asuhan kebidanan pada an. “b” umur 3 tahun dengan sindrom …

14
33 Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019 ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. “B” UMUR 3 TAHUN DENGAN SINDROM NEFROTIK Randiana Hoar 1 , Ardiyanti Hidayah 2 12 STIKes Husada Jombang ABSTRAK Sindrom nefrotik (SN) merupakan penyakit ginjal terbanyak pada anak. Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan adanya proteinuria, hipoproteinemia, edema, dan hiperlipidemia. Sindrom nefrotik yang paling banyak dijumpai pada anak (usia 2-14 tahun) adalah sindrom nefrotik primer, yaitu jenis Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM) (Kliegman RM, 2011; 1801-7). Menurut WHO, 2015 Insidens sindrom nefrotik adalah 2 kasus per tahun tiap 100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi kumulatif 16 kasus tiap 100.000 anak. Pada anak-anak berumur kurang dari 16 tahun paling sering ditemukan nefropati lesi minimal yaitu 75%-85% di mana 80% dari pasien berusia kurang dari 6 tahun dan saat diagnosis dibuat dengan umur rata-rata 2,5 tahun (WHO, 2016). Angka kejadian sindrom nefrotik di Indonesia tahun 2015 dilaporkan terdapat 6 per 100.000 anak per tahun. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) terjadi pada 85-90% pasien di bawah usia 6 tahun. (Depkes RI, 2016). Angka kejadian sindrom nefrotik di Jatim tahun 2015 dilaporkan terdapat 3 per 100.000 anak per tahun. (Dinkes Jatim, 2016). Dari data yang diambil di Ruang Anak RSUD Jombang tercatat 1123 kasus pada bulan Januari sampai Maret 2017. Dengan angka kejadian : DHF 306 kasus (27,25%), bronkopnemonia 258 kasus (22,97%), typoid fever 149 kasus (13,27%), faringitis akut 118 kasus (10,51%), GEA 113 kasus (10,06%), talasemia 85 kasus (7,57%), morbili 35 kasus (3,12%), sindrom nefrotik 22 kasus (1,96%), asma bronkiale 19 (1,69%) dan lain-lain 18 kasus (1,60%). (Data Angka Kesakitan Anak RSUD Jombang Bulan Januari Sampai Maret 2017) KATA KUNCI : SYNDROM NEFROTIK

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. “B” UMUR 3 TAHUN DENGAN SINDROM …

33

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019

ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. “B” UMUR 3 TAHUN DENGAN

SINDROM NEFROTIK

Randiana Hoar1, Ardiyanti Hidayah2

12STIKes Husada Jombang

ABSTRAK

Sindrom nefrotik (SN) merupakan penyakit ginjal terbanyak pada anak.

Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan adanya

proteinuria, hipoproteinemia, edema, dan hiperlipidemia. Sindrom nefrotik yang

paling banyak dijumpai pada anak (usia 2-14 tahun) adalah sindrom nefrotik

primer, yaitu jenis Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM) (Kliegman RM,

2011; 1801-7). Menurut WHO, 2015 Insidens sindrom nefrotik adalah 2 kasus per

tahun tiap 100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi

kumulatif 16 kasus tiap 100.000 anak. Pada anak-anak berumur kurang dari 16

tahun paling sering ditemukan nefropati lesi minimal yaitu 75%-85% di mana

80% dari pasien berusia kurang dari 6 tahun dan saat diagnosis dibuat dengan

umur rata-rata 2,5 tahun (WHO, 2016). Angka kejadian sindrom nefrotik di

Indonesia tahun 2015 dilaporkan terdapat 6 per 100.000 anak per tahun.

Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Sindrom nefrotik

kelainan minimal (SNKM) terjadi pada 85-90% pasien di bawah usia 6 tahun.

(Depkes RI, 2016). Angka kejadian sindrom nefrotik di Jatim tahun 2015

dilaporkan terdapat 3 per 100.000 anak per tahun. (Dinkes Jatim, 2016). Dari data

yang diambil di Ruang Anak RSUD Jombang tercatat 1123 kasus pada bulan

Januari sampai Maret 2017. Dengan angka kejadian : DHF 306 kasus (27,25%),

bronkopnemonia 258 kasus (22,97%), typoid fever 149 kasus (13,27%), faringitis

akut 118 kasus (10,51%), GEA 113 kasus (10,06%), talasemia 85 kasus (7,57%),

morbili 35 kasus (3,12%), sindrom nefrotik 22 kasus (1,96%), asma bronkiale 19

(1,69%) dan lain-lain 18 kasus (1,60%). (Data Angka Kesakitan Anak RSUD

Jombang Bulan Januari Sampai Maret 2017)

KATA KUNCI : SYNDROM NEFROTIK

Page 2: ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. “B” UMUR 3 TAHUN DENGAN SINDROM …

