bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah · hukum secara perdata. ... kitab undang-undang hukum...

22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk sosial. Dalam menjalankan kodratnya sebagai makhluk sosial, manusia hidup bermasyarakat dan saling membentuk hubungan antara yang satu dengan yang lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang beraneka ragam. Pemenuhan kebutuhan manusia sebagaimana dimaksud diatas akan dapat tercapai bilamana manusia itu sendiri mengadakan hubungan dimana dalam hubungan ini akan melahirkan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik. Hubungan yang melahirkan hak dan kewajiban sejenis ini disebut dengan hubungan hukum, dalam arti bahwa tiap-tiap hubungan hukum mempunyai dua sisi, pada satu sisi ia merupakan hak dan pada sisi lainnya ia merupakan kewajiban. Dalam keberlakuannya, hubungan-hubungan hukum yang tercipta dalam masyarakat tidak selalu akan berjalan dengan lancar dengan pengertian bahwa hubungan-hubungan hukum sebagaimana dimaksud diatas dalam perjalanannya sangat dimungkinkan akan menimbulkan konflik. Demi terwujudnya prinsip negara hukum yang menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang dijiwai oleh kebenaran dan keadilan, maka dibutuhkan berbagai regulasi yang mengatur mengenai hal tersebut.

Upload: dophuc

Post on 11-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk sosial. Dalam menjalankan

kodratnya sebagai makhluk sosial, manusia hidup bermasyarakat dan saling

membentuk hubungan antara yang satu dengan yang lainnya untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya yang beraneka ragam. Pemenuhan kebutuhan manusia

sebagaimana dimaksud diatas akan dapat tercapai bilamana manusia itu sendiri

mengadakan hubungan dimana dalam hubungan ini akan melahirkan hak dan

kewajiban yang bersifat timbal balik.

Hubungan yang melahirkan hak dan kewajiban sejenis ini disebut dengan

hubungan hukum, dalam arti bahwa tiap-tiap hubungan hukum mempunyai dua

sisi, pada satu sisi ia merupakan hak dan pada sisi lainnya ia merupakan

kewajiban.

Dalam keberlakuannya, hubungan-hubungan hukum yang tercipta dalam

masyarakat tidak selalu akan berjalan dengan lancar dengan pengertian bahwa

hubungan-hubungan hukum sebagaimana dimaksud diatas dalam perjalanannya

sangat dimungkinkan akan menimbulkan konflik. Demi terwujudnya prinsip

negara hukum yang menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum

yang dijiwai oleh kebenaran dan keadilan, maka dibutuhkan berbagai regulasi

yang mengatur mengenai hal tersebut.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

2

Dalam tataran yang luas, regulasi-regulasi sebagaimana dimaksud diatas

berbentuk Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,

Peraturan Presiden, dan sebagainya. Namun hal ini belumlah cukup karena begitu

kompleksnya dinamika perkembangan masyarakat serta di sisi lain, sifat

pengaturan dari regulasi-regulasi tersebut yang menjangkau secara umum dalam

artian sifat pengaturannya tidak melingkupi kebutuhan-kebutuhan para subyek

hukum secara perdata.

Tidak diakomodirnya kebutuhan-kebutuhan para subyek hukum

sebagaimana dimaksud diatas dalam tataran yang lebih sempit dapat dirangkum

dan diatur secara individu dalam suatu perjanjian yang dibuat antar subyek hukum

tersebut, baik antara orang perseorangan dengan badan hukum, antara sesama

orang perserorangan maupun antara sesama badan hukum. Walaupun dibuat

secara individu, sejatinya daya ikat suatu perjanjian dapat disamakan dengan

undang-undang. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disingkat dengan KUH

Perdata) yang mengamanatkan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata didefinisikan sebagai “Suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang atau lebih”. Terkait dengan itu, perjanjian menurut namanya dapat

diklasifikasikan menjadi 2 (dua) macam, yaitu perjanjian nominaat (bernama) dan

perjanjian innominaat (tidak bernama). Perjajian nominaat adalah perjanjian atau

kontrak yang dikenal dalam KUH Perdata. Hal-hal yang termasuk dalam

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

3

perjanjian nominaat ini adalah jual beli, tukar menukar, sewa menyewa,

persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam,

pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dan lain-lain. Sedangkan

perjanjian innominaat adalah perjanjian yang belum diatur dalam KUH Perdata

dan perjanjian jenis ini timbul, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.1

Dalam keberlakuannya, jenis perjanjian yang paling sering ditemui di

masyarakat adalah perjanjian jual beli barang dan/atau jasa, baik berbentuk tertulis

maupun lisan. “Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para

pihak dalam bentuk tulisan”.2 Perjanjian jenis ini lumrahnya digunakan bagi

obyek perjanjian yang nilai ekonomisnya tinggi, seperti tanah dan bangunan.

