asma

22
I.PENDAHULUAN Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan pada anak di Negara berkembang. Sejak dua dekade terakhir, prevalesi asma terus meningkat dan semakin banyak kasus yang terjadi pada anak. Asma adalah penyakit saluran napas kronik/menahun. Pada keadaan ini, batang paru-paru (bronkus) menjadi sempit, akibat dindingnya mengalami pembengkakan dan peradangan (inflamasi). Anak yang mengalami asma sensitif terhadap banyak iritan, seperti infeksi virus, asap rokok, udara dingin, dan partikel atau bahan kimia di udara. Alergi terhadap debu, bulu binatang, dan pollen (serbuk sari) bisa menjadi pencetus asma. Mortalitas Sebenarnya asma selama ini tidak termasuk kelompok penyakit yang mematikan (fatal), tetapi akhir-akhir ini telah terjadi pelaporan peningkatan kematian akibat dari penyakit asma ini. Di Amerika dilaporkan peningkatan kematian individu karena terjadi serangan asma meningkat sekitar menjadi 5500 pasien. Pencetus Seringkali asma dikenali dengan wheezing saja, sehingga tanda-tanda lainnya kurang diperhatikan, atau bahkan dianggap sekedar flu/common cold. Dokter juga bisa salah mendiagnosisnya sebagai infeksi semisal bronkitis (meskipun 1

Upload: leni-yuliani

Post on 21-Nov-2015

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asdfdg

TRANSCRIPT

I.PENDAHULUANAsma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan pada anak di Negara berkembang. Sejak dua dekade terakhir, prevalesi asma terus meningkat dan semakin banyak kasus yang terjadi pada anak. Asma adalah penyakit saluran napas kronik/menahun. Pada keadaan ini, batang paru-paru (bronkus) menjadi sempit, akibat dindingnya mengalami pembengkakan dan peradangan (inflamasi). Anak yang mengalami asma sensitif terhadap banyak iritan, seperti infeksi virus, asap rokok, udara dingin, dan partikel atau bahan kimia di udara. Alergi terhadap debu, bulu binatang, dan pollen (serbuk sari) bisa menjadi pencetus asma. Mortalitas

Sebenarnya asma selama ini tidak termasuk kelompok penyakit yang mematikan (fatal), tetapi akhir-akhir ini telah terjadi pelaporan peningkatan kematian akibat dari penyakit asma ini. Di Amerika dilaporkan peningkatan kematian individu karena terjadi serangan asma meningkat sekitar menjadi 5500 pasien.

Pencetus

Seringkali asma dikenali dengan wheezing saja, sehingga tanda-tanda lainnya kurang diperhatikan, atau bahkan dianggap sekedar flu/common cold. Dokter juga bisa salah mendiagnosisnya sebagai infeksi semisal bronkitis (meskipun

bronkitis tidak selamanya akibat infeksi). Tanda mengi sulit dikenali pada anak khususnya di bawah usia 18-24 bulan. Sehingga perlu diperhatikan tanda lain

seperti batuk berdahak, napas cepat, dan flu berulang. Seorang bayi dengan asma dapat menjadi kurang responsif terhadap rangsangan, menangis lemah, dan mengalami kesulitan makan. Anak yang lebih besar bisa mengeluhkan keadaannya seperti dadaku sakit atau aku batuk terus. Penyempitan dan peradangan (inflamasi) jalan napas menyebabkan sesak napas dan batuk. Batuk seringkali merupakan tanda pertama, dan kadang satu-satunya gejala awal asma. Gejala asma lainnya adalah mengi (wheezing), napas cepat, dan kesulitan bernapas, sehingga penderitanya menggunakan otot napas tambahan di leher, perut, dan dada. Faktor risiko

Faktor risiko yang berkaitan dengan penyakit asma ini ada 8 macam, semuanya tergantung dari host atau dari keadaan dan kondisi pasien :

