bab 10 - uksw
TRANSCRIPT
125
Bab 10
PENELITIAN EKSPERIMEN
Saat ini tidak sedikit guru yang mampu menciptakan temuan
model atau metode inovatif dalam upaya mengatasi persoalan-
persoalan konkret pembelajaran yang dialami siswanya. Temuan
model atau metode inovatif ciptaan guru tersebut perlu diuji
kelayakannya terlebih dahulu. Kelayakan atau efektivitas temuan
model atau metode inovatif ciptaan guru tersebut pada umumnya
diuji melalui penelitian eksperimen.
Pada awalnya, penelitian eksperimen banyak dikembangkan
oleh para psikolog. Namun saat ini cukup banyak peneliti dalam
bidang pendidikan yang menggunakan penelitian eksperimen,
dalam menguji suatu model atau metode pembelajarannya.
Terdapat beragam jenis penelitian eksperimen, tetapi tidak
kesemua jenis penelitian eksperimen tersebut diperuntukkan untuk
penelitian di bidang pendidikan, seperti yang dijelaskan di bawah
ini.
A. Jenis Penelitian Eksperimen
Penelitian eksperimen terdiri dari 3 macam, yaitu pra-
eksperimen, eksperimen murni, dan eksperimen semu. Ketiga
macam eksperimen tersebut memiliki ciri-ciri yang berbeda,
sehingga calon peneliti eksperimen harus hati-hati dalam memilih
126
dan melakukan eksperimennya. Di bawah ini dijelaskan tentang ciri-
ciri masing-masing macam eksperimen.
1. Pra-Eksperimen
Pra-eksperimen dilakukan hanya untuk 1 kelompok yakni
yang biasa disebut sebagai kelompok eksperimen. Pra-eksperimen
sangat dimungkinkan dilakukan jika jumlah subjek memang hanya
sedikit. Oleh karena itu, treatment eksperimen hanya dilakukan
pada kelompok eksperimen itu saja.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa pemilihan
subjek penelitian dalam pra-eksperimen dengan cara purposive,
yakni dipilih dengan ciri-ciri tertentu sesuai ketentuan si peneliti.
Ciri-ciri subjek dalam pra-eksperimen tersebut merupakan
gambaran dari variabel terikatnya yang akan diukur kembali
(perubahannya) setelah ada treatment.
Misalnya, penelitian pra-eksperimen untuk menguji
efektivitas metode penugasan dalam upaya meningkatkan
kemandirian belajar siswa. Berdasar penelitian tersebut, peneliti
memilih subjeknya yang memiliki ciri tertentu yakni siswa yang
berkemandirian belajar rendah. Setelah diberi treatment berupa
pembelajarana dengan metode penugasan, maka peneliti
mengukur kembali kemandirian belajar siswanya.
Analisa untuk penelitian pra-eksperimen hanya
membandingkan hasil pre-test dan post-test setelah treatment
penelitian berlangsung. Pengukuran pre-test dilakukan sebelum
penelitian berlangsung. Sebaliknya pengukuran post-test dilakukan
setelah treatment penelitian. Pengukuran pre-test maupun post-
test menggunakan instrumen yang sama. Hasil kedua test tersebut
127
dibandingkan dengan menggunakan teknik analisis statistik, antara
lain berupa uji-t.
Dalam pengukuran pre-test maupun post-test, sebaiknya
peneliti menyediakan dua instrumen yang isinya sama namun
berbeda urutan dan kalimatnya. Keduanya berasal dari kisi-kisi yang
sama. Hal ini diupayakan agar perubahan yang terjadi pada diri
subjek penelitian bukan sebagai akibat dari sudah diketahuinya isi
instrumen saat mengisi pre-test.
Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa dalam pra-
eksperimen tanpa menggunakan kelompok kontrol atau kelompok
pembanding, tetapi hanya satu kelompok yakni berupa kelompok
eksperimen. Akibat kondisi inilah menimbulkan kelemahan pada
penelitian pra-eksperimen, yakni lemahnya validitas internal akibat
tanpa adanya kelompok pembanding, sehingga hasil penelitian pra-
eksperimen belum dapat meyakinkan bahwa perubahan yang
terjadi memang benar-benar sebagai akibat treatment.
2. Eksperimen Murni
Penelitian eksperimen murni pada umumnya dilakukan
pada bidang sains, misalnya bidang fisika, atau bidang kimia.
