bab 2 hak penentuan nasib sendiri - opac - universitas ... vi 633.8274... · bangsa pada prakteknya...

53
30 BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI (RIGHT OF SELF-DETERMINATION) 2.1. Hak Penentuan Nasib Sendiri (Right of Self-Determination) Dalam Perjanjian Internasional Dan Yurisprudensi International Court of Justice Hak penentuan nasib sendiri (right of self-determination) oleh suatu bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis di abad kedelapan belas. Hak ini berkembang sejalan dengan perkembangan politik dunia, permasalahan etnis, dan pemberontakan dari etnis-etnis di Amerika dan Eropa. 33 Pada faktanya, selama Perang Dunia I, konsep penentuan nasib sendiri menjadi instrumen penting dalam kelahiran suatu individual nation-state yang saat itu berjuang memisahkan diri dari Kerajaan Austro-Hungaria dan Kerajaan Utsmani. Meskipun demikian, hak penentuan nasib sendiri tidak pernah diakui sebagai suatu hak dalam praktek hukum internasional sampai diadopsinya hak ini dalam Piagam PBB Pasal 1 ayat (2) pada Juni 1945 dimana doktrin dari self- determination dikodifikasi, atau diberlakukan sebagai hukum internasional positif. Lima puluh tahun setelah pengadopsian Hak penentuan nasib sendiri dalam Piagam PBB, Mahkamah Internasional (ICJ) mengakui hak ini dalam kasus Timor Timur. ICJ menyatakan bahwa: “The principle of self-determination has been recognised by the United Nations Charter and in the jurisprudence of the Court … [and] is one of the essential principles of contemporary international law.” 34 Dalam perumusan definisi hak penentuan nasib sendiri (right of self- determination) para sarjana hukum internasional umumnya tidak memiliki perbedaan yang mendasar. Hak penentuan nasib sendiri (right of self- determination) dirumuskan: 33 Simpson, G.J., “The Diffusion of Sovereignty: Self -determination in the Post-colonial Age”, (32 Stanford Journal of International Law, 1996): 255 34 Case Concerning East Timor, ICJ Reports 1995. UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Upload: duongtuyen

Post on 13-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

30

BAB 2

HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI

(RIGHT OF SELF-DETERMINATION)

2.1. Hak Penentuan Nasib Sendiri (Right of Self-Determination) Dalam Perjanjian Internasional Dan Yurisprudensi International Court of Justice

Hak penentuan nasib sendiri (right of self-determination) oleh suatu

bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis di

abad kedelapan belas. Hak ini berkembang sejalan dengan perkembangan politik

dunia, permasalahan etnis, dan pemberontakan dari etnis-etnis di Amerika dan

Eropa.33 Pada faktanya, selama Perang Dunia I, konsep penentuan nasib sendiri

menjadi instrumen penting dalam kelahiran suatu individual nation-state yang

saat itu berjuang memisahkan diri dari Kerajaan Austro-Hungaria dan Kerajaan

Utsmani. Meskipun demikian, hak penentuan nasib sendiri tidak pernah diakui

sebagai suatu hak dalam praktek hukum internasional sampai diadopsinya hak ini

dalam Piagam PBB Pasal 1 ayat (2) pada Juni 1945 dimana doktrin dari self-

determination dikodifikasi, atau diberlakukan sebagai hukum internasional positif.

Lima puluh tahun setelah pengadopsian Hak penentuan nasib sendiri

dalam Piagam PBB, Mahkamah Internasional (ICJ) mengakui hak ini dalam kasus

Timor Timur. ICJ menyatakan bahwa:

“The principle of self-determination has been recognised by the United Nations Charter and in the jurisprudence of the Court … [and] is one of the essential principles of contemporary international law.”34

Dalam perumusan definisi hak penentuan nasib sendiri (right of self-

determination) para sarjana hukum internasional umumnya tidak memiliki

perbedaan yang mendasar. Hak penentuan nasib sendiri (right of self-

determination) dirumuskan:

33 Simpson, G.J., “The Diffusion of Sovereignty: Self -determination in the Post-colonial

Age”, (32 Stanford Journal of International Law, 1996): 255 34 Case Concerning East Timor, ICJ Reports 1995.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 2: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

31

1. Sebagai hak dari suatu bangsa dari suatu negara untuk menentukan bentuk

pemerintahannya sendiri atau disebut juga hak penentuan nasib sendiri

internal (right of internal self-determination).

2. Hak dari sekelompok orang atau bangsa untuk mendirikan sendiri suatu

negara yang merdeka atau disebut juga hak penentuan nasib sendiri

eksternal (right of external self-determination).35

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang hak penentuan nasib sendiri,

berikut adalah penjelasan tentang hak penentuan nasib sendiri dari beberapa

perjanjian internasional dan yurisprudensi Mahkamah Internasional;

2.1.1. Piagam PBB Meskipun Piagam PBB hanya sedikit memberikan pengaturan tentang

”self-determination,” akan tetapi Piagam PBB telah memberikan beberapa

doktrin mengenai hak penentuan nasib sendiri. Prinsip-prinsip mengenai

penentuan nasib sendiri dengan jelas disebutkan adalah pertama kali pada Pasal 1

ayat (2) dan kemudian pada Pasal 55 Piagam PBB.

Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa salah satu tujuan dari PBB adalah

untuk “membangun hubungan baik antara bangsa-bangsa berdasarkan kehormatan

untuk prinsip kesamaan hak dan penentuan nasib sendiri dari rakyat”.36 Pasal 55

mendorong PBB untuk meningkatkan standar kehidupan masyarakat dunia,

mencari solusi terhadap masalah kesehatan dan kebudayaan masyarakat dunia,

serta penghormatan universal terhadap Hak Asasi Manusia; “With a view to the

35 Lihat Sidik Suraputra, Hukum Internasional dan Berbagai Permasalahannya; Suatu Kumpulan Karangan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Diadit Media, 2006), hal. 192.

Dajena Kumbaro, The Kosovo Crisis in an International Law Perspective: Self-Determination, Territorial Integrity and The NATO Intervention, (NATO Office of Information and Press 2001), hal. 8.

Burak Cop and Dogan Eymirlioglu, The Right Of Self-Determination In International Law Towards The 40th Anniversary Of The Adoption Of ICCPR And ICESCR ( Galatasaray University Press,2005), hal.116.

Patricia Carley, Self Determination, Sovereignity,Territorial Integrity, and the Right to Secession,(Washington D.C, United States of Peace: 1996), hal.3.

36 UN Charter Art.1 (2); “To develop friendly relations among nations based on respect

for the principle of equal rights and self determination of peoples,….”

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 3: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

32

creation of conditions of stability and well-being which are necessary for peaceful

and friendly relations among nations based on respect for the principle of equal

rights and self determination of peoples....”

Pengaturan dari penentuan nasib sendiri dalam Pasal 1 ayat (2) dan Pasal

55 dari Piagam PBB kemudian dilengkapi oleh Bab XI tentang Deklarasi

Mengenai Wilayah-wilayah tidak Berpemerintahan Sendiri dan Bab XII tentang

Sistem Perwalian Internasional. Akan tetapi tidak satupun pasal dalam kedua Bab

ini memberikan penjelasan terperinci tentang self-determination. Pasal 73 dari

Bab XI dari Piagam PBB mendeskripsikan perkembangan dari pemerintahan-

sendiri dalam wilayah tidak berpemerintahan sendiri (non-self-governing

territories) sebagai “sacred trust”.

Lebih lanjut Pasal 76 dari Bab XII yang menjelaskan dasar tujuan dari

sistem perwalian (International Trusteeship System) yang antara lain adalah

mengusahakan kemajuan yang pesat wilayah di bawah perwalian menuju

pemerintahan sendiri atau kemerdekaan sesuai dengan keadaan masing-masing

wilayah beserta rakyatnya, dan juga dengan kehendak yang dinyatakan secara

bebas oleh rakyat yang bersangkutan. Dengan kata lain pasal ini mendorong

perkembangan daerah yang berada di bawah perwalian menjadi wilayah yang

berpemerintahan sendiri atau negara merdeka.

Kesimpulannya adalah Piagam PBB merupakan dasar dari hak penentuan

nasib sendiri. Piagam PBB yang pertama kali memasukkan ketentuan penentuan

nasib sendiri ke dalam hukum internasional positif. Dengan dimasukkannya

prinsip self determination dalam Pasal 1 ayat (2), maka pembentuk Piagam PBB

mengidentifikasikan self determination sebagai salah satu dari tujuan utama, atau

raisons d’être, dari organisasi PBB.37 Penentuan nasib sendiri dijalankan dalam

konteks untuk menciptakan hubungan baik antar negara-negara dengan

mengutakamakan kesamaan hak setiap bangsa di dunia. Piagam PBB dianggap

berkontribusi menyumbangkan prinsip bahwa ”kedamaian dunia” adalah tidak

mungkin terwujud tanpa self-determination.38

37 Antonio Cassese, Self-Determination of Peoples: A Legal Reappraisal, (Cambridge

University Press,1995), hal.38.

38 Kumbaro, op.cit., hal.10.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 4: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

33

Pengaturan Piagam PBB ini secara keseluruhan masih belum lengkap

dalam hal substansi dari self-determination. Penentuan nasib sendiri dalam

Piagam PBB hanya terkesan sebagai sebuah prinsip saja dan bukan merupakan

suatu hak yang dimiliki setiap bangsa di dunia. Piagam PBB tidak mengatur

bagaimana hak suatu bangsa yang belum merdeka bisa mendapatkan

kemerdekaannya.39Oleh karena itu mengenai penentuan nasib sendiri diatur lebih

lanjut dalam konvensi-konvensi yang lahir berikutnya.

2.1.2. The United Nations Covenants on Human Rights (“Covenant on Civil

and Political Rights 1966” dan”Covenant on Economic, Social and Cultural

Rights 1966” )

Kedua Kovenan memasukan pengaturan mengenai self-determination yang

memiliki kata-kata yang identik sama.

Interpretasi dari Pasal mengenai Self-Determination

Pasal 1 dari kedua Kovenan ini mengakui dan menetapkan isi dari hak

untuk menentukan nasib sendiri (self-determination) melalui pengaturan sebagai

berikut:

“1. All peoples have the right of self-determination. By virtue of

that right they freely determine their political status and freely

pursue their economic, social and cultural development.

2. All peoples may, for their own ends, freely dispose of their

natural wealth and resources without prejudice to any obligations

arising out of international economic co-operation, based upon the

principle of mutual benefit, and international law. In no case may

a people be deprived of its own means of subsistence.

3. The State Parties to the present Covenant, including those

having responsibility for the administration of Non-Self-Governing

and Trust Territories, shall promote the realization of the right of

39 Thornberry, P., The Democratic or Internal Aspect of Self-determination, dalam

Tomuscat, C. (ed.), Modern Law of Self-Determination (Martinus Nijhoff Publishers, 1993), hal. 108.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 5: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

34

self-determination, and shall respect that right, in conformity with

the provisions of the Charter of the United Nations.”

Penjelasan dari Pasal 1 yang cukup kompleks ini telah dijelaskan oleh

Komite Hak Asasi Manusia pada sesi ke-21 dari General Comment ke-12.40 Self

Determination didefinisikan sebagai “essential condition” untuk jaminan terhadap

Hak Asasi Manusia serta untuk kemajuan dan peningkatan hak asasi manusia

tersebut.41 Penentuan nasib sendiri ditempatkan terpisah dan di depan sebelum

hak-hak lainnya dalam Kovenan.42 Lebih lanjut lagi, self-determination

didefinisikan sebagai hak yang tak dapat dicabut dari semua bangsa dan

mengandung kewajiban timbal balik dimana implementasi dari hak ini tidak dapat

dipisahkan dengan pengaturan hukum internasional lainnya.43

Sifat dari hak penentuan nasib sendiri dalam kedua Kovenan ini adalah

universal. Kalimat dalam klausul pertama dari Pasal 1 ayat (1) dimana semua

bangsa mempunyai hak penentuan nasib sendiri menegaskan sifat universalitas

dari hak tersebut.44 General Comment yang dikeluarkan oleh Komite HAM

mendukung asumsi fundamental pada Pasal 1 ini sebagai berikut:

“...it imposes specific obligations on State Parties, not only in relation to their own peoples but vis-à-vis all peoples, which have not been able to exercise or have been deprived of the possibility of their right to self-determination.”

Menurut Pasal 1 ayat 1 dari Kovenan, semua orang telah diberikan

kebebasan untuk menentukan status politik, perkembangan ekonomi, sosial dan

kebudayaan. Dengan kata lain, setiap bangsa adalah bebas untuk membangun

institusi politik, membangun sumber daya ekonominya, dan untuk mengatur

perubahan sosio-kulturalnya sendiri, tanpa ada intervensi dari bangsa lain.

Meskipun demikian banyak usulan dari sarjana hukum internasional bahwa hak

40 UN DOC. CCPR/C/21/Add.3. 41 Ibid, paragraf 1.

42 Ibid.

43 Ibid., paragraf 2.

44 Thornberry, op.cit., hal.867

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 6: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

35

suatu bangsa untuk menentukan “status politik” harus dimasukkan dalam suatu

pasal tersendiri di dalam Covenant on the Civil and Political Rights, dan serupa

dengan itu, hak untuk menentukan status ekonomi, sosial dan kebudayaan juga

harus dimasukkan dalam pasal tersendiri di dalam Covenant on Economic, Social,

and Cultural Rights.45 Suatu bangsa atau negara yang tidak dapat menentukan

sendiri status politiknya juga tidak dapat menentukan hak ekonomi, sosial dan

kebudayaannya sendiri, dan sebaliknya.

