinggi DKI Jakarta yaitu Roki Panjaitan, Humuntal Pane, M Djoko, Sudiro, dan

Amiek pada Rabu 18 Desember 2013 telah menerima upaya hukum banding yang

diajukan oleh jaksa penuntut umum KPK dan memperbaiki putusan Pengadilan

Tindak Pidana Korupsi Jakarta, sehingga telah menjatuhkan putusan kepada Irjen

Djoko Soesilo sesuai tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK yaitu dihukum penjara 18

tahun dan denda Rp. 1 miliar subsider 1 tahun kurungan dan membayar uang

pengganti kerugian negara sebesar Rp. 32 miliar dan hukuman berupa pencabutan hak

politik untuk memilih dan dipilih.30

Putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang juga patut

diapresiasi adalah Putusan hakim dalam kasus korupsi dengan terdakwa Ir. Jero

Watjik, S.E., mantan Menteri ESDM pada era pemerintahan Soesilo Bambang

Yudhoyono yang telah divonis dengan hukuman penjara 4 (empat) tahun denda

Rp. 150 juta subsider 3 (tiga) bulan penjara dan membayar uang pengganti sebesar

Rp. 5, 07 miliyar subsider satu tahun penjara.

Putusan hakim dalam kasus korupsi sangat variatif dan masih banyak terjadi

diskriminasi putusan terutama terkait pidana tambahan pembayaran uang pengganti

dan subsider pidana penjara pengganti yang tidak memenuhi harapan dan rasa

keadilan masyarakat, seperti terlihat dalam putusan-putusan Mahkamah Agung yang

penulis sajikan dalam tabel berikut.

29 jpnn.com/read/2013/11/30/203446/Tangani-Kasus-Soeharto-hingga-Angelina-Sondakh-

dan-dr-Ayu- diunduh pada tanggal 10 Desember 2013, Jam 19.20 Wita. 30

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52b26c04e2473/putusan-banding-cabut-hak-politik-djoko-susilo, diunduh selasa 06 mei 2014 jam 22.31 wita.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

22

Tabel 7

Disparitas Putusan Mahamah Agung Atas Kasus Korupsi Yang Memuat

Pidana Tambahan Pembayaran Uang Pengganti dan Subsider Penjara Pengganti

Nomor Putusan Pembayaran Uang

Pengganti (Rp)

Subsider Penjara

Pengganti (Bulan)

470 K/Pid.Sus/2012 70.709.700,- 1

2188 K/Pid.Sus/2012 1.000.000,- 1

204 K/Pid.Sus/2012 818.565.000,- 2

803 K/Pid.Sus/2012 5.700.000,- 2

2240 K/Pid.Sus/2012 237.218.510,- 2

2 K/Pid.Sus/2012 2.763.058.855,- 3

346 K/Pid.Sus/2012 2.400.250,- 3

1230 K/Pid.Sus/2012 286.500.000,- 3

2281 K/Pid.Sus/2012 30.550.000,- 3

181 K/Pid.Sus/2012 300.000.000,- 4

719 K/Pid.Sus/2012 12.997.111,- 4

1272 K/Pid.Sus/2012 243.985.150.- 4

474 K/Pid.Sus/2012 946.736.000,- 6

476 K/Pid.Sus/2012 7.250.000,- 6

521 K/Pid.Sus/2012 408.303.600,- 6

823 K/Pid.Sus/2012 26.034.000,- 6

1269 K/Pid.Sus/2012 228.462.120,- 6

1188 K/Pid.Sus/2012 62.950.000,- 10

137 K/Pid.Sus/2012 19.545.000,- 12

155 K/Pid.Sus/2012 2.654.030.000,- 12

2027 K/Pid.Sus/2012 1.306.700.000,- 12

2198 K/Pid.Sus/2012 66.822.000,- 12

2327 K/Pid.Sus/2012 250.000.000,- 12

1348 K/Pid.Sus/2012 100.266.500,- 15

1488 K/Pid.Sus/2012 16.069.932.964,- 21

161 K/Pid.Sus/2012 5.300.000.000,- 24

556 K/Pid.Sus/2012 362.867.802,- 24

1221 K/Pid.Sus/2012 178.166.611,- 30

253 K/Pid.Sus/2012 10.586.575.000,- 36

313 K/Pid.Sus/2012 20.500.000.000,- 36

356 K/Pid.Sus/2012 2.664.500.000,- 36

664 K/Pid.Sus/2012 770.000.000,- 36

Sumber : Hasil Penelitian ICW31

, diolah.

31

Ibid. hlm.54-64

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

23

Adanya perbedaan dalam penjatuhan hukuman atau disparitas pemidanaan pada

dasarnya adalah hal yang wajar, karena dapat dipastikan bahwa tidak ada perkara

yang benar-benar sama. Disparitas pemidanaan menjadi masalah ketika rentang

perbedaan hukuman yang dijatuhkan antara perkara yang serupa sedemikian besarnya

sehingga menimbulkan kesan ketidakadilan dalam masyarakat. Disparitas pemidanaan

dalam perkara korupsi bukanlah hal yang baru, karena disparitas pemidanaan tidak

hanya terbatas pada pidana pokok dan pidana denda, tetapi juga menyangkut

pembayaran uang pengganti dan subsider penjara pengganti manakala uang pengganti

tidak dibayar oleh terpidana. Padahal pidana pembayaran uang pengganti merupakan

kekhasan dari perkara tindak pidana korupsi32

.

Terjadinya disparitas pidana penjara pengganti seperti terlihat pada tabel di atas,

harus segera diatasi karena akan menimbulkan ketidakadilan dalam masyarakat.