33

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019

PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN)

merupakan penyakit ginjal terbanyak

pada anak. Sindrom nefrotik adalah

suatu kumpulan gejala yang ditandai

dengan adanya proteinuria,

hipoproteinemia, edema, dan

hiperlipidemia. Sindrom nefrotik

yang paling banyak dijumpai pada

anak (usia 2-14 tahun) adalah

sindrom nefrotik primer, yaitu jenis

Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal

(SNKM) (Kliegman RM, 2011;

1801-7). Pada anak usia kurang dari

2 tahun, jenis sindrom nefrotik

berkaitan dengan sindrom nefrotik

kongenital, sedangkan anak usia

lebih dari 14 tahun berkaitan dengan

penyakit ginjal sekunder. Namun,

pada umumnya klasifikasi yang

sering digunakan adalah berdasarkan

respon terapi terhadap steroid yaitu

Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid

(SNSS) dan Sindrom Nefrotik

Resisten Steroid (SNRS). (Widajat,

2011; 252-9). Semua penyakit yang

mengubah fungsi glomerulus

sehingga mengakibatkan kebocoran

protein (khususnya albumin) ke

dalam ruang Bowman akan

menyebabkan terjadinya sindrom ini.

Etiologi SN secara garis besar dapat

dibagi 3, yaitu kongenital,

glomerulopati primer/idiopatik, dan

sekunder mengikuti penyakit

sistemik seperti pada purpura

Henoch-Schonlein dan lupus

eritematosus sitemik. Sindrom

nefrotik pada tahun pertama

kehidupan, terlebih pada bayi berusia

kurang dari 6 bulan, merupakan

kelainan kongenital (umumnya

herediter) dan mempunyai prognosis

buruk. Pada tulisan ini hanya akan

dibicarakan SN idiopatik.

Menurut WHO, 2015

Insidens sindrom nefrotik adalah 2

kasus per tahun tiap 100.000 anak

berumur kurang dari 16 tahun,

dengan angka prevalensi kumulatif

16 kasus tiap 100.000 anak. Pada

anak-anak berumur kurang dari 16

tahun paling sering ditemukan

nefropati lesi minimal yaitu 75%-

85% di mana 80% dari pasien

berusia kurang dari 6 tahun dan saat

diagnosis dibuat dengan umur rata-

rata 2,5 tahun (WHO, 2016). Angka

kejadian sindrom nefrotik di

Indonesia tahun 2015 dilaporkan

terdapat 6 per 100.000 anak per

tahun. Perbandingan antara anak

laki-laki dan perempuan adalah 2:1.

Sindrom nefrotik kelainan minimal

(SNKM) terjadi pada 85-90% pasien

di bawah usia 6 tahun. (Depkes RI,

Page 3: ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. “B” UMUR 3 TAHUN DENGAN SINDROM …

34

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019

2016). Angka kejadian sindrom

nefrotik di Jatim tahun 2015

dilaporkan terdapat 3 per 100.000

anak per tahun. (Dinkes Jatim,

2016). Dari data yang diambil di

Ruang Anak RSUD Jombang tercatat

1123 kasus pada bulan Januari

sampai Maret 2017. Dengan angka

kejadian : DHF 306 kasus (27,25%),

bronkopnemonia 258 kasus

(22,97%), typoid fever 149 kasus

(13,27%), faringitis akut 118 kasus

(10,51%), GEA 113 kasus (10,06%),

talasemia 85 kasus (7,57%), morbili

35 kasus (3,12%), sindrom nefrotik

22 kasus (1,96%), asma bronkiale 19

(1,69%) dan lain-lain 18 kasus

(1,60%). (Data Angka Kesakitan

Anak RSUD Jombang Bulan Januari

Sampai Maret 2017)

Sindrom nefrotik bisa

digolongkan kepada 2 yaitu sindrom

nefrotik primer atau idiopatik dan

sindrom nefrotik sekunder. Pada

sindrom nefrotik primer, faktor

etiologinya tidak diketahui atau

idiopatik dan sesuai dengan

namanya, sindrom nefrotik ini secara

primer terjadi akibat kelainan pada

glomerulus itu sendiri tanpa ada

penyebab lain. Golongan ini paling

sering dijumpai pada anak. Sindrom

nefrotik primer dibagi lagi menurut

gambaran histopatologik berdasarkan

istilah dan terminologi menurut

rekomendasi International Study of

Kidney Diseases in Children, ISKDC

pada tahun 2011. Sindrom nefrotik

sekunder pula ditimbulkan oleh

berbagai penyakit misalnya penyakit

metabolik seperti diabetes mellitus

atau amiloidosis, infeksi seperti

sifilis, malaria, atau hepatitis,

penyakit sistemik bermediasi

imunologik contohnya lupus

eritematosus sistemik atau

sarkoidosis, neoplasma, ataupun

disebabkan bahan kimia atau efek

samping dari obat-obatan.

