askep asfiksia

30
MAKALAH SISTEM RESPIRASI I “ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA NEONATORUM“ DISUSUN OLEH : 1. Andika Dona 2. Angga Junianto 3. Anggita Agustina Anggraini 4. Cahyo Sang Wahyu 5. Nilsa Prih Utami 6. Nita Aprilia Yudi Anggraini 1

Upload: nanakuweha

Post on 28-Dec-2015

129 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

n nn

TRANSCRIPT

MAKALAH

SISTEM RESPIRASI I

“ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA NEONATORUM“

DISUSUN OLEH :

1. Andika Dona

2. Angga Junianto

3. Anggita Agustina Anggraini

4. Cahyo Sang Wahyu

5. Nilsa Prih Utami

6. Nita Aprilia Yudi Anggraini

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PATRIA HUSADA BLITAR

2013

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi

rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “ASUHAN KEPERAWATAN

ASFIKSIA NEONATORUM” ini dapat terselesaikan. Makalah ini diajukan guna memenuhi

tugas mata kuliah Ilmu Sistem Respirasi I. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk

pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Blitar, September 2013

Penyusun

2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................4

1.1 LATAR BELAKANG..............................................................................4

1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................4

1.3 TUJUAN...................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................5

2.1 PEMERIKSAAN FISIK...........................................................................5

2.2 PALPASI..................................................................................................6

2.3 TEKNIK PALPASI...................................................................................6

2.4 PALPASI SYSTEM RESPIRASI.............................................................8

2.4.1 Palpasi Pernafasan.............................................................................8

2.4.2 Palpasi Sensasi Raya Nyeri Dada.....................................................9

2.4.3 Palpasi Getaran Suara Paru (Fremitur Raba)....................................10

2.4.4 Palpasi iktus Jantung.........................................................................11

2.4.5 Palpasi Posisi Tulang Iga (Kosta).....................................................12

2.4.6 Palpasi Tulang Belakang (vertebra)..................................................13

2.4.7 Palpasi Gerakan Diafragma...............................................................13

BAB III SOP PEMERIKSAAN FISIK PALPASI SISTEM RESPIRASI...15

BAB IV PENUTUP...........................................................................................20

3.1 KESIMPULAN........................................................................................20

3.2 SARAN....................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................21

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara

spontan dan teratur segera setelah lahir. Suatu kondisi akibat kekurangan oksigen

(hipoksia) dan atau gangguan pada berbagai organ yang cukup penting. Jika disertai

dengan hipoventilasi dapat menyebabkan hiperkapnia. Hipoksia yang terdapat pada

penderita asfiksia ini merupakan factor yang terpenting yang dapat menghambat

adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstra uterus.

Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun

pertama kehidupannya dan dua pertiganya meninggal pada bulan pertama. Dua

pertiga dari yang meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama.

Dua pertiga dari yang meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari pertama.

Penyebab utama kematian pada minggu pertama kehidupan adalah komplikasi

kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis dan komplikasi berat lahir rendah.

Kurang lebih 99% kematian ini terjadi di negara berkembang dan sebagian besar

kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini dan pengobatan yang tepat.

Asfiksia neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi

pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh sebab

itu, asfiksia memerlukan intervensi dan resusitasi segera untuk meminimalkan

mortalitas dan morbiditas. Survei atas 127 institusi pada 16 negara—baik negara maju

ataupun berkembang—menunjukkan bahwa sarana resusitasi dasar seringkali tidak

tersedia, dan tenaga kesehatan kurang terampil dalam resusitasi bayi. Sebuah

penelitian di 8 negara.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa Definisi dari penyakit Asfiksia neonatorum?

1.2.2 Bagaimana klasifikasi dari penyakit Asfiksia neonatorum?

1.2.3 Bagaimana cara penyelesaian etiologi tentang Asfiksia neonatorum?

1.2.4 Bagaimana patofisiologisnya pasien dengan riwayat Asfiksia?

1.2.5 Jelaskan beberapa komplikasi Asfiksia neonatorum?

1.3 Tujuan

1.3.1 mahasiswa dapat mengerti definisi dari penyakit Asfiksia neonatorum.

