bab 2 tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hiperlipidemia
Definisi hiperlipidemia menurut American Heart Association adalah
kadar lemak yang tinggi dalam darah. Hiperlipidemia menunjukkan suatu
kondisi kelebihan subtansi lemak yaitu lipid, sebagian besar kolesterol dan
trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia dibagi menjadi dua subkategori
yaitu hiperkolesterolemia dan hipertrigliserida (Harikumar, et al., 2013).
Hiperkolesterolemia adalah suatu kondisi dimana meningkatnya
konsentrasi kolesterol dalam darah yang melebihi nilai normal (Guyton &
Hall, 2008). Sedangkan hipertrigliseridemia adalah suatu kondisi dimana
kadar trigliserida yang tinggi (Rakhmiditya, 2014). Hiperlipidemia dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu familial (primer) karena abnormalitas
atau kelainan dari suatu gen spesifik, bisa juga manifestasi dari penyakit
lain yang dapat membuat perubahan pada plasma lipid atau metabolisme
lipid (sekunder). Ada pula idiopatik yang penyebabnya masih belum
diketahui (Harikumar, et al., 2013).
Hiperlipidemia dipicu oleh karena gaya hidup yang tidak seimbang
seperti kurang olahraga yang membuat obesitas dan merokok. Pemicu yang
lain bisa karena diabetes mellitus, penyakit ginjal, kehamilan, alkohol, obat-
obatan seperti golongan diuretik, glukokorticoid, dan sebagainya
(Harikumar, et al., 2013).
6
2.1.1 Hiperlipidemia Primer
Hiperlipidemia primer diklasifikasikan menurut Fredricson,
yang dilihat berdasarkan bentuk lipoprotein di elektroporesis atau
ultrasentrifugal. Klasifikasi Fredricson ada 5, yaitu :
a. Tipe 1: Peningkatan kolesterol dengan level trigliserida yang
tinggi.
b. Tipe 2: Kolesterol tinggi dengan level trigliserida yang normal.
c. Tipe 3: Peningkatan kolesterol dan trigliserida.
d. Tipe 4: Peningkatan trigliserida, atheroma, dan peningkatan asam
urea.
e. Tipe 5: Peningkatan trigliserida.
2.1.2 Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia didefinisikan sebagai kadar kolesterol
plasma yang melebihi ambang batas normal. Lemak yang berasal dari
makanan akan mengalami proses pencernaan di dalam usus menjadi
asam lemak bebas, trigliserid, fosfolipid dan kolesterol. Kemudian
diserap ke dalam bentuk kilomikron. Sisa pemecahan kilomikron
beredar menuju hati dan dipilah-pilih menjadi kolesterol. Sebagian
kolesterol ini dibuang ke empedu sebagai asam empedu dan sebagian
lagi bersama-sama dengan trigliserida akan bersekutu dengan protein
tertentu (apoprotein) dan membentuk Very Low Density Lipoprotein
(VLDL), yang selanjutnya dipecah oleh ensim lipoprotein menjadi
Intermediet Density Lipoprotein (IDL) yang tidak bisa bertahan 2-6
7
jam karena langsung akan diubah menjadi Low Density Lipoprotein
(LDL) (Soeharto, 2004). Kadar kolesterol total yang normal dalam
plasma orang dewasa adalah sebesar 120 sampai 200 mg/dl. Keadaan
hiperkolesterolemia terjadi bila konsentrasi kolesterol total ≥ 240
mg/dl (Jellinger et al., 2012).
