bab 2 tinjauan teoritis 2.1 anatomi fisiologi sistem ...eprints.umbjm.ac.id/239/3/bab 2.pdfbatuk...
TRANSCRIPT
-
7
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
2.1.1 Anatomi Sistem Pencernaan
Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan
Sumber Data: (Rusbandi Sarpini, 2014: 173)
2.1.2 Fisiologi Sistem Pencernaan
2.1.2.1 Usus Halus
Usus halus atau usus kecil merupakan bagian dari saluran
pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim
yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus
yaitu lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar
(muskulus sirkuler), lapisan otot memanjang (muskulus
-
8
longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar). Panjang
seluruh usus halus antara 2-8 meter dimana 1-2 meter adalah
jejunum. Usus halus membentuk lipatan sirkuler yang disebut
Plica Cirkularis Kerckringi dengan lebar sekitar 8 mm. Juga
terdapat kelenjar pada usus halus yaitu kelenjar Lieberkuhni,
pada usus halus banyak mengandung jaringan limfoid yang
disebut Plaque Pyeri. Usus halus ini terbagi menjadi 3 bagian
yaitu duodenum (± 25 cm), jejunum (± 2,5 m), serta ileum (±
3,6 m). Duodenum (usus dua belas jari) adalah bagian dari
usus halus yang terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Jejunum
adalah bagian kedua dari usus halus, diantara usus dua belas
jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Ileum ( usus
penyerapan) adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia terletak setelah duodenum dan
jejunum kemudian dilanjutkan oleh usus buntu. Fungsi usus
halus menerima sekresi hati dan pangkreas, mengabsorbsi sari
pati makanan dan menyalurkan sisa hasil metabolisme ke usus
besar.
2.1.2.2 Usus Besar
Usus besar atau kolon dalam anatomi merupakan bagian usus
antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah
menyerap air dari feses, menampung residu yang akan
dibuang, absorbsi air, elektrolit, vitamin, sintesa vit K, vit B
oleh bakteri yang normal berada di kolon, sekresi mucus/lendir
yang berfungsi melicinkan sisa-sisa makanan (feaces). Usus
besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum,
kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan
rektum). Usus besar memiliki diameter lebih besar dari usus
halus. Ia memiliki panjang ± 1,5 meter, dan berbentuk seperti
-
9
huruf U terbalik. Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam
usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu
penyerapan zat-zat gizi. Bakteri didalam usus besar juga
berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri
ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit
serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-
bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah
diare. Bakteri yang terdapat pada kolon antara lain Escherechia
Coli, Bacteriodes Fragilis, Enterobacter Aerogenes,
Clostridium Perferingens (welchi). Bakteri-bakteri ini
berfungsi membantu membusukkan sisa pencernaan dan juga
menghasilkan vitamin B12 dan vitamin K yang penting dalam
proses pembekuan darah.
Anterior dinding perut terdiri atas otot-otot multilaminar, yang
berhubungan dengan aponeurosis, fasia, lemak, dan kulit. Pada bagian
lateral, terdapat tiga lapisan otot dengan fasia oblik yang berhubungan
satu sama lain. Pada setiap otot terdapat tendon yang disebut dengan
aponeurosis.
Otot tranversus abdominis adalah otot internal lateral dari otot-otot
dinding perutdan merupakan lapisan dinding perut yang mencegah
hernia inguinalis.Bagian kauda otot membentuk lengkungan
aponeurotik tranvesus abdominis sebagai tepi atas cincin inguinal
internal dan di atas dasar medial kanalis inguinalis.Ligamentum
inguinal menghubungkan antara tuberkulum dan SIAS (spina iliaka
anterior superior).Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh
anulus inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia
tranversalis dan aponeurosis muskulus tranversus abdominis.Pada
bagian medial bawah, di atas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi
-
10
oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis
muskulus oblikus eksternus.Bagian atas terdapat aponeurosis
muskulus oblikus ekternus, dan pada bagian bawah terdapat ligamen
inguinalis.
Secara fisiologis, terdapat beberapamekanisme yang dapat mencegah
terjadinya hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan
miring, adanya struktur dari muskulus oblikus internus abdominis
yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi, dan
adanya fasia tranversa yang kuat menutupi trigonum hasselbabach
yang umumnya hampir tidak berotot. Pada kondisi patologis,
gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia
inguinalis (Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2011: 586).
Gambar 2.2Anatomi Hernia Inguinalis
Sumber Data: (Arif Muttaqin dan Kumala Sari, 2011: 586)
-
11
2.1.3 Definisi
Menurut Dorlan, (1994) yang dikutip oleh Nian Afrian Nuari (2015:
229) Hernia adalah penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan
melalui lubang yang abnormal.
