bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/bab 2__10-47.pdf · geometri,...
TRANSCRIPT
5
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Proses Manufaktur
(Mikell P. Groover. 2001, p29-30) Proses manufaktur dapat
didefinisikan sebagai penerapan proses fisik dan kimia untuk mengubvah
geometri, sifat – sifat dan atau penampilan dari suatu material awal dalam
pembuatan komponen atau produk. Proses manufaktur juga meliputi
penggabungan beberapa komponen untuk membuat produk rakitan. Proses
manufaktur melibatkan kombinasi mesin – mesin, perkakas, tenaga
penggerakdan tenaga kerja manual seperti yang ditampilkan pada Gambar
2.1(a). Proses manufaktur hamper selalu dijalankan berupa satu urutan
operasi. Setiap urutan proses tersebut membuat material menjadi semakin
dekat dengan bentuk akhir yang diinginkan.
Dari pandangan ekonomi proses manufaktur adalah proses
pengubahan material menjadi benda (item) yang memiliki nilai ekonomi yang
lebih tinggi dengan menggunakan satu atau lebih operasi pemrosesan dan atau
operasi perakitan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1(b). Kunci
utamanya adalah proses manufaktur menambah nilai pada material dengan
mengubah bentuknya atau sifat – sifatnya atau dengan mengkombinasikan
bersama material lain yang juga telah mengalami pengubahan. Material itu
memiliki harga lebih tinggi melalui operasi manufaktur yang diterapkan
6
kepadanya. Ketika pasir diubah menjadi gelas, nilai juga ditambahkan bila
minyak dimurnikan menjadi plastic, nilai juga ditambahkan. Dan ketika
plastic dicetak menjadi kursi patio bergeometri kompleks, akan membuat
produk berharga lebih tinggi lagi.
Gambar 2.1 Alternatif definisi manufacturing (a) sebagai teknologi proses dan
(b) sebagai proses ekonomis.
Sejumlah konsep manufaktur atau produksi bersifat kuantitatif, atau
konsep ini memerlukan pendekatan kuantitatif untuk mengukurnya. Model
yang ditampilkan disini bersifat ideal dalam arti model – model mengabaikan
beberapa kenyataan dan komplikasi yang ada di pabrik. Sebagai cotoh, tidak
memperhatikan dari laju pembuangan geram (scrap). Dalam beberapa operasi
manufaktur, presentase scrap yang dihasilkan adalah cukup tinggi yang
sebaliknya mempengaruhi laju produksi, kapasitas pabrik, dan biaya produk.
7
2.1.1 Fasilitas Sistem Produksi
(Mikell P. Groover. 2001, p2-8) Yang dimaksud dengan
fasilitas dalam sistem produksi adalah pabrik, mesin – mesin produksi
dan pemerkakasan, peralatan pemindahan bahan, peralatan inspeksi
dan komputer yang mengendalikan operasi manufaktu di dalamnya.
Faslitas juga meliputi tata letak pabrik yang merupakan cara
meletakkan mesin – mesin produksi secara fisik di lantai pabrik.
Peralatan produksi biasanya ditempatkan berkelompok mengikuti
logika tertentu dan kita menyebut cara pengaturan ini serta pekerja
yang mengoperasikan mesin tersebut sebagai sistem manufaktu dalam
suatu pabrik.
Suatu perusahaan manufaktur berusaha untuk mengelola
fasilitas yang dimiliki seefisien mungkin agar misi khusus pabrik
dapat tercapai. Selama bertahun – tahun telah dikenal bahwa fasilitas
produksi tertentu dapat dikelola dengan baik untuk satu macam
manufaktur saja. Tentu salah satu faktor terpenting dalam menentukan
jenis sistem manufaktur adalah jenis produk yang akan dibuat.
Kuantitas produksi mengacu pada jumlah satuan dari produk atau
komponen yang dihasilkan oleh pabrik dalam setahun. Jumlah
produksi pertahun tersebut dapat dikelompokkan kedalam tiga sebaran
kuantitas produksi rendah, medium, tinggi.
8
Beberapa pabrik menghasilkan berbagai macam produk, yang
setiap macamnya dibuat dalam jumlah produksi rendah atau medium.
Pabrik lain mengkhususkan diri untuk membuat satu jenis produk saja
tapi dengan jumlah produksi yang besar. Variasi produk sebagai
parameter pembeda dalam menentukan kuantitas produksi harus
diidentifikasi.