Pelaksanaan eksperimen murni pada umumnya untuk meneliti
kemungkinan adanya hubungan sebab-akibat diantara variabel-
variabel dengan cara menghadapkan kelompok eksperimental pada
beberapa macam kondisi perlakuan dan membandingkan akibat
(hasil)nya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak
dikenai perlakuan.
Selain menggunakan kelompok kontrol, dalam eksperimen
murni sangat menekankan adanya variabel kontrol (selain variabel
bebas dan terikat). Variabel kontrol yang dimaksud adalah kondisi
128
subjek penelitian yang harus sama melalui pengendalian oleh
peneliti. Sebagai contoh dalam penelitian tentang penerapan
metode discovery untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, maka
variabel kontrolnya antara lain berupa kecerdasan subjek pada
kategori yang sama, siswa sama-sama belum pernah mendapatkan
pembelajaran metode discovery, ketersediaan sarana dan
prasarana belajar subjek dalam kondisi relatif sama, siswa juga
memiliki motivasi belajar sama. Kondisi (karakteristik) lainnya pada
diri subjek penelitian juga sama. Namun, pemilihan subjek
penelitian ekperimen murni untuk bidang pendidikan jauh lebih
sulit, karena tidak ada seorangpun di dunia yang memiliki sifat atau
karakter, ciri-ciri yang sama persis.
Pengendalian terhadap kondisi (variabel kontrol) dalam
penelitian eksperimen murni merupakan satu persyaratan yang
harus dilakukan. Dalam bidang sains, pengendalian terhadap
kondisi ruangan misalnya, lebih mudah dilakukan. Sebagai contoh
eksperimen untuk menghancurkan batu dengan pemanasan yang
berbeda-beda, maka pemilihan benda padat (batu) dengan tekstur,
berat, warna, kandungan zat di dalamnya, akan mudah diatur.
Penelitian eksperimen murni memerlukan pengelolaan
variabel-variabel dan kondisi eksperimental yang rumit baik lewat
prosedur kontrol dan manipulasi langsung atau lewat prosedur
randomisasi. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian
ekperimen murni lebih memusatkan perhatiannya pada cara
pengendalian variasi guna (a) memaksimalkan varians dari variabel-
variabel yang terlibat dalam hipotesis, (b) meminimalkan varians
variabel luar yang tidak dikehendaki yang dikhawatirkan akan dapat
mengganggu hasil eksperimen, dan (c) meminimalkan varians eror
atau varians random, termasuk pula eror dalam pengukuran. Oleh
karena itu, setelah subjek ditentukan, dalam penelitian ekperimen
129
murni khususnya di bidang pendidikan sangat dianjurkan untuk
menempatkan subjek ke dalam kelompok secara random, dan
menentukan perlakuan pada kelompok secara random pula.
Validitas internal merupakan kondisi esensial (sine qua non)
dalam desain penelitian eksperimen murni. Dalam hal ini validitas
internal sebagai tujuan utama eksperimen murni. Penentuan
validitas internal dalam penelitian eksperimen murni mengacu
pada apakah perbedaan yang terjadi di antara kelompok subjek
dalam eksperimen memang benar-benar disebabkan oleh
perbedaan perlakuan.
Hal yang masih perlu dibahas adalah validitas eksternal,
yang mengacu pada seberapa representatifnya temuan penelitian,
dan apakah temuan tersebut dapat digeneralisasikan pada
kelompok subjek serupa yang lebih luas. Namun, perlu disadari
bahwa pada penelitian eksperimental murni untuk bidang
pendidikan validitas eksternal sulit dicapai, dikarenakan adanya
keterbatasan penelitian eksperimen misalnya pemilihan subjek,
dan belum lengkapnya variabel kontrol.
3. Eksperimen Semu
Penelitian eksperimen semu memiliki kemiripan dengan
kondisi penelitian eksperimental murni, yakni kedua jenis
eksperimen tersebut memiliki kelompok eksperimen maupun
kelompok kontrol. Bahkan, kedua jenis eksperimen ini memilki
prosedur (tahap-tahap yang dilalui) sama. Namun kedua jenis
eksperimen tersebut tetap memiliki perbedaan terutama pada
keberadaan variabel kontrol. Pada eksperimen semu, tidak semua
variabel yang relevan dapat dikendalikan dan dimanipulasi. Dalam
ekperimen semu lebih menekankan adanya kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen, tanpa mementingkan variabel kontrol.
