azimuthal resistivity sounding (ars) untuk menghitung...
TRANSCRIPT
Azimuthal resistivity sounding (ARS) Untuk Menghitung Koefisien Anisotropi di Bawah Permukaan di Lingkungan Kampus Institut Teknologi
Sumatera (ITERA) | 1
Azimuthal resistivity sounding (ARS) Untuk Menghitung Koefisien Anisotropi di Bawah Permukaan di
Lingkungan Kampus Institut Teknologi Sumatera (ITERA)
Ramot Fernando1, Ahmad Zaenudin2 , Andri Yadi Paembonan1
1Teknik Geofisika, Institut Teknologi Sumatera, Lampung Selatan, Indonesia 35365
2Teknik Geofisika, Universitas Lampung, Bandar Lampung, Indonesia 35141
Corresponding e-mail: [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Proses pengambilan data resistivitas dengan pengukuran Azimuthal resistivity sounding (ARS) bertujuan untuk menentukan
perubahan litologi bawah permukaan, dilakukan pengambilan data dengan survei geolistrik resistivitas sounding dengan
menggunakan konfigurasi Schlumberger sebanyak 16 data pada setiap lintasan, dengan jumlah total lintasan sebanyak 6 lintasan,
dimana lintasan 1 mengarah utara dan selatan, lintasan 2 mengarah N30S, lintasan 3 mengarah N60S, lintasan 4 mengarah timur
dan barat, lintasan 5 mengarah N120S dan lintasan 6 mengarah N150S. Pengambilan data dilakukan di dalam kawasan kampus
Institut Teknologi Sumatera (ITERA) Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan. Alat yang digunakan dalam pengukuran
di lapangan menggunakan alat Resistivity Meter untuk memperoleh nilai beda potensial dan arus. Pengolahan data menggunakan
software Progress V3.0 dengan keluaran berupa kedalaman, ketebalan, dan jumlah lapisan serta nilai resistivitas. Hasil pengolahan
data berupa nilai resistivitas berdasarkan azimuth resistivity dan arah perubahan litologi bawah permukaan berdasarkan nilai
anisotropi. Dari analisis dan pembahasan mendapatkan adanya perubahan geologi bawah permukaan yang terjadi pada lintasan
N120S. perubahan geologi yang terjadi berdasarkan anomali resistivitas dan nilai anisotropi.
Kata Kunci : Azimuthal Resisitivity Sounding (ARS), Resistivitas, Progress V3.0, Konfigurasi Schlumberger, Geologi.
ABSTRACT
The process of collecting resistivity data by measuring Azimuthal resistivity sounding (ARS) aims to determine the changes in
subsurface lithology, data collection is carried out with a geoelectric survey of resistivity sounding using the Schlumberger
configuration as much as 16 data on each track, with a total of 6 tracks, where line 1 is north and south, lane 2 is towards the N30S,
course 3 is towards the N60S, course 4 is towards the east and west, line 5 is towards the N120S and line 6 is towards the N150S.
Data was collected in the campus area of the Sumatra Institute of Technology (ITERA) Jati Agung District, South Lampung Regency.
The tool used in field measurements uses a resistivity meter to obtain the value of the potential difference and current. Data
processing uses Progress V3.0 software with output in the form of depth, thickness, and number of layers as well as resistivity values.
The results of data processing are in the form of resistivity values based on azimuth resistivity and the direction of subsurface
lithology changes based on anisotropy values. From the analysis and discussion, it was found that subsurface geological changes
occurred on the N120S trajectory. geological changes that occur based on the anomaly resistivity and anisotropy value.
Keywords : Azimuthal Resisitivity Sounding (ARS), Resistivity, Progress V3.0, Schlumberger Configuration, Geology.
Azimuthal resistivity sounding (ARS) Untuk Menghitung Koefisien Anisotropi di Bawah Permukaan di Lingkungan Kampus Institut Teknologi
Sumatera (ITERA) | 2
Pendahuluan
Saat ini metode geofisika telah banyak digunakan untuk
aplikasi dibawah permukaan termasuk pemetaan geologi,
studi teknik dan lingkungan, serta investigasi hirdogeologis.
Dalam eksplorasi geofisika dilakukan beberapa kajian survei
untuk mengetahui geologi bawah permukaan, hal ini
bertujuan untuk memetakan sifat fisika batuan dalam ilmu
kebumian sebagai parameter instrisik dalam tubuh batuan
[1].
Penyelidikan anomali bawah permukaan dilakukan untuk
menentukan perlapisan, rekahan bawah permukaan, sesar
dan kekar. Adapun survei geofisika yang digunakan dalam
mengetahui sifat fisik bawah permukaan pada penelitian
ialah survei rotasi resistivitas sounding atau dikenal sebagai
azimuth resistivity sounding (ARS), survei ini digunakan
untuk mengukur anisotropi listrik bawah permukaan.
Adapun konsep anisotropi ini digunakan untuk
mendeskripsikan sifat fisik batuan, yang dalam ilmu
kebumian (geoscience) digunakan sebagai parameter
intrinsik dalam tubuh batuan [2]. Sifat perubahan struktur
geologi bawah permukaan atau dikenal sebagai
heterogenitas bawah permukaan dapat di tentukan dengan
konsep anisotropi. Suatu material dikatakan anisotropi
apabila nilai vektor pengukuran dari batuan sangat bervariasi
terhadap arah pengukuran [3]. Sifat anisotropi yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor seperti perlapisan,
rekahan bawah permukaan, sesar dan kekar inilah penting
dalam praktik teknik, geoteknik, hidrogeologi dan
lingkungan karena menyediakan jalur aliran fluida.
