bab 1,2,3
DESCRIPTION
oksigenasiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar yang digunakan
untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktifitas berbagai
organ sel tubuh. Dalam kaitannya pemenuhan kebutuhan oksigenasi tidak terlepas dari
peranan fungsi sistem pernafasan dan kardiovaskuler yang menyuplai kebutuhan oksigen
tubuh. Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O2). Kebutuhan fisiologis
oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan
metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya, dan untuk aktivitas berbagai organ
atau sel. Apabila lebih dari empat menit orang tidak mendapatkan oksigen maka akan
berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya pasien akan
meninggal.
Oksigenasi adalah proses penambahan O2 ke dalam system (kimia atau fisika). Oksigen
(O2) merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses
metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energy, dan air. Akan
tetapi, penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak
yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel. Pernapasan atau respirasi adalah pertukaran gas
antara individu dan lingkungan. Fungsi utama pernapasan adalah untuk memperoleh O2 agar
dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeluarkan CO2 yang dihasilkan oleh sel. Saat
bernapas, tubuh mengambil O2 dari lingkungan untuk kemudian diangkut ke seluruh tubuh
(sel-selnya) melalui darah guna dilakukan pembakaran. Selanjutnya, sisa pembakaran
berupa CO2 akan kembali diangkut oleh darah ke paru-paru untuk dibuang ke lingkungan
karena tidak berguna lagi oleh tubuh.
Dan dalam implementasinya mahasiswa keperawatan diharapkan lebih memahami
tentang apa oksigenasi, bagaimana proses keperawatan pada klien dengan gangguan
oksigenasi dan bagaimana praktik keperawatan yang mengalami masalah atau gangguan
oksigenasi.
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut.
1. Apakah definisi dari oksigenasi?
2. Bagaimanakah sistem pernapasan dalam tubuh?
3. Bagaimanakah proses oksigenasi?
4. Apa saja jenis-jenis pernapasan?
5. Bagaimanakah pengukuran fungsi paru?
6. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi?
7. Apakah permasalahan yang terjadi dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi?
8. Bagaimanakah asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari oksigenasi
2. Untuk mengetahui system pernapasan dalam tubuh
3. Untuk mengetahui dan memahami proses oksigenasi
4. Untuk mengetahui dan memahami jenis-jenis pernapasan
5. Untuk mengetahui dan memahami pengukuran fungsi paru
6. Untuk mengetahui dan memahami faktor –faktor yang mempengaruhi kebutuhan
oksigenasi
7. Untuk mengetahui dan memahami permasalahan yang terjadi dalam pemenuhan
kebutuhan oksigen
8. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan
oksigenasi
1.4 MANFAAT
Dapat mengetahui dan memahami tentang pemenuhan kebutuhan oksigenasi dan
memahami tentang asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
2
Tekanan intra-alveoli meningkat
Volume paru mengecil
Udara bergerak ke luar paruUdara masuk kedalam paru
Tekanan intra-alveoli menurun
Paru mengembang
Tekana interpleura meningkat
Volume toraks mengecil
Otot inspirasi relaksasi
Tekana intrapleura menurun
Volume toraks membesar
Konstriksi otot diafragma dan interkostalis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI OKSIGENASI
Oksigen (O2) adalah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Oksigenasi adalah peristiwa
menghirup udara dari luar yang mengandung Oksigen (O2) kedalam tubuh serta menghembuskan
Karbondioksida (CO2) sebagai hasil sisa oksidasi. Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan
dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan
hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel.
2.2 SISTEM PERNAFASAN
Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi, yaitu :
2.2.1 Saluran Pernapasan Bagian Atas
Saluran pernapasan bagian atas berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan
udara yang terhirup. Saluran pernapasan ini terdiri atas :
1. Hidung
Hidung terdiri atas nares anterior (salura dalam lubang hidung) yang memuat kelenjar
sebaseus dengan ditutupi bulu yang kasar dan bermuara ke rongga hidung dan rongga
hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses
oksigenasi diawali dengan penyaringan udara yang masuk melalui hidung oleh bulu yang
ada dalam vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
2. Faring
Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari dasar tengkorak sampai
esofagus yang terletak di belakang nasofaring (di belakang hidung), orofaring (di
belakang mulut), laringofaring (di belakang laring)
3. Laring
3
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian dari tulang
rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, terdiri atas 2 lamina yang bersambung
di garis tengah.
4. Epiglotis
Merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu menutup laring pada saat proses
menelan.
2.2.2 Saluran Pernapasan Bagian Bawah
Saluran pernpasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi surfaktan.
Saluran ini terdiri atas :
1. Trakea
Trakea/batang tenggorok memilii panjang kurang lebih sembilan sentimeter yang dimulai
dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas
enam belas sampai dua puluh lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput
lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda
asing.
2. Bronkus
Merupakan bentuk percabangan/kelanjutan dari trakea yang terdiri atas 2 percabangan
kanan dan kiri. Bagian kanan lebih pendek dan lebar daripada bagian kiri yang memiliki
3 lobus atas, tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari bagian kanan
yang berjalan dari lobus atas dan bawah.
3. Bronkiolus
Merupakan saluran percabangan setelah bronkus.
4. Paru
Merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru terletak dalam rongga toraks
setiggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang
diselaputi oleh pleura parietalis dan pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura
yang berisi cairan surfaktan.
Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas 2 bagian, yaitu paru kanan dan paru kiri.
Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang
berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang
4
bersifat elastis, berpori, serta berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida.
2.3 PROSES OKSIGENASI
Sistem pernafasan terdiri dari organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan sebuah pompa
ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot pernafasan, diagfragma, isi abdomen, dinding
abdomen dan pusat pernafasan di otak. Pada keadaan istirahat frekuensi pernafasan 12-15 kali
per menit. Ada 3 langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi, perfusi paru dan difusi.
1. Ventilasi
Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan paru-paru, jumlahnya sekitar
500 ml. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastis serta
persyarafan yang utuh. Otot pernapasan inspirasi utama adalah diagfragma.Diafragma
dipersyarafi oleh saraf frenik, yang keluarnya dari medulla spinalis pada vertebra servikal
keempat.
