bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah i.pdf · cv sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan...

33
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Daerah Bali merupakan salah satu dari daerah tujuan wisata dunia yang memiliki potensi keindahan alam, keanekaragaman hayati serta keunikan budaya dan kehidupan sosial masyarakatnya. Sektor pariwisata dijadikan sebagai salah satu sektor andalan perekonomian Bali dari sejak tahun 1930-an sampai saat ini. Struktur perekonomian Bali dipandang sangat spesifik dan mempunyai karateristik tersendiri dibandingkan dengan propinsi lainnya di Indonesia. Spesifikasi perekonomian Bali itu dibangun dengan mengandalkan industri pariwisata sebagai leading sector, yang telah mampu mendorong perubahan struktur perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, kemajuan pariwisata Bali telah memberikan konstribusi terhadap perkembangan perekonomian daerah termasuk juga pertumbuhan berbagai perusahaan atau badan usaha masyarakat Bali saat ini baik secara perorangan maupun atas dasar kerjasama. Dari jumlah pemiliknya, maka jenis perusahaan dapat diklasifikasikan menjadi perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan atau kerjasama. Perusahaan perseorangan didirikan dan dimiliki oleh satu orang pengusaha, sedangkan perusahaan persekutuan didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha yang bekerja sama dalam satu persekutuan (maatschap, partnership). Jenis perusahaan dari status hukumnya dapat dibedakan atas perusahaan badan hukum dan perusahaan bukan badan hukum. Perusahaan badan hukum ada yang 1

Upload: doankhuong

Post on 06-Apr-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Daerah Bali merupakan salah satu dari daerah tujuan wisata dunia yang

memiliki potensi keindahan alam, keanekaragaman hayati serta keunikan budaya

dan kehidupan sosial masyarakatnya. Sektor pariwisata dijadikan sebagai salah

satu sektor andalan perekonomian Bali dari sejak tahun 1930-an sampai saat ini.

Struktur perekonomian Bali dipandang sangat spesifik dan mempunyai

karateristik tersendiri dibandingkan dengan propinsi lainnya di Indonesia.

Spesifikasi perekonomian Bali itu dibangun dengan mengandalkan industri

pariwisata sebagai leading sector, yang telah mampu mendorong perubahan

struktur perekonomian masyarakat. Oleh karena itu, kemajuan pariwisata Bali

telah memberikan konstribusi terhadap perkembangan perekonomian daerah

termasuk juga pertumbuhan berbagai perusahaan atau badan usaha masyarakat

Bali saat ini baik secara perorangan maupun atas dasar kerjasama.

Dari jumlah pemiliknya, maka jenis perusahaan dapat diklasifikasikan

menjadi perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan atau kerjasama.

Perusahaan perseorangan didirikan dan dimiliki oleh satu orang pengusaha,

sedangkan perusahaan persekutuan didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang

pengusaha yang bekerja sama dalam satu persekutuan (maatschap, partnership).

Jenis perusahaan dari status hukumnya dapat dibedakan atas perusahaan badan

hukum dan perusahaan bukan badan hukum. Perusahaan badan hukum ada yang

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

2

dimiliki oleh pihak swasta seperti Perseroan Terbatas (PT) dan koperasi, serta ada

pula yang dimiliki oleh negara seperti Perusahaan Umum (Perum).

Perusahaan yang berbadan hukum PT dan Koperasi selalu berupa

persekutuan, sedangkan perusahaan yang bukan berbadan hukum dapat berupa

perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan yang hanya dimiliki oleh

pihak swasta. Dengan demikian, perusahaan bukan badan hukum merupakan

perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha

secara bekerja sama. Perusahaan persekutuan dapat menjalankan usahanya di

bidang perekonomian, misalnya perindustrian, perdagangan, dan perjasaan.

Adapun bentuk perusahaan persekutuan dapat berupa Firma (Fa) dan Persekutuan

Komanditer atau Comanditaire Vennootschap yang sering disingkat CV.

Dasar hukum dalam pendirian suatu Perseroan Terbatas (PT) adalah UU

No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4756). Pada pihak lain, persekutuan, perkumpulan, Firma, dan

CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUH

Dagang).

Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang pada dasarnya

dipersamakan kedudukannya dengan orang dan mempunyai kekayaan yang

terpisah dengan kekayaan para pendirinya. Direksi Perseroan Terbatas selaku

pengurus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan sebagaimana

halnya dengan orang, serta dapat memiliki harta kekayaan sendiri.Sementara itu,

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

3

dalam persekutuan komanditer terdapat satu atau lebih sekutu komanditer atau

sekutu pasif (stille vennoten). Sekutu komanditer sendiri adalah sekutu yang

hanya menyerahkan uang atau barang sebagai pemasukan (inbreng), sehingga ia

tidak turut serta dalam pengurusan atau penguasaan dalam persekutuan.

Pada suatu Persekutuan Komanditer atau Commanditaire Vennootschap

atau limited partnership, terdapat satu atau beberapa orang sebagai sekutu

komanditer. Sekutu komanditer hanya menyerahkan uang, barang atau tenaga

kepada CVsebagai pemasukan dan mereka tidak turut campur tangan dalam

pengurusan dan penguasaan dalam persekutuan.Status hukum seorang sekutu

komanditer dapat disamakan dengan seorang yang meminjamkan atau

menanamkan modal pada suatu perusahaan dan diharapkan dari penanaman modal

itu adalah hasil keuntungan dari modal yang dipinjamkan atau diinvestasikan

tersebut.

Persekutuan Komanditer merupakan badan usaha yang menduduki status

bukan badan hukum sebagaimana persekutuan firma, sehingga secara yuridis

kitab Undang-undang hukum dagang tidak mengatur secara rinci mengenai

Persekutuan Komanditer.1 Sebagian para ahli hukum memiliki pandangan bahwa

persekutuan komanditer merupakan badan usaha yang pengaturannya dapat

mencakup pengaturan mengenai persekutuan perdata dan persekutuan firma. Hal

ini karena kitab undang-undang hukum dagang tidak mengatur secara khusus

mengenai persekutuan komanditer.2 Dalam buku Rr Dijan Widijowati,

Purwosutjipto menjelaskan bahwa pada hakikatnya persekutuan komanditer

1Rr. Dijan Widijowati, Hukum Dagang, CV. Andio offset 2012, hal.58 2Widjaya, I.G. Rai. 2005 Hukum Perusahaan. Jakarta: Kesaint Blanc, hal 1-2