Sedangkan perjanjian lisan adalah “suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak

dalam bentuk lisan (cukup kesepakatan para pihak)”.3 Umumnya perjanjian lisan

digunakan sebagai tanda kesepakatan hubungan transaksional para pihak yang

berkenaan dengan nilai ekonomis obyek perjanjiannya dalam kisaran menengah

ke bawah seperti halnya kendaraan, furniture, dll.

Seiring dengan perkembangan informasi dan teknologi yang semakin pesat

dewasa ini yang sejalan dengan perkembangan globalisasi telah membawa

berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet. Dengan adanya

internet tidak dapat dipungkiri membawa berbagai pengaruh pada setiap aspek

kehidupan manusia tak terkecuali dalam hal perjanjian itu sendiri yang awalnya

1H. Salim HS., 2006, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUH Perdata, RajaGrafindo

Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat H. Salim HS. I), h. 1.

2H. Salim HS., H. Abdullah dan Wiwiek Wahyuningsih, 2008, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding, Ed. I, Cet. III, Sinar Grafika, Jakarta, h. 16.

3Ibid.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

4

berbentuk konvensional (tertulis dan lisan) kini telah muncul suatu bentuk

perjanjian baru, yaitu perjanjian atau kontrak elektronik.

Tanpa mengenal batasan ruang dan waktu, para subyek hukum yang

berbeda wilayah dalam satu waktu yang sama dapat mengikatkan dirinya dalam

konteks hubungan transaksionalnya. Solusi dari perikatan sebagaimana dimaksud

adalah menuangkannya dalam bentuk perjanjian/kontrak elektronik.

Perjanjian/kontrak elektronik menurut Pasal 1 angka 17 Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik (yang selanjutnya disingkat dengan UU ITE) merupakan suatu

perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik. Mengenai Sistem

elektronik itu sendiri didefinisikan dalam Pasal 1 angka 5 UU ITE yang

menyatakan bahwa “Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan

prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah,

menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau

menyebarkan Informasi Elektronik.

Adapun yang menjadi ciri-ciri khusus dari perjanjian/kontrak elektronik

adalah “dapat terjadi secara jarak jauh bahkan dapat melampaui batas-batas suatu

negara melalui internet dan para pihak dalam perjanjian/kontrak elektronik tidak

pernah bertatap muka (faceless nature), bahkan mungkin tidak akan pernah

bertemu”.4

Berkaitan dengan uraian diatas, dalam transaksi jual beli online secara

umum kondisinya adalah pihak pembeli tidak dapat melihat maupun mencoba

4Sukarmi, 2008, Cyber Law : Kontrak Elektronik dalam Bayang-Bayang Pelaku Usaha, Pustaka Sutra, Bandung, h. 140.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

5

fisik barang yang menjadi obyek perjanjian secara langsung. Dikatakan demikian

karena pada umumnya mekanisme dalam transaksi jual beli online berbasis media

internet antara pihak penjual dengan pihak pembeli melakukan transaksi tanpa

melalui tatap muka dimana hal ini diawali dengan tindakan pihak pembeli yang

melakukan pencarian katalog barang yang diinginkan melalui sebuah situs

internet. Setelah itu, bila pihak pembeli telah menentukan pilihan atas barang yang

dikehendaki, maka ia akan menghubungi kontak yang tertera pada katalog barang

tersebut, baik melalui media telepon, email, Blackberry Messenger, dll., lalu

bersepakat untuk melakukan transaksi. Di akhir prosesnya yang biasanya

dikarenakan perbedaan tempat antara pihak penjual dan pihak pembeli yang

cukup jauh, lumrahnya barang yang telah disepakati akan dikirimkan melalui jasa

pengiriman barang (ekspedisi), yang tentunya telah dibayarkan terlebih dahulu

oleh pihak pembeli baik melalui transfer rekening antar bank maupun melalui

media pembayaran lainnya.