Manifestasi klinis dari sindrom

nefrotik yang utama adalah

protenuria. Pronteinuria akan

menyebabkan manifestasi klinik

lainnya, seperti edema,

hipoalbuminemia, dan

hiperkolesterolemia. Kondisi

hipoalbuminemia ini menyebabkan

manifestasi klinik selanjutnya yaitu

edema yang akan berkaitan pula

dengan kondisi berat badan anak

dengan sindrom nefrotik tersebut

(Noer, 2010). Komplikasi yang

terjadi sindrom nefrotik antara lain :

Penurunan volume intravakular

(syok hipovolemik), Kemampuan

koagulasi yang berlebihan

Page 4: ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. “B” UMUR 3 TAHUN DENGAN SINDROM …

35

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019

(thrombosis vena), Perburukan

pernafasan (berhubungan dengan

retensi cairan), Kerusakan kulit,

Infeksi sekunder, trauma infeksi

kulit, Peritonitis (berhubungan

dengan asites), Efek samping steroid

yang tidak diinginkan. (Noer, S, M,

dkk, 2013; 16)

Saat ini pengobatan yang

telah ada untuk anak dengan SN

dinilai belum maksimal dan masih

terus dicari penatalaksanaan terbaik.

Penatalaksanaan SN dengan

menggunakan kortikosteroid dan diet

standar sebenarnya telah dapat

memperbaiki kondisi klinis penderita

SN, termasuk kondisi proteinuria dan

hipoalbuminemia. Namun,

peningkatan kadar albumin yang

dicapai memerlukan waktu selama 4

minggu, yang dalam rentang waktu

pengobatan tersebut, penderita SN

masih dalam keadaan

hipoalbuminemia. Hal ini akan

mengakibatkan fungsi-fungsi vital

yang diperankan oleh albumin dalam

tubuh akan terganggu. Oleh karena

itu selain terapi dengan steroid dan

diet standar, diperlukan pula

pemberian asupan protein tambahan

untuk mempercepat peningkatan

kadar albumin serum. (Wirya; 2009;

412). Kortikosteroid merupakan obat

pilihan utama pengobatan awal

sindrom nefrotik walaupun terdapat

obat-obat alternatif lain. Sindrom

nefrotik dengan relaps berikutan

waktu dosis steroid diturunkan atau

dalam 14 hari sesudah pengobatan

steroid dihentikan diklasifikasikan

sebagai sindrom nefrotik sensitif

steroid sementara sindrom nefrotik

bila dengan dosis penuh sampai 4

minggu tidak remisi, maka penderita

didiagnosis dengan sindrom nefrotik

resisten steroid (non responsif

steroid) dan harus diberi

imunosupresif non-steroid lain.

Kebanyakan pasien mengalami

relaps berulang atau multipel,

sehingga berisiko mengalami efek

samping akibat toksisitas steroid,

infeksi sistemik, dan komplikasi lain.

Sebagian kecil pasien dengan

sindrom nefrotik resisten steroid juga

berisiko mengalami efek samping

yang sama seperti pada pasien

sindrom nefrotik sensitif steroid dan

dapat disertai komplikasi insufisiensi

renal (Naoyuki et al. 2008).

Berdasarkan dari latar

belakang dan data di atas maka

penulis tertarik untuk menyusun

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul

“Asuhan Kebidanan Pada An. “B”

Umur 3 Tahun Dengan Sindrom

Page 5: ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. “B” UMUR 3 TAHUN DENGAN SINDROM …

36

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019

Nefrotik Di Ruang Anak RSUD

Jombang”.

Berdasarkan permasalahan

pada latar belakang yang ada, maka

penulis dapat merumuskan masalah

yaitu “Bagaimana melaksanakan

Asuhan Kebidanan Pada An. “B”

Umur 3 Tahun Dengan Sindrom

Nefrotik Di Ruang Anak RSUD

Jombang?”

Mampu menerapkan

gambaran yang nyata melalui pola

pikir ilmiah dalam melaksanakan

asuhan kebidanan sesuai teori dan

praktek pada anak dengan sindrom

nefrotik dengan menggunakan

manajemen SOAP serta

mendapatkan pengalaman secara

nyata.