1. Jenis kelamin : menurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa anak laki laki sampai usia 10 tahun mempunyai faktor risiko terkena asma 2 kali lebih banyak atau besar dari anak perempuan. Namun pada orang dewasa, rasio perbandingan menjadi setara atau seimbang.2. Usia

: umumnya kebanyakan kasus asma persisten, gejala saat serangan pertama kali muncul pada usia yang masih muda, yaitu beberapa tahun pertama dari kehidupan pasien dan dilaporkan bahwa sebnayak 75% anak kurang dari 3 tahun mengalami serangan asma persisten

3. Riwayat atopi : adanya atopi berhubungan dengan meningkatya risiko asma persisten dan beratnya asma. Menurut penelitian dan pelaporan, anak berusia 16 tahun dengan riwayat serangan asma atau mengi, akan terjadi serangan 2 kali lipat lebih banyak jika anak menderita atau pernah mengalami hay fever, rhinitis alergi, atau eksema.

4. Lingkungan

: adanya allergen di sekitar tempat tinggal atau di sekitar tempat bermain anak merupakan faktor risiko yang sangat sulit dihindari, karena anak akan selalu ingin berinteraksi dengan lingkungannya, meskipun disana banyak sekali allergen, seperti debu, bulu hewan, asap rokok, dll.

5. Ras

: menurut penelitian, angka insiden pada penyakit asma lebih tinggi ditemukan pada ras kulit hitam dibandingkan ras kulit putih atau ras lainnya. Tingginya angka tersebut di duga karena faktor pengetahuan, dan ekonomi ang masih rendah di daerah tersebut.

6. Asap rokok

: prevalens asma pada anak yang sering terpajan asap rokok lebih tinggi daripada anak yang tidak terpajan asap rokok. Dan yang lebih mengejutkan adalah, risiko ni telah ada sejak anak masih berada di dalam kandungan sang ibu.

7. Outdoor air pollutions : beberapa partikel halus di jalan raya seperti nitrat dioksida, karbon monoksida, atau SO2 di duga sangat berperan pada angka terjadinya kekambuhan serangan pada anak dengan penyakit asma.

8. Infeksi respiratorik : beberapa penelitian mengatakan bahwa respiratory syncitial virus berperan sekali pada terjadinya serangan asma pada anak, tidak bisa dipungkiri bahwa virus ini meningkatkan insiden atau kejadian serangan pada anak dengan riwayat penyakit asma.Diagnosis dan pencetus

Tanda-tanda ketidaknyamanan seperti ini dapat menjadikan seorang anak rewel tanpa alasan. Batuk mungkin timbul setelah aktivitas fisik seperti berlari. Atau anak mengalami batuk malam hari atau saat tidur. Batuk, mengi, dan napas yang pendek dapat juga menyertai tangisan, teriakan, atau tawa. Meskipun tidak tepat bahwa emosi seperti kemarahan dan kecemasan mencetuskan asma, hal-hal seperti ini secara tidak langsung bisa memperberat gejala.

Pada anak usia sekolah, asma bisa saja tidak terdiagnosis akibat tersamarkan oleh aktivitas belajar dan kegiatan fisik lain. Anak mengeluhkan batuk dan sesak napas membuatnya sukar tidur di malam hari. Kelelahan yang diakibatkan menjadikan gangguan konsentrasi dalam belajar. Pencegahan dan penanganan dini asma dapat membantu mengurangi jumlah hari anak absen sekolah, atau dari perawatan di rumah sakit.