Menurut Sue Hinchlif, (1999) yang dikutip oleh Sugeng Jitowiyono
dan Weni Kristiyanasari (2012: 151) Hernia adalah protusio
(penonjolan) abnormal suatu organ atau bagian suatu organ melalui
lubang (apertura) pada struktur disekitarnya, umumnya protusio
organ abdominal melalui celah dari dinding abdomen.
Hernia adalah penyakit yang disebabkan oleh turunnya usus
kebawah selaput perut sampai kekantung buah zakar.Penyakit ini
sering terjadi pada pekerja berat yang banyak mengangkut benda
atau barang seperti kuli pelabuhan dan pekerja pabrik (Ardian dan
G.Made, 2015: 101).
A hernia is abnormal protusion of an organ, tissue, or part an organ
through the structure that normally contains it (Kartika Sari, 2013:
68).
A hernia is a protrusion of a viscus through an abnormal opening or
a weakened area in the wall of the cavity in which it is normally
contained. A hernia may occur in any part of the body, but it usually
occurs with in the abdominal cavity (Sharon L. Lewis,et al.2011:
313).
Hernia inguinalis adalah suatu kondisi keluarnya suatu organ atau
struktur organ dari tempatnya yang normal melalui suatu defek pada
area inguinal yang tidak bisa kembali ketempat semula secara
manual dan akan memberikan implikasi tindakan infasif bedah
-
12
dengan mengembalikan struktur organ tersebut secara pembedahan
dan menutup defek diinguinal dan memberikan implikasi pada
perawat untuk memberikan asuhan keperawatan perioperatif pada
pasien (Arif Mutaqqin dan Kumala Sari, 2009: 442).
2.1.4 Etiologi
2.1.4.1 Penyebab yang memungkinkan terjadinya hernia adalah:
a. Hernia inguinalis indirek, terjadi pada suatu kantong
kongenital sisa dan prosesus vaginalis.
b. Kerja otot yang terlalu kuat.
c. Mengangkat beban yang berat.
d. Batuk kronik.
e. Mengejan sewaktu miksi dan defekasi (Nian
Afrian,2015: 230).
2.1.4.2 Penyebab terjadinya hernia yaitu:
a. Defek dinding otot abdomen
Hal ini dapat terjadi sejak lahir (kongenital) atau
didapat seperti karena usia, keturunan, akibat dari
pembedahan sebelumnya.
b. Peningkatan tekanan intraabdominal
Penyakit paru obstruksi menahun (batuk kronik),
kehamilan, obesitas, adanya Benigna Prostat
Hipertropi (BPH), sembelit, mengejan saat defekasi
dan berkemih, mengangkat beban terlalu berat dapat
meningkatkan tekanan intraabdominal (Suratun dan
Lusianah, 2010: 318).
-
13
2.1.5 Klasifikasi
2.1.5.1 Menurut buku (Nanda NIC-NOC,2015: 74),klasifikasi
hernia menurut letaknya yaitu:
a. Hernia inguinal dibagi menjadi :
1) Hernia Hiatal
Hernia yang kondisinya dimana kerongkongan
(pipa tenggorokan) turun melewati diafragma
melalui celah yang disebut hiatus sehingga
sebagian perut menonjol ke dada (thorak).
2) Hernia Epigastrik
Hernia ini terjadi di antara pusar dan bagian bawah
tulang rusuk di garis tengah perut. Hernia
epigastrik biasanya terdiri dari jaringan lemak dan
jarang yang berisi usus. Terbentuk dibagian
dinding perut yang relatif lemah, hernia ini
menimbulkan rasa sakit dan tidak dapat di dorong
kembali ke dalam perut ketika pertama kali
ditemukan.
3) Hernia Umbilikal
Hernia ini berkembang di dalam dan sekitar
umbilikus (pusar) yang disebabkan bukaan pada
dinding perut, yang biasanya menutup sebelum
kelahiran, tidak menutup kelahiran, tidak menutup
sepenuhnya. Orang Jawa sering menyebutnya
“wudel bodong”, jika kecil (kurang dari satu
sentimeter), hernia jenis ini biasanya menutup
secara bertahap sebelum 2 tahun.
-
14
4) Hernia Inguinalis
Hernia yang paling umum terjadi dan muncul
sebagai tonjolan diselangkangan atau skrotum.
Orang awam biasanya menyebut “turun bero” atau
“hernia”. Hernia inguinalis terjadi ketika dinding
abdomen berkembang sehingga usus menerobos
kebawah melalui celah. Jika anda merasa ada
benjolan dibawah perut yang lembut, kecil, dan
mungkin sedikit nyeri dan bengkak. Anda mungkin
terkena hernia ini. Hernia tipe ini lebih sering
terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
5) Hernia Femoralis
Hernia ini muncul sebagai tonjolan di pangkal
paha. Tipe ini lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pada laki-laki.
