bab 2 - lontar.ui.ac.id filewanprestasi diartikan bila seseorang yang berhutang lalu tidak memenuhi...
TRANSCRIPT
27
Universitas Indonesia
BAB 2
PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN KONSEP GANTI RUGI
2. 1 Sebab-sebab ganti rugi dalam konsep Perdata
Dalam konsep perdata ganti rugi dapat diberikan dengan dua alasan; pertama
adalah disebabkan wanprestasi, kedua; perbuatan melawan hukum. Perbedaan antara
kedua sebab ganti rugi tersebut adalah jika wanprestasi diawali dengan adanya
perjanjian, dimana pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi tidak memenuhi
prestasinya, baik sebagain maupun seluruhnya, ataupun prestasi yang dipenuhi tidak
sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dalam perjanjian baik dalam hal waktu
maupun kesesuaian objek yang diperjanjikan. Sedangkan ganti rugi yang disebabkan
akibat perbuatan melawan hukum tidak diawali dengan adanya suatu perjanjian,
namun karena adanya perbuatan disatu pihak yang melawan hukum, melawan hukum
disini tidak hanya melawan undang-undang tapi sudah ada pergeseran makna
melawan hukum yakni melanggar kepatutan, ketelitian, kehati-hatian, melanggar hak
subjektif orang lain, melanggar kewajiban hukum si pelaku.20
a. Wan Prestasi
Wanprestasi diartikan bila seseorang yang berhutang lalu tidak memenuhi
kewajibannya atau prestasi yang diperjanjikan.21
Dalam undang-undang yang
dimaksud dengan prestasi adalah;22
20 Perkuliahan “Kapita Selekta Hukum Perdata” oleh Rosa Agustina semester genap tahun
2008.
21
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003).,hal. 123
22
Ibid.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
28
Universitas Indonesia
1. Menyerahkan suatu barang
2. Melakukan suatu perbuatan
3. Tidak melakukan suatu perbuatan.
Akibat dari tidak dipenuhinya prestasi oleh debitur maka dapat menimbulkan hak
bagi kreditur untuk menuntut debitur yang berupa:
1. Pemenuhan perjanjian
2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi
3. Ganti rugi saja
4. Pembatalan perjanjian
5. Pembatalan disertai ganti rugi
Adapun dasar penuntutan ini adalah pasal 126623
KUHPer. Bila salah satu
pihak tidak memenihi kewajibannya, maka pihak yang lain berhak menuntut dimuka
hakim. Sedang mengenai apa yang dapat dituntut ditentukan oleh pasal 126724
KUHPer. Dengan demikian wanprestasi ini tidak membebaskan debitur dari tanggung
jawabnnya.
23 Pasal 1266 KUHPer ayat (1)“Syarat batal perlu dianggap selalu dicantumkan dalam
persetujuan-persetujuan yang timbal balik manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya .
ayat (2) Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi hokum., tapi pembatalan harus dimintakan
didepan hakim. Ayat (3) “Permintaan ini juga harus dilakukan meskipun syarat batal mengenai tidak
terpenuhinya kewajiban dinyatakan dalam perjanjian. Ayat (4) “Jika syarat batal tidak dinyatakan
dalam persetujuan, Hakim adalah leluasa untuk,menurut keadaan, atas permintaan si tergugat,
memberikan suatu jangla waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana
namun itu tidak boleh lebih dari satu bulan.
24
Pasal 1267 KUHPer “Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah
ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian,
ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
29
Universitas Indonesia
b. Perbuatan Melawan Hukum
“Tiap Perbuatan Melawan Hukum yang membawa kerugian kepada orang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut”(pasal 1365 KUHPer)
2.2 Perbuatan Melawan Hukum
2.2.1 Pengertian PMH
Perbuatan melawan hukum berasal dari kata onrechtimatigedaad yang diatur
dalam pasal 1365 KUHPer. Untuk kata onrechmatigedaad diaritikan bermacam, ada
yang mengartikannya sebagai perbuatan “melanggar hukum” ada juga yang
mengartikannya sebagai “perbuatan melawan hukum”. Wirdjono Projodikoro
menggunakan kata “melanggar” sedangkan Sri Soedewi Masjchoen Sofwan , M.A.
Moegni Djojodirdjo , dan Mariam Darus Badrulzaman memilih menggunakan kata
“melawan” karena kata melawan lebih bersifat aktif dan pasif atau positif dan
negative.25
Selain itu, kata melawan memiliki makna yang lebih luas baik perbuatan
yang didasarkan pada kesengajaan maupun kelalaian. Sebelum tahun 1919 dalam
menyelesaikan kasus, pengadilan mengartikan melawan hukum hannya yang
melanggar dari pasal-pasal yang tertulis dalam perundang-undangan yang berlaku. 26
Namun, sejak tahun 1919 terjadi perkembangan mengenai istilah perbuatan
melawan hukum. Perkembangan makna perbuatan melawan hukum ini diawali di
negeri Belanda. Perkembangan awal dari makna perbuatan melawan hukum sebagai
perbuatan yang melanggar terhadap kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan
26
Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum. (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2003).,hal 35
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
30
Universitas Indonesia
bermasyarakat.27
Hal ini dapat dilihat dalam putusan Hoge Raad negeri Belanda
tanggal 31 Januari 1919 dalam kasus Lindenbaum versus Cohen sejak saat itu
perbuatan melawan hukum telah diartikan secara luas, tidak lagi hanya mencakup
perbuatan-perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan tapi perbuatan
melawan hukum diartikan sebagai suatu perbuatan atau kealpaan yang bertentangan
dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau
bertentangan, baik kesusilaan maupun dengan keharusan yang harus diindahkan
dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda, sedang barang siapa karena
salahnya sebagai akibat perbutannya itu telah mendatangkan kerugian pada orang
lain, berkewajiban membayar ganti kerugian.28
Menurut Meyers, perbuatan yang tidak melaksanakan kewajiban yang timbul
dari perjanjian, tidak dapat dimasukan dalam pengertian onrechtmatige daad
(perbuatan melawan hukum). Perikatan yang karena undang-undang yang juga
mencakup perikatan karena perbuatan melawan hukum, berada disamping perikatan
karena perjanjian. Kedua bidang ini adalah dua hal yang berbeda.29
Maka dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa suatu perbuatan dikatakan
melawan hukum kalau :
27
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum; pendekatan kontemporer, (Bandung:Citra
Aditya Bakti, 2005).,hal 5-6
28
Moegni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum. (Jakarta: Pradnya Paramita, 1979)., hal.
26
29
Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum. (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2003),. Hal. 43 lihat E.M Maijers, Verzamelde Privatrechtelijke
Opstellen van Prof. Mr. E.M. Meijers 2 e. Deel, Verbintenissenrecht, ( Universitaire Pers: Leiden,
1955), hal.3 dikutip oleh H.M. Asril, SH dalam majalah Badan Pembinaan Hukum Nasional No. 4
tahun 1981 (Jakarta: Binacipta, 1981)., hal. 65
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
31
Universitas Indonesia
Bertentangan dengan hak Subjektif orang lain
Bertentangan dengan hak subjektif orang lain adalah bertentangan dengan
subjektief recht orang lain, dimana arti subjektief recht berarti kewenangan yang
bersal dari suatu kaidah hukum.30
Sifat Hakekat daripada subjecktief recht menurut
Meyers adalah adalah wewenang khusus yang diberikan oleh hukum pada seseorang
yang memperolehnya demi kepentingannya. Hak-hak yang paling penting yang
diakui oleh yurisprudensi adalah hak-hak pribadi, seperti hak-hak atas kebebasan,
hak-hak atas kehormatan, dan nama baik dan hak-hak kekayaan
(vermogensrechten)31
. Dari vermogensrechten yang paling penting adalah hak-hak
kebendaan dan lain-lain hak absolute, karena pelanggaran atas hak kekayaan pribadi ,
yakni hak menuntut, hak-hak relatif kebanyakan menimbulkan wanprestasi, yang
akibatnya diatur tersendiri dalam undang-undang.
Pelanggaran terhadap hak subjektif orang lain merupakan perbutan melawan
hukum apabila perbuatan itu secara langsung melanggar hak subjektif orang lain, dan
menurut pandangan dewasa ini diisyaratkan adanya pelanggaran terhadap tingkah
laku, berdasarkan hukum tertulis maupun tidak tertulis yang seharusnya tidak
dilanggar oleh pelaku dan tidak ada alasan pembenar menurut hukum.32
Jika dilihat dari putusan Hoge Raad tanggal 10 maret 1972, kasus yang
diputus adalah kasus penutupan tempat berair dengan sampah kota Vermeulen dekat
pertamanan dari pihak Lekkerkerker di Mastwijkerplas, yang menyebabkan
datangnya burung-burung perusak dalam jumlah besar sehingga merusak pertamanan
tersebut. Dalam kasus ini Hoge Raad memutuskan bahwa tindakan Vermeulen
30 Moegni Djojodirjo, Op. Cit,. hal. 36
31
Ibid.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
32
Universitas Indonesia
tersebut merupakan perbuatan melwan hukum dengan pertimbangan hal-hal sebagai
berikut :
1. Mempertimbangkan sifat dan tempat perbuatan tersebut.
2. Besarnya kerugian yang diderita.
3. Tidak ada alasan pemaaf.
4. Mekipun tergugat telah berusaha mencegah kedatangan burung-burung
tersebut, tetapi tidak berhasil mencegahnya.
Dalam kasus tersebut, Hoge Raad memutuskan bahwa pihak tergugat telah
melanggar hak milik orang lain, sehingganya karenanya merupakan suatu perbuatn
melawan hukum.33
Bertentangan dengan Kewajiban hukum si pelaku
Perbuatan dengan melalaikan atau bertentangan dengan kewajiban hukum si
pelaku adalah merupakan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan undang-
undang. Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum bila
perbuatan itu bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku.
Kewajiban hukum yang berasal dari kata rechtpllicht yang diartikan sebagai
kewajiban yang berdasarkan hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis (termasuk
dalam arti ini adalah perbuatan pidana pencurian, penggelapan, penipuan, dan
pengerusakan).34
Sesuai dnegan perkembangan makna perbuatan melawan hukum
33 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005)., hal 7
34
Rosa Agustina, Perbuatan melawan hukum., hal. 54 yang dikutp dari Djuhaenah Hasan,
Istilah dan Pengertian Perbuatan Melawan Hukum dalam Laporan Akhir Kompendium Bidang
Perbuatan melawan hukum, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI,
1996/1997), hal 24
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
33
Universitas Indonesia
maka hukum mencakup keseluruhan norma yang hidup di masyarakat termasuk adat-
istiadat yang masih berlaku.
Melanggar Kesusilaan Baik
Melanggar kesusilaan baik adalah salah satu perbuatan yang dianggap
perbuatan melawan hukum. Kesusilaan baik yang dimaksud merupakan norma-norma
kesusilaan, sepanjang norma-norma tersebut oleh masyarakat atau pergaulan hidup
diterima sebagai peraturan-peraturab hukum tidak tertulis. Hal ini dapat dilihat dalam
pasal 1335 dan 1337 bahwa suatu perjanjian akan batal jika melalaikan sesuatu atau
bertentangan dengan kesusilaan baik karena hal tersebut disebut sebagai melawan
hukum.
Mengenai kesusilaan baik, perkembangan makna perbuatan melawan hukum
dalam putusan Hoge Raan dalam kasus Lindebum versus Cohen, Cohen dikatakan
bersalah karena telah membujuk salah satu karyawan untuk membocorkan rahasia
perusahaan Lindebum, apa yang telah dilakukan Cohen tersebut termasuk dalam
melanggar kesusilaan yang baik.35
Bertentangan dengan Keharusan yang Harus Diindahkan dalam
Pergaulan Masyarakat Mengenai Benda Atau Orang Lain.
Bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan
masyarakat mengenai benda atau orang lain bilamana perbuatan tersebut adalah
bertentangan dengan sesuatu, yang menurut hukum tidak tertulis harus diindahkan
dalam lalulintas masyarakat. Kriterium “bertentangan dengan kesusilaan baik”
35
Ibid.,hal. 45
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
34
Universitas Indonesia
kiranya tercakup dalam kriterium zorgvuldigheid, yang harus dilakukan dalam
pergaulan masyarakat mengenai benda atau orang lain.
Norma zorgvuldigheid, tersebut sekalipun nampak merupakan kriterium yang
tidak penting dibandingkan kriterium lain dalam onrechtmatigdaad, sering diterapkan
dalam keputusan pengadilan, hal ini membuktikan bahwa betapa pentingnya
kriterium zorgvuldigheid . Seringkali ditegaskan, bahwa sejak diterapkannya norma
zorvulidigheid ketiga kriteria lainnya tidak diperlukan lagi. Suatu perbuatan yang
bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan baik atau dengan mana
dilanggar hak orang lain, selalu merupakan perbuatan yang bertenanagan dengan
sikap kehati-hatian yang seyogyanya dilakukan dalam pergaulan masyarakat Norma
zorgvuldigheid tersebut tidak selalu dapat diterapkan pada perbuatan-perbuatan
melawan hukum yang memenuhi salah satu kriterium lainnya.36
Penyalahgunaan Hak
Penyalahgunaan hak atau yang disebut sebagai istilah “misbruik van recht”
merupakan juga perbuatan melawan hukum. Penyalahgunaan hak adalah suatu
tindakan atau perbuatan yang didasarkan pada kewenangan yang sah dari seseorang
sesuai dengan hukum yang berlaku, namun tindakan atau perbuatan tersebut
dilakukan secara menyimpang atau dengan maksud yang lain dari tujuan hak tersebut
diberikan. Perbutan penyalahgunaan hak tersebut dikatakan termasuk perbutan
melawan hukum berdasarkan pengertian pada pasal 1365 KUHPer karena memenuhi
unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang dimaksud pasal tersebut. Seperti
36 Ibid., hal.46-47
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
35
Universitas Indonesia
kerugian bagi orang lain, melanggar kepantasan, kepatutan dan kehati-hatian serta
adanya hubungan antara kesalahan dan kerugian yang disebabkan.37
2.2.2 Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum
Untuk dikatakan sebagai suatu perbuatan melawan hukum, berdasarkan pasal
1365 KUHPer haruslah memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :38
1. Adanya suatu perbuatan.
2. Perbuatan tersebut melawan hukum.
3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku.
