bab 2 tinjauan pustaka 2.1 radioterapi kanker daerah kepala

13
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radioterapi Kanker daerah Kepala dan Leher 2.1.1 Definisi Radioterapi atau terapi radiasi merupakan salah satu metode pilihan dalam pengobatan penyakit maligna dengan menggunakan radiasi ion. Radiasi ion ialah jenis radiasi yang meningkatkan ionisasi pada daerah tertentu yang bertujuan untuk mematikan sel-sel kanker sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat disekitar kanker agar tidak menderita kerusakan terlalu berat. 8,15 2.1.2 Mekanisme Kerja Radiasi ion yang digunakan dalam radioterapi dibagi menjadi 2 yaitu, corpuscular dan electromagnetic. Radiasi corpuscular berupa elektron, proton, dan neutron, sedangkan radiasi electromagnetic disebut juga photon berupa sinar X dan sinar Gamma. Dalam praktek klinis, perawatan dengan radioterapi banyak dilakukan dengan menggunakan photon. 8 Radiasi ion yang bekerja pada DNA sel kanker menyebabkan kematian atau kehilangan kemampuan reproduksifitas sel. DNA sel akan melakukan duplikasi selama mitosis. Sel-sel dengan tingkat aktifitas mitosis yang tinggi lebih radiosensitif dibandingkan dengan sel-sel yang tingkat aktifitas mitosis lebih rendah. 8 Radiasi pada jaringan dapat menimbulkan ionisasi air dan elektrolit dari cairan tubuh baik intra seluler maupun ekstra seluler sehingga timbul ion H + dan OH - yang sangat reaktif. Ion-ion tersebut dapat bereaksi dengan molekul DNA dalam kromosom sehingga dapat terjadi antara lain: 15,16 1. Reaksi duplikasi DNA pecah. 2. Perubahan cross-lingkage dalam rantai DNA. 3. Perubahan basa yang menyebabkan degenerasi atau kematian sel. Universitas Sumatera Utara

Upload: vuongthien

Post on 24-Jan-2017

226 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radioterapi Kanker daerah Kepala

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radioterapi Kanker daerah Kepala dan Leher

2.1.1 Definisi

Radioterapi atau terapi radiasi merupakan salah satu metode pilihan dalam

pengobatan penyakit maligna dengan menggunakan radiasi ion. Radiasi ion ialah

jenis radiasi yang meningkatkan ionisasi pada daerah tertentu yang bertujuan untuk

mematikan sel-sel kanker sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat disekitar

kanker agar tidak menderita kerusakan terlalu berat.8,15

2.1.2 Mekanisme Kerja

Radiasi ion yang digunakan dalam radioterapi dibagi menjadi 2 yaitu,

corpuscular dan electromagnetic. Radiasi corpuscular berupa elektron, proton, dan

neutron, sedangkan radiasi electromagnetic disebut juga photon berupa sinar X dan

sinar Gamma. Dalam praktek klinis, perawatan dengan radioterapi banyak dilakukan

dengan menggunakan photon.8

Radiasi ion yang bekerja pada DNA sel kanker menyebabkan kematian atau

kehilangan kemampuan reproduksifitas sel. DNA sel akan melakukan duplikasi

selama mitosis. Sel-sel dengan tingkat aktifitas mitosis yang tinggi lebih radiosensitif

dibandingkan dengan sel-sel yang tingkat aktifitas mitosis lebih rendah.8

Radiasi pada jaringan dapat menimbulkan ionisasi air dan elektrolit dari cairan

tubuh baik intra seluler maupun ekstra seluler sehingga timbul ion H+ dan OH- yang

sangat reaktif. Ion-ion tersebut dapat bereaksi dengan molekul DNA dalam

kromosom sehingga dapat terjadi antara lain:15,16

1. Reaksi duplikasi DNA pecah.

2. Perubahan cross-lingkage dalam rantai DNA.

3. Perubahan basa yang menyebabkan degenerasi atau kematian sel.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radioterapi Kanker daerah Kepala