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

4

merupakan persekutuan firma dan persekutuan perdata sehingga pengaturan

mengenai berakhirnya persekutuan komanditer diasarkan atas pengaturan

mengenai persekutuan firma dan persekutuan perdata.3 Dalam pendirian suatu

persekutuan komanditer dijumpai 2 (dua) jenis sekutu. Kedua jenis sekutu yang

dimaksudkan, yaitu sekutu komanditer dan sekutu komplementer. Istilah sekutu

komanditer dan komplementer dapat dikatakan juga dengan istilah aktif dan

sekutu pasif.4

Sekutu komanditer atau sekutu diam (stille vennoten) atau sekutu pasif

(sleeping partners) adalah sekutu yang hanya memasukkan uang atau benda ke

kas persekutuan sebagai pemasukan (inbreng) dan berhak atas keuntungan dari

persekutuan tersebut.Menurut Pasal 20 ayat (3) KUHDagang, tanggung jawab

sekutu komanditer hanya terbatas pada sejumlah modal yang disetor.Pasal 20 ayat

(2) KUH Dagang ditentukan pula bahwa sekutu komanditer tidak boleh ikut serta

dalam pengurusan persekutuan atau mencampuri sekutu kerja. Apabila larangan

tersebut dilanggar oleh sekutu komanditer, maka Pasal 21 KUH Dagang

memberikan sanksi kepada sekutu komanditer berupa kewajiban

bertanggungjawab secara pribadi untuk keseluruhan utang atau perikatan yang

dibuat oleh persekutuan. Sedangkan sekutu biasa (sekutu aktif atau sekutu kerja

atau sekutu komplementer) adalah sekutu yang menjadi pengurus persekutuan.

Sekutu inilah yang aktif menjalankan perusahaan dan mengadakan hubungan

hukum dengan pihak ketiga, sehingga tanggung jawab adalah tanggung jawab

secara pribadi untuk keseluruhan.Oleh karena sekutu ini yang menjalankan

3Rr. Dijan widijowati. Op.cit, hlm. 59 4H Zainal asikin, 2013, Hukum Dagang, Raja Grafindo Persada, hlm 57.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

5

perusahaan, maka sekutu ini disebut juga managing partners. Pada Pasal 17 KUH

Dagang ditetapkan apabila sekutu kerja lebih dari satu orang, maka di dalam

Anggaran Dasar harus ditegaskan apakah diantara mereka ada yang tidak

diperkenankan bertindak ke luar untuk mengadakan hubungan hukum dengan

pihak ketiga. Dengan kata lain terdapat sekutu yang tidak boleh tampil keluar,

baik secara aktif, maupun pasif, dengan perkecualian. Sebagai sekutu yang tampil

keluar dalam setiap transaksi CV dengan pihak ketiga, sekutu CV tidak terikat

dengan kewajiban-kewajiban tehadap pihak ketiga yang ditimbulkan oleh

perbuatan sekutu pengurus dalam lalu lintas hukum dan bisnis.5

Uraian di atas menunjukkan hubungan dalam persekutuan komanditer

berupa persekutuan intern antara sekutu biasa dan sekutu komanditer. Sekutu

biasa memiliki kewajiban untuk memasukkan uang atau barang ke dalam

persekutuan dan/atau memasukkan tenaganya untuk menjalankan

persekutuan.Sekutu biasa memikul tanggung jawab yang tidak terbatas atas

kerugian yang diderita persekutuan dalam menjalankan usahanya.Sementara itu,

sekutu komanditer hanya memasukkan uang atau barang saja ke dalam kas

persekutuan dan juga hanya bertanggungjawab sebesar pemasukan (inbreng) atau

modal yang ia masukan.Pembagian keuntungan dan kerugian diantaranya juga

tidak diwajibkan harus diatur dalam akta pendirian atau anggaran dasar

persekutuan sehingga berpotensi konflik di kemudian hari.

Fleksibelitas dalam pendirian dan pengelolaan CV, maka dalam praktiknya

telah menyebabkan terjadinya perkembangan dalam aspek kedudukan hukum

5Agus Sardjono dkk, 2014, Pengantar Hukum Dagang, hlm 69

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

6

maupun permodalan CV. Terkait dengan aspek permodalannya, apabila modal CV

dianggap belum mencukupi, maka CV yang semula atas nama perseorangan dapat

dikembangkan menjadi CV (yang terdiri dari Sekutu Komanditer dan Sekutu

Komplementaris) yang terbagi atas saham. Kekurangan modal yang diperlukan

dibagi-bagi atas beberapa saham dan masing-masing pemegang saham bertindak

sebagai Sekutu Komanditer dalam kedudukannya sebagai pemegang saham CV

tersebut. Melalui cara ini, CV dapat menghimpun dana yang lebih besar untuk

membiayai kegiatan usahanya.

Ada dua cara yang dikembangkan untuk memperoleh pemilikan saham

suatu CV oleh Sekutu Komanditer, yaknidenganatau tidak dibayar penuh secara

tunai. Apabila Komanditaris membayar saham penuh secara tunai, kepadanya

dapat diberikan “saham atas unjuk” atau pembawa (bearer shares) atau disebut

juga dengan share issue in bearer form. Dalam hal ini, nama Komanditaris

sebagai pemegang saham atau pemilik saham tidak disebutkan dan siapa yang

dapat menunjukkan saham tersebut dianggap sebagai pemiliknya.Saham atas

unjuk yang tidak menyebutkan pemiliknya sering juga dinamakan dengan istilah

“saham blanko”. Oleh karena itu, peralihan saham atas unjuk kepada orang lain

sangat dimungkinkan dengan penyerahan biasa tanpa formalitas.

Apabila pengambilan dan/atau perolehan saham oleh Komanditaris tidak

dibayar penuh secara tunai, maka yang harus diberikan kepadanya dikenal dengan

istilah saham “atas nama” (aandelen op naam, registered share). Dalam hal ini,

nama Komanditaris harus disebut di atas saham agar pemiliknya jelas. Pihak

Komanditaris dalam mengalihkannya kepada pihak lain (penggantian persero),

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

7

hanya dapat dilakukan yang dengan cara “endosemen” yang disertai dengan

penyerahan saham tersebut. Secara sepintas, dapat disimak adanya persamaan

kedudukan pemegang saham (shareholders) dalam PT dengan CV atas saham.

Namun demikian, prinsip hukum dalam suatu perseroan terbatas adalah bahwa

tidak rnungkin ada modal yang tidak dibagi ke dalam saham-saham, dan tidak

mungkin pula ada saham yang tidak diambil dari modal perseroan. Dalam hal ini,

saham menjadi salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah

Perseroan Terbatas. Saham merupakan tanda penyertaan modal dalam suatu PT

sebagai tanda bukti kepemilikan modal. Berdasarkan Pasal 48 ayat (1) UU No. 40

Tahun 2007, saham tersebut dikeluarkan atas nama pemilikinya sehingga menjadi

tanda bukti kepemilikan atas saham suatu PT.