Terdapat hubungan terbalik antara varias produk dengan
jumlah produksi dalam kaitannya dengan jenis operasi did alam
pabrik. Bila variasi produknya tinggi, jumlah produksinya cenderung
rendah dan demikian pula sebaliknya. Hubungan ini digambarkan
dalam Gambar 2.2. Industri manufaktur kini cenderung lebih
mengkhususkan diri pada kombinasi variasi dan kuantitas tertentu
yang terletak pada jalur diagonal seperti pada Gambar 2.2. secara
umum, sebuah pabrik cenderung membatasi variasi produknya dimana
variasi tersebut akan berhubungan dengan kuantitas produksi tertentu.
Gambar 2.2 Hubungan Antara Variasi Produk Dan Kuantitas Produksi.
9
Walaupun kita telah mengidentifikasikan bahwa variasi produk
merupakan parameter kuantitatif ( jumlah jenis produk yang dibuat
oleh suatu pabrik / perusahaan), tapi parameter ini sangatlah tidak pasti
dibanding dengan jumlah produksi. Hal ini disebabkan oleh rincian
seberapa jauh rancangan produk itu berbeda tidak tercakup sebatas
pada angka yang menunjukkan banyaknya macam rancangan yang
ada. Kita dapat menggunakan ketiga sebaran kuantitas produksi untuk
menentukan tiga kategori dasar dari suatu pabrik. Walaupun terdapat
variasi dalam organisasi kerja dari tiap kategori, hal ini merupakan
cara yang logis untuk mengelompokkan pabrik sebagai berikut:
• Sistem produksi bervolume rendah
Jenis fasilitas produksi yang biasanya terkait dengan sebaran
kuantitas produksi antara 1 hingga 100 unit per tahun yang sering
disebut dengan “job shop”. Job shop harus dirancang hingga
mencapai fleksibilitas maksimum untuk menghadapi banyaknya
macam dan tingginya variasi produk. Bila produkya besar dan
berat sehingga sulit berpindah di dalam pabrik, maka produk ini
tetap berada di lokasi yang sama, setidaknya selama proses
perakitan akhir berlangsung. Jenis tata letak seperti ini dikenal
dengan istilah “fixed position layout” seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.3(a).
10
Gambar 2.3 Berbagai Tipe Layout Pabrik: (a) fixed-position layout, (b) process
layout, (c) cellular layout, dan (d) produk layout.
11
• Sistem produksi bervolume medium
Dalam sebaran kuantitas produksi medium kita mengenal dua jenis
fasilitas yang berbeda, tergantung pada variasi produk. Bila
terdapat variasi produk hard maka pendekatan tradisional yang
dipakai adalah jenis produksi batch, dimana setelah 1 batch
produksi selesai dibuat, fasilitas produksi dirubah untuk produk
selanjutnya, begitu seterusnya. Pesanan untuk masing – masing
produk biasanya datang berulang. Laju produksi dari peralatan
lebih besar dari laju permintaan tiap jenis produk. Demikian juga
satu jenis peraltan dapat dipakai untuk beragam produk. Pergantian
antar jenis produksi membutuhkan setup time. Waktu setup time
tersebut adalah waktu yang hilang dan merupakan kelemahan dari
proses produksi batch. Proses produksi ini biasanya dipakai pada
kasus make to stock, dimana sejumlah produk harus dibuat untuk
memenuhi kapasitas gudang yang secara perlahan mulai berkurang
seiring dengan permintaan. Peralatan produksi biasanya diatur
dalam tata letak proses seperti Gambar 2.3(b). Jika proses produksi
medium ini variasi produknya bersifat lemah yang berarti tidak
diperlukan banyak pergantian, maka pemrosesan dapat
diselesaikan dengan istilah ”cellular manufacturing” seperti
ditunjukkan dalam Gambar 1.3(c).
12
• Sistem Produksi bervolume tinggi
Produksi dengan sebaran kuantitas tinggi dikenal dengan nama
“mass produkion”. Kondisi seperti ini dicirikan oleh laju
permintaan produk yang tinggi dan fasilitas produksinya memang
diperuntukkan bagi pembuatan produk tersebut. Umumnya dikenal
dua kategori dalam produksi massal, yaitu: (1) produksi kuantitas
dan (2) produksi mengalir. Produksi kuantitas meliputi produksi
massal untuk pembuatan komponen tunggal pada satu unit
peralatan. Sistem produksi mengalir mencakup penyusunan stasiun
kerja multiple secara berurutan, dimana komponen atau produk
rakitan secara fisik berpindah melewati urutan proses yang ada
hingga selesai menjadi produk. Tata letak produksi ini dikenal
dengan nama produk layout dan stasiun kerja disusun mengikuti
satu aliran yang panjang seperti pada gambar 2.3(d).