Sel-sel yang masih bertahan hidup akan mengadakan reparasi kerusakan DNA-

nya masing-masing. Kemampuan reparasi DNA sel normal lebih baik dan lebih cepat

dibandingkan sel kanker. Keadaan tersebut yang akan digunakan sebagai dasar untuk

radioterapi pada kanker.15,16

2.1.3 Teknik Radioterapi

Radioterapi dapat diberikan dalam berbagai teknik. Ada tiga teknik utama

pemberian radioterapi, yaitu :

1. Radiasi Eksterna atau Teleterapi

Sumber radiasi berupa aparat sinar X atau radioisotop yang ditempatkan diluar

tubuh.16-18 Sinar diarahkan ke kanker yang akan diberikan radiasi. Besar energi yang

diserap oleh suatu kanker tergantung dari :

a. Besarnya energi yang dipancarkan oleh sumber energi.

b. Jarak antara sumber energi dan kanker.

c. Kepadatan massa kanker.

Teleterapi umumnya diberikan secara fraksional dengan dosis 150-250 rad per

kali dalam 2-3 seri. Diantara seri 1-2 atau 2-3 istirahat selama 1-2 minggu untuk

pemulihan keadaan penderita sehingga radioterapi memerlukan waktu 4-6 minggu.15

2. Radiasi Interna atau Brakhiterapi

Sumber energi diletakkan di dalam kanker atau berdekatan dengan kanker.15-17

Ada beberapa jenis radiasi interna, yaitu:

a. Interstitial

Radioisotop yang berupa jarum ditusukkan ke dalam kanker, misalnya

jarum radium atau jarum irridium.15,16

b. Intracavitair

Pemberian radiasi dapat dilakukan dengan :

After loading

Suatu aplikator kosong dimasukkan dalam rongga tubuh ke tempat kanker.

Setelah aplikator letaknya tepat, kemudian radioisotop dimasukkan ke dalam

aplikator.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radioterapi Kanker daerah Kepala

Instalasi

Larutan radioisotop disuntikkan ke dalam rongga tubuh, misalnya pleura

atau peritoneum.15,16

3. Intravena

Radiasi intravena menggunakan larutan radioisotop yang disuntikkan ke dalam

vena, misalnya iodium yang disuntikkan intravena akan diserap oleh kelenjar tiroid

untuk mengobati kanker tiroid. 15,16

2.1.4 Dosis Radiasi

Untuk mengungkapkan jumlah radiasi yang diserap oleh jaringan, unit Sistem

Internasional (SI) pada awalnya menyatakannya dalam rad (radiasi dosis yang

diserap) artinya banyaknya energi yang diserap per unit jaringan. Saat ini digantikan

oleh Gray yang didefinisikan sebagai 1 joule per kilogram. Gy adalah singkatan Gray,

dengan demikian 1 Gy = 100 cGy = 100 rad.8,15

Radiasi kuratif dapat diberikan pada semua tingkatan penyakit kecuali pada

penderita dengan metastasis jauh. Sasaran radiasi adalah kanker primer, kelenjar

getah bening leher dan supra klavikular. Dosis total yang diberikan adalah 66-70 Gy

dengan fraksi 2 Gy, dengan waktu 5 kali pemberian dalam seminggu dan sekali

sehari. Setelah dosis 40 Gy medulla spinalis di blok dan setelah 50 Gy daerah atau

lapangan penyinaran klavikular dikeluarkan.15

Radiasi paliatif diberikan untuk metastasis kanker pada tulang dan kekambuhan

lokal. Dosis radiasi untuk metastasis tulang adalah 30 Gy dengan fraksi 3 Gy, yang

diberikan dengan waktu 5 kali pemberian dalam seminggu. Untuk kekambuhan lokal,

lapangan radiasi dibatasi hanya pada daerah kekambuhan saja.15

2.1.5 Komplikasi Radioterapi

Tujuan dilakukan perawatan radioterapi adalah untuk mematikan sel-sel kanker

sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat disekitar kanker akan tetapi,

radioterapi juga dapat merusak jaringan sehat yang ada di area radiasi dan

mengakibatkan komplikasi.5,8,15 Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radioterapi Kanker daerah Kepala