Adapun mengenai bentuk persekutuan komanditer, H.M.N. Purwosutjipto

menyebutkan ada tiga macam, yakni persekutuan komanditer diam-diam,

persekutuan komanditer terang-terangan, dan persekutuan komanditer atas

saham.6Persekutuan komanditer diam-diam adalah persekutuan komanditer yang

belum menyatakan dirinya secara terang-terangan kepada pihak ketiga sebagai

persekutuan komanditer.Ke luar, persekutuan ini masih menyatakan dirinya

sebagai persekutuan firma, tetapi ke dalam sudah menjadi persekutuan

komanditer, sehingga secara intern kedudukan para sekutu telah dibedakan antara

sekutu kerja dan sekutu komanditer.Persekutuan komanditer terang-terangan

adalah persekutuan komanditer yang dengan terang-terangan menyatakan dirinya

sebagai persekutuan komanditer kepada pihak ketiga. Sementara itu, persekutuan

6H.M.N. Purwosutjipto, 1982, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, jilid 2,

Djambatan, Jakarta, hlm 71

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

8

komanditer atas saham adalah persekutuan komanditer terang-terangan yang

modalnya terdiri dari saham-saham.Persekutuan bentuk semacam ini sama sekali

tidak diatur dalam KUH Dagang. Pada hakikatnya persekutuan semacam ini

adalah sama saja dengan persekutuan komanditer biasa (terang-terangan).

Perbedaannya terletak pada pembentukan modalnya, yaitu dengan cara

mengeluarkan saham-saham.

Dalam melakukan penyetoran modal pendirian CV, maka di dalam

anggaran dasar CV tidak disebutkan pembagiannya untuk pemegang saham

seperti halnya PT. Mengenai tata cara pendirian persekutuan komanditer tidak

jauh berbeda dengan persekutuan firma. Pada umumnya pendirian persekutuan

komanditer dilakukan dengan akta nortaris. Di dalam akta pendirian persekutuan

komanditer memuat hal-hal sebagai berikut:

1. Nama persekutuan dan kedudukan hukumnya;

2. Maksud dan tujuan didirikan persekutuan;

3. Mulai dan berakhirnya persekutuan;

4. Modal persekutuan;

5. Penunjukkan siapa sekutu biasa dan sekutu komanditer;

6. Hak, kewajiban, tanggung jawab masing-masing sekutu ; dan

7. Pembagian keuntungan dan kerugian persekutuan.

Akta pendirian tersebut kemudian didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan

Negeri dimana persekutuan komanditer tersebut berkedudukan.Setelah itu,

ikhtisar akta pendirian persekutuan tersebut diumumkan dalam Tambahan Berita

Negara Republik Indonesia. Substansi minimal anggaran dasar suatu perseroan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

9

terbatas diatur pada Pasal 15 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007. Ketentuan tersebut

mengamanatkan bahwa anggaran dasar suatu perseroan terbatas sekurang-

kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:

1. nama dan tempat kedudukan Perseroan;

2. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;

3. jangka waktu berdirinya Perseroan;

4. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;

5. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk

tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai

nominal setiap saham;

6. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;

7. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;

8. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan

Dewan Komisaris;

9. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.

Pasal 31 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 lebih lanjut telah menetapkan

secara tegas mengenai modal dasar dari perseroan terbatas yang terdiri atas

seluruh nilai nominal saham. Berdasarkan uraian di atas dapat disimak CV dapat

menghimpun dana yang lebih besar untuk membiayai kegiatan usahanya melalui

bermetamorfose menjadi CV atas saham. Namun demikian, kepastian dan

kekuatan hukum para pemegang saham dalam CV atas saham belum jelas seperti

halnya pada PT. Pasal 19 KUHDagang terkait dengan definisi CV secara normatif

hanya menyebutkan bahwa “Persekutuan dengan jalan meminjam uang atau

disebut juga persekutuan komanditer, diadakan antara seorang sekutu atau lebih

yang bertanggung jawab secara pribadi dan untuk seluruhnya dengan seorang atau

lebih sebagai peminjam uang”. Dengan kata lain, pengaturan CV pada umumnya

diatur pada KUHDagang dalam pasal 19 sampai dengan 23 KUHDagang. Tetapi,

pengaturan dengan pola pemberian pimjaman uang dalam bentuk saham ataukah

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

10

bentuk yang lain dalam suatu CV, belum diatur secara spesifik. Artinya disini

belum ada pengaturan secara normatif tentang pengaturan CV atas saham.

Sehingga sudah jelas disini adanya kekosongan norma (rechtsvacuum) atas

keberadaan saham pada suatu CV. Persoalan ini juga mempengaruhi kewenangan

Notaris dalam membantu para sekutu baik pada saat pembuatan akta pendirian CV

beserta substansi anggaran dasarnya. Pada Pasal 15 ayat (1) Undang-undang

Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun

2004 tentang Jabatan Notaris, yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2014 Nomor 3 selanjutnya disebut Undang-undang tentang

Perubahan atas UUJN) hanya menetapkan kewenangan Notaris sangat umum.

Ketentuan tersebut menetapkan sebagai berikut:

Notaris berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan perundang-undangan dan/ atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Oleh karena itu, tidak ada pengaturannya atau terjadi kekosongan norma

(rechtsvacuum) dalam hal CV atas saham dibuat melalui Akta Notaris, apakah

para pemegang saham dapat membuat kesepakatan tersendiri mengenai hal

tersebut atau membuat catatan yang terpisah. Dengan isu hukum tersebut, maka

penulis tertarikuntuk melakukan penelitian dan pengkajian melalui penelitiantesis

ini dengan judul “Kewenangan Notaris Dalam Pembuatan Akta Pendirian dan

Pengelolaan Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap) Atas

Saham”.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

11

Orisinalitas penelitian adalah bagian penting dalam penelitian hukum dan

tentunya penelitian-penelitian dalam ilmu lainnya. Penelitian hukum untuk

kepentingan akademis (terutama untuk kepentingan skripsi, tesis dan disertasi)

disyaratkan harus bersifat original. Orisinalitas penelitian diwujudkan melalui

pernyataan penulis yang menyatakan bahwa tesis benar-benar dibuat sendiri dan

tidak melakukan plagiat serta kesediaan menerima sanksi apabila dikemudian hari

terbukti melakukan plagiat.

