bab 2 potensi angin.pdf

24
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Angin Energi merupakan suatu kekuatan yang dimiliki oleh suatu zat sehingga zat tersebut mempunyai pengaruh pada keadaan sekitarnya. Menurut mediumnya dikenal banyak jenis energi. Salah satu dari berbagai jenis energi tersebut adalah energi angin. Perpindahan molekul udara memiliki energi kinetik, sehingga secara lokal jumlah molekul udara berpindah melalui luasan selama selang waktu tertentu menentukan besarnya daya. Pada dasarnya angin terjadi karena ada perbedaan suhu antara udara panas dan udara dingin. Di daerah katulistiwa, udaranya menjadi panas mengembang dan menjadi ringan, naik ke atas dan bergerak ke daerah yang lebih dingin. Sebaliknya daerah kutub yang dingin, udaranya menjadi dingin dan turun ke bawah.Dengan demikian terjadi suatu perputaran udara berupa perpindahan udara dari kutub utara ke garis katulistiwa menyusuri permukaan bumi dan sebaliknya suatu perpindahan udara dari garis katulistiwa kembali ke kutub utara, melalui lapisan udara yang lebih tinggi. Angin dapat bergerak secara horizontal maupun vertikal dengan kecepatan yang dinamis dan fluktuatif. Dalam sebuah presentasi yang diadakan sebuah perusahaan yang bernama WhyPgen dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada tanggal 14 Mei 2013 , Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki potensi untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin. Potensi tenaga angin yang tersedia di Indonesia mencapai 9.286 MW akan tetapi sampai saat ini energi angin yang telah digunakan lebih kurang sebesar 2 MW (BMKG, 2013). Universitas Sumatera Utara

Upload: riswan-sakkarong-wawan

Post on 11-Jan-2016

51 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: bab 2 Potensi Angin.pdf

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Angin

Energi merupakan suatu kekuatan yang dimiliki oleh suatu zat sehingga

zat tersebut mempunyai pengaruh pada keadaan sekitarnya. Menurut mediumnya

dikenal banyak jenis energi. Salah satu dari berbagai jenis energi tersebut adalah

energi angin. Perpindahan molekul udara memiliki energi kinetik, sehingga secara

lokal jumlah molekul udara berpindah melalui luasan selama selang waktu

tertentu menentukan besarnya daya.

Pada dasarnya angin terjadi karena ada perbedaan suhu antara udara panas

dan udara dingin. Di daerah katulistiwa, udaranya menjadi panas mengembang

dan menjadi ringan, naik ke atas dan bergerak ke daerah yang lebih dingin.

Sebaliknya daerah kutub yang dingin, udaranya menjadi dingin dan turun ke

bawah.Dengan demikian terjadi suatu perputaran udara berupa perpindahan udara

dari kutub utara ke garis katulistiwa menyusuri permukaan bumi dan sebaliknya

suatu perpindahan udara dari garis katulistiwa kembali ke kutub utara, melalui

lapisan udara yang lebih tinggi. Angin dapat bergerak secara horizontal maupun

vertikal dengan kecepatan yang dinamis dan fluktuatif.

Dalam sebuah presentasi yang diadakan sebuah perusahaan yang bernama

WhyPgen dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada tanggal

14 Mei 2013 , Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki potensi untuk

mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin. Potensi tenaga angin yang

tersedia di Indonesia mencapai 9.286 MW akan tetapi sampai saat ini energi

angin yang telah digunakan lebih kurang sebesar 2 MW (BMKG, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: bab 2 Potensi Angin.pdf

7

Berikut ini akan ditampilkan peta prakiraan aliran dan kecepatan angin

diseluruh Indonesia.

Gambar 2.1 Aliran angin di Indonesia

(Sumber: http://www.bmkg.go.id)

Angin di wilayah Indonesia pada umumnya bergerak dari arah timur

menuju arah barat daya dengan kecepatan angin antara 2.5 m/s sampai dengan 7.5

m/s. Kecepatan angin 7.5 m/s di Indonesia terdapat di daerah Samudera Hindia

Selatan Jawa hingga Selatan Nusa Tenggara Timur, Laut Jawa, Laut Bali, Laut

Banda, Laut Flores dan Perairan Selatan Merauke.

