b. karakteristik etika islam

8
B. Karakteristik Etika Islam (Akhlak) Allah telah berkehendak bahwa akhlak dalam Islam memiliki karakteristik yang berbeda dan unik (istimewa). 1. Al Qur’an dan Sunnah Sebagai Sumber Moral Sebagai sumber moral atau pedoman hidup dalam Islam yang menjelaskan kriteria baik buruknya sesuatu perbuatan adalah Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Kedua dasar itulah yang menjadi landasan dan sumber ajaran Islam secara keseluruhan sebagai pola hidup dan menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk. Al Qur’anul karim bukanlah hasil renungan manusia, melainkan firman Allah Yang Maha Pandai dan Maha Bijaksana. Oleh sebab itu setiap Muslim berkeyakinan bahwa ajaran kebenaran terkandung di dalam Kitabullah Al Qur’an yang tidak akan dapat ditantangi oleh fikiran manusia. (QS. Al-Maidah (5): 15-16. 15. Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan[408]. [408] Cahaya Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. dan kitab Maksudnya: Al Quran. 16. dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari

Upload: adinda

Post on 27-Jan-2016

326 views

Category:

Documents


28 download

DESCRIPTION

agama

TRANSCRIPT

Page 1: B. Karakteristik Etika Islam

B. Karakteristik Etika Islam (Akhlak)

Allah telah berkehendak bahwa akhlak dalam Islam memiliki karakteristik yang berbeda dan

unik (istimewa).

1. Al Qur’an dan Sunnah Sebagai Sumber Moral

Sebagai sumber moral atau pedoman hidup dalam Islam yang menjelaskan

kriteria baik buruknya sesuatu perbuatan adalah Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah

SAW. Kedua dasar itulah yang menjadi landasan dan sumber ajaran Islam secara

keseluruhan sebagai pola hidup dan menetapkan mana yang baik dan mana yang

buruk. Al Qur’anul karim bukanlah hasil renungan manusia, melainkan firman Allah

Yang Maha Pandai dan Maha Bijaksana. Oleh sebab itu setiap Muslim berkeyakinan

bahwa ajaran kebenaran terkandung di dalam Kitabullah Al Qur’an yang tidak akan

dapat ditantangi oleh fikiran manusia. (QS. Al-Maidah (5): 15-16.

15. Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan

kepadamu banyak dari isi Al kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang)

dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab

yang menerangkan[408]. [408] Cahaya Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. dan kitab

Maksudnya: Al Quran.

16. dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya

ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu

dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan

menunjuki mereka ke jalan yang lurus.

Sebagai pedoman kedua sesudah Al Qur’an adalah Hadits Rasulullah SAW

(Sunnah Rasul) yang meliputi perkataan dan tingkah laku beliau. Hadits Nabi juga

dipandang sebagai lampiran penjelasan dari Al Qur’an terutama dalam masalah-

masalah yang dalam Al Qur’an tersurat pokok-pokonya saja. Al-Hadits sebagai

pedoman hidup dijelaskan dalam QS. Al-Hasyr (59) : 7 yang artinya: ......... Apa yang

diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu

maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras

hukuman-Nya.

Page 2: B. Karakteristik Etika Islam

Jika telah jelas bahwa Al Qur’an dan Sunnah Rasul adalah pedoman hidup

yang menjadi azas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan sumber

moral dalam Islam. Firman Allah SWT dan Sunnah Nabinya adalah ajaran yang

paling mulia dari segala ajaran manapun hasil renungan dan ciptaan manusia,

sehingga telah menjadi keyakinan (aqidah) Islam bahwa akal dan naluri manusia

harus tunduk dan mengikuti petunjuk dan pengarahannya. Dari pedoman itulah

diketahui kriteria mana perbuatan yang baik dan jahat, mana yang halal dan mana

yang haram.