Meskipun hakim memiliki diskresi dalam menjatuhkan vonis bagi terdakwa, namun

perlu dibuatkan pedoman pemidanaan agar tercipta vonis hakim yang memenuhi rasa

keadilan masyarakat, dan secara khusus terkait subsider pidana penjara pengganti

harus dibuatkan kategorisasi sehingga rentangan waktu pidana penjara pengganti

dapat disesuaikan dengan besaran pembayaran uang pengganti yang harus dibayar

oleh terpidana.

Dalam Pasal 10 KUHP disebutkan jenis-jenis pidana terdiri atas :

a. Pidana pokok meliputi :

1. Pidana mati;

2. Pidana penjara;

3. Pidana kurungan;

4. Pidana denda;

5. Pidana tutupan.

32

Tama S. Langkun, (dkk), 2014. Studi Atas Disparitas Putusan Pemidanaan Perkara Tindak Pidana Korupsi, ICW, hlm. 11.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

24

b. Pidana tambahan meliputi :

1. Pencabutan hak-hak tertentu;

2. Perampasan barang-barang tertentu;

3. Pengumuman putusan hakim.

Pengaturan jenis-jenis pidana dalam Pasal 10 KUHP di atas, merupakan

ketentuan yang bersifat umum (lex generalis) sedangkan jenis – jenis pidana

(strafsoort) yang terdapat dalam Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi (UU PTPK) merupakan lex specialis memiliki beberapa perbedaan dengan

KUHP.

Tabel 8

Ancaman Sanksi Pidana Dalam UU PTPK

Pasal

Jenis Ancaman Pidana

Pidana Mati Pidana Penjara Pidana Denda

- Minimal Maksimal Minimal (Rp) Maksimal (Rp)

Pasal 2 (1) - 4 tahun Seumur

hidup

200.000.000,- 1.000.000.000,-

Pasal 2 (2) Pidana Mati - - - -

Pasal 3 - 1 tahun Seumur

hidup

50.000.000,- 1.000.000.000,-

Pasal 5 (1) - 1 tahun 5 tahun 50.000.000,- 250.000.000,-

Pasal 6 (1) - 3 tahun 15 tahun 150.000.000,- 750.000.000,-

Pasal 7 (1) - 2 tahun 7 tahun 100.000.000,- 350.000.000,-

Pasal 8 - 3 tahun 15 tahun 150.000.000,- 750.000.000,-

Pasal 9 - 1 tahun 5 tahun 50.000.000,- 250.000.000,-

Pasal 10 - 2 tahun 7 tahun 100.000.000,- 350.000.000,-

Pasal 11 - 1 tahun 5 tahun 50.000.000,- 250.000.000,-

Pasal 12 - 4 tahun 20 tahun 200.000.000,- 1.000.000.000,-

Pasal 12A

ayat (2)

- -- 3 tahun -- 50.000.000,-

Pasal 12B

ayat (2)

- 4 tahun 20 tahun 200.000.000,- 1000.000.000,-

Pasal 13 - -- 3 tahun -- 150.000.000,-

Pasal 21 - 3 tahun 12 tahun 150.000.000,- 600.000.000,-

Pasal 22 - 3 tahun 12 tahun 150.000.000,- 600.000.000,-

Pasal 23 - 1 tahun 6 tahun 50.000.000,- 300.000.000,-

Pasal 24 - -- 3 tahun -- 150.000.000,-

Sumber : Bahan hukum sekunder, diolah

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

25

Merujuk sajian data pada tabel di atas, jenis pidana pokok yang terberat bagi

seorang pelaku tindak pidana korupsi adalah pidana mati, pidana penjara seumur

hidup dan denda maksimalnya satu miliyar rupiah. Sampai dengan saat ini dalam

proses perkara tindak pidana korupsi, belum pernah ada vonis pidana mati bagi

seorang koruptor di Indonesia. Pidana yang terberat yang pernah dijatuhkan oleh

hakim dalam perkara tindak pidana korupsi adalah pidana penjara seumur hidup yang

dijatuhkan oleh majelis hakim kepada Adrian Waworuntuh dan Muhammad Akil

Mochtar33

.

Di samping pidana pokok tersebut perihal pidana tambahan dalam UU PTPK

diatur dalam Pasal 18 selengkapnya penulis kutip di bawah ini :

Pasal 18

(1) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah:

a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau tidak berwujud atau

barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari

tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak

pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan

barang-barang tersebut;

b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama

dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama

1 (satu) tahun;

d. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan

seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan

oleh Pemerintah kepada terpidana.

(2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) huruf b paling lama waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat

disita oleh jaksa dan dapat dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

(3) Dalam hal terpidana tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk

menbayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b,

maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman

33 http://news.detik.com/berita/2842185/akil-mochtar-koruptor-kedua-yang-dikirim-ke-penjara-

hingga-meninggal-dunia, diunduh Rabu, 9 Desember 2015, Jam 2.36 Am.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

26

maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan dalam undang-undang ini

dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.