4

1.3.2 Mahasiswa dapat memahami dan mengerti klasifikasi dari penyakit Asfiksia

neonatorum.

1.3.3 Mahasiswa dapat mengkaji cara penyelesaian etiologi tentang Asfiksia

neonatorum.

1.3.4 Mahasiswa dapat mengkaji patofisiologinya pasien dengan riwayat Asfiksia

neonatorum.

1.3.5 Mahasiswa dapat menjelaskan beberapa komplikasi Asfiksia neonatorum.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP DASAR

1.4 DEFINISI

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara

spontan dan teratur segera setelah lahir. Suatu kondisi akibat kekurangan oksigen (hipoksia)

dan atau gangguan pada berbagai organ yang cukup penting. Jika disertai dengan

hipoventilasi dapat menyebabkan hiperkapnia. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia

ini merupakan factor yang terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir

terhadap kehidupan ekstra uterus.

1.5 Klasifikasi Asfiksia neonatorum sbb:

a. Asphyksia Ringan ( vigorus baby)

Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

b. Asphyksia sedang ( mild moderate asphyksia)

Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari

100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

c. Asphyksia Berat

Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100

x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas

tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang

tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post

partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.

1.6 ETIOLOGI

Towel (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi yang

terdiri dari :

6

1.6.1 Faktor ibu

Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia

ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesi

dalam.

Gangguan aliran darah uterus, mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan

berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke janin. Hal ini sering

ditemukan pada keadaan (a) gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau

tetani uterus akibat penyakit atau obat, (b) hipotensi mendadak pada ibu karena

perdarahan, (c) hipertensi pada penyakit eklampsia, dll.

1.6.2 Faktor Plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin

akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta,

perdarahan plasenta dan lain-lain.

1.6.3 Faktor Fetus

Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah

umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah

ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher.

Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, dll

1.6.4 Faktor neonatus

Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu : (a)

pemakaian obat anestesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat

menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, (b) trauma pada persalinan, (c) kelainan

congenital pada bayi.

1.6.5 FAKTOR PREDISPOSISI

Ante Partum

-Usia > 35 tahun -Kehamilan lebih bulan

7

-Ibu DM -Kehamilan ganda

-Hipertensi pada kehamilan -Dismaturitas

-Hipertensi kronik -Kecanduan obat pada ibu

-Anemia -Ketuban pecah dini

-Infeksi pada ibu

Intrapartum

-Sungsang atau kelainan letak -Prolaps tali pusat

-Prematur -Plasenta previa

-Ketuban pecah dini >24 jam

-Persalinan lama

-Pemakaian anestesia umum

1.7 PATOFISIOLOGIS

Perubahan spontan bayi baru lahir tergantung pada kondisi janin pada kehamilan dan

persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat

sementara pada bayi (asfiksia transient). Proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang

kemeroseptor. Pusat pernafasan agar terjadi primary gasping yang kemudian akan berlanjut

dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi

adaptasi bayi dapat mengatasinya.

Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama

kehamilan/persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi

fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan

gangguan fungsi ini dapat reversible atau tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia.

8

Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis

respiratorik. Bila gangguan berlanjut, dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme

anaerobic yang berupa glikolisis, glikogen tubuh, sehingga sumber glikogen tubuh, terutama

pada jantung dan hati akan berkurang. Asam organic yang terjadi akibat metabolisme ini akan

menyebabkan timbulnya asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan

kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :

(a) hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung,

(b) terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan, termasuk

otot jantung, sehingga menimbulkan kelemahan jantung,

(c) pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya

resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan demikian pula ke

system sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan.

Asidosis dan gangguan kardiovaskular yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel

otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan

bayi selanjutnya.

Maclaurin (1970) menggambarkan secara skematus perubahan yang penting dalam tubuh

selama proses asfiksia disertai hubungannya dengan gambaran klinis.