Klasifikasi kadar lipid plasma yang meliputi kolesterol total,
kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida menurut National
Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP
ATP III, 2002) dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Klasifikasi Kadar Lipid Plasma (mg/dl)
Kolesterol Total
<200 Optimal 200-239 Diinginkan
>239 Tinggi
Kolesterol LDL
<100 Optimal 100-129 Mendekati optimal 130-159 Diinginkan
160-189 Tinggi
>189 Sangat tinggi
Kolesterol HDL
<40 Rendah >59 Tinggi
Trigliserida
<150 Optimal 150-199 Diinginkan
200-499 Tinggi
>499 Sangat tinggi
Sumber: NCEP ATP III, 2002
Bila kadar kolesterol darah berkisar antara 200-239 mg/dl, tetapi
tidak muncul faktor risiko Penyakit Jantung Koroner (PJK), maka
biasanya tidak perlu penanggulangan serius. Namun apabila
8
dengan kadar tersebut didapatkan minimal dua faktor risiko PJK, maka
perlu pengobatan yang serius seperti penderita kolesterol tinggi >240
mg/dl. Sebaiknya setiap lima tahun sekali semua orang dewasa di atas
20 tahun mengecek kadar kolesterolnya. (Zahrawardhani, 2012)
2.1.3 Hipertrigliseridemia
Hipertrigliseridemia yaitu adanya kadar trigliserid yang tinggi.
Trigliserida dikatakan tinggi bila kadarnya >150 mg/dl (Rakhmiditya,
2014). Namun menurut American Heart Association ditetapkan
standar baru bahwa nilai optimal kadar trigliserida <100 mg/dl.
Hipertrigliserida mempunyai dua mekanisme yaitu adanya produksi
yang berlebih dari VLDL oleh liver yang memberikan respon berupa
peningkatan asam lemak bebas yang ada di organ, dan adanya defek
pada proses lisis VLDL dan kilomikron oleh lipoprotein lipase. Ketika
aktivitas lipoprotein lipase terganggu, maka trigliserida tidak dapat
dikonversi, terhidrolisis, atau rusak (Harikumar, et al., 2013).
2.2 Lipid
2.2.1 Metabolisme Lipid
1. Metabolisme eksogen
Makanan berlemak yang kita makan terdiri atas trigliserid
dan kolesterol. Selain kolesterol yang berasal dari makanan,
dalam usus juga terdapat kolesterol dari hati yang diekskresi
bersama empedu ke usus halus. Baik lemak di usus halus yang
berasal dari makanan maupun dari yang dari hati disebut lemak
9
eksogen. Trigiserid dan kolesterol dalam usus halus akan diserap
ke dalam eritrosit mukosa usus halus. Trigliserid akan diserap
sebagai asam lemak bebas dan kolesterol sebagai kolesterol.
Didalam usus halus asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi
trigliserid sedangkan kolesterol akan diesterifikasi menjadi
kolesterol ester dan keduanya bersama dengan fosfolipid dan
apolipoprotein akan membentuk lipoprotein yang disebut
kilomikron (Adam, 2014).
Kilomikron ini masuk melalui saluran limfe dan akhirnya
melalui ductus torasicus yang selnjutnya masuk ke aliran darah.
Trigliserid dalam kilomikron akan terhidrolisis oleh enzim
lipoprotein lipase (LPL) yang berasal dari endotel menjadi asam
lemak bebas (Free Fatty Acid). Asam lemak bebas dapat disimpan
sebagai trigliserid kembali di jaringan lemak, apabila dalam jumlah
banyak sebagian akan diambil oleh hati sebagai bahan untuk
pembentukan trigliserid hati. Kilomikron yang sudah kehilangan
sebagian trigliserid akan menjadi kilomikron remnant yang
mengandung kolesterol ester dan akan di bawa ke hati (Adam, 2014).
10
(Adam, 2014) Gambar 2.1 Metabolisme Eksogen Lipid. Makanan mengandung kolesterol
dan trigliserida yang nantinya akan diubah mnjadi kilomikron bersama dengan
substansi lain untuk dibawa ke hepar. Di dalam hepar kilomikron akan dipecah
dimana trigliserida akan dihidrolisis untuk disimpan menjadi adiposa atau
untuk disekresi kembali ke dalam tubuh.