Sebagai contohnya adalah dalam situs berniaga.com. Situs ini merupakan

situs jual beli online berbasis media internet yang beroperasi di bawah bendera

perusahaan PT. 701 Search, sebuah perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan

media patungan antara Singapore Press Holdings (SPH) dan Schibsted Classified

Media (SCM). Situs ini sudah beroperasi sejak Desember 2009 dan menawarkan

jasa penjualan barang secara gratis, seperti properti, kendaraan, furniture, barang-

barang elektronik, dan lain-lain,5 sepanjang barang-barang tersebut adalah barang-

barang yang diperbolehkan/tidak dilarang menurut hukum positif Indonesia.

5Wikipedia, 2014, “berniaga.com”, http://id.wikipedia.org/wiki/berniaga.com, diakses pada

tanggal 1 Oktober 2014.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

6

Lumrahnya pihak penjual yang menjual barang dagangannya melalui situs ini

adalah orang perseorangan yang langsung memiliki barang second hand atau

bekas pakai namun kondisinya tetap laik untuk digunakan.

Sebagaimana diuraikan diatas, bahwa situs berniaga.com merupakan situs

internet yang menawarkan jasa penjualan untuk berbagai jenis barang dimana

pada hakikatnya situs ini hanya sebagai perantara pihak penjual dan pihak pembeli

dalam hubungan transaksionalnya, dalam artian bahwa situs ini bukanlah situs

jual beli online berbasis media internet yang secara langsung melakukan kegiatan

perdagangan barang.

Dengan kondisi yang sedemikian rupa, dimana pihak penjual dan pihak

pembeli yang tidak melakukan tatap muka dalam transaksinya ditambah dengan

pihak pembeli yang tidak dapat melihat maupun mencoba fisik barang/obyek

perjanjian secara langsung, sangat dimungkinkan menimbulkan permasalahan.

Dikatakan demikian, bilamana setelah barang sebagaimana dimaksud diatas

diserahkan kepada pihak pembeli ternyata mengandung suatu cacat tersembunyi.

Terlebih lagi, dalam melakukan hubungan transaksionalnya, para pihak seakan

telah mempercayai satu sama lain sehingga tidak sedetail mungkin merumuskan

perjanjian tersebut.

Dalam UU ITE sendiri tidak mengatur secara eksplisit mengenai cacat

tersembunyi sebagaimana dimaksud diatas dan segala akibat yang dapat

ditimbulkan. UU ITE hanya mengatur mengenai keharusan pelaku usaha untuk

menyediakan informasi yang lengkap dan benar tentang syarat kontrak, produsen,

dan produk yang ditawarkan sebagaimana rumusan Pasal 9 yang menyatakan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

7

bahwa “Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus

menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak,

produsen, dan produk yang ditawarkan”.

Dalam Penjelasannya ditentukan bahwa “Yang dimaksud dengan ‘informasi

yang lengkap dan benar’ meliputi:

a. Informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan

kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun

perantara; dan

b. Informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya

perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti

nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa”.

Sebagai peraturan pelaksanaan dari UU ITE, Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi

Elektronik (untuk selanjutnya disingkat dengan PP PSTE) dalam Pasal 49 ayat (2)

mengamanatkan bahwa “Pelaku usaha wajib memberikan kejelasan informasi

tentang penawaran kontrak atau iklan”. Sedangkan dalam ayat (3) dinyatakan

bahwa “Pelaku usaha wajib memberikan batas waktu kepada konsumen untuk

mengembalikan barang yang dikirim apabila tidak sesuai dengan perjanjian atau

terdapat cacat tersembunyi”.

Frasa “informasi yang lengkap dan benar” sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 UU ITE dan frasa “kejelasan informasi tentang penawaran kontrak” dalam

ketentuan Pasal 49 ayat (2) PP PSTE sejatinya sama sekali tidak menyinggung

tentang cacat tersembunyi itu. Hanya dalam rumusan Pasal 49 ayat (3) PP PSTE

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

8

ditentukan batas waktu bagi konsumen untuk mengembalikan barang yang

mengandung cacat tersembunyi.