1. Komplikasi Dini

Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi, seperti :16,17

Xerostomia

Mukositosis

Kandidiasis

Dermatitis

Eritema

Mual-muntah

Anoreksia

2. Komplikasi Lanjut

Biasanya terjadi setelah satu tahun pemberian radioterapi, seperti :15,16

Kerontokan, terjadi pada pasien dengan radioterapi daerah otak. Namun,

tidak seperti kerontokan pada kemoterapi, kerontokan karena radioterapi

bersifat permanen dan biasanya terbatas pada daerah yang terkena sinar

radiasi.

Kerusakan vaskuler

Kerusakan aliran limfe

Kanker, dapat terjadi dikarenakan radiasi merupakan sumber potensial

kanker dan keganasan sekunder. Ditemukan pada minoritas pasien dan

biasanya timbul beberapa tahun setelah mendapatkan perawatan radiasi.

Kematian, radiasi juga memiliki resiko potensial terhadap kematian karena

serangan jantung yang ditemukan pada pasien post radioterapi kanker

payudara.15,16

2.2 Xerostomia

2.2.1 Definisi

Xerostomia merupakan keadaan dimana mulut kering akibat aliran saliva yang

berkurang atau tidak ada. Xerostomia bukan sebuah penyakit tetapi merupakan

sebuah gejala dari berbagai kondisi medis, efek samping dari radiasi daerah kepala

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radioterapi Kanker daerah Kepala

dan leher, atau efek samping dari berbagai obat. Hal ini dapat berhubungan atau tidak

berhubungan dengan penurunan fungsi kelenjar saliva.18-21

2.2.2 Etiologi

Beberapa penyebab terjadinya xerostomia antara lain :

1. Fisiologis

Sensasi mulut kering yang subjektif terjadi setelah pembicaraan yang

berlebihan dan selama olahraga.21 Bernafas melalui mulut yang terjadi pada saat

olahraga, berbicara atau menyanyi juga dapat memberikan efek kering pada mulut.

Selain itu, gangguan emosional seperti stress, putus asa dan rasa takut juga

merangsang terjadinya efek simpatik dari sistem saraf autonom dan menghalangi

sistem parasimpatik sehingga menyebabkan berkurangnya aliran saliva dan mulut

menjadi kering. 21,22

2. Usia

Secara normal mulut akan menjadi kering dengan bertambahnya usia, terbukti

bahwa banyak orang lanjut usia yang menemukan bahwa mulutnya memiliki reaksi

yang sama.21 Keadaan tersebut disebabkan oleh karena atropi pada kelenjar saliva

yang sesuai dengan pertambahan usia yang akan menurunkan produksi saliva dan

mengubah komposisinya sedikit. Seiring dengan meningkatnya usia, terjadi aging

yang akan mengakibatkan perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana

kelenjar parenkim akan hilang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung,

lining sel duktus intermediate mengalami atropi yang mengakibatkan pengurangan

jumlah aliran saliva. Selain itu penyakit-penyakit sistemik yang diderita pada usia

lanjut dan obat-obatan yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemik dapat

memberikan pengaruh mulut kering pada usia lanjut.21,22

3. Gangguan pada kelenjar saliva

Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang dapat memepengaruhi kelenjar

saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Sialadenitis kronis lebih umum

mempengaruhi kelenjar submandibular dan parotis. Penyakit tersebut menyebabkan

degenerasi dari sel asini dan penyumbatan duktus. Kista-kista dan tumor kelenjar

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radioterapi Kanker daerah Kepala

saliva, baik yang jinak maupun yang ganas dapat menyebabkan penekanan pada

struktur-struktur duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian mempengaruhi