2. Metabolisme endogen
Trigliserid dan kolesterol yang disintesis di hati dan disekresi
kedalam sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL (Very Low Density
Lipid). Apolipoprotein yang terkandung dalam VLDL adalah
apolipoprotein B100. Dalam sirkulasi, trigliserid dalam VLDL
akan dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase dan VLDL akan
berubah menjadi IDL (Intermediate Density Lipid) yang juga akan
mengalami hidrolisis menjadi LDL (Low Density Lipid). Sebagian
dari VLDL,IDL, dan LDL akan mengangkut kolesterol ester
kembali ke hati. LDL adalah lipoprotein yang mengandung paling
banyak kolesterol. Sebagian kolesterol yang ada di LDL akan
dibawa ke hati dan jaringan steriogenik lainnya speerti kelenjar
adrenal, testis, dan ovarium yang mempuenyai reseptor untuk
11
kolesterol-LDL. Sebagian lagi dari kolesterol-LDL akan
mengalami oksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger A (SR-
A) di makrofag dan akan menjadi sel busa (foam cell). Makin
banyak kadar kolesterol-LDL dalam plasma makin banyak
mengalami oksidasi dan ditangkap oleh makrofag. Jumlah
kolesterol yang akan teroksidasi tergantung dari kadar kolesterol
yang ada di LDL. Beberapa keadaan yang mempengaruhi tingkat
oksidasi (Adam, 2014):
a. Meningkatnya jumlah LDL kecil padat ( small dense LDL)
seperti pada sindrom metabolik dan diabetes mellitus
b. Kadar kolesterol-HDL, makin tinggi kadar kolestero-HDL
akan bersifat protektif terhadap oksidasi LDL
(Adam, 2014)
Gambar 2.2 Metabolisme Endogen Lipid. Trigliserida dan kolesterol yang
disekresi oleh hepar akan menjadi lipoprotein Very Low Density Lipoprotein
(VLDL) yang nantinya akan dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase menjadi
Intermediate Density Lipoprotein (IDL) dan IDL ini akan dihidrolisis juga
menjadi Low Density Lipoprotein (LDL) yang mudah mengalami oksidasi dan
dimakan oleh makrofag menjadi sel busa (foam cell).
12
3. Jalur Reverse Cholesterol Transport
HDL dilepas kan sebagai partikel miskin kolesterol yang
mengandung apolipoprotein (Apo) A,C, dan E ; dan disebut HDL
nascent. HDL nascent berasal dari usus halus dan hati, mempuyai
bentuk gepeng dan mengandung apo A1. HDL nascent akan
mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol yang disimpan di
makrofag. Setalah mengambil kolesterol dari magrofag makan HDL
nascent akan berubah menjadi HDL dewasa yang berbentuk bulat.
Agar dapat diambil oleh HDL nascent, kolesterol (kolesterol bebas)
dibagian dalam makrofag harus dibawa ke pemukaan membrane sel
makrofag oleh suatu transporter yang disebut adenosin
triphosphate-binding cassette transporter-1 (ABC-1).
Setelah mengambil kolesterol bebas dari makrofag,
kolesterol bebas akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh
enzim lechitin cholesterol acyltransferase (LCAT). Selanjutnya
sebagian kolesterol ester yang dibawa HDL akan mengambil dua
jalur. Jalur pertama ialah e hati dan ditangkap oleh scavenger
receptor class B type 1 dikenal dengan SR-B1. Jslur kedua adalah
kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserida
dalam VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transfer
protein (CETP). Dengan demikian fungsi HDL sebagai penyerap
kolesterol dari makrofag mempunyai dua jalur yaiu langsung ke hati
dan jalur tidak langsung melalui VLDL dan IDL untuk membawa
kolesterol kembali ke hati (Adam, 2014).
13
(Adam, 2014) Gambar 2.3 Jalur Reverse Cholesterol Transport. High Density Lipoprotein
(HDL) Nascent berasal dari hati dan usus halus yang miskin kolesterol. HDL
Nascent mengambil kolesterol bebas dari makrofag dengan bantuan adenosine
triphosphate-binding cassette transporter-1 (ABC-1) dan menjadi HDL
dewasa. Kolesterol bebas yang dibawa HDL akan diesterifikasi menjadi
kolesterol ester dan dibawa ke hati melalui dua jalur. Jalur pertama langsung
dibawa ke hepar dan jalur kedua melalui VLDL atau LDL.