6) Hernia Insisional
Hernia ini dapat terjadi melalui pasca operasi perut.
Hernia ini muncul sebagai tonjolan di sekitar pusar
yang terjadi ketika otot sekitar pusar tidak menutup
sepenuhnya.
7) Hernia Nukleus Pulposi (HNP)
Hernia yang melibatkan cakram tulang belakang.
Diantara setiap tulang belakang ada diskus
intertebralis yang menyerap goncangan cakram dan
meningkatkan elastisitas dan mobilitas tulang
belakang, karena aktivitas dan usia terjadi herniasi
diskus intervertebralis yang menyebabkan saraf
terjepit (sciatica). HNP umumnya terjadi
-
15
dipunggung bawah pada tiga vertebra lumbar
bawah.
Gambar 2.3Hernia Menurut Letak
Sumber Data: (Suratan dan lusianah, 2014: 317)
2.1.5.2 Hernia berdasarkan terjadinya
a. Hernia Kongenital (Bawaan)
Hernia kongenital terjadi pada pertumbuhan janin usia
lebih dari tiga minggu testis yang mula-mula terletak
diatas mengalami penurunan (desensus) menuju ke
skrotum. Pada waktu testis turun melewati inguinal
sampai skrotum prosesus vaginalis peritoneal yang
terbuka dan berhubungan dengan rongga peritoneum
mengalami obliterasi dan setelah testis sampai pada
skrotum, prosesus vaginalis peritoneal seluruhnya
tertutup (obliterasi).Bila ada gangguan obliterasi maka
-
16
seluruh prosesus vaginalisperitoneal terbuka,
terjadilah hernia inguinalis lateralis.
b. Hernia Akuisitas (Didapat)
Hernia yang terjadi setelah dewasa atau pada usia
lanjut. Disebabkan karena adanya tekanan
intraabdominal yang meningkat dan dalam waktu
yang lama, misalnya batuk kronis, konstipasi kronis,
gangguan proses kencing (hipertropi prostat, striktur
uretra), asites, dan sebagainya.
2.1.5.3 Hernia menurut sifatnya
a. Hernia Reponible/ Reducible
Bila isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika
berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring
atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau
gejala obstruksi usus.
b. Hernia Irreponible
Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan
kedalam rongga karena perlengketan isi kantong pada
peritoneum kantong hernia, tidak ada keluhan nyeri
atau tanda sumbatan usus, hernia ini disebut juga
hernia akreta.
c. Hernia Strangulate/Inkaserata
Bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, isi kantong
terperangkap, tidak dapat kembali kedalam rongga
perut disertai akibat yang berupa gangguan pasase
atau vaskularisasi.
-
17
2.1.6 Patofisiologi
Patofisiologi hernia yaitu hernia inguinalis tidak langsung (hernia
inguinalis lateral) dimana prostusi keluar dari rongga peritoneum
melalui anulus inguinalis internus yang teletak lateral pembuluh
epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis
inguinalis dan jika cukup panjang, akan menonjol keluar dari
anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolon
akan sampai ke skrotum melalui jalur yang sama seperti pada saat
testis bermigrasi dari rongga perut ke skrotum pada saat
perkembangan janin. Jalur ini biasanya menutup sebelum
kelahiran, tetapi mungkin tetap menjadi sisi hernia dikemudian
hari (Arif Mutaqqin dan Kumala Sari, 2011: 587).
-
18
Kelemahan dinding abdominal
Tekenan abdominal tinggi
Prostusi jaringan abdominal
melalui kanalis ingunal
Gangguan gastrointestinal;
mual, muntah, serta
penurunan intake nutrisi
dan cairan
Hernia inguinalis lipat paha
Hernia responibel
Hernia inguinalis skrotalis
Hernia iresponibel
Ketidaknyamanan
area ingunal
Pembesaran ingunal
atau soktrum
Prostusi hilang
timbul
Kecemasan
pemenuhan
informasi
Intervensi bedah
relatif
Resiko ketidak
seimbangan cairan
Aktual/resiko syok
hipovolemik
Respons sensitivitas
saraf lokal
Ketidaknyamanan
abdominal
nyeri
Kerusakan jaringan
pasca bedah
Gangguan pasase
hernia inkarserata
Obstruksi intestinal
ileus obstruksi
Gangguan
vaskularisasi hernia
strangulata
Gangguan suplai
darah ke intastinal
yang masuk kedalam
kantung hernia
Nekrosis intestinal
Intervensi bedah
Pascabedah Pra bedah
Respons
psikologis Perubahan
intake nutrisi
pasca bedah
Port de
entree
Resiko
infeksi
Resiko
ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
Skema 2.1 Hernia Inguinalis
Sumber Data: (Hardhi Kusuma, 2015: 78)
-
19
2.1.7 Manifestasi Klinis
Menurut buku (Nanda NIC-NOC, 2015: 76), manifestasi klinis
hernia inguinalis lateral,yaitu :
2.1.7.1 Berupa benjolan keluar masuk atau keras dan yang
tersering tampak benjolan di lipat paha.
