bab 2 rohingya forensik

Upload: dhia-raihana-mirtafani

Post on 08-Mar-2016

225 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ya

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah RohingyaEtnis Rohingya adalah penduduk asli negara bagian Arakan. Arakan sendiri merupakan sebuah negara bagian seluas 14.200 ml persegi yang terletak di barat Myanmar, merupakan daerah pesisir timur teluk Bengali yang bergunung-gunung, berbatasan langsung dengan India di utara, negara bagian China di Timur laut, distrik Magwe dan Pegu di timur, distrik Irrawady di selatan dan Bangladesh di barat laut, saat ini dihuni oleh sekitar 5 juta penduduk yang terdiri dari dua etnis utama, Rohingya yang muslim dan Rakhine/Maghs yang beragama Budha.Kata Rohingya berasal dari kata Rohang, yang merupakan nama lain dari negara bagian Arakan. Etnis Rohingya yang sudah tinggal di Arakan sejak abad ke 7 masehi, hal ini merupakan bantahan bagi junta militer yang menyatakan bahwa etnis Rohingya merupakan pendatang yang ditempatkan oleh penjajah Inggris di Bangladesh, memang secara fisik etnis Rohingya memiliki kesamaan fisik dengan orang Bangladesh, merupakan keturunan dari campuran orang Bangali, Persia, Mongol, Turki, Melayu dan Arab, yang menyebabkan kebudayaan Rohingya sedikit berbeda dari kebanyakan orang Myanmar, termasuk dari segi bahasa yang banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab, Parsi, Urdu dan Bengali.Arakan dulunya merupakan sebuah negara independen yang pernah dikuasai secara bergantian oleh orang Hindu, Budha dan Muslim. Pada 1230 M, Bengali menjadi sebuah negara Islam, dan sejak saat itu pula pengaruh islam mulai masuk wilayah Arakan, hingga pada akhirnya pada 1430 M Arakan menjadi sebuah negara Islam.Pada 1824-1826 perang Anglo-Burma pertama pecah. Ketika perang ini berakhir pada 24 februari 1426 yang ditandai dengan diratifikasinya perjanjian Yandabo menyebabkan Burma, Arakan dan Tenasserim dimasukkan ke wilayah British India. Tahun 1935 diputuskan bahwa Bura terpisah dari British-India tepatnya mulai tanggal 1 April 1937, melalui keputusan ini pula digabungkanlah Arakan menjadi bagian British-Burma, bertentangan dengan keinginan mayoritas penduduknya yang beragama Islam dan ingin bergabung dengan India. Hingga pada akhirnya Arakan menjadi bagian Burma yang merdeka pada tahun 1948.Penduduk muslim Rohingya merupakan mayoritas penduduk di Arakan, dengan jumlah kurang lebih 90 persen, namun selama 49 tahun kemerdekaan Burma (Myanmar) jumlah itu terus berusaha dikurangi, mulai dari pengusiran hingga pembunuhan, hingga saat ini hanya tersisa sedikit Umat Islam Rohingya di selatan Arakan sedangkan di bagian utara Rohingya masih menjadi mayoritas.Berbeda dengan etnis yang lain yang berhak mendirikan negara bagian sendiri, etnis Rohingya kehilangan haknya bahkan wilayahnya (Arakan) diserahkan kepada etnis Rakhine yang beragama Budha, walaupun populasinya kurang dari 10 persen penduduk Arakan, sejak saat itulah hak-hak etnis Rohingya berusaha dihilangkan oleh para politisi Budha Burma. Bahkan semenjak junta militer menguasai Burma keadaan semakin memburuk, bukan saja hak-hak politis yang dikekang, tetapi juga dalam bidang sosial budaya, hal ini ditandai dengan ditutupnya tempat-tempat belajar bahasa Rohingya pada tahun 1965 oleh Junta.