Untuk jenis – jenis fasilitas produksi disajikan dalam Gambar
2.4 yang lebih melengkapi Gambar 2.2 dengan mengidentifikasi jenis
fasilitas produksi dan tata letak pabrik yang digunakan. Seperti yang
ditunjukkan oleh gambar, terjadi overlap di antara jenis fasilitas yang
berbeda.
13
Gambar 2.4 Tipe – tipe fasilitas dan tata letak yang digunakan untuk
berbagai tingkat kuantitas produksi dan variasi produk.
2.1.2 Laju Produksi
(Mikell P. Groover. 2001, p49-51) Laju produksi bagi satu
proses tunggal atau operasi perakitan bisaanya dinyatakan dalam laju
perjam, yakni part atau produk perjam. Mari kita perhatikan
bagaimana laju produksi ini ditentukan pada ketiga macam produksi:
produksi job shop, produksi batch, dan produksi massal.
Untuk operasi produksi apapun, waktu siklus operasi (CT) T,
didefinisikan sebagai waktu yang dihabiskan sebuah benda kerja saat
mengalami proses pengerjaan atau perakitan. Waktu ini dihitung
antara saat dimulainya proses pengerjaan satu unit hingga dimulainya
benda kerja berikutnya. Waktu T c adalah waktu yang dihabiskan part
14
tunggal dalam mesin, tapi tidak seluruh waktu ini bersifat produktif.
Pada operasi pengerjaan khusus, seperti pemesinan, T c terdiri dari: (1)
waktu operasi pemesinan actual, (2) waktu penanganan benda kerja,
(3) waktu penanganan perkakas per benda kerja. Dalam bentuk
persamaan, ketiganya dapat dinyatakan dalam bentuk:
T c = T o + T h + T th
dimana T c = waktu siklus operasi (menit/benda kerja), T o = waktu
operasi pemesinan actual (mnt/bk), T h = waktu penanganan (mnt/bk),
dan T th waktu penanganan perkakas potong (mnt/bk). Waktu
penanganan perkakas terdiri dari waktu yang dipakai untuk mengganti
pahat ketika aus, waktu penggantian perkakas satu ke yang lain, waktu
pemutaran bagi perkakas sisipan atau perkakas mesin bubut atau gurdi
turret, pemosisian kembali perkakas bagi benda kerja baru dan lain
sebagainya. Beberapa aktivitas penanganan perkakas potong ini tidak
terjadi pada setiap siklus. Karena itu aktivitas – aktivitas tersebut harus
disebar ke sejumlah part diantara setiap kemunculan aktivitas –
aktivitas untuk memperoleh waktu pemakaian rata – rata per benda
kerja. Setiap istilah T o , T h , T th memiliki padanannya dalam produksi
benda diskrit yang lain. Terdapat bagian dari siklus dimana part
sebenarnya sedang diproses (T o ), terdapat bagian dari siklus dimana
perkakas potong sedang disesuaikan dan diganti (T th ). Selanjutnya kita
15
menyederhanakannya untuk mencakup sebagian besar operasi
pengerjaan dalam manufaktur.
Lini Produksi terdiri dari dua macam: (1) manual, (2) otomatis.
Dalam pengoperasian lini produksi otomatis, faktor rumit lainnya
adalah kehandalan (reliability). Kehandalan yang rendah akan
menurunkan ketersediaan waktu produksi pada jalur produksi. Hal ini
merupakan hasil dari saling ketergantungan antar stasiun kerja, dimana
seluruh lini itu dipaksa berhenti bila satu stasiun rusak. Penting sekali
untuk merancang metode manufaktur agar kjonsisten dengan
kecepatan ketersediaan part / produk yang diinginkan konsumen,
bisaanya disebut sebagai waktu takt. Waktu takt adalah kebalikan dari
laju permintaan, tetapi talah disesuaikan dengan waktu shift yang
tersedia dalam pabrik. Sebagai contoh, bila diinginkan 100 unit produk
oleh pelanggan setiap hari, dan pabrik bekerja 1 shift / hari dengan
waktu tersedia per shiftnya 400 menit, maka waktu taktnya menjadi
400 menit / 100 unit = 4mnt/bk.