2.1.7.2 Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit
disertai perasaan mual.
2.1.7.3 Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah
ada komplikasi.
2.1.7.4 Bila terjadi hernia inguinalis stragulata perasaan sakit akan
bertambah hebat serta kulit di atasnya menjadi merah dan
panas.
2.1.7.5 Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung
kencing sehingga menimbulkan gejala sakit kencing
(disuria) disertai hematuria (kencing darah) disamping
benjolan dibawah sela paha.
2.1.7.6 Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di
daerah perut disertai sesak nafas.
2.1.7.7 Bila klien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan
bertambah besar.
2.1.8 Komplikasi
Menurut (Suratun dan Lusianah, 2014: 321), komplikasi yang
mungkin terjadi pada hernia yaitu :
2.1.8.1 Hernia berulang
2.1.8.2 Obstruksi usus parsial atau total
2.1.8.3 Luka pada usus
2.1.8.4 Gangguan suplai darah ke testis jika klien laki-laki
2.1.8.5 Perdarahan yang berlebih
2.1.8.6 Infeksi luka bedah
2.1.8.7 Fistel urin dan feses
-
20
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Suratun danLusianah,2014: 321), pemeriksaan
diagnostik pada klien hernia yaitu :
2.1.9.1 Pemeriksaan darah lengkap
Menunjukkan peningkatan sel darahputih, serum elektrolit
dapat menunjukkan hemokonsentrasi atau peningkatan
hemotokrit, dan ketidakseimbangan elektrolit. Pemeriksaan
koagulasi darah: mungkin memanjang, mempengaruhi
homeostastis intraoperasi atau post operasi.
2.1.9.2 Pemeriksaan urine
Munculnya sel darah merah atau bakteri yang akan dapat
mengidentifikasikan infeksi.
2.1.9.3 Elektrokardiografi (EKG)
Penemuan akan sesuatu yang tidak normal memberikan
prioritas perhatian untuk memberikan anestesi.
2.1.9.4 Sinar X abdomen
Menunjukkan apakah ada abnormalnya kadar gas dalam
usus atau obstruksi usus.
2.1.10 Penatalaksanaan
Menurut buku (Nanda NIC-NOC, 2015: 76), penatalaksanaan
hernia inguinalis antara lain :
2.1.10.1 konservatif
a. Reposisi
Tindakan memasukan kembali isi hernia ketempatnya
semula kedalam cavum peritoni atau abdomen.
Reposisi dilakukan secara bimanual. Reposisi
dilakukan pada pasien dengan hernia reponibilis
-
21
dengan cara memakai dua tangan. Reposisi tidak
dilakukan pada hernia inguinalis stragulata kecuali
pada anak-anak.
b. Suntikan
Dilakukan penyuntikan cairan sklerotik berupa
alkohol atau kinin di daerah sekitar hernia, yang
menyebabkan pintu hernia mengalami sclerosis atau
penyempitan sehingga isi hernia keluar dari cavum
peritoni.
c. Pemakaian penyangga/ sabuk hernia
Diberikan pada pasien yang hernia masih kecil dan
menolak dilakukan operasi.
2.1.10.2 Operatif
Operasi merupakan tindakan paling baik dan dapat
dilakukan pada :
a. Hernia reponibilis
b. Hernia irreponibilis
c. Hernia strangulasi
d. Hernia incarserata
2.1.10.3 Operasi hernia dilakukan dalam 3 tahap :
a. Herniatomy
Membuka dan memotong kantong hernia serta
mengembalikan isi hernia ke cavum abdominalis.
b. Hernioraphy
Dimulai dari mengikat suatu leher hernia dan akan
menggantungkannya pada kantong conjoint tendon
-
22
(penebalan antara tepi bebas m.obliquus
intraabdominalis dan m.transversus abdominalis
yang berinsersio di tuberculum pubicum).
c. Hernioplasti
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil
anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding
belakang kanalis inguinalis.
2.1.10.4 Medikasi
a. Pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri.
b. Pemberian antibiotik untuk menyembuhan infeksi.
