atma sukabumi - referat terapi insulin terhadap bayi bblr - eric - 2011061176
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2,500 gram yang ditimbang pada saat lahir. BBLR merupakan salah satu faktor
utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. Di negara
berkembang banyak BBLR dengan IUGR karena ibu berstatus gizi buruk.1,2
Angka BBLR secara nasional belum tersedia, walaupun demikian proporsi
BBLR dapat diketahui berdasarkan hasil estimasi dari Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SKDI). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, mendata
berat badan bayi baru lahir dalam 12 bulan terakhir. Dari penimbangan berat bayi
waktu lahir, 11.5% lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram atau BBLR.
Tiga provinsi dengan persentase BBLR tertinggi adalah Papua sebesar 27%,
Papua Barat sebesar 23.8% dan NTT sebesar 20.3%. tiga provinsi dengan BBLR
terendah adalah Bali sebesar 5.8%, Sulawesi Barat sebesar 7.2% dan Jambi
sebesar 7.5%. jika dilihat dari jenis kelamin, persentase BBLR lebih tinggi pada
bayi perempuan dibandingkan laki-laki yaitu masing-masing 13% dan 10%. Pada
Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), terutama kelahiran dengan usia
kehamilan muda, insidensi hiperglikemia cukup tinggi (20% hingga 86%).1,3
Hiperglikemia adalah peningkatan glukosa darah >150mg/dL. Glukosa
adalah sumber energi utama pada fetus, dan didapat melalui difusi terfasilitasi
melewati plasenta. Glukosa disimpan sebagai glikogen yang hanya diproduksi
pada trimester ketiga. Pada BBLR, memiliki simpanan glikogen yang terbatas.
Hiperglikemia neonatus dapat disebabkan oleh peningkatan produksi glukosa,
uptake oleh GLUT (glucose transporter) yang rendah, dan infus glukosa eksogen.4
BBLR dapat menimbulkan kelainan pada insulin seperti adanya defek pada
sel beta yang tidak mampu mengubah pro-insulin menjadi insulin, maupun
penurunan kemampuan tubuh untuk memproduksi insulin sehingga mengganggu
proses katabolisme dan anabolisme yang berpengaruh pada sistem metabolisme
tubuh sehingga menimbulkan hiperglikemia. BBLR yang disebabkan oleh bayi
prematur juga dapat menyebabkan hiperglikemia akibat maturitas pankreas yang
1
terganggu. Hiperglikemia jika tidak segera ditangani dapat menyebabkan kelainan
sistem imun dan gangguan metabolisme lemak, sehingga diperlukan pemberian
terapi insulin secara dini.3,5,6
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Berat Bayi Lahir
Berat bayi lahir merupakan salah satu tolak ukur yang digunakan untuk
menentukan usia gestasi. Berat bayi lahir dapat digolongkan menjadi berat normal
dan berat bayi lahir rendah (BBLR). Berat normal berada dalam rentang 2.500
gram hingga 4.000 gram, sedangkan BBLR adalah berat bayi yang kurang dari
2.500 gram (termasuk berat bayi sampai 2.499 gram). BBLR dapat digolongkan
lagi menjadi bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat bayi 1.000
gram hingga 1.500 gram (termasuk berat bayi sampai 1.499 gram) dan bayi berat
lahir sangat amat rendah (BBLSAR) yaitu kurang dari 1.000 gram (termasuk berat
bayi sampai 999 gram).7
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa mempedulikan usia gestasi. BBLR dapat dikarenakan oleh
prematuritas, atau intra uterine growth restriction (IUGR). Tetapi tidak selalu
bayi dengan berat lahir rendah prematur atau menderita IUGR. Prematuritas
didefinisikan sebagai kelahiran yang biasanya terjadi setelah 20 minggu lengkap
dan sebelum 37 minggu lengkap. Dapat juga didefinisikan sebagai bayi dengan
berat lahir 500-2499 gram. Kriteria lain berupa panjang kepala ke tumit kurang
dari 47 cm, dan diameter oksipitofrontalis kurang dari 11.5 cm.2,8
IUGR adalah istilah untuk fetus yang tidak berkembang sesuai ekspektasi di
dalam rahim. Namun tidak semua IUGR berada di bawah persentil kesepuluh dan
dikategorikan sebagai small gestational age (SGA). IUGR dapat dibagi menjadi
dua, yaitu IUGR simetris dan asimetris. IUGR simetris adalah ketika lingkar
kepala, panjang badan, dan berat badan secara proporsional berkurang untuk usia
kehamilannya. Sedangkan IUGR asimetris merupakan rendahnya berat badan
dibandingkan dengan proporsi panjang badan dan lingkar kepala, lingkar kepala
dan panjang badan lebih dekat dengan persentil yang diharapkan untuk usia
kehamilan dibandingkan dengan berat badan.6
3
Selain menggunakan klasifikasi tersebut, dapat pula digunakan diagram
klasifikasi neonatus untuk mengukur berat bayi, panjang badan bayi dan lingkar
kepala bayi (Tabel 2.1). Persentil berat bayi dilakukan dengan menentukan usia
kehamilan ibu saat melahirkan, dan menarik garis lurus secara vertikal dan
mempertemukan dengan garis horizontal dari berat bayi lahir, sehingga
didapatkan titik pertemuan antara usia kehamilan ibu saat melahirkan dan berat
bayi lahir. Titik pertemuan tersebut merupakan persentil berat badan bayi.