Pada tabel dibawah ini ditunjukkan besarnya proyeksi energi yang akan

didapat dari berbagai sumber energi yang terdapat di Indonesia. Potensi Energi

Baru Terbarukan (EBT) masih relatif kecil jika dibandingkan dengan sumber

energi lainnya. Berikut ini akan ditampilkan proyeksi energi Indonesia sampai

tahun 2025 menurut skenario RIKEN.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: bab 2 Potensi Angin.pdf

8

Tabel 2.1 Proyeksi Energi Primer Indonesia menurut Skenario RIKEN

Dalam Juta SBM

Jenis Energi 2005 2010 2015 2020 2025

Minyak Bumi 524 550.7 578 605.8 638.9

Batubara 160.4 210.3 349.7 743.8 1099.4

Gas Bumi 212.8 363.7 382.5 477.1 832

CBM 0 0 23 74.6 127.8

Tenaga Air 34 41.7 56.6 60.5 65.8

Panas Bumi 23.7 23.7 61.8 115.8 167.5

Nuklir 0 0 0 27.9 55.8

EBT lainnya 1.6 3.5 7.4 11.7 17.4

Biofuel 0 32.5 89 102.4 166.9

Bahan Bakar Batubara Cair 0 0 14.2 47.4 80.5

TOTAL 956.5 1226.1 1562.1 2266.9 3252.2

(Sumber :Blueprint pengelolaan energi nasional 2005-2025)

Kebutuhan akan energi di dunia setiap tahunnya mengalami peningkatan

yang cukup signifikan. Untuk memenuhi akan kebutuhan energi tersebut negara

negara di dunia ini berusaha mencari sumber energi yang dapat dikembangkan.

Sumber energi yang dapat di kembangkan ini adalah salah satunya energi angin.

Berikut ini adalah sepuluh negara di dunia yang telah menggunakan turbin angin

pada tahun 2012.

Tabel.2.2 Sepuluh negara di dunia yang menggunakan turbin angin

No Negara Kapasitas total (MW) (akhir tahun 2012)

1 China 75,564

2 United States 60,007

3 Germany 31,332

4 Spain 22,796

5 India 19,051

6 United Kingdom 8,445

7 Italy 8,144

8 France 7,196

9 Canada 6,200

10 Portugal 4,525

Lainnya 39,852

Total 282,482

(Sumber: Global Wind Statistic, 2012)

Universitas Sumatera Utara

Page 4: bab 2 Potensi Angin.pdf

9

2.2 Energi Angin

Angin adalah udara yang bergerak dari tekanan udara yang lebih tinggi ke

tekanan udara yang lebih rendah. Perbedaan tekanan udara disebabkan oleh

adanya perbedaan suhu udara akibat terjadinya pemanasan atmosfir yang tidak

merata oleh sinar matahari. Udara yang bergerak ini memiliki kecepatan tertentu,

sehingga udara tersebut memiliki energi kinetik.

Daya P0 yang dikandung oleh angin dengan massa m, dalam volum silinder

yang mempunyai luas A, dalam waktu t, dengan kerapatan udara ρ, dan volume

silinder Vo adalah merupakan energi kinetik (Ek) angin dibagi waktu, secara

matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

t

muP

2

021

k0

t

E (2.1)

LAV .0

LAVm ..0

Substitusi nilai massa m ke persamaan 2.1. Kecepatan angin, u0 = L/t,

melalui luasan A selama waktu t, sehingga persamaan daya diperoleh :

3

0

2

0

2

021

k0 ..

2

1.

2

1...

t

EuAu

t

LA

t

uLAP

(2.2)

Daya per satuan luas, sebagai potensi daya angin atau kerapatan daya angin

(wind power density), yaitu :

3

00 .2

1uP

(2.3)

u0

Gambar 2.2 Aliran angin melalui silinder dengan luas A

(Sumber: Vaughn Nelson)

Universitas Sumatera Utara

Page 5: bab 2 Potensi Angin.pdf

10

2.3 Wind Shear

Wind shear adalah perubahan arah atau kecepatan angin saat melalui jarak

tertentu. Wind shear dapat terjadi secara horizontal maupun vertical. Perubahan

kecepatan angin terhadap ketinggian(horizontal wind shear)merupakan faktor

utama dalam memperkirakan produksi energi melalui turbin angin. Telah

dilakukan pengukuran perubahan kecepatan angin terhadap ketinggian yang

disebabkan perbedaan kondisi atmosfer.

