bab i- kejang demam

Upload: astrini-retno-permatasari

Post on 08-Oct-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kejang demam

TRANSCRIPT

9

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam pada anak merupakan suatu peristiwa yang menakutkan bagi sebagian besar orang tua karena kejadiannya yang mendadak dan sebagian besar orang tua tidak tahu harus berbuat apa. Kejang demam merupakan kejang yang sering terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa adanya infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak dapat terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kejotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, nafas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang berhenti anak akan segera normal kembali. Insiden terjadinya kejang demam terutama pada anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun. Sebanyak 3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.(8)

Berdasarkan laporan daftar diagnosis dari lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD dr.Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0%). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0%). Dari data diatas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.(9)

Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit. Komplikasi yang dapat ditimbulkan yaitu kerusakan otak, dan retardasi mental, penatalaksanaannya yaitu dengan segera diberikan diazepam rektal atau intravena, membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya, menurunkan panas bila demam atau hiperpireksia dengan kompres seluruh tubuh, memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung lama (>10 menit).(11)

Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera. Diagnosis secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari kecacatan yang lebih parah, yang diakibatkan oleh bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga medis dituntut untuk berperan secara aktif dalam mengatasi keadaan tersebut yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan.(8)Penjelasan lebih lanjut tentang kejang demam akan dijabarkan secara runtut dalam bab 2 pada makalah ini.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAI. DEFINISI

Sebelum kita memahami definisi mengenai kejang, perlu kita ketahui tentang kejang seizure dan konvulsi. Yang dimaksud dengan seizure adalah cetusan aktivitas listrik yang terjadi secara mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-saraf di otak yang tidak dapat dikendalikan. Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu. Manifestasi dari seizure bisa bermacam-macam, dapat berupa penurunan kesadaran, gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik (kelojokan), konvulsi dan fenomena psikologis yang lainnya. Kumpulan gejala berulang dari seizure yang terjadi dengan sendirinya tanpa dicetuskan oleh apapun disebut epilepsi (ayan). Sedangkan konvulsi adalah gerakan mendadak dan serentak otot-otot yang tidak bisa dikendalikan, biasanya bersifat menyeluruh. Hal inilah yang lebih sering dikenal orang sebagai kejang. Jadi kejang hanyalah salah satu manifestasi dari seizure.(15)

Kejang demam atau disebut juga febrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Terjadi pada 2-4 % anak berumur 6bulan sampai 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam merupakan bangkitan kejang pada bayi atau anak-anak yang disebabkan oleh demam.(2)

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan oleh penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis dan ensefalopati. Kejang demam juga harus dibedakan dengan epilepsi, yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, tonik maupun klonik, tanpa gerakan fokal dan tidak berulang dalam 24 jam dan kejang demam kompleks yang memiliki ciri salah satu yaitu kejang yang berlangsung dari 15 menit, kejang fokal, parsial atau umum yang didahului parsial dan multipel (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam).(2,3)II. EPIDEMIOLOGI1. Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun. Menurut Tejani NR (2008), kejang demam terjadi pada anak berusia 3 bulan 5tahun.2. Insiden tertinggi terjadi pada umur 18 bulan.3. Dari semua kasus kejang demam, sekitar 80% merupakan kejang demam sederhana dan 20% kejang demam kompleks.4. Kejang pertama terbanyak terjadi pada usia 17-23 bulan.5. Anak laki-laki lebih sering mengalami kejang demam dibandingkan dengan anakperempuan.6. Kejadian kecacatan atau kelainan neurologis sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.7. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.8. Insiden kejang demam di India sekitar 5-10%, di Jepang sekitar 8,8%, di Hongkong sekitar 0,35%, dan di Cina sekitar 0,5-1,5%.(3)III. FAKTOR RISIKO

Faktor risiko kejang demam yang pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium rendah.

Setelah kejang demam pertama kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi (kekambuhan), dan kira-kira 9% anak mengalami rekurensi 3 kali atau lebih, risiko rekurensi meningkat pada usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.

Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur 4 tahun, yang terbanyak antara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak mengalami kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih dapat mengalami kejang demam sampai umur lebih dari 6 tahun. Kejang demam diturunkan secara dominan autosomal sederhana.(13)IV. KLASIFIKASI

Kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) dan kejang demam kompleks (Complex Febrile Seizure). Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:1. Kejang lama > 15 menit

2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang demam.(16)V. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak diketahui. Kejang demam biasanya berhubungan dengan demam yang tiba-tiba tinggi dan kebanyakan terjadi pada hari pertama anak mengalami demam. Kejang berlangsung selamabeberapa detik sampai beberapa menit. Kejang demam cenderung ditemukan dalam satu keluarga, sehingga diduga melibatkan faktor keturunan (faktor genetik). Kadang kejang yang berhubungan dengan demam disebabkan oleh penyakit lain,seperti keracunan, meningitis atau ensefalitis.(4)

Infeksi virus saluran pernapasan atas, roseola dan otitis media akut adalahpenyebab kejang demam yang paling sering. Atau infeksi oleh virus herpes juga sering menyebabkan kejang demam pada anak-anak. Disentri karena Shigella juga sering menyebakan demam tinggi dan kejang demam padaanak-anak.(4)

Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi pertusis (DPT) dan morbili (campak).

Dari penelitian yang telah dilakukan Prof. Dr. dr. S. M. Lumbantobing pada 297 penderita kejang demam, 66 (22,2%) penderita tidak diketahui penyebabnya. Penyebab utama didasarkan atas bagian tubuh yang terlibat peradangan. Ada penderita yang mengalami kelainan pada lebih dari satu bagian tubuhnya, misalnya tonsilofaringitis dan otitis media akut.(3)Penyebab demam pada 297 penderita KD

Penyebab demam Jumlah penderita

Tonsilitis dan / faringitis100

Otitis media akut 91

Enteritis/ gastroenteritis22

Enteritis/gastroenteritis dengan dehidrasi44

Bronkitis 17

Bronkopneumonia(radang paru dan sal nafas)38

Morbili 12

Varisela 1

Dengue 1

Tidak diketahui 66

Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:(5) Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama

Riwayat kejang demam dalam keluarga

Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatifnormal

Riwayat demam yang sering

Kejang pertama adalah complex febrile seizure (kejang fokal, hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung > 15 menit, dan atauberulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung). Risiko berulangnya kejang demam adalah 10% tanpa faktor risiko, 25% dengan 1 faktor risiko, 50% dengan 2 faktor risiko, dan dapat mencapai 100% dengan 3faktor risiko.(5)VI. PATOFISIOLOGI

Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi maupun anatomi.

Sel saraf seperti juga sel hidup lainnya, mempunyai potensial membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel lebih negatif dibandingkan dengan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat potensial membran berkisar antara 30-100 mV, selisih potensial membran ini akan tetap sama selama sel tidak mendapatkan rangsangan. Potensial membran ini terjadi akibat perbedaan letak dan jumlah ion-ion terutama ion Na+, K+, dan Ca++. Bila sel saraf mengalami stimulasi, misalnya stimulasi listrik akan mengakibatkan menurunnya potensial membran. Penurunan potensial membran ini akan menyebabkan permeabilitas membran terhadap ion Na+ akan meningkat, sehingga Na+ lebih banyak masuk ke dalam intrasel. Selama serangan ini lemah, perubahan potensial membran masih dapat dikompensasi oleh transport aktif ion Na+ dan ion K+, sehingga selisih potensial aksi kembali ke keadaan istirahat. Perubahan potensial aksi yang demikian sifatnya tidak menjalar, yang disebut respon lokal. Bila rangsangan cukup kuat perubahan potensial dapat mencapai ambang tetap (firing level), maka permeabilitas membran terhadap Na+ akan meningkat secara besar-besaran pula, sehingga timbul spike potential atau potensial aksi. Potensial ini akan dihantarkan ke sel saraf berikutnya melalui sinaps dengan perantara zat kimia yang dikenal dengan neurotransmitter. Bila perangsangan telah selesai, maka permeabilitas membran kembali ke keadaan istirahat, dengan cara Na+ akan kembali ke luar sel dan K+ masuk kedalam sel melalui mekanisme pompa Na-K yang membutuhkan ATP dari sintesa glukosa dan oksigen. (8,12)Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori:

a. Gangguan pembentukan ATP akibat kegagalan pompa Na-K, misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemi. Sedangkan pada kejang sendiri dapat terjadi pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.b. Perubahan permeabilitas membran sel saraf, misalnya hipokalsemi dan hipomagnesemia.

c. Perubahan relatif neuratransmiter yang bersifat eksitasi dibandingkan dengan neurotransmitter inhabisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau Glutamat akan menimbulkan kejang.

Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan pada keadaan demam terjadi peningkatan reaksi tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat akibatnya oksigen akan lebih cepat habis, terjadinya keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan potensial membran cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat. (8)

Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, otot, jantung dan gangguan pusat pengaturan suhu. Demam akan menyebabkan kejang bertambah lama, sehingga kerusakan otak akan bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik berupa hipotensi atrial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motorik dan hiperglikemia. Semua hal ini akan mengakibatkan iskemia neuron karena kegagalan metabolisme di otak.Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai berikut:a. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum matang/imatur.

b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel.

c. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang akan merusak neuron.

d. Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow (CBF) serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa, sehingga menyebabkan gangguan keluar masuk ion-ion dalam sel.

Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak akan meninggalkan gejala sisa. Pada kejang demam yang lama (>15 menit) biasanya diikuti dengan apnea, hipoksemia (disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet), asidosis laktat (disebabkan oleh metabolisme anaerobik). Hiperkapnea, hipoksia atrial, dan selanjutnya akan menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas menyebabkan gangguan peredaran darah di otak, sehingga terjadi hipoksemia dan edema otak, pada akhirnya dapat terjadi kerusakan neuron.Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam, yaitu: demam, usia, riwayat keluarga, faktor prenatal (usia saat ibu hamil, riwayat preeklamsia, hamil primi/multipara, pemakaian bahan toksik), faktor perinatal (asfiksia, BBLR, usia kehamilan aterm, partus lama, cara lahir) dan faktor paskanatal (kejang akibat toksik, trauma kepala). (12)1. Faktor demam

