bab 1 pendahuluan - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40134/5/capter...
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Skabies pertama kali dilukiskan di Old Testament oleh Aristoteles. Nama
Sarcoptes scabiei berasal dari bahasa Yunani “sarx” yang berarti daging dan
“koptein” yang berarti irisan/potongan, serta dari bahasa Latin “scabere” yang
berarti garukan (Hicks dan Elston, 2009).
Skabies merupakan penyakit infestasi ektoparasit pada manusia yang
disebabkan Sarcoptes scabiei varietas hominis (Harahap M., 2000). Penyakit ini
dikenal juga dengan nama the itch, gudik, atau gatal agogo. Skabies ditemukan di
semua negara dengan prevalensi yang bervariasi (Handoko, 2009).
Insidens skabies di negara berkem bang menunjukkan siklus fluktuasi yang
sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemi
dan permulaan epidemi berikutnya kurang lebih 10 -15 tahun (Harahap M., 2000).
Skabies dapat diderita semua orang tanpa membedakan usia dan jenis
kelamin, akan tetapi lebih sering ditemukan pada anak -anak usia sekolah dan
dewasa muda/remaja (Murtiastutik D., 2008). Berdasarkan pengumpulan data
Kelompok Studi Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI) tahun 2001 dari 9 rumah
sakit di 7 kota besar di Indonesia, diperoleh sebanyak 892 penderita skabies
dengan insiden tertinggi pada kelompok usia sekolah (5 -14 tahun) sebesar 54,6%
serta penderita berjenis kelamin laki -laki lebih banyak daripada perempuan yakni
sebesar 63,4%. Hal ini sesuai dengan fakto r predisposisi pada anak usia sekolah
yang memiliki kemungkinan pajanan di luar rumah lebih besar, dengan anak laki -
laki memiliki frekuensi kegiatan di luar rumah lebih banyak daripada anak
perempuan (Tabri F., 2003).
Proporsi penyakit paling tinggi terda pat di negara-negara tropis yang
merupakan tempat di mana penyakit skabies itu endemik. Di wilayah lain selain
negara-negara tropis, dijumpai sedikit bukti dari prevalensi penyakit ini. Jumlah
yang paling tinggi dari penyakit muncul pada kondisi tempat tin ggal yang ramai,
seperti kos dan asrama (Leone P.A., 2007). Sebuah teori epidemiologi di UK
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan skabies lebih banyak terdapat di area kota dan lebih sering terjadi
pada musim dingin ketimbang pada musim panas. Hal ini terdapat di area kota
dan insidennya meningkat selama musim dingin (Chosidow O., 2006).
Skabies menular dengan dua cara yaitu secara kontak langsung dan tidak
langsung. Kontak langsung terjadi ketika adanya kontak dengan kulit penderita,
misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hub ungan seksual. Sedangkan
kontak tidak langsung melalui benda yang telah dipakai oleh penderita seperti
pakaian, handuk, bantal, dan lain -lain (Handoko, 2009). Hal lain yang dapat
mempermudah penyebaran adalah keadaan penyediaan air bersih yang jumlahnya
kurang. Oleh sebab itu, skabies banyak didapat juga sewaktu terjadi peperangan
(Slamet, 2009).
Faktor predisposisi paling banyak dari penyakit skabies adalah keramaian,
imigrasi, higienitas yang buruk, status gizi buruk, tunawisma, demensia, dan
kontak seksual. Beberapa literatur melaporkan, skabies bisa menggambarkan
sebuah ancaman di suatu institusi, seperti rumah sakit, penjara, taman kanak -
kanak, panti jompo, dan fasilitas perawatan jangka panjang (Hicks dan Elston,
2009).
Pasien yang menderita skabies bu tuh penjelasan tahap demi tahap dalam
menggunakan terapi yang spesifik, dimana pada anggota keluarga yang tidak
punya keluhan dan tidak mengalami kontak langsung dengan penderita juga
membutuhkan pengobatan. Kemudian pasien perlu tahu bagaimana menjaga
kebersihan lingkungannya dan juga termasuk mengelola pakaian, selimut, handuk,
lantai, matras, tempat pakaian, dll (Wolf R, 2010).