Oleh karena itu diperlukan suatu metode geofisika yang
dapat membantu untuk mengidentifikasi nilai anisotropis
bawah permukaan. Metode geofisika merupakan metode
yang bertujuan untuk mengetahui kondisi di bawah
permukaan bumi yang melibatkan pengukuran di atas
permukaan bumi dari parameter-parameter fisika yang
dimiliki oleh batuan di dalam bumi. Metode geofisika yang
digunakan salah satunya yaitu metode geolistrik. Metode
geolistrik merupakan metode geofisika yang bersifat aktif,
karena pengukurannya dilakukan dengan cara
menginjeksikan arus ke dalam bumi, dan merekam nilai
potensial di bawah permukaan. Berdasarkan latar belakang
diatas, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
menentukan struktur lapisan tanah. Pengukuran nilai tahanan
jenis batuan bawah permukaan dapat dilakukan dengan tiga
cara yaitu mapping, sounding, dan imaging / tomografi.
Azimuthal resistivity sounding (ARS) adalah metode
geolistrik yang digunakan untuk identifikasi dan dapat
mengkaraterisasi zona rekahan (fracture zones). Azimuthal
resistivity sounding (ARS) telah diadopsi sebagai metode
geolistrik yang cepat dan efektif untuk menentukan arah
perubahan struktur atau lateral litologi dibawah permukaan
dari nilai anisotropi. Bahkan menurut Lane dkk, Azimuthal
resisitivity lebih sensitif dalam perlakuan medan anisotropi
dibawah permukaan [5]. Azimuthal resisitivity sounding
bertujuan untuk pendugaan struktur geologi dengan
melibatkan pengukuran segala arah dengan memanfaatkan
arah utara atau dengan kata lain pengukuran azimuthal
resistivity dilakukan dengan memutar susunan elektroda
sepanjang 180° atau 360° di sekitar titik pusat dan merekam
pengukuran sepanjang jumlah azimuth yang cukup untuk
mendeteksi variasi resistivitas yang tampak dengan orientasi
[7]. Keuntungan lainnya menurut Watson and Barker, yaitu
bahwa Azimuthal resistivity sounding (ARS) ini dapat
mengukur dua arah saling tegak lurus dalam satu kali
pengambilan data dilapangan [8]. Maka pengukuran untuk
menentukan resistivitas semu dengan dua arah saling tegak
lurus dapat ditentukan dalam satu konfigurasi saja [9]. Hal
ini yang mengakibatkan survei ini lebih efisien.
Asumsi anisotropi adalah karena pengaruh struktur geologi
dapat ditunjukkan oleh besarnya arah anomali resistivitas
yang diperoleh dari diagram kutub. Untuk menyelidiki
apakah anisotropi kemungkinan disebabkan oleh sesar,
penting untuk membedakan antara dua kondisi; jika
resistivitas semu bervariasi dengan orientasi susunan
elektroda tetapi tidak tergantung pada koordinat [10], tanah
bersifat anisotropik dan homogen. Ketika resistivitas semu
tergantung pada koordinat dan orientasi susunan elektroda
[11], tanah adalah anisotropik dan tidak homogen dalam
kasus ini.
Untuk membuktikan hasil pengukuran nilai anisotropi
bawah permukaan dengan survey Azimuthal resistivity
sounding (ARS) dilakukan penelitian dilingkungan kampus
Institut Teknologi Sumatera (ITERA), lokasi pengukuran
berada di dekat kawasan Embung E. Dilakukannya
penelitian di dekat Kawasan Embung E dikarenakan terdapat
litologi pada singkapan di permukaan. Daerah penelitian
yang dilakukan berada di lingkungan kampus Institut
Teknologi Sumatera (ITERA), Kabupaten Lampung Selatan,
Provinsi Lampung. Wilayah penelitian ini berbatasan dengan
wilayah Kota Bandar Lampung. Secara geografis lokasi
penelitian terletak pada posisi 5°21’29.80” S dan
105°18’53.45” E.
Gambar 1. Lokasi pengukuran VES
Azimuthal resistivity sounding (ARS) Untuk Menghitung Koefisien Anisotropi di Bawah Permukaan di Lingkungan Kampus Institut Teknologi
Sumatera (ITERA) | 3
Daerah penelitian ditunjukkan oleh kotak berwarna merah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi struktur
geologi di dalam kawasan kampus Institut Teknologi
Sumatera (ITERA). Sehingga hasil yang diperoleh dapat
menjadi informasi tambahan untuk pemanfaatan wilayah
kampus ITERA.
Gambar 2. Peta geologi regional daerah penelitian
Geologi Daerah Penelitian
Gambar 3. Peta geologi lembar Tanjung karang
Berdasarkan peta geologi lembar Tanjung karang [14],
daerah penelitian merupakan endapan batuan tuf formasi
lampung (Qtl) berumur miosen tengah dan pliosen dengan
komposisi Tuf Berbatu Apung, Tuf Riolitik-dasit, Tuf Pada
Tufit, Batuan Lempung Tufan, dan Batupasir Tufan. Dari
hasil pemetaan geologi dilokasi penelitian menunjukkan
adanya sebaran batuan batupasir tufan dan batu lempung
tufan yang memiliki sifat porositas dan permeabilitas yang
rendah, hal ini dapat menjelaskan bahwa secara geologi
daerah penyelidikan termasuk kedalam kelompok batuan
vulkanoklastik yang merupakan hasil dari endapan batuan
vulkanik.