2.2.2 Kolesterol
2.2.2.1 Sintesis Kolesterol
Kolesterol adalah sterol terbanyak di dalam tubuh,
bentuknya dapat sebagai kolesterol bebas ataupun terikat pada
asam lemak sebagai kolesterilester. Umumnya kolesterol
dalam darah dan limfe terlihat sebagai kolesterilester
sedangkan dalam sel-sel darah otot, hepar, dan jaringan lain
dalam bentuk bebas. Struktur kimia dasar kolesterol berupa
steroid. Senyawa kolesterol ini disintesis dalam banyak
jaringan dari asetil-Ko A dan akhirnya dikeluarkan dari tubuh
melalui empedu sebagai garam kolesterol atau empedu
(Jellinger et al., 2012).
Kolesterol adalah lipid amfipatik dan merupakan
komponen structural esensial pada membran dan lapisan luar
14
lipoprotein. Senyawa ini banyak disintesis di jaringan dari
asetil-KoA dan merupakan precursor semua steroid lain di
dalam tubuh seperti kortikosteroid, hormon seks, asam
empedu, dan vitamin D. Biosintesis kolesterol dapat dibagi
menjadi lima tahap :
1. Sintesis mevalonat dari asetil-KoA.
2. Pembentukan unit isoprenoid dari mevalonat
melalui pengeluaran CO2.
3. Kondensasi 6 unit isoprenoid untuk membentuk skualen.
4. Siklisasi skualen menghasilkan steroid induk, lanosterol.
5. Pembentukan kolesterol dari lanosterol.
Pengaturan sintesis kolesterol mulai dilakukan di tahap
HMG-KoA reduktase. HMG-KoA reduktase di hati dihambat
oleh melavonat. Kolesterol dan metabolit-metabolitnya
menekan transkripsi HMG-KoA reduktase melalui pengaktifan
faktor transkripsi sterol regulatory element binding-protein
(SREBP). SREBP merupakan suatu protein yang mengatur
transkripsi berbagai gen yang berperan dalam penyerapan dan
metabolisme kolesterol serta lipid lainnya. Selain mekanisme-
mekanisme yang mengatur laju sintesis protein ini, aktivasi
enzim juga dimodulasi secara lebih cepat melalui modifikasi
pascatranslasi. Insulin atau hormone tiroid meningkatkan
aktivasi HMG-KoA reduktase sedangkan glucagon atau
glukokortikoid menurunkannya (Murray, 2009).
15
Upaya-upaya untuk menurunkan kadar kolesterol
plasma dalam diet memeberikan hasil bervariasi. Secara umum,
penurunan 100 mg kolesterol dlaam makanan menyebabkan
penurunan sekitar 0,13 mmol/L kolesterol serum (Murray,
2009).
2.2.2.2 Faktor yang mempengaruhi keseimbangan kolesterol dalam
jaringan
Pada tingkat jaringan, beberapa proses mempengaruhi
keseimbangan kolesterol di jaringan baik peningkatan maupun
yang menyebabkan penurunan. Berikut beberapa proses
dianggap dapat meningkatkan kolestrol di jaringan (Murray,
2009) :
1. Penyerapan lipoprotein yang mengandung kolesterol oleh
reseptor, seperti reseptor LDL atau scavenger receptor.
2. Penyerapan kolesterol bebas dari lipoprotein yang kaya akan
kolesterol ke membrane sel.
3. Hidrolisis ester kolesterol oleh enzim ester kolesteril hydrolase.
Sedangkan proses yang dinggap dapat menurunkan
kolesterol di jaringan :
1. Efluks kolesterol dari membrane ke HDL melalui ABC-1 atau
SRB-1.
2. Esterifikasi kolesterol oleh ACAT (Asetil-KoA: kolesterol
asiltransferase).
3. Pemakaian kolestrol untuk membentuk steroid lain, misalnya
16
hormon atau asam empedu di hati.