Udara yang masuk dan keluar terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara antara
intrapleura dengan tekanan atmosfer, dimana pada inspirasi tekanan intrapleural lebih
negative (725 mmHg) daripada tekanan atmosfer (760 mmHG) sehingga udara masuk ke
alveoli. Kepatenan Ventilasi terganutung pada faktor :
1) Kebersihan jalan nafas, adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas akan
menghalangi masuk dan keluarnya udara dari dan ke paru-paru.
2) Adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan
3) Adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru
4) Kemampuan otot-otot pernafasan seperti diafragma, eksternal interkosa, internal
interkosa, otot abdominal.
2. Perfusi Paru
Perfusi paru adalah gerakan darah melewati sirkulasi paru untuk dioksigenasi, dimana
pada sirkulasi paru adalah darah deoksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dari
ventrikel kanan jantung.Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam
proses pertukaan oksigen dan karbondioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru
5
merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan dapat
mengakodasi variasi volume darah yang besar sehingga digunakan jika sewaktu-waktu
terjadi penurunan voleme atau tekanan darah sistemik.
3. Difusi
Oksigen terus-menerus berdifusi dari udara dalam alveoli ke dalam aliran darah dan
karbon dioksida (CO2) terus berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Difusi adalah
pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi tinggi ke area konsentrasi rendah.
Difusi udara respirasi terjadi antara alveolus dengan membrane kapiler. Perbedaan
tekanan pada area membran respirasi akan mempengaruhi proses difusi. Misalnya pada
tekanan parsial (P) O2 di alveoli sekitar 100 mmHg sedangkan tekanan parsial pada
kapiler pulmonal 60 mmHg sehingga oksigen akan berdifusi masuk ke dalam darah.
Berbeda halnya dengan CO2 dengan PCO2 dalam kapiler 45 mmHg sedangkan pada
alveoli 40 mmHg maka CO2 akan berdifusi keluar alveoli.
2.4 JENIS PERNAPASAN
1. Pernapasan Eksternal
Pernapasan eksternal merupakan proses masuknya O2 dan keluarnya CO2 dari tubuh,
sering disebut sebagai pernapasan biasa.Proses pernapasan ini dimulai dari masuknya
oksigen melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas, kemudian oksigen masuk melalui
trakea dan pipa bronchial ke alveoli, lalu oksigen akan menembus membrane yang akan
diikat oleh Hb sel darah merah dan dibawa ke jantung. Setelah itu, sel darah merah dipompa
oleh arteri ke seluruh tubuh untuk kemudian meninggalkan paru dengan tekanan oksigen 100
mmHg. Karbondioksida sebagai hasil buangan metabolism menembus membrane kapiler.
2. Pernapasan Internal
Pernapasan internal merupakan proses terjadinya pertukaran gas antar sel jaringan
dengan cairan sekitarnya yang sering melibatkan proses meabolisme tuuh, atau juga dapat
dikatakan bahwa proses pernapasan ini diawali dengan daerah yang telah menjenuhkan Hb-
nya kemudian mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler dan bergerak sangat
lambat. Sel jaringan mengambil oksigen dari Hb dsn dsrsh menerima sebagai gantinya dan
menghasilkan karbondioksida sebagai sisa buangannya.
6
INSPIRASI EKSPIRASI
2.5 PENGUKURAN FUNGSI PARU
Deskripsi Nilai rata2 Nilai rata2 Makna klinis
VOLUME TIDAL 5-10 ml/kg Menurun Menurun pada penyakit paru
7
Tekanan intra-alveoli meningkat
Volume paru mengecil
Udara bergerak ke luar paruUdara masuk kedalam paru
Tekanan intra-alveoli menurun
Paru mengembang
Tekana interpleura meningkat
Volume toraks mengecil
Otot inspirasi relaksasi
Tekana intrapleura menurun
Volume toraks membesar
Konstriksi otot diafragma dan interkostalis
(vT) : volume udara
yang dihirup atau
dikeluarkan (ml)
setiap kali bernapas
restriktif dan pada klien lansia
VOLUME
RESIDUAL (RV) :
volume udara (ml)
yang tersisa diparu
setelah ekspirasi
maksimal
1200 ml Meningkat
sebesar
25%
Meningkat pada klien yang
PPOM dank lien lnsia akibat
perubahan recoil elastic paru,
kompliansi dinding dada dan
penurunan massa dan kekuatan
otot pernapasan
KAPASITAS
RESIDUAL
FUNGSIONAL
(FRC): volume
udara (ml) yang
tersisa di paru
setelah ekspirasi
normal
2400 ml Meningkat Meningkat pada klien yang
mengalami penyakit paru
obstruktif dan klien lansia
akibat perubahan pada
kompliansi dinding dada, recoil
elastic paru dan penurunan
massa dan kekuatan otot
pernapasan
KAPASITAS
VITAL(VC):
Volume udara (ml)
yang di ekspirasi
setelah inhalasi
maksimal
4800 ml Menurun
sebesar
25%
Menurun terkait dengan
penurunan kecepatan aliran
yang ditemukan pada edema
pulmonar, atelektasis dan
perubahan yang berhubungan
dengan proses penuaan seperti
penurunan kekuatan otot
pernapasan dan kompliansi
dinsing dada
8
KAPASITAS
PARU TOTAL
(TLC) : volume
udara total (ml)
didalam paru-paru
setelah inspirasi
maksimal
6000 ml Tidak
berubah
Menurun pada penyakit paru
restriktif; meningkat pada
penyakit paru obstriktif
a) Volume Paru
1. Volume pasang surut merupakan jumlah udara keluar-masuk paru padat saat
terjadi pernapasan biasa. Pada orang sehat, besarnya volume pasang surut rata-rata
adalah 500cc.
2. Volume cadangan hisap merupakan jumlah udara yang masih bisa dihirup secara
maksimal setelah menghirup udara pada pernapasan biasa. Pada orang dewasa,
besarnya volume cadangan hisap adalah 3000cc.