Metode
Pada penelitian ini pengambilan data geolistrik dilakukan
dengan menggunakan teknik sounding atau vertical
electrical sounding (VES). VES biasa digunakan untuk
pengukuran data geolistrik dengan target berada pada posisi
kedalaman, hal ini dikarenakan teknik ini memiliki
jangkauan peetrasi yang dalam. Titik-titik sounding yang
digunakan pada penelitian ini berjumlah 6 titik lokasi
pengukuran pada titik lokasi yang sama. Titik 1 memiliki
arah bentangan dari utara ke selatan (N-S), titk 2 memiliki
arah bentangan N30S, titik 3 memiliki arah bentangan N60S,
titik 4 memiliki arah bentangan timur ke barat (E-W), titik 5
memiliki arah bentangan N120S, dan titik ke 6 memiliki arah
bentangan N150S. setiap bentangan masing-masing
memiliki panjang lintasan sebesar 120 m. metode geolistrik
menggunakan konfigurasi Schlumberger.
Azimuthal resistivity adalah upaya untuk untuk mengukur
variasi arah sifat listrik. Adapun dalam melakukan azimuthal
resistivity mengamati perubahan resistivitas yang tampak
pada suatu struktur geologi. Struktur geologi ini juga
menunjukkan sifat perilaku anisotropi pada batuan.
Anisotropi adalah perbedaan dalam properti dan parameter
dari suatu objek dalam arah yang berbeda.
Pengukuran resistivitas azimuthal dilakukan dengan
memutar susunan elektroda sepanjang 180 ° atau 360 ° di
sekitar titik pusat dan merekam pengukuran sepanjang
jumlah azimuth yang cukup untuk mendeteksi variasi
resistivitas yang tampak dengan orientasi (Gambar. 4a).
Gambar 4. Pengukuran resistivitas azimuth
Pada metode geolistrik, hal pertama yang kita lakukan adalah
menginput arus listrik ke dalam tanah, dengan menggunakan
2 buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam
tanah dengan jarak tertentu dan mengukur respon formasi
batuan bawah permukaan pada elektroda potensial M dan N.
Perubahan nilai potensial di masing-masing lintasan
menunjukkan ketidaksamaan nilai konduktivitas tanah
dalam menghantarkan arus listrik. Diketahui bahwa semakin
panjang jarak elektroda arus (A dan B) akan menyebabkan
aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan lebih dalam.
Dalam pengukuran adapun data yang diperoleh berupa arus
(I dalam satuan ampere) dan beda potensial (∆V dalam
satuan volt), dengan mengetahui nilai beda potensial dan arus
listrik maka nilai tahanan jenis perlapisan batuan bawah
permukaan dapat diprediksi.
∆𝑉 =𝐼𝜌
2𝜋(
1
𝑟1−
1
𝑟2) − (
1
𝑟3−
1
𝑟4)
𝜌 = 2𝜋 (1
𝑟1−
1
𝑟2) − (
1
𝑟3−
1
𝑟4)
∆𝑉
𝐼
Azimuthal resistivity sounding (ARS) Untuk Menghitung Koefisien Anisotropi di Bawah Permukaan di Lingkungan Kampus Institut Teknologi
Sumatera (ITERA) | 4
𝜌 = 𝐾∆𝑉
𝐼
Dimana K adalah factor geomteri dari konfigurasi elektroda
yang digunakan di lapangan. Rumusan faktor geomteri dapat
dirumuskan sebagai berikut:
𝐾 = 2𝜋
(1
𝑟1−
1𝑟2
) − (1
𝑟3−
1𝑟4
)
Setelah diperoleh nilai 𝜌apparent kemudian dilakukan
pemodelan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak
Progress V3.0. perangkat ini dijalankan dengan
memasukkan parameter ukur berupa elektroda arus dan nilai
𝜌apparent. Setelah semua data terbaca oleh program kemudian
dilakukan forward modelling dan diperoleh kurva hambatan
jenis sebagai fungsi jarak. Langkah selanjutnya melakukan
picking kurva setelah dirasa pemilihan pick kurva sudah
rapih selanjutnya inverse modelling dengan iterasi maksimal
10, untuk mencoba mendekatkan kurva calculated data
kepada observed data dengan nilai RMS dibawah 10%.
Maka akan menghasilkan kurva resistivitas semu terhadap
spasi elektroda pada masing-masing lintasan.
Gambar 5. Konsep anisotropi pada lapisan batuan
Kemudian setelah itu dilakukan perhitungan nilai anisotropi.
Dimana untuk dapat menentukan nilai anisotropi pada tiap-
tiap lapisan batuan di perlukan beberapa parameter,
diantaranya :
a. Konduktansi longitudinal
𝑆𝐿 = ℎ
𝜌= ℎ. 𝜎
Dimana 𝑆𝐿 adalah konduktansi longitudinal, ℎ adalah nilai
masing-masing pada setiap ketebalan lapisan dalam satuan
Meter, 𝜌 adalah nilai resistivitas batuan (Ωm), dan 𝜎 adalah
nilai konduktivitas (S/m).
b. Resistansi transversal
𝑇 = ℎ. 𝜌
𝑇 adalah nilai resistansi transversal (Ohm-meter), ℎ adalah
nilai masing-masing pada setiap ketebalan lapisan dalam
satuan Meter, dan 𝜌 adalah nilai resistivitas batuan (Ωm).
c. Resistivitas longitudinal
𝜌𝐿 =ℎ
𝑠𝐿
𝜌𝐿 merupakan nilai resistivitas longitudinal (Ωm), ℎ adalah
nilai masing-masing pada setiap ketebalan lapisan dalam
satuan Meter, dan 𝑆𝐿 adalah konduktansi longitudinal.
d. Resistivitas transversal
𝜌𝑇 =𝑇
ℎ
𝜌𝑇 merupakan nilai resistivitas transversal (Ωm), 𝑇 adalah
nilai resistansi transversal (Ωm), dan ℎ adalah nilai masing-
masing pada setiap ketebalan lapisan dalam satuan Meter.
e. Resistivitas medium
Nilai resistivitas medium didapat dari hasil perhitungan akar
dari perkalian antara resistivitas longitudinal (Ωm) dan
resistivitas transversal (Ωm).