130
Kondisi (variabel) lain di luar variabel yang diteli dari subjek
penelitian dikesampingkan, atau tanpa dikontrol, karena subjek
dianggap memiliki kondisi yang relatif sama. Padahal setiap subjek
penelitian dalam eksperimen semu selalu memiliki kondisi yang
beragam, tidak ada yang sama persis. Oleh karena itu, sebaiknya
peneliti menyadari betul keterbatasan penelitian ini dan seberapa
jauh validitas internal dan eksternalnya.
Penelitian eksperimen dalam dunia pendidikan lebih tepat
jika menggunakan eksperimen semu. Dalam bidang pendidikan,
cara penentuan subjek dalam eksperimen semu sama persis
dengan eksperimen murni. Subjek penelitian dipilih sesuai ciri-ciri
khusus yang telah ditentukan oleh peneliti, dan dikelompokkan
secara random pada dua kelompok, yakni kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. Pemilihan variabel dan manipulasi kondisi
eksperimental dalam eksperimen semu dilakukan melalui prosedur
kontrol dan lewat prosedur randomisasi.
Dalam eksperimen semu, pemberian treatment hanya
diberikan pada kelompok eksperimen. Sedangkan kelompok
kontrol diberi perlakuan yang berbeda, atau bahkan tanpa ada
perlakuan. Setelah pemberian treatment berlangsung, selanjutnya
subjek pada kedua kelompok diukur kembali kondisi dan perubahan
yang terjadi. Dalam penelitian eksperimen semu, peneliti
mengharapkan adanya perbedaan perubahan kondisi subjek
sebagai akibat treatment.
B. Prosedur Penelitian Eksperimen dalam Bidang Pendidikan
Dalam penelitian eksperimen, peneliti harus memahami
metodologi penelitian eksperimen dan mengikuti prosedur
131
langkah-langkah penelitiannya secara tepat. Dibanding jenis
penelitian inferensial lainnya, prosedur penelitian eksperimen
dapat dikatakan cukup rumit. Peneliti harus memiliki desain
penelitian yang jelas, dan mengikuti langkah-langkah berdasar
desain tersebut. Pada umumnya penelitian eksperimen dimulai dari
tahap temuan masalah yang jelas dan konkrit, dikuti oleh kajian
teoritis untuk menentukan treatment (variabel bebas), penentuan
dan pengelompokan subjek penelitian secara random, dilanjutkan
dengan implementasi (pemberian perlakuan) dan pengukuran hasil
treatment, serta diakhiri dengan analisis uji beda. Masing-masing
tahap dari prosedur penelitian eksperimen dijelaskan di bawah ini.
1. Mengidentifikasi Masalah Konkrit
Pada setiap penelitian, pihak peneliti harus dapat
mengemukakan masalah penelitiannya secara jelas. Beberapa jenis
penelitian inferensial hanya mengemukakan masalah berdasar
perbandingan beberapa penelitian yang relevan tetapi hasil
penelitiannya yang berbeda. Seperti pada penelitian tindakan,
dalam penelitian eksperimen perlu diawali dengan adanya temuan
masalah oleh peneliti. Permasalahan yang dikemukakan peneliti
dalam penelitian eksperimen harus konkrit atau benar-benar
terjadi atau memang dialami oleh diri calon subjek.
Temuan gejala masalah penelitian tersebut harus diuraikan
dalam latar belakang penelitian. Uraian tentang masalah penelitian
tersebut disertai indikator-indikator yang jelas tentang masalah
tersebut. Namun demikian, gejala masalah tersebut perlu disertai
bukti sebagai adanya fakta-fakta. Hal ini terkait dengan ciri
keilmiahan suatu laporan penelitian bahwa penelitian harus
bersifat objektif atau berdasar fakta-fakta. Bukti adanya masalah
132
tersebut diwujudkan dengan adanya data, yakni dalam hal ini dapat
berupa tabel.
Dalam mengumpulkan data tentang masalah atau gejala-
gejala masalah penelitian, peneliti dapat melakukannya dengan
berwawancara, menyebarkan skala sikap atau melakukan observasi
kepada pihak-pihak yang relevan. Pengumpulan data awal untuk
menemukan masalah konkret tersebut sering kali disebut sebagai
pra-penelitian. Tentu saja instrumen untuk pengumpulan data
tersebut harus berlandaskan teori yang terkait, seperti yang sudah
dijelaskan pada bab IV.