Dari uraian di atas, peneliti ingin meneliti tentang karakteristik penderita
skabies di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010 -2012.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka diperlukan penelitian untuk
menjawab pertanyaan yaitu bagaimana karakteristik penderita skabies di RSUP H.
Adam Malik Medan Tahun 2010-2012?
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui karakteristik penderita skabies di RSUP H. Adam Malik
Medan tahun 2010-2012.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui karakteristik penderita skabies di RSUP H. Adam Malik
tahun 2010-2012 berdasarkan usia.
2. Mengetahui karakteristik penderita skabies di RSUP H. Adam Malik
tahun 2010-2012 berdasarkan jenis kelamin.
3. Mengetahui karakteristik penderita skabies di RSUP H. Adam Malik
tahun 2010-2012 berdasarkan pekerjaan.
4. Mengetahui karakteristik penderita skabies di RSUP H. Adam Malik
tahun 2010-2012 berdasarkan asal daerah.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Menambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit skabies terutama
siapa saja yang dapat terkena penyakit skabies.
2. Memberikan informasi penyakit skabies kepada RSUP H. Adam Malik
Medan yang mungkin bermanfaat dalam perencanaan obat.
3. Menambah wawasan peneliti tentang penelitian, serta pengetahuan
tentang penyakit skabies.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Skabies
2.1.1. Sinonim
The itch, gudik, budukan, atau gatal agogo (Handoko, 2009).
2.1.2. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes
scabei varian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung
(Harahap M., 2000).
2.1.3. Epidemiologi
Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit
ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit ini banyak
dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua u mur.
Insidens sama pada pria dan wanita (Harahap M., 2000).
Insidens skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang
sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemi
dan permulaan epidemi berikutnya kurang le bih 10-15 tahun (Harahap M., 2000).
Beberapa faktor yang dapat membantu penyebarannya adalah kemiskinan,
higiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi,
ekologi, dan derajat sensitasi individual (Harahap M., 2000).
2.1.4. Etiologi
Tungau Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda , kelas Arachnida,
ordo Acarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.
hominis. Selain itu terdapat Sarcoptes scabiei yang lain, misalnya pada kambing
dan babi (Handoko, 2009). Skabies pada anjing dapat juga ditularkan kepada
manusia dalam kondisi tertentu (Sembel, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Secara morfologi, Sarcoptes scabiei merupakan tungau kecil berbentuk
oval, memiliki punggung yang cembung, dan bagian perutnya rata. Tungau ini
translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukuran tungau betina
berkisar antara 330–450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan tungau jantan
berukuran lebih kecil, yakni 200 -240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di d epan sebagai alat untuk melekat dan
2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang
jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan
alat perekat (Handoko, 2009).
Gambar 2.1. Bentuk Dewasa Sarcoptes scabiei.
(Chosidow O., 2006)
Siklus hidup tungau ini adalah sebagai berikut: setelah kopulasi
(perkawinan) yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati, kadang-kadang
masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina .
Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum,
dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4
butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi
ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu
3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat
tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 -3 hari larva akan
menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk: jantan dan betina, dengan 4 pasang
kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8-12 hari (Handoko, 2009 dan Stone S .P. et al, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3-4 hari, kemudian larva
meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva
berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau skabies betina
membuat liang di dalam epidermis dan meletakkan telur -telurnya di dalam liang
yang ditinggalkannya, sedangkan tungau skabies jantan hanya mempunyai satu
tugas dalam kehidupannya yaitu kawin dengan tungau betina , dan setelah
melaksanakan tugasnya masing-masing mereka akan mati (Graham -Brown dan
Burns, 2005).