Di Amerika Serikat, The Copyright Act of 1976, secara tegas menyatakan

bahwa orisinalitas adalah syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan hak

cipta. The Copyright Act States menyatakan “copyright protection subsites… in

original work of authorship…102 (a). Mahkamah Agung Amerika Serikat dalam

perkara Feist Publication,Inc.v. Rular Tel. Serv. Co menyatakan “The sine qua

non of copyright is originaly”.7

Menurut Terry Hutchinson, orisinalitas mengandung berbagai pengertian

sebagai berikut :

a. Saying something nobody has said before ( mengatakan sesuatu yang

belum pernah dikatakan oleh orang lain sebelumnya);

b. Carrying out empirical work that hasn’t dome before (melaksanakan

pekerjaan empiris yang belum pernah dikerjakan sebelumnya);

c. Making synthesis that hasn’t been made before (membuat sintesa yang

belum pernah dibuat sebelumnya);

d. Using already know materials but with new interprestation (menggunakan

bahan-bahan yang telah diketahui tetapi dengan interprestasi baru)

e. Trying out something in this country that has previously only been done in

other countries (mencoba sesuatu yang baru dalam negeri yang

sebelumnya hanya pernah dilakukan di luar negeri);

f. Taking in particular technique and applaying it in new area (mengambil

sesuatu teknik tertentu dan menerapkannya pada wilayah yang baru);

7 Ibid.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

12

g. Bringing new evidence to bear on an old issue (mengajukan bukti baru

untuk menunjang isu yang lama);

h. Being cross-disciplinary and using different methodologies (menjadikan

lintas disipliner dan menggunakan metode yang berbeda);

i. Taking someone else’s ideas and reinterpreting them in away no one else

has (mengambil ide/gagasan orang lain dan menafsirkan kembali dengan

cara yang belum pernah dilakukan orang lain);

j. Looking at areas that people in your discipline haven’t looked before

(melihat pada wilayah orang yang berada dalam satu disiplin dengan kamu

yang belum pernah dilihat sebelumnya);

k. Adding to knowledge in away that hasn’t previously been done before

(menambah pengetahuan dan yang belum pernah dilakukan sebelumnya);

l. Looking at exsiting knowledge and teting it out (melihat pengetahuan yang

telah ada dan kemudian mencobanya);

m. Playing with word. Putting things together in ways that other havent’t

bothered to do (menempatkan sesuatu secara bersama-sama dengan cara

yang belum pernah dilakukan secara bersama-sama).8

Berdasarkan hasil penelusuran penelitian sebelumnya, penelitian yang

sama terkait judul di atas juga belum pernah dilakukan, selain sebatas penelitian

yang sejenis dan/atau terkait. Adapun penelitian yang sejenis dan/atau terkait.yang

dimaksudkan, seperti:

1. Tesis yang ditulis oleh Didi Santoso, S.H. pada Program Studi Magister

Kenotariatan Program Pasca SarjanaUniversitas Diponegoro Semarang

Tahun 2009 dengan judul “Tanggung Jawab Notaris dalam Pembuatan

Akta yang Memuat Dua Perbuatan Hukum (Analisis Putusan Mahkamah

Agung Nomor 1440.K/PDT/1996”. Tesis tersebut mempersoalkan

bagaimanakah keabsahan suatu akta pengakuan hutang yang dibuat notaris

yang memuat dua perbuatan hukum dalam satu akta dan bagaimanakah

tanggung jawab notaris sebagai pejabat pembuat akta terhadap akta yang

mengandung cacat hukum.

8 Terry Hutchinson, 2002, Researching and Writing in Law, Lawbook Co, Hal.128.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

13

2. Tesis yang ditulis oleh Dewangga Bharline, S.H. pada Program Studi

Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro

Tahun 2009 dengan judul “Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Notaris

Berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris”. Rumusan masalah dari tesis tersebut adalah bagaimanakah

pertanggungjawaban dan sanksi-sanksi Notaris selaku pejabat umum

apabila melakukan suatu kesalahan dalam pembuatan akta yang dibuatnya

berdasarkan UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan dalam hal

dibuatnya akta Notaris berdasarkan keterangan pihak-pihak namun

ternyata keliru ataupun salah lalu bagaimana perlindungan hukumnya

terhadap Notaris yang bersangkutan.

Menyimak hasil penelusuran kepustakaan tersebut, maka penelitian

dengan judul “Kewenangan Notaris Dalam Pembuatan Akta Pendirian dan

Pengelolaan Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap)Atas

Saham” berbeda dengan kedua penelitian di atas. Penelitian pertama lebih

memfokuskan pada bagaimanakah keabsahan suatu akta pengakuan hutang yang

dibuat notaris yang memuat dua perbuatan hukum dalam satu akta dan

bagaimanakah tanggung jawab notaris sebagai pejabat pembuat akta terhadap akta

yang mengandung cacat hukum. Penelitian kedua lebih memfokuskan pada

bagaimanakah pertanggungjawaban dan sanksi hukum kepada Notaris selaku

pejabat umum apabila melakukan suatu kesalahan dalam pembuatan akta yang

dibuatnya berdasarkan UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan dalam

hal dibuatnya akta Notaris berdasarkan keterangan pihak-pihak namun ternyata

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

14

keliru beserta perlindungan hukumnya terhadap Notaris bersangkutan. Adapun

penelitian yang penulis lakukan lebih memfokuskan pada kewenangan notaris

pada pembuatan akta pendirian dan pengelolaan Persekutuan Komanditer (CV)

atas saham beserta legalitas akta bersangkutan. Oleh karena itu, penelitian ini

menjadi aktual dan menarik untuk dilakukan serta dapat dijamin orisinalitasnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas maka rumusan

masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana batas-batas kewenangan notaris dalam pembuatan perjanjian

melalui akta notaris terkait dengan pendirian dan pengelolaan

persekutuan komanditer atas saham?

2. Bagaimana legalitas pembuatan akta notaris yang mengatur pendirian

dan pengelolaan persekutuan komanditer atas saham?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pokok permasalahan yang diteliti, maka tujuan yang

ingin dicapai dari penelitian ini dapat dibedakan atas tujuan yang bersifat umum

dan tujuan yang bersifat khusus. Adapun kedua tujuan yang dimaksudkan adalah

sebagai berikut:

1.3.1 Tujuan Umum

Mengenai tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk

menganalisis kewenangan notaris pada pembuatan akta pendirian dan pengelolaan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

15

Persekutuan Komanditer (CV) atas saham. Melalui analisis atas kewenangan

Notaris tersebut sekaligus juga dapat diketahui dan dianalisis legalitas Akta

Notaris CV atas saham bersangkutan, serta keberadaan saham, hak dan kewajiban

pemegangnya dalam suatu persekutuan komanditer (CV).

1.3.2 Tujuan Khusus

Sesuai permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini, maka adapun

tujuan khusus yang ingin dicapai adalah:

1. Untuk mengetahui dan mengkajibatas-batas kewenangan notaris dalam

pembuatan perjanjian melalui akta notaris terkait dengan pendirian dan

pengelolaan Persekutuan Komanditer atas saham;

2. Untuk mengetahui dan menganalisis legalitas pembuatan akta notaris

yang mengatur pendirian dan pengelolaan Persekutuan Komanditer

atas saham.