Manfaat temuan dari hasil

karya tulis ilmiah bagi

perkembangan ilmu pengetahuan

(akademik) adalah dapat

dimanfaatkan oleh ilmuwan lain

dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan dan teknologi, dan seni

serta diaplikasikan dalam asuhan

keprofesian. (Nursalam, 2013: 209)

Metode penulisan yang

digunakan penulis dalam penulisan

karya tulis ilmiah adalah secara

deskriptif yaitu metode penulisan

dengan mengumpulkan data

sebanyak-banyaknya mengenai

faktor-faktor yang merupakan

pendukung terhadap kualitas data,

menganalisa dan kemudian di tulis

dalam bentuk narasi (Hidayat, Aziz

Alimul. 2009 : 2) yang dibuat

berdasarkan keadaan situasi yang

nyata dengan tujuan pemecahan

masalah.

Adapun teknik yang

digunakan dalam pengumpulan data

adalah sebagai berikut : wawancara,

pemeriksaan fisik, observasi, studi

kepustakaan, studi dokumentasi

Dalam penyusunan Karya

Tulis Ilmiah ini, dalam pengambilan

kasus dilakukan di Ruang Anak

RSUD Jombang, tanggal 11 April

2017 pada jam 10.00 WIB

Dalam penulisan karya tulis

ilmiah ini dibuat sistematika

penulisan sebagai berikut : BAB I

PENDAHULUAN, BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, BAB III

TINJAUAN KASUS, BAB IV

PEMBAHASAN, BAB V

PENUTUP, DAFTAR PUSTAKA,

LAMPIRAN

TINJAUAN PUSTAKA

Sindrom Nefrotik (SN) ialah

penyakit dengan gejala edema,

proteinuria, hipoalbuminemia dan

Page 6: ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. “B” UMUR 3 TAHUN DENGAN SINDROM …

37

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019

hiperkolesterolemia. (Staf Pengajar

Ilmu Kesehatan Anak, 2012; 832)

Penyakit tersebut ditandai dengan

sindrom klinik yang terdiri dari

beberapa gejala yaitu proteinuria

masif (>40 mg/m2LPB/jam atau

rasio protein/ kreatinin pada urin

sewaktu >2 mg/mg atau dipstick ≥

2+), hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL,

edema, dan hiperkolesterolemia.

(Widajat, 2011; 252-9) Sindroma

nefrotik adalah status klinis yang

ditandai dengan peningkatan

permeabilitas membrane glomerolus

terhadap protein, yang

mengakibatkan kehilangan protein

urinarius yang massif (Wong,

Donna. L. 2013) Sindroma nefrotik

merupakan kumpulan gejala yang

disebabkan oleh adanya injury

glomerular yang terjadi pada anak

dengan karakteristik proteinuria,

hypoproteinuria, hypoalbuminemia,

hyperlipidemia dan edema (Suriadi

& Rita Yulianni, 2011). Sebab yang

pasti belum diketahui. Akhir-akhir

ini di anggap suatu penyakit auto

immune. Jadi merupakan suatu

reaksi antigen-anti bodi. SN pada

umumnya dapat muncul sejak

pertama kehidupan, tetapi biasanya

mulai dari umur 2 tahun, dan angka

kejadian SN terbanyak pada anak

berumur antara 3 – 4 tahun dengan

rasio lelaki dan perempuan 2 : 1.

(Susalit, E, dkk; 2013; 67) Hal

tersebut juga sesuai dengan kasus ini,

penderita adalah seorang anak laki-

laki berumur 3 tahun, anak tersebut

juga pernah sakit seperti ini dan

dirawat di RS saat berumur 2 tahun,

kemudian sembuh dan sekarang

kambuh lagi. Meningkatkan

permeabilitas dinding kapiler

glomerular akan berakibat pada

hilangnya protein plasma dan

kemudian akan terjadi proteinuria.

Kelanjutan dari proteinuria

menyebabkan hypoalbuminemia.

Dengan menurunya albumin, tekanan

osmotic plasma menurun sehingga

cairan intravascular berpindah ke

dalam interstisial. Perpindahan

cairan tersebut menjadikan volume

cairan intravascular berkurang

sehingga menurunkan jumlah aliran

darah ke renal karena hypovolemi.

Menurunya aliran darah ke renal,

ginjal akan melakukan kompensasi

dengan merangsang produksi rennin

angiotensin dan peningkatan sekresi

antidiuretik hormone (ADH) dan

sekresi aldosteron yang kemudian

terjadi retensi natrium dan air.

Dengan retensi natrium dan air akan

menyebabkan edema. Terjadi

Page 7: ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. “B” UMUR 3 TAHUN DENGAN SINDROM …

38

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019

peningkatan cholesterol dan

triglyceride serum akibat dari

peningkatan stimulasi produksi

lipoprotein karena penurunan plasma

albumin atau penurunan ontotik

plasma. Adanya hyperlipidemia juga

akibat dari meningkatnya produksi

lipoprotein dalam hati yang timbul

oleh karena kompensasi hilangnya

protein dan lemak akan banyak

dalam urine (lipiduria). Menurunya

respon imun karena sel imun

tertekan, kemungkinan di sebabkan

oleh karena hypoalbunemia,

hyperlipidemia atau difesiensi seng.