Pemilihan kata ”freely” dalam pasal 1 ayat (1) kedua kovenan ini

bermakna ganda.46 Pertama, Pasal 1(1) menghendaki suatu bangsa memilih

legislator dan pemimpin mereka sendiri bebas dari praktek manipulasi ataupun

pengaruh tekanan dari otoritas yang berkuasa. Dengan kata lain, aspek kolektif

dari hak penentuan nasib sendiri ini merepresentasikan kesatuan komponen dari

hak individual. Ketika setiap individu memiliki hak individual, contoh; hak

kebebasan berekspresi (Pasal 19), hak untuk kebebasan berserikat (Pasal 22), hak

untuk memilih (Pasal 25b), hak untuk mengambil bagian dalam kegiatan publik

langsung atau melalui pemilihan perwakilan secara bebas (Pasal 25a), maka suatu

bangsa secara keseluruhan (gabungan dari individu-individu) mempunyai hak

dalam hak penentuan nasib sendiri internal.47

Arti kedua dari kata ”freely” dalam Pasal 1 ayat (1) adalah tidak setegas

dibandingkan dengan yang pertama. Pasal ini menghendaki institusi politik suatu

Negara untuk bebas dari pengaruh luar. Pasal ini melarang suatu Negara untuk

mencampuri urusan negara perserta lain yang dapat memeberikan tekanan atau

pengaruh serius terhadap hak dari Negara untuk menentukan status politik,

ekonomi, sosial dan kebudayaannya sendiri.48

Hak atas kekayaan alam dan sumber daya alam adalah elemen berikutnya

dari hak penentuan nasib sendiri. Menurut Pasal 1 ayat (2) termasuk di dalam

prinsip hak penentuan nasib sendiri adalah prinsip dimana suatu bangsa haruslah

45 Kumbaro, op,cit.,hal. 13. 46 Cassesse,op.cit., hal.52

47 Kolodner, E., “Population Transfer: The Effects of Settler Infusion Policies on a Host

Population’s Right to Self-determination”, (27 New York University Journal of International Law and Politics 159,1994) : 179

48 Cassesse, op.cit, hal.53

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 7: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

36

menjadi pemilik atas kekayaan dan sumber daya alamnya sendiri. Maksud dari

pengaturan dalam pasal ini adalah. Pertama, semua bangsa-bangsa di dunia, baik

mereka yang hidup dalam wilayah tidak berpemerintahan sendiri (non-self-

governing territory) ataupun dalam sebuah Negara merdeka, memiliki hak untuk

mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan alam mereka sendiri tanpa bangsa

mereka sendiri tereksploitasi secara politik.49

Kedua, hak dari suatu bangsa untuk memanfaatkan sumber daya alam juga

harus memperhatikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari

kerjasama ekonomi internasional yang telah negara mereka lakukan. Pengaturan

dalam pasal ini tidak bermaksud untuk menakut-nakuti investor asing yang akan

berinvestasi di bidang eksplorasi sumber daya alam, karena suatu saat negara

penerima investasi bisa saja melakukan ekspropriasi atau konfiskasi. Kedua

kovenan ini bermaksud untuk membatasi eksploitasi asing yang dapat merugikan

populasi lokal secara ekonomis. Tujuan dibalik kedua pengaturan ini tetap

menekankan pada keharusan dimusnahkannya konsep dan prinsip kolonialisme,

baik penjajahan secara ekonomi maupun politik, dari muka bumi.50

Menurut Pasal 1 ayat (3), semua Negara Anggota, termasuk negara yang

mempunyai kewajiban administrasi dari wilayah yang tidak berpemerintahan

sendiri (Non-self-governing territory) dan wilayah perwalian menjalankan dua

buah kewajiban: a) untuk mempromosikan perwujudan dari hak penentuan nasib

sendiri di dalam wilayah kedaulatannya, dan b) untuk menghormati

perkembangan dari hak tersebut di Negara-negara lain.51

Kedua Kovenan ini menandakan fase berikutnya dari kemajuan hukum

internasional tentang konsep right of self-determination dari kewajiban hukum

dalam konteks dekolonialisasi, menuju self-determination sebagai bagian tak

terpisahkan dari Hak Asasi Manusia, dengan dua resolusi dari Majelis Umum

49 Yoram Dinstein, “Collective Human Rights of Peoples and Minorities” ,(25

International and Comparative. Law Quarterly,1976): 111. 50 Ibid. 51 Kumbaro, op.cit, hal.16

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 8: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

37

PBB52, sebagai jembatan. Para pembuat Kovenan membebankan negara anggota

sebuah tugas untuk mengimplementasikan kewajiban penyelarasan dengan

Piagam PBB. Hal tersebut tidak hanya untuk pengaturan tentang prinsip

penentuan nasib sendiri dalam Pasal 1, pasal-pasal dalam Bab XI dan XII, akan

tetapi juga terhadap Piagam PBB secara keseluruhan.

2.1.3. Declaration on the Granting of Independence to Colonial Countries

and Peoples 1960

Evolusi dari hak penentuan nasib sendiri dalam hukum internasional

mencapai puncak dengan diadopsinya hak ini ke dalam Resolusi Majelis Umum

PBB nomor 1514 pada 14 Desember 1960 atau yang lebih dikenal dengan judul

Declaration on the Granting of Independence to Colonial Countries and Peoples.

Deklarasi ini diposisikan sebagai interpretasi dari Piagam PBB dan

pengimplementasian hak penentuan nasib sendiri sebagai dasar perjuangan

kemerdekaan suatu bangsa hanya dalam konteks penjajahan atau kolonial bukan

untuk upaya separatisme.53

Pertimbangan bahwa penggunaan hak penentuan nasib sendiri hanya

digunakan sebagai dasar perjuangan kemerdekaan untuk bangsa terjajah dan

bukan untuk upaya separatisme tersebut dinyatakan dengan bijak dalam

pertimbangan deklarasi ini dengan kalimat “the necessity of bringing to a speedy

and unconditional end colonialism in all its forms and manifestations.”

Dalam poin kedua dari isi deklarasi ini ditegaskan bahwa setiap bangsa

memiliki hak penentuan nasib sendiri dengan kalimat;”All peoples have the right

to self-determination. By virtue of that right they freely determine their political

status and freely pursue their economic, social and cultural development.”

Deklarasi ini dianggap sangat penting oleh banyak bangsa-bangsa di Asia dan

52 Resolusi Majelis Umum PBB No.1514 (XV) atau yang lebih dikenal dengan nama the

Declaration on Granting Independence to Colonial Countries and Peoples dan Resolusi Majelis Umum PBB No.1541 (XV)

53 Thornberry, op.cit., hal.874

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 9: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

38

Afrika yang pada saat itu sedang berjuang meraih kemerdekaannya dari negara-

negara kolonial.54

2.1.4. The Declaration on Friendly Relations 1970

Empat tahun setelah pengadopsian Covenant on Human Rights, self-

determination muncul dalam Resolusi Majelis Umum PBB No.2625 (XXV) pada

tanggal 24 Oktober 1970 dengan nama Declaration on Principles of International

Law concerning Friendly Relations and Co-operation among States in

accordance with the Charter (Declaration on Friendly Relations).

Proses untuk mencapai persetujuan perumusan yang tepat mengenai self-

determination untuk dimasukan ke dalam deklarasi ini tidaklah mudah. Dalam

proses awal, terdapat perbedaan pendapat antara siapa yang berhak yang

menerima hak penentuan nasib sendiri dan apakah Negara berkewajiban untuk

memberikan hak ini terhadap bangsa-bangsa yang berada di wilayah negara

tersebut. Serta perbedaan pendapat mengenai dasar hukum dari hak penentuan

nasib sediri yang terdapat dalam deklarasi ini.55

Di dalam Deklarasi ini disebutkan bahwa;

1. Suatu bangsa dibawah kolonial atau dominasi asing mempunyai hak untuk

menentukan nasib sendiri (self-determination), seperti untuk mendapatkan

status atas negara berdaulat atau untuk status politik lain yang dengan bebas

ditentukan oleh mereka sendiri; dan

2. Suatu bangsa dibawah rezim yang rasis mempunyai hak untuk menentukan

nasib sendiri baik internal self-determination maupun external self-

determination dengan mendapat hak atas pemerintahan sendiri ataupun

berpisah dari negara yang rasis tersebut. 56

54 Rosenstock, “The Declaration on Principles of International Law”, (65 American.

Journal of International Law, 1971): 732. 55 Ibid, hal.730.

56 Antonio Cassesse, The Helsinki Declaration and Self-determination, dalam Burgenthal,

T., (ed.) (Human Rights International Law and The Helsinki Accord,1977), hal.92

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 10: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

39

Sejumlah otoritas hukum internasional menegaskan bahwa hak penentuan

nasib sendiri dapat menjadi alas hak untuk pemisahan unilateral berdasarkan pada

interpretasi dari paragraf 7 dalam deklarasi ini yang sering disebut sebagai

“saving clause”, sebagai berikut:

“Nothing in the foregoing paragraphs shall be construed as authorizing or encouraging any action which would dismember or impair, totally or in part, the territorial integrity or political unity of sovereign and independent states conducting themselves in compliance with the principle of self-determination and thus possessed of a government representing the whole people belonging to the territory without distinction as to race creed or color.

Every state shall refrain from any action aimed at the partial or total disruption of the national unity and territorial integrity of any other State or country.”

Dasar pemikiran dari “saving clause” ini adalah bahwa ketika suatu

bangsa dihalangi oleh pemerintahan yang berkuasa dalam menikmati hak

penentuan nasib sendiri, maka sebagai jalan terakhir yang diperbolehkan dalam

hukum internasional adalah melalui upaya melepaskan diri dari Negara tersebut.57

Akan tetapi harus ditegaskan bahwa pelepasan diri yang dimaksud dalam “saving

clause” ini merujuk pada aplikasinya yang hanya untuk bangsa-bangsa yang

hidup dalam rezim rasis, atau di bawah kolonial maupun okupasi asing dan bukan

sebagai dasar pembenar terhadap upaya separatisme dari negara yang berdaulat. 58

2.1.5. The Helsinki Final Act

Keputusan akhir dari Conference on Security and Co-operation in Europe

(the Helsinki Final Act) yang pada tanggal 1 Agustus 1975, menghasilkan deklarasi

yang bernama Declaration on the Principles Concerning Mutual Relations of the

Participating States, dan dalam Prinsip VII dari deklarasi ini terdapat sebuah

57 Rosenstock, op.cit 58Kumbaro,op.cit., hal 19.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 11: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

40

referensi yang tegas mengenai internal dan eksternal self-determination, sebagai

berikut :

“By virtue of the principle of equal rights and self-determination of

peoples, all peoples have the right in full freedom, to determine, when

and as they wish, their internal and external political status, without

external political interference, and to pursue as they wish their political,

economic, social and cultural development.”

Perumusan ini bermaksud untuk menerangkan bahwa hak penentuan nasib

sendiri merupakan hak berkelanjutan (continuing right), bukan hak sekali pakai

yang digunakan oleh suatu bangsa hanya pada saat merebut kemerdekaan. Prinsip

VII ini memfokuskan terhadap pengeturan mengenai internal self-determination

dan komitmen terhadap sifat berkelanjutan dari hak penentuan nasib sendiri.

Menurut interpretasi yang diberikan oleh Prinsip VII ini, hak penentuan nasib

sendiri tidak merujuk kepada suatu suku bangsa minoritas tertentu saja, tapi

kepada suatu kumpulan penduduk yang secara nyata-nyata berdiam dan menjadi

populasi dari sebuah negara yang berdaulat.59

The Helsinki Final Act yang disetujui oleh 35 negara ini mewujudkan

pemikiran bahwa penentuan hak nasib sendiri merupakan hak permanen dari

setiap bangsa untuk memilih status sosial baru atau rezim politik yang sesuai

dengan struktur sosial dan kehendak dari masing-masing bangsa. Dimana

kehendak tersebut kemudian dapat direfleksikan dalam kebijakan-kebijakan yang

diambil oleh pemerintahan yang berdaulat, sesuai dengan sifat berkelanjutan dari

hak penentuan nasib sendiri yang tidak hanya berhenti setelah kemerdekaan

berhasil diraih.60

59 Antonio Cassese, Political Self-determination – Old Concepts, New Developments,

(UN Law Fundamental Rights, 1979) hal. 151. 60 Salmon.J., Internal Aspects of the right to Self-determination, dalam Tomuschat,

op.cit., hal.268-269

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 12: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

41

2.1.6. Charter of Paris

Charter of Paris (Piagam Paris) yang ditandatangani pada November 1990

melalui pertemuan Conference on Security and Co-operation in Europe (CSCE),

mempersempit perumusan dari hak penentuan nasib sendiri dan membatasi isinya.

Piagam Paris menegaskan sekali lagi persamaan hak dari setiap bangsa dan hak

mereka untuk menentukan nasib sendiri sesuai dengan Piagam PBB dan norma

hukum internasional yang relevan lainnya.

Dalam Piagam ini, pengaturan mengenai penentuan nasib sendiri

dimasukan dalam Bab mengenai “Friendly Relations among Participating States”

dan bukan dalam Bab tentang “Human Dimension” yang merupakan salah satu

perwujudan komitmen paling penting bagi anggota CSCE dalam

pengimplementasian HAM. Bab mengenai Human Dimension dari Piagam ini

seperti halnya Helsinki Act, memberi perhatian khusus mengenai hak bagi kaum

minoritas, yang tidak termasuk dalam definisi dari penentuan nasib sendiri.61

2.1.7. The Vienna Declaration 1993 (Deklarasi Wina)

The Vienna Declaration and Program of Action yang disetujui pada tahun

1993 oleh UN Conference on Human Rights, mengkonfirmasi ulang dalam

hubungannya dengan bagian Pasal 1 dari Kovenan PBB tentang HAM. Seperti

halnya aturan dalam hukum internasional lainnya mengenai hak penentuan nasib

sendiri, dalam Deklarasi Wina, setelah mengakui hak penentuan nasib sendiri suatu

bangsa untuk menentukan status politik, ekonomi, sosial dan kebudayaannya

sendiri, hal yang harus diingat adalah hak tersebut tidak dapat dijadikan sebagai

dasar pembenar terhadap aksi-aksi separatis yang dapat memecah atau merusak,

keseluruhan atau sebagian keutuhan wilayah dari sebuah negara yang berdaulat.62

61 Kumbaro, op.cit., hal.21

62 Carley, op.cit., hal.11

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 13: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

42

2.1.8. Yurisprudensi Mahkamah Internasional (International Court of

Justice)

Mahkamah Internasional telah mengakui prinsip dari penentuan nasib

sendiri dalam sejumlah kasus terutama dalam konteks dekolonialisasi. Dalam

Advisory Opinion terkait masalah Namibia, hak penentuan nasib sendiri

sebagaimana dimaksudkan oleh PBB diakui;

“the subsequent development of international law in regard to non-self governing territories, as enshrined in the Charter of the United nations, made the principle of self-determination applicable to all of them”63

ICJ kemudian juga berusaha untuk meperluas interpretasi yang sudah ada

dari hak penentuan nasib sendiri serta memperhatikan pengaruh dari hak tersebut

dalam Advisory Opinion mereka mengenai Sahara Barat. Merujuk kepada Resolusi

Majelis Umum PBB No.1514 (XV), ICJ berpendapat bahwa:

“The above provisions, in particular paragraph 2 [defining self-determination] requires a free and genuine expression on the will of the peoples concerned.”64

Kemudian jelas terlihat dari tulisan berikutnya dalam Advisory Opinion

ini bahwa hak penentuan nasib sendiri harus selalu berasal dari kebebasan

berekspresi dan kehendak suatu bangsa;

“ …the need to pay regard to the freely expressed will of the peoples,…”65

Akan tetapi interpretasi yang diberikan oleh ICJ ini sangatlah minim dan

tidak jelas. Interpretasi dari dua Advisory Opinion tersebut lebih terlihat sebagai

sebuah pemberi semangat dan dorongan dalam penggunaan prinsip penentuan

nasib sendiri daripada sebagai sebuah standar umum terhadap pemakaian hak

63 Legal Consequences for States of the Continued Presence of South Africa in Namibia

(South West Africa) notwithstanding Security Council Resolution 276 (1970), Advisory Opinion, ICJ Reports 1971, hal.16 paragraf 52.