𝜌𝑀 = √𝜌𝐿 . 𝜌𝑇
Sehingga akan diperoleh persamaan anisotropi dengan
menggunakan rumus sebagai berikut
𝜆 =𝜌𝑇
𝜌𝐿
Dimana persamaan anisotropi di atas menggunakan
persamaan parameter Dar Zarrouk [4].
Setelah didapatkan nilai anisotropi pada tiap-tiap lintasan
kemudian dibuat diagram kurva dengan menggunakan
Microsoft excel.
Hasil dan Pembahasan
Gambar 6. Kurva apparent resistivity sounding vs AB/2
Dari kurva apparent resistivity sounding sepanjang lintasan
pengukuran terhadap jarak elektroda a (AB/2) menjelaskan
bahwa pada pengukuran di titik lokasi yang sama
menunjukkan nilai yang bervariasi, terlihat pada jarak spasi
elektroda AB/2 = 2-10 memiliki variasi resistivitas yang
naik turun, di duga pada adanya pengaruh perubahan geologi
Azimuthal resistivity sounding (ARS) Untuk Menghitung Koefisien Anisotropi di Bawah Permukaan di Lingkungan Kampus Institut Teknologi
Sumatera (ITERA) | 5
di bawah permukaan. Pada jarak spasi elektroda AB/2 = 6
memiliki perubahan nilai resistivitas tinggi sebesar
177.08846 Ωm, sedangkan pada jarak spasi elektroda AB/2
= 10 memiliki nilai resisitivitas rendah sebesar 82.42396
Ωm, besaran nilai resistivitas ini dapat dilihat pada gambar
6. Terlihat pada spasi elektroda AB/2 = 2-10 memperlihatkan
grafik naik turun antar tiap lintasan, hal ini menjelaskan
walaupun pengukuran dilakukan pada titik lokasi yang sama
ternyata memiliki nilai resistivitas yang berbeda antar tiap
lintasan. Perubahan ini didasarkan atas perubahan litologi
geologi dibawah permukaan.
Gambar 7. Hasil pegolahan data resistivitas terhadap
kedalaman untuk lintasan N-S
Gambar 8. Hasil pegolahan data resistivitas terhadap
kedalaman untuk lintasan N30S
Gambar 9. Hasil pegolahan data resistivitas terhadap
kedalaman untuk lintasan N60S
Gambar 10. Hasil pegolahan data resistivitas terhadap
kedalaman untuk lintasan E-W
Gambar 11. Hasil pegolahan data resistivitas terhadap
kedalaman untuk lintasan N120S
Gambar 12. Hasil pegolahan data resistivitas terhadap
kedalaman untuk lintasan N150S
Dapat dilihat dari gambar 7-11 menunjukkan kurva
resistivitas terhadap spasi elektroda, dari kurva ini kita bisa
menentukan perlapisan pada lintasan pengukuran yang telah
kita lakukan.
Azimuthal resistivity sounding (ARS) Untuk Menghitung Koefisien Anisotropi di Bawah Permukaan di Lingkungan Kampus Institut Teknologi
Sumatera (ITERA) | 6
Tabel 1. Nilai RMS pada tiao-tiap lintasan
Layer RMS
Lintasan
N-S
RMS 8.8786%
Lintasan
N30S
RMS 9.8925%
Lintasan
N60S
RMS 12.8940 %
Lintasan E-
W
RMS 2.5751%
Lintasan
N120S
RMS 10.3418%
Lintasan
N150S
RMS 10.5034%
Nilai kesahalan yang cukup kecil (dibawah 10%) ini
menujukkan bahwa data yang diperoleh cukup baik. Untuk
lintasan N-S sampai N150S ini dapat dilihat bahwa hasil
pengolahan data interpretasi litologi bawah permukaan
untuk Panjang lintasan sepanjang 60 meter, menunjukkan
sebaran nilai resistivitas secara lateral pada beberapa
kedalaman. Secara umum nilai tahanan jenis dapat
digolongkan kedalam beberapa lapisan isoresistivitas
(Tahanan jenis sama).
Tabel 2. Hasil pengolahan data resistivitas terhadap
kedalaman pada lintasan N-S
Tabel 3. Hasil pengolahan data resistivitas terhadap
kedalaman pada lintasan N30S
Tabel 4. Hasil pengolahan data resistivitas terhadap
kedalaman pada lintasan N60S
Azimuthal resistivity sounding (ARS) Untuk Menghitung Koefisien Anisotropi di Bawah Permukaan di Lingkungan Kampus Institut Teknologi
Sumatera (ITERA) | 7
Tabel 5. Hasil pengolahan data resistivitas terhadap
kedalaman pada lintasan E-W
Tabel 6. Hasil pengolahan data resistivitas terhadap
kedalaman pada lintasan N120S
Tabel 7. Hasil pengolahan data resistivitas terhadap
kedalaman pada lintasan N150S
Tabel 8. Litologi bawah permukaan di masing-masing
lintasan
Lintasan Litologi
Lintasan
N-S
Untuk lintasan N-S terdiri dari 4 lapisan
litologi dengan kedalaman 0-55m. Lapisan
pertama merupakan lapisan Tuff (113.68
Ωm). Pada lapisan kedua merupakan lapisan
pasir tuffan (48.82 Ωm). Selanjutnya pada
lapisan ketiga adalah lapisan pasir tuffan
(58.84 Ωm). Pada lapisan keempat
merupakan lapisan pasir tuffan (75.21 Ωm)
Lintasan
N30S
Untuk lintasan N30S terdiri dari 4 lapisan
litologi dengan kedalaman 0-47m. Lapisan
pertama merupakan lapisan Tuff (119.31
Ωm). Pada lapisan kedua merupakan lapisan
pasir tuffan (75.64 Ωm). Selanjutnya pada
lapisan ketiga adalah lapisan batulempung
tuffan (40.99 Ωm). Pada lapisan keempat
merupakan lapisan tuffan dengan ukuran butir
kasar dan kompak (545.83 Ωm).