Demi mewujudkan putusan hakim dalam kasus korupsi yang memenuhi rasa

keadilan masyarakat dan memberikan efek jera serta dapat mengembalikan kerugian

keuangan negara, maka menurut penulis perlu dilakukan revisi terhadap jenis-jenis

sanksi pidana (strafsoort) dan lamanya masa pidana (strafmaat) yang ada dalam UU

PTPK yang sekarang berlaku sekaligus diatur pedoman bagi hakim dalam

menjatuhkan pidana penjara, pidana denda maupun pidana tambahan pembayaran

uang pengganti serta perlu dilakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan

dengan instrumen hukum internasional seperti UNCAC 2003 maupun UNCATOC

yang telah diratifikasi oleh pemerintah. Hal ini sejalan trend dalam pemberantasan

tindak pidana korupsi saat ini adalah tidak hanya dapat mempidanakan para pelaku

tetapi juga harus dapat memulihkan kerugian keuangan negara.34

Terkait dengan masalah pengembalian kerugian keuangan negara akibat

terjadinya tindak pidana korupsi hingga saat ini masih menjadi kendala dalam proses

penegakan hukum, karena jaksa sebagai pihak penuntut dan hakim sebagai pihak yang

memiliki kewenangan menjatuhkan putusan bagi koruptor lebih berorientasi pada

pidana penjara dan pidana denda. Hanya sedikit saja hakim yang menjatuhkan juga

pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti seperti diatur dalam Pasal 18

ayat (1) huruf b UU PTPK terhadap pelaku tindak pidana korupsi.

Selain itu belum adanya satu kesatuan sikap hakim yang mengadili perkara

korupsi untuk menjatuhkan pidana tambahan pembayaran uang pengganti

sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) huruf b UU PTPK, seperti

34

Laporan Tahunan Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2013, hlm. 51

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

27

nyata dalam kasus korupsi yang diadili di Pengadilan Negeri Maros dengan terdakwa

Muh. Yasin, Pekerjaan Kontaktor/Direktur CV. Nur Azizah,

Terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum, didakwa melakukan Tindak pidana

korupsi mark-up rencana anggaran belanja (RAB) pembangunan Pasar Sentral Maros

yang merugikan negara/Pemda Maros sebesar Rp. 175.800.545.000.- sehingga oleh

karenanya terdakwa dituntut dengan dakwaan Primer melanggar Pasal 2 ayat (1) jo

Pasal 18 UU N0. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1)

ke - 1, KUHP, dan dakwaan Subsider melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU N0. 31

Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke - 1, KUHP.

Ketika persidangan di PN Maros, terdakwa terbukti melanggar dakwaan Primer:

Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU N0. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 jo

Pasal 55 ayat (1) ke - 1, KUHP. Oleh sebab itu JPU menuntut terdakwa dijatuhi

pidana penjara 4 tahun, denda 50 juta rupiah subsider satu bulan kurungan, dan

membayar uang Pengganti Rp. 85.220.690. Subsider tiga bulan penjara. Sesuai

putusan hakim PN Maros No. 111/Pid.B/2005/PN. Maros. tertanggal 1 Agustus 2006,

Terdakwa Muh. Yasin terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah

melakukan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu terdakwa dihukum dengan pidana

penjara selama 4 (empat) tahun, denda 50 Juta subsider satu bulan kurungan serta

membayar uang pengganti sebesar Rp. 38.847.236. subsider tiga bulan penjara.

Atas putusan PN. Maros tersebut di atas, terdakwa Muh. Yasin mengajukan

upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Makasar. Selanjutnya terhadap upaya

hukum banding tersebut hakim PT Makasar memberikan putusan sesuai Putusan PT

Makasar No. 345/Pid./2006/PT.MKS. tertanggal 21 Agustus 2007, dengan amar

putusan :

1. Menerima permintaan banding dari Terdakwa Muh. Yasin;

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

28

2. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Maros, tanggal 1 Agustus 2006,

No. 111/Pid.B/2005PN.Maros, yang dimintakan banding;

Mengadili sendiri :

1. Menyatakan surat dakwaan JPU kabur (obscuur libel)

2. Menyatakan surat dakwaan tersebut batal demi hukum

3. Membebaskan terdakwa Muh Yasin dari dakwaan tersebut

4. Membebankan biaya perkara kepada negara

Terhadap putusan PT Makasar tersebut JPU pada Kejaksaan Negeri Klas IB

Maros mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung, yang kemudian oleh

hakim MA memberikan putusan sesuai dengan Putusan MA RI No. 353 K/

Pid.Sus/2008 tanggal 28 April 2008, dengan amar putusan selengkapnya sebagai

berikut :

1. Mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi : JPU pada Kejaksaan

Negeri Klas IB Maros.

2. Membatalkan putusan Putusan PT Makasar, Tertanggal 21 Agustus 2007,

No. 345/Pid./2006/PT.MKS. yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Klas

IB Maros, tanggal 1 Agustus 2006, No. 111/Pid.B/2005PN.Maros.

Mengadili sendiri :

1. Menyatakan terdakwa Muhammad Yasin terbukti secara sah dan meyakinkan telah

bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama.

2. Menghukum terdakwa Muhammad Yasin dengan pidana penjara selama 4 (empat)

tahun dan denda sebesar 50 juta, subsider pidana kurungan selama satu bulan.

3. Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 38.847.236,-

subsider pidana penjara selama tiga bulan.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

29

Terdakwa Muhammad Yasin selanjutnya mengajukan upaya hukum Peninjauan

Kembali atas putusan MA tersebut dan hakim MA yang mengadili perkara tersebut

pada tingkat peninjauan kembali memberikan putusan sesuai Putusan MA RI No. 32

PK/ Pid.Sus/2009, tertanggal 8 Januari 2010, sebagai berikut :

1. Mengabulkan permohonan PK dari Muh. Yasin

2. Membatalakan putusan MA RI No. 353 K/Pid.Sus/2008 tanggal 28 April 2008 jo.

Putusan PT Makasar, No. 345/Pid./2006/PT.MKS. tanggal 21 Agustus 2007, jo

putusan Pengadilan Negeri Klas IB Maros, No. 111/Pid.B/2005PN.Maros. tanggal

1 Agustus 2006,

Mengadili sendiri :

1. Menyatakan terdakwa Muh. Yasin tidak terbukti secara sah dan meyakinkan

melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan dalam semua dakwaan;

2. Membebaskan terdakwa dari dakwaan tersebut.

3. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta

martabatnya;

4. Menetapkan barang bukti tetap terlampir dalam berkas perkara dan dijadikan bukti

dalam perkara lain sedangkan barang bukti yang berupa uang tunai sebesar

90.579.694.,- dikembalikan kepada yang berhak.