Persentil panjang badan bayi didapatkan dengan menentukan usia kehamilan ibu
saat melahirkan, dan menarik garis lurus secara vertikal dan mempertemukan
dengan garis horizontal dari panjang badan bayi, sehingga didapatkan titik
pertemuan antara usia kehamilan ibu saat melahirkan dan panjang badan bayi.
Begitu pula dengan lingkar kepala bayi, dengan mempertemukan garis antara usia
kehamilan ibu saat melahirkan dan lingkar kepala bayi sehingga didapatkan
persentil lingkar kepala.8
Klasifikasi berdasarkan berat bayi, panjang badan bayi dan lingkar kepala
dapat digolongkan menjadi large for gestational age (LGA) dengan persentil
diatas 90, appropriate for gestational age (AGA) antara persentil 10 hingga 90,
dan small for gestational age (SGA) dengan persentil di bawah 10.8,9
4
Gambar 2.1. Klasifikasi neonatus (kedua jenis kelamin) berdasarkan pertumbuhan
intrauterin dan usia gestasi.8
5
2.2. Metabolisme Glukosa
Glukosa adalah sumber energi utama untuk perkembangan janin.
Homeostasis glukosa selama hidup janin tergantung sepenuhnya pada transfer
glukosa melalui plasenta. Pada orang dewasa, metabolisme glukosa telah
berkembang dengan baik, namun pada bayi selama dalam kandungan kebutuhan
glukosa bayi dipenuhi oleh ibu. Insulin dapat terdeteksi pada darah janin dan
sintesis glikogen dimulai setelah 13 minggu kehamilan atau pada usia kehamilan
trimester kedua. Di minggu ke-20, pankreas janin dapat melepaskan insulin
sebagai respons terhadap glukosa dan asam amino. Memasuki trimester ketiga
kandungan lemak janin mencapai 16% dari berat badan saat lahir. Glikogen dan
lemak yang terdeposit merupakan sumber glukosa untuk perubahan metabolik
ketika lahir.10
Begitu bayi lahir dan tali pusat dipotong, bayi harus mempertahankan kadar
glukosanya sendiri. Kadar glukosa bayi akan turun dengan cepat (1-2 jam pertama
kelahiran) yang sebagian digunakan untuk menghasilkan panas dan mencegah
hipotermia.1 Dalam 2-3 jam cadangan glukosa pada hepar habis, kemudian terjadi
proses glikogenolisis bila terdapat persediaan glikogen yang cukup.10,11
Produksi glukosa endogen sekitar 8 mg/kg/menit pada bayi cukup bulan,
dan 6 mg/kg/menit pada bayi kurang bulan. Kecepatan produksi ini merupakan
panduan dalam kecepatan infus glukosa pada nutrisi parenteral. Pada BBLR,
simpanan glikogennya terbatas. Tetapi di sisi lain, BBLR memiliki kebutuhan
energi yang lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal.3
2.2.1. Respon endokrin saat lahir
Terputusnya tali pusat diikuti oleh respon endokrin terhadap stres
yang ditandai dengan meningkatnya katekolamin (3-10 kali pada plasma),
peningkatan kadar glukagon plasma, reseptor glukagon dan peningkatan
kadar kortisol plasma. Tingkat insulin plasma menurun dan mengarah pada
insulin rendah jika dibandingkan dengan glukagon yang sangat penting
untuk merangsang hepatika glikogenolisis dan glukoneogenesis. Glukagon
dan katekolamin mengakibatkan glikogenolisis, lipolisis dan
glukoneogenesis. Glukokortikoid bertindak secara sinergis dengan glukagon
6
dan katekolamin, selain itu juga terjadi pemecahan protein otot dan lipolisis,
sehingga meningkatkan ketersediaan substrat glukoneogenik.11
2.2.2. Perubahan metabolisme
Bayi baru lahir tidak dapat mencerna makanan dalam jumlah cukup
sehingga akan membuat glukosa dari glikogen (glikogenolisis). Hal ini
hanya terjadi jika bayi mempunyai persediaan glikogen yang cukup. Bayi
yang sehat akan menyimpan glukosa sebagai glikogen, terutama dalam hati,
selama beberapa bulan terakhir kehidupan di rahim. Jika mengalami
hipotermia maka persediaan glikogen akan digunakan dalam jam pertama
kelahiran sehingga penting untuk menjaga bayi tetap dalam keadaan hangat.