2. Menyusun Treatment yang Jelas
Setelah ada masalah konkrit yang diketemukan peneliti –
yang juga berarti telah ada calon subjek penelitian – maka
selanjutnya peneliti perlu mempersiapkan treatment (perlakuan).
Treatment (perlakuan) disusun terkait dengan temuan masalah
konkrit yang dialami subjek. Di antara perlakuan dengan temuan
masalah konkrit yang dialami subjek penelitian harus memiliki
’benang merah’ atau keterkaitan yang jelas, yang dilandaskan suatu
teori. Oleh karena itu, peneliti perlu mengkaji, mendalami dan
menentukan perlakuan yang tepat untuk menangani masalah
subjek, beserta teknik analisis pengujiannya.
Perlu dipahami bahwa, ada kalanya pada penelitian
eksperimen tertentu, justru rancangan treatment telah disiapkan
lebih dahulu oleh peneliti. Biasanya hal ini terjadi karena peneliti
hanya menguji temuan suatu model atau metode temuannya.
Dalam hal ini peneliti tidak perlu mencari masalah konkrit,
meskipun pada akhirnya peneliti tetap harus mencari subjek yang
memiliki ciri-ciri sesuai yang ditentukannya untuk diberi treatment.
133
Treatment atau perlakuan tersebut harus memiliki definisi
operasional yang jelas. Selain itu, treatment atau perlakuan harus
memiliki langkah-langkah atau tahap-tahap implementasi selama
eksperimen berlangsung. Dalam pengujian suatu model atau
metode pembelajaran, langkah-langkah treatment juga harus
terwujud dalam tahap pembelajaran yang digunakan.
3. Mengelompokan Subjek Penelitian Secara Random
Khusus pada penelitian eksperimen semu, subjek dalam
penelitiannya ditentukan secara purposive, yakni berdasar atas ciri-
ciri (karakter) khusus sesuai ketentuan peneliti. Hal ini disebabkan
penelitian eksperimen semu termasuk penelitian inferensial tetapi
hasil penelitiannya tidak dapat digeneralisasikan. Penentuan subjek
penelitian secara purposive merupakan bagian pemilihan sampel
dalam kelompok Non-Probabilitas. Dengan pemilihan subjek
penelitian seperti hal tersebut, maka hasilnya tidak dapat
digeneralisasikan. Hasil penelitian eksperimen semu hanya
diperuntukkan untuk menggambarkan kondisi subjek pada
penelitian itu sendiri dan hanya berlangsung pada saat tersebut;
jadi bukan untuk menggambarkan keberlangsungannya seperti
penelitian-penelitian yang lain.
Setelah subjek dipilih atau ditentukan oleh peneliti, maka
selanjutnya peneliti menempatkan subjek ke dalam kelompok
kontrol maupun kelompok eksperimen. Penentuan masing-masing
subjek penelitian ke dalam salah satu kelompok tersebut dilakukan
secara random. Peneliti tidak diperbolehkan semaunya sendiri
dalam menentukan kedudukan subjek dalam kelompoknya. Hal ini
terkait dengan kaidah objektivitas suatu penelitian.
Jika penempatan subjek penelitian sudah dilakukan oleh
peneliti secara random, maka seanjutnya peneliti perlu menguji
134
homogenitas kedua kelompok. Uji homogenitas diperlukan untuk
membuktikan bahwa kedua kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol memang pada awalnya dalam kondisi yang sama, atau
memiliki kondisi variabel terikat yang berkedudukan sama.
Pelaksanaan treatment baru dapat diimplementasikan jika kedua
kelompok tersebut terbukti telah homogen.
Sebagai contoh di bawah ini hasil uji homogenitas penelitian
Wulandari (dalam Soesilo, 2015) yang berjudul Efektivitas Layanan
Bimbingan Kelompok dengan Teknik Kegiatan Kelompok dalam
Meningkatkan Harga Diri Siswa Kelas VII G SMP N 1 Bringin
Kabupaten Semarang.