Pada skema tersebut secara sederhana disimpulkan keadaan-keadaan pada asfiksia yang perlu

mendapat perhatian sebaiknya yaitu : (1) menurunnya tekanan O2 darah (PaO2), (2)

meningginya tekanan CO2 darah (PaCO2), (3) menurunnya pH (akibat asidosis respiratorik

dan metabolic), (4) dipakainya sumber glikogen tubuh untuk metabolisme anaerobic, (5)

terjadinya perubahan system kardiovaskular. Mengenal dengan tepat perubahan tersebut di

atas sangat penting, karena hal itu merupakan manifestasi daripada tiingkat asfiksia yang

terjadi. Tindakan yang dilakukan pada bayi asfiksia hanya akan berhasil dengan baik bila

perubahan yang terjadi dapat dikoreksi secara adekuat.

1.8 MANIFESTASI KLINIS

Patokan yang dinilai adalah : (1) menghitung frekuensi jantung, (2) melihat usaha bernafas,

(3) menilai tonus otot; (4) menilai refleks rangsangan, (5) memperhatikan warna kulit. Setiap

9

criteria diberi angka tertentu dan penilaian itu sekarang lazim disebut skor Apgar (lihat tabel.

Skor Apgar ini biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat bayi telah

diberi lingkungan yang baik serta telah dilakukan pnegisapan lender dengan sempurna. Skor

Apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali sebagai

pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor apgar perlu pula dinilai setelah 5 menit bayi

baru lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang erat dengan morbiditas dan mortalitas

normal.

SKOR APGAR

Tanda 0 1 2 Jumlah Nilai

Frekuensi

jantung

Tidak ada Kurang dari

100/menit

Lebih dari

100/menit

Pernafasan Tidak ada Tidak teratur Baik

Tonus otot Lemah Sedang Baik

Peka rangsang Tidak ada Meringis Menangis

Warna Biru/pucat Tubuh

kemerahan,

ekstremias

biru

Tubuh dan

ekstremitas

merah jambu

Atas dasar pengalaman klinis di atas, asfiksia neonatorum dapat dibagi dalam :

1. Vigorous baby, skor apgar 7-10. dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan

tindakan istimewa

2. Mild-moderate asphyxia (asfiksia sedang). Skor Apgar 4-6. pada pemeriksaan fisis akan

terlhat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurag baik atau baik, sianosis,

refleks iritabiitas tidak ada

3. (a) Asfiksia berat. Skor apgar 0-3. pada pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi jantung

kurang dari 100/menit, tons otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, refleks

iritabilitas tidak ada. (b) asfiksia berat dengan henti jantung. Dimaksudkan dengan henti

10

jantung ialah keadaan (1) bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit

sebelum lahir lengkap, (2) bunyi jantung bayi menghilang post partum. Dalam hal ini

pemeriksaan fisis lainnya sesuai dengan yang ditemukan pada penderita asfiksia berat.

1.9 KOMPLIKASI ASFIKSIA NEONATORUM

Komplikasi ini meliputi beberapa organ:1.9.1 Otak: hipokstik iskemik ensefalopati, edeme serebri, palsi selebralis1.9.2 Jantung dan paru: hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, pendarahan

paru, edema paru.1.9.3 Gastrointestinal: enterokolitis nekotrikans1.9.4 Ginjal : tubular nekrosis akut1.9.5 Hematologi

11

BAB III

PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI

DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM

1.10 Pengkajian

1) Pengkajian Umum :

a. Identitas klien / bayi dan keluarga

b. Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu

c. Pengukuran hasil nilai apgar score

Klasifikasi klinik nilai APGAR :

• Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3)

Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Karena

selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4

ml per kg berat badan, dan cairan glucose 40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via

vena umbilikalis.

• Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6).

Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali.

• Bayi normal atau asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-9).

• Bayi normal dengan nilai APGAR 10

Asfiksia berat dengan henti jantung, dengan keadaan bunyi jantung menghilang setelah

lahir, pemeriksaan fisik yang lain sama dengan asfiksia berat.

2) Pengkajian dasar data neotalus

a. Sirkulasi

- Nadi apical mungkin cepat/tidak dan teratur/tidak.

- Murmur jantung yang dapat didengar.

12

b. Neurosensori

- Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak buncit.

- Ukuran kepala besar dalam hubungan dengan tubuh, sutura mungkin mudah

digerakkan, fontanel mungkin besar.