2.2.2.3 Pengangkutan Kolesterol ke Jaringan
Kisaran normal kadar kolesterol plasma total pada
manusai adalah <5,2 mmol/L dengan bagian terbesar dalam
bentuk teresterifikasi. Di dalam plasma, kolesterol diangkut di
dalam lipoprotein, dan pada manusia, proporsi tertinggi terdapat
pada LDL. Kolesterol dari makanan mencapai keseimbangan
dengan kolesterol plasma dalam beberapa hari dan dengan
kolesterol jaringan dalam beberapa minggu (Murray, 2009).
Ester kolesteril dalam makanan dihidrolisis menjadi
kolesterol kemudian diserap oleh usus bersama dengan
kolesterol tak-teresterifikasi dan lipid lain dalam makanan.
Bersama dengan kolesterol yang disintesis dalam usus,
kolesterol ini kemudian dimasukkan kedalam kilimikron. Dari
kolesterol yang diserap, 80- 90% mengalami esterifikasi dengan
asam lemak rantai panjang di mukosa usus. Sembilan puluh lima
persen kolesterol kilomikron di salurkan ke hati dalam bentuk
sisa kilomikron (chylomicron remnants), dan sebagian besar
kolesterol yang diskresikan oleh hati dalam bentuk VLDL
dipertahankan selama pembentukan IDL dan akhirnya LDL
yang diserap oleh reseptor LDL di hati dan jaringan ektrahepatik
(Murray, 2009).
17
2.2.2.4 Ekskresi Kolesterol
Setiap hari, sekitar 1 gram kolesterol dikeluarkan dari
tubuh. Sekitar separuhnya di ekstresikan di dalam tinja setelah
mengalami konversi menjadi asam empedu. Sisanya
diekskresikan sebagai kolesterol. Koprostanol adalah sterol
utama di dalam tinja. Senyawa ini dibentuk dari kolesterol oleh
bakteri utama di usus bagian bawah. (Murray, 2009)
2.3 Dislipidemia
Dislipidemia merupakan penyakit yang kelainannya ada di
metabolisme lipoprotein, termasuk produksi lipoprotein yang berlebih
atau defisiensi dari lipoprotein. Manifestasi dari dislipidemia
kemungkinan oleh peningkatan konsentrasi kolesterol total, LDL (Low
Density Lipoprotein), trigliserida, dan penurunan konsentrasi HDL
(High Density Lipoprotein) didalam darah. Peningkatan lipid dalam
darah berkaitan dengan diet dan lifestyle. Peningkatan kadar insulin
yang lama juga dapat menyebabkan dislipidemia.
Hiperlipidemia, hiperlipoproteinemia adalah kondisi yang abnormal
pada peningkatan lipid dan atau lipoprotein dalam darah yang
merupakan bentuk umum dari dislipidemia (Bisht Asha, et al., 2012).
Penyebab terjadinya dislipidemia yang pertama adalah genetik
yang diturunkan dari orang tua maupun kakek neneknya. Dan penyebab
kedua di berbagai negara adalah gaya hidup dengan asupan makanan
yang berlebih dari lemak jenuh, kolesterol, dan lemak trans. Bila terlalu
banyak dikonsumsi akan menyebabkan hiperlipidemia yang merupakan
18
salah satu bentuk dislipidemia (Bisht Asha, et al., 2012).
2.4 Hiperkolesterol dan Stres Oksidatif
Stres oksidatif disebabkan ketidakseimbangan antara oksidan dan
antioksidan, produksi radikal bebas yang berlebihan yang mengganggu
fungsi normal tubuh. Dalam keadaan hiperkolesterolemia, memicu
peningkatan produksi NOX (NADPH Oxidase), dimana NOX ini akan
membentuk molekul superoksigen yang akan meningkatkan ROS.
Selain itu, reaksi antara superoksigen dengan lipoprotein akan
memproduksi LDL. LDL berikatan dengan membran sel reseptor dan
terakumulasi disana sehingga menurunkan fungsi dinding vaskuler
(Stapleton, et al, 2010).
(Adam, 2014)
Gambar 2.3 Pembentukan Malondialdehid (MDA), Radikal bebas
seperti ROS bereaksi dengan Membran Fosfolipid Bilayer sehingga
terjadi reaksi berantai yang dikenal dengan peroksidasi lipid.