Lintasan
N60S
Untuk Lapisan N60S terdiri dari 3 lapisan
litologi dengan kedalaman 0-42m. Lapisan
pertama merupakan lapisan Tuff (148.45
Ωm). Pada lapisan kedua merupakan lapisan
pasir tuffan (74.76 Ωm). Selanjutnya pada
lapisan ketiga adalah lapisan Tuff (206.12
Ωm).
Lintasan
E-W
Untuk lintasan E-W terdiri dari 3 lapisan
litologi dengan kedalaman 0-48m. Lapisan
pertama merupakan lapisan Tuff (142.41
Ωm). Pada lapisan kedua merupakan lapisan
pasir tuffan (50.71 Ωm). Selanjutnya pada
lapisan ketiga adalah lapisan Tuff (158.40
Azimuthal resistivity sounding (ARS) Untuk Menghitung Koefisien Anisotropi di Bawah Permukaan di Lingkungan Kampus Institut Teknologi
Sumatera (ITERA) | 8
Ωm). Pada lapisan merupakan lapisan pasir
tuffan (22.70 Ωm).
Lebih dari
N120S
Untuk lintasan N120S terdiri dari 4 lapisan
litologi dengan kedalaman 0-45m. Lapisan
pertama adalah lapisan Tuff (208.31 Ωm).
Pada lapisan kedua merupakan lapisan pasir
tuffan (41.54 Ωm). Selanjutnya pada lapisan
ketiga adalah lapisan Tuff (147.32 Ωm). Pada
lapisan keempat merupakan lapisan lempung
tuffan (8.48 Ωm).
Lintasan
N150S
Untuk lintasan N150S terdiri dari 4 lapisan
litologi dengan kedalaman 0-41m. Lapisan
pertama adalah lapisan Tuff (188.47 Ωm).
Pada lapisan kedua merupakan lapisan pasir
tuffan (46.67 Ωm). Selanjutnya pada lapisan
ketiga merupakan lapisan lempung tuffan
(7.53 Ωm).
Gambar 13. Persebaran nilai resistivitas semu dalam arah
azimuth
Dari persebaran nilai resisitivitas yang telah diukur di
lapangan terlihat dari kurva grafik diatas bahwa untuk
lintasan N120S - N300S memiliki nilai resistivitas yang
tinggi sebesar 197.1314286 Ωm pada jarak elektroda AB/2
= 2.5, dan untuk lintasan N60S - N240S memiliki nilai
sebesar 192.372093 Ωm pada jarak elektroda AB/2 = 2.5.
Dimana untuk lintasan N120S – N300S terlihat anomali
perubahan arah Azimuth Resistivity, diduga pada arah
N120S-N300S menunjukkan perubahan geologi di bawah
permukaan.
0
50
100
150
2000
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
Apparent Resistivity Value
AB=2
AB=2.5
AB=3
AB=4
AB=5
AB=6
AB=8
0
100
2000
30
60
90
120
150180
210
240
270
300
330
AB/2=2
0
100
2000
30
60
90
120
150180
210
240
270
300
330
AB/2.5
0
100
2000
30
60
90
120
150180
210
240
270
300
330
AB/3
0
100
2000
30
60
90
120
150180
210
240
270
300
330
AB/4
050
100150
030
60
90
120
150180
210
240
270
300
330
AB/5
0
100
2000
30
60
90
120
150180
210
240
270
300
330
AB/6
050
100150
030
60
90
120
150180
210
240
270
300
330
AB/8
050
100150
030
60
90
120
150180
210
240
270
300
330
AB/8a
0
50
1000
30
60
90
120
150180
210
240
270
300
330
AB/10
0
50
1000
30
60
90
120
150180
210
240
270
300
330
AB/15
0
50
1000
30
60
90
120
150180
210
240
270
300
330
AB/20
0
50
1000
30
60
90
120
150180
210
240
270
300
330
AB/25
Azimuthal resistivity sounding (ARS) Untuk Menghitung Koefisien Anisotropi di Bawah Permukaan di Lingkungan Kampus Institut Teknologi
Sumatera (ITERA) | 9
Gambar 14. Pola persebaran nilai resistivitas semu dalam
arah azimuth dengan jarak spasi elektroda (m)
Nilai resistivitas sebagai fungsi azimuth disajikan
sebagai poligon anisotropi untuk setiap jarak elektroda. Dari
hasil lapangan nilai resistivitas semu dihitung sepanjang
setiap profil dan diplotkan terhadap jarak elektroda (AB/),
pada kurva yang ditunjukkan pada Gambar 5.9 ini kita dapat
melihat nilai resisitivtas untuk masing-masing jarak
elektroda. Nilai resistivitas terhadap jarak elektroda ini
bertujuan untuk menghasilkan kurva resistivitas terhadap
kedalaman dan dapat menentukan litologi bawah
permukaan. . Dimana arah mayoritas Azimuth Resistivity
mengarah ke N60S-N240S, sedangkan anomali ataupun
perubahan geologi mengarah pada arah N120S-N300S.
Terdapat arah kurva ganda (double) pada jarak lintasan AB/2
= 8 dan 50, hal ini dikarenakan terjadi perubahasan spasi
elektroda potensial. Pada jarak elektroda AB/2 = 2.5 ini
menunjukkan nilai resistivitas yang lebih besar daripada
jarak elektroda lainnya, sedangkan pada jarak elektroda
AB/2 = 50a menunjukkan nilai resistivitas yang lebih rendah.