5. Membebankan biaya perkara dalam semua tingkat peradilan kepada negara.

Putusan atas kasus tersebut di atas, tentunya menarik untuk dikaji terutama

pemeriksaan pada tingkat Mahkamah Agung, karena pada saat pemeriksaan Kasasi

hakim MA sependapat dengan JPU namun kemudian hakim MA juga yang pada saat

pemeriksaan Peninjauan Kembali justru membatalkan putusan hakim MA yang

memeriksa perkara korupsi tersebut pada tingkat kasasi dan mengabulkan

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

30

permohonan terdakwa. Artidjo Alkostar selaku salah satu anggota majelis hakim

yang mengadili perkara tersebut mengajukan dissenting opinium yang pada intinya

menolak alasan-alasan pemohon peninjauan kasasi. Namun karena putusan diambil

secara musyawarah dan demokratis maka permohonan PK Muh. Yasin diterima.35

Apabila kita mengkaji dan menganalisis rumusan ketentuan Pasal 17 dan

Pasal 18 ayat (1) huruf b UU PTPK, ternyata ada kekaburan norma (vage normen)

bila harus digunakan oleh hakim sebagai dasar hukum dalam menjatuhkan pidana

tambahan berupa pembayaran uang pengganti karena dalam bagian penjelasan

Pasal 18, tidak ada penjelasan tentang ukuran atau pedoman dasar yang dapat dipakai

oleh hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti.

Dalam rumusan ketentuan Pasal 17 secara tegas diatur sebagai berikut : “Selain

dapat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5, sampai

dengan Pasal 14, terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 18”.

Rumusan norma sanksi dalam Pasal 17 tersebut, tidak mengandung makna atau

pengertian wajib tetapi bersifat fakultatif dalam artian hakim bebas untuk

menjatuhkan ataupun tidak menjatuhkan pidana tambahan sebagaimana diatur dalam

Pasal 18 tersebut kepada terdakwa, karena hakim memiliki kewenangan diskresi.

Dalam perspektif keilmuan hukum, menurut Philipus M. Hadjon dalam

menghadapi norma hukum yang kabur, langkah pertama harus berpegang pada rasio

hukum yang terkandung dalam aturan itu dan selanjutnya menetapkan metode

interpretasi apakah yang paling tepat digunakan untuk menjelaskan norma yang kabur

35

Putusan MA RI, Nomor : 32 PK/Pid.Sus/ 2009.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

31

itu.36

Bagi Curzon, interpretasi atau penafsiran diartikan memberikan makna yang

tepat, arti kata suatu pasal undang-undang; konstruksi merujuk pada mengatasi

ambiguitas atau multi tafsir, kekaburan dan ketidakpastian norma hukum pasal-pasal

undang-undang.37

Solusi dalam mengatasi norma kabur dapat dilakukan dengan cara interpretasi,

seperti dijelaskan oleh Ahmad Rifai bahwa secara umum ada 11 (sebelas) macam

metode interpretasi hukum sebagai berikut :

1. Interpretasi gramatikal, yaitu menafsirkan kata-kata dalam undang-undang

sesuai kaidah bahasa dan kaidah hukum tata bahasa;

2. Interpretasi historis, yaitu mencari maksud dari peraturan perundang-

undangan itu seperti apa yang dilihat oleh pembuat undang-undang itu

dibentuk dulu;

3. Interpretasi sistematis, yaitu metode yang menafsirkan undang-undang

sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan, artinya tidak

satu pun dari peraturan perundang-undangan tersebut dapat ditafsirkan

seakan-akan berdiri sendiri, tetapi harus selalu dipahami dalam kaitannya

dengan jenis peraturan lainnya;

4. Interpretasi teleologis/sosiologis, yaitu pemaknaan suatu aturan hukum yang

ditafsirkan berdasarkan tujuan pembuatan aturan hukum tersebut dan apa

yang ingin dicapai dalam masyarakat;

5. Interpertasi komparatif merupakan metode penafsiran dengan jalan

memperbandingkan antara berbagai sistem hukum. Dengan

memperbandingkan hendak dicari kejelasan mengenai makna suatu

ketentuan peraturan perundang-undangan;

6. Interpretasi futuristik/antisipatif merupakan metode penemuan hukum yang

bersifat antisipasi yang menjelaskan undang-undang yang berlaku sekarang

(ius constitutum) dengan berpedoman pada undang-undang yang belum

mempunyai kekuatan hukum (ius constituendum);

7. Interpretasi restriktif, yaitu metode penafsiran yang sifatnya membatasi atau

mempersempit makna dari suatu aturan;

8. Interpretasi ekstensif, yaitu metode interpretasi yang membuat interpretasi

melebihi batas-batas yang biasa dilakukan melalui interpretasi gramatikal;

9. Interpretasi autentik, yakni dimana hakim tidak diperkenankan melalukan

penafsiran dengan cara lain selain dari apa yang ditentukan pengertiannya di

dalam undang-undang itu sendiri;