sekresi saliva. Sindrom Sjogren merupakan penyakit autoimun jaringan ikat yang

dapat mempengaruhi kelenjar airmata dan saliva. Sel-sel asini kelenjar saliva rusak

karena infiltrasi limfosit sehingga sekresi saliva akan berkurang.21,22

4. Kesehatan umum terganggu

Pada penderita penyakit yang dapat menimbulkan dehidrasi seperti demam,

diare yang terlalu lama, diabetes, gagal ginjal kronis dan keadaan sistemik lainnya

dapat mengalami pengurangan aliran saliva. Hal ini disebabkan karena adanya

gangguan dalam pengaturan air dan elektrolit yang diikuti dengan terjadinya

keseimbangan air negatif yang menyebabkan turunnya sekresi saliva. Penderita

diabetes, berkurangnya saliva dipengaruhi oleh faktor angiopati dan neuropati

diabetik, perubahan pada kelenjar parotis dan karena poliuria yang berat. Penderita

gagal ginjal kronis terjadi penurunan sekresi saliva. Agar keseimbangan cairan tetap

terjaga diperlukan intake cairan. Pembatasan intake cairan akan menyebabkan

menurunnya aliran saliva dan saliva menjadi kental. Pada infeksi pernafasan bagian

atas, penyumbatan hidung yang terjadi menyebabkan penderita bernafas melalui

mulut. Penyakit-penyakit infeksi pernafasan biasanya menyebabkan mulut terasa

kering.21

5. Penggunaan obat-obatan

Banyak sekali obat yang dapat mempengaruhi sekresi saliva seperti

antihistamin, antihipertensi, antikonvulsan, antiparkinson, antinausea dan lain-lain.

Obat-obat tersebut mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem saraf

autonom atau dengan secara langsung bereaksi pada proses seluler yang diperlukan

untuk salivasi. Obat-obatan tersebut secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi

saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan

mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.21

6. Radiasi pada daerah kepala dan leher

Terapi radiasi pada daerah kepala dan leher terbukti dapat mengakibatkan

rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat kerusakan pada kelenjar

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radioterapi Kanker daerah Kepala

saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya volume

saliva. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung pada

dosis dan waktu radiasi.21

7. Keadaan-keadaan lain

Agenesis dari kelenjar saliva jarang terjadi, akan tetapi ada pasien yang

mengalami keluhan mulut kering sejak lahir. Hasil sialografi menunjukkan adanya

kerusakan yang parah dari kelenjar saliva. Kelainan syaraf yang diikuti gejala

degenerasi, seperti sklerosis multipel akan mengakibatkan hilangnya innervasi

kelenjar saliva, kerusakan pada parenkim kelenjar dan duktus, atau kerusakan pada

suplai darah kelenjar saliva juga dapat mengurangi sekresi saliva. Saat ini, telah

dilaporkan bahwa pasien-pasien AIDS juga mengalami mulut kering, oleh karena

terapi radiasi yang dilakukan untuk mengurangi ketidaknyamanan pada sarkoma

kaposi intra oral dapat menyebabkan disfungsi kelenjar saliva.21

2.2.3 Gejala dan Tanda

Xerostomia mengakibatkan timbulnya beberapa gejala pada penderitanya

seperti kesukaran dalam mengunyah dan menelan makanan, kesukaran dalam

berbicara, kepekaan terhadap rasa berkurang (dysgeusia) dan kebutuhan yang

meningkat pada air minum terutama pada malam hari.18,21,23

Xerostomia dapat ditandai bila saliva yang dikumpulkan jumlahnya sedikit atau

tidak ada pada dasar mulut dan lidah tampak kering dengan penurunan jumlah papila.