Gambar 2.3 Wind shear dan jenis-jenisnya

(Sumber: Vaughn Nelson )

Metode umum yang memperkirakan kecepatan angin untuk ketinggian

yang lebih tinggi dengan mengetahui kecepatan angin pada ketinggian yang lebih

rendah disebut power law. Power law untuk wind shear adalah:

0

0H

Huu

(2.4)

Dimana :

u0 = kecepatan angin yang telah diukur pada ketinggian tertentu

H0 = ketinggian pada kecepatan angin u0

H = ketinggian.

Eksponen wind shear α, berkisar 1/7 (0.14) untuk atmosfer dalam kondisi

stabil. Bagaimanapun nilai α berubah – ubah tergantung pada daerah dan kondisi

Universitas Sumatera Utara

Page 6: bab 2 Potensi Angin.pdf

11

atmosfer. Dari persamaan (2.4) perubahan kecepatan angin terhadap ketinggian

dapat diperkirakan seperti pada gambar 2.3, dengan catatan nilai α= 0,14.Dimana

eksponen wind shear 0,14 merupakan standard dunia yang diukur pada ketinggian

10 m dan pada saat pengukuran kondisi cuaca stabil, sehingga dengan

menggunakan data eksponen wind shear α pada ketinggian 10 m ini, kita dapat

memperkirakan potensi daya angin sampai pada ketinggian 50 m.

Gambar 2.4 Wind shear, perubahan kecepatan angin terhadap ketinggian.

Dihitung untuk kecepatan angin 10 m/s pada ketinggian 10 m, α=

0,14.

(Sumber: Vaughn Nelson )

2.4 Pengertian Turbin Angin

Turbin angin merupakan mesin konversi energi dengan sudu berputar

yang mengkonversikan energi kinetik angin menjadi energi mekanik. Energi

mekanik digunakan langsung sebagai penggerak seperti pompa atau grinding

stones, maka dalam hal ini (turbin) disebut windmill.

Ekstraksi potensi angin pada mulanya digunakan untuk menggerakkan

kapal dengan tenaga angin, dan grinding stone. Kini turbin angin lebih banyak

digunakan untuk menyuplai kebutuhan listrik masyarakat dengan menggunakan

prinsip konversi energi dan memanfaatkan sumber daya alam yang dapat

diperbaharui yaitu angin.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: bab 2 Potensi Angin.pdf

12

2.5 Jenis-Jenis Turbin Angin

Turbin angin sebagai mesin konversi energi dapat digolongkan

berdasarkan prinsip aerodinamik yang dimanfaatkan rotornya. Berdasarkan

prinsip aerodinamik, turbin angin dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Jenis drag yaitu prinsip konversi energi yang memanfaatkan selisih

koefisien drag.

2. Jenis lift yaitu prinsip konversi energi yang memanfaatkan gaya lift.

Pengelompokan turbin angin berdasarkan prinsip aerodinamik pada rotor

yang dimaksud yaitu apakah rotor turbin angin mengekstrak energi angin

memanfaatkan gaya drag dari aliran udara yang melalui sudu rotor atau rotor

angin mengekstrak energi angin dengan memanfaatkan gaya lift yang dihasilkan

aliran udara yang melalui profil aerodinamis sudu. Kedua prinsip aerodinamik

yang dimanfaatkan turbin angin memiliki perbedaan putaran pada rotornya,

dengan prinsip gaya drag memiliki putaran rotor relatif rendah dibandingkan

turbin angin yang rotornya menggunakan prinsip gaya lift.

Jika dilihat dari arah sumbu rotasi rotor, turbin angin dapat dibagi menjadi

dua bagian yaitu:

1. Turbin angin sumbu horizontal (TASH)

2. Turbin angin sumbu vertikal (TASV)

2.5.1 Turbin Angin Sumbu Horizontal (TASH)

Turbin angin sumbu horizontal merupakan turbin angin yang sumbu rotasi

rotornya paralel terhadap permukaan tanah. Turbin angin sumbu horizontal

memiliki poros rotor utama dan generator listrik di puncak menara dan diarahkan

menuju dari arah datangnya angin untuk dapat memanfaatkan energi angin. Rotor

turbin angin kecil diarahkan menuju dari arah datangnya angin dengan

pengaturan baling – baling angin sederhana sedangkan turbin angin besar

umumnya menggunakan sensor angin dan motor yang mengubah rotor turbin

mengarah pada angin. Berdasarkan prinsip aerodinamis, rotor turbin angin sumbu

horizontal mengalami gaya lift dan gaya drag, namun gaya lift jauh lebih besar

dari gaya drag sehingga rotor turbin ini lebih dikenal dengan rotor turbin tipe lift,

seperti terlihat pada gambar 2.5.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: bab 2 Potensi Angin.pdf

13

Gambar 2.5 Gaya aerodinamis rotor turbin angin ketika dilalui aliran udara.