4. Adanya kerugian bagi korban.
5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.
2.2.2.1. Adanya Suatu Perbuatan
Suatu perbuatan dikatakan perbuatan melawan hukum jelas sebagai unsur
utama harus terpenuhinya unsur perbuatan oleh salah satu pihak (pelaku). Perbuatan
disini yang dimaksud adalah baik perbuatan dalam bentuk aktif (melakukan suatu
perbuatan) atau dalam bentuk pasif (tidak dengan melakukan suatu perbuatan)
dimana si pelaku mempunyai kewajiban hukum untuk melakukan suatu perbuatan
tertentu, dengan tidak dilakukannya perbuatan yang menjadi kewajibannya maka itu
sebagai pemenuh perbuatan dalam unsur perbuatan melawan hukum. Dengan
penekanan bahwa kewajiban tersebut tidak didasarkan pada suatu kesepakatan
37 Munir Fuady, Op. Cit., hal 9
38
Ibid., hal. 10-14
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
36
Universitas Indonesia
(kontrak), karena jika kewajiban hukum tersebut bersumber dari suatu kesepakatan
(kontrak) maka perbuatan tersebut termasuk pada wanprestasi bukan perbuatan
melawan hukum.
2.2.2.2. Perbuatan tersebut Melawan Hukum
Suatu perbuatan yang dilakukan haruslah melawan hukum. Sebelum tahun
1919 melawan hukum hanya terbatas pada pasal-pasal yang tertulis dalam perundang-
undangan, namun setelah tahun 1919 unsur melawan hukum diartikan dalam arti
seluas-luasnya, yakni meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku.
2. Perbutan yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum, atau
3. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau
4. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (goedezeden), atau
5. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalma
bermasyarakat untuk meperhatikan kepentingan orang lain.
2.2.2.3 Adanya Kesalahan dari si Pelaku
Berdasarkan pasal 1365 KUHPer tentang Perbuatan Melawan Hukum,
Undang-undang dan yurisprudensi mensyaratkan bahwa pada pelaku haruslah
mengandung unsur kesalahan (schudelement) dalam melaksanakan perbuatan
tersebut, karena itu konsep tangggung jawab tanpa kesalahan (strict liability) tidak
termasuk tanggung jawab berdasarkan pasal 1365 KUHPer. Maka untuk
memperjelasan kesalahan seperti apa yang dapat memenuhi unsur kesalahan dari
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
37
Universitas Indonesia
suatu perbuatan untuk dikatakan perbutan melawan hukum maka harus memenuhi
unsur-unsur berikut :
1. Adanya unsur kesalahan, atau
2. Adanya unsur kesengajaan (negligence, culpa), dan
3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (recht-
vaardigingsgrind), seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak
waras, dan lain-lain.
Mengenai diperlukannya suatu unsur kesalahan disamping unsur melawan
hukum ada beberapa aliran yang menjelaskan mengenai kedudukan unsur kesalahan
dan melawan hukum serta keterikatan keduanya:
Aliran yang menyatakan cukup hanya unsur melawan hukum saja
Aliran ini berkembang di Negeri Belenda yang dianut oleh Van Oven,
menurut aliran ini unsur kesalahan sudah termasuk dalam unsur melawan hukum.
Namun, pengertian melawan hukum dalam arti yang luas yang dimaksud sudah
mencakup unsur kesalahan. Sehingga unsur kesalaha tidak lagi dibutuhkan, cukup
dengan melawan hukum.39
Aliran yang menyatakan cukup hanya dengan unsur kesalahan saja.
Penganut aliran ini adalah Van Goudever, aliran ini dikembangkan di Negeri
Belanda. Aliran ini mengatakan bahwa dengan unsur kesalahan sudah termasuk juga
39 Ibid., hal 12
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
38
Universitas Indonesia
unsur melawan hukum di dalamnya, sehingga tidaklah lagi diperlukan unsur
“melawan hukum” terhadap suatu perbuatan melawan hukum.40
Aliran yang menyatakan diperlukan, baik unsur melawan hukum
maupun unsur kesalahan.
Aliran mengajarkan bahwa suatu perbuatan melawan hukum dan unsur
kesalahan sekaligus, karena dalam unsur melawan hukum saja belum tentu mencakup
unsur kesalahan. Kesalahan yang disyaratkan oleh hukum dalam perbuatan melawan
hukum, baik kesalahan dalam arti “kesalahan hukum” maupun “kesalahan sosial”.
Dalam hal ini hukum menafsirkan kesalahan sebagai suatu kegagalan seseorang
untuk hidup dengan sikap yang ideal, yakni sikap yang biasa dan normal dalam suatu
pergaulan masyarakat. Hal tersebut yang kemudian hidup dalam masyarakat dan
dikenal sebagai standar “manusia yang normal dan wajar”.41
2.2.2.4 Adanya Kerugian Bagi Korban
Untuk memenuhi unsur dalam pasal 1365 KUHPer suatu perbuatan dapat
dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum jika perbuatan tersebut menimbulkan
kerugian bagi korban. Kerugian yang dapat digugat atas dasar perbuatan melawan
tidak hanya kerugian materil namun juga dimungkinkan berdasarkan yursprudensi
bahwa kerugian yang mungkin digugat selain kerugian materil juga kerugian
immaterial. Hal ini lah salah satu yang membedakan gugatan ganti rugi atas dasar
perbuatan melawan hukum dengan wanprestasi.
40 Ibid.
41
Ibid.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
39
Universitas Indonesia
2.2.2.5 Adanya Hubungan Kausal antara Perbuatan dengan Kerugian
Sebagai salah satu syarat suatu perbuatan dikatakan perbuatan melawan
hukum adalah adanya hubungan kausal atau sebab akibat antara perbuatan yang
dilakukan oleh si pelaku dengan kerugian yang disebabkan. Dalam hubungan sebab
akibat (kausal) ini ada dua teori, yaitu ;42
Teori hubungan factual
Hubungan sebab akibat factual (causation in fact) hanyalah merupakan
masalah fakta atau apa yang secara factual telah terjadi. Setiap penyebab yang
menyebabkan timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab secara factual, asalkan
kerugian (hasilnya) tidak pernah teradapat tanpa adanya penyebab.Untuk teori ini
salah satu tokohnya adalah Von Buri dari Eropa Kontinental.
Teori “penyebab kira-kira” atau proximate cause
Dirumuskan agar lebih praktis dan mencakup semua elemen kepastian hukum
dan hukum yang lebih adil. Teori ini banyak sekali pertentangan pendapat hukum
mengenai perbuatan melawan hukum. Dalam teori penyebab kira-kira (proximate
cause) dalam menetapakan sejauh mana perilaku perbuatan melawan hukum harus
bertanggung jawab atas perbuatannya. Karena adalah layak dan adil jika seseorang
diberikan tanggung jawab hanya terhadap akibat yang dapat diperkirakan akan terjadi
(foressen), maka untuk itu, dalam proximate cause menempatkan elemen “sepatutnya
dapat diduga” (forseeability) sebagai faktor utama. Dalam teori proximate cause ini
terdapat banyak sekali teori yang terkait yang pada intinya apapun teori yang
diterapkan , minimal ada enam factor yang harus dipertimbangkan dalam hal
menetapkan tentang ada atau tidaknya elemen proximate cause, yaitu sebagai berikut
:
42 Ibid.,hal. 118.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
40
Universitas Indonesia
1. Kerugian adalah “terlalu jauh” dari kelalaian.
2. Kerugian di luar profesi dari kelalaian pihak pelaku.
3. Adalah terlalu luar biasa bahwa kelalaian tersebut menimbulkan
kerugian bagi orang lain.
4. Membenarkan adanya pemberian ganti rugi akan merupakan beban
yang sangat tidak reasonable atas pihak pelaku.
5. Membenarkan adanya pemberian ganti rugi akan menimbulkan
kemungkinan timbulnya fraudulent claims.
6. Adalah tidak masuk akal jika dibenarkan adanya pemberian ganti rugi
tersebut.
2.2.3 Perbuatan Melawan Hukum karena unsur Kesengajaan
Pasal 1365 KUH perdata mensyaratkan adanya unsur kesalahan (schuld )
terhadap suatu perbuatan melawan hukum. Dan sudah merupakan tafsiran umum
dalam ilmu hukum bahwa unsur kesalahan tersebut dianggap ada jika memenuhi
salah satu di antara tiga syarat sebagai berikut;
1. Ada unsur kesengajaan, atau,
2. ada unsur kelalaian (negligence, culpa), dan
3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan (rechtvaardigingsgrond), seperti keadaan
overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain lain.
Hukum yang di lakukan dengan unsur kelalaian, maka perbuatan melawan hukum
yang di lakukan dengan unsur kesengajaan derajat kesalahannya lebih tinggi. Maka
fakta sekarang menunjukkan kuantitas dari kasus kasus perbuatan melawan hukum
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
41
Universitas Indonesia
dalam bentuk kesengajaan semakin berkurang dan sebaliknya kuantitas perbuatan
melawan hukum dalam bentuk kelalaian semakin bertambah banyak. Hal ini di
sebabkan;
1. Perbuatan melawan hukum yang mengandung unsur kesengajaan umumnya
dilakukan hanya oleh orang orang yang terbelakang perkembangan logika /emosinya
atau kurang berperadaban.
2. Terhadap perbuatan melawan hukum yang mengandung unsur kesengajaan
umumnya tidak diasuransikan.
Pemisahan perbuatan melawan hukum ke dalam perbuatan dengan;
1. Kesengajaan
2. Kelalaian
3. Tanggung jawab mutlak baru gencar dilakukan oleh hukum dalam fase
perkembangan yang modern.
Hukum tradisional, baik hukum Eropa Kontinental, Hukum AngloSaxon, ataupun
hukum adat, tidak terlalu membeda bedakan jenis jenis perbuatan melawan hukum
tersebut.
(a) Pengertian Kesengajaan
Dalam perbuatan melawan hukum, unsur kesangajaan baru di anggap ada manakala
dengan perbuatan yang dilakukan dengan sengaja tersebut telah menimbukan
konsekuensi tertentu terhadap fisikdan/atau mental atau property dari korban,
meskipun belum merupakan kesangajaan untuk melukai(fisik atau mental) dari
korban tersebut.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
42
Universitas Indonesia
Unsur kesengajaan tersebut dianggap eksis dalam suatu tindakan manakala memenuhi
elemen elemen sebagai berikut;
1. Adanya kesadaran (state of mind) untuk melakukan
2. Adanya konsekuensi dari perbuatan, jadi, bukan hanya adanya perbuatan saja
3. Kesadaran untuk melakukan, bukan hanya untuk menimbulkan konsekuensi,
melainkan juga adanya kepercayaan bahwa dengan tindakan tersebut “pasti” dapat
menimbulkan konsekuensi tersebut.
Suatu perbuatan dilakukan dengan sengaja jika terdapat” maksud”(intent) dari
pihak pelakunya Dalam hal ini, perlu dibedakan antara istilah “maksud” dengan
“motif”. Dengan istilah “maksud” diartikan sebagai suatu keinginan untuk
menghasilkan suatu akibat tertentu. Jika kita menyulut api ke sebuah mobil, tentu
tindakan tersebut mempunyai “maksud” untuk membakar mobil tersebut, akan tetapi,
motif dari membakar mobil tersebut bisa bermacam macam, misalnya motifnya
adalah sebagai tindakan balas dendam, protes, menghukum, membela diri dan lain
lain.
Dalam hubungan dengan akibat yang ditimbulkan oleh adanya tindakan
kesengajaan tersebut “rasa keadilan” memintakan agar hukum lebih memihak kepada
korban dari tindakan tersebut sehingga dalam hal ini, hukum lebih menerima
pendekatan yang “objektif “ artinya hukum lebih melihat kepada akibat dari tindakan.
Penggunaan pendekatan yang “objektif” membawa konsekuensi konsekuensi
yuridis sebagai berikut:
1. Maksud sebenarnya untuk Melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang Lain
dari yang Terjadi.
Meskipun maksud yang sebenarnya adalah melakukan sesuatu perbuatan yang
sebenarnya termasuk juga perbuatan melawan hukum, tetapi kemudian yang terjadi
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
43
Universitas Indonesia
adalah perbuatan melawan hukum yang lain, maka pelaku secara hukum bertanggung
jawab juga terhadap perbuatan melawan hukum yang lain tersebut.