Peroksidasi lipid akan menyebabkan terputusnya rantai asam lemak
menjadi berbagai senyawa toksik, salah satunya yaitu MDA.
2.5 Patofisiologi Aterogenesis
Proses aterogenesis diawali dengan akumulasi LDL yang sangat
teroksidasi. Lipid yang teroksidasi tadi difagosit oleh sel makrofag
19
membentuk sel busa (foam). Adanya sel busa ini menginduksi terjadinya
reaksi peroksidasi lipid (Ismawati, et al., 2011). Produk yang dihasilkan
dari peroksidasi lipid di antaranya Malondialdehid (MDA), 4-Hydroxyl-
2-noneal (HNE), 4-Hydroxyl- 2-hexenal (HHE). Stress oksidatif yang
ditandai dengan adanya Lipid Peroxidation Potential (LPP) yang dapat
diukur dengan kadar MDA (Wiryantini, et al., 2012).
2.6 Minyak Jelantah
Minyak goreng menjadi konsumsi dominan di dunia industri
maupun rumah tangga di Indonesia. Minyak goreng yang didistribusi di
pasar dibagi menjadi dua yaitu, minyak kemasan dan minyak curah
(minyak jelantah). Perubahan fisik minyak goreng dapat dijadikan
sebagai indikator perubahan minyak goreng segar menjadi minyak yang
tidak layak pakai, misalnya ketika minyak goreng telah hitam, terlalu
banyak asap, bau tengik, menjadi lebih kental atau timbulnya buih pada
minyak yang digunakan (Budiyanto, 2012).
Selama penggorengan, minyak dalam suhu yang tinggi, mengalami
kontak dengan udara dan air yang ada pada bahan. Air yang ada pada
bahan akan menguap dan minyak goreng akan masuk ke dalam bahan
menggantikan kandungan air pada bahan (Machado, et al., 2007).
Peristiwa itu menyebabkan minyak terserap pada bahan dan minyak
mengalami hidrolisis yang memutuskan asam lemak sehingga minyak
dapat mengalami kerusakan yang ditandai dengan meningkatnya
kandungan asam lemak bebas (ALB). Selain itu, minyak goreng
tercampur dengan komponen lain dari bahan yang larut dalam minyak
20
membuat minyak goreng mengalami penurunan kualitas dan perubahan
bau (Manral, et al., 2008).
Minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh jamak
(Polyunsaturated Fatty Acid/ PUFA) diakui dapat menurunkan
kolesterol darah serta meningkatkan nilai kesehatan lainnya. Namun jika
digunakan untuk menggoreng secara berulang - ulang (jelantah), maka
asam lemak tidak jenuh (baik dari minyak penggoreng maupun dari
makanan yang digoreng) akan berubah menjadi asam lemak trans yang
memiliki gugus peroksida serta senyawa radikal bebas lainnya yang
dapat merangsang terjadinya keganasan. Asam lemak trans tidak hanya
meningkatkan kadar kolesterol LDL, tetapi secara bersamaan juga
menurunkan kadar kolesterol HDL. Minyak jelantah memiliki efek
menaikkan kadar kolesterol total, VLDL, LDL, dan menurunkan kadar
HDL yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak kelapa, minyak
curah, dan minyak babi (Bogoriani, 2015).
2.7 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa pemberi electron (electron donor)
atau reduktan. Antioksidan dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang
dapat menghambat atau memperlambat proses oksidasi. Oksidasi
adalah jenis reaksi kimia yang melibatkan pengikatan oksigen,
pelepasan hidrogen atau pelepasan electron. Proses oksidasi adalah
peristiwa alami yang terjadi di alam dan dapat terjadi dimana-mana, tak
terkecuali di dalam tubuh kita. Dalam pengertian kimia, antioksidan
adalah senyawa-senyawa pemberi electron, tetapi dalam arti biologis
21
pengertian antioksidan lebih luas lagi, bersifat lipofilik, sehingga dapat
berperan pada membrane sel untuk mencegah peroksidase lipid.