64 Western Sahara Advisory Opinion, ICJ Reports 1975, paragraf 55. 65 Ibid, Paragraf 59

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 14: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

43

penentuan nasib sendiri terhadap bangsa-bangsa terjajah yang berjuang meraih

kemerdekaan pada tahun 1960an saat itu.66

Yang terbaru, sebagai telah disebutkan di awal pembahasan, hak

penentuan nasib sendiri kembali diakui oleh ICJ dalam kasus menyangkut Timor

Timur, ICJ berpendapat bahwa penentuan nasib sendiri merupakan salah satu dari

prinsip esensial dari Hukum Internasional saat ini.

2.2. Aspek-Aspek Yang Terkandung Dalam Hak Penentuan Nasib Sendiri

Setelah mengetahui tempat hak penentuan nasib sendiri dalam perjanjian

internasional dan yurisprudensi Mahkamah Internasional, hal berikutnya yang

harus diketahui adalah aspek-aspek yang terkandung dalam hak penentuan nasib

sendiri. Bentuk pertama dari hak penentuan nasib sendiri adalah Right of Internal

Self-Determination. Sumber Hukum Internasional yang diakui membenarkan

bahwa hak suatu bangsa untuk menentukan nasib sendiri melalui internal self-

determination merupakan upaya suatu bangsa untuk mendapatkan pengakuan

status politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan dalam kerangka satu kesatuan

negara yang berdaulat. Dimana aspek-aspek politik, ekonomi, sosial dan

kebudayaan tersebut dalam hak penentuan nasib sendiri saling berhubungan dan

saling ketergantungan satu sama lainnya. Saling ketergantungan setiap aspek

tersebut dapat dilihat melalui pengakuan penuh dan implementasi dari masing-

masing aspek tersebut.

• Aspek Politik menunjukan sebuah pemikiran bahwa termasuk di dalam hak

penentuan nasib sendiri adalah kemampuan dari suatu kelompok orang

untuk menentukan secara kolektif, nasib politiknya melalui cara-cara yang

demokratis.67 Definisi dari penentuan nasib sendiri termasuk kepada hak

suatu bangsa yang terorganisir dalam suatu wilayah yang tetap untuk

menentukan nasib politiknya dalam cara demokratis, atau hak dari suatu

bangsa yang hidup dalam negara yang merdeka dan berdaulat untuk bebas

66 Cassese.,op.cit. , hal.89

67 Franck, T.M., “The Emerging Right to Democratic Governance”, (86 American

Journal of International Law, 1992): 52

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 15: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

44

memilih pemerintahannya, untuk mengangkat institusi perwakilan dan

untuk secara periodik memilih perwakilannya dengan prinsip kebebasan

dan kemerdekaan untuk memilih kandidat ataupun partai politik yang

ada.68

• Aspek ekonomi dari hak penentuan nasib sendiri pertama kali

dimanifestasikan, dalam bentuk hak bagi semua bangsa untuk menentukan

sistem ekonomi sendiri dalam rezim pemerintahan yang berkuasa dengan

semangat kemerdekaan dan kedaulatan. Lebih jauh, dari sudut pandang

ekonomi, hak tersebut juga termasuk penggunaan secara permanen oleh

suatu bangsa kedaulatan atas pemanfaatan sumber daya alam, dan

melindungi wilayah mereka dari kegiatan-kegiatan eksploitasi oleh

perusahaan multinasional yang dapat merugikan secara ekonomis suku

bangsa asli yang mendiami wilayah tersebut. Bagaimanapun juga,

penghormatan terhadap prinsip kedaulatan harus tetap dapat memberikan

jaminan terhadap investasi asing.69

• Aspek sosial mengandung arti bahwa setiap bangsa di dunia mempunyai

hak untuk memilih dan menentukan sistem sosial di wilayah mereka

berdiam. Aspek ini terutama berkaitan dengan tegaknya keadilan sosial,

dimana semua bangsa memilikinya, dan lebih luas lagi, termasuk

kepemilikan efektif atas hak sosial masing-masing bangsa tanpa adanya

diskriminasi.70

• Aspek budaya berhubungan dengan pembentukan adat-istiadat dan

kebudayaan masing-masing bangsa, yang merupakan elemen sangat

penting dari hak penentuan nasib sendiri. Hal tersebut termasuk pengakuan

akan hak untuk memperoleh, menikmati dan menurunkan warisan

68 Eide, A., “Minority situations: In search for peaceful and Constructive Solution”, (66

Notre Dame Law Review, 1991) : 1335 69 Kumbaro, op.cit., hal.24 70 Report of the Subcommission on Prevention of Discrimination and Protection of

Minorities on its twenty-sixth session, E/CN.4/1128, paragraf 28

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 16: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

45

kebudayaan, serta penegasan akan hak bagi semua orang untuk

memperoleh pendidikan.71

Bentuk berikutnya dari Right of Self-Determination adalah Right of

External Self-Determination. Hak penentuan nasib sendiri secara eksternal ini

timbul dalam kasus-kasus yang ekstrim dan ditetapkan dalam keadaan-keadaan

tertentu (umumnya dalam konteks dekolonisasi). External self-determination ini

telah ditentukan bentuknya dalam Declaration on Friendly Relations , yaitu :

”the establishment of a sovereign and independent State, the free association or integration with an independent State or the emergence into any other political status freely determined by a people constitute modes of implementing the right to self-determination by that people.”

2.3. Pemegang Hak Penentuan Nasib Sendiri

Instrumen hukum internasional menerangkan bahwa hak penentuan nasib

sendiri dimiliki oleh ”peoples.” Disamping berarti sekumpulan orang dalam

jumlah yang besar, tidak ada arti yang tepat untuk mendefinisikan istilah

“peoples” ini. Istilah ”peoples” bisa saja berarti semua orang yang ada pada

sebuah Negara berdaulat, atau bisa saja didefinisikan sebagai sekelompok orang

yang pengelompokannya dapat berdasarkan ras, etnis, atau bahkan agama.

Dalam Black’s Law Dictionary, istilah “people” didefinisikan;

“A nation on in its collective and political capacity. The aggregate or mass of the individuals who constitute the state. In a more restricted sense, and as generally used in constitutional law, the entire body of those citizns of a state or nation who are invested with political power for political purposes.”

Keputusan Mahkamah Agung Kanada dalam kasus pelepasan Quebec

mencoba untuk memastikan pengertian dari istilah “people” (dalam bentuk

tunggal) untuk penggunaannya dalam hak penentuan nasib sendiri sebagai

berikut:

71 Ibid

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 17: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

46

“ It is clear that a “people” may include only a portion of the population of an existing state. The right to self-determination has developed largely as a human right, and is generally used in documents that simultaneously contain references to ‘nation’ and ‘state’. The juxtaposition of these terms is indicative that the reference to “people” does not necessarily mean the entirety of a state’s population.”72

Walaupun Mahkamah Agung Kanada dalam keputusannya tersebut tidak

memberikan definisi mengenai istilah “people”, Mahkamah tersebut dengan

wewenangnya menegaskan bahwa “people” dapat merujuk kepada kelompok-

kelompok individual tertentu saja dalam suatu negara dan bukan keseluruhan

penduduk dari suatu negara. Mahkamah Agung Kanada tersebut menyampaikan

alasan dari pernyataan mereka sebagai berikut:

“To restrict the definition of the term to the population of existing states would render the granting of a right to self-determination largely duplicative, given the parallel emphasis within the majority of the source documents on the need to protect the territorial integrity of the existing states, and would frustrate its remedial purpose.”73

Usaha untuk memberikan definisi atas istilah “people” atau “peoples”

sudah muncul sejak proses pembentukan Piagam PBB. Pemegang penentuan

nasib sendiri dalam Piagam PBB merujuk ke “peoples”.” Sekretariat PBB, dalam

upaya untuk menginterpretasi istilah “nation” dan “peoples”, menyarankan

sebagai berikut;

“...’nations’ is used in the sense of all political entities, States and non-States, whereas ‘peoples’ refers to groups of human beings who may, or may not, comprise States or nations.”74

Usaha selanjutnya untuk mendefinisikan arti dari kata “people” muncul

dalam proses pembentukan Covenants on Human Rights 1966 (terdiri atas dua

72 Decision of the Supreme Court of Canada Concerning Certain Questions Relating to

the Secession of Quebec from Canada, tanggal 30 September 1996, paragraf 124 73 Ibid.

74 UNCIO DOCS, Vol.XVIII, hal.657-658.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 18: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

47

Kovenan yaitu Covenant on Civil and Political Rights 1966 dan Covenant on

Economic, Social and Cultural Rights 1966), dimana dalam kedua kovenan ini

hak penentuan nasib sendiri merujuk kepada istilah ”all peoples”. Untuk istilah

ini, panitia pembentuk Kovenan menyarankan bahwa arti kata tersebut adalah :

1. peoples in all countries and territories, whether independent, trust or non-

self-governing,

2. large compact groups

3. ethnic, religious or linguistic minorities

4. racial units inhabiting well-defined territories75

Tentu saja, sangat sulit untuk mendefiniskan istilah “people.” Istilah ini

harus bisa dilihat dari dua dasar pembentuknya, yaitu dasar obyektif dan dasar

subyektif. Dasar obyektif dari istilah ”people” adalah bahwa keberadaan suatu

kelompok entitas pasti dihubungkan berdasarkan kesamaan sejarah. Sekelompok

orang tertentu yang tidak memiliki kesamaan tradisi tidak dapat dikategorikan

sebagai ”people”. Ada pula dasar subyektif, dimana dasar pembentuk ”people”

tidak cukup hanya berdasarkan fakta keetnisan ataupun sejarah, tetapi juga

berdasarkan kesamaan semangat, jiwa dan watak dari suku bangsa-suku bangsa

yang ada di sebuah negara.

Tampak nyata bahwa telah banyak dilakukan bermacam-macam upaya untuk

meleburkan dan menyelaraskan bermacam-macam definisi dari terminologi

”peoples” atau ”people” ini. Suatu bangsa bisa lahir atas kesadaran diri dari

sekelompok orang yang mempunyai persamaan rasial, kebudayaan atau

karakteristik sejarah yang membedakan kelompok ini dari bangsa yang lain.

Lebih jauh lagi, sebagaimana disoroti oleh negara-negara peserta Covenant

on Civil and Political Rights 1966 dalam laporan mereka kepada Human Rights

Committee, syarat lainnya agar suatu suku bangsa berhak untuk mengklaim hak

mereka atas penentuan nasib sendiri adalah dengan menunjukkan hubungan

mereka yang erat dan sudah berlangsung lama dengan wilayah kediaman mereka

75 Bossuyt, M.J., Guide to the “Travaux Prepatoires” of the International Covenant on

Civil and Political Rights, (Martinus Nijhoff Publishers,1987) hal.32.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 19: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

48

sendiri.76 Implikasi praktis dari persayaratan ini adalah bahwa tidak mungkin

muncul hak penentuan nasib sendiri oleh suatu bangsa tanpa bangsa tersebut

memiliki tempat kediaman yang jelas (wilayah) dimana mereka bisa mengklaim

dan menikmati hak tersebut.

2.4. Hak Untuk Melepaskan Diri ( Right of External Self-Determination) Dan

Kewajiban Menghormati Keutuhan Wilayah Sebuah Negara

Dalam konteks pembahasan kemerdekaan negara Kosovo, maka yang

akan ditelaah lebih jauh adalah mengenai upaya suatu bangsa untuk melepaskan

diri (external self-determination) dari suatu Negara yang berdaulat. Karena

internal self-detrmination right lebih ke upaya upaya suatu bangsa untuk

mendapatkan pengakuan status politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan dalam

kerangka satu kesatuan negara yang berdaulat dan bukan bertujuan untuk

mendirikan negara baru dengan jalan pemisahan diri.

Walaupun hukum internasional tidak secara spesifik memberikan hak

kepada suatu bangsa untuk memisahkan diri dari Negara asal yang berdaulat dan

harus dihormati keutuhan wilayahnya, hukum internasional juga tidak

menyangkal secara tegas akan keberadaan hak tersebut.77 Hukum internasional

selain melindungi dan menghormati keutuhan wilayah suatu Negara, secara

bersamaan juga memberikan ”keleluasaan” untuk lahirnya negara-negara baru.

Fakta yang tidak terbantahkan saat ini adalah pemisahan diri merupakan salah

satu wujud dari pelaksanaan hak penentuan nasib sendiri. Dan banyak negara-

negara baru lahir dengan berdasarkan kepada hak ini.78

76 Third Periodic Report of France to the Human Rights Committee, 15 Mei 1997,

Fourth Periodic Report of the Russian Federation to the Human Rights Committee, 22 Februari 1995, dan Initial report of the United States of America to the Human Rights Committee, 24 Agustus 1994.