2. Maksud Sebenarnya untuk Melakukan Perbuatan Melawan Hukum terhadap
Orang Lain, Bukan terhadap Korban
Demikian juga halnya jika pelaku sebenarnya bermaksud untuk melakukan
perbuatan melawan hukum terhadap seseorang tetapi ternyata yang menjadi korban
adalah orang lain lagi, maka oleh hukum pelaku dianggap bertanggung jawab juga
terhadap korban (orang lain) tersebut. Dalam hal ini berlaku doktrin” Peralihan
Maksud” (Transferred Intent Doctrin)
3. Tidak Perlu Punya Maksud untuk Merugikan atau Maksud yang Bermusuhan
Dalam hal pelaku melakukan sesuatu perbuatan tanpa maksud untuk merugikan
korban, bahkan tanpa maksud yang bermusuhan, oleh hukum tetap dianggap harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya karena perbuatan melawan hukum yang
mengandung unsur kesengajaan.
4. Tidak Punya Maksud, tetapi Tahu Pasti Bahwa Akibat Tertentu akan Terjadi
Adakalanya seorang pelaku perbuatan melawan hukum melakukan sesuatu
perbuatan tanpa maksud untuk merugikan pihak korban tetapi akibatnya korban benar
benar dirugikan. Dan pelaku tahu pasti atau patut sekali menduga bahwa akibat
tersebut akan terjadi karena perbuatannya itu. Maka dalam hal ini, dengan
menggunakan doktrin “kepastian yang subtansial” (substantial certainty rule) pelaku
dianggap telah dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, Kepastian
yang subtansial yang dimaksudkan adalah bahwa pelaku mengetahui dengan pasti
atau dengan subtansial pasti (patut sekali menduga ) bahwa tindakanya itu akan
membawa akibat tertentu kepada pihak lain
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
44
Universitas Indonesia
(b) Konsekuensi Unsur Kesengajaan terhadap Masalah Ganti Rugi.
Sebagaimana diketahui bahwa perbuatan melawan hukum dengan unsur
kesengajaan mempunyai derajat kesalahan yang lebih berat ketimbang perbuatan
melawan hukum denagn unsur kelalaian, karean itu, khususnya dalam hal gantirugi
kepada korbannya hukum memberlakukannya secara berbeda beda, untuk itu, dapat
di jelaskan sebagai berikut;
1. Ganti rugi Aktual
2. Ganti rugi Penghukuman
3. Ganti rugi Nominal
ancaman untuk penyerangan dan pemukulan terhadap Manusia (assault) tersebut
adalah suatu maksud untuk melukai atau menyerang dari pelaku yang akan
dilakukannya kepada korban yang disampaikan atau dipertunjukkan kepada korban,
sehingga merupakan ancaman terhadap korban dan akibatnya korban menderita rasa
takut atau terganggu haknya untuk merasa bebas dari setiap gangguan.
Perbuatan ancaman untuk menyerang atau memukul ini tidak cukup hanya
sekedar dilakukan dengan kata kata saja, tetapi mesti diikuti dengan tindakan atau
keadaan sedemikian rupa, sehingga benar benar dapat menimbulkan rasa takut bagi
pihak korban dan yang dimaksud dengan pemukulan terhadap orang lain (battery)
tersebut adalah tindakan untuk memukul/melukai atau mengakibatkan kontak secara
ofensif terhadap tubuh seseorang, sehingga menyebabkan timbulnya kerugian atau
bahaya bagi tubuh, mental atau kehormatan dari pihak korban.
Unsur unsur dari suatu perbuatan melawan hukum berupa pemukulan terhadap
orang lain (battery) adalah sebagai berikut:
1. Adanya tindakan oleh pelaku
2. Adanya maksud (keinginan)
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
45
Universitas Indonesia
3. Adanya sentuhan yang ofensif atau berbahaya
4. Adanya hubungan sebab akibat
5. Tidak dengan persetujuan korban
Penyerobotan adalah salah satu jenis dari perbuatan melawan hukum dengan
unsur kesengajaan,.Yang di maksud dengan Perbuatan Melawan Hukum berupa
penyerobotan Tanah Milik Orang Lain (Trespase to Land) tersebut adalah suatu
tindakan kesengajaan yang secara tanpa hak masuk ketanah milik orang lain, atau
menyebabkan orang lain atau benda lain untuk masuk ke tanah milik orang lain,
ataupun menyebabkan seseorang atau orang lain atau benda tertentu, tetap tinggal
ditanah milik orang lain.Beberapa model perbuatan melawan hukum berupa
penyerobotan tanah milik orang lain, yaitu sebagai berikut:
a. Perbuatan melawan hukum karena masuk ke tanah orang lain
b. Perbuatan melawan hukum karena menyebabkan seseorang masuk ke
tanah milik orang lain
c. Perbuatan melawan hukum karena menyebabkan sesuatu benda
(misalnya hewan piaraannya) masuk ke tanah milik orang lain
d. perbuatan melawan hukum karena seseorang secara melawan hukum
tetap tinggal di atas tanah milik orang lain misalnya, penyewa
tanah/rumah yang sudah habis masa kontrakkannya tetapi masih tetap
tinggal di tempat tersebut (hold over)
e. perbuatan melawan hukum karena menyebabkan orang lain secara
tanpa hak tetap tinggal di atas tanah milik orang lain
f. perbuatan melawan hukum karena menyebabkab suatu benda secara
tanpa hak tetap tinggaldi atas tanah milik orang lain
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
46
Universitas Indonesia
g. perbuatan melawan hukum karena kegagalan seseorang untuk
memindahkan sesuatu benda dari tanah milik orang lain padahal dia
mempunyai kewajiban hukum untuk memindahkan benda tertentu dari
tanah milik orang lain tersebut.
Unsur unsur dari suatu perbuatan melawan hukum berupa penyerobotan tanah milik
orang lain adalah ssebagai berikut:
a) Adanya tindakan oleh pelaku
b) Adanya maksud (keinginan)
c) Masuk atau berada di tanah milik orang lain
d) Pihak korban adalah pihak yang berwenang menguasai tanah tersebut
e) Adanya hubungan sebab akibat
f) Tidak dengan persetujuan korban
Ada beberapa factor dominan dalam tindakan pelaku yang dapat di
pertimbangkan apakah termasuk intervensi barat terhadap orang lain sehingga sudah
tergolong ke dalam pemilikan secara tidak sah terhadap milik orang lain Faktor
dominan tersebut adalah sebagai berikut:
a) Apakah pelaku beritikad baik
b) Sejauh mana dominasi penguasan pelaku atas benda orang lain tersebut
c) Sejauh mana dominan penguasaan pelaku atas benda orang lain tersebut
d) Sejauh mana kerugian material dan ketidaknyamanan terhadap korban
Intervensi berat yang mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum dalam
bentuk kepemilikan harta orang lain secara tidak sah dapat terjadi dalam berbagai
bentuk, bentuk bentuk utama dari intervensi adalah sebagai berikut:
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
47
Universitas Indonesia
a) Pengambilalihan kepemilikan atas barang milik orang lain
b) Tidak mau mengembalikan barang orang lain
c) Memindahkan barang orang lain ke tempat lain
d) Memberikan barang orang lain kepada pihak ketiga
e) Memakai secara tidak berhak barang milik orang lain
f) Merusak atau mengubah barang milik orang lain
2.2.4 Akibat Perbuatan Melawan Hukum
Perbuatan Melawan hukum yang menyebabkan kerugian dapat digugat
beberapa pengganti kerugian :43
1. Sejumlah uang sebagai bentuk ganti atas kerugian materil maupun imateril
dan dapat dengan uang paksa.
2. Pemulihan pada keadaan semula, hal ini biasanya juga dapat dengan uang
paksa.
3. Larangan untuk tidak melakukan perbuatan itu lagi.
4. Dapat dimintakan putusan hakim bahwa perbuatannya adalah perbuatan
melawan hokum
43 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, yang dikutip dari Mariam Darus Badrulzaman
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
48
Universitas Indonesia
2.2.5 Faktor- Faktor Penghapus PMH atau Dasar Pembenar
Suatu perbuatan yang telah memenuhi unsur-unsur dan sifat perbuatan
melawan hukum tidak selalu serta merta dapat dugugat atas dasar perbuatan melawan
hukum dan berkonsekwensi ganti rugi karena ada beberapa dasar pembenar atau
penghapus yang menyebabkan perbuatan tersebut lenyap sifat melawan hukumnya.
Dasar-dasar pembenar tersebut adalah keadaan memaksa, pembelaan terpaksa,
ketentuan undang-undang dan perintah jabatan. Walaupun dalam KUHPer hal ini
tidak tertuang dalam pasal-pasal namun dalam praktiknya hal-hal tersebut diakui, dan
dasar-dasar pembenar tersebut diadopsi dari konsep hukum pidana (pasal 48, 49, 50
dan 51 KUHP). Hal-hal khusus yang meniadakan sifat melawan hukum yang disebut
sebagai dasar pembenar, selalu mengandung sifat eksepsional dan karenanyalah
hanyalah sebagai pengecualian membenarkan penyimpangan terhadap norma umum
yang melarang perbuatan yang bersangkutan. Sesuatu dasar pembenar meniadakan
sifat melawan hukum daripada suatu perbuatan yang tercela, sehingga karenanya
pertanggung-gugat si pelaku sama sekali hilang dan tidak ada persoalan tentang
pembagian kerugian.
Dasar-dasar pembenar dapat dibagi dalam golongan utama yakni:44
1. Dasar pembenar yang berasal dari undang-undang yakni keempat jenis
dasar-dasar peniadaan hukuman tersebut.
2. Dasar pembenar yang tidak berasal dari undang-undang yang karenanya
juga disebut dasar-dasar pembenar tidak tertulis. Dasar-dasar tidak tertulis ini
berdiri sendiri, namun dapat juga merupakan perluasan dari dasar-dasar yang
tertulis dalam undang-undang.
44 Moegni. Op. Cit.,Hal. 59
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
49
Universitas Indonesia
2.2.5.1 Keadaan Memaksa (Overmacht)
“Overmacht adalah bukannya hanya paksaan [dwang] terhadap mana orang
tidak dapat memberikan perlawanannya, melainkan juga tiap paksaan,
terhadap mana tidak perlu dilakukan perlawanan”
Overmacht adalah salah satu dasar pembenar yang tertulis dalam undang-
undang, tepatnya dalam pasal 48 KUHP, dalam pasal ini ditentukan bahwa tiada
boleh seseorang dihukum, bila ia melakukan suatu perbuatan pidana karena
terdesak oleh keadaan memaksa (overmacht). Sehingga dalam pengertian keadaan
memaksa (overmacht) tersebut selalu dikaitkan dengan konsep hukum pidana. Jika
dikaitkan dengan perbuatan melawan hukum maka suatu perbuatan tidak dapat
dikatakan sebagit perbuatan melawan hukum jika perbuatan tersebut dilakukan atas
dasar keadaan memaksa. Maka jika melihat pasal 1245 KUHPer menentukan
bahwa si berhutang tidak akan diharuskan membayar ganti-kerugian bilamana ia
karena keadaan memaksa terhalang untuk memberikan sesuatu atau berbuat
sesuatu, yang diharuskan kepadanya atau sebagai akibat daripada overmacht telah
melakukan sesuatu yang dilarang. Dari pasal tersebut adalah untuk meniadakan
pertanggung-gugat dalam hal yang dialami overmacht.45
2.2.5.2 Pembelaan terpaksa (noodweer)
“Barang siapa melakukan perbuatan yang terpaksa dilakukannya untuk
membela dirinya atau orng lain, untuk membela kehormatan diri atau orang
lain atau untuk membela harta benda miliknya sendiri atau orang lain
terhadap serangan dengan sengaja yang datangnya dengan tiba-tiba” (Pasal
49 KUHP)
45 Ibid., hal. 60
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
50
Universitas Indonesia
Seorang dibebaskan dari tuduhan perbuatan melawan hukum jika dia dapat
membuktikan bahwa dia melakukan perbuatan tersebut untuk membela diri
(noodwear) dalam melakukan pembelaan tersebut, agar seseorang terbebas dari
perbuatan melawan hukum, berlaku asas proposionalitas. Maksudnya adalah bahwa
dalam melakukan pembelaan dirinya, tindakan yang dilakukannya haruslah
proporsional dengan perbuatan yang dilakukan oleh pihak lawan dan proporsional
pula dengan situasi dan kondisi saat itu, (misalnya dengan kondisi yang dapat
menimbulkan kemarahan yang luar biasa.)
Tentang hakikat dari ancaman tindakan berbahaya oleh pelaku kepada korban
, sehingga korban melakukan pembelaan diri, ada 2 (dua) sebagai berikut
1. Teori Objektif
Teori ini menyatakan bahwa seseorang baru terbebas dari perbuatan melawan
hukum dengan alasan membela diri jika secara nyata dan factual memang ada
ancaman yang benar benar terjadi terhadap pihak yang membela diri tadi Teori ini
tidak banyak pengikutnya.