1.4 Manfaat Penelitian

Mengenai manfaat dari penelitian ini dapat diklasifikasikan atas 2 (dua)

manfaat, yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun kedua manfaat yang

dimaksudkan adalah sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah untuk memberikan

sumbangan pemikiran bagi pengembangan Ilmu Hukum, khususnya pada Hukum

Perjanjian, Hukum Kenotariatan terkait kewenanganNotaris beserta substansi

aktanya. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya pengetahuan dan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

16

kajian tentang Hukum Perusahaan terkait dengan perkembangan CV menjadi CV

atas saham.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan masukan

kepada Pemerintah, Notaris, maupun masyarakat yang berinvestasi membentuk

persekutuan komanditer di Indonesia, sebagai berikut:

1. Bagi Pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi

mengenai keberadaan CV atas saham yang diformalkan melalui Akta

Notaris;

2. Bagi Notaris, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

terkait substansi dari Akta Notaris dalam menyelesaikan permohonan

masyarakat membuat perjanjian atau kesepakatan pendirian dan

pengelolaan CV atas saham;

3. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi dan pengetahuan terkait kepastian dan perlindungan hukumnya

dalam berinvestasi dengan membentuk badan usaha dalam bentuk CV atas

saham.

1.5 Landasan Teoritis

Landasan teoritis akan memuat teori dan asas-asas, yang digunakan untuk

menganalisis permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini. Adapun landasan

teoritis yang dimaksudkan adalah:

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

17

1.5.1 Teori Kewenangan

Konsep teoretis tentang kewenangan. H.D. Stoud, seperti dikutip Ridwan

HR, menyajikan pengertian tentang kewenangan. Kewenangan adalah

keseluruhan aturan-aturan yang berkenan dengan perolehan dan penggunaan

wewenang pemerintah oleh subyek hukum publik didalam hubungan hukum

publik. 9 Menurut Salim HS, pada hakikatnya kewenangan merupakan kekuasaan

yang diberikan kepada alat-alat perlengkapan Negara untuk menjalankan roda

pemerintahan.10

Ateng Syarifudin menyajikan pengertian wewenang. Yang mengemukakan

bahwa :

“Ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang. Kita harus

membedakan antara kewenangan (authority, gezag) dengan wewenang

(competence, bevoegheid). Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan

formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-

undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu “onderdeel”(bagian)

tertentu saja dari kewenangan. Didalam kewenangan terdapat wewenang-

wewenang (rechtsbevoegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan

hukum publik, lingkup wewenang pemerintah, tidak hanya meliputi wewenang

membuat keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam

rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi

wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan”.11

Sementara itu, pengertian kewenangan dtemukan dalam black’s law

Dictionary. Kewenangan atau authority adalah “Right to exercise powers; to

9Ridwan HR,2008,Hukum Administrasi Negara, Jakarta:RajaGrafindo Persada, hlm.110. 10H.Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum pada

Penelitian Tesis dan Diserasi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,hlm186 11Ateng Syarifudin, Menuju Penyelenggaraan Pemerintah Negara yang Bersih dan

Bertanggung jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV,(Bandung; Universitas Parahyangan, 2000), hlm.

22

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

18

implement and enforce laws; to exact obedience; to command; to judge. Control

over; jurisdiction. Often synonymous with power”.12

Dalam konsep hukum publik, wewenang dikemukakan menjadi konsep

inti dalam Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi.13 Secara yuridis,

wewenang diartikan dengan suatu kemampuan yang diberikan oleh peraturan

perundang-undangan yang berlaku untuk menimbulkan akibat-akibat

hukum.14Philipus M. Hadjon15 dalam kaitan ini mengemukakan ada 2 (dua)

sumber untuk memperoleh wewenang yaitu atribusi dan delegasi. Namun

dikatakan pula bahwa kadangkala, mandat digunakan juga sebagai cara tersendiri

dalam memperoleh wewenang. Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukakan

F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek sebagaimana dikutip HR Ridwan berpendapat

bahwa cara perolehan wewenang pada hakikatnya melalui cara atribusi dan

delegasi, sebagaimana dapat disimak dari pendapat beliau:

Hanya ada dua cara organ memperoleh wewenang, yaitu atribusi dan delegasi.

Atribusi berkenaan dengan penyerahan suatu wewenang baru, sedangkan

delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada (oleh organ yang

telah memperoleh wewenang secara atributif) kepada organ lain; jadi delegasi

secara logis selalu didahului oleh atribusi. Mandat tidak mengakibatkan

perubahan wewenang apapun, sebab yang ada hanyalah hubungan internal,

seperti menteri dengan pegawai untuk mengambil keputusan tertentu atas nama

menteri, sementara secara yuridis wewenang dan tanggung jawab tetap berada

pada organi kementerian. Pegawai memutuskan secara teknis, sedangkan

menteri secara yuridis.16

12Heny Campbell Black, Black’s Law Dictionary, (Amerika Serikat; West Publishing Co.,

1978), hlm 121. 13Philipus M Hadjon,1998, “Tentang Wewenang Pemerintahan (bestuurbevoegdheid)”

Pro JustitiaTahun XVI, hlm. 90. 14Indroharto, 1991, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha

Negara, Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 68. 15Philipus. M. Hadjon, dkk, 1998, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia

(Introduction to the Indonesia Administrative Law), Cet. I., Gajah Mada University Press,

Yogyakarta, hlm. 128-129. 16Ridwan HR., 2002, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, hlm. 46

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

19

Berbeda dengan kedua pendapat di atas, pembedaan secara tegas tentang

sumber atau cara memperoleh kewenangan melalui 3 (tiga) cara yakni Atribusi,

Delegasi, dan Mandat dikemukakan oleh H.D. Van Wijk dan Willem

Konijnenbelt. Menurut beliau sebagaimana dikutip HR Ridwan, bahwa cara

perolehan kewenangan pemerintahan diklasifikasikan atas 3 (tiga) cara, yakni

melalui:

1. atributie: Toekenning van een bestuursbevoegdheid door een wetgever aan

een bestuursorgaan, atau atribusi adalah pemberian wewenang

pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan.

2. delegatie: Overdracht van een bevoegdheid van het een bestuursorgaan

aan een ander, atau delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan

dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.

3. mandat: een bestuursorgaan laat zijn bevoegdheid names heus uitoefenen

door een ander, artinya mandat terjadi ketika organ pemerintahan

mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya”.17

Atribusi merupakan wewenang untuk membuat suatu keputusan (besluit)

yang langsung bersumber kepada undang-undang dalam arti materiil, sehingga

tampak jelas bahwa kewenangan yang didapat melalui atribusi oleh organ

pemerintah adalah kewenangan asli, karena kewenangan itu diperoleh langsung

dari peraturan perundang-undang (utamanya UUD 1945).Melalui atribusi berarti

timbulnya kewenangan baru yang sebelumnya kewenangan itu tidak dimiliki oleh

organ pemerintah yang bersangkutan. Oleh karena itu, atribusi dikatakan sebagai

suatu cara normal untuk memperoleh wewenang pemerintahan.