Tabel 3. Mean dan Standar Deviasi Harga Diri Siswa kelas VIII G SMP Negeri 1
Bringin Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2010/2011
Kelompok N Mean Standar Deviasi
Harga diri kelompok
eksperimen
15 27,3333 8,21729
Harga diri kelompok control 15 27,6000 7,54794
Berdasar tabel di atas terlihat bahwa mean nilai rata-rata
harga diri pada kelompok eksperimen 27,3333 dengan standar
deviasi 8,21729. Sedangkan mean nilai rata-rata harga diri pada
kelompok kontrol sebesar 27,6000 dengan standar deviasi 7,54794.
Homogenitas harga diri kedua kelompok yakni kelompok
eksperimen dengan kelompok control maka dilakukan perhitungan
dengan menggunakan Mann- Whitney Test. Hasil perhitungannya
dapat dilihat pada tabel berikut:
135
Tabel 4. Mann-Whitney Pre Test Harga Diri Siswa Kelas VII G SMP Negeri 1
Bringin Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2010/2011
Test Statisticsb
Nskor
Mann-Whitney U 112.500
Wilcoxon W 232.500
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed
Sig.)] 1.000a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
Berdasar tabel di atas diperoleh hasil penelitian yaitu p =
1,000 (p > 0,050) artinya tidak ada perbedaan yang signifikan harga
diri siswa pada kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen
kelas VII G SMP Negeri 1 Bringin Kabupaten Semarang, sehingga
kedua kelompok ini dapat digunakan sebagai kegiatan untuk
penelitian eksperimen.
4. Menyusun Desain Rancangan Eksperimen
Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus menyusun
rancangan eksperimennya. Dalam bidang pendidikan, terdapat dua
macam penelitian eksperimen yakni pra-eksperimen, dan
eksperimen semu. Rancangan eksperimen pada kedua macam
penelitian tersebut perlu dipahami oleh para ahli pendidikan.
136
a. Rancangan pra-eksperimen
Rancangan penelitian pra-eksperimen lebih sederhana
dibanding penelitian eksperimen yang lain. Kesederhanaan
terebut terlihat dari jumlah kelompok yang diteliti. Jumlah
kelompok yang diteliti pada penelitian eksperimen hanya
satu kelompok. Sedangkan penelitian eksperimen yang lain
berjumlah minimal dua kelompok.
Selain itu, teknik analisis statistik yang digunakan juga cukup
sederhana, yakni membandingkan antara kondisi kelompok
saat sebelum dengan sesudah diberi perlakuan. Pada
umumnya analisis yang digunakan adalah uji-t atau disebut
juga uji ulangan, jika data yang didapatkan bersifat normal
dan berskala data interval.
Gambar 5. Rancangan Pra-Eksperimen
Grup Pretes Perlakuan Postes
Eksperimen : T1----------------------x----------------------- T2
Keterangan:
Eksperimen: kelompok eksperimen, sebagai satu-satunya
kelompok yang diteiti dalam pra-eksperimen
T1 : pretes sebagai pengukuran awal sebelum ada pemberian
perlakuan terhadap subjek penelitian
T2 : postes sebagai pengukuran setelah pemberian perlakuan
terhadap subjek penelitian
x : treatment atau perlakuan yang akan dikenakan pada
subjek penelitian.
137
Adapun prosedur rancangan pra-eksperimen setelah subjek
ditentukan (dipilih) melalui pre-test (T1) adalah sebagai
berikut:
1. Peneliti merancang suatu perlakuan (treatment) melalui
kajian teori yang mendalam. Isi perlakuan berupa
metode dan strategi apa yang tepat, berapa kali atau
berapa lama dan kapan saja akan diimplementasikan
pada subjek penelitian.
2. Peneliti mempersiapkan instrumen untuk mengukur
perubahan-perubahan yang terjadi pada subjek
penelitian, dan panduan observasi untuk mengamati
keberlangsungan selama proses eksperimen.
3. Peneliti memberi perlakuan (treatment) ‘x’ pada subjek
penelitian sesuai rancangan yang telah disusun.
4. Setelah pemberian perlakuan, selanjutnya peneliti
melakukan pengumpulan data berupa postes (T2) untuk
mengukur perubahan-perubahan diri subjek yang
diduga akibat adanya treatment, dengan menggunakan
alat ukur (instrumen) yang sudah disiapkan (sesuai
tahap no 2)
5. Peneliti melakukan analisis hasil penelitian dengan
membandingkan hasil selama pre-test (T1) dengan post-
test (T2).
b. Rancangan Ekperimen Semu
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa dalam penelitian
eksperimen semu terdapat dua kelompok. Kelompok
pertama disebut “kelompok eksperimen”, yaitu kelompok
yang akan diberi treatment (perlakuan). Kelompok kedua
138
disebut “kelompok kontrol”, yaitu kelompok yang tidak
diberi atau dikenakan treatment (perlakuan). Kelompok
kontrol berfungsi sebagai pembanding untuk mengetahui
perbedaan yang mungkin tampak antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol.