2.Teori Subjektif
Teori Subjektif ini mengajarkan bahwa seseorang dapat membela diri dan
membebaskan dari tanggung jawabnya sebagai pelaku perbuatan melawan hukum
meskipun yang terjadi sebenarnya bukan ancaman. Melaikan dinyakini secara
rasional (reasonably believe) bahwa ada ancaman tersebut. Teori Subjektif ini
banyak diikuti saat ini. Jadi, jika ada seseorang secara bercanda menodongkan pistol
mainan kepada orang lain , tetapi oranglain tersebut menyangka dia benar benar di
todong, maka jika dia memukul penodong sampai mati , menurut Teori Subjektif ini ,
dia dapat terhindar dari perbuatan melawan hukum dengan alasan membela diri ,
sebab ketika dia ditodong , dia tidak mengetahui bahwa pelaku hanya bercanda dan
tidak pula mengetahui bahwa pistol tersebut adalah pistol mainan , dan dia menyakini
secara rasional bahwa dia memang sedang ditodong.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
51
Universitas Indonesia
2.2.5.3 Mempertahankan Harta Bendanya
Ketentuan tentang prinsip-prinsip tentang membela diri / mempertahankan
diri juga berlaku jika seseorang mempertahanka harta bendanya, baik benda bergerak
ataupun benda tidak bergerak. Jadi, jika ada seseorang yang mengambil barang
bergerak dari kekuasaan pihak yang menguasainya atau jika ada seseorang yang
menyerobot tanah/rumah yang dikuasainya, maka dia dapat membela harta bendanya
itu dengan cara yang sama seperti membela diri , tetapi dengan syarat tidak
melakukanya secara berlebihan.
2.2.5.4 Menguasai Harta Bendanya
Prinsip membela harta milik sebagai pembelaan atas perbuatan melawan
hukum juga dapat dibenarkan oleh hukum. Membela harta benda termasuk juga
menguasai kembali harta benda (barang bergerak) yang telah lepas dari
kekuasaannya Luasnya kekuasaan untuk mengambil kembali barang yang secara
tidak sah lepas dari kekuasaan seseorang bervariasi bergantung bagaimana caranya
barang tersebut lepas dari kekuasaannya. Untuk dapat di kategorikan sebagai berikut.
1. Jika barang tersebut berpindah ke tempat orang lain karena kesalahan orang lain
tersebut, misalnya karena dicuri , maka kekuasaan untuk mengambil kembali sangat
besar.
2. Jika barang tersebut berpindah ke tempat orang lain bukan karena kesalahan orang
lain tersebut, misalnya karena di tiup angin kencang, maka kekuasaan untuk
mengambil kembali tidak begitu besar .
3. Jika barang tersebut berpindah ke tempat orang lain karena kesalahan pihak
pemilik sendiri, misalnya karena kelalaiannya maka sampannya di bawa air masuk
ketempat orang lain, maka kekuasaan untuk mengambil kembali sampan tersebut
sangat kecil.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
52
Universitas Indonesia
2.2.5.5 Masuk Kembali ke Rumah/Tanahnya
Menguasai kembali barang tidak bergerak (tanah dan atau rumah) dapat juga
di lakukan dan hal tersebut tidak dianggap sebagai perbuatan melawan hukum,
Misalnya jika ada penyewa rumah yang sudah habis masa sewa, tetapi pihak penyewa
tidak mau meninggalkan rumah tersebut. Maka pemilik rumah tersebut tentunya
dapat masuk kembali ke rumahnya, asal tidak sampai menimbulkan kegaduhan
(breaking the peace), Apabila diperbolehkan oleh perjanjian sewa untuk masuk
dengan kekuatan paksa, maka menggunakan kekuatan paksa tersebut cukup beralasan
untuk dilakukan, sejauh dilakukan secara layak dan tidak berlebihan. Akan tetapi hal
yang perlu di ingat bahwa tindakan untuk mengambil kembali harta bergerak maupun
harta tidak bergerak, tidaklah boleh sampai menimbulkan kegaduha ataupun sampai
dianggap melakukan tindakan main hakim sendiri, Karena itu, jika ada
persengketaan, maka pengadilanlah yang berhak memutuskan.
2.2.5.6 Melaksanakan Disiplin
Adakalanya seorang karena jabatannya atau karena pekerjaannya ditugaskan
untuk menjaga disiplin tertentu. Dalam hal ini, tindakan mendisiplinkan pihak pihak
tertentu tersebut tidak dianggap perbuatan melawan hukum, asal saja dilakukan
sampai batas batas yang layak .
Misalnya, seseorang guru yang demi mendisiplinkan muridnya sampai
memukul muridnya hingga cacat, mak tindakan yang demikian oleh hukum dianggap
sudah melampaui penegakan disiplin yang di haruskan kepada seorang penegak
disiplin, Akan tetapi jika tindakan guru dalam mendisiplinkan murid muridnya
tersebut normal normal saja, maka dia terbebas dari tindakan perbuatan melawan
hukum.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
53
Universitas Indonesia
2.2.5.7 Ada Persetujuan Korban
Persetujuan dari pihak korban (concent) merupakan alasan bagi pelaku untuk
mengelak dari tuduhan perbuatan melawan hukum jika pihak korban sudah setuju
atas tindakan yang di lakukan oleh pelakunya. Dan perbuatan tersebut memang
dilakukan yang berakibat timbulnya kerugian bagi pihak korban, maka pihak korban
tidak dapat menuntut ganti rugi dari pelaku perbuatan tersebut. Persetujuan dari
pihak korban layak diberlakukan untuk kasus kasus perbuatan melawan hukum yang
mengandung unsur kesengajaan, bukan kasus kasus kelalaian atau tanggung jawab
mutlak, Sebagai gantinya untuk kasus kasus kelalaian dan tanggung jawab mutlak,
yang pantas diberlakukan adalah doktirn asumsi resiko.
Suatu persetujuan dapat di berikan sendiri oleh korban, tetapi dapat juga di
berikan oleh orang lain Orang lain yang dapat memberikan persetujuan tersebut
adalah sebagai berikut.
1. Pihak keluarga korban jika korban tidak dapat memberikan perstujuan, misalnya
jika korban sakit tidak sadarkan diri padahal dokter harus mengoperasinya.
2. Orang tua atau wali untuk anak di bawah umur.
3. Kurator untuk orang sakit ingatan .
Bahkan dalam keadaan emergensi. Persetujuan tersebut tidak diperlukan sama
sekali. Misalnya, seorang dokter yang harus mengoperasi pasien yang tidak sadarkan
diri dan tidak ada keluarganya.
Namun hukum modern cenderung untuk melakukan teori objektif. Menurut
teori objektif ini, jika ada pertentangan antara apa yang kelihatan (objektif) dengan
apa yang ada dalam benak korban yang bersifat subjektif, maka yang berlaku adalah
apa yang kelihatan di luar tersebut. Karena hukum tidak mungkin untuk
membebankan tugas kepada orang biasa untuk mengetahui pikiran orang lain. Maka
ditetapkanlah criteria umum yaitu, Manusia yang normal (reasonable man) pada
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
54
Universitas Indonesia
posisi pelaku perbuatan tersebut akan menyimpulkan bahwa korban telah setuju atas
perbuatan yang kemidian menimbulkan kerugian tersebut.
Disamping persetujuan secara tegas tegas, suatu persetujuan mungkin juga di
lakukan secara tersirat . Persetujuan secara tersirat ini dapat terjadi dengan
mempertimbangkan factor factor sebagai berikut:
1. Sikap tindak dari korban
2. Kebiasaan setempat
3. Situasi dan kondisi di sekitar perbuatan dilakukan.
2.2.5.8 Asumsi Resiko Oleh Pihak Korban
Doktrin Asumsi Resiko (Assumption Of Risk ) mengajarkan bahwa jika
seorang korban dari perbuatan melawan hukum. Tetapi korban tersebut telah setuju
(secara tegas atau tersirat ) secara sukarela untuk menanggung sendiri resiko yang
mungkin timbul sebagai akibat dari perbuatan melawan hukum, maka pihak korban
tersebut tidak berhak sama sekali atas ganti rugi atas kerugian karena perbuatannya
melawan hukum tersebut. Asumsi resiko tidak lagi melarang secara total perolehan
ganti rugi oleh korban, tetapi perolehan ganti rugi menjadi berkurang berdasarkan
prinsip kelalaian komparatif (comparative negligence ) Dalam hal ini, pihak korban
dinggap ikut mengkontribusi terhadap terjadinya kerugian tersebut.:
Asumsi risiko secara tegas
Asumsi risiko secara tegas adalah bahwa pihak korban perbuatan melawan
hukum dengan tegas menyatakan kepada pelaku perbuatan melawan hukum bahwa
jika terjadi risiko apapun, pihak korban siap untuk menanggung sendiri risiko
tersebut. Asumsi risiko ini tidak berlaku jika hal tersebut bertentangan dengan
ketertiban umum ( Public Policy)
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
55
Universitas Indonesia
Asumsi risiko secara tersirat
Asumsi risiko tersirat (Implied assumption of risk ) adalah asumsi risiko yang
dapat di lihat dari sikap tindak pihak korban dari perbuatan melawan hukum. Dalam
hal ini pihak yang mengasumsikan risiko sadar akan risiko yang akan di hadapinya,
tetapi tetap dengan secara sukarela ingin mengasumsikan risiko tersebut. Asumsi
risiko secara tersirat ini hanya untuk risiko risiko yang normal atau biasanya terjadi
dalam peristiwa yang serupa, bukan untuk risiko yang tidak biasanya atau luarbiasa.
Untuk dapat dikatakan adanya suatu asumsi risiko yang tersirat haruslah
dipenuhi sekurang kurangnya tiga syarat berikut.
1. Persetujuan dengan informasi yang cukup
2. Manifestasi persetujuan
3. Sukarela menanggung risiko.
Persetujuan dengan informasi yang cukup
Persetujuan dari korban, meskipun dilakukan secara tersirat haruslah
diberikan setelah dia memperoleh informasi yang cukup. Inilah yang disebut
informed consent. Dalam hal ini berbeda dengan dalam kelalaian kontribusi, maka
sebagai criteria yang pantas digunakan adalah apakah korban benar benar
mengetahui, bukan apa yang seharusnya telah dilakukan.
Manifestasi persetujuan
Meskipun secara tersirat, maka persetujuan haruslah dimanifestasikan, dalam
halini dimanifestasikan dari perbuatan dan sikap dari korban. Jadi, jika misalnya,
seorang sekedar bermain main di jalan raya sehingga terjadi tabrakan, belum ada
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
56
Universitas Indonesia
manifestasi persetujuan kepada risiko, tetapi dia mungkin telah ikut melakukan
kelalaina kontribusi.
Sukarela menanggung risiko.
Dalam mengasumsi risiko, ketika dia akan menerima risiko yang timbul,
haruslah dilakukannya secara sukarela tanpa unsur keterpaksaan.
Asumsi risiko secra tersirat ini dapat di lihat dari beberapa factor sebagai berikut.
1. Korban masuk masuk ketempat tertentu.
2. Korban tetap tinggal di tempat tertentu.
3. Korban menggunakan alat atau sarana tertentu.
Doktrin asumsi risiko sebagai alasan mengelak dari tuduhan perbuatan
melawan hukum umumnya dapat dibenarkan dalam kasus kasus kelalaian dan
tanggung jawab, mutlak. Dan jarang dipakai untuk kasus kasus dengan unsur
kesengajaan, sebagai gantinya, untuk kasus kasus dengan unsur kesengajaan,
umumnya yang dipakai adalah alasan adanya “persetujuan” dari korban.
2.2.5.9 Menjalankan Perintah Jabatan
Menurut Prof.Wirjono Prodjodikoro , soal berlaku atau tidaknya pembelaan
terhadap perbuatan melawan hukum atas dasar perintah jabatan harus dilihat kepada
kepatutan sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat ( Wiryono prodjodikoro,
2000: 46 ) Di samping itu persoalan ini harus juga dianalisa berdasarkan teori
tanggung jawab pengganti (vicarious liability ), karena ada kemungkinan, justru
atasannya yang harus bertanggung jawab eskipun perbuatan tersebut dilakukan oleh
bawahannya.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
57
Universitas Indonesia
KUH Pidana menentukan bahwa suatu perintah yang di berikan oleh atasan
yang tidak berwenang untuk memberikan perintah itu, tidak dapat menghilangkan
kemungkinan dihukumnya orang yang menerima perintah itu, kecuali apabila orang
yang menjalankan perintah itu secara jujur mengira bahwa atasannya tersebut
berwenang melakukan perintah itu, dan hal melaksanakan perintah tersebut masuk
kedalam lingkungan tugasnya pada umumnya.
2.2.6 Macam-Macam Ganti rugi46
Dari segi kacamata yuridis konsep ganti rugi dalam hukum dikenal dalam 2
(dua) bidang hukum sebagai berikut:
1. Konsep ganti rugi karena wanprestasi kontrak
2. Konsep ganti rugi karena perikatan berdasarkan undang undang termasuk ganti
rugi karena perbuatan melawan hukum.
Terdapat juga konsep ganti rugi yang dapat diterima dalam sistem ganti rugi
karena perbuatan melawan hukum, namun terlalu keras jika diberlakukan terhadap
ganti rugi karena wanprestasi kontrak misalnya ganti rugi yang menghukum (punitive
damages ) yang dapat di terima dengan baik dalam ganti rugi karena perbuatan
melawan hukum, Tetapi pada prinsipnya sulit diterima dalam ganti rugi karena
wanprestasi kontrak. Ganti rugi dalam bentuk menghukum ini adalah ganti rugi yang
harus diberikan kepada korban dalam jumlah yang melebihi dari kerugian yang
sebenarnya,ini dimaksudkan untuk menghukum pihak pelaku perbuatan melawan
hukum tersebut.ganti rugi menghukum ini sering disebut juga dengan istilah “uang
cerdik” (smart money).
46Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum. ( Bandung:Cutra Aditya Bakti, 2005).,hal-133-
136
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
58
Universitas Indonesia
Kedudukan dari korban dari perbuatan melawan hukum berbeda dengan pihak
dalam kontrak yang terhadapnya telah dilakukan wanprestasi oleh lawannya dalam
kontrak tersebut. Pihak yang telah berani menandatangani kontrak, berarti dia sedikit
banyaknya sudah berani mengambil resiko risiko tertentu, termasuk risiko kerugian
yang terbit dari kontrak tersebut. Sehingga ganti rugi yang diberikan kepadanya
tidaklah terlalu keras berlakunya. Akan tetapi, lain halnya bagi korban dari perbuatan
melawan hukum, yang sama sekali tidak pernah terpikir akan risiko dari perbuatan
melawan hukum, yang kadang kadang datang dengan sangat mendadak dan tanpa
diperhitungkan sama sekali. Karena pihak korban dari perbuatan melawan hukum
sama sekali tidak siap menerima risiko dan sama sekali tidak pernah berpikir tentang
risiko tersebut, maka seyogyanya dia lebih dilindungi, sehingga ganti rugi yang
berlaku kepadanya lebih luas dan lebih tegas berlakunya.
2.2.7 Sistem Pengaturan Ganti Rugi Oleh KUHPer47
Kerugian dan ganti rugi dalam hubungannya dengan perbuatan melawan hukum
dengan 2 (dua) pendekatan sebagai berikut:
1. Ganti rugi umum
2. Ganti rugi khusus
Yang dimaksud ganti rugi umum dalam hal ini adalah ganti rugi yang berlaku untuk
semua kasus baik untuk kasus kasus wanprestasi kontrak, maupun kasus kasus yang
berkenaan dengan perikatan lainnya termasuk karena perbuatan melawan hukum.
Diatur dalam pasal 1243- 1252 KUH-per. Dalam hal ini untuk ganti rugi tersebut,
KUH Perdata secara konsisten untuk ganti rugi digunakan istilah:
1. Biaya
2. Rugi dan
47 Ibid.,hal.142
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
59
Universitas Indonesia
3. Bunga.
Biaya adalah setiap cost atau uang, atau apapun yang dapat dinilai dengan uang
yang telah dikeluarkan secara nyata oleh pihak yang dirugikan, sabagi akibat dari
wanprestasi dari kontrak atau sebagai akibat dari tidak dilaksanakannya perikatan
lainnya, termasuk perikatan karena adanya perbuatan melawan hukum.
Rugi atau “kerugian”( dalam arti sempit ) adalah keadaan berkurang (merosotnya)
nilai kekayaan kreditur karena adanya wanprestasi dari kontrak atau sebagai akibat
dari tidak dilaksanakannya perikatan lainnya, termasuk perikatan karena adanya
perbuatan melawan hukum.
Bunga, adalah suatu keuntungan yang seharusnya diperoleh, tetapi tidak jadi
diperoleh oleh pihak kreditur karena adanya wanprestasi dari kontrakatau sebagai
akibat dari tidak dilaksanakannya perikatan lainnya, termasuk perikatan karena
adanya perbuatan melawan hukum. Dengan begitu, pengertian bunga dalam pasal
1243 KUH Perdata lebih luas dari pengertian bunga dalam istilah sehari hari, yang
hanya berarti “ bunga uang” (interst), yang hanya di tentukan dengan presentasi dari
hutang pokoknya.Pasal 1243 KUH Perdata, ganti rugi khusus, yakni ganti rugi khusus
terhadap kerugian yang timbul dari perikatan perikatan tertentu. Dalam hubungan
dengan ganti rugi yang terbit dari suatu perbuatan melawan hukum, selain dari ganti
rugi dalam bentuk yang umum, KUH Perdata juga menyebutkan pemberian ganti rugi
terhadap hal hal sebagai berikut:
a) Ganti rugi untuk semua perbuatan melawan hukum (pasal 1365).
b) Ganti rugi untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain (Pasal 1366
dan Pasal 1367 )
c) Ganti rugi untuk pemilik binatang (Pasal 1368)
d) Ganti rugi untuk pemilik gedung yang ambruk ( Pasal 1369)
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
60
Universitas Indonesia
e) Ganti rugi untuk keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang dibunuh
(Pasal 1370)
f) Ganti rugi karena orang telah luka atau cacat anggota badan (Pasal
1371)
g) Ganti rugi karena tindakan penghinaan (Pasal 1372 sampai dengan Pasal
1380 )
Disamping itu dilihat dari jenis konsekuensi dari perbuatan melawan hukum
khususnya perbuatan melawan hukum terhadap tubuh orang maka ganti rugi dapat
diberikan jika terdapat salah satu dari unsur unsur sebagai berikut:
1. Kerugian secara ekonomis, misalnya pengeluaran biaya pengobatan dari
rumah sakit
2. Luka atau cacat terhadap tubuh korban
3. Adanya rasa sakit secara fisik
4. Sakit secara mental seperti stress, sangat sedih, rasa bermusuhan yang
berlebihan, cemas, dan berbagai gangguan mental
Persyaratan-persyaratan terhadap ganti rugi menurut KUH Perdata, khususnya
ganti rugi karena perbuatan melawan hukum adalah sebagai berikut:
1. Komponen Kerugian
Komponen dari suatu ganti rugi terdiri dari:
a) Biaya,
b) Rugi, dan
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
61
Universitas Indonesia
c) Bunga’
2. Starting Point dari Ganti Rugi
Strarting Point atau saat mulainya dihitung adanya ganti rugi adalah sebagai berikut:
1. Pada saat dinyatakan wanprestasi, debitur tetap melalaikan kewajibannya,
Ataupun,
2. Jika prestasinya adalah sesuatu yang harus diberikan sejak saat dilampauinya
tenggang waktu dimana sebenarnya debitur sudah dapat membuat atau memberikan
prestasi tersebut.
3. Bukan Karena Alasan Force Majeure
Ganti rugi baru dapat diberikan kepada pihak korban jika kejadian yang menimbulkan
kerugian tersebut tidak tergolong kedalam tindakan force majeure.
4. Saat terjadinya Kerugian
Suatu ganti rugi yang dapat diberikan terhadap kerugian sebagai berikut:
1. Kerugian yang telah benar benar dideritanya,
2. Terhadap kerugian karena kehilangan keuntungan atau pendapatanyang sedianya
dapat dinikmati oleh korban
5. Kerugian Dapat Diduga
Kerugian yang wajib diganti oleh pelaku perbuatan melawan hukum adalah kerugian
yang dapat diduga terjadinya. Maksudnya adalah bahwa kerugian yang timbul
tersebut haruslah diharapkan akan terjadi, atau patut diduga akan terjadi dugaan mana
sudah ada pada saat dilakukannya perbuatan melawan hukum tersebut.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
62
Universitas Indonesia
2. 8 Konsep Ganti Rugi dalam Perbuatan Melawan Hukum48
Pada pasal 1365 mensyaratkan adanya ganti rugi akibat suatu perbuatan
melawan hukum. Namun, nyatanya dalam KUHPer tidak ada pengaturan lebih lanjut
terkait konsep ganti rugi yang dimaksud. Selanjutnya pada pasal 1371 ayat (2)
KUHPer memberikan sedikit pedoman untuk itu dengan menuebutkan :
“Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan
kedua belah pihak, menurut keadaan”
Selain itu juga dijelaskan dalam pasal 1372 ayat (2) KUHPer yang berbunyi :
“ Dalam menilai satu dan lain, Hakim harus memperhatikan berat ringannya
penghinaan, begitu pula pangkat, kedudukan dan kemampuan keduabelah
pihak, dan pada keadaan”
Maka yang menjadi persoalan apakah ganti rugi atas kerugian akibat suatu
perbuatan melawan hukum sama dengan kerugian yang disebabkan tidak
terlaksanannya perjanjian. Pasal 1365 KUHPer menamakan kerugian akibat
perbuatan melawan hukum sebagai scade (rugi) saja, sedangkan kerugian akibat
wanprestasi oleh pasal 1246 KUHPer dinamakan kosten, scade en interessen (biaya,
kerugia, dan bunga). Menurut Moegni karena dalam KUHPer tidak mengatur
mengenai konsep ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum dan yang diatur
hanyalah ganti rugi akibat wanprestasi yang diatur dalam pasal 1243 KUHPer. Maka
untuk penentuan ganti kerugian karena perbuatan melawan hukum dapat diterapkan
ketentuan-ketentuan yang sama dengan ketentuan tentang ganti kerugian karena
wanprestasi.
Pitlo menegaskan bahwa biasanya dalam menentukan besarnya kerugian karena
perbuatan melawan hukum tidak diterapkan ketentuan-ketentuan dalam pasal 1243
48 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum.,hal. 51-59
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
63
Universitas Indonesia
KUHPer, melainkan paling tinggi ketentuan dalam pasal 1243 KUHPert tersebut
secara analogis.49
Penggugat yang mendasarkan gugatan pada pasal 1365 KUHPer sekali-kali
tidaklah dapat mengharapkan bahwasanya besarnya kerugian akan ditentukan dalam
undang-undang telah menjadi yurisprudensi yang tetap. Mahkamah Agung Indonesia
dalam putusan R. Soegijono v. Walikota Kepala Daerah Tingkat II Kota Madya Blitar
No. 610 K/Sip/1968 tanggal 23 Mei 1970, memuat pertimabangan antara lain sebagai
berikut :
“Meskipun tuntutan ganti kerugian jumlahnya dianggap tidak pantas, sedang
penggugat mutlak menuntut sejumlah itu, hakim berwenang untuk menetapkan
berapa sepantasnya harus dibayar, hal ini tidak melanggar pasal 178 (3) HIR”50
Dalam hal ini hakim berwenang untuk menentukan berapa pantas atau
sepantasnya harus dibayar ganti kerugian, sekalipun penggugat menuntut ganti
kerugian dalam jumlah yang tidak pantas. Schade dalam pasal 1365 KUHPer adalah
kerugian yang timbul karena Perbuatan Melawan Hukum. Schade dalam arti
kerusakan yang diderita yang menyebabkan bendanya tidak mulus lagi, tidaklah dapat
diganti. Misalnya kendaraan bermotor yang ditabrak sehingga pintu bagian kanan
rusak maka walaupun kerusakan tersebut telah diperbaiki tapi harga atas kendaraan
bermotor tersebut tidak akan mempunyai nilai jual yang sama sebelum ia ditabrak
karena adanya penyusutan nilai jual. Kendaraan bermotor tersebut walaupun telah
diperbaiki tapi kondisi tidak mungkin sebaik sebelumnya sehingga berkurangnya
penghargaan orang terhadap kendaraan tersebut.
49 Rosa Agustina.,hal. 52 yang dikutip dari A. Pitlo, Het Verbintenssenrecht naar het
Nederlands Burgerlijk Wetboek (Haarlem: H. D. Tjeenk Willink & Zoon, 19520,hal. 226
50
Ibid.,hal 53 yang dikutip dari Chidir Ali, Yurisprudensi Indonesia tentang Perbuatan
Melawan Hukum, (Jakarta: Mahkamah Agung, 1970).,hal 21
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
64
Universitas Indonesia
Dalam hal ini Hoge Raad telah memberikan keputusannya tanggal 13 Desmber
1963, N.J. 1964 No.499 yang menyatakan penyusutan nilai jual harus diganti. Hoge
Raad dalam putusannya tersebut antara lain menyatakan :
“ Menimbang, bahwa bilamana dalil-dalil dari van Driesten adalah benar, mobil
van Driesten yang mengalami kerusakan karena tabrakan tersebut telah
diperbaiki. Sekalipun telah baik kembali, harganya menjadi lebih rendah
daripada harga yang dapat dicapai tanpa tabrakan tersebut, karena waktu dijual
atau ditukar orang yang berminat, berhubungan dengan kemungkinan
berkurangnya kondisi mobil, sekalipun telah diperbaiki, hanya akan bersedia
memberikan harga yang lebih rendah daripada yang akan diberikannya,
bilamana mobil tersebut tidak mengalami tabrakan.
Bahwa karenanya dengan peristiwa tabrakan tersebut van Driesten telah
mengalami kerugian dalam kekayaanya sebesar nilai penyusutan harga mobil
dan ia berhak mendapatkan ganti kerugian atas kerugitan, tanpa
mempersoalkan, apakah ia dapat membuktikan penerimaan hasil yang lebih
rendah dengan menjual atau menukar mobil tersebut. Menimbang, bahwa
pemilik berhak atas penggantian kerugian atas penyusutan kekayaanya,
sekalippun mobil tersebut baru kemudian dijual atau ditukarnya dan juga
sekalipun resiko yang diambilnya dengan tetap menggunakan mobil tersebut
tidak pernah menjadi kenyataanya.”