77 Decision of the Supreme Court of Canada Concerning Certain Questions Relating to

the Secession of Quebec from Canada, tanggal 30 September 1996,paragraf 112

78 Thornberry, P.,”Self-Determination, Minorities, Human Rights,: A Review of International Instruments”, (38 International and Comparative Law Quarterly, 1989): 98.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 20: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

49

Tidak bisa dibantah bahwa hak untuk melepaskan diri dengan kedok

bermacam-macam nama merupakan sebuah pengecualian terhadap prinsip

keutuhan wilayah. Akan tetapi yang perlu ditekankan adalah prinsip keutuhan dan

kedaulatan wilayah sebuah negara juga merupakan sesuatu yang tidak bisa

dikesampingkan begitu saja. Prinsip kedaulatan dan keutuhan wilayah negara

selalu menjadi konsiderans utama dalam penyusunan setiap Konvensi

Internasional. Oleh karena itu, Hak penentuan nasib sendiri tidak dapat dijadikan

sebagai dasar pembenar terhadap aksi-aksi separatis yang dapat memecah atau

merusak, keseluruhan atau sebagian keutuhan wilayah dari sebuah negara yang

berdaulat.79

Menurut Mahkamah Agung Kanada, hak penentuan nasib sendiri tidaklah

dapat dibenarkan jika pemerintah yang berkuasa dari suatu negara yang berdaulat

benar-benar mencerminkan aspirasi dari rakyat penduduknya dalam setiap

kebijakan yang dikeluarkan serta memerintah secara adil dan tidak diskriminatif.

Jika suatu negara memenuhi kriteria-kriteria tersebut maka keutuhan wilayah dan

kedaulatan negara tersebut harus dihormati dan tidak dapat diganggu gugat.80

Telah disebutkan sebelumnya, bahwa hak untuk memisahkan diri bisa

muncul dalam keadaan-keadaan khusus tertentu, selain dalam konteks

dekolonisasi. Yaitu, ketika suatu bangsa dihalangi haknya oleh pemerintahan yang

berkuasa dalam menikmati internal self-determination right (untuk mendapatkan

status politik,ekonomi, sosial dan budaya), maka sebagai jalan terakhir yang

diperbolehkan dalam hukum internasonal adalah melalui upaya melepaskan diri

dari Negara tersebut (external self-determination right).

Sebagaimana Mahkamah Agung Kanada menegaskan dalam kasus

Quebec:

“The international law right to self-determination generates at best, a right to self determination...where a people is

79 Cassesse, op.cit., hal.222 80 Decision of the Supreme Court of Canada Concerning Certain Questions Relating to

the Secession of Quebec from Canada, tanggal 30 September 1996, paragraf 130.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 21: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

50

oppressed... or where a definable group is denied meaningful access to government to pursue their political, economic, social and cultural development. In all three situations, the people in question are entitled to the right to external self-determination because they have been denied the ability to exert internally their right to self-determination”.81

Pada faktanya terdapat beberapa bukti dimana hukum kebiasaan

internasional mendukung hak untuk pelepasan diri. Hal ini bisa dilihat dalam

praktek hukum internasional terkait lahirnya Negara baru dalam beberapa dekade

terakhir, yang bisa memberi kesan diakuinya hak untuk melepaskan diri dalam

situasi-situasi khusus tertentu. Contohnya adalah kejatuhan Uni Sovyet yang

kemudian terpecah-pecah menjadi banyak negara dan perpecahan Republik

Yugoslavia. Harus dicatat, bahwa sukses dari klaim untuk melepaskan diri

Negara-negara baru adalah sebagian besar karena kehendak komunitas

internasional untuk memberikan pengakuan terhadap eksistensi mereka.

Respons dari masyarakat internasional melawan tuntutan pelepasan diri

(secession) oleh secessionist (rakyat yang ingin melepaskan diri) dapat terdiri dari

beberapa elemen sebagai berikut:

• Hak untuk melepaskan diri tidak diberikan secara eksplisit dan juga tidak

ditolak oleh sistem internasional. Pengakuan oleh komunitas internasional

untuk pemerintahan yang dibentuk oleh secessionist dapat timbul jika 1)

pemerintahan telah menunjukkan kemampuan mengontrol wilayahnya

secara berkelanjutan 2) pemerintahan tersebut telah membuat aturan untuk

menerima kewajiban internasional, dan 3) telah diambil langkah

konstitusional untuk memastikan otonomi politik bagi kelompok

minoritasnya jika kelompok minoritas tersebut menginginkannya.

• Kekerasan fisik yang hebat dan luas dari otoritas yang berkuasa untuk

melawan kekuatan secessionist dianggap dapat memberikan ancaman

kepada keamanan dan kedamaian internasional. Hal ini berarti bahwa,

aliran pengungsi, hilangnya nyawa manusia,dan kacaunya perdagangan

internasional dari dan ke daerah konflik, dapat mengubah perang sipil dari

level domestik ke level internasional.

81 Ibid, paragraf 138.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 22: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

51

• Negara baru yang diciptakan melalui pelepasan diri diberikan batasan

wilayah negara yang telah dipakai secara administratif sebelum

kemerdekaan diraih, ketika negara baru tersebut masih merupakan bagian

dari negara asal (uti possidetis iuris).82

Berikut adalah beberapa pembahasan yang mencoba untuk

mengidentifikasi dan mendiskusikan gerakan pelepasan diri dari Eritrea dan

Timor Timur, yang difokuskan dalam pola kebiasaan negara-negara yang

kemudian dapat mengkristal menjadi hukum kebiasaan internasional.

2.4.1. Kasus Eritrea83

Kasus Eritrea merupakan masalah dekolonisasi yang memiliki sifat

khusus. Eritrea adalah bekas koloni Negara Italia, dan Ethiopia sebagai negara

bekas jajahan Italia mengklaim bahwa mereka mempunyai legitimasi atas Eritrea

dan menjadi bagian integral yang tidak terpisahkan dari wilayah Ethiopia.

Sementara itu, bangsa Eritrea berpegang bahwa mereka mempunyai hak

penentuan nasib sendiri, yang mana hak tersebut tidak pernah diakui oleh Ethiopia

Antara abad ke-sebelas dan ke-sembilan belas, Eritrea menjadi bagian dari

wilayah Ethiopia. Pada 1885-1889 Eritrea dijajah oleh Italia, dan secara

berangsur-angsur berubah menjadi koloni Italia berdasarkan Traktat Uccialli pada

tahun 1889, yang ditandatangani Italia dengan Ethiopia. Berdasarkan traktat

tersebut, Ethiopia setuju untuk memberikan kedaulatan atas Eritrea kepada Italia.

Sehingga wilayah tersebut menjadi unit kolonial Italia.

Ketika penguasaan kolonial Italia berakhir, Britania Raya

mengadministrasikan Eritrea dibawah perwalian mereka hingga tahun 1952.

Ketika perwalian Britania Raya belum berakhir, Majelis Umum PBB

mengeluarkan resolusi nomor 390(V) tanggal 2 Desember 1950, yang

memutuskan bahwa Eritrea merupakan bagian dari Ethiopia. Majelis Umum PBB

dalam mengeluarkan resolusi ini dianggap tidak mempertimbangkan kehendak

82 Franck, T.M., op.cit., hal. 5. 83 Hasil rangkuman/kesimpulan dari berbagai sumber pustaka.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 23: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

52

dari penduduk lokal Eritrea, melainkan hanya mendengar pendapat dari elit-elit

partai politik lokal tanpa pernah mengadakan referendum untuk mengetahui

kehendak sebenarnya dari bangsa Eritrea.

Rakyat Eritrea sejak 1961 membentuk pergerakan pembebasan, Eritrean

Liberation Front (Front Pembebasan Eritrea), yang kemudian diikuti oleh

pergerakan militer lain pada 1970 untuk melepaskan diri dari Ethiopia. Setelah

kejatuhan dari pemerintahan Mengitsu, rakyat Eritrean memperoleh kendali penuh

atas Eritrea, dan setelah referendum pada 1993 Eritrea memproklamasikan

kemerdekaannya.

Pada tahun 1952 ketika PBB memutuskan Eritrea bergabung menjadi

bagian wilayah Ethiopia, PBB tidak mendengarkan kehendak dari penduduk

lokal Eritrea. Jadi, pada saat itu, hak penentuan nasib sendiri yang dimiliki oleh

bangsa Eritrea tidak pernah mereka nikmati. Pada saat referendum diadakan pada

1993, barulah bangsa Eritrea benar-benar mendapatkan apa yang sebenarnya

mereka inginkan yaitu kemerdekaan.

Sehingga nyata terlihat dalam kasus ini, bahwa bangsa Eritrea berhasil

dalam tuntutannya untuk meraih kemerdekaan dengan alasan sebagai berikut: 1)

pergerakan pembebasan Eritrea berlangsung di wilayah asli bangsa Eritrea; 2)

Hak mereka untuk menentukan nasib sendiri pada masa lampau tidak

diimplementasikan karena kesalahan dari komunitas internasional (PBB) yang

memutuskan Eritrea bergabung dengan Ethiopia. Jadi, dalam kasus ini klaim atas

keutuhan wilayah dikesampingkan oleh hak penentuan nasib sendiri bangsa

Eritrea.

2.4.2. Kasus Kemerdekaan Timor Timur

Pulau Timor terletak di utara Australia, di bagian selatan tengah dari

rangkaian pulau-pulau Republik Indonesia. Bagian barat dari pulau itu adalah

jajahan Blanda dan menjadi bagian Indonesia ketika Indonesia mencapai

kemerdekaan, sementara Timor Timur adalah jajahan Portugis.

Pada tahun 1960, Majelis Umum PBB menempatkan Timor Timur dalam

daftar wilayah-wilayah yang belum berpemerintahan sendiri. Tahun 1974, dengan

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 24: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

53

mengakui hak penentuan nasib sendiri dari rakyat Timor Timur, Portugal

berupaya membentuk pemerintahan sementara dan mendirikan majelis rakyat,

yang akan menentukan status Timor Timur.

Tetapi sebelum status Timor Timur ditentukan, perang saudara meletus

tahun 1975 antara partai-partai politik yang baru terbentuk. Portugal menarik diri

dari Timor Timur, dan menegaskan bahwa mereka tidak bisa menguasai keadaan

di sana. Salah satu pihak yang bertikai dalam perang saudara tersebut,

memproklamasikan kemerdekaan dan mengumukan bahwa Timor Timur berdiri

sebagai sebuah negara sendiri. Sementara pihak yang lain mengumumkan bahwa

rakyat Timor Timur menginginkan untuk berintegrasi dengan Indonesia.

Pada tanggal 8 Desember 1974, Presiden Indonesia Soeharto dengan resmi

menyatakan ”Sikap Dasar” Indonesia terhadap masalah Timor Timur sebagai

berikut:

• Tidak mempunyai ambisi territorial

• Menghormati hak rakyat Timor Timur untuk menentukan nasib sendiri

• Bila rakyat Timor Timur ingin bergabung dengan Indonesia maka tidak

mungkin bergabung sebagai negara, melainkan akan menjadi sebagian

wilayah dari negara kesatuan Republik Indonesia.84

Bulan Desember 1975, tentara militer Indonesia mendarat di Timor Timur,

dan dibentuklah pemerintahan sementara untuk menguasai keadaan di sana.

Akibat tindakan Indonesia tersebut, Portugal memutuskan hubungan dengan

Indonesia dan membawa masalah Timor Timur ke depan Dewan Keamanan PBB.

Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB meminta Indonesia untuk

menarik pasukannya, dan mendesak semua negara untuk menghormati integritas

wilayah Timor Timur, serta hak-hak rakyatnya untuk menentukan nasib sendiri

sesuai dengan Declaration on the Granting of Independence to Colonial

Countries and Peoples 1960.

Permintaan Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB tersebut diabaikan

oleh Indonesia. Indonesia berdalih bahwa pada waktu Portugal menarik diri dari

84 Soekanto, Integrasi;Kebulatan Tekad Rakyat Timor Timur, (Jakarta;Yayasan

Parkesit,1976), hal.99.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 25: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

54

Timor Timur, dan menegaskan bahwa mereka tidak bisa menguasai keadaan di

sana,maka secara definitif telah terjadi kekosongan kekuasaan atau vacuum power

theory atau terra nullius. Karena itu rakyat Timor Timur berdaulat sepenuhnya

terhadap wilayahnya sendiri dan mempunyai kebebasan untuk menentukan status

politiknya sendiri.85

Pemerintahan sementara Timor Timur dibentuk Indonesia pada tahun 1976

dan menyelenggarakan pemilihan untuk pembentukan majelis, yang kemudian

bersidang memutuskan untuk menyerukan integrasi dengan Indonesia. Indonesia

pun kemudian mengeluarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1976 tentang

Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia dan Pembentukan Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur untuk

mengesahkan integrasi wilayah Timor Timur.

Gerakan militer pro kemerdekaan pun mulai melancarkan perlawanan dan

kampanye melalui dunia internasional. Dalam kampanye mereka, gerakan pro

kemerdekaan berpendapat bahwa rakyat Timor Timur belum melaksanakan dan

mendapatkan hak penentuan nasib sendiri. Apa yang dilakukan oleh pemerintahan

Indonesia merupakan suatu bentuk pencaplokan wilayah. Sementara Indonesia

berpendapat bahwa proses dekolonisasi telah berakhir dengan keluarnya Portugal

dari wilayah tersebut, dan rakyat Timor Timur melalui majelis yang dibentuk

melaui mekanisme pemilihan langsung oleh rakyat Timor Timur sendiri telah

memutuskan untuk berintegrasi dengan Indonesia. Berarti rakyat Timor Timur

telah melaksanakan hak penentuan nasib mereka sendiri. Akan tetapi, PBB tidak

mengakui legitimasi dari majelis yang dibentuk pada masa pemerintahan

sementara Indonesia tersebut, dan menganggap apa yang dilakukan oleh Indonesia

merupakan suatu bentuk aneksasi, serta tetap mengakui Portugal sebagai negara

pengurus (administering) yang sah dari wilayah Timor Timur.

Integrasi Timor Timur ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia merupakan suatu usaha yang cukup kuat dan dapat dipertanggung

jawabkan. Semua kenyataan obyektif dapat membenarkannya. Baik kenyataan

historis, geografis etnologis, genealogis, dan kultural, yang ditambah dengan

aspirasi rakyat Timor Timur sendiri.

85 Suryokusumo, op.cit., hal.98

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 26: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

55

1. Historis

Penelusuran sejarah membuktikan bahwa dahulu Timor Timur merupakan

wilayah kerajaan Sriwijaya, dan juga kemudian merupakan wilayah Majapahit.

Baik Sriwijaya maupun Majapahit, keduanya merupakan kerajaan yang dalam

dunia internasional diakui sebagai cikal bakal Indonesia sebelum datangnya era

kolonialisme. Sejarah juga mencatat bahwa terpisahnya Timor Timur dari

kesatuan wilayah Indonesia karena adanya perselisihan wilayah jajahan antara

Portugal dan Belanda.