Telur yang dihasilkan skabies betina ditularkan melalui kontak fisik yang
erat, misalnya melalui pakaian dalam, handuk, sprei, dan tempat tidur. Skabies
dapat hidup di luar kulit hanya 2 -3 hari dan pada suhu kamar 21°C dengan
kelembaban relative 40-80% (Harahap M., 2000).
Penyebaran terjadi dari satu orang ke orang lain melalui kontak langsung
atau dua orang yang menggunakan tempat tidur yang sama. Penyebaran biasa
terjadi di tempat-tempat yang padat populasi atau di rumah -rumah yang dihuni
oleh banyak orang (Sembel, 2009).
Individu yang menderita HIV, orang tua, dan pasien dengan medication-
induced immunosupression beresiko terkena skabies, meskipun telah dilaporkan
telah terjadi di antara warga Australia yang imunokompeten ( Stone SP et al,
2008).
Gambar 2.2. Siklus Hidup Sarcoptes scabiei
(Currie B.J., 2010)
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Klasifikasi
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit
dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk
tersebut antara lain (Harahap M., 2000):
1. Skabies pada orang bersih
Skabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya baik
sering salah didiagnosis. Biasanya sangat sukar ditemukan terowongan.
Kutu biasanya hilang akibat mandi secara teratur.
2. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasu k
seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi
infeksi sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang
ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di muka.
3. Skabies yang ditularkan oleh hewan
Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut, mis. peternak
dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul
terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat -tempat kontak. Lesi
akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih -
bersih.
4. Skabies noduler
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal.
Nodus biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia
laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi
hipersensetivitas terhadap tungau skabies. Pada nodus yang berumur
lebih dari satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat
menetap selama beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah
diberi pengobatan anti skabies dan corticosteroid.
Universitas Sumatera Utara
5. Skabies inkognito
Obat steroid topical atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan
tanda skabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan
dengan steroid topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi
bertambah hebat. Hal ini mungkin dis ebabkan oleh karena penurunan
respons imun seluler.
6. Skabies terbaring di tempat tidur ( bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus
tinggal di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
7. Skabies krustosa (Norwegian scabies)
Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang
luas dengan krusta, skuama generalisata, dan hyperkeratosis yang
tebal. Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, siku,
lutut, telapak tangan, dan kaki ya ng dapat disertai distrofi kuku.
Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies
Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena
jumlah tungau yang menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies
Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik sehingga sistem imun
tubuh gagal membatasi proliferasi tungau sehingga dapat berkembang
biak dengan mudah.
2.1.6. Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garuk an. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira -kira
sebulan setelah infestasi. Pada saat itu dijumpai kelainan kulit menyerupai
dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urticaria , dan lain-lain. Dengan
garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta , dan infeksi sekunder (Handoko,
2009).
Universitas Sumatera Utara
Tungau dapat hidup di dalam terowongan di tempat predileksi, yaitu jari
tangan, pergelangan tangan bagian ventral, siku bagian luar, lipatan ketiak depa n,
umbilicus, gluteus, ekstremitas, genitalia eksterna pada laki-laki, dan areola
mammae pada perempuan. Pada bayi , skabies dapat menyerang telapak tangan
dan telapak kaki (Harahap M., 2000).
Pada tempat predileksi dapat ditemukan terowongan berwarna putih abu-
abu dengan panjang yang bervariasi, rata -rata 1 mm, berbentuk lurus atau
berkelok-kelok. Terowongan ditemukan bila belum terdapat infeksi sekunder. Di
ujung terowongan dapat ditemukan vesikel atau papul kecil (Sutanto I. et al,
2009). Terowongan lebih banyak terdapat di daerah yang berkulit tipis dan tidak
banyak mengandung folikel pilosebasea (Harahap M., 2000).