Perbuatan melawan hukum tidak hanya menyebabkan kerugian uang saja,tetapi
juga dapat menyebabkan kerugian moril atau idiil, yakni ketakutan, terkejut, sakit dan
kehilangan kesenangan hidup. Penggantian kerugian idiil adalah juga mungkin. Hoge
Raad dalam keputusannya tanggal 21 maret 1943 dalam perkara W.P. Kreuningen v.
van Bessum cs. Telah mempertimbangkan antara lain :
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
65
Universitas Indonesia
“Dalam menilai kerugian yang dimaksudkan oleh pasal 1371 KUHPer harus
juga dipertimbangkan kerugian yang bersifat idiil, sehingga Hakim adalah bebas
untuk menenttukan penggantian untuk kesedihan (smart) dan kesenangan hidup,
yang sesungguhnya dapat diharapkan dinikmatinya (gederfdelevensvreugde)”
Maka menurut Ruten konsekwensi dari arrest tahun 1943 tersebut bahwa dalam
menerapkan pasal 1365 KUHPer juga dapat dituntut penggantian kerugian idiil atau
immateril. Kerugian kekayaan pada umumnya mencakup kerugian yang diderita oleh
penderita dan keuntungan yang dapat diharapkanditerimanya.51
51 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan hukum., hal.55-56 yang dikutip dari L.E.H., Rutten,
Mr.C. Asser’s Handling Tot De Beoefening van Het Nederlands Burgelijk
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
66
Universitas Indonesia
BAB 3
PERBUATAN MELAWAN HUKUM PEMERINTAH DAN KONSEP
PENGADAAN TANAH
3.1 Pemerintah sebagai Penguasa Dalam Subjek Perbuatan Melawan Hukum
Penguasa sebagai badan hukum publik mempunyai 2 jenis tugas kewajiban
yang terletak dalam lapangan hukum publik dan tugas yang bersifat hukum privat.52
Penguasa dalam menjalankan tugasnya dalam hukum privat telah bergaul dalam
masyarakat seperti badan-badan hukum lainnya dan dalam menjalankan tugasnya
sebagai orang parikelir maka penguasa juga dapat dipertanggungjawabkan
berdasarkan pasal 1365 KUHPer seperti badan-badan hukum lainnya.53
Penguasa turut serta dalam pergaulan hidup dimasyarakat secara dua
macam:54
1. Secara sama dengan hukum partikelir seperti jual beli barang, sewa-menyewa
barang dan lain sebagainnya.
2. Secara tindakan dalam kedudukannya sebagai pemerintah (penguasa).
Indonesia sebagai negara hukum dimana tiap warga Negara berkedudukan sama
dan harus mendapat perlindungan hukum terhadap penerapan undang undang yang
salah, pelampauan wewenang, dan terhadap kesewenang-wenangan pemerintah.
52 Moegni, ibid., hal. 184
53
Dasar kewenangan hukum perdata untuk mengadilii gugatan-gugatan yang berdasarkan
perbuatan melawan hukum dalam pasal 2 R.O dalam hubungannya dalam pasal 24 UUD.R.I. Menurut
pasal 2 R.O. hakim berkuasa memeriksa dan mengadili perkara terhadap pemerintah.
54
Wirjono Prodjodikoro. Perbuatan Melawan Hukum., hal.77
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
67
Universitas Indonesia
Pemerintah yang dalam pergaulannya dalam masyarakat dilaksanakan oleh
perlengkapannya terkadang menimbulkan kerancuan dalam menetapkan batasan-
batasan sampai mana pemerintah bertanggung jawab atas perbuatan melawan yang
dilakukan alat-alat perlengkapannya. Untuk itu perlu dilihat kembali arrest-arrest
hoge Raad yang terkenal agar batas-batasan tersebut dapat diungkap :
1. Militair Hospital (Arrest Hoge Raad 9 November 1917)
Seorang tentara pengendara motor telah dirawat di rumah sakit tentara karena
menderita kecelakaan dan sebagai akibat dari pada perawatan yang salah ia
menjadi invalid. Kemudian orang tersebut menguggat pemerintah Belanda.
Dalam keputusannya Hoge Raas memberikan pertimbangan sebagai berikut :
Negara dalam mendirikan lembaga kesehatan tentara bertujuan untuk
memelihara kepentingan orang-orang yang bekerja bagi pertahanan Negara
dan sebegitu jauh maksudnya adalah untuk melaksanakan tugasnya dalam
lapangan hukum publik, akan tetapi ini tidak meniadakan bahwa Negara
dengan demikian turut campur dalam pemeliharaan kesehatan yang bukan
merupakan pekerjaan yang menurut sifatnya khusus hanya dapat diadakan
oleh Negara. Jadi kedudukan Negara dalam hal ini sejajar dengan orang yang
dengan suka rela memelihara kesehatan orang lain dan karennya kelalaian
penguasa terhadap pihak yang dirugikan dapat dipertanggungjawabkan
berdasarkan hukum perdata. Dengan demikian dari arrest tersebut diatas dapat
dikatakan bahwa suatu perbuatan hanya merupakan overheidsdaad jika
menurut sifatnnya perbuatan tersebut hanya dapat dilakukan sendiri oleh
penguasa.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
68
Universitas Indonesia
2. Arrest 10 Mei 1901
Kotapraja Amsterdam telah memerintahkan seorang pemilik rumah untuk
memperbaiki dinding bangunannya, tetapi perintah ini tidak diacuhkan dan
karenannya Kotapraja telah bertindak untuk membongkarnnya. Atas tindakan
Kotapraja ini pemilik rumah telah mengajukan gugatan ganti rugi karena
peraturan yang dipergunakan Kotapraja adalah tidak sah. Kemudian Hoge
Raad memutuskan, bahwa jika benar peraturan yang digunakan Kotapraja
adalah tidak sah maka perbuatan penguasa itu onrechtmatig.
Walupun sudah ada arrest tersebut masih ada keraguan diantara para sarjana
yaitu apakah pelanggaran kewajiban bersifat hukum publik yang dilakukan
oleh penguasa merupakan onrechtimatige daad. Tetapi kemudian keragu-
raguan ini akhirnya dapat dihilangkan dengan adannya Ostermann Arrest .
3. Ostermann Arrest (Arrest Hoge Raad 20 November 1924).
Seorang bernama Ostermann ingin mengekspor barang-barang, maka ia
mendaftarkan barang-barang itu kepada pegawai Negeri yang bersangkutan di
Amsterdam, agar mendapatkan izin untuk megeluarkan barang-barang itu
untuk ke luar negeri. Tetapi pegawai tersebut tidak mau melakukan acara-
acara yang perlu untuk mendapat izin itu. Dengan in Ostermann merasa
dirugikan oleh tindakan pegawai Negara ini, kemudian menggugat Negara
Belanda untuk mengganti kerugian itu. Pengadilan dalam tingkatan pertama
dan tingkatan bandingan menentukan, bahwa gugatan ini tidak dapat diterima
oleh karena kini yang diutarakan oleh penggugat ialah hanya suatu tindakan
pegawai negeri yang mengakibatkan suatu kewajiban di lapangan hukum
publik.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
69
Universitas Indonesia
Dalam tingkatan peradilan kasasi Hoge Raad menentukan, bahwa gugatan
Ostermann dapat diterima dengan alasan, bahwa seorang yang melanggar
suatu peraturan undang-undang, dapat dianggap melakukan perbuatan
melanggar hukum, dengan tidak diperdulikan apa peraturan yang dilanggar itu
berada di lapangan hukum publik atau hukum perdata, seperti juga seorang
yang melanggar hukum pidana dapat juga dikatakan melakukan perbuatan
melanggar hukum menurut pasal 1365 KUHPer.
Dengan adanya Ostermann Arrest ini hilanglah keragu-raguan yang ada pada
waktu itu tentang apakah penguasa yang melanggar kewajiban yang bersifat
hukum publik adalah onrechmatig atau tidak. Dengan perkataan lain setelah
adannya Ostermann Arrest seluruh subjek hukum, baik yang bersifat hukum
privat maupun hukum publik harus bertanggung jawab atas tindakan-tindakan
mereka yang melanggar hukum.
Selain itu diperlukan juga standardisasi atas tindakan-tindakan penguasa yang
dianggap tidak pantas dan dapat digolonkan sebagai perbuatan melawan hukum.
Maka penguasa dapat dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum apabila :
1) Melanggar suatu ketentuan undang-undang tanpa mempersoalkan
apakah ketentuan tersebut mempunyai sifat publik. Contohnya:
Ostermann Arrest.
2) Dalam suatu Negara Demokrasi maka semua tindakan dari badan
penguasannya adalah berdasarkan atas bermacam-macam peraturan
yang sebelumnya sudah ditetapkan oleh atau atas undang-undang.
Jelasnya bahwa tindakan yang dianggap pantas dilakukan oleh badan-
badan penguasa ialah apakan tindakan itu sesuai dengan maksud dan
tujuan dari peraturan tersebut. Dengan perkataan lain bilamana
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
70
Universitas Indonesia
penguasa telah menggunakan kewenangannya untuk lain tujuan
daripada tujuan wewenang yang diberikan padanya.
3) Penguasa dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum bila
perbuatannya bersifat sewenag-wenang dan terjadi penyalahan hak.
4) Jika bertentangan dengan kesusilaan baik bertentangan dengan
kepatutan yang harus diindahkan dalam perbuatan penguasa.
5) Kriteria ini menyatakan bahwa jika kepentingan umum dianggap lebih
berat dari pada kepentingan perorangan maka kepentingan perorangan
harus dikalahkan dan ini berarti bahwa tindakan penguasa harus di
pandang bukan sebagai perbuatan melanggar hukum. Tetapi jika
terjadi sebaliknya maka tindakan pengauasa dapat dipertanggung
jawabkan melakukan perbuatan melawan hukum.
3.2 Pemerintah sebagai Badan Hukum dalam Subjek Perbuatan Melawan
Hukum55
Hukum merupakan kumpulan norma atau peraturan yang mengaturl tingkah
laku masyarakat dalam keseharian. Mayarakat pada umumnya adalah manusia
sebagai pribadi hukum namun disamping manusia sebagai komponen masyarakat
terdapat juga badan hukum sebagai pribadi hukum yang juga dianggap dapat
bertintadak dalam hukum dan mempunyai hak-hak, kewajiban dan perhubungan
hukum terhadap orang lain atau badan lain. Dalam hal badan hukum sebagai subjek
hukum hal yang paling penring untuk diperhatikan adalah harta/kekayaan yang
terpisah dari milik perseorangan dan yang harus dianggap dimiliki oleh badan diluar
55 Wirjono Prodjodikoro.,hal.55-58
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
71
Universitas Indonesia
seorang perseorangan, sehingga tindakan orang perseorangan dalam badah hukum
mempunyai batasan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap kekayaan itu. Tiap
tindakan yang akan dilakukan harus dilakukan badan diluar perseorangan.
Badan hukum yang dimaksud dapat berupa Negara, Daerah Otonom, suatu
perkumpulan orang-orang (perusahaan), yayasan, dsb. Semua badan–badan hukum
tersebut dapat turut serta dalam pergaulan bermasyarakat, melakukan semua
perbuatan hukum, seperti;jual beli, sewa menyewa, pengadaan tanah, dsbnya
sehingga juga dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan melanggar hukum yang
merugikan orang lain dan dipandang sama dengan menusia sebagai pribadi kodrati.
Dalam hal perbuatan melawan hukum , ada suatu hal yang menimbulkan sedikit
kesulitan, yaitu unsure kesalahan yang harus ada pada subjek perbuatan melanggar
hukum. Kesulitan ini berhubungan erat dangan fikiran dan perasaan yang ada dalam
manusia.
Adapun cara mengatasi hal tersebut diatas tergantung pada teori mana yang
dianut terkait dengan pengertian badan hukum. Adapun tiga teori yang sering dipakai
adalah:56
1. Teori perumpamaan (fichtie teorie)
Dalam teori perumpamaan diakui secara jelas bahwa unsure kesalahan jelas tidak
terdapat pada suatu badan hukum, namun badan hukum dianggap seolah-olah
seorang manusia. Oleh karena badan hukum diumpamakan sama dengan manusia,
terlepas dari orang-orang manusia, maka tindakan orang-orang manusia yang
bertindak dalam lingkungan badan hukum itu sebgai pengurus tidak dapat
dianggap tindakan langsung dari badan hukum itu, melainkan sebagai tindakan
orang lain atas tindakan mana badan hukum itu juda bertanggung jawab.
2. Teori peralatan (organ-theori)
56 Ibid., hal. 56-57
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
72
Universitas Indonesia
Teori peralatan memandang suatu badan hukum tidak sebagai perumpamaan,
melainkan sebagai suatu kenyataan (realita) yang tidak berada pada diri seorang
manusia dalam bertindak dalam masyarakat. Orang bertindak dengan
menggunakan tangan, kaki, dan lain-lain. Demikian jiga badan hukum
mempunyai alat-alat (organen) berupa rapat anggota dan orang-orang pengurus
bermacam-macam yang semua bertindak sebagai alat belaka dari suau badan
hukum. Oleh karena organen tersebut merupakan manusia juga, maka sudah
selayaknya syarat-syarat dalam dalam peraturan hukum yang melekat pada badan
seorang manusia, seperti hal kesalahan subjek perbuatan melanggar hukum dapat
dipenuhi juga oleh badan hukum.
3. Teori pemilikan bersama (propriete collective)
Teori pemilikan bersama menganggap badan hukum sebagai kumpulan dari
orang-orang manusia. Berdasarkan teori ini kepentingan-kepentingan badan
hukum tidak lain dari pada kepentingan-kepentingan segenap orang-orang yang
menjadi “background” dari badan hukum itu. Teori ini menganggap badan hukum
langsung bertanggung jawab hanya atas perbuatan melanggar hukum yang
dilakuakn oleh badan kekusaan tertinggi dalam organisasi badan hukum.