Dari ketentuan pasal-pasal tersebut dapat diketahui bahwa tidak ada satupun

penjelasan yang definitif mengenai cacat tersembunyi. Dalam KUH Perdata

sendiri juga tidak dirumuskan secara eksplisit mengenai apa itu cacat tersembunyi.

Perumusan cacat tersembunyi dalam KUH Perdata hanya sebatas kewajiban

penanggungan pihak penjual terhadap pihak pembeli dimana hal ini senada

dengan ketentuan Pasal 49 ayat (3) PP PSTE. Hal ini secara eksplisit dinyatakan

dalam Pasal 1491 KUH Perdata yang mengamanatkan bahwa “Penanggungan

yang menjadi kewajiban si penjual terhadap si pembeli, adalah untuk menjamin 2

(dua) hal, yaitu pertama penguasaan benda yang dijual secara aman dan tenteram;

kedua terhadap adanya cacat-cacat barang tersebut yang tersembunyi, atau yang

sedemikian rupa hingga menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya”.

Terkait dengan uraian diatas, terdapat frasa “menerbitkan alasan untuk

pembatalan pembeliannya”. Frasa ini sejatinya mengarah pada batalnya perjanjian

jual beli (secara elektronik) sebagai akibat dari adanya cacat tersembunyi pada

barang/obyek perjanjian. Namun yang menjadi persoalan adalah batalnya

perjanjian tersebut dikualifikasikan sebagai apa? Apakah perjanjian yang

bersangkutan dapat dibatalkan ataukah perjanjian tersebut batal demi hukum.

Karena hal tersebut akan berimplikasi pada klasifikasi cacat tersembunyi itu

sendiri sebagai suatu hal yang melanggar atau tidak memenuhi syarat-syarat

sahnya suatu perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

9

Di sisi lain, sebagaimana perumusan Pasal 9 UU ITE yang telah disebutkan

diatas, terdapat frasa “Pelaku usaha”. Frasa ini seakan multitafsir karena tidak

jelas siapa yang dimaksud dengan pelaku usaha tersebut. Merujuk pada Pasal 1

angka 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen (yang selanjutnya disingkat dengan UU PK) menyatakan

bahwa “Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik

yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. Penjelasan

pasal ini mengamanatkan bahwa: “Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian

ini adalah perusahaan, korporasi, badan usaha milik negara, koperasi, importir,

pedagang, distributor, dan lain-lain”.

Apabila dicermati rumusan Penjelasan pasal diatas, bahwa Pelaku usaha

yang dimaksud adalah pelaku usaha yang berskala besar dimana dalam

menjalankan kegiatan usahanya lebih ditujukan untuk kepentingan

bisnis/usaha/profesinya.

Bilamana dikaitkan dengan kegiatan jual beli melalui perantara situs

berniaga.com sebagaimana dimaksud diatas, maka peraturan perundang-undangan

tersebut sejatinya belum mengatur secara detail mengenai cacat tersembunyi yang

sangat dimungkinkan terjadi dalam kerangka hubungan transaksional para pihak

tanpa adanya tatap muka. Di sisi lain, UU ITE juga belum merumuskan secara

jelas siapa yang dimaksud pelaku usaha, apakah pelaku usaha tersebut meliputi

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

10

pihak penjual barang second hand milik pribadi yang bukan termasuk ke dalam

golongan professional seller.

Tidak jelasnya rumusan norma dalam Pasal 9 UU ITE dapat mengakibatkan

multitafsir mengenai tanggung jawab pihak penjual dan akibat hukum yang dapat

ditimbulkan dari adanya cacat tersembunyi pada barang/obyek perjanjian jual beli

dengan sistem elektronik.

Berdasarkan adanya kekaburan norma (vague van normen) ini, maka sangat

menarik untuk disusun skripsi dengan judul : “Tanggung Jawab Pihak Penjual

Terhadap Cacat Tersembunyi Pada Barang/ObyekPerjanjian Jual Beli Dengan

Sistem Elektronik”.

1.2 Rumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan,

adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada 2 (dua)

hal, yaitu:

1. Apakah pihak penjual yang menjual barang dagangannya melalui situs

berniaga.com dapat dikatakan sebagai pelaku usaha dalam kaitan dengan

pertanggung jawabannya terhadap cacat tersembunyi yang terdapat pada

barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem elektronik?