Keseimbangan glukosa tidak sepenuhnya tercapai hingga 3-4 jam pertama
pada bayi cukup bulan yang sehat. Jika semua persediaan digunakan pada
jam pertama, otak bayi dalam keadaan beresiko. Di samping itu, bayi yang
baru lahir kurang bulan, hambatan pertumbuhan dalam rahim, dan distress
janin selain hipoglikemia, terkadang juga beresiko mengalami hiperglikemia
akibat proses katabolisme yang berlebihan untuk menyediakan energi yang
adekuat untuk organ-organ tubuh yang bergantung glukosa seperti otak,
jantung dan sel-sel darah.5
2.3. Hiperglikemia
Pada bayi BBLSR, sering ditemukan hiperglikemia di awal kehidupan
postnatal. Dengan lebih dari ¾ bayi BBLSR memiliki konsentrasi glukosa
melebihi 150 mg/dL dan ⅓ bayi sering memiliki konsentrasi glukosa lebih dari
180 mg/dL.5
2.3.1.Hiperglikemia pada bayi berat lahir rendah
Secara garis besar, hiperglikemia pada bayi berat lahir rendah dapat
disebabkan oleh adanya respon insulin yang bervariasi, produksi glukosa
endogen dari hepar yang persisten, dan resistensi insulin akibat sistem
enzim glikogenolisis yang imatur. Setelah bayi lahir dan sumber energi
utama dari ibu berhenti, bayi menjaga homeostasis glukosanya dengan
7
bantuan hormon regulasi glukosa yang mempengaruhi glikogenolisis oleh
hati dan glukoneogenesis. Homeostasis ini mungkin belum berfungsi normal
pada masa transisi dan lebih menonjol pada bayi yang memiliki simpanan
metabolisme dan respon hormonal yang terbatas, contohnya pada bayi
kurang bulan, bayi dengan pertumbuhan terhambat, dan bayi yang tidak
sehat.6,11,12,13,14
Hiperglikemia juga dapat terjadi akibat proses katabolisme yang
berlebihan untuk menyediakan energi yang adekuat untuk organ-organ
tubuh yang tergantung pada glukosa seperti otak, jantung dan sel-sel darah.
Selain itu, hiperglikemia merupakan masalah yang biasa terjadi pada
pemberian nutrisi parenteral total pada bayi berat lahir rendah, karena meski
mendapat nutrisi parenteral total, ternyata produksi glukosa oleh hepar bayi
tidak berkurang.11
Neonatus, terutama neonatus kurang bulan yang tidak sehat juga dapat
menunjukan sekresi insulin yang lebih rendah atau terlambat sebagai respon
dari pemberian glukosa. Resistensi insulin berkaitan dengan imaturitas atau
down regulation dari reseptor perifer.3,15
Produksi glukosa dalam jumlah cepat dan waktu yang singkat dapat
diakibatkan oleh peningkatan katekolamin yang berhubungan dengan
kelahiran. Level katekolamin meningkat pada clinical stress seperti infeksi,
distres pernapasan, dan hipoksia. Selain itu, faktor inflamasi seperti sitokin
dapat mencegah kerja sinyal insulin dan reseptornya, menyebabkan
resistensi insulin.12,16,17
2.3.2. Hiperglikemia akibat stress
Terjadinya hiperglikemia pada keadaan stress merupakan kombinasi
dari berbagai faktor, yaitu pelepasan yang berlebihan dari counter
regulatory hormone seperti glukagon, hormon pertumbuhan, katekolamin,
glukokortikoid, dan sitokin seperti interleukin (IL)-1, IL-6, dan tumor
necrosis factor-α (TNF–α), dektrosa dan nutrisi sebagai terapi penunjang
pada pasien dengan keadaan kritis, adanya defisiensi insulin relatif, dan
lemahnya pengambilan glukosa perifer.18
8
Glukagon adalah mediator hormonal primer dari glukoneogenesis.