2.1.3 Kapasitas Produksi
(Mikell P. Groover. 2001, p52-54)Kapasitas produksi
didefinisikan sebagai laju keluaran (output) maksimum yang mampu
dihasilkan oleh suatu fasilitas produksi dalam sejumlah kondisi
operasi yang telah diasumsikan. Fasilitas produksi ini bisaanya
mewakili suatu pabrik, sehingga kapasitas pabrik ini sering digunakan
16
dalam pengukuran hal terkait, Seperti telah disebutkan, kondisi operasi
yang telah diasumsikan merajuk pada jumlah shift per hari, jumlah
hari dalam seminggu pabrik bekerja, tingkat pabrik mempekerjakan
karyawan dan sebagainya. Ukuran kuantitatif bagi kapasitas pabrik
dapat dibangun berdasarkan model laju produksi yang telah diturunkan
sebelumnya. Anggap PC = kapasitas produksi dari sebuah fasilitas
tertentu diperhatikan, dan ukuran kapasitas = jumlah unit yang
diproduksi perminggu. Sebut n = jumlah mesin atau pusat pengerjaan
dalam fasilitas. Sebuah pusat pengerjaan adalah suatu sistem
manufaktur dalam pabrik yang bisaanya terdiri dari satu pekerja dan
satu mesin. Ataupun bisa juga satu mesin otomatis tanpa seorang
pekerja, atau beberapa orang pekerja bekerja bersama pada lini
produksi. Lini ini mungkin berproduksi dengan R p unit/jam.
Perlengkapan sebagai waktu persiapan dimasukkan dalam R p , dan
sebut S sebagai jumlah shift perminggunya. Semua parameter ini dapat
dikombinasikan untuk menghitung kapasitas produksi fasilitas:
PC = nSHR p
dimana PC = kapasitas produksi fasilitas (unit/minggu), n = jumlah
pusat pengerjaan berproduksi dalam fasilitas, S = jumlah shift per
periode, dan R p = laju produksi perjam dari setiap pusat pengerjaan.
Bila kita masukkan faktor kemungkinan bahwa setiap benda
kerja dialirkan melewati sejumlah n o operasi dimana setiap operasi
17
membutuhkan persiapan baru baik pada mesin yang sama ataupun
berbeda, maka persamaan untuk kapasitas pabrik harus dirubah
menjadi:
o
p
n
nSHRPC =
dimana n o = jumlah mesin berbeda pada jalur yang dilewati benda
kerja dan symbol – symbol yang lain berdefinisi sama seperti dalam
persamaan sebelumnya.
Model kapasitas ini mengasumsikan bahwa semua mesin n
berproduksi 100% dan tidak terdapat bottleneck yang diakibatkan oleh
operasi dalam pengaluran proses untuk menjaga aliran kerja yang
lancar disepanjang pabrik. Dalam bengkel permesinan produksi batch
yang actual dimana setiap poduk memiliki urutan operasi berbeda,
nampaknya tidak mungkin untuk melakukan pembagian pekerjaan
diantara sumber – sumber produktif (misal: mesin – mesin) secara
seimbang. Konsekuensinya adalah ada beberapa stasiun kerja yang
betul digunakan penuh, sementara lainnya tekadang menganngur
menunggu pekerjaan.
2.1.4 Utilisasi Dan Ketersediaan (Keandalan)
18
(Mikell P. Groover. 2001, p54-55) Utilisasi merujuk pada
jumlah output fasilitas produksi terhadap kapasitasnya. Hal ini
dinyatakan dalam persamaan:
PC
QU =
dimana U = utilisasi fasilitas, Q = kuantitas actual yang diproduksi
oleh fasilitas selama periode waktu yang diberikan (misal: bk/minggu)
dan PC = kapasitas produksi untuk periode (bk/minggu).
Utilisasi dapat dievaluasi untuk seluruh pabrik, mesin tunggal
dalam pabrik atau setiap sumber daya produktif (misal: tenaga kerja).
Agar lebih nyaman, hal ini sering didefinisikan sebagai proporsi waktu
selama fasilitas beroperasi relatif terhadap waktu yang tersedia sesuai
definisi kapasitas. Utilisasi bisaanya dinyatakan dalam persentase.