2.1.10.5 Aktivitas dan diet
a. Aktivitas
Hindari mengangkat barang yang berat sebelum atau
sesudah pembedahan.
b. Diet
Tidak ada diet khusus, tetapi setelah operasi diet
cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi,
kemudian makan dengan gizi seimbang. Tingkatkan
masukan serat dan tinggi cairan untuk mencegah
sembelit dan mengejan selama buang air besar.Hindari
kopi, teh, coklat, minuman berkarbonasi, minuman
beralkohol, dan setiap makanan atau bumbu yang
memperburuk gejala.
-
23
2.2 Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Fokus pengkajian
a. Pengkajian data fisik berdasrkan pada pengkajian data
abdomen ( apendik F)dapat menunjukkan : benjolan pada
lilpatan paha/area umbilical ( temuan paling bermakna).
b. Keluhan tentang aktifitas yang mempengaruhi ukuran
benjolan. Benjolan mungkin ada secara konstan atau
hanya tampak pada aktifitas yang meningkatkan tekanan
intraabdomen, seperti: batuk, bersin, mengangkat atau
defekasi
c. Keluhan tentang ketidaknyamanan, beberapa
ketidaknyamanan di alami karena tegangan. Nyeri
menandakan adanya strangulasi dan kebutuhan
terhadap pembedahan segera. Selain itu manifestasi
obstruksi usus dapat dideteksi (bising usus nada tinggi
sampai tidak ada mual muntah).
d. Lihat perawatan pra operasi dan pasca operasi untuk
pengkajian dan rencana perawatan tambahan untuk
periode praoperasi.
2.2.1.2 Data pra operasi
a. Aktivitas/istirahat
Klien dilakukan anamnese mengenai riwayat pekerjaan,
mengangkat beban berat, duduk dan mengemudi dalam
waktu lama, membutuhkan papan matras untuk
tidur.Pada pemeriksaan fisik klien mengalami penurunan
rentang gerak, tidak mampu melakukan aktivitas yang
biasa, atrofi otot, gangguan dalam berjalan.
-
24
b. Sirkulasi
Apakah klien mempunyai riwayat penyakit jantung,
edema pulmonal, penyakit vaskular perifer.
c. Eliminasi
Apakah klien mengalami konstipasi, adanya inkontinesia
atau retensi urine.
d. Makanan/cairan
Apakah klien mengalami gangguan bising usus, mual,
muntah, nyeri abdomen, malnutrisi atau obesitas.
e. Nyeri/kenyamanan
Apakah klien mengalami nyeri di daerah benjolan hernia
walaupun jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan
didaerah epigastrium atau daerah perumbilikal berupa
nyeri viseral karena rengangan pada mesenterium
sewaktu segmen usus halus masuk kedalam kantong
hernia.
g. Keamanan
Apakah klien mempunyai riwayat alergi terhadap
makanan dan obat-obatan.
h. Pernafasan
Apakah klien mempunyai riwayat batuk kronik (penyakit
paru obstruksi menahun).
-
25
2.2.1.3 Data post operasi
a. Aktivitas/istirahat
Apakah klien mengalami kelemahan, merasa lemas,
lelah, tirah baring, penurunan kekuatan otot, kehilangan
tunos otot, dan letargi.
b. Sirkulasi
Apakah klien menunjukan takikardi, perubahan tekanan
darah (hipotensi, hipertensi).
c. Eliminasi
Apakah klien mengalami perubahan karakteristik urine
dan feses, ketidakmampuanmelakukan miksi dan
defekasi, konstipasi, penurunan pengeluaran urine,
menurunnya peristaltik atau bising usus.
d. Makanan/cairan
Apakah klien mengalami anoreksia, mual, muntah,
membran mukosa kering, dan turgor kulit buruk.
e. Nyeri/kenyaman
Apakah klien mengalami nyeri pada insisi pembedahan,
distensi kandung kemih.
f. Keamanan
Apakah klien mengalami gatal, nyeri, bengkak,
kemerahan, dan kemungkinan perdarahan.
g. Pernafasan
Apakah klien mengalami takipnea, pernafasan dangkal,
batuk, dan perubahan pola nafas.
-
26
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.2.1 Pre operasi
a. Ansietas berhubungan dengan rencana tindakan operasi,
krisis situasional, ancamankematian.
b. Kekurangan pengetahuan berhubungan dengan
pemajanan atau mengingat, salah interpretasi informasi
tentang proses penyakit atau proses operasi.
2.2.2.2 Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan adanya luka pembedahan;
gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot.
b. Risiko ketidakseimbangan cairan tubuh berhubungan
dengan keluar cairan tubuh dari muntah.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan efek
sekunder pembedahan.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
interupsi mekanis pada kulit jaringan.
e. Defisit volume cairan berhubungan denganadanya
kehilangan cairan secara aktif, yaitu adanya
pembatasan pemasukan peroral.
f. Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan insisi
pembedahan.