Ada 2 hipotesis yang menjelaskan

terjadinya retensi Natrium dan

Edema pada sindrom nefrotik

Hipotesis “UNDERFILL” Menurut

hipotesis ini proteinuria masih

menyebabkan terjadinya

hipoalbuminemia dan tekanan

onkotik plasma menurun. Cairan

berpindah dari intravaskuler ke

jaringan interstisial sehingga terjadi

edema dan hipovolemia.

Hipovolemia merangsang sistem

saraf simpatis, sistem rennin-

angiotensin-aldosteron (RAAS).

Aldosteron akan mereabsorpsi garam

dan air di tubulus ginjal, dengan

tujuan menambah volume cairan

intravaskular, tetapi karena tekanan

onkotik plasma tetap rendah maka

cairan di kapiler akan berpindah lagi

ke interstisial sehingga edema makin

bertambah. Dalam proses ini akibat

adanya hipovolemia juga terjadi

perangsangan terhadap hormon

antidiuretik (ADH) dan peptida

natriuretik atrial (ANP = Atrial

Natriuretic peptide). ADH meningkat

hingga menambah retensi air, ANP

menurun dengan akibat terjadi

retensi Natrium di tubulus. Hipotesis

“OVERFILL” Pada hipotesis ini

mekanisme utama adalah defek

tubulus primer di ginjal (intra renal).

Di tubulus distal terjadi restensi

natrium (primer) dengan akibat

terjadi hipervolemia dan edema. Jadi

edema terjadi akibat overfilling

cairan ke jaringan interstisial. Pada

hipotesis overfill karena terjadi

hipervolemia, sistem RAAS

(aldosteron) akan menurun.

Demikian pula ADH tetapi kadar

ANP meningkat karena tubulus

resisten terhadap ANP. Akibatnya

retensi Na tetap berlangsung dengan

akibat terjadi edema. Kelompok

pertama (underfill) disebut juga tipe

nefrotik dan yang paling sering

terjadi SN kelainan minimal. Pada

keadaan ini retensi Na dan air

bersifat sekunder, terhadap

Page 8: ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. “B” UMUR 3 TAHUN DENGAN SINDROM …

39

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019

hipovolemia dan kadar renin dan

aldosteron menurun, ANP rendah

atau normal. Kelompok kedua

(overfill) disebut tipe Nefritik

biasanya dijumpai pada SN bukan

kelainan (BKM) atau

glomerulonefritis kronik. SN BKM

pada dasarnya memang suatu

glomerulonefritis kronik. Selain

adanya hipervolemia juga sering

dijumpai hipertensi, kadar renin dan

aldosteron rendah atau normal dan

ANP tinggi. (Susalit, E, dkk; 2013;

68). Pengobatan : Istirahat cukup

sampai edema tinggal sedikit.

Dietetik, Diuretik, Kortikosteroid,

Antibiotika. Penatalaksanaan medis

untuk sindom nefrotik mencakup

komponen perawatan berikut ini :

Pemberian kortikosteroid (prednison)

dengan dosis 2 mg/kg/per hari sesuai

program. Penggantian protein (dari

makanan atau 25% albumin).

Pengurangan edema melalaui terapi

diuretic dan restriksi narium (diuretic

hendaknya dilakukan secara cermat

untuk mencegah terjadinya

penurunan volume intravaskuler,

pembentukan thrombus dan

ketidakseimbangan elektrolit).

Rumatan keseimbangan elektrolit.

Inhibitor enzim pengkonverensi–

angiotensin (menurunkan banyaknya

protein–uria pada glomerulonefritis

membrosa). Agens pengalkilasi

(sitotoksik) – klorambusil dan

siklofostamid (untuk sindroma

nefrotik tergantung steroid dan

pasien yang sering mangalami

kekambuhan). Obat nyeri (untuk

mangatasi ketidaknyamanan

berhubungan dengan edema dan

terapi invasive). Antibiotic untuk

mencegah infeksi. Terapi albumin

jika oral dan output urin kurang.

Pembatasan sodium jika anak

hypertensi (Susalit, E, dkk; 2013, 79)

Istilah tumbuh kembang

sebenarnya mencakup 2 peristiwa

yang sifatnya berbeda, tetapi saling

berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu

pertumbuhan dan perkembangan.

Sedangkan pengertian mengenai apa

yang diamaksud dengan

pertumbuhan dan perkembangan

definisi adalah sebagai berikut:

Pertumbuhan (growth) berkaitan

dengan masalah perubahan dalam

besar, jumlah, ukuran atau dimensi

tingkat sel, organ maupun individu,

yang bisa diukur dengan ukuran

berat (gram, pound, kilogram),

ukuran panjang (cm, meter), umur

tulang dan keseimbangan metabolik

(retensi kalsium dan nitrogen tubuh).