Pada pasien dengan keadaan kritis, kadar glukagon serum meningkat secara
signifikan, hal ini disebabkan oleh stimulasi adrenergik oleh katekolamin
dan sitokin. Baik sitokin, TNF- α , IL-1 maupun katekolamin secara
independen dan sinergis juga berperan dalam meningkatkan produksi
glukosa hati. Glukagon dan katekolamin memulai glikogenolisis, lipolisis
dan glukoneogenesis. Sedangkan glukokortikoid mempengaruhi kerja
insulin lewat induksi ekspresi dari faktor-faktor transkripsi yang berkaitan
dengan sintesis glikogen dan lemak. Keberadaan glukokortikoid
meningkatkan proses glukoneogenik lewat pemecahan protein otot dan
lipolisis.10
Pada saat hiperglikemia dapat terjadi beberapa mekanisme yang
menyebabkan kerusakan sel, yaitu peningkatan pembentukan advance
glycation end product (AGE): pembentukan dari AGE bertentangan
dengan intergritas target sel dalam modifikasi fungsi protein atau dengan
menginduksi produksi receptor-mediated dari reactive oxygen species,
yang dapat menyebabkan perubahan pada ekspresi gen serta peningkatan
aliran jalur hexosamine dimana pada hiperglikemia, glukosa semakin
banyak memasuki hexosamine-pathway, produk akhir dari jalur ini adalah
substrat yang diperlukan untuk faktor transkripsi intraseluler, yang
mempengaruhi ekspresi dari banyak gen. Jalur ini berhubungan dengan
disfungsi endotelial dan mikrovaskular.18
2.3.3.Risiko hiperglikemia
Mekanisme yang menyebabkan kerusakan sel akibat hiperglikemia
adalah akibat penumpukan intraseluler dari reactive oxygen specimen
(ROS). Kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan perbedaan potensial
akibat tingginya proton pada rantai respiratori mitokondria, yang
mengakibatkan terjadinya penumpukan ROS.11
Selain itu, hiperglikemia yang menetap atau berkepanjangan pada
masa kritis dapat meningkatkan risiko kematian akibat gagal jantung, infark
9
miokard, stroke iskemik dan hemoragik sehingga berakhir dengan
kegagalan fungsi berbagai organ.19
2.4. Hipoglikemia pada Neonatus
Pada neonatus, tidak selalu ada korelasi jelas antara konsentrasi
glukosa darah dengan manifestasi klinis klasik dari hipoglikemia.
Hipoglikemia dapat menyebabkan kerusakan otak melalui proses hipoksia
dan iskemia. Oleh karena itu, direkomendasikan kadar glukosa darah yang
kurang dari 50 mg/dL ditatalaksana dengan sebaik-baiknya, terutama pada
2-3 jam pertama kehidupan disaat kadar glukosa pada keadaan normal
mencapai level terendah. Dalam 12-24 jam berikutnya, seharusnya glukosa
mulai meningkat dan mencapai nilai >50 mg/dL atau lebih. Pada bayi yang
lebih tua dan pada anak-anak, kadar glukosa darah <50 mg/dL menandakan
hipoglikemia.19
2.5. Insulin
Insulin adalah hormon protein yang disekresi oleh sel beta pankreas yang
berfungsi sebagai sinyal hormonal. Insulin disekresi sebagai respon dari
peningkatan kadar glukosa darah dan asam amino, serta mendukung efiensi
penyimpanan dan pengunaan dari molekul dengan cara mengontrol transpor dari
metabolit serta ion melewati membran sel. Sekresinya juga dipengaruhi oleh
hormon pencernaan dan aktivitas saraf otonom. Umumnya, setiap keadaan yang
mengaktivasi saraf adrenergik seperti pada hipoksia, hiportemia, operasi, dan luka
bakar berat, menekan sekresi insulin lewat perangsangan reseptor α2 adrenergik.