2. Bagaimanakah akibat hukum yang dapat ditimbulkan dari adanya cacat

tersembunyi pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem elektronik

yang telah diserahkan kepada pihak pembeli?

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

11

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk mendapatkan gambaran umum tentang apa yang akan diuraikan

dalam skripsi ini, maka perlu kiranya ditentukan lingkup permasalahannya

sebagai berikut:

Terhadap permasalahan pertama, akan dikemukakan tentang kualifikasi dan

tanggung jawab pelaku usaha sebagai pihak penjual dalam transaksi jual beli

online melalui situs berniaga.com terhadap cacat tersembunyi pada barang/obyek

perjanjian, yang berkaitan dengan pengertian pelaku usaha, kedudukan pihak

penjual dalam transaksi jual beli online melalui situs berniaga.com, hak dan

kewajiban pihak penjual, serta tanggung jawab pihak penjual.

Terhadap permasalahan kedua, akan dijabarkan mengenai akibat hukum

yang dapat ditimbulkan dari adanya cacat tersembunyi pada barang/obyek

perjanjian jual beli dengan sistem elektronik yang telah diserahkan kepada pihak

pembeli, dalam hal ini dapat berupa pembatalan perjanjian, pemenuhan prestasi

oleh pihak penjual (dengan atau tanpa disertai ganti rugi) atau pemutusan

perjanjian.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

yang menyangkut masalah “Tanggung Jawab Pihak Penjual Terhadap Cacat

Tersembunyi Pada Barang/Obyek Perjanjian Jual Beli Dengan Sistem

Elektronik”, tidak ditemukan karya tulis yang sama meneliti tentang hal tersebut.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

12

Untuk menjamin orisinalitas penelitian dalam skripsi ini, maka disajikan beberapa

penelitian sebelumnya yang mengangkat tema yang serupa, diantaranya:

Moh. Yuda Sudawan, 2013, Skripsi Fakultas Hukum Universitas

Hasanuddin, Makassar, dengan judul “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Virtual

Office”, menggunakan metode penelitian yuridis empiris, dengan perumusan

masalah : Pertama, bagaimana keabsahan perjanjian sewa-menyewa online kantor

perusahaan pada Virtual Office?. Kedua, bagaimana tanggung jawab hukum

penyedia jasa Virtual Office?.

Rizsky Marlina Lubis, 2009, Skripsi Fakultas Hukum Univesitas Sumatera

Utara, Medan, dengan judul “Tinjauan Yuridis Mengenai Tanggung Jawab Pelaku

Usaha dalam Memberikan Informasi Produk pada Transaksi E-Commerce”,

menggunakan metode yuridis normatif, dengan perumusan masalah: Pertama,

Apakah batasan-batasan terhadap informasi yang lengkap dan benar dalam

transaksi E-commerce?, kedua, bagaimanakah pertanggung jawaban pelaku usaha

jika tidak melaksanakan kewajibannya untuk memberikan informasi yang lengkap

dan benar dalam transaksi E-commerce?, ketiga, apakah ketentuan-ketentuan yang

mengatur mengenai kewajiban pelaku usaha terhadap pertanggung jawaban

tersebut dapat diterapkan?.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dapat dikualifikasikan atas tujuan yang bersifat umum

dan tujuan yang bersifat khusus.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

13

1.5.1 Tujuan umum.

1. Untuk mengetahui apakah pihak penjual yang menjual barang dagangannya

melalui situs berniaga.com dapat dikatakan sebagai pelaku usaha dalam kaitan

dengan pertanggung jawabannya terhadap cacat tersembunyi yang terdapat

pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem elektronik.

2. Untuk mengetahui bagaimanakah akibat hukum yang dapat ditimbulkan dari

adanya cacat tersembunyi pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem

elektronik yang telah diserahkan kepada pihak pembeli.

1.5.2 Tujuan khusus.

Berdasarkan pada tujuan umum diatas dan dengan menekankan pada aspek

normatifnya, adapun tujuan khusus dari penelitian ini sesuai dengan permasalahan

yang dibahas, yakni:

1. Untuk memahami apakah pihak penjual yang menjual barang dagangannya

melalui situs berniaga.com dapat dikatakan sebagai pelaku usaha dalam kaitan

dengan pertanggung jawabannya terhadap cacat tersembunyi yang terdapat

pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem elektronik.