Dalam eksperimen semu kedua kelompok harus bersifat
homogen. Oleh karena itu hasil tes awal (Pre - Test) yang
dilakukan sebelum eksperimen diimplementasikan dapat
digunakan untuk menentukan subjek penelitian, sesuai ciri-
ciri yang diharapkan oleh peneliti. Pembuktian kedua
kelompok dalam kondisi homogen dapat dilakukan melalui
uji homogentas melalui Mann Whitney.
Setelah dalam kondisi homogen, selanjutnya peneliti dapat
melangsungkan kegiatan eksperimennya dengan member
treatment (perlakuan) pada kelompok eksperimen sesuai
rancangan eksperimen yang dibuat. Sedangkan kelompok
kontrol dikenai treatment (perlakuan) yang berbeda, atau
tanpa ada perlakuan.
Pelaksanaan tes akhir (Post - Test) dilakukan sesudah
treatment (perlakuan) eksperimen berakhir. Post-test
dilakukan kepada kedua kelompok, dan hasil post-test
kedua kelompok diperbandingkan untuk melihat efektivitas,
atau pengaruh treatment (perlakuan) eksperimen terhadap
kondisi subjek penelitian.
Gambar 6. Rancangan Eksperimen Semu
Grup Pretes Perlakuan Postes
Eksperimen : (R) T1-------------------x------------------ T2
Kontrol : (R) T1--------------------------------------- T2
139
Keterangan:
Eksperimen: kelompok eksperimen, sebagai kelompok yang akan
diberi treatment (perlakuan) selama kegiatan eksperimen.
Kontrol: kelompok kontrol, sebagai kelompok pembanding yakni
kelompok yang diberi treatment (perlakuan) berbeda atau
tanpa diberi perlakuan selama eksperimen berlangsung.
R : prosedur random untuk menempatkan subjek pada
kelompok eksperimen atau kelompok kontrol.
T1 : pretes sebagai pengukuran awal sebelum ada pemberian
perlakuan terhadap subjek penelitian
T2 : postes sebagai pengukuran setelah pemberian perlakuan
terhadap subjek penelitian
x : treatment atau perlakuan yang akan dikenakan pada
subjek penelitian.
Adapun prosedur rancangan eksperimen semu setelah
subjek ditentukan (dipilih) melalui pre-test (T1) adalah
sebagai berikut:
1. Peneliti menentukan (menempatkan) setiap subjek
penelitian pada kelompok eksperimen atau kelompok
kontrol secara random.
2. Peneliti merancang suatu perlakuan (treatment) melalui
kajian teori yang mendalam. Isi perlakuan berupa
metode dan strategi apa yang tepat, berapa kali atau
berapa lama dan kapan saja akan diimplementasikan
pada subjek penelitian.
3. Peneliti mempersiapkan instrumen untuk mengukur
perubahan-perubahan yang terjadi pada subjek
140
penelitian, dan panduan observasi untuk mengamati
keberlangsungan selama proses eksperimen.
4. Peneliti memberi perlakuan (treatment) ‘x’ pada subjek
penelitian kelompok eksperimen sesuai rancangan yang
telah disusun. Sedangkan kelompok kontrol dikenakan
dengan treatment (perlakuan) yang berbeda.
5. Setelah pemberian perlakuan, selanjutnya peneliti
melakukan pengumpulan data berupa postes (T2) pada
kedua kelompok untuk mengukur perubahan-
perubahan diri subjek yang diduga akibat adanya
treatment, dengan menggunakan alat ukur (instrumen)
yang sudah disiapkan (sesuai tahap no 2)
6. Peneliti melakukan analisis hasil penelitian dengan
membandingkan hasil post-test (T2) di antara kedua
kelompok.
5. Melakukan Uji Hipotesis
Dalam penelitian inferensial apapun, peneliti harus mampu
memahami makna dari taraf signifikansi. Hal ini sangat
penting dalam menganalisis statistika guna menguji suatu
hipotesis. Perlu dipahami oleh peneliti bahwa dalam
penggunaan analisis statistik pada umumnya menggunakan
teori tentang kemungkinan-kemungkinan (probabilitas).