Gambar 15. Schlumberger Array Scatter plot of
Anisotropy versus electrode spacing (depth) for line N-S
Gambar 16. Schlumberger Array Scatter plot of
Anisotropy versus electrode spacing (depth) for line N30S
Gambar 17. Schlumberger Array Scatter plot of
Anisotropy versus electrode spacing (depth) for line N60S
Gambar 18. Schlumberger Array Scatter plot of
Anisotropy versus electrode spacing (depth) for line E-W
y = -0.0151x + 1.7121
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 20 40 60 80
Co
effi
cien
t A
nis
otr
op
y
Electrode Spacing AB/2
Lintasan N-S
y = -0.0184x + 1.5288
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 20 40 60 80Co
effi
cien
t A
nis
otr
op
y
Electrode Spacing AB/2
Lintasan N30S
y = -0.0127x + 1.0753
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
0 20 40 60 80Co
effi
cien
t A
nis
otr
op
y
Electrode Spacing AB/2
Lintasan N60S
y = 0.0393x + 0.735
0
1
2
3
4
5
0 20 40 60 80
Co
effi
cien
t A
nis
otr
op
y
Electrode Spacing AB/2
Lintasan E-W
0
50
1000
30
60
90
120
150180
210
240
270
300
330
AB/30
0
50
1000
30
60
90
120
150180
210
240
270
300
330
AB/50
0
50
1000
30
60
90
120
150180
210
240
270
300
330
AB/50a
0
50
1000
30
60
90
120
150180
210
240
270
300
330
AB/60
Azimuthal resistivity sounding (ARS) Untuk Menghitung Koefisien Anisotropi di Bawah Permukaan di Lingkungan Kampus Institut Teknologi
Sumatera (ITERA) | 10
Gambar 19. Schlumberger Array Scatter plot of
Anisotropy versus electrode spacing (depth) for line N120S
Gambar 20. Schlumberger Array Scatter plot of
Anisotropy versus electrode spacing (depth) for line N150S
Perubahan nilai anisotropi per meter jarak elektroda yang
paling besar dapat dilihat bahwa lintasan N120S memiliki
perubahan yang paling besar, yaitu sebesar 0.0816.
Representasi grafis dari koefisien anisotropi menjelaskan
bahwa nilai yang lebih tinggi pada lintasan N120S ini
sesbesar (λ = 11.16037736) yang diperoleh pada jarak spasi
elektroda AB/2=50. Nilai perubahan anisotropi biasanya
dipengaruhi oleh perubahan kondisi litologi di bawah
permukaan, mungkin disebabkan dari efek patahan / rekahan
di bawah permukaan.
Dari hasil pengolahan data yang telah dibuat diatas
menunjukkan bahwa pada lintasan pengukuran N120S
terlihat perubahan litologi bawah permukaan. Dimana
perubahan litologi ditunjukkan dengan anomali resistivitas,
nilai anisotropi bergantung dari nilai resisitivitas yang
diukur. Resistivitas sebagai fungsi azimuth di sajikan
sebagai poligon anisotropi untuk setiap jarak elektroda.
Koefisien anisotropi dihitung untuk setiap investigasi
kedalaman untuk pengukuran azimuth array Schlumberger.
Pada setiap elektroda bahwa koefisien anisotropi dihitung
untuk berbagai azimuth. Hasilnya dapat dilihat pada gambar
13 dimana polygon ini menjadi lebih elips bentuknya,
menunjukkan semakin tinggi anisotropi di bawah
permukaan. Dalam kasus seperti ini, sumbu utama
mengidentifikasi arah fitur strike di bawah permukaan yang
menimbulkan efek anisotropi. Namun karena penelitian ini
dilakukan hanya pada satu titik lokasi pengukuran saja, jadi
bisa di katakana arah strike ini dengan kata lain
menunjukkan perubahan struktur geologi di bawah
permukaan mengarah N120S - N300S.
Dapat diamati kembali pada gambar 13 bahwa sebagian
besar poligon anisotropi yang diasumsikan berbetuk elips
geometri strike mengarah N120S – N300S. Karena
perubahan nilai anisotropi pada setiap lintasan adalah nol
tidak menunjukkan variasi yang signifikan terhadap
kedalaman.
Kesimpulan
Dengan mengacu kepada hasil penelitian yang telah
diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengambilan data resistivitas untuk masing-masing lintasan
memiliki nilai yang berbeda walaupun titik lokasi
pengambilan data tersebut berada pada titik tengah yang
hanya saja arah lintasannya saja yang berbeda hal itu
berdasarkan metode yang digunakan yaitu azimuthal
resistivity sounding (ARS), yang dimaksud adalah
pengambilan data sounding berdasarkan arah azimuth.
Untuk masing-masing lintasan didominasi oleh litologi
batuan tuff, hal ini didasarkan geologi regional di lokasi
pengukuran.
Berdasarkan data resistivitas yang di dapat pada masing-
masing lintasan diperoleh nilai anisotropi yang berbeda pada
6 lintasan dan menghasilkan perubahan anisotropi disetiap
lintasan, hal ini berdasarkan bahwa pada kenyataannya bumi
sebagai medium hantar listrik tidaklah homogen, sehingga
resistivitas yang terukur merupakan resistivitas semu
(apparent resistivity). Resistivitaas semu yang terukur dapat
berbeda sesuai dengan konfigurasi elektroda yang digunakan
dalam pengukuran.Perubahan nilai anisotropi per meter
jarak elektroda yang paling besar dapat dilihat bahwa
lintasan N120S memiliki perubahan yang paling besar, yaitu
sebesar 0.0816. Representasi grafis dari koefisien anisotropi
menjelaskan bahwa nilai yang lebih tinggi pada lintasan
N120S ini sesbesar (λ = 11.16037736) yang diperoleh pada
jarak spasi elektroda AB/2=50. Berdasarkan teori anisotropi
itu sendiri menjelaskan bahwa untuk media isotropic
homogen λ sama dengan 1, sedangkan media anisotropic
homogen berkisar >1 (lebih dari satu), dimana 𝜌𝑇 lebih besar
dari nilai 𝜌𝐿, karena nilai anisotropi masing-masing lintasan
<1 sehingga terjadi anisotropi heterogen, hal ini berdasarkan
bahwa pada kenyataannya bumi sebagai medium hantar
listrik tidaklah homogen.