2. Geografis

Adanya kesatuan geografis antara Timor Timur dan Indonesia tampak

jelas dalam peta geografis. Timor Timur terletak di bagian timur pulau Timor

yang merupakan salah satu pulau dari rangkaian kepulauan Indonesia.

3. Etnologis, Genealogis dan Kultural

Semua suku bangsa yang ratusan jumlahnya di kepulauan Indonesia

dahulunya berasal dari satu tempat, yaitu di Teluk Tonkin. Antara tahun 2000 s/d

1500 SM, nenek moyang bangsa Indonesia mulai menyebar termasuk sampai di

pulau Timor. Itulah sebabnya sampai sekarang masih jelas benar, bahwa ratusan

suku yang ada di Indonesia menunjukkan adanya kesatuan etnologis dan kultural.

Bahkan antara rakyat Timor Timur dan Timor bagian barat (Nusa Tenggara

Timur, salah satu provinsi Indonesia), masih jelas adanya kesatuan genealogis.

Mereka adalah satu turunan yang masih sangat dekat. Mereka tetap saling

berhubungan dan saling kunjung-mengunjungi sebagai suatu keluarga.86

Berdasarkan permintaan Majelis Umum PBB, Sekretaris Jenderal PBB

pada tahun 1983 memulai perundingan dengan Indonesia dan Portugal untuk

menyelesaikan masalah Timor Timur secara adil dan komprehensif dengan

memperhatikan sepenuhnya hak penentuan nasib sendiri rakyat Timor Timur.

Perundingan ini berlarut-larut dan mengalami maju mundur hingga memakan

waktu bertahun-tahun. Baru pada tanggal 5 Mei 1999 di New York dicapai

kesepakatan pelaksanaan jajak pendapat, yang memberikan rakyat Timor Timur

86 Ibid., hal.101-102.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 27: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

56

kesempatan untuk memilih antara status otonomi khusus di dalam wilayah

Indonesia atau transisi menuju kemerdekaan di bawah pengurusan PBB.87

Berdasarkan kesepakatan itu, Dewan Keamanan PBB membentuk United

Nations Administration Mission in East Timor (UNAMET) dengan tugas

mengorganisasikan dan menyelenggarakan pendaftaran pemilih referendum.

Dalam referendum yang berlangsung pada 30 Agustus 1999, 78,5 persen dari

450.000 pemilih yang terdaftar menolak usulan otonomi dan akhirnya rakyat

Timor Timur dengan hak penentuan nasib sendiri memulai proses transisi menuju

kemerdakaan.

Indonesia meninggalkan Timor Timur pada 28 September 1999, Indonesia

dan Portugal sepakat bahwa PBB mengambil alih otoritas atas Timor Leste. Pada

25 Oktober di tahun yang sama, Dewan Keamanan memutuskan melalui Resolusi

1272 (1999) untuk membuat UN Transitional Administration in East Timor

(UNTAET) dengan tugasnya membentuk pemerintahan sipil di seluruh wilayah

Timor Timur, membantu membangun pelayanan sosial, membantu dalam upaya

rekonstruksi, dan membangun kapasitas Timor Timur menuju pembentukan satu

negara.

87 “Basic Facts; About the United Nations,” (News and Media Division United Nations

Departmenr of Public Information, 2000): 283.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 28: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

57

BAB 3

INTERVENSI MILITER NATO DALAM KONFLIK KOSOVO

3.1. Intervensi Militer Dalam Hukum Internasional

Jika membahas intervensi militer yang dilakukan NATO dalam konflik

Kosovo maka kita akan tiba pada pembahasan mengenai suatu bidang yang relatif

baru dalam hukum internasional, yaitu Hukum Humaniter Internasional. Istilah

Hukum Humaniter Internasional atau lengkapnya disebut international

humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah hukum perang

(laws of war), yang kemudian berkembang menjadi hukum bersengketa bersenjata

(laws of armed conflict), yang akhirnya pada saat ini biasa dikenal dengan istilah

hukum humaniter.

Lauterpacht secara singkat menjelaskan pengertian hukum perang; ”Laws of war are the rules of the law of nations respecting warfare” 88

Starke memberikan definisi terhadap hukum perang;

“The laws of war consist of the limits set by International law within which the force required to overpower the enemy may be used, and the principles there under governing the treatment of individuals in the course of war and armed conflict.” 89

Herzegh merumuskan International Humanitarian Law sebagai

berikut;

”Part of the rule of public international law which serves as the protection of individuals in time of armed conflict. Its place is beside the norm of warfare it is closely related to them-but must be clearly distinguished from these, its purpose and spirit being different.”90

.88 H. Lauterpacht (Ed), International Law Vol.II, 1955, hal 226, Dalam Haryomataram,

Pengantar Hukum Humaniter, Ed. Kushartoyo, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2005), hal.6.

89 J.G. Starke, op.cit., hal.585 90 Geza Herzegh, Recent Problem of International Humanitarian Law, 1977, hal.86. Dalam

Haryomataram,op.cit., hal.6

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 29: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

58

3.1.1. Perkembangan Hukum Humaniter Internasional

Perang dikenal sebagai suatu jalan keluar terakhir apabila terdapat

ketidaksesuaian atau perbedaan kepentingan antar negara. Namun, perang juga

membawa kerugian yang luar biasa, khususnya bagi rakyat sipil yang negaranya

sedang berperang. Beranjak dari pemikiran untuk mengurangi kerugian-kerugian

yang ditimbulkan oleh perang tersebut, hampir setiap suku bangsa dan budaya

mengeluarkan sejumlah aturan mengenai perang.91

Sun Tzu ( 298-238 S.M ), seorang filsuf asal China, pernah menuangkan

pendapat dan pemikirannya yang lengkap mengenai peperangan. Adapun

doktrinnya yang terkenal adalah:

“To capture the enemy’s army is better than to destroy it; to take intact a battalion, a company or fiveman squad is better than to destroy them. For to win one hundred victories in one hundred battles in not to acme of skill. To subdue the enemy witout fighting is the acme of skill.”92

Ajaran semacam Sun Tzu ini dapat pula ditemukan dalam kebudayaan

lain. Misalnya pada kebudayaan Hindu India, ajaran tentang perang dituangkan

dalam kitab yang berjudul The Book of Manu, pada tahun kira-kira 600 S.M.

Doktrin yang terkenal dalam kitab ini adalah:

“Let him not strike … one who is naked, nor one who is disarmed,

nor one who looks without taking part in the fight.”93

Dari kedua ajaran dari peradaban kuno sebelum masehi tersebut dapat

dilihat bahwa sejak dahulu sudah ada kecenderungan untuk memasukkan unsur

kemanusiaan (humanity), yang merupakan karakter khas dari hukum internasional

91 Hans-Peter Gasser, International Humanitarian Law; An Introduction, (Vienna: Paul

Haupt Publishers,1993), hal. 6

92 Sun Tzu, The Art of War, ditejemahkan oleh Samuel B.Griffith (New York University Press,1971), hal.77.

93 Nicholas Rostow, “The International Use of Force After the Cold War”, (32 Harvard International Law Journal,1991): 411.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 30: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

59

humaniter masa kini, dalam peraturan mengenai perang. Ajaran dari The Book of

Manu tersebut di atas, misalnya, merupakan perintis lahirnya principle of

distinction atau asas pembedaan antara masyarakat sipil dengan tentara.94

Adapun upaya, pada peradaban modern, untuk membuat peraturan yang

mengikat mengenai perang dimulai pada abad 19. Upaya ini dirintis oleh Jean-

Jacques Rousseau (1712-1778), seorang filsuf dan politikus asal Perancis, yang

menuangkan idenya mengenai perang dalam bukunya The Social Contract

(1762). Rousseau mengemukakan asas-asas yang melandasi hukum internasional,

seperti dikutip berikut ini:

“War is in no way relationship of man with man but a relationship between States, in which individuals are only enemies by accident, not as men, but which individuals are only enemies by accident, not as men,but as soldiers. …Since the aim of war is to subdue a hostile State, a combatant has the right to kill the defenders of the State while they are armed; but as soon as they lay down their arms and surrender, they ceade to be either enemies or instruments of the enemy; they become simply men once more, and no one has any longer right to take their lives.” 95

Inti dari ajaran Rousseau tersebut adalah pentingnya pembedaan antara

masyarakat sipil (non-kombatan) dengan tentara militer (kombatan), karena

tujuan perang adalah untuk menghancurkan angkatan bersenjata negara musuh,

bukan untuk menghansurkan negara musuh, apalagi rakyat sipilnya.

Setelah ajaran Rousseau, muncullah tokoh-tokoh yang mencoba

mewujudkan gagasan Rosseau ke dalam hukum internasional. Tokoh-tokoh inilah

yang menjadi pionir perkembangan hukum perang yang kemudian menjadi

hukum humaniter internasional.

1) Francis Lieber (1800-1872)

Pada masa perang saudara Amerika Serikat tahun 1863, Presiden

Abraham Lincoln mengeluarkan Instruction for the Government of

94 Chris af Jochnick and Roger Normand, “The Legitimation of Violence: A Critical

History of the Laws of War”, (35 Harvard International Law Journal 1994): 49. 95 Jean-Jacques Rousseau, The Social Contract, diterjemahkan oleh Maurice Cranston

(Penguin Books, 1968), hal.57.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 31: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

60

Armies of the United States in the Field.96 Instruksi ini sering juga disebut

sebagai Lieber Code karena yang menyusun teks instruksi Presiden

Lincoln tersebut adalah Francis Lieber, seorang pengacara berkebangsaan

Jerman yang beremigrasi ke Amerika. Instruksi ini berisi sejumlah

peraturan yang rinci mengenai peperangan di darat, mulai dari

pelaksanaan perang hingga masalah perawatan korban masyarakat sipil.

Walaupun instruksi ini bersifat lokal, Lieber Code ini di kemudian hari

menjadi sumber inspirasi bagi kodifikasi hukum perang.

2) Jean Henri Dunant (1828-1910)

Pedagang asal Jenewa ini menjadi saksi nyata kekejaman perang

kemerdekaan Italia yang memakan korban luka 40.000 warga Austria,

Perancis dan tentara Italia dalam pertempuran di Solferino, Italia Utara,

pada tahun 1859.97 Bersama para sukarelawan lain, Henri Dunant

merawat korban yang terluka. Pengalaman yang sangat membekas

tersebut kemudian dituangkan beliau ke dalam buku berjudul Un Souvenir

de Solferino yang diterbitkan pada tahun 1862. Ternyata buku ini mampu

membuka mata masyarakat Eropa tentang pentingnya hukum perang dan

terutama pengaturan bagi mereka yang terluka akibat perang. Dua tahun

kemudian, tepatnya tahun 1864, Henri Dunant bersama rekan-rekannya

yang peduli terhadap kemanusiaan dalam kondisi perang mendirikan

International Committe of the Red Cross (ICRC) di Jenewa, Swiss. Pada

tanggal 22 Agustus tahun yang sama, Konferensi ICRC melahirkan

Convention for the Amelioration of the Condition of the Wounded in

Armies in the Field, yang kemudian dikenal dengan Konvensi Jenewa I.

3.1.2. Sumber Hukum Humaniter Internasional

Hukum Humaniter dapat ditemukan dalam berbagai perjanjian

internasional, yang biasanya bersifat multilateral. Mengingat banyaknya

96 U.S. War Department, General Orders No.100, Instructions for the Government of

Armies of the United States in the Field 1863. 97 Frits Kalshoven, Constrains on the Waging of War, 2nd ed., (Jenewa: International

Committee of Red Cross, 1991),hal.8.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 32: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

61

perjanjian-perjanjian yang memuat hukum humaniter, maka dalam tulisan ini

akan disebutkan sumber utama saja, yaitu:

1) Konvensi-Konvensi Den Haag 1907

Konvensi-konvensi ini dihasilkan dalam Konferensi Perdamaian I di Den

Haag, Belanda, pada tahun 1899, yang kemudian disempurnakan dalam

Konferensi Perdamaian kedua pada tahun 1907. Rangkaian konvensi ini terutama

mengatur alat dan cara berperang, yang sebagian besar mengatur tentang perang

dilaut, dan hanya ada satu konvensi yang mengatur perang di darat, yaitu

Konvensi IV.

Konferensi Perdamaian II di den Haag tahun 1907 menghasilkan 13

konvensi dan 1 deklarasi antara lain;

1. Convention I for the Pacific Settlement of Disputes,

2. Convention II respecting the limitation of the employment of force

for the recovery of Contract Debts,

3. Convention III relative to the Opening of Hostilities,

4. Convention IV respecting the laws and customs of War on land

5. Convention V respecting the Rights and Duties of Neutral Powers

and Persons in case of War on Land,

6. Convention VI relating to the status of Enemy Merchant Ships at the

outbreak Hostilities,

7. Convention VII relating to the Convention of Merchant Ships into

War Ships

8. Convention VIII relating to the Lying of Automatic Submarine

Contract Mines,

9. Convention IX concerning Bombardment by Naval Forces in Time

of War,

10. Convention X for the Adoption to Maritime Warfare of the

Principles of the Geneva Convention

11. Convention XI relative to Certain Restrictions with regard to the

exercise of the Right of Capture in Naval War,

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 33: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

62

12. Convention XII relative to the Creation of an International Prize

Court,

13. Convention XIII concerning the Rights and Duties of Neutral

Powers in Naval War.

14. Declaration XIV Prohibiting the Discharge of Projectiles and

Explosives from Ballons.

Dari tiga belas konvensi dan satu deklarasi, Konvensi den Haag IV yang

dipandang sebagai pedoman utama dalam menentukan arah hukum internasional

humaniter. Karena konvensi tersebut memberikan batasan yang lebih tegas

terhadap sarana dan metode peperangan.

Prinsip penting yang terdapat dalam Konvensi-konvensi den Haag adalah

prinsip yang lazim disebut “Martens Clause”, yang terdapat dalam Preamble

Konvensi den Haag. Martens Clause tersebut berbunyi sebagai berikut;

“Until a more complete code of the laws of war has been issued, the High Contracting Parties deem it expedient to declare that, in cases not included in the Regulations adopted by them, the inhabitants and the belligerents remain under the protection and the rule of the principles of the law of nations, as they result from the usages established among civilized peoples, from the laws of humanity, and the dictates of the public conscience.” Dalam Martens Clause ini diakui bahwa ketentuan-ketentuan yang

dihasilkan belumlah sempurna/lengkap karena masih mungkin ada kejadian-

kejadian yang belum diatur. Namun demikian dalam keadaan semacam itu, baik

penduduk maupun pihak-pihak berperang tetap akan mendapat perlindungan dari

hukum internasional, maupun dari kebiasaan-kebiasaan yang diakui oleh

masyarakat internasional yang berhubungan dengan kemanusiaan.98

2) Konvensi-Konvensi Jenewa

Konvensi-Konvensi Jenewa yang jumlahnya ada 4 Konvensi

merupakan hasil dari perkembangan hukum perang sesudah Perang Dunia II.