2.2 Konflik RohingyaPuncak penindasan dan diskriminasi terhadap etnis Rohingya terjadi pada tahun 2012 dimana konflik Rohingya bermulai dari sebuah pembunuhan pada 28 Mei 2012 terhadap seorang gadis Budha bernama Ma Thida Htwe yang berumur 27 tahun. Setelah kasus ini dibawa kepihak kepolisian setempat dan setelah penyelidikan ditetapkan beberapa tersangka, mereka adalah Rawshi, Rawphi, dan Kochi. Ketiganya adalah pemuda Bengali Muslim etnis Rohingya di Myanmar.Warga Myanmar yang mayoritas beragama Budha sangat mengecam kejadian pembunuhan wanita beragama Budha Ma Thida Htwe tersebut, apalagi media Myanmar setempat memberikan penekanan bahwa massa Muslim telah membunuh dan memperkosa dengan keji wanita Rakhine.Kemudian pada 4 Juni 2012 terjadilah pembunuhan terhadap muslim eetnis Rohingya di dalam bus tujuan Yangoon dimana 10 orang muslim Rohingya ditemukan tewas. Sejak insiden itu, terjadilah kerusuhan di Rakhinepada Juni 2012 yang berakhir pembakaran rumah, pemukulan, pemerkosaan dan pembantaian terhadap etnis Rohingya secara terus menerus di Arakan, Myanmar, dimana muslim Rohingya menjadi sasaran. Selain itu etnis Rohingya tidak mendapat pengakuan oleh pemerintah setempat. Hal ini dilatarbelakangi oleh dihapuskannya etnis ini dari undang-undang kewarganegaraan Myanmar pada tahun 1982. Undang-undang kewarganegaraan ini mencatat 135 etnis yang diakui secara otomatis menjadi warga negara Myanmar dan etnis Rohingya tidak termasuk kedalam 135 etnis tersebut. Akibat dari penghapusan ini etnis Rohingya tidak mendapat hak-hak sebagai warga negara Myanmar.Dengan diundangkannya UU Kewarganegaraan tahun 1982 etnis Rohingya disebut sebagai warga non kebangsaan atau warga asing. Muslim Rohingya pun resmi di deklarasikan sebagai warga yang pantas untuk dimusnahkan. Rezim junta militer mempraktekkan dua kebijakan de-Islamisasi di Myanmar: pemusnahan fisik melalui genosida dan pembersihan etnis muslim Rohingya di arakan, serta asimilasi budaya bagi umat Islam yang tinggak dibagian Myanmar. Menurut pemerintah Myanmar etnis Rohingya adalah pendatang haram dari Bangladesh, oleh karena itu terjadi banyak sekali penindasan, diskriminasi dan pembantaian terhadap muslim etnis Rohingya.Untuk saat ini orang-orang Rohingya yang berasal dari wilayah Myanmar bisa dikatakan sebagai stateless citizenmaksudnya adalah pendudukyang kehilangan status kewarganegaraan karena alasan-alasan politik. Yang lebih menyedihkan adalah perlakuan diskriminasi ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga oleh warga negara Myanmar yang pro pemerintah yang mempunnyai keyakinan bahwa etnis Rohingya bukanlah bagian dari Myanmar. Oleh karena itu, secara terus menerus terjadi perlakuan diskriminatif yang diterima oleh etnis Rohingya dari pemerintah Myanmar. Perlakuan ini dinilai sangat mengganggu kehidupan masyarakat Rohingya sebagai warga dunia.Akhirnya para etnis Rohingya mengarungi lautan demi kebebasan. Mereka terpaksa mengungsi dan menjadi manusia perahu mencari negeri aman yang mau menerima mereka di Asia Tenggara atau di negeri manapun diseluruh dunia. Mereka terusir dari negara Myanmar dan terpaksa mengungsi ke negara-negara sekitar Myanmar seperti Bangladesh, Thailand, Malaysia, dan juga Indonesia.Berita terbaru mengatakan pada tanggal 10 Mei 2015 mengabarkan bahwa ratusan etnis Rohingya ditemukan nelayan Aceh terombang ambing dilautan dengan keadaan yang sangat memprihatinkan. Saat ditemukan nelayan di lautan Aceh mereka dalam keadaan sangat lemah, banyak yang mengalami dehidrasi, kelaparan, dan terjangkit berbagai macam penyakit. Maka tidak mengherankan faktor-faktor tersebut menjadi pendorong orang-orangRohingya untuk mengungsi dan mencari perlindungan ke negara-negara tetangga seperti Indonesia dan Thailand dengan harapan mereka mendapatkan perlindungan kemanusiaan dari negara-negara yang mereka singgahi. Namun pada kenyataannya harapan mereka untuk mendapatkan perlindungan tidak selalu mendapatkan respon yang positif. Sebagai contoh saat mereka berada di Thailand orang-orang Rohingya sempat mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Saat ditangkap otoritas keamanan Thailand dan kemudian dibawa ketengah laut, disatukan dengan warga Myanmar lainnya yang sudah lebih dahulu ditangkap. Ditengah laut mereka disiksa selama tiga bulan, mereka dipukuli oleh pasukan keamanan yang datang silih berganti, diberi minum hanya seteguk air putih dalam sehari,diberi makan beras yang tidak dimasak, dan dilepaskan ketengah samudra hanya menggunakan perahu reyot bermesin tanpa bekal makanan yang cukup. Dilautan mereka mendaptkan banyak kendala, mulai dari kehabisan bahan makanan dan minuman, penyitaan mesin perahu dan bahan bakarnya.Di Indonesia sendiri perlakuannya sedikit lebih baik dibandingkan dengan di negara Thailand. Meskipun sedikit menuai pro dan kontra. Bagi masyarakat yang pro mereka sepantasnya mendapat kepedulian dari masyarakat internasional karena menyangkut perlindungan HAM. Sedangkan bagi masyarakat yang kontra mereka dianggap hanya sebagai pengungsi yang sejauh ini diketahui motif mereka hanya mencari kehidupan yang lebih baik atau bisa digolongkan sebagai migran bermotif ekonomi. Oleh karena itu Indonesia tidak membuka diri bagi migran bermotif ekonomi, mereka harus dipulangkan kenegara asal. Diluar pro dan kontra tentang pengungsi Rohingya, atas dasar asas kemanusiaan pemerintah Indonesia saat ini membuat kebijakan untuk menampung etnis Rohingya selama setahun dengan bekerjasama dengan lembaga pengungsi dari PBB, yaitu UNHCR (United National High Commisioner for Refugees)