3. Volume cadangan hembus merupakan jumlah udara yang masih bisa pernapasan
biasa. Pada orang dewasa, besarnya volume cadangan hembus dapat mencapai
1100cc.
4. Volume sisa merupakan jumlah udara yang masih tertinggal di dalam paru
meskipun telah menghembuskan napas secara maksimal. Pada orang dewasa,
besarnya volume sisa rata-rata adalah 1200cc.
b) Kapasitas Paru
1. Kapasitas hisap merupakan jumlah dari volume pasang surut dan volume
cadangan hisap.
2. Kapasitas cadangan fungsional merupakan jumlah dari volume cadangan hembus
volume sisa.
3. Kapasitas vital merupakan jumlah dari volume cadangan hembus, volume pasang
surut, dan volume cadangan hisap.
9
4. Jumlah keseluruhan volume udara yang ada dalam paru terdiri atas volume pasang
surut, volume cadangan hembus, dan volume sisa.
2.6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN OKSIGENASI
a) Saraf Otonomik
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonomik dapat mempengaruhi
kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi, hal ini dapat terlihat simpatis maupun
parasimpatis
b) Hormon dan Obat
Semua hormon termasuk derivat catecholamine dapat melebarkan saluran pernapasan.
Obat yang tergolong parasimpatis, seperti sulfas atropin dan ekstrak belladona, dapat
melebarkan saluran napas, sedangkan obat yang mengahambat adrenergik tipe beta
(khususnya beta-2), seperti obat yang tergolong penyakit beta nonselektif, dapat
mempersempit saluran napas (bronkhokontriksi).
c) Alergi pada Saluran Napas
10
Pengaruh saraf otonomik
Simpatis Parasimpatis
Ujung saraf mengeluarkan neurotransmiter
Noradrenalin Asetilkolin
Bronkodilatasi Bronkokontriksi
Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu yang terdapat dalam
hawa pernapasan, bulu binatang, serbuk benang sari bunga, kapuk, makanan dan lain-
lain. Faktor-faktor ini menyebabkan bersin bila terdapat rangsangan di daerah nasal;
batuk bila di saluran pernapasan bagian atas; bronkhokonstriksi pada asma bronkhiale;
dan rhinitis bila terdapat di saluran pernapasan bagian bawah.
d) Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan oksigenasi, karena
usia organ dalam tubuh berkembang seiring usia perkembangan.
Kecepatan Respirasi
NORMAL Kecepatan bernapas 16-20 x/menit
NO UMUR RATA-RATA RENTANG
1 BBL – 1 BULAN 35 30-50
2 1 BULAN- 12 BULAN 30 20-30
3 12 BULAN- 2 TAHUN 25 20-25
4 2 TAHUN- 6 TAHUN 22 20-24
5 6 TAHUN- 12 TAHUN 20 20-22
6 REMAJA-DEWASA 16 16-20
e) Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti faktor alergi,
ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan adaptasi
f) Perilaku
Faktor perilaku yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah perilaku dalam
mengkonsumsi makanan (status nutrisi). Sebagai contoh, obesitas dapat mempengaruhi
proses perkembangan paru, aktivitas dapat mempengaruhi proses peningkatan kebutuhan
11
oksigenasi, merokok dapat menyebabkan proses penyempitan pada pembuluh darah, dan
lain-lain.
2.7 MASALAH KEBUTUHAN OKSIGENASI
2.7.1 HIPOKSIA
Merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam
tubuh akibat defisiensi oksigen atau peningkatan penggunaan oksigen dalam tingkat sel,
ditandai dengan adanya warna kebiruan pada kulit (sianosis). Secara umum, terjadinya
hipoksia disebabkan oleh menurunkan kadar Hb, menurunnya difusi O2 dari alveoli ke
dalam darah, menurunnya perfusi jaringan atau gangguan ventilasi yang dapat
menurunkan konsentrasi oksigen. Hipoksia dapat disebabkan oleh :
a. Menurunya hemoglobin
b. Berkurangnya konsentrasi O2 jika berada di puncak gunung
c. Ketidakmampuan jaringan mengikat O2 seperti keracunan sianida
d. Menurunnya difusi O2 dari alveoli ke dalam darah seperti pada pneumonia
e. Menurunnya perfusi jaringan seperti syok
f. Kerusakan / gangguan ventilasi
Tanda-tanda hipoksia antara lain : kelelehan, kecemasan, menurunnya kemampuan
konsentrasi, nadi meningkat, pernafasan cepat dan dalam, sianosis dan clubbing.
2.7.2 PERUBAHAN POLA PERNAPASAN
1) Tachypnea
Merupakan pernapasan yang memiliki frekuensi lebih dari 24 kali/menit. Proses
ini terjadi karena paru dalam keadaan atelektaksis/terjadinya emboli.
2) Bradypnea
Merupakan pola pernapasan yang lambat dan kurang dari 10 kali/menit. Pola ini
ditemukan dalam keadaan peningkatan tekanan intrakranial yang disertai
narkotik/sedatif.
3) Hiperventilasi
Merupakan cara tubuh dalam mengompensasi peningkatan jumlah oksigen dalam
paru agar pernapasan lebih cepat dan dalam. Proses ini ditandai dengan adanya
12
peningkatan denyut nadi, napas pendek, nyeri dada, menurunkan konsentrasi C02, dan
lain-lain. Keadaan demikian dapat disebabkan oleh adanya infeksi keseimbangan
asam basa atau gangguan psiokologis. Hiperventilasi dapat menyebabkan hipokapnea,
yaitu berkurangnya CO2 tubuh di bawah batas normah sehingga rangsangan terhadap
napas pusat menurun. Hiperventilasi dapat disebabkan karena :
a. Kecemasan
b. Infeksi / sepsis
c. Keracunan obat-obatan
d. Ketidakseimbangan asam basa seperti pada asidosis metabolic
Tanda-tanda dan gejala hiperventilasi adalah takikardia, napas pendek, nyeri dada
(chest pain), menurunnya konsentrasi, disorientasi, tinnitus.
4) Kusmaul
Merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang dapat ditemukan pada orang
dalam keadaan asidosis metabolik.