10. Interpretasi interdisipliner, yakni dimana hakim akan melakukan penafsiran

yang disandarkan pada harmoni-sasi logika yang bersumber pada asas-asas

hukum lebih dari satu cabang kekhususan dalam disiplin ilmu hukum;

36 Philipus M. Hadjon,1994. Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif), Fakultas Hukum

Universitas Airlangga, Surabaya, hlm. 26 37

Atmadja, I Dewa Gede, 2013. Filsafat Hukum Dimensi Tematis & Historis, Setara Press, Malang, hlm. 19.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

32

11. Interpretasi multidisipliner, yakni dimana hakim mem-butuhkan verifikasi

dan bantuan dari disiplin ilmu lain untuk menjatuhkan suatu putusan yang

seadil-adilnya serta memberikan kepastian bagi para pencari keadilan.38

Sudikno Merto Kusumo menjelaskan interpretasi atau penafsiran merupakan

salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gamblang

mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan

sehubungan dengan peristiwa tertentu.39

Menghadapi situasi problematis dalam upaya pengembalian uang negara akibat

terjadinya tindak pidana korupsi, penulis berpendapat harus dilakukan rekonstruksi

dan harmonisasi terhadap Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang

Undang Nomor 20 Tahun 2001, agar upaya pengembalian kerugian keuangan negara

dapat dilaksanakan secara optimal dan efektif oleh aparat penegak hukum yang

bersinergis dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Berkenaan dengan fakta seperti diuraikan di atas, penulis berpendapat bahwa

harus dilakukan suatu pengkajian yang komprehensif terhadap berbagai legislasi

maupun regulasi yang berkaitan dengan kebijakan dan strategi pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana korupsi, melalui pendekatan yang bersifat integratif

secara bersinergis untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang masalah di atas, penulis

merumuskan masalah yang akan dikaji dalam disertasi ini sebagai berikut :

1. Mengapa diperlukan sanksi pidana tambahan pembayaran uang pengganti dalam

undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi?

38 Ahmad Rifai, 2011. Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif,

Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 62-72. 39

Sudikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Cet. 1, Citra Aditya Bakti, 1993, hlm.13.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

33

2. Bagaimana formulasi/rumusan sanksi pidana tambahan pembayaran uang

pengganti dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi?

3. Bagaimana sebaiknya formulasi / rumusan sanksi pidana pembayaran uang

pengganti dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi perspektif

ius constituendum?.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian disertasi ini adalah :

1.3.1. Tujuan umum yaitu melakukan pengkajian dan analisis secara holistik dan

kritis terhadap dasar pemikiran filosofis, sosiologis, yuridis dan teoritis

penetapan dan penerapan sanksi pidana pembayaran uang pengganti dalam

undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.

1.3.2. Tujuan Khusus terbagi atas :

a. Mengkaji secara kritis justifikasi pentingnya sanksi pidana tambahan

pembayaran uang pengganti diatur secara jelas dan tegas dalam undang-

undang pemberantasan tindak pidana korupsi.

b. Melakukan pengkajian dan analisis secara kritis terhadap formulasi/rumusan

norma sanksi pidana tambahan pembayaran uang pengganti dalam undang-

undang pemberantasan tindak pidana korupsi.

c. Merekonstruksi dan memformulasi sanksi pidana pembayaran uang

pengganti dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi

sebagai sarana pengembalian kerugian keuangan negara dalam penegakan

hukum kasus tindak pidana korupsi dimasa mendatang.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

34

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat teoritis yaitu hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai tambahan

referensi ilmu hukum terkait masalah korupsi disamping itu kajian dalam

disertasi ini dapat dijadikan rujukan dalam penyusunan naskah akademik

pembaharuan undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi khususnya

yang terkait formulasi/rumusan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana

korupsi.

1.4.2. Manfaat praktisnya adalah pemikiran penulis dalam penelitian ini dapat

dimanfaatkan oleh pihak pembentuk undang-undang, dalam hal ini pihak

legislatif dan pihak eksekutif ketika menyusun konsep rumusan sanksi pidana

pembayaran uang pengganti dalam pembaharuan Undang-Undang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Nomor 31 Tahun 1999) pada masa

mendatang (ius constituendum) sedangkan bagi hakim pengadilan tindak pidana

korupsi hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan teoritis dalam mengadili dan

menjatuhkan putusan tambahan berupa pembayaran uang pengganti terhadap

pelaku tindak pidana korupsi.

1.5. Orisinalitas Penelitian

Setelah melakukan penelusuran kepustakaan maupun penelusuran melalui

media internet ditemukan beberapa penelitian disertasi yang telah dilakukan

berkenaan dengan tindak pidana korupsi antara lain sebagai berikut :

1. Disertasi dengan judul : Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi

Dalam Rangka Pengembalian Keuangan Negara, yang ditulis oleh A. Djoko

Sumaryanto, Alumni Program Doktor Program Pascasarjana Universitas Airlangga

Surabaya tahun 2008, yang membahas 3 (tiga) masalah yaitu (1) Apa konsep

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

35

kerugian keuangan negara dan bagaimana upaya pemulihan keuangan negara

dalam perspektif hukum pidana?; (2) Pembalikan beban pembuktian tindak pidana

korupsi dalam kaitannya dengan tujuan hukum pidana; (3) Bagaimana model

pembalikan beban pembuktian terhadap pengembalian kerugian keuangan negara

dalam tindak pidana korupsi di masa mendatang?.