Delegasi diartikan sebagai penyerahan wewenang untuk membuat besluit

oleh pejabat pemerintahan (pejabat Tata Usaha Negara) kepada pihak lain.

Dengan kata penyerahan, ini berarti adanya perpindahan tanggung jawab dari

17Ibid., hlm. 45.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

20

yang memberi delegasi (delegans) kepada yang menerima delegasi

(delegetaris).Menurut Philipus M Hadjon,suatu delegasi harus memenuhi syarat-

syarat tertentu, antara lain:

1. Delegasi harus definitif, artinya delegans tidak dapat lagi menggunakan

sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu;

2. Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,

artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam

peraturan perundang-undangan;

3. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki

kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi;

4. Kewajiban memberi keterangan (penjelasan), artinya delegans berwenang

untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut;

5. Peraturan kebijakan (beleidsregel) artinya delegans memberikan instruksi

(peunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.18

Mandat diartikan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan oleh

atasannya dengan maksud untuk membuat keputusan a/n pejabat Tata Usaha

Negara yang memberi mandat.19Adapun tanggung jawab dalam pemberian

mandat tidak berpindah ke mandataris, melainkan tanggung jawab tetap berada di

tangan pemberi mandat.Hal ini dapat dilihat dari kata a/n (atas nama) pada suatu

penetapan keputusan yang kewenangannya diperoleh atas dasar mandat. Dengan

demikian semua akibat hukum yang ditimbulkan oleh adanya keputusan yang

dikeluarkan oleh mandataris adalah tanggung jawab si pemberi mandat.

Sebagai suatu konsep hukum publik, wewenang terdiri atas sekurang-

kurangnya tiga komponen, yaitu: pengaruh, dasar hukum dan konformitas

hukum.20Komponen pengaruh berkaitan dengan penggunaan wewenang

dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subjek hukum.Komponen dasar

hukum berkaitan dengan wewenang itu selalu harus dapat diunjuk dasar

18Ibid., hlm. 94. 19Ibid., hlm. 95. 20Ibid., hlm. 90.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

21

hukumnya dan komponen konformitas hukum mengandung makna adanya standar

wewenang, yaitu standart umum (semua jenis wewenang) dan standar khusus

(untuk jenis wewenang tertentu).21 Kewenangan yang dibuat oleh notaris dalam

pembuatan akta CV (Commanditaire Vennootschap) adalah kewenangan secara

atributif oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

1.5.2 Teori Kepastian Hukum

Hukum pada hakikatnya merupakan suatu aturan atau norma yang

mengatur tingkah laku masyarakat dalam pergaulan hidupnya. Mengenai tujuan

hukum sendiri, menurut Apeldoorn, adalah untuk mengatur pergaulan hidup

secara damai.22Berkaitan dengan tujuan hukum, terdapat beberapa teori23 yang

dikembangkan, yaitu:

1. Teori Etis mengemukakan tujuan hukum semata-mata untuk mewujudkan

keadilan. Aristoteles mengajarkan dua macam keadilan, yaitu keadilan

distributif dan keadilan komutatif. Keadilan distributif ialah keadilan yang

memberikan kepada tiap orang jatah menurut jasanya. Keadilan komutatif

adalah keadilan yang memberikan jatah kepada setiap orang sama

banyaknya tanpa harus mengingat jasa-jasa peseorangan.

2. Teori Utilitas yang dikembangkan Jeremy Bentham mengemukakan tujuan

hukum untuk mewujudkan apa yang berfaedah atau yang sesuai dengan

daya guna (efektif). Adagiumnya adalah The greatest happiness for the

21Ibid. 22L.J. Van Apeldoorn, 2000, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 10. 23Dudu Duswara Machmudin, 2003, Pengantar Ilmu Hukum, Sebuah Sketsa, Refika

Aditama, Bandung, hlm. 24-28.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

22

greatest number sehingga kebahagiaan yang terbesar untuk masyarakat

banyak menjadi prioritasnya.

3. Teori Pengayoman mengemukakan tujuan hukum untuk mengayomi

manusia, baik secara aktif maupun secara pasif. Secara aktif dilakukan

dengan menciptakan suatu kondisi kemasyarakatan yang manusiawi dalam

proses yang berlangsung secara wajar. Sedangkan yang dimaksud secara

pasif adalah dengan mengupayakan pencegahan atas tindakan yang

sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak. Usaha mewujudkan

pengayoman tersebut termasuk di dalamnya adalah untuk:

a. Mewujudkan ketertiban dan keteraturan;

b. Mewujudkan kedamaian sejati;

c. Mewujudkan keadilan;

d. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial.

Adanya unsur kepastian hukum, hal ini erat kaitannya dalam hal

membahas adanya hak dan kewajiban pemegang saham pada CV atas saham.

Kewenangan yang dibuat oleh notaris dalam pembuatan akta CV (Commanditaire

Vennootschap) adalah kewenangan secara atributif oleh Undang-undang Republik

Indonesia No. 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

1.5.3 Asas-Asas Perjanjian

Dalam membuat suatu perjanjian, maka para pihak yang terkait

berkewajiban mentaati beberapa asas yang telah dikembangkan secara normatif

maupun doktrinal dalam Hukum Perjanjian. Adapun beberapa asas dalam

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

23

membuat perjanjian yang dapat dijumpai baik secara tersurat maupun tersirat

dalam KUHPerdata adalah:

1. Asas Perjanjian yang Sah berlaku sebagai undang-undang

Pasal 1338 KUH Perdata pada hakikatnya menyatakan semua

persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya. Dengan demikian, persetujuan yang telah dibuat

tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau

karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

Pasal 1338 KUH Perdata ini harus juga dibaca dalam kaitannya dengan Pasal

1319 KUH Perdata.

Istilah “secara sah” dari pembentuk undang-undang menunjukkan

bahwa pembuatan perjanjian harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.

Menurut Herlien Budiono, perikatan atau perjanjian yang dibuat harus

memenuhi empat syarat, yaitu:24

a. Sepakat (consensus),syarat pertama untuk terjadinya perjanjian ialah

“sepakat mereka yan mengikatkan dirinya”.sepakat tersebut mencakup

pengertian tidak saja “sepakat” untuk mengikatkan diri, tetapi juga

“sepakat” untuk mendapatkan prestasi.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian (capacity).siapa yang dapat

dan boleh bertindak dan mengikat diri adalah mereka yang cakap

bertindak dan mampu untuk melakukan suatu tindakan hukum

(handelingsbekwaam) yang membawa akibat hukum.

24Herlien Budiono, 2010, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang

Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 73-112.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

24

c. Suatu hal tertentu yang diperjanjikan (certaily of terms), menurut tradisi,

untuk sahnya suatu perjanjian, maka objek perjanjian haruslah : a. Dapat

ditentukan, b. Dapat diperdagangkan (diperbolehkan), c. Mungkin

dilakukan; dan dapat dinilai dengan uang.

d. Suatu sebab yang halal (consideration),syarat keempat untuk sahnya

perjanjian adalah suatu sebab yang halal atau klausa yang halal.