(Sumber: Eric Hau. 2006. Wind Turbine)

Dilihat dari jumlah sudu, turbin angin sumbu horizontal terbagi menjadi:

1. Turbin angin satu sudu (single blade)

2. Turbin angin dua sudu (double blade)

3. Turbin angin tiga sudu (three blade)

4. Turbin angin banyak sudu (multi blade)

Gambar 2.6 Jenis turbin angin berdasarkan jumlah sudu

(Sumber: Sathyajith Mathew , hal 17)

Universitas Sumatera Utara

Page 9: bab 2 Potensi Angin.pdf

14

Berdasarkan letak rotor terhadap arah angin, turbin angin sumbu

horizontal dibedakan menjadi dua macam yaitu:

1. Upwind

2. Downwind

Turbin angin jenis upwind memiliki rotor yang menghadap arah

datangnya angin sedangkan turbin angin jenis downwind memiliki rotor yang

membelakangi/menurut arah angin.

Upwind Downwind

Gambar 2.7 Turbin angin jenis upwind dan downwind

(Sumber://http.www. google.com)

2.5.2 Turbin Angin Sumbu Vertikal (TASV)

Turbin angin poros vertikal atau yang lebih dikenal dengan vertical axis

wind turbine (VAWT) memiliki ciri utama yaitu keberadaan poros tegak lurus

terhadap arah aliran angin atau tegak lurus terhadap permukaan tanah. TASV

terdiri dari beberapa tipe yang paling umum dijumpai yaitu: Savonius Rotor,

Darrieus Rotor, Giromill, dan H-Rotor.

a. Savonius Rotor

Turbin angin ini mempunyai konstruksi sederhana yang ditemukan oleh

sarjana Finlandia bernama Sigurd J. Savonius (1922). Turbin yang termasuk

dalam kategori TASV ini memiliki rotor dengan bentuk dasar setengah silinder.

Konsep turbin angin savonius cukup sederhana, prinsip kerjanya berdasarkan

differential drag windmill. Pada perkembangan selanjutnya, savonius rotor tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 10: bab 2 Potensi Angin.pdf

15

lagi berbentuk setengah silinder tetapi telah mengalami modifikasi guna

peningkatan performance dan efisiensi.

Gambar 2.8 Savonius wind turbine

(Sumber:// http.www. wikipedia.org)

b. Darrieus Rotor

Merupakan salah satu TASV dengan efisiensi terbaik serta mampu

menghasilkan torsi cukup besar pada putaran dan kecepatan angin yang tinggi.

Turbin angin Darrieus mengaplikasikan blade dengan bentuk dasar aerofoil

NACA. Mengacu pada bentuk blade, prinsip kerja turbin angin Darrieus

memanfaatkan gaya lift yang terjadi ketika permukaan airfoil NACA dikenai

aliran angin. Kelemahan utama dari turbin angin Darrieus yaitu yakni memiliki

torsi awal berputar yang sangat kecil hingga tidak dapat melakukan self start.

Pada aplikasiya, Darrieus wind turbin selalu membutuhkan perangkat bantuan

untuk melakukan putaran awal. Perangkat bantu yang digunakan berupa motor

listrik atau umumnya lebih sering menggunakan gabungan turbin angin Savonius

pada poros utama.

Gambar 2.9 Darrieus wind turbine

(Sumber:// http.www. wikipedia.org)

Universitas Sumatera Utara

Page 11: bab 2 Potensi Angin.pdf

16

c. Giromill

Bentuk pengembangan lanjut turbin angin Darrieus dengan latar belakang

untuk meminimalisasi kekurangan. Turbin angin Giromill memiliki tiga

konfigurasi bentuk blade, yaitu: straight, helical twisted V, atau curved bladed.

Gambar 2.10 Giromill wind turbin helical

(Sumber://http.www. google.com)

d. Turbin angin Darieuss H-Rotor

Bentuk pengembangan lanjut dari turbin angin tipe Darrieus dengan

keperluan produksi daya yang kecil. Turbin angin Darrieus memiliki torsi rotor

yang relatif rendah tetapi putarannya lebih tinggi dibanding dengan turbin angin

Savonius sehingga lebih diutamakan untuk menghasilkan energi listrik.