Maka perbedaan anatar ketiga teori tersebut mengenai perbuatan melanggar
hukum ialah, bahwa suatu alat perlengkapan dari badan hukum bertindak melanggar
hukum maka menurut teori peralatan badan hukum sama selalu langsung bertanggung
jawab, menurut teori perumpamaan badan hukum sama sekali tidak dapat langsung
bertanggung jawab apabila perbuatannya dilakukan oleh badan kekuasaan yang
tertinggi dalam organisasi badan hukum. Dalam hal teori peralatan batasan dari alat
tercantum dalam anggaran dasar suatu badan hukum.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
73
Universitas Indonesia
3.3 Hak-Hak atas Tanah
3.3.1 Hak Tanah Primer
Dalam hukum pertanahan Indonesia yang terangkum dalam Undang-Undang No
5 tahun 1960 tentang pokok-pokok hukum agrari (UUPA) terdapat empat macam hak
atas tanah :
3.3.1.1 Hak Milik
Konsep hak milik atas benda yang tercantum dalam pasal 570 KUHper memiliki
perbedaan dengan konsep hak milik atas tanah yang diatur dalam UUPA. Dalam
pasal 570 KUHPer konsep hak milik atas benda adalah hak untuk menikmati
kegunaan sesuatu kebendaan yang dengan leluasa dan untuk berbuat bebas atas
kebendaan itu, dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan
undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang
berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain, namun,
keseluruhan itu tidak menutup kemungkinan adanya pencabutan hak untuk
kepentingan umum berdasarkan ketentuan undang-undang dan pembayaran ganti
rugi.57
Dalam UUPA pengaturan mengenai hak milik tercantum dalam pasal 20 sampai
pasal 27. Pasal 20 mengatakan bahwa hak milik adalah hak turun temurun58
, terkuat59
dan terpenuh60
dan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Namun dalam
57 Soedharyo Soimin, Status Hak dan Pembebasan tanah.( Jakarta: Sinar Grafika,
2004).,,hal.1
58
Turun temurun artinya adalah tanah dengan hak milik dapat dialihkan dengan pewarisan.
59
Terkuat artinya artinya tak terbatas dalam masa kepemilikannya dan tak dapat diganggu
gugat. Namun, dalam hal ini tidaklah mutlak diberlakukan karena tanah sendiri mempunyai fungsi
sosial.
60
Terpenuh artinya penguasaan seorang atas tanahnya secara penuh, hal inilah yang
membedakannya dengan hak-hak lain, seperti; hak guna bangunan, hak guna usaha,dsb.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
74
Universitas Indonesia
pelaksaanaannya hak miilik tersebut dengan segala sifatnya terikat dengan pasal 6
yang menyatakan tanah haruslah mempunyai fungsi sosial61
artinya tanah yang telah
dimiliki harus lah diolah dan dimanfaatkan agar dapat bermanfaat untuk pribadi si
pemilik tanah maupun bagi masyarakat sekitarnya. Dalam kurun waktu tertentu tanah
tidak dimanfaatkan maka Negara berahak mencabut atau mengambil alih hak tanah
tersebut dari pemiliknnya.
Hak milik atas tanah hanya dapat dimiliki warga Negara Indonesia. Namun, ada
beberapa badan hukum62
yang dapat memiliki hak milik atas tanah yang ditetapkan
oleh pemerintah.63
Jika terjadi kepemilikan oleh warga Negara asing atau subjek yang
tidak memenuhi ketentuan untuk memiliki hak milik maka hak milik atas tanah akan
beralih ke Negara.
Hapusnya hak Milik disebabkan oleh 2 factor:64
Pertama, tanahnya jatuh ke
Negara yang disebabkan pencabutan hak,65
penyerahan sukarela,66
ditelantarkan, dan
61
Fungsi sosial yang tercantum dalam pasal 6 UUPA bermaksud memberikan perbedaan
dengan hak milik dalam pengertian eigendom yang tercantum dalam pasal 571 KUHPer; “hak milik
atas sebidang tanah mengandung didalamnya kepemilikan atas segala apa yang ada diatasnya dan di
dalam tanahnnya”, selain itu fungsi sosial untuk memberikan batasan atas “kemutlakan” dari hak
milik.
62
Badan-badan sosial.
63
Ditentutakan dalam Peraturan Pemerintah No.38 tahun 1963 tentang Penunjukan badan-
badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah.
64
Pasal 27 UUPA
65
Berdasarkan pasal 18 UUPA jatuhnya tanah ketangan Negara atas dasar pembebasan atau
pencabutan hak demi kepentingan umum.
66
Pepres 36 tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan demi
kepentingan umum.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
75
Universitas Indonesia
peralihan terhadap WNA67
. Kedua, disebabkan tanahnya musnah; karena bencana
alam, atau kejadian-kejadian alamiah.
3.3.1.2 Hak Guna Usaha
Mengenai hak guna usaha dalam UUPA diatur dalam pasal 28-34 UUPA. Hak
guna usaha mempunyai pengertian hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara (pasal 28). Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan. Subjek
yang dapat memproleh hak guna usaha adalah warga Negara dan badan hukum
yangdidirikan menurut hukum Indonesia an berkedudukan di Indonesia (Pasal 30).
Hapusnya HGU adalah disebabkan oleh:68
1) Jangka waktunya berakhir
2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat
tidak terpenuhi
3) Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir
4) Dicabut untuk kepentingan umum.
3.3.1.3 Hak Guna Bangunan (HGB)
Mengenai HGB diatur dalam pasal 35-40 UUPA. Hak guna bangunan
diartikan sebagai hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas
tanah yang bukan miliknya senidiri (pasal 35 ayat 1). Subjek yang dapat memiliki
67
Pasal 21 dan 26 UUPA
68
Pasal 34 UUPA
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
76
Universitas Indonesia
HGB adalah warganegara Indonesia, dab badan hukum yang didirikan menurut
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Hak guna bangunan dapat terjadi disebabkan oleh dua hal:69
1) Mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara karena penetapan
pemerintah.
2) Mengenai tanah milik: karena perjanjian yang berbentuk otentik karena
pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memproleh hak
guna bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.
Selain itu perlu juga diketahui sebab-sebab yang dapat menghapus HGB:70
1) Jangka waktunya berakhir
2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak
terpenuhi
3) Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir
4) Dicabut untuk kepentingan umum
5) Diterlantarkan
6) Tanahnnya musnah
7) Ketentuan dalam pasal 36 (2)71
69 Pasal 37 UUPA
70
Pasal 40 UUPA
71
Hapusnya Hak Guna Bangunan atas Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud
mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang hak pengelolaan.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
77
Universitas Indonesia
3.3.1.4 Hak pakai
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain yang member
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau oerjanjian penglahan tanah,
segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-
undang ini (pasal 41).
Subjek yang dapat mempunyai hak pakai :72
1) Warganegara Indonesia.
2) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.
3) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia.
4) Badan hukum yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Hak pakai merupakan satu-satunya hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh
warga Negara asing. Adapun kewajiban para subjek pemegang hak pakai adalah :73
1) Membayar uang pemasukan kepada Negara;
2) Menggunakan tanah sebagai peruntukan dan persyaratan;
3) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan;
72 Arie, Hutagalung, dkk. Asas-Asas Hukum Agraria. (Depok:2005).,hal 41
73
Ibid.,hal. 41-42
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
78
Universitas Indonesia
4) Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi
pekarangan atau bidang tanah yang terkuung karena keadaan geografis
atau sebab lain;
5) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak pakai kepada
Negara, pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak milik sesudah
hak pakai tersebut hapus;
6) Menyerahkan sertipikat hak pakai yang telah hapus kepada kantor
pertanahan.
Dengan kewajiban-kewajiban diatas yang harus dipenuhi para pemegang hak
pakai, maka terdapat pula hal-hal atau ketentuan yang menyebabkan hapusnya hak
pakai:
1) Jangka waktu beakhir;
2) Dibatalkan karena syarat tidak dipenuhi dilepaskan secara sukarela
oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
3) Dicabut untuk kepentingan umum;74
4) Tanahnya ditelantarkan;
5) Tanahnya musnah;
6) Pemegang hak tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak.
74 UU No 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang ada
di atasnya.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
79
Universitas Indonesia
3.3.2 Hak Tanah Sekunder
3.3.2.1 Hak Sewa
UUPA mengatur mengenai hak sewa atas tanah dalam pasal 44 dan 45
UUPA. Maka yang dimaksud dengan hak sewa adalah hak yang member kewenangan
untuk menggunakan tanah milik pihak lain dengan kewajiban membayar uang sewa
pada tiap-tiap waktu tertentu. Dalam hukum adat hak sewa sering dinamakahn
dengan istilah “jual tahunan” Hak sewa mempunyai sifat sebagai hak pribadi artinya
bahwa pemegang tanah tidak dapat mengalihkan atau memindah tangankan hak atas
tanah tanpa izin pemiliknya. Hak sewa ada akibat adanya suatu perjanjian sewa
menyewa dan dapat putus ataupun batal akibat hal-hal yang membatalkan perjanjian
pada umumnya. Hak sewa ini tidak dapat hilang walupun kepemilikan atas tanah
beralih tangan. Hak sewa ini tidak dapat dijadikan jaminan hutang. Hak sewa karena
yang beralih antara pemilik tanah dengan penyewa hanya pemanfaatannya saja dan
bukan kepemilikannya maka hak sewa ini tidak perlu didaftarkan cukup dengan
perjanjian saja. Jangka waktu dari hak sewa ini adalah tergantung dengan
perjanjian.75
Hapusnya hak sewa disebabkan beberapa hal yakni; jangka waktu
berakhir, dicabut untuk kepentingan umum, dilepaskan, dihentikan, dan tanahnya
musnah.
3.4 Peruntukan Tanah
Hak-hak atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah Nasional diperuntkan
untuk :76
75 Jangka waktu sewa sesuai dengan perjanjaian dengan memperhatikan pasal 26 ayat (2)
UUPA 76
Op. Cit., hal 60
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
80
Universitas Indonesia
3.4.1 Keperluan Perorangan
Untuk memenuhi keperluan perorangan hak yang diberikan adalah hak milik. Jika
tanah yang diperlukan itu untuk pertanian, ada pembatasan luasnya menurut pasal 17
UUPA, yang peraturan pelaksanannya UU No. 56/Prp/1960 tentang Landreform.
Sedangkan untuk perumahan belum ada pembatasannya (pasal 12 UU 56/Prp/1960)
.3.4.2 Keperluan Perusahaan
Untuk kepentingan perusahaan tidak akan diberikan hak milik karena hak milik
hanya dapat dimiliki WNI dan badan-badan yang ditetapkan pemerintah. Hak atas
tanah yang diberikan dapat beragam sesuai dengan keperluannya;
1) Hak Guna Usaha, dengan jangka waktu 35 tahun dapat diperpanjang
25 tahun
2) Hak Guna Bangunan, dengan jangka waktu 30 tahun dan dapat
diperpanjang 20 tahun.
3) Hak Pakai, dengan jangka waktu 25 tahun dapat diperpanjang 20
tahun
4) Hak pengelolaan hanya dapat di peroleh oleh BUMN/BUMN
3.4.3 Keperluan Khusus
Hak atas tanah untuk keperluan khusus ada bermacam-macam:
a. Untuk instansi pemerintah, misalnya Departemen, Jawatan, instansi-instansi
lainnya di kota atau di desa dengan hak pakai. Hak pakai ini dimaksudkan untuk
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
81
Universitas Indonesia
keperluan membangun kantor bagi kegiatan sehari-hari. Untuk proyek-proyek, hak
yang tersdia adalah hak pengelolaan.77
b. Untuk perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Negara, misalnya
Perum/persero, perjan, perusahaan daerah, juga diberikan hak pengelolaan. Namun,
jika yang diusahakan adalah pertanian dan perkebunan maka yang diberikan adalah
hak guna usaha.
c. Untuk kegiatan keagamaan, hak yang tersedia adalah hak pakai (pasal 42 ayat 2
UUPA) dengan jangka waktu tiak terbatas.78
d. Untuk perwakilan Negara aisng, misalnya kantor kedutaan, rumah atau
kediaman kepala perwkilan asing, diberikan hak pakai dengan Cuma-Cuma dan
jangka waktunya tidak terbatas selama digunakan.
3.5 Tata Cara Memperoleh Hak Atas Tanah Yang Diperlukan
3.5.1 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Perolehan Hak Atas Tanah79
a. Proyeknya
Sebelum menempuh beberapa proses dalam perolehan hak atas tanah, perlu
diperhatikan apa yang sebenarnya direncanakan untuk dibangaun atau apa yang akan
dibangun, mislanya yang akan dibangun itu adalah jalan raya, rumah sakit,
pelabuhan, dan sebagainya. Sehingga, hal mengenai proyek ini terikat erat dengan
lokasi dari tanah yang ingi
77 Pasal 3 PMDN No.5/1974
78
Badan keagamaan dan badan sosial boleh memiliki tanah dengan hak millik (pasal 49 ayat
1 UUPA), namun caranya dengan menggunakan tanah perwakafan.
79
Arie, Hutagalung, dkk. Op. Cit.,hal.62
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
82
Universitas Indonesia
b. Lokasi
Lokasi adalah tempat dimana proyek akan dibangun. Instansi yang akan
menentukan lokasi proyek ialah pemerintah daerah setempat, yaitu;
1) Pemerintah Daerah Tingkat I untuk provinsi
2) Pemerintah Daerah Tingkat II untuk Kotamadya/Kabupaten.
c. Tanah yang Tersedia
Dalam perolehan hak, maka perlu dilihat persediaan tanah yang tersedia baik
secara fisik maupun secara yuridis;
1) Segi Fisik:
a) Letak tanahnya yang menyangkut masalah yuridiksi perubahan
dasar
b) Luas tanahnya dalam hal ini perlu diteliti ukuran yang tepat
c) Batas-batas tanahnya untuk mencegah konflik dengan tanah yang
bersebelahan.