2. Untuk memahami bagaimanakah akibat hukum yang dapat ditimbulkan dari

adanya cacat tersembunyi pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem

elektronik yang telah diserahkan kepada pihak pembeli.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik yang bersifat

teoritis maupun manfaat praktis, diantaranya:

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

14

1.6.1 Manfaat teoritis.

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangsih pemikiran sebagai penambah wawasan ataupun refrensi melalui

pemahaman terhadap konsep tanggung jawab pihak penjual terhadap cacat

tersembunyi pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem elektronik

beserta akibat hukum yang dapat ditimbulkannya.

1.6.2 Manfaat praktis.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pedoman

untuk menyelesaikan permasalahan sejenis baik bagi pemerintah, pengusaha,

mahasiswa atau siapapun yang berkaitan dengan kegiatan transaksi jual beli

online melalui situs internet.

1.7 Landasan Teoritis

Teori berasal dari kata theoria dalam Bahasa Latin yang berarti perenungan,

dan kata theoria itu sendiri berasal dari kata thea yang dalam Bahasa Yunani

berarti cara atau hasil pandang.6 Adapun landasan teoritis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah: Konsep tanggung jawab, Asas konsensualisme, Asas pacta

sunt servanda serta Asas iktikad baik.

6Soetandyo Wignyosoebroto, 2002, Hukum Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya,

Elsam dan Huma, Jakarta, h. 179.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

15

1.7.1 Konsep tanggung jawab.

Secara terminologi, tanggung jawab berarti “keadaan wajib menanggung

segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut), dipersalahkan,

diperkarakan, dan sebagainya ”.7

Menurut Frans Magnis Suseno, tanggung jawab merupakan kesediaan

dasariah untuk melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya. Respondeo ergo

sum (aku bertanggung jawab, jadi aku ada), demikian tegas Emmanuel Levinas.

Adapun uraiannya sebagai berikut: kebebasan memberikan pilihan bagi manusia

untuk bersikap dan berperilaku. Oleh karena itu, manusia wajib bertanggung

jawab atas pilihan yang telah dibuatnya. Pertimbangan moral baru akan

mempunyai arti apabila manusia tersebut mampu dan/atau mau bertanggung

jawab atas pilihan yang dibuatnya. Dengan bahasa yang lebih sederhana

dikatakan, bahwa pertimbangan-pertimbangan moral hanya mungkin ditujukan

bagi orang yang dapat dan/atau mau bertanggung jawab.8

Berkenaan dengan uraian diatas, konsep tanggung jawab ditinjau dari sudut

pandang yuridis merumuskan bahwa subyek hukum diwajibkan menanggung

segala akibat dari perbuatannya baik karena kesengajaan maupun karena

kealpaan. Dalam hal ini, “Hans Kelsen mengemukakan sebuah teori yang ia sebut

dengan teori tradisional, dimana dalam teori ini, tanggung jawab dibedakan

7Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai

Pustaka, Jakarta, h. 1006. 8Frans Magnis Suseno, 2000, Dua Belas Tokoh Etika Abad ke-21, Kanisius, Yogyakarta, h. 87.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

16

menjadi 2 (dua) macam, yaitu (a) tanggung jawab yang didasarkan atas kesalahan;

dan (b) tanggung jawab mutlak”.9

Tanggung jawab yang didasarkan atas kesalahan baik karena kesengajaan

maupun kealpaan merupakan suatu tanggung jawab yang dibebankan kepada

subyek hukum atau pelaku yang melakukan perbuatan yang dinilai melanggar

hukum. Sedangkan tanggung jawab mutlak, bahwa perbuatannya menimbulkan

akibat yang dianggap merugikan oleh pembuat undang-undang dan ada suatu

hubungan eksternal antara perbuatannya dengan akibatnya. Tiadanya keadaan

jiwa si pelaku dengan akibat perbuatannya.10

1.7.2 Asas konsensualisme.

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata merumuskan bahwa “Semua perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya”. Istilah ‘secara sah’ bermakna bahwa dalam pembuatan perjanjian

yang sah (menurut hukum) adalah mengikat (vide Pasal 1320 KUH Perdata),

karena di dalam asas ini terkandung kehendak para pihak untuk saling

mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan diantara para pihak terhadap

pemenuhan perjanjian.11

Secara sederhana, asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan

bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup

9H. Salim HS., Erlis Septiana Nurbani, 2014, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian

Disertasi dan Tesis (Buku Kedua), Cet. I, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 211. 10Ibid., h. 212. 11Agus Yudha Hernoko, 2011, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

Komersil, Ed. I, Cet. II, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, h. 120.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

17

dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan

persesuaian kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.12

Dikaitkan dengan bentuk perjanjian elektronik, sejatinya para pihak dalam

kerangka hubungan transaksionalnya telah bersepakat untuk menuangkannya

dalam bentuk tersebut. Tanpa didasari kesepakatan para pihak akan

mengakibatkan perjanjian tersebut tidak sah dan juga tidak mengikat sebagaimana

layaknya suatu undang-undang.

1.7.3 Asas pacta sunt servanda.

Pada dasarnya janji itu mengikat, sehingga perlu diberikan kekuatan untuk

berlakunya. Untuk memberikan kekuatan daya berlaku atau daya mengikat suatu

perjanjian, maka perjanjian yang dibuat secara sah mengikat serta dikualifikasikan

mempunyai kekuatan mengikat setara dengan daya berlaku dan mengikatnya

undang-undang. Asas pacta sunt servanda merupakan konsekuensi logis dari efek

berlakunya kekuatan mengikat suatu perjanjian13 dimana hal ini secara tegas

dirumuskan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.

Asas pacta sunt servanda ini pada dasarnya mengandung makna bahwa:14

1. Perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya; dan

2. Mengisyaratkan bahwa pengingkaran terhadap kewajiban yang termaktub

dalam perjanjian merupakan suatu pelanggaran terhadap janji tersebut dan akan

berakibat pada perjanjian itu sendiri.

12H. Salim HS., 2003, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), Cet. I, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat H. Salim HS. II), h. 10.

13Agus Yudha Hernoko, op. cit., h. 124. 14Harry Purwanto, 2009, “Keberadaan Asas Pacta Sunt Servanda dalam Perjanjian

Internasional”, Mimbar Hukum, Volume 21 Nomor 1, Februari 2009, h. 162.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

18

Dengan adanya suatu cacat tersembunyi pada barang/obyek perjanjian jual

beli dengan sistem elektronik, maka akan dapat berakibat pada perjanjian itu

sendiri, baik berupa pembatalan perjanjian atau pemutusan perjanjian itu sendiri.

1.7.4 Asas iktikad baik.

Rumusan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata menyatakan bahwa “Suatu

perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, kata ‘iktikad’ didefinisikan sebagai “kepercayaan, keyakinan yang

teguh, maksud, kemauan (yang baik)”.15 Jadi dapat dirumuskan bahwa asas

iktikad baik ini adalah asas yang menghendaki dan/atau mengharuskan para pihak

melaksanakan substansi perjanjian berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang

teguh atau kemauan baik.

Asas iktikad baik dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis berdasarkan

sifatnya, yaitu iktikad baik nisbi (relatif-subyektif) dan iktikad baik mutlak

(absolut-obyektif). Pada iktikad baik yang nisbi (relatif-subyektif), orang

memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subyek. Pada iktikad baik

yang absolut-obyektif atau hal yang sesuai dengan akal sehat dan keadilan, dibuat

ukuran obyektif untuk menilai keadaan sekitar perbuatan hukumnya (penilaian

tidak memihak menurut norma-norma yang obyektif).16

Khusus mengenai iktikad baik yang bersifat relatif-subyektif memiliki

keterkaitan yang erat dengan tindakan pihak penjual yang menjual barang

dagangannya yang mengandung suatu cacat tersembunyi. Bilamana pihak penjual

15Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., h. 369. 16Agus Yudha Hernoko, op. cit., h. 137.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

19

telah mengetahui sebelumnya bahwa barang yang diperdagangkannya

mengandung cacat tersembunyi dan ia tidak juga memberi informasi yang lengkap

dan benar kepada pihak pembeli akan hal itu, maka dapat dikatakan bahwa pihak

penjual tersebut telah melanggar asas iktikad baik. Hal ini akan melahirkan suatu

tanggung jawab yuridis bagi pihak penjual itu sendiri.