Saliva akan tampak berserabut dan berbusa. Xerostomia menurunkan pH mulut dan

secara signifikan meningkatkan perkembangan plak dan karies gigi yang dapat

ditemukan pada batas servikal atau leher gigi, batas insisal.18

Xerostomia dapat menyebabkan pembesaran kelenjar parotis, peradangan dan

fissur pada bibir (cheilitis), radang atau ulkus pada lidah dan mukosa bukal, infeksi

kelenjar ludah (sialadenitis), halitosis serta menimbulkan fissur pada mukosa oral.18,23

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radioterapi Kanker daerah Kepala

2.2.4 Diagnosis dan Evaluasi

Diagnosis xerostomia dapat ditegakkan berdasarkan bukti yang diperoleh dari

riwayat pasien, pemeriksaan pada rongga mulut dan sialometri yang merupakan

sebuah prosedur sederhana untuk mengukur laju aliran saliva. Xerostomia harus

ditanggulangi jika pasien mengeluh mulut terasa kering terutama pada malam hari,

atau kesulitan makan makanan kering.18

Pada pemeriksaan rongga mulut, indikator yang digunakan untuk menentukan

terjadinya xerostomia dengan meletakkan spatel yang kering di mukosa bukal dan

spatel akan lengket di mukosa tersebut sewaktu diangkat.18 Beberapa tes dan teknik

dapat digunakan untuk memastikan fungsi kelenjar saliva seperti sialometri dan

sialographi. Pengukuran aliran saliva terdiri dari dua macam, yaitu whole saliva

(terstimulasi dan tanpa terstimulasi) dan saliva individu. Pengukuran whole saliva

yang tanpa terstimulasi terdiri dari empat cara pengumpulan, antara lain :24

1. Metode draining, yaitu dengan mengalirkan saliva keluar dari rongga mulut

ke dalam tabung.

2. Metode spitting, yaitu dengan meludahkan saliva yang telah dikumpulkan

setiap 60 detik selama 2-5 menit keluar dari dasar rongga mulut ke tabung.

3. Metode suction, yaitu dengan menyedotkan saliva yang ada didasar mulut

dengan suction tube.

4. Metode swab, yaitu dengan menggunakan swab absorbent.

Whole saliva terstimulasi biasanya menggunakan asam atau permet karet. Pada

metode saliva individu, pengukuran aliran saliva dilakukan dengan menggunakan

perangkat yang ditempatkan di atas kelenjar parotis atau submandibula dan saluran

kelenjar sublingual.24

Laju aliran saliva normal untuk tanpa terstimulasi atau pada waktu istirahat

berkisar 0,3 hingga 0,5 mL/menit. Aliran saliva terstimulasi antara 1 sampai 2

mL/menit.18 Nilai aliran saliva kurang dari 0,2 mL/menit biasanya dianggap

xerostomia.24,25

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radioterapi Kanker daerah Kepala

2.3 Hubungan Radioterapi Daerah Kepala dan Leher Terhadap

Xerostomia

Xerostomia dikeluhkan sebanyak 90% pada pasien yang menerima

radioterapi.10 Radioterapi pada daerah kepala dan leher terbukti dapat mengakibatkan

rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat kerusakan pada kelenjar

saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya volume

saliva. Jumlah dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung pada

dosis dan lamanya penyinaran.21

Tabel 1. Hubungan antara dosis penyinaran dengan sekresi saliva 21

Dosis Gejala

< 10 Gray Reduksi tidak tetap sekresi saliva

10-15 Gray Hiposialia yang jelas dapat ditunjukkan

15-40Gray Reduksi masih terus berlangsung, reversibel

> 40 Gray Perusakan irreversibel jaringan kelenjar

Hiposialia irreversibel

Pengaruh radiasi lebih banyak mengenai sel asini dari kelenjar saliva serous

dibandingkan dengan kelenjar saliva mukous.21 Data laboratorium telah menunjukkan

bahwa radiasi yang mengenai kelenjar serous mengalami kematian sel interfase

secara apoptosis, hal ini diakibatkan oleh peningkatan intensitas perubahan

degeneratif dengan dosis dan waktu radiasi dalam sel asini pada kelenjar serous yang