Sekresi insulin juga dirangsang kuat oleh glukosa oral. Insulin membantu
masuknya glukosa, asam lemak, dan asam amino ke dalam sel, membantu sintesis
glikogen, protein, dan lipid, menghambat glukoneogenesis, degradasi glikogen,
degradasi protein, dan lipolisis.20
Resistensi insulin dapat disebabkan oleh IL-1 dan TNF-α. Namun meski ada
resistensi insulin perifer, kadar insulin biasanya normal. Hal ini dapat disebabkan
adanya peningkatan aktivasi dari reseptor sel-α pada pankreas yang menghasilkan
glukagon yang menghambat pelepasan insulin. Kadar insulin biasanya normal
ataupun menurun meski ditemukan resistensi insulin perifer. Selain itu
10
katekolamin juga berperan dalam menghambat pengikatan insulin dengan
transporter insulin. Glukokortikoid mengganggu pengambilan glukosa pada otot-
otot rangka dan hormon pertumbuhan menghambat jalur insulin dengan
mengurangi reseptor.13
2.5.1 Pemberian insulin terhadap bayi berat lahir rendah
Periode perinatal diketahui merupakan periode penting dalam
perkembangan pancreas, dan jika terdapat prematuritas maka akan mengganggu
sekresi dan sensitivitas insulin. Pada bayi dengan berat badan lahir rendah terjadi
penurunan dari jumlah glukosa intrasel yang merupakan akibat dari jumlah insulin
postnatal yang rendah, pada saat hal itu terjadi maka akan terjadi proses
katabolisme yang menyebabkan hiperglikemia.4,5
Selain itu dapat pula terjadi resistensi insulin akibat dari kurangnya nutrisi
seperti glukosa pada bayi dengan berat lahir rendah, dimana bahan metabolik
yang digunakan yaitu laktat, sehingga jaringan tubuh yang sensitif insulin menjadi
tidak peka lagi, dan menyebabkan resistensi insulin.4,21,22
Begitu pula pada bayi prematur yang memiliki berat badan lahir rendah
beresiko mengalami hiperglikemia yang merupakan pertanda adanya defisiensi
insulin yang berdampak pada proses anabolisme. Dalam kedua masalah ini,
penggunaan insulin secara dini dapat mencegah hiperglikemia yang dapat juga
berdampak pada sistem imunitas, metabolisme lipid, serta meningkatkan Insulin
Like Growth Factor (IGF-1) yang dapat mencegah timbulnya Retinopathy of
Prematurity serta meningkatkan pertumbuhan otak.4,5,21,23
2.6 Prinsip Tatalaksana Gangguan Metabolisme Glukosa
2.6.1 Hiperglikemia
Tatalaksana hiperglikemia pada pada neonatus meliputi restriksi
glukosa dan terapi insulin eksogen. Resting energy expenditure pada bayi
prematur adalah sebesar 60 kkal/kg/hari dengan total konsumsi glukosa
basal tubuh sebesar 0,2 mmol/kg/menit (3,7 mg/kg/menit). Bayi ELBW
yang stabil diestimasi membutuhkan kecepatan suplai glukosa sebesar 6
mg/kg/menit dengan tambahan 2-3 mg/kg/menit untuk mendukung
anabolisme protein. Meskipun begitu, kebutuhan bayi yang sakit di NICU
11
lebih tinggi. Restriksi glukosa pada keadaan ini dapat menyebabkan
kehilangan kalori dan perkembangan postnatal yang suboptimal sehingga
restriksi glukosa tidak dipilih.12
Kapasitas maksimal oksidasi glukosa pada neonatur sebesar 12
mg/kg/menit. Bila di atas nilai tersebut, maka terjadi konversi glukosa ke
lemak. Konversi ini meningkatkan penggunaan energi dan oksigen, serta
meningkatkan produksi karbondioksida. Dengan demikian, glucose infusion
rate pada neonatur prematur ditarget antara 6-12 mg/kg/menit, tergantung
pada stabilitas klinis dan gestasi.12
Dosis bolus insulin infusion adalah 0,05-0,1 unit/kg setiap 4-6 jam yang
diinfus dalam 15 menit melalui syringe pump. Sementara untuk dosis
continuous insulin infusion adalah 0,01-0,2 unit/kg/jam dengan dosis awal
biasanya 0,05 unit/kg/jam. Pada continuous insulin infusion gula darah
diperiksa setiap 30 menit hingga stabil untuk mengatur kecepatan infus. Jika
kadar gula darah tetap >180 mg/dL, maka dititrasi dalam increments sebesar
0,01 unit/kg/jam. Jika terjadi hipoglikemia, infus insulin dihentikan dan
diberikan bolus IV 10% D pada dosis 2 ml/kg. Pemberian insulin secara
subkutan jarang dilakukan kecuali pada diabetes neonatorum. Dosisnya
adalah 0,1-0,2 unit/kg setiap 6 jam. Gula darah dimonitor pada jam pertama,
kedua, dan keempat. Kadar kalium juga dimonitor setiap 6 jam.24
Infus insulin ini dapat menyebabkan hipoglikemia dan hipokalemia.