Ketersedian adalah ukuran yang umum dari kehandalan
peralatan. Ukuran ini khususnya tepat bagi peralatan produksi
terotomasi. Ketersediaan didefinisikan menggunakan dua istilah
kehandalan lainnya, yakni mean time between failure (MTBF) dan
mean time to repair (MTTR). MTBF menunjukkan rentang waktu –
rata – rata berfungsinya komponen peralatan diantara dua kerusakan.
MTTR menunjukkan waktu rata – rata yang dibutuhkan untuk
memperbaiki peralatan dan mengembalikan pada kondisi operasi
19
semula bila kerusakan mesin terjadi. Ketersediaan didefinisikan
sebagai:
MTBF
MTTRMTBFA
−=
dimana A = ketersediaan, MTBF = waktu rata – rata diantara
kerusakan (jam) dan MTTR = waktu rata – rata untuk perbaikan (jam).
Ketersediaan bisaanya dinyatakan dengan persentase. Bila satu
komponen peralatan betul – betul baru (dan sedang ditelusuri) dan
kemudian bila mulai menua, maka ketersediaannya cenderung
menurun.
2.1.5 Waktu Tunggu Manufaktur (Manufacturing Lead Time)
(Mikell P. Groover. 2001, p55-57) Dalam lingkungan bisnis
modern yang kompetitif, kemampuan pabrik manufaktur menyerahkan
produk pada pelanggan dalam waktu yang paling singkat seringkali
memenangkan order. Waktu ini dikenal dengan nama waktu tunggu
manufaktur. Secara spesifik, kita mendifinisikan waktu tunggu
manufaktur (MLT: manufacturing lead time) adalah waktu total yang
dibutuhkan untuk pengerjaan part atau produk tertentu dalam pabrik.
Produksi umumnya terdiri dari serangkaian proses pengerjaan
tunggal dan penyimpanan, inspeksi dan aktivitas – aktivitas non
produktif lainnya. Karenanya aktivitas – aktivitas produksi dibagi
20
menjadi dua kategori utama, elemen operasi dan non operasi. Suatu
operasi adalah proses pengerjaan yang dikerjakan pada benda kerja
saat unit tersebut berada dalam mesin produksi. Elemen non operasi
meliputi penanganan, penyimpanan sementara, inspeksi dan sumber –
sumber penundaan saat unit tidak berada dalam mesin.
Untuk produksi massal jenis aliran garis (flow line),
keseluruhan lini produksi dipersiapkan terlebih dahulu. Juga waktu
non operasi diantara langkah pengerjaan mudahnya adalah waktu
pemindahan untuk memindahkan part atau produk dari satu stasiun
kerja ke stasiun berikutnya. Apabila semua stasiun kerja terintegrasi
sehingga semua stasiun mengerjakan secara berurutan benda kerjanya
sendiri, maka waktu untuk menyelesaikan semua operasi adalah waktu
yang dipakai oleh setiap unit untuk pengerjaan selama melewati
seluruh stasiun dalam lini produksi. Stasiun dengan waktu operasi
terpanjang menentukan langkah / kecepatan dari seluruh stasiun yang
ada.
2.1.6 Pekerjaan Dalam Proses (Work In Process)
(Mikell P. Groover. 2001, p57-58) Pekerjaan dalam proses
(work in process, WIP) adalah kuantitas part / produk yang sedang
berada di dalam pabrik baik yang sedang diproses maupun yang
berada diantara operasi pengerjaan. WIP adalah penyimpanan dimana
21
suatu keadaan material sedang diubah dari bahan baku menjadi produk
jadi. Ukuran yang tepat tentang WIP bisa didapat dari persamaan:
3 SH
)MLT)(PC(AUWIP =
dimana WIP = work in process dalam pabrik (bk), A = ketersediaan, U
= utilisasi, PC = kapasitas produksi dari fasilitas (bk/minggu), MLT =
waktu tunggu manufaktur (minggu), S = jumlah shift per minggu
(shift/minggu) dan H = jam/shift.
Work in process menyajikan investasi oleh pabrik tapi hal ini
tidak dapat diubah menjadi revenue sampai semua operasi pengerjaan
diselesaikan. Banyak perusahaan manufaktur menanggung biaya yang
besar karena pekerjaan tetap berada dalam proses di pabrik terlalu
lama.