Dari hasil pengolahan data yang telah dibuat diatas
menunjukkan bahwa pada lintasan pengukuran N120S
terlihat perubahan litologi bawah permukaan. . Koefisien
anisotropi dihitung untuk setiap investigasi kedalaman untuk
pengukuran azimuth array Schlumberger. . Dalam kasus
seperti ini, sumbu utama mengidentifikasi arah fitur strike di
bawah permukaan yang menimbulkan efek anisotropi. Dapat
diamati kembali pada gambar 13 bahwa sebagian besar
poligon anisotropi yang diasumsikan berbetuk elips
geometri strike mengarah N120S – N300S. Namun karena
penelitian ini dilakukan hanya pada satu titik lokasi
pengukuran saja, jadi bisa di katakana arah strike ini dengan
y = 0.0816x + 1.1282
0
2
4
6
8
10
12
0 20 40 60 80
Co
effi
cien
t A
nis
otr
op
y
Electrode Spacing AB/2
Lintasan N120S
y = 0.0802x + 1.5054
0
2
4
6
8
10
0 20 40 60 80Co
effi
cien
t A
nis
otr
op
y
Electrode Spacing AB/2
Lintasan N150S
Azimuthal resistivity sounding (ARS) Untuk Menghitung Koefisien Anisotropi di Bawah Permukaan di Lingkungan Kampus Institut Teknologi
Sumatera (ITERA) | 11
kata lain menunjukkan perubahan struktur geologi di bawah
permukaan mengarah N120S - N300S.
Jika kita menilik terhadap peta geologi lembar tanjong
karang terlihat bahwa lokasi pengukuran dilalui oleh struktur
sesar yang searah dengan penelitian ini.
Saran
Dalam hasil dan analisis pada penelitian yang telah
dilakukan ini menjelaskan bahwa pada lokasi pengukuran di
sekitar wilayah embung E kampus ITERA dilakukan
pengukuran geolistrik dengan metode konfigurasi
Schlumberger, dengan survey Azimuthal resistivity sounding
mengimplementasikan bahwa terjadi perubahan nilai
resistivitas dan nilai perubahan anisotropi di bawah
permukaan, menjelaskan bahwa terjadi perubahan struktur
geologi di bawah permukaan, namun karena pengukuran
yang dilakukan hanya berpusat pada satu titik lokasi
pengukuran saja, maka diperlukan tambahan data titik
pengukuran di sekitar lokasi wilayah pengukuran, agar dapat
mendukung analisis data pada penelitian ini, sehingga kita
dapat mengetahui apakah implementasi nilai anisotropi
dapat menduga arah perubahan struktur geologi berupa
patahan, rekahan ataupun lipatan. Sehingga saran yang saya
berikan dalam penelitian ini diantaranya penambahan titik
lokasi pengukuran di sekitar lokasi pengukuran pada
penelitian ini, diperlukan tambahan data sintetis / sintetik,
dan kalua perlu dilakukan pengukuran dengan metode
geofisika lainnya yang dapat bermanfaat dalam penentuan
zona struktur geologi di bawah permukaan.
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini merupakan tahap penelitian bagi saya secara
pribadi dalam memahami metode geolistrik untuk
mengidentifikasi struktur geologi dengan metode azimuthal
resistivity sounding (ARS), dalam saya membuat penelitian
ini agar terdapat metode baru dalam meneliti struktur geologi
dengan cara efisien dan menghemat waktu dan biaya,
disbanding dengan metode lainnya, karena tidak perlu lagi
melakukan pengambilan data yang banyak di lokasi titik-titik
pengukuran.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
terkait dalam membantu saya dapat menyelesaikan
penelitian ini dengan sebaik-baiknya.
Daftar Pustaka
[1] Usama Massoud, M. Metwaly, Gad El-Qady, and
Fernando Santos. “Delineation of shallow subsurface
structure by azimuthal resistivity sounding and joint
inversion of ves-tem data: case study near Lake Qaroun, El
Fayoum, Egypt”. Pure appl. geophys. 166 (2009) 701–719.
[2] Eko Wibowo. “Analisa Potensi Shallow Hydrocarbon
pada Formasi Wonocolo Berdasarkan Pendekatan Anisotropi
Resistivitas dan Parameter Dar Zarrouk Daerah
Dangdangilo, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur”. Volume
3, No. 2, Desember 2019 : 76 – 85, e-ISSN : 2549-8681.
[3] Anderson, Barbara, Ian Bryant, Martin Luling, Brian
Spies, Klaus Helbig. 1994. “Oilfield Anisotropy: Its Origins
and Electrical Characteristics”.
[4] Sarung Van-Dycke Asare, Emmanuel Gyasi, and
Bismark Fofie Okyere. “Azimuthal resistivity sounding with
the Symmetric Schlumberger and the Alpha Wenner Arrays
to study subsurface electrical anisotropy variation with
depth”. International Journal of Scientific and Research
Publications, Volume 5, Issue 5, May 2015.
[5] J.W Lane, Jr., F.P. Haeni, and W.M. Watson. “Use of a
Square-Array Direct-Current Resistivity Method to Detect
Fractures in Crystalline Bedrock in New Hampshire”,
Volume 33, No. 3-Ground Water-May-June 1995, page 476-
485.