Gambar 2.11 Turbin angin Darieuss H-Rotor

(Sumber : Dokumen penulis)

Universitas Sumatera Utara

Page 12: bab 2 Potensi Angin.pdf

17

2.6.Airfoil NACA

NACA airfoil adalah bentuk airfoil sayap pesawat udara yang

dikembangkan oleh National Advisory Committee for Aeronautics (NACA).

Sampai sekitar Perang Dunia II, airfoil yang banyak digunakan adalah hasil riset

Gottingen. Selama periode ini banyak pengujuan arifoil dilakukan diberbagai

negara, namun hasil riset NACA lah yang paling terkemuka. Bentuk dari airfoil

ditentukan oleh seri digit yang sesuai ketentuan NACA airfoil, parameter

penomorannya dalam persamaan yang lebih tepat untuk perhitungan potongan

melintang airfoil.

2.6.1 Airfoil NACA seri 4 digit

Pada airfoil NACA seri empat digit, digit pertama menyatakan persen

maksimum chamber terhadap chord. Digit kedua menyatakan persepuluh posisi

maksimum chamber pada chord dari leading edge. Sedangkan dua digit terakhir

menyatakan persen ketebalan airfoil terhadap chord. Contohnya air foil yang

digunakan pada penelitian ini adalah airfoil NACA 4415. Airfoil NACA 4415 ini

memiliki arti sebagai berikut:

Maksimum chamber 4 %.

Posisi maksimum chamber berada 40 % dari panjang chord diukur dari

leading edge.

Dan memiliki ketebalan maksimum 15 % dari panjang chord.

Gambar 2.12 Airfoil Naca 4415

(Sumber :http://www.accessscience.com)

Universitas Sumatera Utara

Page 13: bab 2 Potensi Angin.pdf

18

2.7 Sudut serang (angle of attack) dan sudut pitch

Sudut serang pada turbin Darrieus-H merupakan sudut antara garis chord

sudu dengan garis komponen kecepatan relatif. Pada turbin angin Darrieus-H ini,

besarnya sudut serang dipengaruhi oleh beberapa hal seperti, tip speed ratio,

sudut azimuth sudu, dan sudut pitch sudu. Semakin besar tip speed ratio maka

sudut serang akan semakin kecil, hal ini dapat dilihat dari persamaan di bawah

ini.

α = arc tan [sinθ / (λ + cosθ)] (2.5)

dimana: λ = tip speed ratio

θ = sudut azimuth sudu

R

Menuju

pusat rotasi

Menjauhi

pusat rotasi

(-) φ (+) φ

Garis Chord

ω

Gambar. 2.13 Arah sudut pitch

(Sumber: Ekawira K Napitupulu)

Untuk sudut pitch φ = 0, maka nilai sudut serang tidak berubah, tetapi jika

sudut pitch φ > 0, maka sudut serang akan berubah sesuai dengan besarnya

perubahan sudut pitch.

α = {arc tan [sinθ / (λ + cosθ)]} - φ 00 > θ < 180

0

α = {arc tan [sinθ / (λ + cosθ)]} + φ 1800 > θ < 360

0

Universitas Sumatera Utara

Page 14: bab 2 Potensi Angin.pdf

19

Pada sudut azimuth θ = 00 dan θ = 180

0, nilai sudut serang sama dengan sudut

pitch.

α = φ θ = 00, dan θ = 180

0

φ

α

Garis Chord

θ = 45

θ = 135

θ = 225

θ = 315

Angin

α

α

α

φ

φ

φ

φ

Komponen Kec angin dan Kec. Tangensial

α

Komponen Kec. Relatif

Gambar. 2.14 Perubahan sudut serang sebagai fungsi tip speed ratio, sudut

azimuth, dan sudut pitch

(Sumber: Eka wira K Napitupulu)

Universitas Sumatera Utara

Page 15: bab 2 Potensi Angin.pdf

20

Berikut ini merupakan contoh perubahan sudut serang sebagai fungsi

sudut azimuth sudu.

v’

c

u’

c

c

c

c

c

c

c

v’

v’

v’

v’

v’

v’

v’

u’

u’

u’

u’

u’

u’

u’