Hal-hal penting yang harus dipahami orangtua adalah:

Bagaimana cara mencegah atau mengurangi gejala asma, yakni dengan cara menghindari pencetus. Untuk itu kenalilah pencetus asma pada anak Anda bagaimana mengenali gejala asma, khususnya asma yang mengalami perburukan penanganan apa yang harus dilakukan pertama kali, dan apa yang harus dilakukan jika asma memburuk apa yang harus dilakukan dalam keadaan gawat darurat.Tanda-tanda seorang anak dengan kecurigaan asma harus dibawa ke dokter, antara lain:

1. Batuk terus-menerus dan berkepanjangan

2.Mengi atau wheezing ketika anak menghembuskan/membuang napas

3.Napas pendek atau napas cepat yang tampaknya tidak berhubungan dengan aktivitas

4.Gerak otot napas tambahan di dada

5.Infeksi saluran napas berulang seperti pneumonia atau bronkitis

Mengenali Serangan Asma

Seorang anak yang belum terdiagnosis asma, namun mengalami serangan asma harus memperoleh penanganan yang tepat. Serangan asma umumnya bermula dengan batuk dan berkembang menjadi mengi dan napas cepat. Semakin memberat, otot-otot bantu napas di dada, perut, dan leher tampak bergerak. Anak menjadi sulit atau tidak dapat berbicara, denyut jantung meningkat, berkeringat banyak, sampai nyeri dada. Selama serangan asma, saluran napas semakin menyempit dan aliran udara berkurang. Penanganan pada anak berdasarkan beratnya gejala asma dan derajat obstruksi udara. GEJALA

Sewaktu saluran udara menyempit pada saat serangan asma, si anak menjadi kesulitan bernafas, ciri khasnya disertai bunyi mengik. Mengik adalah suara keras yang tinggi yang terdengar ketika anak bernafas. Tidak semua serangan asma menghasilkan bunyi mengik, meskipun begitu. Asma ringan, terutama sekali pada anak yang masih kecil, bisa hanya menghasilkan batuk; beberapa anak yang lebih besar dengan asma ringan cenderung batuk hanya pada waktu olahraga atau ketika terkena udara dingin.

Juga, anak dengan asma akut bisa tidak mengik karena terlalu sedikit udara mengalir untuk menghasilkan suara gaduh. Pada asma akut, bernafas menjadi sunguh-sungguh sulit, suara mengik biasanya menjadi lebih kencang, si anak bernafas dengan cepat dan dengan usaha lebih besar, dan rusuk menonjol ketika si anak menghirup nafas (inspiration). Dengan serangan akut, si anak megap-megap untuk bernafas dan duduk tegak, bersandar ke depan. Kulit berkeringat dan pucat atau membiru.

Anak dengan serangan akut yang sering kadangkala memiliki perkembangan yang lambat, namun pertumbuhan mereka biasanya mengejar anak yang lain pada waktu dewasa.

II.TINJAUAN PUSTAKA

Mekanisme Terjadinya Kelainan PernapasanBaik orang normal maupun penderita asma, bernapas dengan udara yang kualitas dan komposisinya sama. Udara pada umumnya mengandung 3 juta partikel/mm kubik. Partikel-partikel itu dapat terdiri dari debu, kutu debu (tungau), bulu-bulu binatang, bakteri, jamur, virus, dll.

Oleh karena adanya rangsangan dari partikel-partikel tersebut secara terus menerus, maka timbul mekanisme rambut getar dari saluran napas yang bergetar hingga partikel tersebut terdorong keluar sampai ke arah kerongkongan yang seterusnya dikeluarkan dari dalam tubuh melalui reflek batuk.

Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka (hipersensitif) terhadap adanya partikel udara ini, sebelum sempat partikel tersebut dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan dimana:

Otot polos yang menghubungkan cincin tulang rawan akan berkontraksi/memendek/mengkerut

Produksi kelenjar lendir yang berlebihan

Bila ada infeksi, misal batuk pilek (biasanya selalu demikian) akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran napas

Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas. Akibatnya menjadisesak napas, batukkeras bila paru mulai berusaha untuk membersihkan diri, keluardahakyang kental bersama batuk, terdengarsuara napasyang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat mengeluarkan napas. Serangan asma bronkial ini dapat berlangsung dari beberapa jam sampai berhari-hari dengan gejala klinik yang bervariasi dari yang ringan (merasa berat di dada, batuk-batuk) dan masih dapat bekerja ringan yang akhirnya dapat hilang sendiri tanpa diobati.