5) Hipoventilasi
Merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan karbondioksida dengan cukup yang
dilakukan pada saat ventilasi alveolar serta tidak cukupnya penggunaan oksigen yang
ditandai dengan adanya nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi, atau
ketidakseimbangan elektrolit yang dapat terjadi akibat atelektasis, lumpuhnya otot
pernapasan, depresi pusat pernapasan, peningkatan tahanan jalanan udara, penurunan
tahanan jaringan paru dan toraks, serta penurunan compliance paru dan toraks.
Keadaan demikian, dapat menyebabkan hiperkapnea, yaitu retensi CO2 dalam tubuh
sehingga pCO2 meningkat (akibat hipoventilasi) dan mengakibatkan depresi susunan
saraf pusat.
6) Dispnea
Merupakan perasaan sesak dan berat saat pernaasan. Hal ini dapat disebabkan
oleh perubahan kadar gas dalam darah atau jaringan, kerja berat/berlebihan, dan
pengaruh psikis.
7) Orthopnea
Merupakan kesulitan bernapas, kecuali dalam posisi duduk atau berdiri dan pola
ini sering ditemukan pada seseorang yang mengalami kongestif paru.
13
8) Cheyne stokes
Merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya mula-mula naik, turun,
berhenti, kemudian mulai dari siklus baru.
9) Pernapasan Paradoksial
Merupakan pernapasan yang ditandai dengan pergerakan diding paru yng
berlawanan arah dari keadaan normal, sering ditemukan pada keadaan atelektaksis.
10) Biot
Merupakan pernapasan yang mirip dengan irama cheyne stokes, tetapi
amplitudonya tidak teratur. Pola ini sering dijumpai pada rangsangan selaput otak,
tekanan intrakranial yang meningkat, trauma kepala, dan lain-lain.
11) Stridor
Merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran
pernapasan. Pola ini pada umumnya ditemukan pada kasus spasme trakea atau
obstruksi laring.
2.7.3 OBSTRUKSI JALAN NAPAS
Obstruksi jalan napas (bersihan jalan napas) merupakan kondisi pernapasan yang
tidak normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi
yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi, stasis sekresi, dan batuk
tidak efektif karena penyakit persarafan, seperti cerebro vascular accident (CVA), efek
pengobatan sedatif, dan lain-lain.
2.7.4 PERTUKARAN GAS
Pertukaran gas merupakan kondisi penurunan gas, baik oksigen maupun
karbondioksida antara alveoli paru dan sistem vaskular, dapat disebabkan oleh sekresi
yang kental atau imobilisasi akibat penyakit sistem saraf, depresi susunan saraf pusat,
atau penyakit radang pada paru. Terjadinya gangguan pertukaran gas ini menunjukkan
kapasitas difusi menurun, antara lain disebabkan oleh penurunan luas permukaan difusi,
penebalan membran alveolar kapiler, terganggunya pengangkutan O2 dari paru ke
14
jaringan akibat rasio ventilasi perfusi tidak baik, anemia, keracunan CO2, dan
terganggunya aliran darah.
2.8 ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN OKSIGENASI
2.8.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan pada masalah kebutuhan oksigenasi meliputi : ada
atau tidaknya riwayat gangguan pernapasan (gangguan hidung dan tenggorokan),
seperti epistaksis (kondisi akibat luka/kecelakaan, penyakit rematik akut, sinusitis
akut, hipertensi, gangguan pada sistem peredaran darah, dan kanker), obstruksi nasal
(kondisi akibat polip, hipertropi tulang hidung, tumor, dan influenza), dan keadaan
lain yang menyebabkan gangguan pernapasan. Pada tahap pengkajian keluhan atau
gejala, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah keadaan infeksi kronis dari hidung,
sakit pada daerah sinus, otitis media, keluhan nyeri pada tenggorokan, kenaikan suhu
tubuh hingga sekitar 38,5 derajat Celsius, sakit kepala, lemas, sakit perut hingga
muntah-muntah (pada anak-anak), faring berwarna merah, dan adanya edema.
2. Pola Batuk dan Produksi Sputum
Tahap pengkajian pola batuk dilakukan dengan cara menilai apakah batuk termasuk
batuk kering, keras, dan kaut dengan suara mendesing, berat, dan berubah-ubah
seperti kondisi pasien yang mengalami penyakit kanker. Juga dilakukan pengkajian
apakah pasien mengalami sakit pada bagian tenggorokan saat batuk kronis dan
produktif serta saat di mana pasien sedang makan, merokok, atau saat malam hari.
Pengkajian terhadap lingkungan tempat tinggal pasien (apakah berdebu, penuh asap,
dan adanya kecenderungan mengakibatkan alergi) perlu dilakukan. Pengkajian
sputum dilakukan dengan cara memeriksa warna, kejernihan, dan apakah bercampur
darah terhadap sputum yang dikeluarkan oleh pasien.
3. Sakit Dada
15
Pengkajian terhadap sakit dada dilakukan untuk mengetahui bagian yang sakit, luas,
intensitas, faktor yang menyebabkan rasa sakit, perubahan nyeri dada apabila posisi
pasien berubah, serta ada atau tidaknya hubungan antara waktu inspirasi dan ekspirasi
dengan rasa sakit.