ω

θ

1

23

4

5

6

7

8

Angin

α

Gambar.2.15 Perubahan sudut serang

(Sumber: Eka wira K Napitupulu)

Universitas Sumatera Utara

Page 16: bab 2 Potensi Angin.pdf

21

Kecepatan angin v’ = 3.85 m/s

Putaran Turbin n = 60 rpm

Radius Turbin r = 0.75 m

Kecepatan Sudut ω = 2πn/60 = 2π.60/60 = 6.284 rad/s

Kecepatan Tangensial u’ = ω.r = (6.284)(0.75) = 4.713 m/s

Tip speed ratio λ = ω.r/v = (6.284)(0.75)/3.85 = 1.224

c = v’{(λ + cosθ)2 + (sinθ)

2}

1/2

Untuk tiap titik diperoleh:

1. θ = 00 α = 0

0 c = 8.56 m/s

2. θ = 450 α = 20.11

0 c = 7.91 m/s

3. θ = 900 α = 39.24

0 c = 6.08 m/s

4. θ = 1350 α = 53.83

0 c = 3.37 m/s

5. θ = 1800 α = 0

0 c = 0.86 m/s

6. θ = 2250 α = -53.83

0 c = 3.37 m/s

7. θ = 2700 α = -39.24

0 c = 6.08 m/s

8. θ = 3150 α = -20.11

0 c = 7.91m/s

2.8 Gaya Aerodinamis pada sudu

Gaya resultan aerodinamis yang bekerja pada sudu biasanya dibagi

menjadi dua komponen, yaitu komponen gaya lift dan komponen gaya drag.

Untuk analisis turbin Darrieus, resultan komponen gaya lift dan gaya drag

diuraikan menjadi komponen gaya normal dan gaya tangensial pada garis chord

sudu tersebut. Koefisien gaya untuk komponen ini adalah CN dan CT, masing-

masing dapat dinyatakan sebagai:

CN= CL.Cos α + CD. Sin α (2.6)

CT = CL. Sin α – CD. Cos α (2.7)

Namun, CN dan CT hanya berguna untuk menentukan torsi yang

dihasilkan oleh sudu pada saat sudut pitch sudu itu pada posisi nol derajat. Ketika

Universitas Sumatera Utara

Page 17: bab 2 Potensi Angin.pdf

22

sudut pitch sudu tidak bernilai nol, CN dan CT relatif terhadap acuan kerangka

sudu, di mana pada kondisi ini CN dan CT bukan komponen gaya tangensial dan

radial (normal) sudu pada rotor.

Resultan gaya aerodinamika (CResultant) perlu diurai untuk

memperhitungkan lokasi sudu relatif terhadap arah angin dan sudut pitchnya Pada

kondisi ini, koefisien gaya radial (CRAD) dan koefisien gaya melingkar (CCirc)

digunakan sebagai pengganti CN dan CT. Secara perumusan matematika dapat

dituliskan sebagai berikut:

CCirc = CT.Cos ϕ - CN. Sin ϕ (2.8)

CRad = CT. Sin ϕ + CN. Cos ϕ

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 2.16 Koefisien gaya resultan aerodinamis pada sudu

(Sumber : Dhruv Rathi, hal 20)

Universitas Sumatera Utara

Page 18: bab 2 Potensi Angin.pdf

23

Gambar.2.17 Gaya-gaya aerodinamik pada sudu turbin

Keterangan gambar:

L = gaya lift sudu (N)

D = gaya drag sudu (N)

ω = kecepatan sudut elemen sudu (rad/s)

r = radius turbin (m)

α = sudut serang sudu (0),

c = kecepatan absolut elemen sudu (resultan vektor v’ dengan u’)

c = v’{(λ + cosθ)2 + (sinθ)

2}

1/2 (2.9)

v’ = kecepatan angin (m/s)

u’ = kecepatan tangensial elemen sudu (m/s)

u’ = rω (2.10)

Catatan: - gaya lift L tegak lurus terhadap komponen kecepatan c

- gaya drag D paralel terhadap komponen kecepatan c

Universitas Sumatera Utara

Page 19: bab 2 Potensi Angin.pdf

24

2.9 Prinsip Konversi Energi Angin

2.9.1 Teori Momentum Betz

Energi angin dilihat dari energi kecepatan aliran angin, dapat dituliskan

dalam bentuk persamaan energi kinetik (Ek) :

(2.11)

Dimana: m = massa angin yang mengalir (kg)

v = kecepatan angin (m/s)

Energi kinetik angin inilah yang diekstrak sudu turbin angin untuk diubah

menjadi energi mekanis.