2.3 Pelanggaran Hak Asasi Manusia Pada Kasus Pembantaian Etnis Rohingya Pembantaian etnis sebagai kejahatan genosida berdasarkan konvensi tentang pencegahan dan penghukuman kejahatan genosida Dalam dunia Internasional, masalah genosida sudah ada aturan bakunya dimana pada tanggal 9 Desember 1948, sidang umum PBB secara mutlak menerima Konvensi tentang pencegahan dan penghukuman kejahatan Genosida sebagai instrumen International hak asasi manusia yang pertama. Genosida tergolong sebagai kejahatan International seperti halnya kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan. Merupakan kewajiban seluruh masyarakat untuk mengadili atau menghukum pelakunya. Tujuan konvensi genosida dirumuskan dengan kehendak untuk melawan dan mencegah terulangnya pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi pada perang dunia II. Dalam pasal 6 konvensi genosida menyebutkan bahwa orang yang melakukan genosida atau tindakan lain akan diadili oleh pengadilan yang berkompeten oleh negara dimana pengadilan pidana internasional yang berwenang dan yuridiksinya diterima oleh negara pihak. Dalam pasal 2 konvensi genosida menyatakan genosida berarti setiap dari perbuatan-perbuatan berikut yang dilakukan dengan tujuan merusak begitu saja, dalam keseluruhan ataupun sebagian suatu kelompok bangsa, etnis, rasial atau agama seperti:a. Membunuh para anggota kelompokb. Menyebabkan luka-luka pada tubuh atau mental para anggota kelompokc. Dengan sengaja menimbulkan pada kelompok itu kondisi hidup yang menyebabkan kerusakan fisiknya dalam keseluruhan atau sebagian.d. Mengenakan upaya-upaya yang dimaksudkan untuk mencegah didalam kelompok itu.e. Dengan paksa mengalihkan anak-anak dari kelompok itu ke kelompok lain.Dalam konvensi genosida menegaskan siapa-siapa saja yang dapat dikatakan melakukan tindakan genosida sebagaimana diatur pasal 4 konvensi yang menyatakan orang-orang yang melakukan genosida atau setiap perbuatan lain yang disebut dalam pasal 3 harus dihukum, apakah mereka para penguasa yang bertanggung jawab secara konstitusional, para pejabat negara, atau individu-individu biasa.Maka sudah saatnya dunia internasional terlibat aktif dalam menangani pembersihan etnis yang mengarah kepada kejahatan genosida di Myanmar yang semakin lama semakin meluas. Apabila dunia internasional tidak menyikapi kedudukan etnis Rohingya ini secara serius, bahkan suatu waktu etnis Rohingya tidak akan dijumpai lagi dalam peta dunia karena mereka stateless (tidak diakui kewarganegaraannya) dan dilupakan.

Pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap Etnis Rohingya oleh Junta Militer Myanmar dikaitkan dengan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) atau Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan PolitikMiriam Budiarjo menegaskan bahwa hak asasi manusia bersifat universal artinya dimiliki semua manusia tanpa pembedaan berdasarkan bangsa, ras, agama, atau gender. Kasus pembantaian etnis Rohingya merupakan pelanggaran HAM berat dimana terjadi berbagai macam kekerasan, pembantaian dan diskriminasi yang dialami etnis Rohingya yang notabene beragama islam.Pelanggaran yang dilakukan oleh junta militer Myanmar terhadap etnis Rohingya merupakan pelanggaran HAM berat karena telah melanggar HAM yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, seperti hal imi dapat terlihat dalam hal: Pemusnahan fisik melalui genosida dan pembersihan etnis muslim Rohingya yang terjadi di arakan telah melanggar Pasal 6 ayat (1) ICCPR yang berbunyi setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib dilindungi oleh hukum. Tidak seorangpun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang. Terdapat etnis Rohingya yang disiksa, yang mana melanggar pasal 7 ICCPR yang berbunyi tidak seorangpun yang dapat dikenakan penyiksaan atau perlakuan atau hukuman lain yang kkeji, tidak manusiawi atau merendahkan marabat. Pada khususnya tidak seorangpun dapat dijadikan objek eksperimen medis atau ilmiah tanpa persetujuan yang diberikan secara bebas. Terdapat muslim Rohingya yang dipaksa menjadi buruh pagi siang dan malam yang mana melanggar pasal 8 ayat (3)a ICCPR yang berbunyi tidak seorangpun dapat diwajibkan untuk melakukan kerja paksa atau kerja wajib. Terdapat etnis Rohingya yang ditahan secara sewenang wenang yang mana melanggar Pasal 9 ayat (1) ICCPR yang berbunyi setiap orang berjak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Tidak seorangpun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenang-wenang

1