Selain itu, penggunaan insulin untuk meningkatkan uptake nutrisi dapat
menyebabkan asidosis laktat.12
12
Gambar 2.2. Algoritma penanganan hiperglikemia
2.6.2 Hipoglikemia
Pada bayi dengan hipoglikemia asimptomatik awalnya diberikan ASI.
Jika tidak tersedia ASI, dapat diberikan susu formula. Gula darah diperiksa
30-60 menit kemudian sebelum pemberian makan berikutnya untuk
memastikan euglikemia. Bila bayi asimptomatik dengan gula darah <25
mg/dL dan setelah dicoba pemberian ASI satu kali masih kurang dari 40
mg/dL, maka dimulai pemberian infus glukosa IV. Influs glukosa juga
diberikan bila terdapat kontraindikasi pemberian makanan enteral, dan bila
bayi menjadi simptomatik.25
Pada bayi dengan hipoglikemia simptomatik diberikan bolus 10%
dekstrosa IV dengan dosis 2 ml/kg, dilanjutkan infus desktrosa dengan GIR
6 mg/kg/menit. Gula darah diperiksa 15-30 menit setelahnya. Jika gula
darah >45 mg/dL, frekuensi pemeriksaan dapat dikurangi dari setiap jam
menjadi 4-6 jam. Bila GIR sudah mencapai 4 mg/kg/menit dan bayi
euglikemik, infus dapat dihentikan. Namun bila gula darah <45 mg/dL, GIR
ditingkatkan 2 mg/kg/menit setiap 15-30 menit dengan pengecekan berulang 13
kadar gula darah hingga >45 mg/dL. Jika tidak ada kontraindikasi
pemberian makan oral, ASI atau susu formula tetap diberikan dan
proporsinya meningkat bersamaan dengan tapering infus.25
14
BAB III
KESIMPULAN
Hiperglikemia pada bayi berat lahir rendah dapat disebabkan oleh adanya respon
insulin yang bervariasi, produksi glukosa endogen dari hepar yang persisten, dan
resistensi insulin akibat sistem enzim glikogenolisis yang imatur. Tingginya kadar
glukosa darah dapat memberikan prognosis yang kurang baik karena glukosa yang
menumpuk akan menghasilkan zat-zat yang merugikan tubuh, serta dapat
mengganggu metabolisme dalam tubuh, serta sistem imunitas tubuh.
Tata laksana yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan insulin pada
bayi agar glukosa yang menumpuk dalam sirkulasi darah dapat mencapai target
organ, serta memelihara asupan gizi yang baik. Pemberian terapi insulin dilakukan
bila setelah menurunkan glucose delivery rate di bawah 9 mg/kg/menit, kadar
glukosa darah tetap mencapai 360 mg/dL atau lebih, atau bila gula darah berkisar
antara 230-240 mg/dL disertai glukosuria ≥ 3+ (≥1000 mg/dL). Pemberian terapi
insulin harus disertai dengan pemantauan glukosa darah sewaktu dengan ketat
dikarenakan adanya risiko hipoglikemia.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen kesehatan republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2008.
Jakarta. 2009.
2. Nadhifah, Laily, Yasin, Hasbi, Sugito. Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi bayi berat lahir rendah dengan model regresi logistik biner
menggunakan metode biyes (studi kasus di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Semarang). Jurnal Gaussia 2012;1(1):125-34.