4. Pengkajian Fisik
Inspeksi. Pengkajian ini meliputi : Pertama, penentuan tipe jalan napas, seperti
menilai apakah napas spontan melalui hidung, mulut, oral, nasal, atau
menggunakan selang endotrakeal atau tracheostomi, kemudian menentukan status
kondisi seperti kebersihan, ada atau tidaknya sekret, perdarahan, bengkak, atau
obstruksi mekanik; kedua, penghitungan frekuensi pernapasan dalam waktu satu
menit (Umumnya, wanita bernapas sedikit lebih cepat. Apabila kurang dari 10
kali per menit pada orang dewasa, kurang dari 20 kali per menit pada anak-anak,
atau kurang dari 30 kali per menit pada bayi, maka disebut sebagai bradipnea atau
pernapasan lambat. Gejala ini juga dijumpai paad keracunan obat golongan
barbiturate, uremia, koma diabetes, miksedema, dan proses desak ruang
intrakranium. Bila lebih dari 20 kali per menit pada orang dewasa, kurang dari 30
kali per menit pada anak-anak, atau kurang dari 50 kali per menit pada bayi, maka
disebut sebagai takhipnea atau pernapasan cepat); ketiga, pemeriksaan sifat
pernapasan, yaitu torakal, abdominal, atau kombinasi keduanya (pernapasan
torakal atau dada adalah mengembang dan mengempisnyarongga toraks sesuai
dengan irama isnpirasi dan ekspirasi. Pernapasan abnominal atau perut adalah
seiramanya inspirasi dengan mengembangnya perut dan ekspirasi dengan
mengempisnya perut. Selain itu, mengembang dan mengempisnya paru juga
diatur oleh pergerakan diafragma. Pernapasan pada laki-laki neonatus, sedangkan
pada anak adalah abnominal atau torakoabnominal, karena otot interkostal pada
neonatus masih lemah , untuk kemudian berkembang. Pada wanita, pernapasan
yang umum adalah pernapasan torakal); keempat, pengkajian irama pernapasan,
yaitu dengan menelaah masa inspirasi dan ekspirasi (Pada orang dewasa yang
sehat, irama pernapasannya teratur dan menjadi cepat jika terjadi pengeluaran
tenaga dalam keadaan terangsang atau emosi). Kemudian, yang perlu diperhatikan
pada irama pernapasan adalah perbandingan antara inspirasi dan ekspirasi. Pada
16
keadaan normal, ekspirasi lebih lama daripada inspirasi, yaitu 2:1. Ekspirasi yang
lebih pendek dari inspirasi terjadi pada orang yang mengalami sesak napas.
Dalam keadaan normal, perbandingan antara frekuensi pernapasan dengan
frekuensi nadi adalah 1:1, sedangkan pada keracunan obat golongan barbiturate
perbandingannya menjadi 1:6. Penyimapanan irama pernapasan, seperti
pernapasan kusmaul, dijumpai pada keracunan alcohol, obat bius, koma diabetes,
uremia, dan proses desak yang instrakranium. Pernapasan biot ditemukan pada
pasien kerusakan otak. Pernapasan cheyne stokes dapat ditemui pada pasien
keracunan obat bius, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal kronis, dan
perdarahan pada susunan saraf pusat); kelima, pengkajian terhadap
dalam/dangkalnya pernapasan (Pada pernapasan yang dangkal, dinding toraks
tampak hampir tidak bergerak. Gejala ini timbul jika terdapat empisema atau jika
pergerakan dinding toraks menimbulkan rasa sakit dan juga jika pada rongga
toraks terjadi proses desak ruang, seperti penimbunan cairan dalam rongga pleura
dan pericardium serta konsolidasi yang dangkal dan lambat).
Palpasi
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi kelainan, seperti nyeri tekan yang
dapat timbul akibat luka, peradangan stempat, metastasis tumor ganas, pleuritis,
atau pembengkakan dan benjolan paad dada. Palpasi dilakukan untuk menentukan
besar, konsistensi suhu, apakah dapat atau tidak digerakkan dari dasarnya.
Melalui palpasi dapat diteliti gerakan dinding toraks pada saat inspirasi dan
ekspirasi terjadi. Cara ini juga dapat dilakukan dari belakang dengan meletakkan
kedua tangan pada kedua sisi tulang belakang. Jika pada puncak paru terdapat
fibrosis, proses tuberculosis, atau suatu tumor, maka tidak akan ditemukan
pengembangan bagian atas pada toraks. Kelainan pada paru, seperti getaran suara
atau fremitus vocal, dapat dideteksi bila terdapat getaran sewaktu pemeriksa
meletakkan tangannya pada dada pasien ketika ia berbicara. Fremitus vokal yang
jelas mengeras dapat disebabkan oleh konsolidasi paru seperti pada pneumonia
lobaris, tuberculosis kascosa pulmonum, tumor paru, atelektasis, atau kolaps paru
dengan bronkus yang utuh dan tidak tersumbat, kavitasi yang letaknya dekat
permukaan paru. Fremitus vokal menjadi lemah atau hilang sama sekali jika
17
rongga pleura menjadi tebal, bronkus tersumbat, jaringan paru tidak lagi elastic
(emfisema), paru menjadi fibrosis, dan terdapat kaverna dalam paru yang letaknya
jauh dari permukaan. Getaran yang terasa oleh tangan pemeriksa dapat juga
ditimbulkan oleh dahak dalam bronkus yang bergetar pada waktu inspirasi dan
ekspirasi atau oleh pergeseran antara kedua membrane pleura pada pleuritis.
Perkusi. Pengkajian ini bertujuan untuk menilai normal atau tidaknya suara
perkusi paru. Suara perkusi normal adalah suara perkusi sonor, yang bunyinya
seperti kata “dug-dug”. Suara perkusi lain yang dianggap tidak normal adalah
redup, seperti pada infiltrate, konsolidasi, dan efusi pleura. Pekak, seperti suara
yang terdengar bila kita memperkusi paha kita, terdapat pada rongga pleura yang
terisi oleh cairan nanah, tumor pada permukaan paru, atau fibrosis paru dengan
penebalan pleura. Hipersonor, bila udara relatif lebih padat , ditemukan pada
emfisema, kavitas besar yang letaknya perifer, dan pneumotoraks. Timpani,
bunyinya seperti ucapan “dang-dang-dang”. Suara ini menunjukkan bahwa di
bawah tempat yang diperkusi terdapat penimbunan udara, seperti pada
pneumotoraks dan kavitas dekat permukaan paru. Batas atas paru dapat ditentukan
dengan perkusi pada supraklavikularis kedua sisi. Bila didapatkan suara perkusi
yang kurang sosnor, maka kita harus menafsirkan bahwa bagian atas paru tidak
berfungsi lagi, dan berarti batas paru yang sehat terletak lebih bawah dari biasa.