Demam apabila hasil pengukuran suhu tubuh mencapai di atas 37,80 C aksila atau di atas 38,30C rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab. Tetapi pada anak tersering disebabkan oleh infeksi. Demam merupakan faktor utama timbulnya bangkitan kejang demam. Demam disebabkan oleh infeksi virus merupakan penyebab terbanyak timbul bangkitan kejang demam (80%).Perubahan kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang kejang dan eksabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh terhadap ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat celsius akan meningkatkan metabolisme karbohidrat 10-15%, sehingga dengan adanya peningkatan suhu akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen dan glukosa. Pada demam tinggi akan mengakibatkan hipoksia jaringan termasuk jaringan otak. Pada keadaan metabolisme di siklus kreb normal, satu molekul glukosa akan menghasilkan 38 ATP, sedangkan pada keadaan hipoksia jaringan mekanisme anaerob, satu molekul glukosa hanya akan menghasilkan 2 ATP, sehingga pada keadaan hipoksia akan kekurangan energi, hal ini akan mengganggu fungsi normal pompa Na+, dan re-uptake asam glutamat oleh sel glia. Kedua hal tersebut mengakibatkan masuknya ion Na+ kedalam sel meningkat dan timbunan asam glutamat ekstrasel. Timbunan asam glutamat ekstrasel akan mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran sel terhadap ion Na+ sehingga semakin meningkat masuknya ion Na+ ke dalam sel. Masuknya ion Na+ ke dalam sel dipermudah dengan adanya demam, sebab demam akan meningkatkan morbilitas dan benturan ion terhadap membran sel. Perubahan konsentrasi ion Na+ intrasel dan ekstrasel tersebut akan mengakibatkan perubahan potensial membran sel neuron sehingga membran sel dalam keadaan depolarisasi. Di samping itu demam dapat merusak neuron GABAnergik sehingga fungsi inhibisi terganggu. (9, 12)2. Faktor usiaTahap perkembangan otak dibagi 6 fase yaitu: 1) Neuralisasi, 2) Perkembangan prosensefail, 3) Proliferasi neuron, 4) Migrasi neural, 5) Organisasi, dan 6) Mielinasasi. Tahapan otak intrauterin dimulai fase neuralisasi sampai migrasi neural. Fase perkembangan organisasi dan mielinisasi masif berlanjut sampai tahun tahun pertama paska natal. Sehingga kejang demam terjadi pada fase perkembangan tahap organisasi sampai mielinisasi. Fase perkembangan otak merupakan fase yang rawan apabila terjadi bangkitan kejang, terutama fase perkembangan organisasi. Fase perkembangan organisasi meliputi: 1) Diferensiasi dan pemantapan neuron pada suplate, 2) Pencocokan, orientasi, pemantapan dan peletakan neuron pada konteks, 3) Pembentukan cabang neurit dan dendrit, 4) Pemantapan kontak disinapsis, 5) kematian sel terprogram, 6) Proliferasi dan diferensiasi sel glia. Pada fase proses diferensiasi dan pemantapan neuron di subplate, terjadi diferensiasi neurotransmiter eksitator dan inhibitor. Pada fase proses pembentukan cabang-cabang akson (neurit dan dendrit) serta proses pembentukan sinapsis terjadi proses kematian sel terprogram dan plastisitas. Terjadi proses eliminasi sel neuron yang tidak terpakai. Sinapsis yang tidak dieliminasi berkisar 40%. Proses ini disebut proses regresif. Sel neuron yang tidak terkena proses kematian terperogram bahkan terjadi pembentukan sel baru disebut plastisitas. Proses tersebut terjadi sampai anak berusia 2 tahun. Apabila masa proses regresif terjadi bangkitan kejang demam dapat mengakibatkan trauma pada sel neuron sehingga mengakibatkan modifikasi proses regresif. Apabila pada fase ini terjadi rangsangan berulang-ulang seperti kejang demam berulang akan mengakibatkan abberant plasticity, yaitu terjadi penurunan fungsi GABAnergik dan desensitisasi reseptor GABA serta sensitisasi reseptor eksitator. Pada keadaan otak belum matang, reseptor untuk asam glutamate sebagai reseptor eksitator padat dan aktif, sebaliknya R/GABA sebagai inhibitor kurang aktif, sehingga otak belum matang maka eksitasi lebih dominan disbanding inhibisi. Cortikotropin realizing hormone (CRH) merupakan neuropeptid eksitator berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak yang belum matang kadar CRH di hipokampus tinggi. Kadar di hipokampus tinggi berpotensi untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam. Mekanisme homeostasis pada otak yang belum matang masih lemah, akan berubah sejalan dengan perkembangan otak dan pertambahan usia, meningkatkan eksitabilitas neuron. Atas dasar uraian di atas, pada masa otak belum matang mempunyai eksitabilitas neural lebih tinggi dibandingkan otak yang sudah matang. Pada fase ini disebut developmental window dan rentan terhadap bangkitan kejang. Eksitator lebih dominan dibanding inhibitor, sehingga tidak ada keseimbangan antara eksitator dan inhibitor. Anak yang mendapat serangan bangkitan kejang demam pada usia awal masa developmental window mempunyai waktu lebih lama fase eksitabilitas neural dibanding anak yang mendapat serangan kejang demam pada usia akhir masa developmental window. Apabila anak mengalami stimulasi berupa demam saat otak pada fase eksitabilitas akan mudah terjadi bangkitan kejang. Developmental window merupakan masa perkembangan otak organisasi yaitu pada waktu anak usia kurang dari 2 tahun. (12)3. Faktor riwayat keluarga

Belum dapat dipastikan sifat genetik terkait dengan kejang demam. Tetapi tampaknya pewarisan gen secara autosomal dominan paling banyak ditemukan. Penetrasi autosomal dominan diperkirakan 60-80%. Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat penuh menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam sebesar 20-22%. Dan apabila kedua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat penuh menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam meningkat 59-64% tetapi sebaliknya apabila kedua orang tua tidak mempunyai riwayat penuh menderita kejang demam maka risiko kejang demam hanya 9%. Pewarisan kejang demam lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah, yaitu 27% berbanding 7%.Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bethune et, al di Halifax, Nova Scosia Canada mengemukakan bahwa 17% kejadian demam dipengaruhi oleh faktor keturunan. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Talebian et, al yang memperoleh hasil bahwa sebesar 42,1% kejadian kejang demam pada bayi disebabkan oleh riwayat keluarga yang juga positif kejang demam. (12)4. Faktor prenatal