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis penelitian.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum normatif, yaitu “suatu cara untuk mendapatkan data-data dari bahan-bahan

kepustakaan terutama yang berhubungan mengenai masalah hukum”.17 Penelitian

hukum normatif dilakukan dengan cara mengkaji hukum dalam Law in Book

(yang dikonsepsikan sebagai apa yang termaktub dalam peraturan perundang-

undangan) dan bahan hukum lain di luar peraturan perundang-undangan seperti

doktrin atau pendapat para sarjana.

Penelitian ini beranjak dari kekaburan norma tentang maksud dari frasa

“informasi yang lengkap dan benar” dan frasa “pelaku usaha” dalam rumusan

Pasal 9 UU ITE dimana pada akhirnya kekaburan norma ini bermuara pada tidak

jelasnya batasan ruang lingkup pelaku usaha dalam konteks sebagai pihak penjual

dalam transaksi jual beli online melalui situs internet yang menawarkan jasa

penjualan barang, ruang lingkup mengenai cacat tersembunyi, pertanggung

jawaban pihak penjual tersebut serta akibat hukum yang dapat ditimbulkan dari

17Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2004, Penelitian Hukum Normatif, RajaGrafindo

Persada, Jakarta, h. 41.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

20

adanya cacat tersembunyi pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem

elektronik.

1.8.2 Jenis pendekatan.

Jenis pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan perundang-

undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach).

Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua undang-

undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang

ditangani,18 dimana dalam kaitan dengan penelitian ini, pengkajian dan

penelaahan dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan tanggung jawab pihak penjual dikaitkan dengan adanya cacat tersembunyi

pada barang/obyek perjanjian jual beli dengan sistem elektronik. Pendekatan

konseptual dilakukan dengan cara menemukan konsep-konsep yang terkait

dengan permasalahan yang sedang diteliti.

1.8.3 Sumber bahan hukum.

Sumber bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

1. Bahan hukum primer, terdiri dari:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (terjemahan Burgelijk Wetboek oleh

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio);

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik;

18Peter Mahmud Marzuki, 2006, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, h. 93.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

21

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen; dan

d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2012 tentang

Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

2. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang bersifat membantu atau

menunjang bahan hukum primer dimana pada akhirnya akan memperkuat

penjelasan dalam penelitian ini, yang diantaranya meliputi: literatur-literatur,

jurnal-jurnal hukum, dan karya tulis dalam bidang hukum (tesis/ skripsi) serta

bahan hukum tertulis lainnya yang terkait.

3. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang sifatnya membantu atau

menunjang bahan hukum primer dan sekunder, diantaranya terdiri dari kamus

dan ensiklopedia hukum serta tulisan-tulisan yang diakses melalui internet

yang tentunya masih relevan dan berkaitan dengan permasalahan yang diteliti

dalam tulisan ini.

1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum.

Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan sistem bola salju

(snow ball system) dimana hal ini diawali dengan pencarian literatur, dari satu

literatur dengan merujuk pada daftar pustaka untuk kemudian dicatat dan

dilakukan pencarian literatur lainnya sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah · hukum secara perdata. ... Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ... berbagai dampak positif diantaranya adalah terciptanya internet

22

Demikian untuk seterusnya sehingga bahan hukum telah dirasa cukup untuk

membahas permasalahan.

1.8.5 Teknik analisis bahan hukum.

Dalam penelitian ini, teknik analisis bahan hukum yang dipergunakan

adalah teknik deskripsi. Analisis dilakukan dengan memaparkan isu hukum

dengan menguraikannya secara lengkap dan jelas untuk selanjutnya dilakukan

pengklasifikasian terhadap bahan-bahan hukum tertulis melalui proses analisis

dan dikaitkan dengan teori, konsep serta doktrin para sarjana.19

Selanjutnya, dilakukan penafsiran sistematis dan gramatikal. Penafsiran

sistematis dilakukan dengan titik tolak dari suatu konsep/aturan hukum dan

mengkaitkannya dengan konsep/aturan hukum lainnya. Sedangkan penafsiran

secara gramatikal dilakukan dengan mencari arti/esensi dari suatu substansi aturan

secara keseluruhan atau bagian-bagiannya per kalimat menurut bahasa hukum

ataupun bahasa keseharian.

19I Wayan Ananda Yadnya Putra Wijaya, 2013, “Kewenangan Notaris dalam Membuat Akta Risalah Lelang” Tesis Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, h. 36.