Pada umumnya, hal ini menunjukkan proses tuberculosis di puncak paru. Dari
belakang, apeks paru dapat diperkusi di daerah otot trapezius anatar otot leher dan
pergelangan bahu yang akan memperdengarkan seperti sonor. Batas bawah paru
dapat ditentukan dengan perkusi, di mana suara sonor pada orang sehat dapat
didengar sampai iga keenam garis midaksilaris, iga kedelapan garis midaksilaris,
dan iiga kesepuluh garis skapularis. Batas bawah paru pada orang tua agak lebih
rendah, sedangkan pada anak-anak agak lebih tinggi. Batas bawah meninggi pada
proses fibrosis paru, konsolidasi, efusi pleura, dan asites tumor intra abdominal.
Turunnya batas bawah paru didapati pada emfisema dan pneumotoraks.
Auskultasi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai adanya suara napas, di
antaranya suara napas dasar dan suara napas tambahan. Suara napas dasar adalah
suara napas pada orang dengan paru yang sehat, seperti: pertama, suara vesikuler,
18
ketika suara inspirasi lebih keras dan lebih tinggi nadanya. Bunyi napas vesikuler
yang disertai ekspirasi memanjang terjadi pada emfisema. Suara vesikuler dapat
didengar pada sebagian paru; kedua, suara bronkhial, yaitu suara yang bisa kita
dengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi, bunyinya bisa sama atau lebih panjang,
antara inspirasi dan ekspirasi terdengar jarak pause (jeda) yang jelas. Suara
bronkhial terdengar di daerah trakea dekat bronkus, dalam keadaan tidak normal
bisa terdengar seluruh daerah paru; ketiga, bronkovaskular yaitu suara yang
terdengar antara vesikuler dan bronkhial, ketika ekspirasi menjadi lebih panjang,
hingga hampir menyamai inspirasi. Suara ini lebih jelas terdengar pada
manubrium sterni. Pada keadaan tidak normal juga terdengar pada daerah lain dari
paru.
Suara napas tambahan, yaitu suara yang terdengar pada dinding toraks berasal dari
kelainan dalam paru, termasuk bronkus, alveoli, dan pleura. Suara napas
tambahan seperti suara ronkhi, yaitu suara yang terjadi dalam bronkhi karena
penyempitan lumen bronkus. Suara mengi (wheezing), yaitu ronkhi kering yang
tinggi, terputus nadanya, dan panjang, terjadi pada asma. Suara ronkhi basah,
yaitu suara berisik yang terputus akibat aliran udara yang melewati cairan (ronkhi
basah, halus, sedang, atau kasar tergantung pada besarnya bronkus yang terkena
dan umumnya terdengar pada inspirasi). Sedangkan suara krepitasi adalah suara
seperti hujan rintik-rintik yang berasal dari bronkus, alveoli, atau kavitasi yang
mengandung cairan. Suara ini dapat kita tiru dengan jalan mengeser-geserkan
rambut dengan ibu jarim dan telunjuk dekat telinga. Krepitasi halus menandakan
adanya eksudat dalam alveoli yang membuat alveoli saling berdekatan, misalnya
pada stadium dini pneumonia. Krepitasi kasar, terdengar seperti suara yang timbul
bila kita meniup dalam air. Suara ini terdengar selama inspirasi dan ekspirasi.
Gejala ini dijumpai pada bronchitis.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Selain pemeriksaan laboratorium Hb, leukosit, dan lain-lain yang dilakukan secara
rutin, juga dilakukan pemeriksaan sputum guna melihat kuman dengan cara
mikroskopis . uji resistensi dpat dilakukan secara kultur, untuk melihat sel tumor
19
dengan pemeriksaan sitologi. Bagi pasien yang menerima pengobatan dalam waktu
lama, harus dilakukan pemeriksaan sputum secara periodic.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Rontgen Dada. Penapisan yang dapat dilakukan, misalnya untuk melihat lesi
paru pada penyakit tuberculosis, mendeteksi adanya tumor, benda asing,
pembengkakan paru, penyakit jantung, dan untuk melihat struktur yang abnormal.
Juga penting untuk melengkapi pemeriksaan fisik dengan gejala tidak jelas,
sehingga dapat menentukan besarnya kelainan, lokasi, dan keadaannya, misalnya
kelainan jaringan dan tulang pada dinding toraks, diafragma yang abnormal,
kemampuan berkembang diafragma pada waktu respirasi, dan keadaan abnormal
posisi jantung. Ukuran jantung dan sekitarnya (daerah mediastinum),
trakeobronkhial yang abnormal, penebalan pleura, adanya cairan pleura, keadaan
abnormal dari ukuran paru, serta distribusi yang abnormaldari arteri dan vena
pilmonalis.
Fluoroskopi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui mekanisme
kardiopulmonum, misalnya kerja jantung, diafragma, dan kontraksi paru.
Bronkografi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat secara visual bronkus
sampai dengan cabang bronkus pada penyakit gangguan bronkus atau kasus
displacement dari bronkus.
Angiografi. Pemeriksaan ini untuk membantu menegakkan diagnosis tentang
keadaan paru, emboli atau tumor paru, aneurisma, emfisema, kelainan konginetal,
dan lain-lain.
Endoskopi. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melakukan diagnostik dengan cara
mengambil sekret untuk pemeriksaan, melihat lokasi kerusakan, biopsi jaringan,
untuk pemeriksaan sitologi, mengetahui adanya tumor, melihat letak terjadinya
perdarahan; untuk terapeutik, misalnya mengambil benda asing dan
menghiilangkan sekret yang menutupi lesi.
Radio Isotop. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai lobus paru, melihat
adanya emboli paru. Ventilasi scaning untuk mendeteksi
ketidaknormalanventilasi, misalnya pada emfisema. Scaning gallium untuk
mendeteksi peradangan pada paru. Pada keadaan normal, paru hanay menerima
20
sedikit atau sama sekali tidak gallium yang lewat, tetapi gallium sangat banyak
terdapat pada infeksi.
Mediastinoskopi. Mediastinoskopi merupakan endoskopi mediastinum utnuk
melihat penyebaran tumor. Mediastinostomi bertujuan untuk memeriksa
mediastinum bagian depan dan menilai aliran limpa pada paru, biasanya
dilakukan pada penyakit saluran pernapasan bagian atas.