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
pemajanan informasi tentang perawatan post
operasi.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
2.2.3.1 Pre operasi
a. Ansietas berhubungan dengan rencana tindakan operasi,
krisis situasional, ancaman kematian.
-
27
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam, diharapkan ansietas
teratasi.
Kriteria hasil:
1) Klien mampu mengutarakan pemahaman proses
penyakit, oeprasi, dan harapan postoperasi.
2) Klien mampu mengikuti prosedur yang diberikan.
Intervensi:
1) Informasikan klien/ orang terdekat tentang peran
perawat advokat perawat intraoprasi.
2) Indikasikan penyebab rasa takut pra operasi.
3) Validasi sumber rasa takut, berikan informasi yang
akurat dan aktual.
4) Catat ekpresi yang menunjukkan penolakan prosedur
pembedahan.
5) Perkenalkan staf pada waktu pergantian ke ruang
operasi.
6) Beritahu klien kemungkinan dilakukannya anestesi
umum atau spinal.
Rasional:
1) Mengembangkan rasa percaya diri klien, sehingga
menurunkan rasa takut.
2) Rasa takut yang berlebihan akan mengakibatkan rasa
stres yang berlebihan.
3) Mengidentifikasi rasa takut yang spesifik akan
membantu klien menghadapinya secara realistis.
4) Klien mungkin telah berduka terhadap kehilangan
yang ditunjukkan dengan antisifasi prosedur
pembedahan.
5) Menciptakan hubungan dan kenyamanan psikologis.
6) Mengurangi ansietas atau rasa takut bahwa klien
mungkin sadar saat dilakukan prosedur.
-
28
b. Kekurangan pengetahuan berhubungan dengan pemajanan
atau mengingat, salah interpretasi informasi tentang proses
penyakit atau proses operasi.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam, klien mendapatkan
pemahaman tentang penyakit.
Kriteria hasil:
1) Klien mampu mengutarakn pemahaman proses
penyakit atau proses operasi.
2) Klien mampu bekerjasama dalam prosedur yang
diperlukan.
Intervensi:
1) Kaji tingkat pemahaman klien.
2) Melaksanakan program pengajaranpost operasi secara
individual, pembatasan prosedur pra operasi atau post
operasi.
3) Berikan kesempatan untuk melatih batuk efektif,
nafas dalam, dan latihan otot.
4) Jelaskan pada klien atau orang terdekat mengenai
rencana operasi, jadwal, dan lokasi kamar operasi,
serta komunikasi dengan dokter atau orang terdekat.
Rasional:
1) Memberikan fasilitas perencanan program pengajaran
post operasi.
2) Meningkatkan pemahaman atau kontrol klien dan
meningkatkan pertisifasi dalam perawatan post
operasi.
3) Meningkatkan pengajaran dan aktivitas post operasi.
4) Informasi mengenai jadwal, kamar operasi dimana
dan kapan ahli bedah akan berkomunikasi dengan
klien atau orang terdekat untuk mengurangi stress.
-
29
2.2.3.2 Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan adanya luka pembedahan;
gangguan pada kulit, jaringan, dan integritas otot.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam, nyeri berkurang atau
hilang.
Kriteria hasil:
1) Klien mengatakan nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi.
2) Skala nyeri 0-1 (rentan skala nyeri 0-10).
3) Dapat mengidntifikasi aktivitas yang meningkatkan
atau menurunkan nyeri.
4) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
1) Kaji skala, lokasi, durasi, intensitas, dan karakteristik
nyeri.
2) Kaji tanda-tanda vital.
3) Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin
terjadi selain dari prosedur operasi.
4) Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam, seperti semi
fowler, miring kiri miring kanan.
5) Ajarkan penggunaan tekhnik relaksasi, misalnya
latihan nafas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi.
6) Berikan perawatan oral reguler.
7) Observasi efek analgesik.
8) Berikan obat sesuai indikasi, analgesik.
Rasional:
1) Berguna dalam pengawasan dalam keefektifan obat,
kemajuan penyembuhan luka.
2) Adanya rasa nyeri kemungkinan klien akan dapat
mengalami penurunan tekanan darah.
-
30
3) Ketidaknyaman mungkin disebabkan adanya
penekanan pada tempat kateter indweling yang tidak
tetap, selang NGT, pemasanagn jalur parenteral.
4) Perubahan posisi mengurangi rasa nyeri dan
meningkatkan sirkulasi.
5) Melepaskan tegangan emosional dan otot,
meningkatkan perasaan kontrol yang mungkin dapat
meningkatkan kemampuan koping.
6) Mengurangi ketidaknyaman yang berhubungan
dengan membran mukosa dan mulut.
7) Respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik.