Keempat Konvensi tersebut adalah sebagai berikut:

98 Haryomataram, op.cit., hal.46.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 34: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

63

1. Konvensi Jenewa I atau Convention for the Amelioration of the Condition

of the Wounded Armies in the Field yang dihasilkan dalam Konferensi

ICRC 1864, yang kemudian diamandemen pada Konferensi ICRC tahun

1906 dan1929, dan terakhir diamandemen dalam Konfensi Diplomatik

Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 bersama dengan Konvensi Jenewa II dan

Konvensi Jenewa III.

2. Konvensi Jenewa II atau Convention for the Amelioration of the Condition

of Wounded, Sick and Shipwrecked Members of Armed Forces at Sea yang

dihasilkan dalam Konferensi ICRC 1899, yang kemudian diamandemen

pada tahun 1907, dan terakhir diamandemen dalam Konfensi Diplomatik

Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 bersama dengan Konvensi Jenewa I dan

Konvensi Jenewa III.

3. Konvensi Jenewa III atau Treatment of Prisoners of War Convention yang

dilahirkan dalam Konferensi ICRC 1929, dan kemudian diamandemen

dalam Konfensi Diplomatik Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 bersama

dengan Konvensi Jenewa I dan Konvensi Jenewa II.

4. Konvensi Jenewa IV atau Protection of Civilian Persons in Time of War

Convention 1949 yang dilahirkan dalam Konferensi Diplomatik Jenewa 12

Agustus 1949.

Keempat Konvensi Jenewa tersebut kemudian ditambah dengan dua

protokol yang diadopsi tanggal 8 Juni 1977 pada saat berlangsungnya Diplomatic

Conference on the Reaffirmation and Development of International

Humanitarian Law Applicable in Armed Conflicts yang diadakan di Jenewa.

Kedua protokol tersebut yaitu:

1. Protocol Additional to the Geneva Convention of 12 August 1949, and

relating to the Protection of Victims of International Armed Conflicts

(Protokol I)

2. Protocol Additional to the Geneva Convention of 12 August 1949, and

relating to the Protection of Victims of Non-International Armed Conflicts

(Protokol II)

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 35: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

64

3.1.3. Asas-Asas Hukum Humaniter Internasional

Hukum Humaniter Internasional mengenal lima asas utama, yaitu;

1) Asas kepentingan militer (military necessity)

Berdasarkan asas ini maka pihak yang bersengketa dibenarkan menggunakan

kekerasan untuk menundukkan lawan demi tercapainya tujuan dan

keberhasilan perang.

2) Asas Perikemanusiaan (humanity)

Berdasarkan asas ini maka pihak yang bersengketa diharuskan untuk

memperhatikan perikemanusiaan, dimana mereka dilarang untuk

menggunakan kekerasan yang dapat menimbulkan luka yang berlebihan atau

penderitaan yang tidak perlu.

3) Asas Kesatriaan (chivalry)

Asas ini mengandung arti bahwa di dalam perang, kejujuran harus

diutamakan. Penggunaan alat-alat yang tidak terhormat, berbagai macam tipu

muslihat dan cara-cara yang bersifat khianat dilarang.99

4) Asas Pembedaan (distinction)

Asas ini membagi penduduk (warga negara) negara yang sedang berperang

atau yang sedang terlibat dalam suatu pertikaian bersenjata (armed conflict) ke

dalam dua kategori, yaitu kombatan dan penduduk sipil (civilians).100

5) Asas Proporsionalitas (proportionallity)

Black’s Law Dictionary memberikan definisi terhadap asas ini sebagai

berikut:

“The principle that the use of force should be in proportion to the threat or grievance provoking the use of force.”101

99 Joseph L.Kunz, The Changing Law of National,. hal.17 100 Haryomataram, op.cit, hal.73. 101 Bryan A. Garner, ed., Black’s Law Dictionary, 7th ed., (St. Paul, Minnesota: West

Publishing Co., 1999), hal.1235.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 36: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

65

3.1.4. Intervention Menurut Hukum Internasional

Intervention atau dalam Bahasa Indonesia berarti Intervensi, secara umum

digunakan untuk menunjukkan adanya tindakan campur tangan oleh pihak asing

terhadap urusan internal suatu negara. Dalam hukum internasional, pada dasarnya

tidak ada intervensi kepada suatu negara berdaulat yang dapat dibenarkan dan

bersifat sah. Pengecualian untuk hak ini adalah suatu intervensi yang terjadi di

bawah suatu perjanjian antar negara yang memberikan hak suatu negara untuk

mengintervensi negara lain ataupun suatu intervensi yang ditujukan pada suatu

negara, yang karena tindakan sewenang-wenang atau kelalaian negara tersebut

dipandang salah menurut hukum internasional.

Jika dilihat dari sudut hukum, Intervensi dapat dibagi ke dalam tiga

kategori, yaitu: bela diri (self defence), pembalasan (reprisals), dan

mempergunakan hak yang diberikan oleh suatu perjanjian.102 Ketiga kategori

tersebut dapat dikatakan merupakan pembenaran terhadap dilakukannya suatu

intervensi atas negara yang berdaulat. Tentunya pembenaran tersebut tetap

dibatasi oleh berbagai peraturan hukum internasional yang berlaku.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai teori Intervensi dalam hukum

internasional, maka selanjutnya akan dibahas mengenai ketentuan dalam Piagam

PBB tentang Intervensi.

3.1.5. Ketentuan Dalam Piagam PBB Tentang Larangan Intervensi

Terhadap Urusan Dalam Negeri Suatu Negara Berdaulat (Non-Intervensi)

Dalam Piagam PBB keberadaan prinsip Non-Intervensi dapat ditemukan

pada pasal 2 ayat (7):

”Nothing contained in the present Charter shall authorize the United Nations to intervence in matters which are essentially within the domestic jurisdiction of any State or shall require the Members

102 Brierly, Hukum Bangsa-Bangsa: Suatu Pengantar Hukum Internasional,

Diterjemahkan oleh Moh.Radjah (Jakarta: Bharatara,1996), hal.259.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 37: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

66

to submit such matters to settlement under the present Charter, but this principle shall not prejudice the application of enforcement measures under Chapter VII.”

Pasal 2 ayat (7) ini menentukan bahwa Piagam PBB tidak memberikan

hak dalam hal apapun kepada PBB untuk ikut campur tangan dalam persoalan-

persoalan yang pada hakekatnya menjadi hak suatu negara untuk menjalankan

unrusan internal dalam negerinya dengan upaya dan kemampuan sendiri. Tetapi

jika suatu negara dalam menjalankan urusan dalam negerinya menimbulkan suatu

keadaan yang membahayakan perdamaian dan keamanan internasional atau

melanggar hukum internasional maka dapat diadakan tindakan-tindakan paksaan

sesuai dengan Bab VII Piagam PBB.103

Pada prakteknya, Pasal 2 ayat (7) ini sering dipakai oleh pihak yang

berkepentingan melakukan intevensi sebagai alasan untuk membantah yurisdiksi

domestik suatu negara. Kewajiban untuk menyelesaikan sengketa di bawah

Piagam PBB hanya berlaku bagi persoalan yang pada pokoknya termasuk dalam

“urusan dalam negeri suatu negara.” Suatu permasalahan dalam negeri yang

mungkin atau bahkan telah mengancam perdamaian, keamanan dan keselamatan

internasional bukan lagi permasalahan “urusan dalam negeri,” melainkan

persoalan yang bersifat internasional.104

Kemudian daripada itu, mengenai tindakan khusus ataupun kewenangan

yang dapat dilakukan oleh Dewan Keamanan PBB atau Majelis Umum terhadap

masalah-masalah dalam negeri suatu negara berdaulat, menurut PBB tidak dapat

dianggap sebagai suatu bentuk intervensi, karena hanya terbatas pada bentuk

tindakan penyelidikan, pendiskusian, dan pengusulan.105

Piagam PBB sendiri tidak merumuskan apa yang dimaksud dengan

domestic jurisdiction dan penafsiran diserahkan kepada masing-masing negara.

Menurut Akerhurst’s hal yang tidak termasuk domestic jurisdiction bila tindakan

itu melanggar hukum internasional, pelanggaran berat hak asasi manusia, atau

sehubungan hak menentukan nasib sendiri dalam kaitannya dengan penjajahan.

103 Djatikusumo, Hukum Internasional Bagian Damai, (Jakarta: Penerbit

Pemandangan,1956), hal.56. 104 Ibid.

105 Ibid.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 38: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

67

Namun faktor-faktor politik sering mempengaruhi suara suatu negara dan ini

tidak selalu konsisten.

Menurut Akerhust’s ketentuan Pasal 2 ayat (7) Piagam PBB ini adalah

prinsip untuk tidak intervensi pada masalah-masalah dalam negeri dan ini tidak

boleh menghalangi Bab VII Piagam PBB. Dikatakan juga oleh Akerhurst’s

bahwa sebetulnya Pasal 2 ayat (7) Piagam PBB sudah tidak perlu lagi, karena

pelanggaran perdamaian, ancaman terhadap perdamaian dan tindakan agresi pada

saat sekarang secara otomatis diperlakukan bukan sebagai domestic

jurisdiction.106

Sementara itu, intervensi dengan kekuatan militer bersenjata dari suatu

negara terhadap negara lain yang berdaulat merupakan sesuatu yang dilarang

dalam hukum internasional, hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat (4) Piagam PBB:

”All members shall refrain in their international relations from the threat or use of force against the territorial integrity or political independence of any State, or in any other manner inconsisten with the Purposes of the United Nations.” 107

Pasal ini menegaskan bahwa setiap negara anggota PBB, dalam hubungan

internasional mereka, harus menghindarkan dirinya dari penggunaan kekerasan

atau ancaman kekerasan terhadap integritas territorial atau kemerdekaan politik

suatu negara, atau dengan cara apapun bertentangan dengan tujuan-tujuan PBB.

Pelarangan umum ini juga dikuatkan oleh Putusan ICJ dalam kasus Corfu

Channel (1949) dan Case Concerning Military and Paramilitary Activities in and

Against Nicaragua (1986). Hal ini termasuk dalam jus cogens, sebagai norma

yang pasti, yang tidak ada subjek hukum internasional dapat melanggarnya.108

Peraturan-peraturan yang dibuat oleh PBB tersebut (baik mengenai

larangan non-intervensi maupun pengaturan lainnya), hanya dapat dimodifikasi

dengan hukum internasional yang memiliki kekuatan legislatif yang sama.

106 Peter Malaczuk Akehurst’s, Modern Introduction to International Law, 7th Edition

(New York: Routledge, 1999), hal.369. Dalam Sri Setianingsih Suwardi, Penyelesaian Sengketa Internasional, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2006, hal 132-133.

107 United Nations Charter, Chapter I, Article 2 (4)

108 Under No Circumstances Humanitarian Intervention Could Be Justified Under

International Law <http://www.uu.nl./humanitarian.intervention.2067/htm.>, diakses pada 2 Oktober 2008, 12.30 Wib.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 39: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

68

Artinya hukum regional tidak dapat membatalkan aturan-aturan tersebut,

khususnya jika melihat fakta bahwa Piagam PBB mengikat negara anggotanya

baik sebagai individu maupun anggota organisasi internasional.109

3.1.6. Prinsip Non-Intervensi Dalam Declaration on Principles of

International Law concerning Friendly Relations and Co-operation among

States in accordance with the Charter 1970.

Selain dalam Piagam PBB, prinsip non-intervensi diperkuat dengan

adanya Resolusi Majelis Umum PBB No.2625 (XXV) pada tanggal 24 Oktober

1970 dengan nama Declaration on Principles of International Law concerning

Friendly Relations and Co-operation among States in accordance with the

Charter (Declaration on Friendly Relations).

Prinsip Non-Intervensi Declaration on Friendly Relations 1970 ini

terdapat dalam pasal 1 ayat (3) yang berbunyi:

“The pinciple concerning the duty not to intervence in matters within the domestic jurisdiction of any State, in accordance with the Charter.” 110

Dari pasal tentang prinsip non-intervensi tersebut jelas terlihat bahwa

Declaration on Friendly Relations 1970 ini sangat menjunjung tinggi eksistensi

setiap negara untuk tidak diintervensi oleh negara lain.111 Intervensi bersenjata

ataupun segala macam bentuk intervensi lainnya yang dapat mengancam

kedaulatan dan kemerdekaan negara lain (termasuk kemerdekaan ekonomi,

politik, sosial dan budaya) merupakan suatu pelanggaran terhadap hukum

internasional.112

109 Ibid.

110 Declaration on Friendly Relations 1970, Pasal 1 ayat (3)

111 United Nations Publication, United Nations Yearbook 1970, hal.784.

112 Ibid., hal.791.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 40: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

69

3.1.7. Pengecualian Terhadap Prinsip Non-Intervensi Dalam Piagam PBB

Piagam PBB memiliki pengecualian terhadap prinsip non-intervensi, yaitu

dua keadaan yang dapat dijadikan alasan diperbolehkannya penggunaan kekuatan

militer bersenjata. Pertama, dalam pasal 51, yang memberikan hak bagi negara

untuk menggunakan kekuatan senjata jika negara tersebut merupakan korban

agresi dan tindakan tersebut merupakan upaya untuk menjaga wilayah,

kedaulatan, dan kemerdekaannya:

“Nothing in the present Charter shall impair the inherent right of individual or collective self-defence if an armed attack occurs against a Member of the United Nations, until the Security Council has taken measures necessary to maintain international peace and security. Measures taken by Members in the exercise of this right of self-defence shall be immediately reported to the Security Council and shall not in any way affect the authority and responsibility of the Security Council under the present Charter to take at any time such action as it deems necessary in order to maintain or restore international peace and security.”113

Dalam pasal ini dijelaskan bahwa tidak ada satu ketentuanpun dalam

Piagam PBB yang merugikan hak perseorangan atau bersama untuk membela diri

apabila suatu serangan bersenjata terjadi terhadap negara anggota PBB, hingga

Dewan Keamanan PBB mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk

memelihara perdamaian serta keamanan internasional. Adapun tindakan yang

diambil negara anggota PBB dalam melaksanakan hak membela diri ini harus

segera dilaporkan kepada Dewan Keamanan PBB dan dengan cara apapun tidak

dapat menyinggung kekuasaan dan tanggung jawab Dewan Keamanan PBB,

menurut Piagam PBB, untuk sewaktu-waktu mengambil tindakan yang dianggap

perlu untuk memelihara atau memulihkan perdamaian serta keamanan

internasional.