Dilihat dari pemodelan Betz’, kecepatan angin v, dan kerapatan ρ dengan

luas sapuan rotor turbin A, daya angin yang dapat diekstrak turbin angin adalah:

(2.12)

Dimana pC adalah faktor efisiensi disebut juga koefisien daya. Catatan

bahwa daya TP adalah sebanding dengan luas penampang A dan kecepatan angin

v pangkat tiga. Dengan demikian, dengan menggandakan luas penampang A

menghasilkan daya dua kali, dan menggandakan kecepatan angin menghasilkan

potensial daya delapan kali. Koefisien daya pC juga berubah dengan perubahan

kecepatan angin. Saat distribusi kecepatan angin tidak merata, pada suatu waktu

tertentu kemungkinan besar kecepatan angin lebih rendah dari pada kecepatan

angin rata – rata. Oleh karena itu, harus didesain rotor dan generator yang optimal

untuk mengekstrak pada kecepatan angin rendah.

Untuk menganalisis seberapa besar energi yang dapat dimanfaatkan turbin

angin, digunakan teori memontum elementer Betz’.

Teori momentum Betz’ sederhana berdasarkan pemodelan aliran dua

dimensi angin yang mengenai rotor menjelaskan prinsip konversi energi angin

pada turbin angin terlihat seperti pada gambar 2.18. Berkurangnya kecepatan

2.2

1vmEk

3

1 ...2

1vACP pT

Universitas Sumatera Utara

Page 20: bab 2 Potensi Angin.pdf

25

aliran udara disebabkan karena sebagian energi kinetik angin diekstrak oleh rotor

turbin angin.

Gambar 2.18 Pemodelan Betz’ untuk aliran angin

(Sumber : Eric Hau)

Maka besarnya daya P yang dapat diekstrak oleh turbin adalah:

P =

ṁ (v1

2 – v2

2) (2.13)

Persamaan ini menunjukkan bahwa daya maksimum yang akan didapat

adalah jika v2 bernilai nol yang berarti angin berhenti setelah melalui rotor turbin.

Ini tidak akan mungkin terjadi karena tidak sesuai dengan hukum kontinuitas.

Sehingga kita harus membutuhkan persamaan momentum untuk dapat

mengetahui besarnya daya.

F = ṁ (v1 – v2) (2.14)

Dimana:

F = Gaya (Newton)

ṁ = laju aliran massa udara (kg/s)

Berdasarkan prinsip hukum Newton ketiga bahwa gaya aksi akan sama

dengan gaya reaksi yaitu dimana gaya yang diberikan oleh angin terhadap rotor

turbin akan sama besarnya dengan gaya hambat yang dilakukan rotor dan

menekan angin pada arah yang berlawanan. Akibat adanya perlawanan ini maka

Universitas Sumatera Utara

Page 21: bab 2 Potensi Angin.pdf

26

kecepatan angin v1 akan turun menjadi v’. Sehingga daya yang dibutuhkan

adalah:

P = F. v’ = ṁ(v1 – v2)v’ Watt (2.15)

dimana:

v’ = Kecepatan aliran udara pada rotor (m/s)

Dengan demikian, daya mekanis yang diekstrak dari udara dapat diperoleh

dari perubahan energi udara sebelum dan setelah melewati turbin.

½ (v12 – v2

2) = (v1 – v2) v

v’ = ½ (v1 + v2) (m/s) (2.16)

Dengan demikian, kecepatan aliran melalui turbin ekivalen dengan rata-

rata penjumlahan v1 dan v2 :

v’ = (v1 + v2) /2 (m/s)

laju aliran udara menjadi:

= ρAv’ = ½ ρA (v1 + v2) (kg/s) (2.17)

sehingga daya mekanis turbin dinyatakan dengan:

P = ¼ ρA (v12 – v2

2) (v1 + v2) (W) (2.18)

Daya udara sebelum melewati turbin atau daya yang tersedia di dalam

udara,

Po = ½ ρAv3 (W) (2.19)

maka diperoleh koefisien performansi turbin:

Cp = P/Po =

(

)( )

(2.20)

Cp =

| (

)

| |

| (2.21)

Koefisien performansi ini merupakan rasio antara energi yang terkandung

di dalam udara dengan energi yang dapat diekstrak dari udara tersebut. Oleh

karena itu, Cp bergantung pada rasio kecepatan udara sebelum dan sesudah

melewati turbin.