Sedangkan vitamin C, glutation dan sistein bersifat hidrofilik dan
berperan dalam sitosol (Suwandi, 2012). Antioksidan secara signifikan
mencegah kerusakan jaringan dengan cara memberikan elektronnya ke
jaringan sehingga menstimulasi perbaikan jaringan. (Sindhe, et al,
2013).
2.8 Malondialdehid (MDA)
MDA adalah produk akhir yang dapat digunakan untuk mengetahui
derajat kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh peroksidasi lipid.
Peroksidasi lipid hasil dari radikal bebas ini akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan
oleh radikal bebas lain dan oleh sistem antioksidan dari tubuh.
Antioksidan bereaksi dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas
untuk menimbulkan kerusakan (Retno, et al, 2012).
Tingginya kadar radikal bebas dalam tubuh dapat ditunjukkan oleh
rendahnya akitivitas dari enzim antioksidan dan tingginya kadar
MDA. Tingginya kadar MDA dapat dipengaruhi banyak hal, antara lain
tingginya kadar peroksidasi lipid dimana MDA sebagai produk
akhirnya. Selain itu dipengaruhi juga oleh terjadinya dekomposisi asam
amino, kompleks karbohidrat, pentosa, heksosa, dan biosintesis
prostaglandin. Akan tetapi, peroksidasi dari asam lemak tiga atau banyak
ikatan ganda khusus arakhidonik dipercaya sebagai sumber utama.
Analisis MDA merupakan analisa radikal bebas secara tidak langsung
22
dan merupakan analisa yang cukup mudah untuk menentukan jumlah
radikal bebas yang terbentuk. Analisis radikal bebas secara langsung
sangat sulit dilakukan, karena radikal ini sangat tidak stabil. Reaksi ini
berlangsung sangat cepat sehingga pengukuranya sangat sulit bila dalam
bentuk senyawa radikal bebas (Ibrahim, et al, 2014).
Selama proses metabolisme dalam eritrosit maupun sel tubuh lain
dihasilkan beberapa oksidan kuat. Metabolit oksigen utama yang
dihasilkan melalui reduksi satu elektron adalah Reactive Oxygen Species
(ROS) yang terdiri dari superoksida (O2⎯), radikal bebas hidroksil (OH-
), hidrogen peroksida (H2O2), serta radikal peroksil (ROO-). ROS terus
menerus dibentuk dalam jumlah besar di dalam sel melalui jalur
metabolik tubuh yang merupakan proses biologis normal karena
berbagai rangsangan, misalnya radiasi, tekanan parsial oksigen (pO2)
tinggi, paparan zat-zat kimia tertentu, infeksi maupun inflamasi. Semua
SOR merupakan oksidan kuat dengan derajat berbeda-beda. Radikal
hidroksil (OH-) merupakan molekul yang paling reaktif dan dapat
bereaksi dengan protein, asam nukleat, lipid serta molekul lain sehingga
dapat merubah struktur serta menimbulkan kerusakan jaringan
(Aryanugraha, et al, 2012).
2.9 Daun Kersen (Muntingia calabura l.)
2.9.1 Taksonomi
Taksonomi dari tumbuhan kersen yaitu kingdom Plantae
(Tumbuhan), Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan
berpembuluh), Super divisi Spermatophyta (Menghasilkan biji),
23
Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga), Kelas
Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil), Sub Kelas Dilleniidae,
Ordo Malvales, Famili Elaeocarpaceae, Genus Mutingia, dan
Spesies Mutingia calabura. (Anonim, 2012)
(Condit, 2011)
Gambar 2.4 Daun kersen (Mutingia calabura l.). Daunnya tunggal,
berseling, lonjong, ujung pangkal runcing, pertulangan menyirip,
berwarna hijau. Bunga tunggal, berkelamin dua di ketiak daun, mahkota
lonjong, putih, benang sari panjang kuning, putik kecil putih. Batang
berkayu, tegak, bulat, percabangan sympodial, cabang berambut halus
coklat keputih-putihan.
2.9.2 Morfologi
Habitat dari daun kersen yaitu pohon, tahunan, tinggi ±10 m.