Kesimpulan yang disandarkan pada keputusan statistik,
tidak dapat ditopang oleh taraf kepercayaan mutlak seratus
persen. Oleh karena itu, peneliti memberi sedikit peluang
untuk salah dalam menolak hipotesis.
Dalam penelitian pendidikan taraf signifikansi pada
umumnya diukur dari p sebesar 1%, atau 5%. Taraf
141
signifikansi diberi simbol p atau simbol alpha () atau sig,
yang dinyatakan dalam proporsi atau persentase, berarti
besarnya peluang kesalahan. Misal, jika skore sig sebesar
0,015 atau 1,5% berarti dalam penelitian tersebut terdapat
peluang kesalahan sebesar 15 dari 1000 kejadian penelitian
sesuai topik, atau di antara 1000 kejadian penelitian yang
sama, terdapat 15 yang hasilnya berbeda (salah).
Sebaliknya, jika taraf signifikansinya sebesar 5% hal tersebut
juga berarti bahwa taraf kepercayaan yang dipakai adalah
sebesar 100-5 = 95% atau 0,95.
a. Interprestasi Hasil
Dalam analisa statistik, khususnya penelitian inferensial,
maka peneliti perlu membaca (menginterpretasi) terutama
hasil tentang: Sig (nilai skorenya), setelah itu baru
membaca skor t (hasil uji-t), atau skor F (hasil Anova).
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa peluang kesalahan
dirujuk dari taraf signifikansi yang diketemukan.
Jika sudah ada perbedaan, maka peneliti baru
membandingkan hasil rerata (jika data berskala interval
atau rasio), atau mean rank (jika data berskala ordinal) pada
kelompok-kelompok yang dibandingkan. Di antara rerata
tersebut manakah yang lebih tinggi atau lebih besar?
Dengan demikian, jika peneliti menguji tentang efektivitas
suatu metode yang diimplementasikan melalui
ekesperimen, maka hasil efekivitasnya dapat dilihat dari
adanya perbedaan (lihat signikansinya) dan lebih tingginya
hasil kelompok eksperimen dibanding kelompok kontrol.
Sebaliknya, jika hasil pada kelompok eksperimen lebih
rendah hasilnya dibanding kelompok kontrol maka metode
142
yang diterapkan dalam eksperimen tersebut dianggap tidak
efektif.
b. Hipotesis Diterima atau Ditolak
Uji hipotesis dalam penelitian inferensial, termasuk
penelitian eksperimen, selalu berlandaskan pada hasil
signifikansi. Adapun hasil signifikansi (peluang kesalahan)
dibagi dalam tiga kelompok yaitu:
1) p < 0,01,
Jika hasil signifikansi (sig atau p) < 0,01 maka penelitian
tersebut tergolong sangat signifikan, yang berarti dalam
penelitian tersebut terdapat efektivitas, pengaruh atau
perbedaannya sangat signifikan. Oleh karena itu,
hipotesis yang terkait tentang ”efektivitas, pengaruh
atau perbedaan” diterima!
2) p < 0,050 (antara 0,011 – 0,05)
Jika hasil signifikansi penelitian sebesar 0,011 – 0,05,
maka penelitian tersebut tergolong signifikan, yang
berarti dalam penelitian tersebut efektivitas, pengaruh
atau perbedaannya terbukti signifikan. Oleh karena itu,
hipotesis yang terkait tentang ”efektivitas, pengaruh
atau perbedaan” juga diterima!
3) P > 0,05,
Jika hasil signifikansi penelitian sebesar > 0,05, maka
penelitian tersebut tidak signifikan, yang berarti dalam
penelitian tersebut terbukti tidak efektif, tidak ada
pengaruh atau tidak ada perbedaannyakarena hasil
signifikansi tidak signifikan (nirsignifikan). Oleh karena
143
itu, hipotesis yang terkait tentang ”efektivitas, pengaruh
atau perbedaan” juga ditolak!
Sebagai contoh.
Contoh 1.