2. Disertasi dengan judul “ Problematik Sistem Hukum Pidana dan Implikasi pada

Penegakan Hukum Tindak pidana korupsi”, ditulis oleh IGM. Nurdjana alumni

Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta tahun 2009,

menjelaskan tentang pengaruh sistem hukum global terhadap sistem hukum di

Indonesia khususnya perkembangan sistem hukum pidana. Kondisi ini sangat

mempengaruhi perkembangan peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang Tindak pidana korupsi sebagai produk politik hukum di Indonesia.

Konfigurasi atas kondisi sistem hukum pidana sangat berpengaruh signifikan dan

berimplikasi buruk dalam penegakan hukum Tindak pidana korupsi. Praktek

menegakkan hukum yang didasarkan pada penerapan sistem hukum dan dogmatik

hukum menurut hukum positip Indonesia menjadikan “anomali” dan menciptakan

problematik sistem hukum pidana bahkan telah terjebak teori gunung es yaitu

perkembangan korupsi di Indonesia telah menjadi bahaya laten.

3. Formulasi Rumusan Tindak Pidana Penerima Hasil Korupsi Dalam Perspektif

Kebijakan Pemberantasan Korupsi Di Indonesia, yang ditulis oleh Herlambang dan

telah dipertahankan dalam Sidang Penguji Disertasi Universitas Brawijaya Malang

pada tahun 2011.

Adapun rumusan masalah yang dikaji dan dibahas dalam disertasi berkaitan

dengan pertanyaan bagaimanakah bentuk formulasi norma perbuatan tindak pidana

penerima hasil korupsi; bagaimanakah konsep pertanggungjawaban pidana

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

36

penerima hasil korupsi dan bagaimanakah jenis sanksi yang sesuai bagi penerima

hasil korupsi.

Hasil penelitiannya adalah bahwa bentuk formulasi tindak pidana penerima hasil

korupsi belum diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia sejak

Indonesia merdeka hingga saat ini. Oleh karena itu direkomendasikan agar Tindak

Pidana Penerima Hasil Korupsi sebaiknya ditetapkan sebagai salah satu perbuatan

korupsi dan ditambahkan pada Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah

diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001, dalam Pasal khususnya

diantara Pasal 13 dan Pasal 14 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999.

4. Merampas Aset Koruptor Solusi Pemberantasan Korupsi di Indonesia, ditulis oleh

Muhammad Yusuf, Alumni program Doktor Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran

Bandung, 2012, membahas dua masalah pokok yaitu (1) Apakah konsep

perampasan asset berdasarkan Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang

Undang Nomor 20 Tahun 2001, telah secara optimal mengembalikan kerugian

keuangan negara?; dan (2) Bagaimana kebijakan hukum perampasan asset tanpa

tuntutan pidana berdasarkan konvensi PBB anti korupsi dapat secara efektif

mengembalikan kerugian keuangan negara?.

5. Formulasi Pedoman Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Penyelenggara Negara

yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi yang ditulis Aulia, dan telah

dipertahankan di depan Majelis Penguji dalam ujian terbuka Disertasi Universitas

Brawijaya Malang pada tanggal 5 Oktober 2012.

Adapun 2 (dua) masalah yang dikaji dan dibahas dalam disertasi yaitu :

(1) Bagaimana penjatuhan sanksi pidana terhadap penyelenggara Negara yang

melakukan tindak pidana korupsi? (2) Bagaimana formulasi pedoman penjatuhan

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

37

sanksi pidana terhadap penyelenggara Negara yang melakukan tindak pidana

korupsi?

Hasil penelusuran dan pengkajian yang penulis lakukan terhadap judul, rumusan

masalah, isi serta simpulan dari masing-masing disertasi tersebut di atas, diketahui

bahwa penelitian dengan judul dan permasalahan seperti yang akan diteliti oleh

penulis belum dibahas dalam disertasi maupun tesis tersebut di atas dan oleh karena

itu penulis berpendapat bahwa penelitian yang akan dilakukan untuk penulisan

disertasi ini memenuhi aspek orisinalitasnya.

1.6. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan proses kegiatan berpikir dan bertindak logis,

metodis dan sistematis mengenai gejala yurisdis, peristiwa hukum atau fakta empiris

yang terjadi atau yang ada disekitar kita untuk direkonstruksi guna mengungkapkan

kebenaran yang bermanfaat bagi kehidupan.40

Oleh karenanya menentukan pilihan

untuk menggunakan suatu metode tertentu dalam kegiatan penelitian ilmiah

merupakan hal yang amat penting dan strategis demi menjamin kualitas dan validitas

hasil penelitian.

Jujun S. Suriasumantri, menjelaskan bahwa metode adalah prosedur atau cara

untuk mengetahui sesuatu berdasarkan langkah-langkah yang sistematis41

. Sedangkan

menurut IK. Rai Setiabudhi, metode penelitian digunakan sebagai alat untuk

membantu menjawab permasalahan dalam penelitian melalui prosedur, cara dan

40

Abdulkadir Muhamad, 2004. Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 2.

41 Jujun S. Suriasumantri, 1990. Filsafat Ilmu, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 119.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

38

teknik dengan menggunakan langkah-langkah penelitian dan menggunakan penalaran

serta berpikir yang logis analitis42

.

Merujuk pada pendapat kedua pakar hukum tersebut di atas, maka dalam

penelitian untuk penulisan disertasi ini penulis tunduk dan patuh pada berbagai

langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam melakukan suatu penelitian khususnya

penelitian hukum normatif.

1.6.1. Jenis Penelitian

Menurut Johny Ibrahim penelitian normatif adalah penelitian hukum yang

berusaha menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi

normatifnya43

. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, penelitian

hukum normatif mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap

sistematik hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal,

perbandingan hukum dan sejarah hukum44

.