2.8.2 DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan :
Produksi sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi.
Imobilisasi, statis sekresi, batuk tidak efektif akibat penyakit sistem saraf, depresi
susunan saraf, dan CVA.
Efek sedative dari obta, pembedahan (bedah torak), trauma, nyeri, kelelahan,
gangguan kognitiff, dan persepsi.
Depresi reflex batuk.
Penurunan oksigen dalam udara inspirasi.
Berkurangnya mekanisme pembersihan silia dan respons peradangan.
2. Pola napas tidak efektif
Penyakit infeksi pada paru
Depresi pusat pernapasan
Lemahnya otot pernapasan
Turunnya ekspansi paru
Obstruksi trakea
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
Perubahan suplai oksigen.
Obstruksi saluran pernapasan.
Adanya penumpukan cairan dala paru
Atelektaksis
21
Bronkospasme.
Adanya edema paru.
Tindakan pembedahan paru.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
Adanya perdarahan
Adanya edema
Imobilisasi
Menurunnya aliran darah
Vasokonstriksi
Hipovolumik
2.8.3 PERENCANAAN KEPERAWATAN
Tujuan :
1. Mempertahankan jalan napas agar efektif.
2. Mempertahankan pola pernapasan agar kembali efektif.
3. Mempertahankan pertukaran gas.
4. Memperbaiki perfusi jaringan.
Rencana Tindakan :
1. Mempertahankan jalan napas agar efektif
Awasi perubahan status jalan napas dengan memonitor jumlah, bunyi, atau status
kebersihannya.
Berikan humidifier (pelembab).
Lakukan tindakan pembersihan jalan napas dengan fibrasi, clapping atau postural
drainase (jika perlu lakukan suction).
Ajarkan teknik batuk yang efektif dan cara menghindari allergen.
Pertahankan jalan napas agar tetap terbuka dengan memasang jalan napas buatan,
sseperti oropharyngeal/nasopharyngeal airway, intubasi endotrakea, atau
trakheostomi sesuai dengan indikasi.
Kerja sama dengan tim medis dalam memberikan obat bronchodilator.
2. Mempertahankan pola pernapasan kembali efektif
22
Awasi perubahan status pola pernapasan.
Atur posisi sesuai dengan kebutuhan (semifowler)
Berikan oksigenasi.
Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi yang benar.
3. Mempertahankan pertukaran gas
Awasi perubahan status pernapasan.
Atur posisi sesuai dengan kebutuhan (semifowler)
Berikan oksigenasi.
Lakukan suction bila memungkinkan.
Berikan nutrisi tinggi protein dan rendah lemak.
Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi yang benar.
Pertahankan berkembangnya paru dengan memasang ventilasi mekanis chest
tube, dan chest drainase sesuai dengan indikasi.
4. Memperbaiki perfusi jaringan
Kaji perubahan tingkat perfusi jaringan (capillary refill time).
Berikan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
Pertahankan asupan dan pengeluaran.
Cegah adanya perdarahan.
Hindari terjadinya valsava maneuver seperti mengedan, menahan napas, dan
batuk.
Pertahankan perfusi dengan tranfusi sesuai dengan indikasi.
2.8.4 PELAKSANAAN (TINDAKAN) KEPERAWATAN
1. Latihan Napas
Latihan napas merupakan cara bernapas untuk memperbaiki ventilasi alveoli atau
memelihara pertukaran gas, mencegah atelektaksis, meningkatkan efisiensi batuk, dan
mengurangi stress.
Prosedur Kerja :
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3) Atur posisi (duduk atau tidur terlentang).
23
4) Anjurkan untuk mulai latihan dengan cara menarik napas melalui hidung dengan
mulut tertutup.
5) Anjurkan untuk menahan napas selama 1-1,5 detik, kemudian disusul dengan
menghembuskan napas melalui bibir dengan bentuk mulut mencucu atau seperti
orang meniup.
6) Catat respons yang terjadi.
7) Cuci tangan.
2. Latihan Batuk efektif
Latihan batuk efektif merupakan cara untuk melatih pasien yang tidak memiliki
kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan laring, trakea,
dan bronkiolus dari sekret atau benda asing di jalan napas.
Prosedur Kerja :
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3) Atur posisi pasien dengan duduk di tepi tempat tidur membungkuk ke depan.
4) Anjurkan untuk menarik napas secara pelan dan dalam dengan menggunakan
pernapasan diafragma.
5) Setelah itu tahan napas kurang lebih 2 detik
6) Batukkan 2 kali dengan mulut terbuka.
7) Tarik napas dengan ringan.
8) Istirahat
9) Catat respons yang terjadi.
10) Cuci tangan.
3. Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan dengan cara memberikan
oksigen ke dalam paru melalui saluran pernapasan dengan menggunakan alat bantu
24
oksigen. Pemberian oksigen pada pasien dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu
melalui kanula, nasal, dan masker dengan tujuan memenuhi kebutuhan oksigen dan
mencegah terjadinya hipoksia.
Alat dan Bahan:
1) Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier.
2) Nasal kateter, kanula, atau masker.
3) Vaselin/jeli.
Prosedur Kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3) Cek flowmeter dan humidifier
4) Hidupkan tabung oksigen.
5) Atur pasien pada posisi semifowler atau sesuai dengan kondisi pasien.
6) Berikan oksigen melalui kanula atau masker.
7) Apabila mengguanakan kateter, terlebih dulu ukur jarak hidung dengan telinga,
setelah itu beri jeli dan masukkan.
8) Catat pemberian dan lakukan observasi.
9) Cuci tangan.
4. Fisioterapi Dada
Fisioterapi dadavmerupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara
postural drainase, clapping, dan vibrating pada pasien dengan gangguan sistem
pernapasan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pola
pernapasan dan membersihkan jalan napas.
Alat dan Bahan
1) Pot sputum berisi desinfektan.
25
2) Kertas tisu.
3) Dua balok tempat tidur (untuk postural drainase).
4) Satu bantal (untuk postural drainase)
Prosedur Kerja :
Postural Drainase
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
3) Miringkan tubuh pasien ke arah kiri (untuk membersihkan paru bagian
kanan).