Gejala yang berat dapat berupa napas sangat sesak, otot-otot daerah dada berkontraksi sehingga sela-sela iganya menjadi cekung, berkeringat banyak seperti orang yang bekerja keras, kesulitan berbicara karena tenaga hanya untuk berusaha bernapas, posisi duduk lebih melegakan napas daripada tidur meskipun dengan bantal yang tinggi, bila hal ini berlangsung lama maka akan timbul komplikasi yang serius.

Diagram patogenesis dari penyakit asma, segala macam rangsangan dari allergen akan mengaktivasi system imun dari pasien yang akan menyebabkan inflamasi pada bronkus, dan proses inflamasi ini akan mengeluarkan mediator-medator radang sehingga setiap mediator yang bersifat bronkokonstriktor akan membuat bronkus berkontriksi dan mengakibatkan aliran udara menjadi tidak lancer karena salurannya mengecil, dan disini lah bisa di dengar pada auskultasi bunyi pernafasan wheexing.Klasifikasi asma : ASMA INTERMITEN Gejala < 1 kali seminggu

Gejala asma malam < 2 kali sebulan

Serangan singkat tidak mengganggu aktivitas

Nilai VEP1 atau APE > 80% nilai prediksi

Variabiliti < 20%

Asma persisten ringan :

Gejala > 1 kali serangan tapi < 1 kali sehari

Eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas dan tidur

Gejala asma malam > 2 kali sebulan

Nilai APE / VEP1 > 80% nilai prediksi

Variabiliti 20 30%

Asma persisten sedang :

Gejala tiap hari

Gejala asma malam > 1 kali seminggu

Eksaserbasi mengganggu aktivitas dan tidur

Nilai VEP1 atau APE > 60% tetapi < 80% nilai prediksi

Variabiliti > 30%

Asma persisten berat : Gejala berkepanjangan

Eksaserbasi sering

Gejala asma malam sering

Aktiviti fisik terbatas

Nilai APE / VEP1 < 60% nilai prediksi

Variabiliti > 30%

Klasifikasi lain asma :

Asma Episodik Jarang

Asma episodik jarang cukup diobati dengan reliever berupa bronkodilator (melebarkan bronkus/batang paru-baru) beta agonis hirupan (inhaler/spray) kerja pendek (short acting 2-agonist, SABA) atau golongan xantin kerja cepat, bila terjadi gejala/serangan. Kendala penggunaan spray ini adalah harganya yang mahal dan tidak tersedia di semua tempat. Selain itu pemakaian inhaler (Metered Dose Inhaler/MDI atau Dry Powder Inhaler/DPI) ini memerlukan teknik penggunaan yang benar (untuk anak besar), dan memerlukan alat bantu (untuk anak kecil/bayi). Bila obat hirupan tidak ada, maka beta agonis diberikan per oral (obat minum).

Penggunaan xantin kerja cepat (teofilin) sebagai bronkodilator makin kurang perannya dalam tata laksana asma, karena batas keamanannya (margin of safety) sempit. Namun mengingat di Indonesia obat beta agonis oral tidak selalu ada, maka dapat menggunakan teofilin dengan memperhatikan kemungkinan timbulnya efek samping.

Episodik Sering

Jika penggunaan beta agonis hirupan sudah lebih dari 3x per minggu (tanpa menghitung penggunaan sebelum aktivitas fisik), atau serangan sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan anti inflamasi sebagai pengendali (controller) diperlukan, yakni steroid hirupan dosis rendah. Obat steroid yang sering digunakan pada anak adalah budesonid, sehingga digunakan sebagai standar. Dosis rendah steroid hirupan adalah setara dengan 100-200 mg/hari budesonid (50-100 mg/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan 200-400 mg/hari budesonid untuk anak berusia di atas 12 tahun. Pada penggunaan dosis 100-200 mg/hari belum dilaporkan adanya efek samping jangka panjang.Bagan tatalaksana serangan asma episodik

Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi/peradangan kronik, controller berupa anti inflamasi membutuhkan waktu untuk menimbulkan efek terapi. Penilaian dilakukan setelah 6-8 minggu, yaitu waktu yang diperlukan untuk mengendalikan inflamasinya. Apabila masih tidak respons (masih terdapat gejala asma atau gangguan tidur atau aktivitas sehari-hari), maka dilanjutkan dengan tahap kedua, yaitu menaikkan dosis steroid hirupan sampai dengan 400 mg/hari, yang termasuk dalam tata laksana asma persisten.

Prinsip pengobatan adalah: jika tata laksana suatu derajat penyakit asma sudah sesuai dengan panduan, namun respon tetap tidak baik dalam 6-8 minggu, maka derajat tata laksana berpindah ke yang lebih berat (step-up). Sebaliknya jika asmanya terkendali dalam 6-8 minggu, maka derajatnya beralih ke yang lebih ringan (step-down). Bila memungkinkan, steroid hirupan dihentikan penggunaannya.

Catatan: sebelum melakukan step-up, perlu dievaluasi (1) pelaksanaan penghindaran pencetus, (2) cara penggunaan obat, dan (3) penyakit penyerta yang mempersulit pengendalian asma (seperti rinitis dan sinusitis).

Asma Persisten

Cara pemberian steroid hirupan apakah dimulai dari dosis tinggi ke rendah selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya dimulai dari dosis rendah ke tinggi hingga gejala dapat dikendalikan, tergantung pada kasusnya. Dalam keadaan tertentu, khususnya pada anak dengan penyakit berat, dianjurkan untuk menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari). Selanjutnya dosis steroid hirupan diturunkan sampai dosis terkecil yang masih optimal.

Setelah pemberian steroid hirupan dosis rendah tidak mempunyai respons yang baik, diperlukan terapi alternatif pengganti, yaitu meningkatkan steroid menjadi dosis medium atau tetap steroid hirupan dosis rendah ditambah dengan LABA (long acting beta-2 agonist) atau ditambahkan teophylline slow release (TSR) atau ditambahkan anti-leukotriene receptor (ALTR). Dosis medium adalah setara dengan 200-400 g/hari budosenid (100-200 g/hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan 400-600 g/hari budosenid (200-300 g/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun.

Apabila dengan pengobatan lapis kedua selama 6-8 minggu tetap terdapat gejala asma, maka dapat diberikan alternatif lapis ketiga, yaitu dapat meningkatkan dosis kortikosteroid sampai dengan dosis tinggi, atau tetap dosis medium ditambahkan dengan LABA, atau TSR, atau ALTR. Yang dimaksud dosis tinggi adalah setara dengan > 400 g/hari budesonid (> 200 g/hari flutikason), untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan > 600 g/hari budesonid (> 300 g/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun.

Penambahan LABA pada steroid hirupan dibuktikan dapat memperbaiki FEV1, menurunkan gejala asma, dan memperbaiki kualitas hidup. Apabila dosis steroid hirupan sudah mencapai > 800 mg/hari namun tidak mencapai respon, maka baru menggunakan steroid oral (sistemik). Jadi penggunaan kortikosteroid oral sebagai controller (pengendali) adalah jalan terakhir. Langkah ini diambil hanya bila bahaya dari asmanya lebih besar daripada bahaya efek samping obat. Sebagai dosis awal, steroid oral dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis kemudian diturunkan sampai dosis terkecil yang diberikan selang hari pada pagi hari.