2. Kedudukan Akal dan Naluri

Berbeda dengan teori etika yang memandang bahwa akal dan nalurilah yang

menjadi dasar menentukan baik buruknya akhlak, maka ajaran etika Islam

berpendirian sebagai berikut :

a. Akal dan naluri manusia adalah anugerah Allah

b. Akal fikiran manusia terbatas sehingga pengetahuan manusiapun tidak akan

mampu memecahkan seluruh masalah yang maujud ini. Karena itu akal masih

memerlukan bimbingan dan cahaya petunjuk dari sumber kebenaran yang mutlak

lebih utama, yakni wahyu dan kitabullah. Hanya akal yang dipancari oleh cahaya

Al Qur’an dan petunjuk Rasul akan memperoleh kedudukan yang tepat dan akan

dapat menemukan kedudukannya yang benar dan tepat.

c. Naluri manusiapun harus mendapat pengarahan dari petunjuk Allah yang

dijelaskan dalam kitab-Nya. Jika tidak, naluri itu akan salah penyalurannya.

Misalnya naluri makan, sexual, berjuang, dan lain-lain, jika diperturutkan begitu

saja akan menimbulkan kerusakan. Tetapi jika diarahkan menurut petunjuk-Nya,

niscaya akan tetap berjaklan di atas fitrahnya yang suci. Demikianlah kedudukan

naluri dan akal dalam pandangan etika islam, bahwa keduanya perlu dimanfaatkan

dan disalurkan sebaik-baiknya dengan bimbingan dan pengarahan yang ditetapkan

dalam Al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.

3. Motivasi Iman

Tindakan dan pekerjaan manusia selalu didorong oleh suatu motivasi tertentu.

Adapun dalam pandangan Islam maka yang menjadi pendorong yang paling dalam

dan paling kuat untuk melakukan sesuatu amal perbuatan yang baik adalah aqidah,

iman yang terpatri dalam hati. Iman itulah yang membuat seorang muslim ikhlas, mau

bekerja (beramal) keras bahkan rela berkorban. Iman itulah sebagai motivasi dan

kekuatan penggerak yang paling ampuh dalam pribadinya yang membuat dia tidak

Page 3: B. Karakteristik Etika Islam

dapat diam dari melakukan kegiatan kebajikan dan amal shaleh Jika “motor iman” itu

bergerak, maka keluarlah produksinya berupa amal shaleh dan akhlaqul karimah.

Dengan demikian hanya dari jiwa yang dihayati iman dapat diharapkan memancar

kebaikan dan kebajikan yang sebenarnya. Kebaikan yang lahir tanpa bersumberkan

keimanan adalah kebaikan yang tidak mendapatkan penilaian di sisi Allah. Dengan

iman itulah, maka seorang mukmin selalu antusias berbuat baik sebanyak- banyaknya.

Sabda Rasul : “Sekali-kali tidaklah seoorang mukmin akan merasa kenyang (puas)

mengerjakan kebaikan, menjelang puncaknya memasuki surga”. (HR. Tirmidzi). Iman

yang sempurna menjelmakan cinta dan taat kepada Allah SWT.

4. Mata Rantai Akhlak

Dengan motivasi iman, terdoronglah seorang mukmin mengerjakan kebaikan

sebanyak-banyaknya menurut kemampuan tenaganya. Dalam memanifestasikan iman

tersebut terdapat “mata rantai” yang berkaitan dalam realisasinya, yakni : niat

(keikhlasan) dalam hati, dan pembuktian dengan amal perbuatan yang dilaksanakan

oleh anggota tubuh. Sebelum melakukan suatu tindakan, harus didahului dengan niat

untuk apa pekerjaan itu dilakukan.

Yusuf Al-Qardhawi mengajukan tujuan karakteristik etika (moral/akhlak) Islam.

1. Sebuah moral yang beralasan (argumentatif) dan dapat dipahami.

Islam selalu bersandar pada penilaian yang logis dan alasan (argumentatif) yang dapat

diterima oleh akal yang lurus dan naluri yang sehat, yaitu dengan menjelaskan maslahat

(kebaikan) dibalik apa yang diperintahkan-Nya dan kerusakan dari terjadinya apa yang

dilarang-Nya

Q.S Al-Ankabut : 45

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan

dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan

mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya

dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

2. Moral Universal

Moral dalam Islam berdasarkan karakteristik manusiawi yang universal, yaitu

larangan bagi suatu ras manusia berlaku juga bagi ras yang lain, bahkan umat Islam dan

Page 4: B. Karakteristik Etika Islam

umat-umat yang lain adalah sama dihadapan moral Islam yang universal. Dalam surat al-

Maidah ayat 8 menyebutkan ”Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu

kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih

dekat kepada taqwa”. Dengan demikian etika (moral/akhlak) Islam adalah bebas dari

segala tendensi (kecenderungan) rasisme kebangsaan, kesukuan maupun golongan.