8) Menimbulkan penghilangan rasa sakit yang lebih
efektif.
b. Risiko ketidakseimbangan cairan tubuh berhubungan
dengan keluar cairan tubuh dari muntah.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam, tidak terjadi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria hasil:
1) Klien tidak mengeluh pusing.
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal
3) Kesadaran optimal.
4) Laboratorium: Nilai elektrolit normal, analisis gas
darah normal.
Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda vital.
2) Identifikasi faktor penyebab kurang cairan, spesifikasi
usia dan adanya riwayat penyakit lain.
3) Lakukan pemasangan IVFD (Intra Vennes Fluid
Drip).
4) Evaluasi kadar elektrolit serum.
-
31
Rasional:
1) Pemeriksaan tekanan darah perlu dilakukan karena
hipotensi dapat terjadi hipovolemi.
2) Parameter dalam menentukan intervensi kedaduratan.
Adanya riwayat keracunan dan usia anak atau lanjut
usia memberikan tingkat keparahan dari
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
3) Apabila kondisi disertai diare dan muntah, maka
lakukan pemasangan IVFD (Intra Vennes Fluid Drip).
Pemberian cairan intravena disesuaikan dengan
derajat dehidrasi.
4) Untuk mendeteksi adanya kondisi hiponatremi dan
hipokalemi sekunder dari hilangnya elektrolit dari
plasma.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya
pembatasan gerak.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam, hambatan mobilitas fisik
teratasi.
Kriteria hasil:
1) Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara
mandiri.
2) Klien mampu beraktivitas sendiri tanpa dibantu
keluarga.
3) Skala aktivitas 0 (mandiri).
4) Skala otot 5 ( mampu penuh dan kuat).
Intervensi:
1) Kaji tingkat kemampuan aktivitas klien.
2) Dekatkan barang yang diperlukan klien.
3) Ajarkan ROM pasif selama masih dalam keadaan
pembatasan gerak.
-
32
4) Latihan mobilisasi.
Rasional:
1) Untuk mendorong kemandirian klien.
2) Memudahkan klien memenuhi kebutuhannya.
3) Latihan ROM pasif selama dalam keadaan
pembatasan gerak dapat memaksimalkan sirkulasi dan
menghindari adanya kelemahan otot.
4) Melancarkan peredaran darah dan mempercepat
penyembuhan luka.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi
mekanis pada kulit jaringan.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam, kerusakan integritas
kulit teratasi.
Kriteria hasil:
1) Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
2) Klien dapat menunjukkan tingkah laku untuk
mencegah komplikasi.
Intervensi:
1) Beri penguatan pada balutan awal atau penggantian
sesuai indikasi, gunakan tehnik aseptik.
2) Hati-hati dalam melepaskan perekat (sesuai arah
pertumbuhan rambut) dan pembalut pada waktu
mengganti.
3) Gunakan barrier kulit sebelum perekat diperlukan.
4) Periksa tegangan balutan, beri perekat pada pusat
insisi menuju ketepi balut luka.
5) Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan
integritas kulit.
-
33
6) Tekan area insisi pada area abdominal atau dada
dengan menggunakan bantal selama batuk dan
bergerak.
7) Ingatkan klien untuk tidak menyentuh daerah luka.
8) Beri kompres es pada daerah luka sesuai indikasi.
9) Anjurkan pada klien agar menggunakan korset pada
abdomen sesuai indikasi.
Rasional :
1) Melindungi kontaminasi mikroorganisme, mencegah
akumulasi cairan yang dapat menyebabkan ekskoriasi.
2) Mengurangi resiko trauma kulit dan gangguan pada
kulit.
3) Menurunkan resiko terjadinya trauma kulit atau
abrasi.
4) Dapat mengganggu atau membendung sirkulasi pada
luka.
5) Sebagai indikasi adanya kegagalan dalam proses
penyembuhan luka.
6) Menetralisasi tekanan pada luka dan meminimalkan
resiko terjadinya ruptur.
7) Mencegah kontaminasi luka.
8) Menurunkan pembentukan edema pada periode post
operasi.
9) Memberi pencegahan terjadinya komplikasi pada
insisi yang beresiko tinggi.
e. Defisit volume cairan berhubungan denganadanya
kehilangan cairan secara aktif, yaitu adanya pembatasan
pemasukan peroral.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam, defisit volume cairan
teratasi.
-
34
Kriteria hasil:
1) Klien menunjukkan keseimbangan cairan yang
adekuat.
2) Tanda-tanda vital dalam keadaan stabil.
3) Turgor kulit normal.
4) Membran mukosa lembab.
5) Pengeluaran urine normal.
Intervensi:
1) Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran cairan.
2) Kaji pengeluaran urine.
3) Pantau tanda-tanda vital.
4) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi turgor kulit,
membran mukosa.
5) Catat timbulnya keluhan mual muntah.