Ketentuan pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa: “suatu perjanjian

tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau

terlarang, tidak mempunyai kekuatan(hukum). Dengan kata lain, batal

demi hukum”.

Semua persetujuan yang dibuat menurut hukum atau secara sah akan

mengikat sebagai undang-undang terhadap para pihak. Dalam hal ini,

tersimpul realisasi asas kepastian hukum. Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata

menunjukkan kekuatan kedudukan para pihak dan sebagai konsekuensinya

perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali secara sepihak. Namun kedudukan

ini diimbangi dengan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang mengatakan

bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hal ini memberi

perlindungan pada para pihak secara seimbang. Ini merupakan realisasi dari

asas keseimbangan.

2. Asas Kebebasan Berkontrak

Sepakat mereka yang mengikatkan diri” adalah asas esensial dari

Hukum Perjanjian. Asas ini dinamakan juga dengan asas “konsensualisme”,

yang menentukan “ada”nya perjanjian.Kehendak para pihak yang diwujudkan

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

25

dalam kesepakatan adalah merupakan dasar mengikatnya suatu perjanjian

dalam hukum kontrak.25 Asas kebebasan berkontrak ini tidak hanya milik

KUH Perdata, tetapi bersifat universal. Asas ini dalam hukum kontrak di

negara dengan sistem Anglo Saxon dikenal dengan istilah freedom of

contract. Dalam hal ini, para pihak bebas membuat kontrak dan mengatur

sendiri isi kontrak tersebut, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Memenuhi syarat sebagai suatu kontrak,

b. Tidak dilarang oleh undang-undang,

c. Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku,

d. Sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik.

Para pihak menurut kehendak bebasnya masing-masing dapat

membuat perjanjian dan setiap orang bebas mengikatkan diri dengan siapapun

yang ia kehendaki. Pihak-pihak juga bebas menentukan cakupan isi serta

persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut

tidak boleh bertentangan, baik dengan peraturan perundang-undangan yang

bersifat memaksa, ketertiban umum, maupun kesusilaan.Adanya kebebasan

untuk sepakat tentang apasaja dan dengan siapa saja merupakan hal yang

sangat penting. Sebab itu pula, asas kebebasan berkontrak dicakupkan sebagai

bagian dari hak-hak kebebasan manusia. Kebebasan berkontrak sebegitu

pentingnya, baik bagi individu dalam konteks kemungkinan pengembangan

diri dalam kehidupan pribadi maupun dalam lalu lintas kehidupan

masyarakat, serta untuk menguasai atau memiliki harta kekayaannya.

25Suharnoko, 2004, hukum perjanjian teori dan analisa kasus, prenadamedia group, hlm 3.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

26

Asas konsensualisme yang terdapat di dalam Pasal 1320 KUH Perdata

mengandung arti “kemauan” (will) para pihak untuk saling berpartisipasi, ada

kemauan untuk saling mengikatkan diri. Kemauan ini membangkitkan

kepercayaan bahwa perjanjian itu dipenuhi. Asas kepercayaan ini merupakan

nilai etis yang bersumber dari moral. Asas kebebasan berkontrak ini adalah

salah satu asas yang sangat penting dalam Hukum Perjanjian. Kebebasan ini

adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia.

3. Asas Itikad Baik (Good Faith)

Itikad baik seringkali dihubungkan dengan makna fairness,

reasonable standard of fair dealing, decency, reasonableness, a common

ethical sense, a spirit of solidarity, and community standards.26 Asas itikad

baik dalam pelaksanaan kontrak telah berkembang, namun masih

menimbulkan sejumlah permasalahan yang memerlukan pemecahan.

Sekurang-kurangnya itikad baik pelaksanaan kontrak masih menimbulkan

permasalahan hukum berkaitan dengan standar hukum (legal test) yang harus

digunakan oleh hakim untuk menentukan ada tidaknya itikad baik dalam

kontrak dan bagaimana fungsi itikad baik dalam pelaksanaan kontrak.

Gagasan itikad baik merupakan a single mode of analysis somprising

a spectrum of related, factual considerations. Daftar dibawah ini, walaupun

tidak lengkap, dapat menggambarkan unsur-unsur standar objektif, yakni:27

26Agasha Mugasha, 1999,Good Faith Obligation in Commercial Contract, International

Business Lawyer, hlm. 6. 27Holmes, Eric M, 1978, A Contextusl Study of Commercial Good Faith: Good Faith

Discloursure in Contract Formation’,University of Pittsburg Law Review, Vol 39 NO.3. hal. 405.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

27

a. The informal behavior of contracting parties and their individual

expectations;

b. The nature and requirement for the particular transaction at issue;

c. The fairness of the customary commercial or social standard for

measuring conduct;

d. The modern commercial policy of flexibility in commercial in tercourse;

e. The effect of the court’s decision non commerce or society;

f. The conceptual history of good faith from such sources as the law

merchant, comman law, equity and civil law system.

Menurut Ridwan Khairandy mengingat sampai detik ini tidak ada

pengertian mengenai itikad baik yang bersifat universal. Pada akhirnya,

pengertian itikad baik memiliki dua dimensi. Dimensi yang pertama adalah

dimensi subjektif, yang berarti itikad baik mengarah kepada makna kejujuran.

Dimensi yang kedua adalah dimensi yang memaknai itikad baik sebagai

kerasionalan dan kepatutan atau keadilan. Kecenderungan dewasa ini dalam

berbagai sistem hukum mengaitkan iktikad baik pelaksanaan kontrak dengan

kerasionalan dan kepatutan.28Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata harus

didasarkan pada kerasionalan dan kepatutan. Itikad baik pra kontrak tetap

mengacu kepada itikad baik yang bersifat subjektif yang digantungkan pada

kejujuran para pihak.

28Ridwan Khairandy,2004,Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Universitas

Indonesia, Fakultas Pascasarjana, Jakarta, hlm. 347.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

28

4. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas Pacta Sunt Servanda mengajarkan bahwa suatu kontrak yang

dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh. KUHPerdata juga

menganut prinsip ini dengan melukiskan bahwa suatu kontrak berlaku seperti

undang-undang yang mengikat bagi para pihak (Pasal 1338 KUHPerdata).

5. Asas Kepercayaan (Vertrouwensbeginsel)

Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain,

menumbuhkan kepercayaan di antara kedua pihak itu bahwa satu sama lain

akan memegang janjinya atau dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di

belakang hari. Tanpa adanya kepercayaan itu, maka perjanjian itu tidak

mungkin akan diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan ini, kedua

belah pihak mengikatkan diri dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai

kekuatan mengikat sebagai undang-undang.