3. Kesesuaian dengan fitrah

Islam datang dengan membawa sesuatu yang sesuai dengan fitrah dan tabiat

manusia serta penyempurnaannya. Islam mengakui eksistensi manusia sebagaimana yang

telah diciptakan Allah dengan segala dorongan kejiwaan, kecenderungan fitrah serta

segala yang telah digariskan-Nya. Islam menjadikan mulia dan membuat batasan hukum

untuknya agar dapat memelihara kebaikan masyarakat dan individu manusia itu sendiri.

Islam dengan segala yang diperbolehkannya demi menjaga tabiat manusiawi telah

meletakkan konsep aturan dan batasan-batasan yang netral atau moderat, sikap berlebih-

lebihan dan ekstrim akan menjurus kepada perangai binatang yang tercela.

4. Memperhatikan Realita

Al-qur’an tidak membebankan kepada manusia suatu kewajiban untuk mencintai

musuh-musuhnya, karena hal ini merupakan sesuatu hal yang tidak dimiliki jiwa

manusia, akan tetapi al-Qur’an memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk

berlaku adil terhadap musuh-musuhnya, supaya ras permusuhan dan kebencian mereka

terhadap musuh-musuhnya tidak mendorong untuk melakukan pelanggaran terhadap

musuh-musuh mereka.

5. Moral Positif

Moral Islam menganjurkan menggalang kekuatan, keyakinan dan cita-cita,

melawan sikap ketidakberdayaan dan pesimisme (keputusasaan), malas serta segala

bentuk penyebab kelemahan. Islam menolak sikap ”pasif” (apatis) dalam menghadapi

kerusakan sosial dan politik, dekadensi moral dan agama, bahkan Islam memerintahkan

kepada muslim untuk merubah suatu kemungkaran dengan ”tangannya”, jika tidak

mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu lagi maka dengan hatinya.

Sebagaimana terdapat pada hadits arba’in ke- 34,

: صلى الله� و�ل س ر م�ع�ت س قال �ه عن الله ض�ي ر �خ د�ر�ي ال �د ع�ي س �ي ب أ عن�

: م� ل �ن� فإ د�ه�، �ي ب ه 'ر� غي �ي فل ) را �ك م ن م� �ك م�ن ى أ ر من� ق و�ل ي وسلم عليه الله

Page 5: B. Karakteristik Etika Islam

] رواه �مان� �ي �إل ا ض�عف أ �ك وذل �ه� �ب �قل فب ط�ع� ت س� ي م� ل �ن� فإ �ه�، ان �ل�س فب ط�ع� ت س� ي

مسلم]

”Dari Abu Sa’id Al Khudri ra. berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda :

Siapa yang melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu

maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan

hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman. (Riwayat Muslim)”

6. Komprehensifitas (menyeluruh)

Islam bukanlah agama yang menganggap bahwa moral dalam agama berkisar

pada pelaksanaan ibadah ritual atau seremonial, padahal akhlak atau etika Islam tidak

membiarkan kegiatan manusia hanya dalam ibadah mahdah saja. Islam menggariskan

bahwa hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan manusia lainnya serta hubungan

manusia dengan alam secara global maupun detail haruslah dengan etika Islam atau

akhlak. Oleh sebab itu, akhlak Islam meletakkan apa yang dikehendaki manusia dari

adab susila yang tinggi dan luhur.

7. Tawazun (keseimbangan)

Tawazun dalam etika Islam yaitu menggabungkan sesuatu dengan penuh

keserasian dan keharmonisan, tanpa sikap berlebihan maupun pengurangan. Contohnya

seimbang dalam ”mengejar” dunia dan akhirat.

Sumber:

Anonim. Karakteristik etika islam. https://syahdotme1.files.wordpress.com/2012/05/karakte ristik-etika-islam2.pdf (diakses pada 02-11-2015)

Unit Pelaksana Teknis Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) Universitas Sriwijaya. 2011. Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) Pendidikaan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum. Universitas Sriwijaya: Palembang.