Usia saat ibu hamil sangat menentukan status kesehatan bayi yang akan dilahirkan. Usia ibu < 20 tahun atau > 35 tahun dapat mengakibatkan berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan. Komplikasi kehamilan diantaranya hipertensi dan eklamsia, sedangkan gangguan pada persalinan diantaranya trauma persalinan. Komplikasi kehamilan dipersalinan dapat menyebabkan prematuritas, BBLR, partus lama. Keadaan tersebut dapat menyebabkan janin asfiksia. Pada asfiksia akan terjadi hipoksia dan iskemia. Hipoksia dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul kejang bila ada rangsangan yang memadai. Penelitian yang dilakukan oleh Richadson et, al (2000) di Brigham dan Women Hospital amerika terhadap 152 kejadian control dan 38 kejadian kasus kejang demam pada bayi yang orang tuanya sebagai pekerja mendapatkan hasil bahwa usia ibu hamil < 29 tahun sebanyak 3 (7,9%) kejadian kasus dan 11 (7,2%)pada kejadian kontrol, pada ibu hamil usia 20-29 tahun terdapat 11 (29%) pada kejadian kasus dan 54 (35,5%) pada kejadian kontrol. Pada ibu hamil usia 30-34 tahun terdapat 13 (34,2%) pada kejadian kasus dan 59 (58,8%) pada kejadian kontrol. Sedangkan pada ibu hamil usia > 35 tahun terdapat 11 (29%) pada kajadian kasus dan 28 (18,4%) pada kejadian kontrol. Ibu dengan komplikasi kehamilan seperti placenta previa dan eklamsi dapat menyebabkan asfiksia pada bayi. Eklamsia dapat terjadi pada kehamilan primipara atas usia pada saat hamil diatas 30 tahun. Asfiksia disebabkan adanya hipoksia pada bayi yang dapat berakibat timbulnya kejang. Sedangkan hipertensi pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ke placenta berkurang, sehingga berakibat keterlambatan intrauterin dan berat lahir bayi rendah. Urutan persalinan dapat menyebabkan terjadinya kejang. Insiden kejang ditemukan lebih tinggi pada anak pertama. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pada primipara lebih sering terjadi penyulit persalinan. Penyulit persalinan dapat mengakibatkan cedera karena kompresi kepala yang dapat berakibat distrosi dan kompresi otak sehingga terjadi perdarahan atau demam otak. Keadaan ini dapat menimbulkan kerusakan otak dengan kejang sebagai manifestasi kliniknya.(12)5. Faktor perinatal

Trauma perinatal akan menimbulkan asfiksia perinatal atau perdarahan intrakranial. Penyebab yang paling banyak akibat gangguan prenatal dan proses persalinan adalah asfiksia, yang akan menimbulkan lesi pada daerah hipokampus dan selanjutnya menimbulkan kejang. Pada bayi prematur perkembangan alat-alat tubuh kurang sempurna sehingga belum berfungsi dengan baik. Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 50% bayi prematur. Hal ini disebabkan karena bayi sering menderita apnea, asfiksia berat dan sindrom gangguan pernafasan sehingga bayi menjadi hipoksia. Keadaan ini yang mengakibatkan darah ke otak bertambah. Bila keadaan ini sering timbul dan tiap serangan > 20 detik maka kemungkinan timbulnya kerusakan otak yang permanen lebih besar. Daerah yang rentan terhadap kerusakan antara lain hipokampus. Oleh karena itu setiap serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, serangan kejang cendrung berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan yang lebih luas. Sedangkan bayi yang dilahirkan lewat waktu yaitu > 42 mingguan merupakan bayi post matur. Pada keadaan ini akan menyebabkan proses penuaan plasenta, sehingga pemasukan makanan dan oksigen akan menurun. Komplikasi yang dapat dialami ialah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia dan kelainan neurologis. (12)6. Faktor paskanatal

Serangan kejang dapat terjadi dengan adanya gangguan pada konsentrasi serum glukosa, kalsium, magnesium, potasium, dan sodium. Beberapa kasus hiperglikemia yang disertai status hiperosmolar nonketotik merupakan faktor risiko penting penyebab epilepsy di Asia, seringkali menyebabkan kejang. Daoud et al (2000) dalam penelitiannya di Yordania dengan menggunakan data selama tahun 2000 di Jordan University dan King Hussein Medical Center mengidentifikasikan bahwa konsentrasi serum glukosa, kalsium, magnesium dan bahan sejenis pada anak dapat memicu terjadinya kejang demam walaupun secara statistik tidak secara signifikan mempengaruhi kejadian kejang demam pada anak. (12)VII. MANIFESTASI KLINIS

Terjadinya bangkitan kejang demam pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar sistem saraf pusat, misalnya karena tonsilitis, bronkitis atau otitis media akut. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat, dan sifat bangkitan kejang berbentuk tonik, klonik, tonik-klonik, fokal atau akinetik.

Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti untuk sesaat anak tidak memberikan reaksi apapun, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa ada kelainan neurologi. (3)Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu: (2)1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut:

Kejang berlangsung singkat < 15 menit

Kejang umum tonik dan atau klonik

Umumnya berhenti sendiri

Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut:

Kejang lama > 15 menit Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Gejala lain yang dapat muncul seperti: Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba). Kejang tonik-klonik atau grand mal.

Pingsan yang berlangsung selama 30 detik 5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10 - 20 detik).

Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1 2 menit).

Gigi atau rahang tertutup rapat

Lidah atau pipinya tergigit.

Inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya).

Gangguan pernafasan. Apnea (henti nafas).

SianosisVIII. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang mengalami demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Suhu tubuh yang diukur dengan cara memasukkan termometer ke dalam rektum, menunjukkan angka lebih besar dari 38,5o C.(8)

Dari anamnesis biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota keluarga lainnya (ayah, ibu, atau saudara kandung). Sedangkan dari pemeriksaan fisik neurologis tidak didapatkan adanya kelainan. (2,3)Pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang dilakukan pada kasus kejang demam lebih ditujukan untuk mencari penyebab terjadinya demam, antara lain:(2,3)1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboraturium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain, missal gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.2. Pungsi Lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis terutama pada pasien kejang demam pertama. Pada bayi-bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Maka tindakan fungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut:a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan untuk dilakukanb. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan

c. Bayi > 18 bulan, tidak rutin kecuali bila ada tanda-tanda menginitis, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak yang sudah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk dilakukan.

Berdasarkan penelitian yang telah diterbitkan, cairan serebrospinal yang abnormal umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang memiliki tanda peradangan selaput otak (kaku kuduk positif), mengalami kejang demam kompleks, kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya), kejang saat tiba di UGD, keadaan post ictal yang berkelanjutan (mengantuk hingga sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal), kejang pertama setelah usia 3 tahun.(16)3. Elektroensefalografi (EEG)Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.(16)4. Pencitraan

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography Scan (CT-Scan) atau Magnetic Resonance Imaging(MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi, seperti: (16)a. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis) b. Paresis nervus VIc. Papil edemaIX. DIAGNOSIS BANDING

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan saraf pusat (otak). Kelainan di dalam otak bisa disebabkan karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak dan lain-lain. Oleh sebab itu perlu untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organik di otak. Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam sederhana atau epilepsi yang diprofokasi oleh demam. Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiparesis sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan demam tinggi dapat mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam.(13)X. PENATALAKSANAAN1. Penatalaksanaan saat kejang

Kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1 2 mg/menit atau dalam waktu 3 5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. (2,3)

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal, dosis diazepam rectal adalah 0,5 0,7 mg/kg atau diazepam rectal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun (lihat gambar 1).(2,3)

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulangi lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan intravena waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan kerumah sakit.(2,3)

Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10 20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.(2,3)

Dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat intensif untuk diberikan anastesi umum dengan thiopental yang diberikan oleh seorang ahli anestesi. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demamnya, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.(2,3)2. Pemberian obat pada saat demama. AntipiretikKejang demam terjadi pada saat demam, maka tujuan utama pengobatan adalah mencegah demam meningkat. Berikan paracetamol 10 mg/kgbb/hari setiap 4 6 jam. Selain itu juga dapat diberikan kompres air hangat bila suhu lebih dari 39 oC dan kompres air biasa bila suhu lebih dari 38oC.(2)b. Antikonvulsan

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5C. Dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.(16)3. Pemberian Obat Rumatan

Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama pada anak yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Adapun indikasi pemberian obat adalah sebagai berikut: Kejang lebih dari 15 menit

Ada kelainan neurologiknyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemoparesis, paresis todd, serebral palsy, retradarsi mental dan hidrosefalus. Kejang fokal

Dipetimbangkan bila:

1).Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam

2).Kejang terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

3).Kejang demam lebih dari atau sama dengan 4 kali dalam setahunPengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.(16)4.Pengobatan penyebab