Batang berkayu, tegak, bulat, percabangan sympodial, cabang
berambut halus coklat keputih-putihan. Daun tunggal,berseling,
lonjong, panjang 6 – 10 cm, lebar 2 – 4 cm, ujung dan pangkal
runcing, berbulu, petulangan menyirip, hijau. Bunga tunggal,
berkelamin dua, di ketiak daun, mahkota lonjong, putih, benang
sari panjang ± 0,5 cm, kuning putik kecil, putih. Buah buni, bulat,
24
diameter ±1 cm, masih muda hijau, setelah tua merah. Biji bulat,
putih kekuningan. Akar tunggang, putih kotor (Condit, 2011).
2.9.3 Kandungan dan fungsinya
Didalam daun kersen (Muntingia calabura l.) ditemukan
banyak antioksidan seperti etanol, flavonoid, saponin, tannin, dan
cetechin. Antioksidan terbanyak dalam daun kersen (Muntingia
calabura l.) adalah flavonoid diikuti kadar tannin lalu saponin yang
tidak terlalu banyak (Surjowardojo, et al., 2014). Kadar
antioksidan yang dimiliki daun kersen lebih banyak dari pada
kadar antioksidan yang ada pada buah kersen (Krishnaveni, et al.,
2014).
Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid dalam Kersen (Mutingia calabura l.)
Akar (mg/g) Daun (mg/g) Buah (mg/g)
Karbohidrat 138.0 194.0 65.33
Protein 2.63 6.21 2.11
Polifenol 14.06 23.06 29.03
Flavonoid 14.34 42.61 21.71
Asam askorbat 09.13 11.21 13.03
a-tokoferol 0.63 0.41 0.13
Klorofil 0.82 79.12 0.11
(Khan, et al., 2015)
Flavonoid yang terkandung dalam daun kersen (Muntingia
calabura l.) dapat menurunkan kadar lipid dalam darah dengan
mengaktifkan enzim sitokrom P450 dan b5. Pengaktifan sitokrom
P450 menyebabkan peningkatan ekskresi dari asam empedu
sehingga kadar kolesterol tubuh berkurang. Selain itu, flavonoid
juga mengaktifkan sintesis AMPc yang dapat mengaktifkan
protein kinase. Pengaktifan protein kinase dapat meningkatkan
25
hidrolisis dari trigliserida dan mengurangi kadarnya dalam darah
dan liver, juga mengaktifkan receptor LDL (Oliviera, et al., 2007).
Flavonoid bekerja dengan mengurangi kadar 3-hydroxy-3-
methylglutaryl-CoA (HMG-CoA) reduktase yang nantinya
menimbulkan efek penurunan kadar kolesterol dalam tubuh (Ziaee
Amir, et al., 2009). Senyawa flavonoid mempunyai mekanisme
untuk meningkatkan jumlah kolesterol HDL dengan cara
meningkatkan penglepasan kolesterol dari dalam makrofag dan
meningkatkan ekspresi ATP-binding cassette (ABC) A1 (Helal, et
al., 2013). Flavonoid juga meningkatkan aktivitas Lecithin Acyl
Transferase (LCAT) yang dapat meningkatkan kadar HDL dalam
tubuh (Nishu and Aruna, 2012).
Saponin diduga dapat mencegah miselisasi kolesterol selama
pencernaan di usus halus, sehingga dapat mengurangi tersedianya
kolesterol untuk penyerapan ke enterosit. Saponin juga diduga
menghambat penyerapan kolesterol dari misel dan menghambat
penyerapan kembali asam empedu dan sintesis kolesterol karena
interaksi saponin dengan asam empedu membentuk misel
campuran yang besar yang tidak larut sehingga tidak dapat
diserap di usus dan diekskresikan lewat feses (Metwally, 2009).
Tannin bekerja dengan mengurangi absorbsi dari kolesterol.
Selain itu, tannin juga diduga bekerja dengan mengontrol
aktivitas hidrolisis dari lipoprotein dan proses metabolisme dari
beberapa jaringan (Nishu and Aruna, 2012).
26
27