menghasilkan dua jenis kerusakan, yaitu apoptosis pada dosis rendah dan nekrosis

pada dosis tinggi.7

Tingkat perubahan kelenjar saliva setelah radiasi yaitu untuk beberapa hari,

terjadi radang kelenjar saliva, setelah satu minggu terjadi kerusakan pada parenkim,

perubahan vaskular dan edema yang berkontribusi pada keseluruhan tingkat

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radioterapi Kanker daerah Kepala

kerusakan. Kerusakan pada kelenjar saliva tersebut menyebabkan penurunan aliran

saliva.7,21

Tingkat perubahan pada kelenjar saliva umumnya langsung berhubungan

dengan dosis radiasi yang dihantarkan ke kelenjar saliva. Bentuk kerusakan yang

paling parah dan tidak dapat diubah dari kelainan fungsi saliva ialah kerusakan atau

hilangnya sel asini saliva. Di samping kerusakan sel secara langsung, tidak adanya

kemampuan membasahi media mengurangi kemampuan kemoreseptor pada lidah dan

palatum untuk menerima rangsangan dari makanan atau minuman mengakibatkan

kegagalan respon saliva.7

Menurut Coppes, dkk pada tahun 2001 terdapat empat fase dari hilangnya

fungsi kelenjar saliva yang disebabkan oleh radiasi. Fase pertama (0-10 hari) ditandai

dengan penurunan yang cepat pada laju aliran saliva tanpa perubahan sekresi amilase

atau jumlah sel asini. Fase ke dua (10-60 hari) ditandai dengan pengurangan sekresi

amilase dan kehilangan sel asini yang paralel. Pada fase ketiga (60-120 hari) laju

aliran saliva, sekresi amilase dan jumlah sel asini tidak berubah. Fase keempat (120-

240 hari) ditandai dengan keburukan fungsi kelenjar tetapi meningkatnya jumlah sel

asini, walaupun morfologi jaringannya buruk.24

Selain berkurangnya volume saliva terjadi perubahan lainnya pada saliva,

dimana viskositas dan komposisi saliva berubah menjadi sangat kental dan lengket,

putih, kuning, atau cairan yang berwarna coklat, pH menjadi turun dari 7 menjadi 5,

penurunan kapasitas buffer, perubahan tingkat elektrolit saliva dan perubahan non

imun serta imun sistem anti bakteri yaitu sekresi Ig A yang berkurang.21,26

Penurunan kapasitas buffer tersebut dapat terjadi karena berkurangnya

konsentrasi bikarbonat pada kelenjar parotis. Peningkatan konsentrasi sodium,

klorida, kalsium dan magnesium pada saliva telah dilaporkan walaupun konsentrasi

dari potassium hanya sedikit dipengaruhi.26

Saliva merupakan komponen pertahanan pada rongga mulut. Dengan demikian

perubahan pada kuantitas dan kualitas saliva akan mempengaruhi pasien yang

mendapat radioterapi hingga menyebabkan beberapa masalah yang berkembang

secara langsung ataupun tidak langsung sebagai hasil dari berkurangnya sekresi

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radioterapi Kanker daerah Kepala

saliva. Konsekuensi xerostomia yang disebabkan oleh radiasi, antara lain kekeringan

pada mulut, rasa haus, kesulitan pada fungsi oral, kesulitan pada pemakaian gigi

palsu, ketidaknyamanan pada malam hari, sensasi terbakar, pengecapan terganggu,

perubahan jaringan lunak, perubahan pada mikroflora oral, dan karies radiasi.26

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radioterapi Kanker daerah Kepala

2.4 Kerangka Teori

Perawatan Kanker Daerah Kepala dan

Leher

Xerostomia

Radioterapi

Mekanisme Kerja

Tehnik Radioterapi

Dosis Radiasi

Komplikasi

Gejala dan Tanda

Diagnosis dan Evaluasi

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radioterapi Kanker daerah Kepala

2.5 Kerangka Konsep

Radioterapi Daerah Kepala dan Leher

• Dosis Radiasi

Xerostomia

• Jenis kelamin • Usia

Universitas Sumatera Utara