Adanya periode asimptomatis bermanfaat sekali bagi parasit ini, karena
dengan demikian mereka mempunyai waktu untuk membangun dirinya sebelum
hospes membuat respons imunitas. Setelahnya, hidup mereka menjadi penuh
bahaya karena terowongannya akan digaruk dan tungau -tungau serta telur mereka
akan hancur. Dengan cara ini hospes mengendalikan populasi tungau dan pada
kebanyakan penderita skabies, rata-rata jumlah tungau betina dewasa pada
kulitnya tidak lebih dari selusin (Graham -Brown dan Burns, 2005).
2.1.7. Cara Penularan
1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan,
tidur bersama, dan berhubungan seksual.
2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,
bantal, dan lain-lain.
Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi
atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var.
animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka
yang banyak memelihara binatang peliharaan, misalnya anjing (Handoko, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.1.8. Gejala Klinis
Gatal merupakan gejala utama sebel um gejala klinis lainnya muncul. Rasa
gatal biasanya hanya pada lesi tetapi pad a skabies kronis gatal dapat dirasakan
pada seluruh tubuh. Pada orang dewasa, gejala yang timbul antara lain ada rasa
gatal yang hebat pada malam hari, ruam kulit yang terjadi terutama di bagian sela-
sela jari tangan, bawah ketiak, pinggang, sekeliling sik u, areola mammae,
permukaan depan pergelangan tangan, skrotum, dan penis (Johnston G dan
Sladden M, 2005).
Pada bayi dan anak-anak, lesi biasanya mengenai wajah, kepala, leher,
kulit kepala, dan telapak kaki. Pada bayi paling umum lesi yang nampak adalah
papul-papul dan vesikopustul. Vesikopustul sering nampak di kulit kepala dan
telapak kaki (Johnston G. dan Sladden M ., 2005).
Ada 4 tanda kardinal gejala skabies:
a. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari oleh karena aktivitas
tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi.
Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya ,
sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau
tersebut. Dikenal juga keadaan hiposensitisasi, yaitu seluruh anggota
keluarganya terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini
bersifat sebagai pembawa (carrier).
c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata -
rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul, atau
vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf
(pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya
merupakan tempat dengan st ratum korneum yang tipis, yaitu : sela-sela
jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat
Universitas Sumatera Utara
ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong,
genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat
menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. D apat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal
tersebut (Handoko, 2009).
Gambar 2.3. Gejala Klinis Sarcoptes scabiei.
Keterangan gambar:
(A, F, dan H). Sela-sela Jari Tangan.
(B). Bawah Ketiak.
(C). Areola Mammae.
(D). Penis.
(E). Telapak Kaki Pada Bayi.
(G). Permukaan Depan Pergelangan Tangan.
(Chosidow O., 2006 dan Currie B.J., 2010)
Universitas Sumatera Utara
2.1.9. Diagnosis
Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta , dan infeksi
sekunder. Di daerah tropis, hampir setiap kasus skabies terinfeksi sekunder oleh
Streptococcus aureus atau Staphylococcus pyogenes (Harahap M., 2000).
Diagnosis ditegakkan atas dasar:
1. Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus atau
berkelok-kelok, panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm, dan
pada ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula .
2. Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan
bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola
mammae, sekitar umbilicus, abdomen bagian bawah, dan genitalia
eksterna pria. Pada orang dewasa jarang terdapat di muka dan kepala,
kecuali pada penderita immunosupresif, sedangkan pada bayi, lesi
dapat terjadi di seluruh permukaan kulit.
3. Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies topikal yang
efektif.
4. Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota
keluarga menderita gatal, harus dicurigai adanya skabies. Gatal pada
malam hari disebabkan oleh temperatur tubuh menjadi lebih tinggi
sehingga aktivitas kutu meningkat.
Diagnosis pasti baru dapat ditega kkan bila ditemukan kutu dewasa, telur,
larva dari dalam terowongan. Cara mendapatkannya adalah dengan membuka
terowongan dan mengambil parasit dengan menggunakan pisau bedah atau jarum
steril. Kutu betina akan tampak sebagai bintik kecil gelap atau keabua n di bawah
vesikula. Di bawah mikroskop dapat terlihat bintik mengkilat dengan pinggiran
hitam.