2) Segi Yuridis:
a) Status tanahnya, apakah tanah tersebut tanah Negara atau tanah
hak-hak pribadi tertentu.
b) Status subjeknya, siapakah pemilik atau pemegang hak atas
tanah
c) Hak-hak pihak ketiga yang membebani
d) Perbuatan hukum/peristiwa hukum yang telah terjadi
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
83
Universitas Indonesia
e) Apakah ada penguasaan illegal diatasnya.
3.5.2. Cara Memperoleh Tanah Yang Tersedia
a. Permohonan dan Pemberian Hak Atas Tanah
Permohonan hak terjadi bila status tanah adalah tanah Negara, maka satu-
satunya cara yang dapat ditempuh untuk memperoleh hak atas tanah adalah
dengan permohonan. Hak-hak yang dapat diperoleh atas tanah yang dikuasai
Negara ada 5 macam (hak-hak primer)80
.
Pengaturan mengenai permohonan hak ini PP No.24/1997 pengganti PP
10/1961 tentang penaftaran tanah, Permen Agraria/Kepala Badan Pertanahan
No.9 tahun 1999, tentang tatacara Pemberian dan Pembatalan hak atas Tanah
Negara dan Pengelolaan, Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan
No. 3 tahun 1999 tentang pelimpahan kewenangan dan pembatalan keputusan
pemberian hak atas Negara.
b. Pemindahan Hak
Pemindahan hak adalah suatu perbuatan hukum dalam pengalihan hak atas
tanah apabila pihak yang memerlukan tanah memenuhi persyaratan sebagai
pemegang hak atas tanah yang bersedia, dan pemegang hak hak atas tanah
tersebut bersedia mengalihkan/memindahkan haknya.Tanah-tanah yang dapat
dipindahkan adalah :
a) Hak milik
80 Hak primer adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak
pengelolaan
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
84
Universitas Indonesia
b) Hak guna usaha
c) Hak guna bangunan
d) Hak pakai atas tanah Negara
Bentuk-bentuk pemindahan hak:
a) Jual beli : pemindahan hak terjadi pada saat itu juga secara langsung dari
penjual ke pembeli . Bersifat tunai yaitu pemindahan hak atas tanah dan
pembayaran dilakukan secara serentak terjadi bersamaan dan didepan pejabat
yang berwenang.
b) Tukar menukar : hak atas tanah tertentu ditukar dengan hak atas tanah lain
yang sejenis.
c) Hibah : pemindahan terjadi seketika dan langsung sebagai penyisihan
sebagain dari harta kekayaan seseorang yang diberikan secara Cuma-Cuma
semasa Ia hidup kepada yang biasanya mempunyai hubungan kekerabatan.
d) Hibah wasiat : pemindahan hak terjadi secara langsung menurut kehendak
terakhir dari si pemberi wasiat, tetapi dengan syarat sesudah ia mati baru
terjadi pemindahan haknya. Selain itu pelaksanaannya harus melalui
pelaksanaan wasiat kepada si penerima hibah wasiat tersebut.
c. Pelepasan Hak
Pelepasan hak adalah suatu perbuatan hukum berupa melepasakan hubungan
hukum yang semula terdapat antara pemegang hak dan tanahnya melalui musyawarah
untuk mencapai kata sepakat dengan cara memberikan ganti rugi kepada pemegang
haknya, hingga tanah yang bersangkutan berubah statusnya menjadi tanah Negara.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
85
Universitas Indonesia
Pelepsan hak terjadi pada saat pihak yang memerlukan tanah tidak memenuhi
syarat sehingga untuk memproleh tanah tersebut tidak bisa dengan pemindahan hak
tapi harus ditempuh pelepasan hak terlebih dahulu, setelah tanah menjadi tanah
Negara pihak yang membutuhkan tanah mengajukan permohonan hak atas tanah pada
Negara sesuai dengan keperluan.
Acara pelepasan hak wajib dilakukan dengan surat pernyataan pelepasan hak
yang ditanda tangani oleh pemegang hak diketahui pejabat yang berwenang. Pada
dasarnya pelepasan hak tersebut dilakukan oleh pemegang hak atas tanah dengan
suka rela. Oleh karena itu dasar hukum pelepasan hak atas tanah diatur dalam pasal
27,34, dan 40 UUPA dan tata cara pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Presiden
No 36 tahun 2005 merupakan pengganti Keppres No 55 Tahun 1993 tentang
pengadaan tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.81
Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang
luasnya lebih dari 1 ha, dilaksanakan atas bantuan panitia pengadaan tanah, untuk
wilayah kabupaten/kota panitia pengadaan kabupaten/kota dibenuk oleh
bupati/walokota sedangkan untuk provinsi daerah khusus ibukota Jakarta dibentuk
oleh gubernur. Sedangkan jika tanah yang diperlukan tidak lebih dari 1 ha, dapat
dilakukan langsung oleh instansi pemerintah dengan cara yang disepakati oleh para
pihak.82
d. Pencabutan Hak
Pencabutan hak adalah suatu perbuatan hukum pengambilan tanah kepunyaan
pihak lain oleh pemerintah secara paksa untuk keperluan penyelenggaraan
81 Ibid.
82
Pasal 20 Pepres No 36/2005
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
86
Universitas Indonesia
kepentingan umum dengan pemberian ganti rugi yang layak kepada yang mempunyai
hak atas tanah. Pencabutan hak perbuatan hukum sepihak yang dilakukan pemerintah.
Dalam melakukan pencabutan hak atas tanah dapat dilakukan pemerintah bila
memenuhi syarat-syarat berikut :
1. Tanah diperlukan benar-benar untuk kepentingan umum yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undang pertanahan.
2. Merupakan upaya terakhir dalam menguasai tanah yang diperlukan dan
hanya digunakan dalam keadaan memaksa
3. Harus ada ganti rugi yang layak.
4. Harus dilaksanakan berdasarkan Keputusan Presiden.
Jaminan bagi pemegang hak adalah :
1. Jaminan pemberian ganti rugi yang layak bila tidak pusa dapat
mengajukan banding ke pengadian tinggi.
2. Jaminan ganti rugi harus dilakukan secara tunai dan dibayarkan
langsung kepada yang berhak.
3. Jaminan penampungan bagi mereka yang perlu pindah.
4. Yang berhak atas ganti kerugian bukan hanya mereka yang haknya
dicabut, tetapi jika ada oang yang menggarap tanah atau menempati
rumah yang bersangkutan
5. Jika tanah yang dicabut haknya itu kemudian tidak dipergunakan
sesuai rencana peruntukannya, maka mereka yang semula berhak atas
tanahnya diberi prioritas untuk mendapatkan kembali.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
87
Universitas Indonesia
Adapun cara pencabutan atau acara pencabutan hak :
a) Acara biasa, tanah baru dapat dikuasai setelah dilakukan pembayaran
ganti rugi dan dikeluarkannya surat keputusan pencabutan hak dari
presiden.
b) Acara khusus, penguasaan dan penggunaan tanah dapat segera
dilakukan atas dasar izin Mendagri tanpa menunggu surat keputusan
pencabutan hak dari presiden.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
88
Universitas Indonesia
3.5.3 Secara Skematis, tata cara Memperoleh Tanah Dapat diuraikan Sebagai
Berikut :83
Permohonan Hak Pelepasan Hak
Permohonan Hak
Pemindahan hak:
-Jual Beli
-Tukar menukar
-Hibah
- Hibah Wasiat
83 Op.Cit.,68
Tata Cara Memperoleh Tanah Menurut Hukum Nasional
Tanah Negara Tanah Ulayat Tanah Hak
Pihak yang memerlukan
tanah tidak boleh
memiliki tanah hak.
Pihak yang
memerlukan tanah
boleh memiliki
tanah hak
Pencabutan
HAk
Permohonan hak
khusus untuk
pembangunan
kepentingan
umum
Pelepasan Hak
Permohonan
hak
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
89
Universitas Indonesia
3.6 Pembebasan Tanah untuk Pembangunan
Pembebasan hak banyak dilakukan oleh pemerintah yang memerlukan
tanah namun tanah yang tersedia adalah tanah dengan hak milik, dimana pemerintah
atau instansi pemerintah tidak mempunyai hak untuk memperoleh secara langsung
hak tersebut disebabkan tidak terpenuhinya unsure atau syarat sebagai subjek pemilik
hak milik atas tanah. Pembebasan tanah untuk kepentingan umum dapat dilakukan
dangan dua cara yaitu dengan pelepasan hak yang artinya disini adalah dengan
sukarela si pemilik tanah dengan tercapainya kesepakatan mengenai ganti rugi dan
yang kedua dengan pencabutan hak yang artinya dengan secara terpaksa oleh
pemerintah demi kepentingan umum dimana pencabutan hak ini terjadi bila tidak
tercapai kesepakatan mengenai ganti rugi anatara pemerintah dan pemilik hak atas
tanah. Pembahasan lebih lanjut mengenai pemlepasan hak dan pencabutan hak telah
dibahas pa sub bab sebelumnya.
Untuk keperluan pemerintah pembebasan tanah haruslah dilaksanakan
oleh panitia pembebasan tanah yang dibentuk oleh gubernur atau kuasa gubernur
kepala daerah tingkat 1, oleh Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah tingkat II.
Dalam rangka pembebasan tanah ini, apabila telah tercapai kata sepakat mengenai
bentuk/besarnya ganti rugi maka pembayaran harus dilakukan secara lanngsung oleh
instansi yang bersangkutan dengan penyerahan/pelepasan hak atas tanahnya dengan
disaksikan minimal empat orang anggota panitia pembebasan tanah.
3.7 Ganti Rugi untuk pengadaan tanah untuk Pembangunan
Pembebasan tanah tidak terlepas dari masalah ganti rugi. Dalam Pasal 1
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15/1975, secara tegas disebutkan, pembebsan
tanah ialah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat pada pemegang hak
(penguasa tanah) dengan cara memberikan ganti rugi. Ganti Rugi atas tanah-tanah
yang dibebaskan berupa :
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
90
Universitas Indonesia
1. Tanah yang telah mempunyai sesuatu hak berdasarkan Undang-Undang
No. 5 Tahun 1960.
2. Tanah-tanah dari masyarakat hukum adat (pasal 1 ayat (5) Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 15/1975.
Dalam mengadakan penaksiran mengenai bentuk atau besarnya ganti rugi,
panitia pembebasan tanah harus mengadakan musyawarah dengan dengan para
pemilik atau pemegang hak atas tanah dan/atau benda atau tanaman yang ada
diatasnya (pasal 6 ayat 1 PMDN No. 15/1975. Dalam menetapkan besarnya ganti rugi
atas bangunan dan tanaman panitia harus berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang
di tetapkan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pertanian setempat tentang lokasi
dan factor-faktor strategis lainnya yang dapat mempengaruhi harga tanah. Tidak
hanya berpatok Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang relatif sangat rendah.
Adapun yang berhak atas ganti rugi dalam pembebasan tanah tersebut
adalah mereka yang berhak atas tanah/bangunan/tanaman yang ada diatasnya, dengan
berpedoman dengan kepada hukum adat setempat, sepanjang tidak bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan dalam UUPA dan kebijakan pemerintah dalam
Permendagri No.15/1975.
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009
91
Universitas Indonesia
BAB 4
KASUS POSISI DAN ANALISA
Putusan Pangadilan Negeri Jakarta Selatan: No. 434/Pdt/g/1995/PN. Jak.
Sel: Ny. Siti Sumeni Tjindarbum Vs Pemerintah RI Cq Menteri Koperasi cq
Biro Umum Departemen Koperasi cq Bira Hukum dan Organisasi, Yan Thor
Halim Saragih dan H. E Gewang.
4.1 Uraian Perkara
4.1.2 Para Pihak
NY. SITI SUMENI TJINDARBUMI, dalam hal ini memilih domisili dikuasa
hukumnya, KESANTA TARIGAN, S.H.,dan Associates, Jl. Mampang Prapatan Raya
No. 39, Jakarta Selatan Berdasarkan Surat Kuasa khusus N0. 076/KT/-SK/X/1995
tertanggal 03 Oktober 1995; yang disebut sebagai PENGGUGAT.
YAN THOR SARAGIH, beralamat terakhir di Jl. Paku Buwono dalam hal ini
diwakili oleh TUTY HUTAGALUNG, S.H., dan AGUSTINA HUTAGALUNG, S.H
. Advokat dan Pengacara berkantor di Jl. Keramat-II/45 Jakarta 10420 berdasarkan
Surat Kuasa Khusus tertanggal 9 Februari---1996; selanjutnya disebut TERGUGAT
I;-
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA cq MENTERI KOPERASI BIRO
UMUM DEPARTEMEN KOPRASI cq BIRO HUKUM dan ORGANISASI,
beralamat di Jl. HR. Rasuna Said Kav. 3, 4, 5; Jakarta 12940; dalam hal ini diwakili
oleh DURACHMAN, S.H.; dan UNTUNG TRI BASUKI,.S.H., berdasarkan Surat
Kuasa Substitusi tertanggal 8 Januari 1996; selanjutnya diabut; TERGUGAT II;-
Gugatan ganti..., Sari mahaningrum, FHUI, 2009