Kedua, terdapat dalam Pasal 42 Piagam PBB, yaitu:

“Should the Security Council consider the measures provided for in Article 41 would be inadequate, it may take such action by air, sea, or land forces as may be necessary to maintain or restore international peace and security. Such action may include

113 United Nations Charter, Chapter VII, Article 51.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 41: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

70

demonstrations, blockade, and other operations by air, sea, or land forces of Members of the United Nations.” 114

Dalam pasal ini dijelaskan bahwa apabila Dewan Keamanan PBB

menganggap bahwa tindakan-tindakan yang ditentukan dalam pasal 41 Piagam

PBB115 terbukti tidak cukup, maka dapat diambil tindakan dengan menggunakan

kekuatan angkatan udara, laut atau darat, bila tindakan dengan kekuatan militer

ini dianggap perlu untuk mempertahankan atau memulihkan perdamaian dan

keamanan internasional. Tindakan militer ini termasuk di dalamnya demonstrasi

kekuatan militer, blokade, dan tindakan-tindakan lainnya dengan menggunakan

angkatan bersenjata udara, laut ataupun darat dari negara-negara anggota PBB.

3.2. Tinjauan Umum Terhadap North Atlantic Treaty Organization (NATO)

Setelah mengetahui tentang kedudukan dan status hukum intervensi militer

dalam hukum internasional, pembahasan selanjutnya adalah mengenai NATO

sebagai organisasi internasional regional yang melakukan intervensi militer dalam

konflik Kosovo.

3.2.1. Sejarah Singkat Pembentukan NATO

NATO berawal dari adanya kekhawatiran negara-negara di Eropa Barat,

antara lain Belgia, Perancis, Inggris, Luksemburg, dan Belanda, bahwa peranan

PBB adalah kurang efektif dalam menjaga stabilitas dan perdamaian dunia,

dengan semakin banyaknya ancaman-ancaman baru yang muncul dan tidak

mungkin semua ancaman tersebut ditangani oleh PBB sendirian. Terlebih lagi

114 United Nations Charter, Chapter VII, Article 42

115 United Nations Charter, Chapter VII, Article 41: “The Security Council may decide

what measures not involving the use of armed force are to be employed to give effect to its decisions, and it may call upon the Members of the United Nations to apply such measures. These may include complete or partial interruption of economic relations and of rail, sea, air, postal, telegraphic, radio, and other means of communication, and the severance of diplomatic relations.”

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 42: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

71

dengan adanya acaman keamanan yang ditimbulkan oleh Uni Soviet yang

berusaha untuk melakukan ekspansi di negara-negara Eropa Timur.

Setelah kekalahan Jerman dan Jepang dalam Perang Dunia II, Uni Soviet

berusaha memanfaatkan kekosongan kekuasaan di wilayah bagian barat dan timur

Uni Soviet. Uni Soviet menggunakan pasukan “red army” dan “world

communism” nya untuk melakukan kebijakan ekspansi secara besar-besaran yang

tentu saja tindakan ini diangggap sebagai suatu ancaman terhadap perdamaian dan

keamanan di Eropa. Uni Soviet, terus berusaha untuk mengembangkan kekuatan

militernya. Pada tahun 1945 kekuatan pasukannya telah melebihi 4 juta orang.

Uni Soviet dengan cepat dapat menguasai negara-negara di Eropa Timur

seperti Albania, Bulgaria, Rumania, Jerman Timur, Hungaria, Polandia, dan

Cekoslawakia, serta menjadikan negara-negara tersebut sebagai negara satelitnya.

Kebijakan Presiden Stalin, yang notabene menggunakan ideologi komunis,

mencapai puncaknya pada bulan Maret 1948, ketika terjadi kudeta di

Cekoslowakia yang dilakukan oleh partai komunis menumbangkan pemerintahan

yang demokratis.

Contoh lain kebijakan ideologi komunis Uni Soviet yang terkenal pada

tahun 1948 tersebut adalah tindakan memberlakukan Blokade Berlin (Blockade

Berlin), dimana Uni Soviet memblokade seluruh akses lalu lintas darat antara

Berlin Barat dan Jerman Barat. Blokade inilah yang memisahkan Jerman menjadi

Jerman Barat dan Jerman Timur.116

Oleh karena terancam dengan adanya tindakan ekspansif dari Uni Soviet

itu negara-negara Eropa bermaksud membentuk suatu organisasi pertahanan yang

dapat membantu tugas PBB dalam menjaga dan mempertahankan stabilitas

keamanan dunia. Piagam PBB sendiri (dalam Pasal 51, sebagaimana sudah

dijelaskan sebelumnya), memberikan hak kepada negara anggota PBB baik itu

secara individu maupun kolektif untuk membentuk suatu pertahanan terhadap

setiap ancaman yang mungkin muncul.

Pada bulan Maret 1948, perwakilan-perwakilan dari negara Belgia,

Perancis, Luksemburg, Belanda, dan Inggris bertemu di Brussel,Belgia, untuk

116 Philippe Sands and Pierre Klein, Bowett’s Law of International Institution. 5th ed.

(London: Sweet & Maxwell Ltd., 2001), hal.191

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 43: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

72

membahas masalah ekspansif Uni Soviet ini. Dalam pertemuan ini Perdana

Menteri Belgia, Paul Henri Spaak mengatakan:

“There is but one Great Power that emerged from the war having conquered other territories, and that power is USSR.”117

Pertemuan tersebut kemudian menghasilkan Brussels Treaty 1948,

dimana hasil perjanjian tersebut berisikan kesepakatan dari kelima negara yang

bertemu untuk membentuk sistem pertahanan bersama dan juga melakukan

kerjasama dalam bidang ekonomi dan budaya. Pada tanggal 30 April 1948,

menteri pertahanan dari seluruh negara peserta Brussels Treaty 1948 bertemu di

London untuk membahas seberapa besar jumlah peralatan militer yang

dibutuhkan dan seberapa besar bantuan tambahan yang harus diminta kepada

Amerika Serikat.118

Rencana pembentukan organisasi pertahanan oleh negara Eropa yang

bertemu di London 30 April 1948 tersebut mendapat tanggapan positif dari

Amerika Serikat. Pada tanggal 11 April 1948 Sekretaris Negara Amerika Serikat,

Jenderal George C. Marshall bersama-sama dengan Arthur H.Vandenbergh dan

Tom Connaly mulai melakukan serangkaian pembicaraan mengenai masalah

keamanan di wilayah Atlantik Utara. Dalam pembicaraan itu dihasilkan suatu

kesepakatan untuk melakukan kerjasama menjaga dan memelihara stabilitas

keamanan dan perdamaian dunia dengan berlandaskan pasal 51 Piagam PBB.

Akhirnya, pada tanggal 4 April 1949 di Washington, ditandatangani

Perjanjian Atlantik Utara (North Atlantic Treaty) oleh 12 negara anggota yaitu

Belgia, Perancis, Luxemburg, Belanda, Inggris, Denmark, Italia, Norwegia,

Irlandia, Portugal, Amerika Serikat, serta Kanada. Perjanjian ini diratifikasi oleh

negara-negara anggota dalam waktu 5 bulan.

Pada tahun 1952 Yunani, Turki, dan Jerman menyusul masuk menjadi

anggota NATO, diikuti Spanyol tiga puluh tahun kemudian tepatnya 1982.

Sampai tahun 2008 keanggotaan NATO mencapai 26 negara, yaitu 12 anggota

penandatangan NATO Treaty pertama ditambah Yunani, Turki, Jerman, Spanyol,

117 NATO Facts and Figure: NATO Information Service, 1971 hal.12. 118 Semenjak berakhirnya Perang Dunia II, Amerika Serikat merupakan satu-satunya

negara yang paling diandalkan untuk membangun kembali Eropa dari kehancuran yang dideritanya yang ditimbulkan dari Perang Dunia I dan Perang Dunia II

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 44: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

73

Hungaria, Polandia, Republik Ceko, Bulgaria, Estonia, Latvia, Lithuania,

Rumania, Slovakia dan Slovenia.119

3.2.2. Tugas Utama NATO

Yang menjadi tugas utama NATO adalah:

1. Foundation for stability and security;

Tugas yang pertama ini adalah untuk menjamin keamanan negara-negara

anggota NATO khususnya, dan dunia internasional pada umumnya

dengan berdasarkan demokrasi dan kepercayaan bahwa selalu ada cara-

cara damai untuk menyelesaikan suatu konflik 120

2. Consultation and Coordination;

Tugas yang kedua ini memberikan kesempatan kepada negara-negara

anggotanya untuk saling berkonsultasi satu sama lain dalam setiap hal

yang dapat mempengaruhi kepentingan negara-negara anggotanya,

termasuk perkembangan yang dapat mengancam keamanannya, dan juga

memfasilitasi kerjasama berdasarkan kepentingan bersama.121

3. Collective Defense;

NATO berfungsi sebagai penangkal dan pertahanan secara bersama-sama

dari setiap agresi militer yang dapat mengancam wilayah-wilayah negara

anggotanya.122

119 <http://www.nato.int/structur/countries.htm> diakses 13 November 2008 11.00 Wib.

120 Tugas ini didasarkan atas pengaturan dalam pasal 1 NATO Treaty: ” The Parties

undertake, as set forth in the Charter of the United Nations, to settle any international dispute in which they may be involved by peaceful means in such a manner that international peace and security and justice are not endangered, and to refrain in their international relations from the threat or use of force in any manner inconsistent with the purposes of the United Nations”

121 Tugas ini didasarkan atas pengaturan dalam Pasal 4 NATO Treaty: “The Parties will

consult together whenever, in the opinion of any of them, the territorial integrity, political independence or security of any of the Parties is threatened.”

122 Tugas ini didasarkan atas pengaturan dalam Pasal 5 ayat (1) NATO Treaty: “The

Parties agree that an armed attack against one or more of them in Europe or North America shall be considered an attack against them all and consequently they agree that, if such an armed attack occurs, each of them, in exercise of the right of individual or collective self-defence recognised by Article 51 of the Charter of the United Nations, will assist the Party or Parties so attacked by taking forthwith, individually and in concert with the other Parties, such action as it deems

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 45: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

74

Tugas utama inilah yang menyokong anggota NATO tersebut adalah

ikatan untuk bekerjasama menjaga keutuhan dan perdamaian Eropa.

Kesetiakawanan dan kesatuan antar anggota memastikan tidak ada anggotanya

yang sendirian saja dalam menghadapi gangguan keamanan yang mengancam.

Adapun tugas-tugas di luar tugas utama tersebut disesuaikan dengan kondisi dunia

pada umumnya yang secara periodik dituangkan dalam NATO Strategic Concept.

3.2.3. NATO Treaty dan Hubungannya dengan Piagam PBB

Sebagaimana disebutkan di awal NATO dibentuk dengan berlandaskan

pasal 51 Piagam PBB yang berbunyi:

“Nothing in the present Charter shall impair the inherent right of individual or collective self-defence if an armed attack occurs against a Member of the United Nations, until the Security Council has taken measures necessary to maintain international peace and security. Measures taken by Members in the exercise of this right of self-defence shall be immediately reported to the Security Council and shall not in any way affect the authority and responsibility of the Security Council under the present Charter to take at any time such action as it deems necessary in order to maintain or restore international peace and security.”123

Adapun tujuan dari pembentukan NATO adalah sejalan dengan tujuan

PBB. Hal ini sudah dapat dilihat sejak Preamble paragraf pertama NATO Treaty:

“The Parties to this Treaty reaffirm their faith in the purposes and principles of the Charter of the United Nations and their desire to live in peace with all peoples and all governments.”

Hal ini dipertegas kembali pada Pasal 1 NATO Treaty, yang

merupakan deklarasi kebutuhan untuk membatasi ancaman atau penggunaan

kekuatan dalam tingkat apapun yang tidak konsisten dengan tujuan PBB;

“The Parties undertake, as set forth in the Charter of the United Nations, to settle any international dispute in which they may be involved by peaceful means in such a manner that international peace and security and justice are not endangered, and to refrain in

necessary, including the use of armed force, to restore and maintain the security of the North Atlantic area.

123 United Nations Charter, Chapter VII, Article 51.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 46: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

75

their international relations from the threat or use of force in any manner inconsistent with the purposes of the United Nations.”

Pasal 7 NATO Treaty pun juga menyebutkan bahwa negara-negara yang

tergabung dalam Aliansi NATO wajib mematuhi ketentuan dalam Piagam PBB

dan mengakui kewenangan utama dari Dewan Keamanan PBB dalam menangani

masalah-masalah yang menyangkut perdamaian dan keamanan internasional;

“This Treaty does not affect, and shall not be interpreted as affecting in any way the rights and obligations under the Charter of the Parties which are members of the United Nations, or the primary responsibility of the Security Council for the maintenance of international peace and security.”

Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada pada pasal-pasal dari NATO

Treaty tersebut jelaslah terlihat bahwa NATO sebagai organisasi internasional

regional dalam setiap tindakannya adalah tunduk kepada Piagam PBB.

3.3. Intervensi Militer NATO Dalam Konflik Kosovo; Alasan NATO Dan

Status Hukumnya

Sebelum melakukan intervensi militer melalui serangan udara, NATO

membuat beberapa pertemuan untuk membahas langkah-langkah apa saja yang

bisa dilakukan untuk menghentikan konflik di Kosovo. Langkah-langkah melalui

perundingan ini antara lain:

1) Pembicaraan Informal Tingkat Menteri Luar Negeri NATO di Luxemburg, 28

Mei 1998

Diawali dengan pertemuan yang dihadiri oleh menteri luar negeri NATO

yang mengkhawatirkan kondisi yang tengah berlangsung di Kosovo dan

membawa dampak negatif bagi keamanan dan stabilitas wilayah di sekitarnya.