Abdulkadir Muhamad menyatakan bahwa penelitian hukum normatif adalah

penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek yaitu aspek teori,

sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi,

konsistensi, penjelasan umum dan Pasal demi Pasal, formalitas dan mengikatnya

suatu undang-undang serta bahasa hukum yang digunakan. Penelitian normatif tidak

mengkaji aspek terapan atau implementasinya, maka penelitian hukum normatif

42

IK. Rai Setiabudhi, 2010. Kedudukan dan Fungsi Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, hlm. 179.

43 Johny Ibrahim, 2005. Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media, Cet.1, hlm. 57

44 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2004. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Rajawali Press, Cet. 8, hlm. 14.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

39

sering juga disebut “penelitian hukum dogmatik” atau “penelitian hukum teoritis”

(dogmatig or theoretical law research)45

.

Berpedoman pada pendapat para pakar tersebut di atas, maka penelitian disertasi

ini termasuk dalam tipe penelitian hukum normatif, karena dalam penelitian ini akan

dikaji tentang ketentuan hukum tertulis dalam hal ini Undang-Undang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi (UU Nomor 31 Tahun 1999) difokuskan pada aspek

formulasi/rumusan sanksi pidana, yang dalam pengkajiannya didasarkan pada teori-

teori hukum yang relevan seperti teori keadilan, teori kebijakan formulasi, teori

pemidanaan dan teori pembalasan, teori harmonisasi hukum, teori kewenangan, teori

utilitas dan teori pembuktian.

1.6.2. Pendekatan Masalah

Sesuai dengan karakteristik dan sifat penelitian hukum normatif, maka dalam

penelitian ini akan digunakan beberapa metode pendekatan. Johnny Ibrahim

menjelaskan bahwa dalam penelitian normatif dapat digunakan beberapa model

pendekatan yaitu :

1. Pendekatan Perundang-undangan (statute approach)

2. Pendekatan Konsep (conceptual approach)

3. Pendekatan Analitis (analytical approach)

4. Pendekatan Perbandingan (comparative approach)

5. Pendekatan Historis (historical approach)

6. Pendekatan Filsafat (philosophical approach)

7. Pendekatan Kasus (case approach)46

Demikian pula Peter Mahmud Marzuki mengemukakan bahwa di dalam

penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Pendekatan-pendekatan yang

digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang

(statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis

45

Abdulkadir Muhamad, Op.Cit., hlm. 101-102. 46

Johnny Ibrahim, Op.Cit, hlm. 246.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

40

(historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan

pendekatan konseptual (conceptual approach)47

.

Mengacu pada pendapat kedua pakar di atas, maka metode pendekatan

masalah yang dipergunakan dalam penelitian disertasi ini yaitu :

1. Pendekatan undang-undang (statute approach), digunakan untuk melakukan

penelusuran, inventarisasi dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan

hukum positip maupun instrumen-instrumen hukum internasional yang berkaitan

dengan tindak pidana korupsi.

2. Pendekatan komparatif atau perbandingan (comparative approach) yaitu penelitian

tentang perbandingan hukum, baik mengenai perbandingan sistem hukum antar

negara maupun perbandingan produk hukum dan karakter hukum antar waktu

dalam suatu negara48

. Pendekatan ini digunakan untuk melakukan studi

perbandingan tentang pengaturan hukum tindak pidana korupsi sejak era

pemerintahan orde lama sampai dengan era pemerintahan reformasi, secara khusus

mengenai sanksi pidana pembayaran uang pengganti. Disamping itu juga mengkaji

penyelesaian Asset Forfeiture di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Swis,

Irlandia, Australia, Filipina dan Kolombia.

3. Pendekatan sejarah (historical approach), adalah pendekatan dengan melakukan

pelacakan sejarah pengaturan hukum tentang tindak pidana korupsi dari waktu ke

waktu baik itu pada jaman pemerintahan ORLA, ORBA maupun dalam era

reformasi demi memahami aspek yuridis, sosiologis maupun dimensi filosofis dari

kebijakan pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

47

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013, hlm. 133.

48 Johnny Ibrahim, Op.Cit. hlm. 320.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

41

4. Pendekatan filosofis (philosophical approach), adalah salah satu model pendekatan

dalam penelitian hukum normatif yang mengupas isu hukum (legal issues).

Johnny Ibrahim menyatakan bahwa “Dengan sifat filsafat yang

menyeluruh, mendasar dan spekulatif, penjelajahan filsafat akan mengupas isu

hukum (legal issues) dalam penelitian normatif secara radikal dan mengupasnya

secara mendalam. Dengan demikian penjelajahan dalam filsafat meliputi ajaran

ontologis (ajaran tentang hakikat), aksiologis (ajaran tentang nilai),

epistemologis (ajaran tentang pengetahuan), teleologis (ajaran tentang tujuan)

untuk memperjelas secara mendalam, sejauh dimungkinkan oleh pencapaian

pengetahuan manusia.49

Isu hukum yang akan dibahas secara mendalam dan menyeluruh adalah

(1) Mengapa diperlukan sanksi pidana tambahan pembayaran uang pengganti dalam

undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi?; (2) Bagaimana

formulasi/rumusan sanksi pidana tambahan pembayaran uang pengganti dalam

undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi? dan (3) Bagaimana sebaiknya

formulasi / rumusan sanksi pidana pembayaran uang pengganti dalam undang-undang

pemberantasan tindak pidana korupsi perspektif ius constituendum?.