[6] Rio Andryantoro, Wahju Krisna Hidajat, Dian Agus
Widiarso, and F.X. Yudi Triyono. “Eksplorasi Hidrokarbon
Dengan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger Dan
Konsep Anisotropi, Lapangan Ra, Wilayah Benakat Barat,
Kecamatan Benakat, Kabupaten Muara Enim, Sumatera
Selatan”. Semarang : Universitas Diponegoro, 2013.
[7] Taylor, R. W. and Fleming. A. H. “Characterizing jointed
system by azimuthal resistivity surveys”. Groundwater 26,
464-474. 1988.
[8] Watson, K.A. and R.D Barker. “Differentiating
Anisotropy and Lateral Effect using Azimuthal Resistivity
Offset Wenner Soundings”. Geophysics, Volume 64, No. 3
(May-June 1999), page 739-745.
[9] Tsokas, G.N., P.I. Tsourlos, and J.E. Szymansky.
“Square Array Resistivity Anomalies and Inhomogeneity
Ratio Calculated by the Finite-Element Method”.
Geophysics, Volume 62, page 426-435. 1997.
[10] Bolshakov, D. K., Modin, I. N., Pervago, E. V., and
Shevnin, V. A. “Separation of anisotropy and inhomogeneity
influence by the spectral analysis of azimuthal resistivity
diagrams”, 3rd Meeting Environmental and Engineering
Geophysical Society European Section, Aarhus, Denmark,
Proceedings 1997, pp. 147–150.
[11] Habberjam, G. M., and Watkins, G. E. “The use of a
square configuration in resistivity prospecting”, geophys.
Prospect. 15, 445–467. 1967.
[12] Agung Cahyono, dan Gatot Yuliyanto. “Estimasi Arah
Strike menggunakan Metode Resistivitas Konfigurasi
Persegi”. ISSN : 1410- 9662, Vol 10. , No.1, Januari 2007,
hal 45-51.
[13] Fransiskha W Prameswari, A. Syaeful Bahri, and
Wahyudi Parnadi. “Analisa Resistivitas Batuan dengan
Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep
Anisotropi”. Jurnal Sains Dan Seni ITS Vol. 1, No. 1, (Sept.
2012) ISSN: 2301-928X.
Azimuthal resistivity sounding (ARS) Untuk Menghitung Koefisien Anisotropi di Bawah Permukaan di Lingkungan Kampus Institut Teknologi
Sumatera (ITERA) | 12
[14] G. V. Keller, dan F. C Frischknecht. “Electrical
Methods in Geophysical Prospecting”. Pergamon Press,
1966.
[15] N. B. Christensen. “Difficulties in Determining
Electrical Anisotropy in Subsurface Investigations”,
Geophys. Prospect. 48, 1 – 19, 2000.
[16] S. A. Mangga, Amirudin, T. Suwarti, S. Gafoer, dan
Sidarto. “Peta Geologi Lembar Tanjungkarang, Sumatera,
Skala 1:250.000”. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung, 1993.
[17] Bella Restu Juliarka dan Mochamad Iqbal. “Model
Gayaberat 2D Untuk Mengungkap Struktur Geologi Bawah
Permukaan Pada Daerah Panas Bumi Natar”. Bulletin
Sumber Daya Geologi : Volume 15, Nomor 1 – 2020 : 39 –
49.
[18] N. R. Cameron, M. C. G. Clarke, D. T. Aldiss, J. A.
Aspden, and A. Djunuddin. “The geological evolution of
Northern Sumatra. Proc”. Indonesian Petrol. Assoc. 9, 149-
188, 1980.
[19] J. A. Katili. “Past and present geotectonic position of
Sulawesi, Indonesia”. Tectonophys. 45, 289 322, 1978.
[20] Susumu Nishumura, and S. Suparka. “Tectonic
Development of East Indonesia”. Journal of Southeast Asian
Earth Sciences, Vol. 1, No. 1, pp. 45-57, 1986.
[21] Bilal Al Farishi, Muhamad Ragil Setiawan, and
Wijayanti Ashuri. “Penentuan Letak Saringan Pada
Sumur Bor Dan Desain Konstruksinya Di Area
Kampus Institut Teknologi Sumatera (Itera)”.
KURVATEK Vol. 4. No. 2, November 2019, pp.19-
24.
[22] Rizka, and Soni Satiawan. “Investigasi Lapisan Akuifer
Berdasarkan Data Vertical Electrical Sounding (Ves) Dan
Data Electrical Logging; Studi Kasus Kampus ITERA”.
Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, Volume 17,
Nomor 2, Agustus 2019 : 91 – 100.
[23] Tara Shinta Dewi. “Metode Geolistrik Metode
Resistivitas Konfigurasi”. Universitas Pembangunan
Nasional ‘Veteran’, Yogyakarta, 2011.
[24] Cahyo Hidayah. “Pengolahan Manual Metode
Geolistrik Resistivity Konfigurasi Schlumberger”.
Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’, Yogyakarta,
2015.
[25] A. Gambacorta, dan CD Barnet. “Anisotropi Dalam
Penginderaan Jauh Komprehensif”. Britannica, Redaktur
Encyclopaedia. Encyclopaedia Britannica, Encyclopaedia
Britannica, Inc, 2017.
[26] Anonymus. “Institut Teknologi Sumatera”. Blogspot,
2018.
[27] Suyono, S. “Hidrologi untuk pengairan”. PT. Pradnya
Paramita, Jakarta. 1978.
[28] Maemuna, S., Darsono., dan Legowo, B.,
“Identifikasi Akuifer di Sekitar Kawasan Karst
Gombong Selatan Kecamatan Buayan Kabupaten
Kebumen Dengan Metode Geolistrik Schlumberger”,
Jurnal Fisika dan Aplikasinya, Vol 13 Nomor 2, 2017.