Pemberian antileukotrien (zafirlukas) dikontraindikasikan pada kelainan hati. Pemberian obat anti histamin generasi baru non sedatif (misalnya setirizin dan ketotifen), dipertimbangkan pada anak dengan asma yang disertai rinitis.Kurva tiga fenotip wheezing pada anakPada kurva dapat ter;ihat jelas perbedaan dari spesifikasi masing-masing gejala wheezing dari pasien. Pada tipe transient early wheezing dapat dilihat keuhan wheezing terjadi pada awal tahun kehidupan, kurang lebih di umur 2 tahun frekuensi wheezing meningkat. Berbanding terbalik dengan late onset wheezing, namun berbeda dengan persistent wheezing, disini terjadi kestabilan atau menetapnya frekuensi wheezing dari pasein.Terapi Asma dan penanggulangannya

Prinsip dasar penanganan serangan asma adalah dengan pemberian obat-obatan baik suntikan (Hydrocortisone), syrup ventolin (Salbutamol) atau nebulizer (gas salbutamol) untuk membantu melonggarkan saluran pernafasan.Preventif :

1. Penghindaran faktor pencetus 2. Pemakaian obat dengan tepat : jenis, dosis, cara, dan waktu/jaraknya 3. Pencegahan dini mulai pada ibu hamil, bayi, ibu menyusui, dan seterusnya Bronkodilator

- Adrenalin : 0,01ml/KgBB/kali (lar.1/1000)

- Efedrin : 1 mg/tahun/kali.

- Agonis 2 : salbutamol, terbutalin,fenoterol.

- Metilsantin : teofilin, aminofilin.

- Antikolinergik : ipratropium bromida. Anti inflamasi

- Kortikosteroid, Na kromoglikat, ketotifen. Mukolitik Dalam perkembangan, ada beberapa kombinasi obat yang dapat diberikan, baik antara pelega dan pengontrol maupun 2 obat pelega atau 2 obat pengontrol sekaligus. Setidaknya ada 4 kombinasi yang mungkin dilakukan.Pertama, kortikosteroid inhalasi dikombinasikan dengan bronkodilator kerja lama inhalasi. Kombinasi ini aman dan terbukti efektif untuk menangani asma, khususnya serangan asma yang datang pada malam hari.Kedua, kortikosteroid inhalasi dikombinasi dengan bronkodilator yang dimakan/diminum, khususnya golongan teofilin kerja lama. Yang dimaksud dengan obat "kerja lama" adalah obat yang dapat bekerja selama 12-24 jam, jadi cukup dipakai 1-2 kali sehari saja.Kombinasi ketiga adalah kortikosteroid inhalasi dikombinasi dengan obat golongan leukotriene modifier. Dalam hal ini dua jenis antiinflamasi yang berfungsi sebagai pengontrol digabung jadi satu. Namun, leukotriene modifier selain berperan sebagai antiinflamasi juga berperan mencegah penyempitan saluran napas.Kombinasi keempat adalah obat golongan antikolinergik dengan bronkodilator kerja singkat (yang kerjanya 8 jam, jadi harus digunakan 3 kali sehari). Kombinasi keempat ini adalah penggabungan dua jenis obat pelega, tetapi bila digabungkan jadi satu disebutkan dapat punya efek jangka panjang yang baik.Alur tatalaksana / algoritma pada penyakit asma bronkial.

Referensi :

1. Rahajoe, nastiti. Buku ajar respirologi anak. Cetakan pertama. Balai penerbit IDAI. Jakarta. 2008.2. Meadow roy. Lecture notes pediatrika. Erlangga medical series. 2007.

3. WHO.Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Cetakan pertama. Depkes RI.2009.

4. Gardna, Herry, Heda Melinda. Ilmu Kesehatan Anak Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi 3. Bandung : 2008

5. Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia 2004.6. Pedoman pelayanan medis penyakit anak. Ikatan dokter anak Indonesia. 20047. Tosca enterprise. Pediatricia. Jakarta . 2010.8. Johnston, Michael v. nelson textbook of pediatric. Saunders. USA. 20049. Eugene Richard. Pediatrics @ asthma bronkiale. Available at : www.emedicine. Accessed November 2006.10. www. Medicastore.com @ penyakit asma bronkial

1