Terdapat suatu penelitian tentang ”Pengaruh Penggunaan Metode
Discovery terhadap Kemampuan Bekerjasama Siswa”, peneliti
melakukan eksperimen semu dengan dua kelompok, dan
menggunakan teknik analisis regresi. Setelah diuji homogenitasnya
ternyata homogen, dan hasil analisisnya menghasilkan sig = 0,013,
dan besarnya r square (r kuadrat) 0,361. Hal tersebut berarti hasil
penelitian tersebut menemukan bahwa ada pengaruh yang
signifikan penggunaan metode discovery terhadap kemampuan
bekerjasama siswa - peneliti perlu mengkaji hasil mean rank pada
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol -. Sumbangan
metode discovery terhadap kemampuan bekerjasama sebesar
36,1%. Dengan demikian, hipotesis yang berbunyi ”ada pengaruh
yang signifikan metode discovery terhadap kemampuan
bekerjasama siswa” diterima.
Contoh 2.
Di bawah ini adalah hasi analisis penelitian Wulandari (dalam
Soesilo, 2015) yang berjudul Efektivitas Layanan Bimbingan
Kelompok dengan Teknik Kegiatan Kelompok dalam Meningkatkan
Harga Diri Siswa Kelas VII G SMP N 1 Bringin Kabupaten Semarang.
Hasil dari analisis pre test dan post test setelah pemberian layanan
bimbingan kelompok dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:
144
Tabel 5. Sebaran Post Test Harga Diri Siswa Berdasar Kelompok Eksperimen
dan Kelompok Kontrol
Kategori Frekuensi Persen
Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol
Tinggi 11 8 73,3 % 53,3 %
Sedang 4 5 26,7 % 33,3 %
Rendah - 2 - 13,3 %
Jumlah 15 15 100 100
Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat hasil post test kelompok
eksperimen setelah menerima layanan bimbingan kelompok
dengan teknik kegiatan kelompok. Pada kelompok eksperimen,
tingkat kategori harga diri siswa kelas VII G SMP N 1 Bringin yang
tertinggi sebanyak 73,3%, berkategori sedang sebanyak 26,7%.
Sedangkan siswa yang tidak mendapatkan layanan bimbingan
kelompok tingkat harga diri yang berkategori tinggi sebanyak
53,3%, berkategori sedang sebanyak 33,3%, dan berkategori
rendah sebanyak 13,3%.
Adapun hasil perbandingan rata-rata antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberi layanan
bimbingan kelompok melalui teknik analisis Mann-Whitney, dapat
dilihat pada tabel 6 berikut:
145
Tabel 6. Hasil Uji Man Whitney Post Test Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol
Ranks
Klmpk N Mean Rank Sum of Ranks
Jmlh Control 15 11.73 176.00
Eksperimen 15 19.27 289.00
Total 30
Test Statisticsb
Jmlh
Mann-Whitney U 56.000
Wilcoxon W 176.000
Z -2.349
Asymp. Sig. (2-tailed) .019
Exact Sig. [2*(1-tailed
Sig.)] .019a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: klmpk
Pada pengolahan uji statistik terhadap hasil post test
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan teknik Mann
Whitney nampak bahwa p = 0,019 < 0,050 dengan mean rank
kontrol 11,73 sedangkan mean rank kelompok eksperimen adalah
146
19,27 maka ada kenaikan mean rank sebesar 7,54, Artinya ada
perbedaan Self Esteem yang signifikan antara kelompok yang
mendapatkan layanan dan yang tidak mendapatkan layanan.
Dengan demikian, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
diterima yaitu “Layanan bimbingan kelompok dengan teknik
kegiatan kelompok efektif dalam meningkatkan harga diri siswa
kelas VII G SMP N 1 Bringin Kabupaten Semarang”.
Tugas 10.
1. Terdapat 2 macam hipotesis penelitian korelasi yakni
hipotesis searah, dan hipotesis tanpa arah. Carilah dua
contoh penelitian yang merumuskan hipotesisnya searah,
dan berhipotesis tanpa arah, serta kajilah hasilnya?
2. Menurut anda, apa makna koefisien korelasi (misalnya r =
0,685)? Carilah tiga contoh penelitian yang menghasilkan r
yang sangat kontras berbeda!
3. Penelitian causal comparative termasuk penelitian ext post
facto. Jelaskan, apa maksud dari ex post facto tersebut?
4. Menurut anda, benarkah bahwa dalam penelitian
pendidikan kurang tepat jika menggunakan eksperimen
murni? (Jelaskan alasan anda!)
5. Syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh peneliti jika
menggunakan eksperimen semu?