Gambar dibawah merupakan plot hasil iterasi Cp dengan memvariasikan

rasio kecepatan udara sebelum dan sesudah meninggalkan turbin (v2/v1). Dari

Universitas Sumatera Utara

Page 22: bab 2 Potensi Angin.pdf

27

hasil plot tersebut diperoleh bahwa nilai koefisien performansi maksimum pada

v2/v1 = 1/3 sehingga diperoleh:

Cp = 16/27 = 0,593

Gambar.2.19 Koefisien performansi vs rasio kecepatan (Erich Hau, 2006)

Gambar.2.20 Profil kecepatan dan tekanan pada pemodelan Betz

(Erich Hau, 2006)

Gambar diatas menunjukan variasi kecepatan aliran dan tekanan statik.

Saat udara mendekati turbin, udara terhambat sehingga kecepatannya berkurang

sampai ke nilai minimum di belakang turbin.

Betz merupakan orang pertama yang merumuskan ini, sehingga nilai ini

disebut dengan Betz limit.

Dengan mengetahui bahwa koefisien performansi ideal diperoleh pada

rasio kecepatan v2/v1 = 1/3 maka kecepatan aliran tepat di depan turbin,

Universitas Sumatera Utara

Page 23: bab 2 Potensi Angin.pdf

28

u

rn

u

r

u .60

..2.

v’ = 2/3 v1 (2.22)

dan kecepatan udara setelah melewati turbin,

v2 = 1/3 v1 (2.23)

2.9.2 Tip Speed Ratio

Tip speed ratio merupakan rasio kecepatan ujung rotor turbin terhadap

kecepatan angin yang melalui rotor. Rasio kecepatan ujung rotor memiliki nilai

nominal yang berubah – ubah terhadap perubahan kecepatan angin. Turbin angin

tipe lift memiliki tip speed ratio yang lebih besar dibanding dengan turbin angin

tipe drag.

Tip speed ratio λ dihitung dengan persamaan :

(2.24)

Dimana :

n = putaran rotor (rpm)

r = radius rotor (m)

u = kecepatan angin (m/s)

Universitas Sumatera Utara

Page 24: bab 2 Potensi Angin.pdf

29

2.10 Generator

Turbin angin yang digunakan untuk membangkitkan energi listrik tentu

memerlukan generator yang berguna mengubah energi mekanik gerak rotasi

rotor menjadi energi listrik. Terdapat beberapa jenis generator yang digunakan.

Berdasarkan arah arus yang dikeluarkan, generator dibagi menjadi dua jenis yaitu:

1. Generator arus searah (Direct Current - DC)

2. Generator arus bolak – balik (Alternating Current - AC)

Generator arus searah (DC) menghasilkan tegangan yang arahnya tetap dan

jika dihubungkan dengan beban akan menghasilkan arus searah pula. Pada

umumnya generator arus searah dapat menghasilkan energi listrik pada putaran

tinggi.Untuk digunakan pada turbin angin, jenis generator ini memerlukan sistem

transmisi untuk menaikkan putaran (speed increasing).

Generator arus bolak – balik (AC) menghasilkan tegangan yang arahnya

bolak – balik dan jika dihubungkan dengan beban akan menimbulkan arus bolak

– balik pula. Generator AC dapat menghasilkan daya pada putaran yang

bervariasi bergantung pada spesifikasi generator itu sendiri.

Untuk putaran turbin yang memiliki putaran yang relatif rendah, digunakan

jenis generator magnet permanen dengan variasi jumlah kutub, semakin banyak

jumlah kutub generator maka putaran yang dibutuhkan semakin kecil untuk

membangkitkan listrik dan sebaliknya.Untuk generator yang menggunakan

magnet permanen sebagai penginduksi kumparannya disebut generator magnet

permanen. Generator yang dipakai pada penelitian ini adalah permanent magnet

generator tipe axial. Besar putaran minimal yang diperlukan generator AC untuk

dapat menghasilkan energi listrik dan besar putaran kerja bergantung pada jumlah

kutub dan kumparan dalam generator.

n =

(2.25)

dimana n = putaran (rpm)

p = jumlah kutub generator

f = frekwensi (Hz)

Universitas Sumatera Utara