Perkembangan (development) adalah

Page 9: ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. “B” UMUR 3 TAHUN DENGAN SINDROM …

40

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019

bertambahnya kemampuan (skill)

dalam struktur dan fungsi tubuh yang

lebih kompleks dalam pola yang

teratur dan dapat diramalkan, sebagai

hasil dari proses pematangan. Disini

menyangkut adanya proses

diferensiasi dari sel-sel tubuh,

jaringan tubuh, organ-organ dan

sistem organ yang berkembang

sedemikian rupa sehingga masing-

masing dapat memenuhi fungsinya.

Termasuk juga perkembangan emosi,

intelektual dan tingkah laku sebagai

hasil interaksi dengan

lingkungannya. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa pertumbuhan

mempunyai dampak terhadap aspek

fisik, sedangkan perkembangan

berkaitan dengan pematangan fungsi

organ/ individu. Walaupun demikian,

kedua peristiwa itu terjadi secara

sinkron pada setiap individu.

Sedangkan untuk tercapainya

tumbuh kembang yang optimal

tergantung pada potensi biologisnya.

Tingkat tercapainya potensi biologis

sesorang, merupakan hasil interaksi

berbagai faktor yang saling

berkaitan, yaitu faktor genetik,

lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial

dan perilaku. Proses yang unik dan

hasil akhir yang berbeda-beda yang

memberikan ciri tersendiri pada

setiap anak. Tujuan Ilmu Tumbuh

Kembang adalah mempelajari

berbagai hal yang berhubungan

dengan segala upaya untuk menjaga

dan mengoptimalkan tumbuh

kembang anak baik fisik, mental, dan

sosial. Juga menegakkan diagnosis

dini setiap kelainan tumbuh kembang

dan kemungkinan penanganan yang

efektif, serta mencari penyebab dan

mencegah keadaan tersebut. Mencari

penyebab dan mencegah keadaan

tersebut. Periode penting dalam

tumbuh kembang anak adalah masa

balita. Karena pada masa ini

pertumbuhan dasar yang akan

mempengaruhi dan menentukan

perkembangan anak selanjutnya.

Pada masa balita ini perkembangan

kemampuan berbahasa, kreativitas,

kesadaran sosial, emosional dan

intelegensia berjalan sangat cepat

dan merupakan landasan

perkembangan berikutnya.

Perkembangan moral serta dasar-

dasar kepribadian juga dibentuk pada

masa ini. Bahkan ada sarjana yang

mengatakan bahwa “the child is the

father of the man”. Sehingga setiap

kelainan atau penyimpangan sekecil

apapun apabila tidak terdeteksi

apalagi tidak ditangani dengan baik,

akan mengurangi kualitas sumber

Page 10: ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. “B” UMUR 3 TAHUN DENGAN SINDROM …

41

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019

daya manusia kelak kemudian hari.

Dalam perkembangan anak terdapat

masa kritis, dimana diperlukan

rangsangan/ stimulasi yang berguna

agar potensi berkembang, sehingga

perlu mendapat perhatian.

Perkembangan psiko-sosial sangat

dipengaruhi lingkungan dan interaksi

antara anak dengan orang tuanya/

orang dewasa lainnya.

Perkembangan anak akan optimal

bila interaksi sosial diusahakan

sesuai dengan kebutuhan anak pada

berbagai tahap perkembanganya,

bahkan sejak bayi masih di dalam

kandungan. Sedangkan lingkungan

yang tidak mendukung akan

menghambat perkembangan anak.

(Nursalam, 2010; 41)

TINJAUAN KASUS

Pada data subyektif

didapatkan An. ”B” umur 3 tahun

badannya bengkak. Pada riwayat

kesehatan sekarang didapatkan ibu

pasien mengatakan sejak seminggu

yang lalu anaknya menderita sakit

panas dan pada tanggal 09 April

2017 seluruh badan bengkak

sehingga pada hari itu keluarga

memutuskan untuk membawa pasien

ke RSUD Jombang untuk mendapat

perawatan.

Pada data obyektif

didapatkan keadaan umum : lemah,

kesadaran : composmentis, TTV :

Nadi : 120x/menit, Suhu : 37,5C,

RR : 23x/menit, BB : 18 kg, TB :

100 cm, Status gizi : baik.

Pemeriksaan fisik khusus didapatkan

Muka : Pucat oedem, Mata :

konjungtiva pucat, oedema, Mulut :

Mukosa bibir kering, stomatitis,

tidak caries, Genetalia : Bersih, jenis

kelamin perempuan, Ekstremitas atas

: tangan kanan terpasang infus D5

1/4 NS. 500 cc / 24 jam.