4) Miringkan tubuh pasien ke arah kanan (untuk membersihkan paru bagian
kiri).
5) Miringkan tubuh pasien ke kiri dan tubuh bagian belakang kanan disokong
dengan satu bantal (untuk membersihkan bagian lobus tengah).
6) Lakukan postural drainase kurang lebih 10-15 menit.
7) Observasi tanda vital selama prosedur.
8) Setelah pelaksanaan postural drainase, lakukan clapping, vibrating, dan
suction.
9) Lakukan hingga lender bersih.
10) Catat respons yang etrjadi.
11) Cuci tangan.
Clapping
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
3) Atur posisi pasien sesuai dengan kondisinya.
4) Lakukan clapping dengan cara kedua tangan perawat menepuk punggung
pasien secara bergantian utnuk merangsang terjadinya batuk.
5) Bila pasien sudah batuk, berhenti sebentar dan anjurkan untuk menapung pada
pot sputum.
6) Lakukan hingga lender bersih.
7) Catat respons yang terjadi.
26
8) Cuci tangan.
Vibrating
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
3) Atur posisi pasien sesuai dengan kondisi.
4) Lakukan vibrating dengan cara anjurkan pasien utnuk menarik napas dalam
dan mengeluarkannya secara perlahan. Kedua tangan perawat diletakkan di
bagian atas samping depan cekungan iga, kemudian getarkan secar perlahan,
dan lakukan berkali-kali hingga pasien terbatuk.
5) Bila pasien sudah terbatuk, berhenti sebentar dan anjurkan untuk
menampungnya pada pot sputum.
6) Lakukan hingga lendir bersih.
7) Catat respons yang terjadi.
8) Cuci tangan.
5. Pengisapan Lendir
Pengisapan lendir (suction) merupakan tindakan keperawatan yang dilakuakn pada
pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau lendir sendiri. Tindakan ini
bertujuan membersihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan oksigenasi.
Alat dan Bahan:
1. Alat pengisap lendir dengan botol berisi larutan desinfektan.
2. Kateter pengisap lendir.
3. Pinset steril.
4. Sarung tangan steril.
5. Dua buah kom berisi larutan aquades atau NaCl 0,9 % dan larutan
desinfektan.
6. Kasa steril.
7. Kerta tisu.
Prosedur Kerja:
27
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Atur pasien pada posisi terlentang dengan kepala miring kea rah perawat.
4. Gunakan sarung tangan.
5. Hubungkan kateter penghisap dengan selang penghisap.
6. Hidupkan mesin penghisap.
7. Lakukan penghisapan lendir dengan memasukkan kateter penghisap ke dalam
kom berisi aquades atau NaCl 0,9 % untuk mencegah trauma mukosa.
8. Masukkan kateter penghisap dalam keadaan tidak menghisap.
9. Tarik dengan memutar kateter dengan aquades atau NaCl 0,9 %.
10. Bilas kateter dengan aquades atau NaCl 0,9 %.
11. Lakuakn hingga lendir bersih.
12. Catat respons yang etrjadi.
13. Cuci tangan
(Hidayah, AAA & Uliyah, M, 2005)
2.8.5 EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan oksigen secara umum dapat dinilai dari adanya
kemampuan dalam:
1. Mempertahankan jalan napas secara efektif yang ditunjukkan dengan adanya
kemampuan untuk bernapas, jalan napas bersih, tidak ada sumbatan, frekuensi, irama,
dan kedalaman napas normal, serta tidak ditemukan adanya tanda hipoksia.
2. Mempertahankan pola napas secara efektif yang ditunjukkan dnegan adanya tanda
hipoksia, serta kemampuan paru berkembang dengan baik.
3. Mempertahankan pertukaran gas secara efektif yang ditunjukkan dengan adanya
kemampuan untuk bernapas, tidak ditemukan dispnea pada usaha napas, inspirasi dan
ekspirasi dalam batas normal, serta saturasi oksigen dan pCO2 dalam keadaan normal.
4. Meningkatkan perfusi jaringan yang ditunjukkan dengan adanya kemampuan
pengisian kapiler, frekuensi, irama, kekuatan nadi dalam batas normal, dan status
hidrasi normal.
28
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara fungsional. Tidak
adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional mengalami kemunduran atau
bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu, kebutuhan oksigen merupakan
kebutuhan yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh. Pemenuhan kebutuhan oksigen ini
tidak terlepas dari kondisi sistem pernapasan secara fungsional. Bila ada gangguan pada
salah satu organ sistem respirasi, maka kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan.
Oksigen (O2) adalah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Oksigenasi adalah peristiwa
menghirup udara dari luar yang mengandung Oksigen (O2) kedalam tubuh serta
menghembuskan Karbondioksida (CO2) sebagai hasil sisa oksidasi. Penyampaian oksigen ke
jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi (pernafasan), kardiovaskuler dan
29
hematology. Sistem pernafasan terdiri dari organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan sebuah
pompa ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot pernafasan, diagfragma, isi
abdomen, dinding abdomen dan pusat pernafasan di otak. Pada keadaan istirahat frekuensi
pernafasan 12-15 kali per menit. Ada 3 langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi,
perfusi paru dan difusi.
3.2 Saran
Dengan selesainya makalah ini disarankan kepada para pembaca agar dapat lebih
memperdalam lagi pengetahuan tentang pemenuhan kebutuhan oksigeni pada Rumah Sakit
serta dapat mengaplikasikannya dalam dunia keperawatan. Diharapkan perawat serta tenaga
kesehatan lainnya mampu memahami dan mendalami Kebutuhan fisiologis oksigenasi yang
merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat mendasar. Dalam mempelajari materi ini,
harusnya mahasiswa dan pembaca dapat mencari berbagai referensi agar isi tidak
menyimpang dari materi.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz.2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya:Salemba Medika
Azis,A. 2006. Pengantar Kebutuhan dasar manusia: Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
Potter & Perry. 2006. Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan praktik. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Tarwoto, Wartonah. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :
Salemba Mardika tahun 2006.
30