6) Periksa balutan luka, drain, dan luka apakah terjadi
pembengkakan.
7) Berikan cairan parenteral.
8) Berikan cairan peroral secara bertahap sesuai indikasi.
9) Periksa ulang hasil laboratorium (Hb, Ht), bandingkan
pra operasi dan post operasi.
Rasional:
1) Dokumentasi yang secara akurat dan akan dapat
membantu mengidentifikasikan dalam pengeluaran
cairan atau kebutuhan penggantian cairan.
2) Mengidentifikasi adanya malfungsi atau obstruksi
sistem urinarius.
3) Hipotensi, takikardi, peningkatan pernafasan indikator
terjadinya kekuranagn cairan.
4) Turgor kulit buruk dan membran mukosa kering
merupana indikator dehidrasi.
-
35
5) Jika mual lebih dari 3 hari post operasi kemungkinan
efek dari terapi narkotika (obat pengontrol nyeri).
6) Pendarahan yang berlebihan dipastikan akan dapat
mengakibatkan hipovolemia dan pembengkakan lokal
mengidentifikasi perforasi atau pendarahan.
7) Menggantikan kehilangan cairan.
8) Pemasukan oral bergantung kepada pengambilan
fungsi gastrointestinal.
9) Indikator hidrasi atau volume sirkulasi.
f. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan insisi
pembedahan.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam, tidak terjadi infeksi
pada insisi.
Kriteria hasil:
1) Mencapai pemulihan luka tepat pada waktunya.
2) Luka insisi bebeas dari tanda-tanda infeksi.
3) Tidak terdapat drainase purulen dan eritema pada luka
insisi.
Intervensi:
1) Pantau tanda-tanda vital.
2) Lakukan pencucian tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan klien.
3) Kaji pada insisi dan balutan luka, penyatuan luka,
karakteristik drainase, dan adanya tanda-tanda infeksi
pada luka.
4) Lakukan perawatan luka dengan teknik steril.
5) Berikan antibiotik sesuai indikasi.
6) Siapkan spesimen drainase yang untuk dilakukan
pemeriksaan sesuai indikasi.
-
36
Rasional:
1) Dapat mengidentifikasi adanya infeksi.
2) Mengurangi akan terjadinya risiko kontaminasi
mikroorganisme.
3) Memberi deteksi dini adanya infeksi dan memberi
pengawasan penyembuhan luka.
4) Mencegah terjadinya infeksi, dan mengurangi
kontaminasi mikroorganisme.
5) Menurunkan adanya penyebaran dan pertumbuhan
mikroorganisme.
6) Mengidentifikasi adanya mikroorganisme penyebab
infeksi dan pemilihan terapi yang tepat.
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
pemajanan informasi tentang perawatan post operasi.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam, klien mendapatkan
pemahaman tentang penyakitnya.
Kriteria hasil:
1) Klien mampu memahami tentang proses efek
prosedur dan pengobatan.
2) Klien dapat menunjukkan prosedur yang diperlukan
dan menjelaskan alasan suatu tindakan.
3) Klien memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan
dan ikut serta dalam program keperawatan.
Intervensi:
1) Kaji tingkat pengtahuan klien tentang penyakit dan
harapan untuk sembuh.
2) Tinjau ulang kembali penghindaran faktor-faktor
resiko, seperti pemajanan pada lingkungan atau orang
terinfeksi.
3) Identifikasi keterbatasan aktivitas khusus.
-
37
4) Jadwalkan periode istirahat yang adekuat.
5) Tekankan pentingnya kunjungan lanjut.
6) Libatkan orang terdekat dalam program pengajaran.
Rasional:
1) Memberikan dasar pengetahuan pada klien yang
memungkinkan membuat pilihan untuk informasi.
2) Mengurangi potensial untuk infeksi yang diperoleh.
3) Mencegah regangan yang tidak diinginkan pada luka
operasi.
4) Mencegah kepenataan danmengumpulkan energi
untuk penyembuhan.
5) Membantu perkembangan penyembuhan dan evaluasi
keefektifan regimen.
6) Memberi sumber-sumber tambahan untuk referensi
setelah penghentian.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan meliputi tindakan
mandiri dan kolaborasi perawat.
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan terjadi setelah mendapat intervensi
keperawatan pada pasien hernia inguinalis, meliputi hal-hal berikut.
2.2.5.1 Nyeri berkurang atau hilang.
2.2.5.2 Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
2.2.5.3 Hambatan mobilitas fisik teratasi.
2.2.5.4 Kerusakan integritas kulit teratasi.
2.2.5.5 Defisit volume cairan teratasi.
2.2.5.6 Tidak terjadi infeksi pada insisi.
2.2.5.7 Klien mendapatkan pemahaman tentang penyakitnya.