6. Asas Kepatutan

Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPerdata asas kepatutan

berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Asas kepatutan ini harus

diperhatikan, karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan

juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

J Gijssels & M.Van Hoecke menyebut istilah lain dari teori hukum

normatif adalah teori hukum preskriptif atau teori hukum kritikal sebgai lawan

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

29

dari teori hukum empiris.29 Teori hukum normatif adalah teori dari ilmu hukum

normatif.30 Dalam kondisi seperti itu, Meuwissen, ilmu hukum normatif

mempunyai tugas pokok untuk mengarahkan, menganalisis, mensistematisasi,

mengintrepretasi dan menilai hukum positif.31

Dari klasifikasi jenis penelitian di atas, maka penelitian ini ternasuk dalam

jenis penelitian hukum normatif, karena penelitian ini berangkat dari adanya

kekosongan norma (rechtsvacuum). Secara normatif KUH Dagang mengatur

tentang CV secara umumnya, yaitu dari Pasal 19 sampai dengan Pasal 23 KUH

Dagang. Tetapi, pengaturan secara lebih spesifik tentang CV atas saham didalam

KUH Dagang maupun peraturan lain, belum ada mengatur tentang CV atas

saham. Dari paparan diatas sudah jelas bahwa adanya kekosongan norma

(rechtsvacuum) dalam CV atas saham.

1.6.2 Jenis Pendekatan

Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yang dapat

diterapkan, yaitu pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan

kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan

komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual

approach).32 Pendekatan perundang-undangan merupakan cara pendekatan

dengan melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan

29Jan Gijssels & Mark van Hoecke, 2000, Apakah Teori Hukum Itu? Terjemahan B. Arief

Sidhanta, Laboatorium Hukum, Bandung, (Untuk Kepentingan Intern), hlm.81. 30I Made Pasek Diantha,2015, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam justifikasi

Teori Hukum, Jakarta, hlm82. 31Meuwissen, 2008, tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, dan

filsafat hukum, terjemahan B. Arief Sidharta, Reflika Aditama, Bandung, hlm.54,55. 32Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta, hlm. 93.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

30

terkaitdengan permasalahan yang dibahas. Penelitian untuk praktik hukum tidak

dapat melepaskan diri dari pendekatan perundang-undangan.Pendekatan kasus

digunakan apabila dalam membahas permasalahan menggunakan contoh kasus

untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang

dibahas.Pendekatan historis ditlakukan dalam kerangka pelacakan sejarah

lembaga hukum dari waktu ke waktu.Pendekatan ini sangat membantu untuk

memahami filosofi dari aturan hukum dari waktu ke waktu.33Pendekatan

perbandingan diterapkan melalui studi perbandingan hukum.34Pendekatan

konseptual dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang

ada, dikarenakan belum atau tidak ada aturan hukum untuk masalah yang

dihadapi.35

Dari berbagai jenis pendekatan yang ada, maka jenis pendekatan yang

diterapkan dalam penelitian ini adalah jenis pendekatan perundang-undangan

(statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Peneliti

menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan sebagai dasar awal

melakukan analisis.Hal ini dilakukan peneliti karena peraturan perundang-

undangan merupakan titik fokus dari penelitian hukum normatif.36Penelitian ini

menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kewenangan

notaris pada pembuatan akta pendirian persekutuan komanditer. Sementara itu,

pendekatan konseptual diterapkan dalam penelitian ini dalam rangka memperjelas

33Ibid., hlm. 126. 34Ibid., hlm. 132. 35Ibid., hlm. 137. 36Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2009, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan

Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 184

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

31

berbagai konsep yang dikaji dalam penelitian seperti konsep saham, persekutuan

komanditer, Notaris, Akta Notaris dan lain sebagianya.

1.6.3 Sumber Bahan Hukum

Untuk mengkaji dan membahas permasalahn dalam penelitian ini, penulis

menggunakan sumber bahan hukum. Sumber bahan hukum yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

1. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mempunyai

kekuatan mengikat.37 Selain itu juga dikatakan bahwa bahan hukum

primer merupakan bahan hukum yang memiliki otoritas (autoritatif)38

berupa norma-norma, peraturan perundang-undangan, yurisprudensi

antara lain :

- Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;

- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;

- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

2. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer.39 Bahan hukum sekunder yang

digunakan dalam penelitian ini adalah :

- Buku-buku hukum mengenai Jabatan Notaris, Persekutan

Komanditer (CV), Perseroan Terbatas, dan Badan Usaha.

37Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, Hal. 118. 38 Zainuddin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika Offset, Jakarta, Hal. 47. 39 Ibid,Hal. 113.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

32

- Pendapat para pakar hukum atau doktrin.

- Artikel yang terkait.

3. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang dapat memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum maupun bahan hukum sekunder yang

berupa kamus hukum, ensiklopedia, dan kamus besar Bahasa Indonesia.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan

dengan metode bola salju (snowball method). Metode bola salju adalah metode di

mana bahan hukum dikumpulkan melalui beberapa literatur kemudian dari

beberapa literatur tersebut diambil sejumlah sumber yang mendukung literatur

tersebut. Sejalan dengan hal tesebut Pasek Diantha menjelaskan bahwa metode

bola salju adalah cara dimana buku yang dirujuk oleh pengarang sebagai sumber

bahan hukum dalam daftar pustaka itu sepanjang ada kaitannya dengan materi

Bab II,Bab III dan Bab IV lebih lanjut dapat dicari oleh peneliti untuk

kelengkapan bahan hukum setelah buku tersebut di temukan selajutnya di lihat

lagi daftar pustakanya.40

1.6.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum yang telah dikumpulkan dan disistematisir kemudian

dilakukan analisis secara kualitatif. Analisis dilakukan dalam rangka untuk

menyelesaikan permasalahan yang ada dengan menggambarkan apa yang menjadi

masalah (deskripsi), menjelaskan masalah (eksplanasi), mengkaji permasalahan

dari bahan-bahan hukum yang terkait (evaluasi) dan memberikan argumentasi dari

40I Made Pasek diantha Op.Cit.,hlm 151

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Kitab Undang-Undang Hukum

33

hasil evaluasi tersebut. Dari hasil proses argumentasi dan evaluasi selanjutnya

ditemukan kesimpulan atas persoalan yang dikaji dalam penelitian ini. Dengan

kata lain, teknik analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

kualitatifdengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Bahan Hukum yang diperoleh dari penelitian diklasifikasikan sesuai

dengan permasalahan dalam penelitian;

2. Hasil klasifikasi data selanjutnya disistematisasikan;

3. Bahan Hukum yang telah disistematisasikan kemudian dievaluasi,

diberikan argumentasi, dan dianalisis untuk dijadikan dasar dalam

pengambilan kesimpulan terhadap permasalahan yang dikaji dalam

penelitian ini.