2.1.7 Produk Process Matrix
(Chase, Jacobs, Aquilano, 2006, p 213) Hubungan antara
struktur proses dan kebutuhan volume dijelaskan pada Gambar 2.5.
Garis horizontal menunjukkan peningkatan volume, garis vertical
menunjukkan jenis produksi dan flows material. Karena Karena
evaluasi struktur proses seringkali berhubungan dengan produk life
cycle, produk process matrix akan sangat berguna untuk
menghubungkan antara marketing dan manufacturing strategies.
22
Gambar 2.5 Produk Process Matrix
2.2 Linear Programming
(Andy H. Taha. 1996, p89-92) Masalah keputusan yang biasa dihadapi
para analis adalah alokasi optimum sumber daya yang langka. Sumber daya
dapat berupa modal, tenaga kerja, bahan mentah, kapasitas mesin, waktu,
ruangan atau teknologi. Rugas analis adalah mencapai hasil terbaik yang
mungkin dengan keterbatasan sumber daya ini. Hasil yang diinginkan
mungkin ditunjukkan sebagai maksimasi dari beberapa ukuran seperti profit,
penjualan dan kesejahteraan, atau minimasi seperti biaya, waktu dan jarak.
23
Setelah masalah diidentifikasikan, tujuan diterapkan, langkah
selanjutnya adalah formulasi model matematik yang meliputi tiga tahap :
1. Menentukan variabel yang tak diketahui (variabel keputusan) dan
menyatakan dalam simbol matematik
2. Membentuk fungsi tujuan yang ditunjukkan sebagai suatu hubungan linier
(bukan perkalian) dari variabel keputusan
3. Menentukan semua kendala masalah tersebut dan mengekspresikan dalam
persamaan dan pertidaksamaan yang juga merupakan hubungan linier dari
variabel keputusan yang mencerminkan keterbatasan sumberdaya
masalah itu.
Pembentukan model bukanlah suatu ilmu pengetahuan tetapi lebih bersifat
seni dan akan menjadi dimengerti terutama karena praktek.
Pada setiap masalah, ditentukan variabel keputusan, fungsi tujuan, dan
sistem kendala, yang bersama-sama membentuk suatu model matematik dari
dunia nyata. Bentuk umum model LP itu adalah :
Maksimumkan (minimumkan) Z = c j x
j
Dengan syarat : a
ij x
j (≤ , = , ≥) b
i , untuk semua i (i = 1, 2, …m) semua x
j ≥ 0
Keterangan :
xj : banyaknya kegiatan j, dimana j = 1, 2, …n, yang berarti terdapat n variabel
keputusan
Z : nilai fungsi tujuan
24
cj : sumbangan per unit kegiatan j, untuk masalah maksimasi c
j menunjukkan
atau penerimaan per unit, sementara dalam kasus minimasi ia
menunjukkan biaya per unit.
bi : jumlah sumberdaya ke i (i = 1, 2, …m), berarti terdapat m jenis
sumberdaya.
xij
: banyaknya sumberdaya i yang dikonsumsi sumberdaya j.
2.3 Strategy Capacity management
(Mikell P. Groover. 2001, p53) Perubahan – perubahan yang dapat
dilakukan unbtuk menaikkan atau menurunkan kapasitas pabrik dalam kurun
waktu yang singkat adalah:
1. Ubah jumlah shift per minggunya (S). Contohnya: shift – shift pada hari
sabtu dapat dirancangkan untuk sementara meningkatkan kapasitas.
2. Ubah jumlah jam kerja per shift (H). Contohnya: overtime pada setiap shift
regular dapat dilakukan untuk meningkatkan kapasitas.
Untuk kurun waktu jangka menengah dan jangka panjang, perubahan
– perubahan berikut dapat dilakukan untuk meningkatkan kapasitas pabrik:
1. Tambah jumlah pusat pengerjaan n, di bengkel kerja. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan peralatan yang sebelumnya tidak terpakai
dan menyewa pekerja baru. Untuk tujuan jangka panjan, mesin baru bisa
saja diadakan.
25
2. Tingkatkan laju produksi R p dengan membuat perbaikan pada metode atau
teknologi proses yang dipakai.
3. Turunkan jumlah operasi n o yang dibutuhkan perbenda kerja dengan
menggunakan operasi yang dikombinasikan, operasi secara bersamaan,
atau mengintegrasikan pekerjaan.