3. ElHassan NO, Kaiser JR. Parenteral nutrition in the neonatal intensive care
unit. NeoReviews 2011;12(3):130–40.
4. Decaro MH, Vain NE. Hyperglycaemia in preterm neonates: What to know,
what to do. Early Human Development 2011;87:S19–S22.
5. Beardsall K, Dunger D. Insulin therapy in preterm newborns. Early Human
Development 2008;84(12):839–42.
6. Smith VC. The high-risk newborn: anticipation, evaluation, management
and outcome. Cloherty JP, Eichenwald EC, Hansen AR, Stark AR. Manual
of neonatal care. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
2011:74-90.
7. World Health Organization, UNICEF. Low birthweight: country, regional
and global estimates. Geneva : New York: WHO ; UNICEF; 2004.
8. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG. Newborn physical examination.
Neonatology: management, procedures, on-call problems, diseases, and
drugs. Edisi ke 6. New York: McGraw-Hill Medical 2009:31-42.
9. Alexandrou G, Skiold B, Karlen J, Tessma MK, Norman M, Aden U, et al.
Early hyperglycemia is a risk factor for death and white matter reduction in
preterm infants. Pediatrics 2010;125(3):584–91.
10. Stoll BJ, Adam-Chapman I. The high-risk infant. Di dalam : Kliegman RM,
Jenson HB, Marchdante KJ, Behrman RE, editor. Nelson Textbook of
Pediatrics. Edisi ke-18. Philadelphia: WB Saunders Company 2007:698-
711.
16
11. D Giugliano, A Ceriello, K Esposito. Glucose metabolism and
hyperglycemia. Am J Clin Nutr 2008;87(suppl):217S–22S)
12. Kairamkonda VR, Khashu M. Controversies in the management of
hyperglycemia in the ELBW infant. Indian Pediatrics 2008;45(1):29–38.
13. Olefsky JM, Glass CK. Macrophages, inflammation, and insulin resistance.
Annual Review of Physiology 2010;72(1):219–46.
14. Snigerman S, Taeusch HW. Evaluation and care of the normal newborn. Di
dalam : Taeusch HW, Gleason CA, Ballard RA, editor. Avery’s diseases of
the newborn. Edisi ke-8. Philadelphia: Elsevier Saunders 2012:304.
15. Singh S, Shrestha S, Marahatta S. Incidence and risk factors of low birth
weight babies born in Dhulikhel Hospital. Journal of Institute of Medicine
2011;32(3):39-42.
16. Van der Lugt NM, Smits-Wintjens VE, van Zwieten PH, Walther FJ. Short
and long term outcome of neonatal hyperglycemia in very preterm infants: a
retrospective follow-up study. BMC Pediatrics 2010;10(1):52.
17. Sumithra M. Maternal nutrition and low birth weight – what is really
important? Indian Journal Med Res 2009;600-8.
18. Bornfeldt KE, Tabas I. Insulin Resistance, Hyperglycemia, and
Atherosclerosis. Cell Metabolism 2011 Nov;14(5):575–85.
19. Hays SP, Smith EO, Sunehag AL. Hyperglycemia Is a Risk Factor for Early
Death and Morbidity in Extremely Low Birth-Weight Infants. Pediatrics
2006 Nov 1;118(5):1811–8.
20. Suherman SK. Insulin dan Antidiabetik Oral. Di dalam : Gunawan SG,
editor. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2007.
21. S. Kashyap, R.A. Polin. Insulin infusions theraphy in very low-birthweight
infants. New England Journal Medicine 2008;359(18):1951-53.
22. Rotteveel J, Van Weissenbruch MM, Delemarre-Van de Waal HA.
Decreased insulin sensitivity in small for gestational age males treated with
GH and preterm untreated males: a study in young adults. European Journal
of Endocrinology 2008;158(6):899–904.
17
23. Eichenwald EC, tark AR. Management and outcomes of very low birth
weight. New England Journal of Medicine 2008;358(16):1700–11.
24. Wilker RE. Hypoglycemia and Hyperglycemia. Cloherty JP, Eichenwald
EC, Hansen AR, Stark AR. Manual of neonatal care. Edisi ke-7.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins 2011:541-50.
25. Praveen K, Shiv SS. An Update on neonatal hypoglycemia. Rigobelo E.
Hypoglycemia - causes and occurrences. Edisi ke-1. India : InTech 2011:
55-84.
18