Pemeriksaan laboratorium

didapatkan : Proteinuria : +++

(positif 3), Sediment : leukosit 2 – 4/

LPB, eritrosit 0 – 1/ LPB, dan epitel

penuh/ LPK. Protein total serum : 3,8

mg/100 mL Albumin : 2,0 mg/100

mL. Cholesterol total : 361 mg/100

mL. Ureum : 35,2 mg/100 mL,

Creatinin : 0,16 mg/100 mL. Hb :

11,8 gr/dL, Trombosit :

591.000/mm3, Ht : 35%, Leukosit :

13.100/mm3, LED : 80 mm/jam.

Pada analisa ditemukan

diagnosa An “B” umur 3 tahun

dengan sindrom nefrotik.

Pada penatalaksanaan sudah

dilakukan sesuai dengan rencana

meliputi: Melakukan pendekatan

terapeutik kepada orang tua pasien

Page 11: ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. “B” UMUR 3 TAHUN DENGAN SINDROM …

42

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019

dengan komunikasi “5S” yaitu

senyum, salam, sapa, sentuh, sopan.

Menjelaskan pada ibu hasil

pemeriksaan. Memberi HE tentang

nutrisi. Memberitahukan pada ibu

tentang kebersihan diri dan

menganjurkan pada ibu agar selalu

menjaga kebersihan minuman dan

makanan, serta mencuci tangan

sebelum dan sesudah makan.

Menganjurkan kepada keluarga

pasien untuk kompres air biasa pada

seluruh tubuh anak (jika suhu anak >

37,5C) dan memberi contoh pada

ibu memakai baju anaknya yang tipis

agar suhunya menurun.

Menganjurkan kepada ibu pasien

bedrest total yang teratur sampai

oedemanya berkurang. Memberitau

ibu pasien tentang menghindari

makanan yang asin karena

mengandung yodium. Menganjurkan

ibu pasien untuk memberikan minum

yang banyak pada anaknya.

Kolaborasi dengan pasien dan tenaga

kesehatan dalam pemberian terapi

PEMBAHASAN

Jadi tidak terdapat

kesenjangan antara tinjauan pustaka

dengan tinjauan kasus dikarenakan

An. ”B” badannya bengkak. Jadi

tidak ada kesenjangan antara tinjauan

pustaka dengan tinjauan kasus

karena didapatkan oedem pada

muka. Dengan demikian pada

langkah ini tidak ditemukan adanya

kesenjangan antara tinjauan pustaka

dengan tinjauan kasus. Jadi pada

langkah ini tidak ditemukan adanya

kesenjangan antara tinjauan pustaka

dengan tinjauan kasus karena

penatalaksanaan dilakukan sesuai

rencana.

PENUTUP

Pada data subyektif

didapatkan An. ”B” umur 3 tahun

badannya bengkak. Pada riwayat

kesehatan sekarang didapatkan ibu

pasien mengatakan sejak seminggu

yang lalu anaknya menderita sakit

panas dan pada tanggal 09 April

2017 seluruh badan bengkak

sehingga pada hari itu keluarga

memutuskan untuk membawa pasien

ke RSUD Jombang untuk mendapat

perawatan. Pada data obyektif

didapatkan keadaan umum : lemah,

kesadaran : composmentis, TTV :

Nadi : 120x/menit, Suhu : 37,5C,

RR : 23x/menit, BB : 18 kg, TB :

100 cm, Status gizi : baik.

Pemeriksaan fisik khusus didapatkan

Muka : Pucat oedem, Mata :

konjungtiva pucat, oedema, Mulut :

Page 12: ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. “B” UMUR 3 TAHUN DENGAN SINDROM …

43

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019

Mukosa bibir kering, stomatitis,

tidak caries, Genetalia : Bersih, jenis

kelamin perempuan, Ekstremitas atas

: tangan kanan terpasang infus D5

1/4 NS. 500 cc / 24 jam.

Pemeriksaan laboratorium

didapatkan : Proteinuria : +++

(positif 3), Sediment : leukosit 2 – 4/

LPB, eritrosit 0 – 1/ LPB, dan epitel

penuh/ LPK. Protein total serum : 3,8

mg/100 mL Albumin : 2,0 mg/100

mL. Cholesterol total : 361 mg/100

mL. Ureum : 35,2 mg/100 mL,

Creatinin : 0,16 mg/100 mL. Hb :

11,8 gr/dL, Trombosit :

591.000/mm3, Ht : 35%, Leukosit :

13.100/mm3, LED : 80 mm/jam.

Pada analisa ditemukan diagnosa An

“B” umur 3 tahun dengan sindrom

nefrotik. Pada penatalaksanaan sudah

dilakukan sesuai dengan rencana

meliputi: Melakukan pendekatan

terapeutik kepada orang tua pasien

dengan komunikasi “5S” yaitu

senyum, salam, sapa, sentuh, sopan.