Upaya pencarian solusi politik disepakati bahwa pihak internasional harus

menghormati keutuhan wilayah dan kedaulatan Serbia dan melindungi hak-hak

warga sipil etnis manapun. NATO menyarankan agar Presiden Serbia Slobodan

Milosevic dan pemimpin etnis Albania-Kosovo segera melakukan upaya

konstruktif melalui pembicaraan damai.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 47: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

76

Tujuan pertemuan ini adalah:

• Mengakomodir aspirasi komunitas internasional untuk mencari resolusi

perdamaian

• Mendukung stabilitas keamanan wilayah sekitar terjadinya konflik;

Albania, Macedonia, dan Italia, dengan mengamankan daerah perbatasan.

2) Pertemuan Tingkat Menteri Pertahanan NATO di Brussel, 11 Juni 1998

Dalam pertemuan ini, NATO mengeluarkan beberapa keputusan, yaitu;

a. Kewenangan militer NATO untuk memperhitungkan kemungkinan

dilakukannya operasi militer

b. Mendukung upaya badan intenasional, OSCE (Organization for Security

Cooperation in Europe) dan PBB, untuk memantau perkembangan situasi

di Kosovo.

c. Melakukan pertemuan dengan Rusia untuk membicarakan langkah-

langkah yang dapat ditempuh selanjutnya.124

3) Activation Warning (ACTWARN) 24 September 1998

Tindakan NATO selanjutnya ini menekankan kepada pemerintah Serbia

untuk;

• Menghentikan kekerasan terhadap warga sipil Kosovo,

• Tetap berupaya mencarikan solusi politik yang berbasiskan negosiasi,

• Mengambil langkah komprehensif untuk mengurangi tragedi

kemanusiaan125

4) Exercised Determined Falcon, 15 Juni 1998

124 Roberts, Adam, “NATO’s Humanitarian War Over Kosovo’, (Survival; The

International Institute for Strategic Studies, Vol.41 No.3, Autumn 1999), hal 59 125 US and NATO Objectives and Interest in Kosovo, Fact Sheet Released by the US

Department of State Washington DC, March 26, 1999, <http://www.state.gov/www/regions/eur/fs990326ko sovoobjectives.html> diakses 11 November 2008 pukul 01.00 WIB.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 48: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

77

Exercised Determined Falcon ini adalah bagian dari strategi militer

NATO di Kosovo, melalui latihan militer udara NATO di bawah Allied Europe

Command Structure, di atas wilayah Albania dan Macedonia. Latihan ini

digunakan untuk memberi peringatan kepada pemerintahan Yugoslavia.126

5) Activation Order (ACTORD), 20 Desember 199b

Activation Order merupakan ultimatum tertinggi NATO tentang kesiapan

untuk meluncurkan operasi militer, jika tetap tidak ada perubahan sikap dari

pemerintah Yugoslavia dalam mengatasi krisis Kosovo. Ultimatum ini juga

merupakan cikal bakal dikeluarkannya Operation Allied Force 24 Maret 1999.127

6) Perundingan Rambouillet

Pada tanggal 24 Februari 1999 NATO mengupayakan peace making

dengan tujuan mencapai penyelesaian komprehensif untuk mengembalikan

perdamaian, dan mendorong terbentuknya pemerintahan sendiri di Kosovo.

Negosiator Serbia dan perwakilan dari etnis Kosovo-Albania dipertemukan untuk

berunding di Chateau de Rambouillet, Perancis dengan mediasi dari Menteri Luar

Negeri Amerika Serikat, Madeline Albright. Adapun klausula yang ditawakan:

• Democratic Self-Government; yaitu terbentuknya pemerintahan yang

demokratis, termasuk dalam bidang pendidikan, kesehatan, pembangunan

ekonomi, dan memiliki sistem pemerintahan yang mandiri di Kosovo.

• Security; Tentara internasional dan polisi lokal dapat membantu

memulihkan stabilitas keamanan pasca konflik.

126 Clark Glen Wes, “ When Force is Necessary: NATO’s military Response to the Kosovo Crisis,” (NATO Review,Summer 1999), hal.15

127 NATO: Operation Allied Force <http://www.defenselink.mil/specials/kosovo.htm>, diakses 11 November 2008 pukul 12.20 WIB.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 49: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

78

• Mechanism for final settlement; Mekanisme keputusan tetap dapat

ditentukan melalui sebuah pertemuan lanjutan setelah tiga bulan

diberlakukannya kesepakatan perundingan perdamaian.128

Negosiasi antara kedua pihak rupanya tidak berjalan lancar karena pihak

Yugoslavia menolak untuk menandatanganinya. Klausula yang paling

memberatkan pihak Serbia adalah klausula yang mengisinkan pasukan

internasional untuk memiliki akses penuh di wilayah Kosovo dan klausula yang

menegaskan otonomi daerah Kosovo.129

Serangkaian perundingan tambahan yang menyusul Perjanjian

Rambouillet tidak berhasil menggoyahkan niat Presiden Milosevic untuk mundur

dari Kosovo, akhirnya NATO memutuskan untuk melancarkan serangan udara

pada tanggal 24 Maret 1999 yang disebut Operation Allied Force .

3.3.1. Alasan NATO Melakukan Intervensi Militer

Alasan NATO untuk melancarkan Operation Allied Force adalah sebagai

berikut: Pertama, operasi militer ini merupakan pemenuhan mandat dari resolusi-

resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB sebelumnya sehubungan

dengan situasi keamanan di Kosovo, yaitu Resolusi Dewan Keamanan PBB

nomor1199 tanggal 23 September 1998 dan Resolusi Dewan Keamanan PBB

nomor 1203 tanggal 24 Oktober 1998.

Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor1199 tanggal 23 September 1998

berisi mandat untuk menghentikan kekerasan terhadap masyarakat sipil,

memerintahkan mundurnya pasukan Serbia, repatriasi para pengungsi dan orang-

orang yang kehilangan tempat tinggal serta akses yang bebas dan tak terbatas

128 Understanding the Rambouillet Accords, (Fact Sheet yang dirilis oleh the Bureau of

European Affairs, US Department of State, Washington DC, 1 Maret 199).

129 Bruce R. Nardulli ,et.al, Disjointed War, Millitary Operations in Kosovo, 1999, (Santa Monica: Rand,2001), hal.18

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 50: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

79

bagi organisasi-organisasi humaniter yang bertujuan membantu korban yang

terluka di Kosovo.130

Adapun Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1203 tanggal 24 Oktober

1998 berisi kewajiban-kewajiban yang diarahkan kepada pemimpin etnis

Kosovo-Albania untuk menghentikan aksi terorisme dan mencapai tujuan dengan

cara damai, serta Pemerintah Serbia untuk menyadari tanggung jawab utama

menjamin kesalamatan dan keamanan personel diplomatik dan pengembalian

pengunsi dengan selamat.131

Kedua, adalah adanya hak untuk membela diri secara kolektif sesuai

dengan Pasal 7 NATO Treaty. Adanya konflik di Kosovo merupakan ancaman

bagi perdamaian dan keamanan di negara-negara Eropa karena konflik ini

berpotensi meluas ke berbagai wilayah Eropa, yang notabene merupakan negara-

negara anggota NATO. Apalagi Yunani dan Italia, anggota NATO berbatasan

langsung dengan daerah konflik. Oleh sebab itu NATO berhak untuk menjaga

perdamaian dan keamanan wilayah negara-negara anggotanya dengan

melancarkan Operation Allied Force. Alasan ini didukung oleh Pasal 51 Piagam

PBB yang menjadi pengecualian prinsip non-intervensi sebagaimana telah

diterangkan sebelumnya.

3.3.2. Status Hukum Intervensi Militer NATO

Alasan pertama dari NATO bahwa operasi militer mereka di Kosovo

merupakan pemenuhan mandat dari resolusi-resolusi yang dikeluarkan oleh

Dewan Keamanan PBB dapat menimbulkan pedebatan. Bab VII Piagam PBB

menegaskan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum Dewan

Keamanan PBB memberikan mandat bagi penggunaan kekuatan bersenjata, yaitu;

Pertama, Dewan Keamanan PBB harus memastikan adanya ancaman

terhadap perdamaian, pelanggaran terhadap perdamaian atau tindakan

130 Catherine Guicher, International Law and the War in Kosovo, Survival, The IISS

Quarterfly, Vol.41., No.2 (1199), hal.26.

131 Christine M.Chinkin, NATO’s Kosovo Intervention: A “Good”or “Bad” War?, 93 American Journal of International Law. 841 (1999), hal.842.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 51: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

80

agresi.132Kedua, sesuai Pasal 42 Piagam PBB yang mewajibkan Dewan

Keamanan PBB untuk memastikan apakah upaya-upaya yang tercantum dalam

Pasal 41 Piagam PBB tidak cukup untuk menghentikan ancaman, gangguan atau

tindakan agresi yang dihadapi.133

Syarat pertama telah dipenuhi dengan dikeluarkannya Resolusi Dewan

Keamanan PBB nomor 1199 tanggal 23 September 1998 dan Resolusi Dewan

Keamanan PBB nomor 1203 tanggal 24 Oktober 1998 yang menunjukkan bahwa

Dewan Keamanan menyadari dan telah memastikan adanya ancaman terhadap

perdamaian dalam konflik Kosovo. Akan tetapi syarat kedua pemberian mandat

tidak dapat dipenuhi. Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1199 tanggal 23

September 1998 dan Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1203 tanggal 24

Oktober 1998 merupakan upaya PBB untuk menyelesaikan konflik Kosovo

dengan cara-cara diplomatik, bukan dengan kekuatan militer. Oleh karena itu

Negara-negara anggota PBB seharusnya tidak boleh menyimpulkan begitu saja

resolusi-resolusi dari Dewan Keamanan PBB merupakan izin kewenangan untuk

melakukan tindakan kekerasan.134

Sebagai tambahan dengan tindakan NATO melakukan intervensi militer di

Kosovo, maka NATO telah melanggar beberapa hukum internasional, antara lain;

• Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB yang berisi prinsip pelarangan bagi setiap anggota

PBB untuk menggunakan kekuatan senjata melawan keutuhan wilayah dari

132 United Nations Charter, Chapter VII, Article 39; “The Security Council shall determine the existence of any threat to the peace, breach of the peace, or act of aggression and shall make recommendations, or decide what measures shall be taken in accordance with Articles 41 and 42, to maintain or restore international peace and security.”

133 United Nations Charter, Chapter VII, Article41;“The Security Council may decide

what measures not involving the use of armed force are to be employed to give effect to its decisions, and it may call upon the Members of the United Nations to apply such measures. These may include complete or partial interruption of economic relations and of rail, sea, air, postal, telegraphic, radio, and other means of communication, and the severance of diplomatic relations”

. United Nations Charter, Chapter VII, Article42; “Should the Security Council consider that measures provided for in Article 41 would be inadequate or have proved to be inadequate, it may take such action by air, sea, or land forces as may be necessary to maintain or restore international peace and security. Such action may include demonstrations, blockade, and other operations by air, sea, or land forces of Members of the United Nations.”

134 Walter Gary Sharp, Operation Allied Force: Reviewing the Lawfulness of NATO’s Use

of Military Force to Defend Kosovo,23 Md.Journal of International Law & Trade 295 (1999), hal.323.

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 52: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

81

suatu negara, atau tindalam-tindakan lainnya yang tidak sesuai dengan tujuan

PBB;

“All Members shall refrain in their international relations from the threat or use of force against the territorial integrity or political independence of any state, or in any other manner inconsistent with the Purposes of the United Nations”.

• Pelanggaran terhadap pasal 33 ayat 1 Piagam PBB yang menyatakan para

pihak yang bertikai pertama kali harus mencari jalan keluar untuk berdamai

baik itu melalui negosiasi, mediasi, konsiliasi atupun jalan damai lain sesuai

keinginan mereka;

“The parties to any dispute, the continuance of which is likely to endanger the maintenance of international peace and security, shall, first of all, seek a solution by negotiation, enquiry, mediation, conciliation, arbitration, judicial settlement, resort to regional agencies or arrangements, or other peaceful means of their own choice.”

• Pelanggaran terhadap pasal 37 ayat 1 Piagam PBB yang menyatakan bahwa

jika jalan yang ditempuh dalam pasal 33 Piagam PBB gagal, maka Dewan

Keamanan PBB mengambil alih keadaan;

“Should the parties to a dispute of the nature referred to in Article 33 fail to settle it by the means indicated in that Article, they shall refer it to the Security Council.”

• Pelanggaran terhadap pasal 39 Piagam PBB yang berisi Dewan Keamanan

PBB (bukan NATO, organisasi internasional lain ataupun satu negara) yang

menyatakan sebuah ancaman akan mengganggu keamanan dan perdamaian

internasional dan akan mengambil langkah yang dianggap perlu;

“The Security Council shall determine the existence of any threat to the peace, breach of the peace, or act of aggression and shall make recommendations, or decide what measures shall be taken in accordance with Articles 41 and 42, to maintain or restore international peace and security”

• Pelanggaran terhadap pasal 42 Piagam PBB yang menyatakan bahwa Dewan

Keamanan PBB adalah badan satu-satunya yang dapat melakukan serangan

udara, darat dan laut atas anggota PBB lainnya;

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009

Page 53: BAB 2 HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI - OPAC - Universitas ... VI 633.8274... · bangsa pada prakteknya berawal dari Revolusi Amerika dan ... satu tujuan dari PBB adalah untuk “membangun

82

“Should the Security Council consider that measures provided for in Article 41 would be inadequate or have proved to be inadequate, it may take such action by air, sea, or land forces as may be necessary to maintain or restore international peace and security. Such action may include demonstrations, blockade, and other operations by air, sea, or land forces of Members of the United Nations.”

• Pelanggaran terhadap Pasal 7 NATO Treaty yang merupakan perjanjian

pembentukan NATO sendiri menegaskan bahwa negara-negara yang

tergabung dalam Aliansi NATO wajib mematuhi ketentuan dalam Piagam

PBB dan mengakui kewenangan utama dari Dewan Keamanan PBB dalam

menangani masalah-masalah yang menyangkut perdamaian dan keamanan

internasional;

“This Treaty does not affect, and shall not be interpreted as affecting in any way the rights and obligations under the Charter of the Parties which are members of the United Nations, or the primary responsibility of the Security Council for the maintenance of international peace and security.”

UNIVERSITAS INDONESIA Kemerdekaan negara..., Donny Taufiq, FHUI, 2009