Penyebab kejang demam baik KDS maupun epilepsi yang diprovokasi demam biasanya adalah infeksi pada traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat akan sangatberguna untuk menurunkan demam, yang pada gilirannya akan menurunkan risiko terjadinya kejang. Secara akademis, anak yang datang dengan kejang demam pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan punksi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi di otak maupun meningitis. Selanjutnya apabila menghadapi anak dengan kejang yangberlangsung lama diperlukan pemeriksaan antara lain pungsi lumbal; darah lengkap; glukosa darah; elektrolit serum: K, Mg, Ca, Na; nitrogen darah; dan fungsi hati; pemeriksaan foto kranium; EEG, CT Scan; dan arteriografi.(2,3)5.Edukasi pada orang tua

Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang sebagian orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara diantaranya: meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosisbaik; memberitahukan cara penanganan kejang; memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali; pemberian obat untuk pencegahan rekurensi memang efektif tetapi harus diingat adanya efek samping obat.(2,3)

Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:(3) Anak ditempatkan di tempat yang datar, dengan posisi miring menyamping bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendokatau penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalannapas. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukanpenanganan khusus.

Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untukdibawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baikdilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit. Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas. Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poin-poin di atas adalah memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat; pemberian oksigen melalui face mask; pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal atau jika telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus; pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan; sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan.Untuk mencegah serangan pada seorang anak dengan bawaan kejang demam, begitu anak mengalami demam yang terpenting secepat mungkin usahakan turunkan suhu badannya, dengan cara memberi obat penurunpanas atau kompres. Selain itu perbanyak minum air putih.(3)Alogaritma pengobatan medikamentosa saat kejang:

KEJANG

5-15 Menit

Perhatikan jalan nafas, kebutuhan O2 atau

Bantuan pernafasan,

Bila kejang menetap 3-5 menit

Diazepam rektal 5-10 kg ( 0,5 mg/kg

>10 kg ( 10 mg/kg

Atau

Diazepam IV 0,2-0,5 mg/kg/dosis

Dapat diulang dengan dosis/cara yg sama dengan interval 5-10 menit

15-20 menit

pencarian akses vena & pemeriksaan lab yang sesuai

Kejang (+)

Kejang (-)

Fenitoin IV (15-20 mg/kg) diencerkan dengan NaCL 0,9%

diberikan selama 20-30 menit atau dengan kecepatan 50 mg/menit

> 30menit : status konvulsivus

Kejang (+)

Kejang (-)

Fenobarbital IV/IM 10-20mg/kg

dosis pemeliharaan :

fenitoin IV 5-7 mg/kg

diberikan 12 jam kemudiankejang (-)

kejang (+)

dosis rumatan sama seperti di atas

perawatan ruang intensif

Fenobarbital IV 5-15 mg/kg

bolus atau midazolam 0,2mg/kgTabel 2.1. Algoritma Pengobatan Kejang Demam XI. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada kejang demam adalah:(1,3)1. Luka yang terjadi pada saat kejang karena terjatuh atau tidak disengaja2. Menggigit lidahnya sendiri3. Menghirup cairan atau aspirasi, pneumonia4. Luka karena kejang yang lama5. Efek samping dari terapi untuk mengobati dan mencegah kejangXII. PROGNOSIS 1. Kematian

Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosis biasanyabaik, tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS 0,46 % s/d 0,74 %.(1)2. Terulangnya Kejang

Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50% pada 6 bulan pertama dari serangan pertama.(1)3. Epilepsi

Angka kejadian epilepsi ditemukan 2,9% dari KDS dan 97% dari epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Risiko menjadi epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :a. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

b. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anakmenderita KDS

c. Kejang berlangsung lama atau kejang fokal. Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13%, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas.(1)4. Hemiparesis

Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat fleksid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan kurang lebih sebanyak 0,2% pasien KDS mengalami hemiparesis sesudah kejang lama.(1)5. Retardasi Mental

Ditemukan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan neurologis ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebihbesar.(1)XIII. PENCEGAHAN

Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada sebagian besar kasus, kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu digunakan obat anti kejang sebagai tindakan pencegahan pada anak-anakyang sering mengalami kejang demam. Tetapi hal ini sekarang sudah jarang dilakukan.(4)

Kepada anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat mereka menderita demam, bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut maupun melalui rektal).(4)1