Universitas Sumatera Utara
Cara lain ialah dengan meneteskan minyak immersi pada lesi dan
epidermis di atasnya dikerok secara perlahan -lahan. Tangan dan pergelangan
tangan merupakan tempat terbanyak ditemukan kutu, kemudian berturut -turut siku,
genital, akhirnya aksila (Harahap M., 2000).
2.1.10. Pembantu Diagnosis
Diagnosis pasti skabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau melalui
pemeriksaan mikroskop, yang dapat dilakukan dengan b eberapa cara, antara lain
(Murtiastutik D., 2008):
1. Kerokan kulit.
Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau
papula menggunakan skalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca
objek, diberi minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup,
dan dengan mikroskop pembesaran 20x atau 100x dapat dilihat tungau,
telur, atau fecal pellet.
2. Mengambil tungau dengan jarum.
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap
(kecuali pada orang kulit hitam pada titik yang putih) dan digerakkan
tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat
keluar.
3. Epidermal shave biopsy.
Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari
dan jari telunjuk, dengan hati -hati diiris puncak lesi dengan skalpel
nomor 15 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi
dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan atau
tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu ditetesi
minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.
Universitas Sumatera Utara
4. Kuretase terowongan.
Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau
puncak papula kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah
diletakkan di gelas objek atau ditetesi minyak mineral.
5. Tes tinta Burowi.
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, ke mudia segera dihapus
dengan alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis
yang karakteristik, berkelok-kelok, karena ada tinta yang masuk. Tes
ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada anak dan pada penderita yang
non-koperatif.
6. Tetrasiklin topikal.
Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai.
Setelah dikeringkan selama 5 menit, hapus larutan tersebut dengan
isopropilalkohol. Tetrasiklin akan berpenetrasi ke dalam melalui
kerusakan stratum korneum dan terowongan akan tampak dengan
penyinaran lampu Wood, sebagai garis linier berwarna kuning
kehijauan sehingga tungau dapat ditemukan.
7. Apusan kulit.
Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada
lesi dan diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakk an
di atas gelas objek (enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas
objek) dan diperiksa dengan mikroskop.
8. Biopsi plong (punch biopsy)
Biopsi berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau
atau telur. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa j umlah tungau hidup
pada penderita dewasa hanya sekitar 12, sehingga biopsi berguna bila
diambil dari lesi yang meradang. Secara umum digunakan punch
Universitas Sumatera Utara
biopsy, tetapi epidermal shave biopsy adalah lebih sederhana dan
biasanya dilakukan tanpa anestetik lokal p ada penderita yang tidak
kooperatif.
2.1.11. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari skabies terbagi atas 5 (Karthikeyan K., 2007):
1. Papular Urtikaria.
Biasanya terjadi pada anak-anak berumur diantara 2-10 tahun.
Yang membedakannya dari skabies adalah ketidakhadiran terowongan
pada lesinya. Dan lagi pada umumnya tidak terdapat karakteristik gatal
pada skabies.
2. Atopic Dermatitis.
Terdapat gatal dan erupsi vesikopapular yang predominan di
fleksor. Yang membedakannya dengan skabies adalah adanya
terowongan dan pembungkusan ruang jaringan.
3. Lichen Planus.
Ditandai dengan sebuah gatal di lengan bawah, kaki, dan punggung.
Selain gatal, simetris dari lesi, dan kejadian lesinya, penyakit ini tidak
menyerupai skabies.
4. Dermatitis Herpetiformis.
Ditandai dengan gatal yang kronis, simetris, dan erupsi
vesikopapular yang meliputi ekstremitas atas dan ekstremitas bawah.
Gatal bersifat persisten dan hadir terus setiap hari. Penyakit ini sering
salah didiagnosis sebagai skabies, meskipun jarang terjadi.
5. Infantile Acropustulosis.
Penyakit ini bisa dibedakan dengan skabies dengan tidak adanya
lesi pada jaringan cutaneous di badan, dan juga tidak adanya gatal.