Menjelaskan pada ibu hasil

pemeriksaan. Memberi HE tentang

nutrisi. Memberitahukan pada ibu

tentang kebersihan diri dan

menganjurkan pada ibu agar selalu

menjaga kebersihan minuman dan

makanan, serta mencuci tangan

sebelum dan sesudah makan.

Menganjurkan kepada keluarga

pasien untuk kompres air biasa pada

seluruh tubuh anak (jika suhu anak >

37,5C) dan memberi contoh pada

ibu memakai baju anaknya yang tipis

agar suhunya menurun.

Menganjurkan kepada ibu pasien

bedrest total yang teratur sampai

oedemanya berkurang. Memberitau

ibu pasien tentang menghindari

makanan yang asin karena

mengandung yodium. Menganjurkan

ibu pasien untuk memberikan minum

yang banyak pada anaknya.

Kolaborasi dengan pasien dan tenaga

kesehatan dalam pemberian terapi

Diharapkan adanya

peningkatan sarana untuk

memberikan perawatan yang optimal

khususnya bagi klien penderita

sindrom nefrotik. Hendaknya

menambah buku sebagai bahan

pustaka bagi mahasiswa sehingga

wawasan mahasiswa menjadi lebih

luas. Diharapkan dapat menerapkan

manajemen kebidanan dalam upaya

mendeteksi secara dini permasalahan

yang ada pada klien dengan

menggunakan metode pendekatan

dan pemecahan masalah sesuai

dengan manajemen SOAP.

Diharapkan perkembangan klien

setelah dilakukan asuhan kebidanan

Page 13: ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. “B” UMUR 3 TAHUN DENGAN SINDROM …

44

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019

jauh lebih baik dan diharapkan

pelayanan yang telah diberikan

membuat klien puas

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (2010). Buku Saku

Pelayanan Kesehatan

Neonatal Esensial. Jakarta :

JHPIEGO

Depkes RI. (2010). Gizi dan

Kesehatan Masyarakat.

Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada

Depkes RI. (2010). Manajemen

Terpadu Balita Sakit. Jakarta

: Depkes RI

Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang. (2015). Profil

Kesehatan Kabupaten

Jombang Tahun 2015.

Surabaya : Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Timur (2015). Laporan Hasil

Riskesdas Jawa Timur 2015.

Jawa Timur : Dinkes Jatim

Donna L. Wong (2008). Pedoman

Klinis Keperawatan Pediatrik

Edisi 4. Jakarta : EGC

H.M. S. Noer. 2013. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid I Edisi

Ketiga. Jakarta: Balai

penerbit. FKUI.

Hidayat, Aziz Alimul. (2005).

Asuhan Neonatus, Bayi &

Balita. Jakarta : EGC

Hidayat. Aziz Alimul A (2008).

Pengantar Ilmu Keperawatan

Anak Buku 2. Jakarta :

Salemba Medika

Kliegman RM, Stanton BF, Schor

NF, III JWSG, Behrman RE

(2011). Nelson Textbook of

Pediatrics. 19 ed.

Philadelphia: Elsevier

Saunders

Nursalam, dkk. (2010). Asuhan

Keperawatan Bayi dan Anak

untuk Perawat dan Bidan.

Jakarta : Salemba Medika

Nursalam. (2010). Konsep &

Penerapan Metodologi

Penelitian Ilmu Keperawatan

Pedoman Skripsi, Tesis &

Instrumen Penelitian

Keperawatan. Jakarta :

Salemba Medika

Rekam Medik Rumah Sakit Umum

Daerah Jombang, 2017

Suriadi & Yuliana. (2011). Asuhan

Keperawatan pada Anak

Edisi 1. Jakarta : EGC

Susalit, E dkk. (2013). Buku Ajar

Ilmu Penyakit dalam II.

Jakarta : Balai penerbit

FKUI.

Varney, Hellen. (2010). Buku Saku

Bidan. Jakarta : EGC

Varney, Hellen. (2011). Buku Ajar

Asuhan Kebidanan. Edisi

Empat, Jakarta : EGC

Widajat HRR, Muryawan MH,

Mellyana O (2011). Sindrom

Nefrotik Sensitif Steroid. In:

Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Anak. Semarang: Bagian

Ilmu Kesehatan Anak

Universitas Diponegoro.

World Health Organization (2015).

Managing Newborn

Page 14: ASUHAN KEBIDANAN PADA AN. “B” UMUR 3 TAHUN DENGAN SINDROM …

45

Jurnal Akademika Husada | Volume I Nomor 1 : Maret 2019

Problems : A Guide For

Doctors, Nurses, And

Midwifes. Jakarta : EGC