1.6.3. Sumber Bahan Hukum

C.F.G. Sunaryati Hartono, mengemukakan ada dua macam sumber bahan

hukum yaitu bahan hukum primer (primary sources or authorities) seperti undang-

undang dan putusan pengadilan; dan bahan hukum sekunder (secondary sources or

authorities) misalnya makalah atau buku-buku yang ditulis oleh para ahli, karangan

berbagai panitia pembentukan hukum (law reform organization) dan lain-lain50

.

49

Johnny Ibrahim, Op.Cit. hlm. 367. 50

C.F.G. Sunaryati Hartono, 2006. Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Alumni, Bandung, hlm. 141.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

42

Peter Mahmud Marzuki mennyatakan bahwa sumber-sumber penelitian

hukum adalah berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum

sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri atas

perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

perundangan dan putusan-putusan hakim. Bahan-bahan hukum sekunder berupa

semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen

resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum,

jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan51

.

Penelitian hukum bersifat normatif, maka jenis bahan hukum yang lazim

dipergunakan adalah :

a. Bahan-bahan hukum primer

1. Norma Dasar Pancasila

2. Peraturan Dasar, batang tubuh Undang Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945

3. Peraturan perundang-undangan

b. Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya

dengan bahan-bahan hukum primer dapat membantu menganalisis dan

memahami bahan hukum primer adalah :

1. Rancangan peraturan perundang-undangan

2. Hasil karya ilmiah para sarjana

3. Hasil-hasil penelitian

c. Bahan-bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi

tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder meliputi

bibliografi.52

1.6.3.1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum

b. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

c. Kitab Undang Undang Hukum Pidana

d. Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

e. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 Prp Tahun 1964 Tentang

Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi

51

Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., hlm. 181. 52

Ronny Hanitijo Soemantri, 1998. Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 11-12.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

43

f. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi

g. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

h. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan

Atas Undang Undang Nomor 31Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

i. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

j. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan

United Nations Conventions Against Corruption,2003

k. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Pengesahan

United Nations Conventions Against Transnational Organized Crime

l. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan

Tindak Pidana Korupsi

m. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang

1.6.3.2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan – bahan yang dapat menjelaskan bahan

hukum primer dan dapat dipakai untuk menganalisis dan memahami bahan hukum

primer. Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini terdiri dari Rancangan KUHP

Nasional; Rancangan KUHAP, Hasil karya ilmiah para sarjana yang berkaitan dengan

tindak pidana korupsi seperti disertasi dan tesis, maupun laporan akhir tahunan dari

Komisi Pemberantasan Korupsi.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

44

1.6.3.3. Bahan Hukum Tersier.

Bahan hukum tersier dalam penelitian ini adalah Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Black’s Law Dictionary yang digunakan untuk memberi batasan pengertian

kata secara etimologis, Opini para pakar dan berita di berbagai surat kabar seperti

Kompas, Jawa Pos dan lain-lain serta tulisan ilmiah di internet yang penulis unduh

dari berbagai web seperti : kpk.go.id., acch.kpk.go.id., www.theguardian.com,

kompas.com, hukumonline.com dan dan lain-lain yang dapat dipakai untuk memberi

informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

1.6.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Mengingat penelitian ini memusatkan perhatiannya pada bahan hukum, maka

pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library

research) dan studi dokumen. Studi kepustakaan ini tidak hanya meliputi

pengumpulan bahan hukum melalui penelusuran bahan-bahan pustaka yang berbentuk

buku maupun jurnal melainkan juga bahan-bahan pustaka yang diterbitkan secara

berkala, misalnya majalah “Varia Keadilan” dan melakukan browsing bahan hukum

melalui internet. Semua bahan hukum ini diinventarisasi dan dikumpulkan dengan

cara mencatat dan menyalin (card system), difotocopy dan mengunduh dari internet

ke dalam flash disk maupun compact disc (CD) dan selanjutnya diklasifikasikan

sesuai kebutuhan sehingga dapat digunakan untuk mengkaji permasalahan yang telah

dirumuskan dalam disertasi ini.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · salah seorang tokoh proklamator ... terlibat kasus korupsi seperti kasus ... tindakan-tindakan pencegahan tindak

45

1.6.5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Analisa dirumuskan sebagai suatu proses penguraian secara sistematis dan

konsisten tehadap gejala tertentu53

. Bertolak dari pengertian ini maka erat kaitannya

antara metode analisa dengan pendekatan masalah. Ada beberapa tehnik analisis yang

digunakan yaitu Deskriptif, inventarisasi, interpretasi, sistematisasi dan evaluasi.

Deskriptif berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari

proposisi-proposisi hukum atau non-hukum. Inventarisasi dilakukan dengan maksud

mendata berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tindak pidana

korupsi pada umumnya dan secara khusus fokus pada pengaturan sanksi pidana

tambahan pembayaran uang pengganti untuk selanjutnya dilakukan sistematisasi

untuk mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara

peraturan perundang-undangan yang sederajat maupun dengan yang tidak sederajat.

Selanjutnya dilakukan evaluasi yakni melakukan penilaian/mengevaluasi tepat atau

tidak tepat, benar atau tidak benar, sah atau tidak sah terhadap suatu pandangan,

proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan baik yang tertera dalam bahan

hukum primer maupun sekunder. Interpretasi akan dilakukan dengan model

penafsiran otentik/resmi, penafsiran menurut penjelasan undang-undang, dan

interpretasi teleologis.

53

Soerjono Soekanto, 1982. Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 137. (Selanjutnya disebut Soerjono Soekanto 1)