Universitas Sumatera Utara
2.1.12. Pengobatan
Merupakan hal yang penting untuk menerangkan kepada pasien dengan
sejelas-jelasnya tentang bagaimana cara memakai obat -obatan yang digunakan,
dan lebih baik lagi bila disertai penjelasan tertulis. Semua anggota keluarga dan
orang-orang yang secara fisik berhubungan erat dengan pasien, hendaknya secara
simultan diobati juga. Obat -obat topikal harus dioleskan mulai daerah leher
sampai jari kaki, dan pasien diingatkan untuk tidak membasuh tangannya sesudah
melakukan pengobatan (Graham -Brown dan Burns, 2005).
Pada bayi, orang-orang lanjut usia, dan orang -orang dengan
immunokompromasi , terowongan tungau dapat terjadi pada kepala dan leher,
sehingga pemakaian obat perlu diperluas pada daerah itu. Sesudah pengobatan,
rasa gatal tidak dapat segera hilang, tetapi pelan -pelan akan terjadi perbaikan
dalam waktu 2-3 minggu, saat epidermis superfisial yan g mengandung tungau
alergenik terkelupas (Graham-Brown dan Burns, 2005).
Syarat obat yang ideal adalah harus efektif terhadap semua stadium tungau,
harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau atau kotor serta
tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah
(Handoko, 2009).
Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan skabies yaitu:
1. Permetrin.
Dalam bentuk krim 5% sebagai dosis tunggal. Penggunaannya
selama 8-12 jam dan kemudian dicuci bersih -bersih. Obat ini dilaporkan
efektif untuk skabies. Pengobatan pada skabies krustosa sama dengan
skabies klasik, hanya perlu ditambahkan salep keratolitik. Bila
didapatkan infeksi sekunder perlu diberikan antibiotik sistemik (Harahap
M., 2000). Tidak dianjurkan pa da bayi di bawah umur 2 bulan (Handoko,
2009).
Universitas Sumatera Utara
2. Malathion.
Malathion 0,5% dengan dasar air digunakan selama 24 jam.
Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari kemudian (Harahap M.,
2000).
3. Emulsi Benzil-benzoas (20-25%).
Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama
tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi, dan kadang -
kadang makin gatal setelah dipakai (Handoko, 2009).
4. Sulfur.
Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10% secara umum aman dan
efektif digunakan. Dalam konsentrasi 2,5% dapat digunakan pada bayi.
Obat ini digunakan pada malam hari selama 3 malam (Harahap M.,
2000). Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakaian
dan kadang-kadang menimbulkan iritasi (Handoko, 2009).
5. Monosulfiran.
Tersedia dalam bentuk lotion 25%, yang sebelum digunakan harus
ditambah 2-3 bagian dari air dan digunakan selama 2-3 hari. Selama
pengobatan, penderita tidak boleh minum alkohol karena dapat
menyebabkan keringat yang berlebihan dan takikardi (Harahap M.,
2000).
6. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan).
Kadarnya 1% dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena
efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi
iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita
hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup
sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian
(Handoko, 2009).
Universitas Sumatera Utara
7. Krotamiton.
Krotamiton 10 % dalam krim atau losio juga merupakan obat
pilihan, mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal; harus
dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra (Handoko, 2009).
2.1.13. Komplikasi
Komplikasi pada skabies yang sering dijumpai adalah infeksi sekunder,
seperti lesi impetiginosa, ektima, furunkulosis, dan selulitis. Kadang -kadang dapat
timbul infeksi sekunder sistemik, yang memberatkan perjalana n penyakit.
Stafilokok dan streptokok yang berada dalam lesi skabies dapat menyebabkan
pielonefritis, abses interna, pneumonia piogenik, dan septikemia (Soedarto M.,
2005).
2.1.14. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain higiene), maka
penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik (Handoko, 2009).
Universitas Sumatera Utara