- Reflek tergantung pada usia gestasi.

c. Pernapasan

- Nilai apgar mungkin rendah

- Pernapasan mungkin dangkal, tidak teratur

- Mengorok, pernapasan cuping hidung, retrakasi suprasternal

- Adanya bunyi mengi selama fase inspirasi dan ekspirasi

- Warna kulit

d. Keamanan

- Suhu berfluktuasi dengan mudah

- Menangis mungkin lemah

- Menggunakan otot-otot bantu napas

e. Makanan / Cairan

- Berat badan kurang dari 2500 gr

1.11 Diagnosa Keperawatan

a) Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi

b) Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

c) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya hipovolemia

1.12 Intervensi Keperawatan

a) Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi

• Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan

diharapkan pola nafas menjadi efektif.

13

• NOC : Status respirasi : Ventilasi

• Kriteria hasil :

- Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.

- Ekspansi dada simetris.

- Tidak ada bunyi nafas tambahan.

- Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.

• Intervensi :

- Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan

pengisapan lender.

- Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.

- Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.

- Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alat bantu nafas

- Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu.

- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.

b) Diagnosa : Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

• Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan

diharapkan pertukaran gas teratasi.

• NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas

• Kriteria hasil :

- Tidak sesak nafas

- Fungsi paru dalam batas normal

• Intervensi: :

- Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.

- Pantau saturasi O2 dengan oksimetri

14

- Pantau hasil Analisa Gas Darah

c) Diagnosa : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya hipovolemia

• Tujuan : Menunjukan peningkatan perfusi sesuai secara individual

• Kriteria hasil:

- Status mental dalam keadaan normal

- Irama jantung dan nadi perifer dalam batas normal

- Tidak ada sianosis sentral atau perifer

- Kulit hangat

- Keluaran urine dan berat jenis dalam batas normal

• Intervensi:

- Mempertahankan output yang normal dengan cara mempertahankan intake dan output

- Kolaborasi dalam pemberian diuretik sesuai indikasi

- Memonitor laboratorium urine lengkap

- Memonitor pemeriksaan darah

1.13 Evaluasi

1) Menunjukan curah jantung dalam batas normal

2) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan

nafas lancar.

3) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola

nafas menjadi efektif.

4) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan

pertukaran gas teratasi.

5) Menunjukan peningkatan perfusi sesuai secara individual

6) Mengidentifikasi/ intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi

15

7) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan

risiko cidera dapat dicegah

8) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu

tubuh normal.

9) Menunjukan atau melaporkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat

diukur dengan tidak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, tanda vital dalam rentang

normal.

10) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan

koping keluarga adekuat.

Klasifikasi klinik nilai APGAR:

a) Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3 )

Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen terkendali. Karena

selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonat 7,5% dengan dosis 2,4

ml per kg berat badan, dan cairan glucose 40%1-2 ml/kg berat badan, diberikan via

vena umbilikalis.

b) Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)

Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat bernafas kembali.

c) Bayi normal atau asfiksia ringan ( nilai APGAR 7-9).

d) Bayi normal dengan nilai APGAR 10

Asfiksia berat dengan henti jantung, dengan keadaan bunyi jantung menghilang setelah

lahir, pemeriksaan fisik yang lain sama dengan asfiksia berat.

1.14 Pemeriksaan Diagnostik

a) Analisa gas darah ( PH kurang dari 7,20 )

16

b) Penilaian APGAR Score meliputi (Warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus

otot dan reflek)

c) Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul komplikasi

d) Pengkajian spesifik

Penatalaksanaan

Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup

dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian hari. Tindakan

yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.

Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa :

a) Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, pertumbuhan

homeostasis yang timbul makin berat. Resusitasi akan semakin sulit dan kemungkinan

timbulnya sekuele akan meningkat

b) Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/ hipoksia antenatal tidak dapat

diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia/hipoksia paska natal harus

dicegah dan diatasi.

c) Riwayat kehamilan dan persalinan akan memberikan keterangan yang jelas tentang

faktor penyebab terjadinya depresi pernafasan pada bayi baru lahir

d) Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat

dipilih dan ditentukan secara cepat dan tepat.

Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat adalah:

a) Membersihkan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran

pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenasi

dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.

17

b) Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha

pernafasan lemah.

c) Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi

d) Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.

Tindakan Umum :

a) Pengawasan suhu tubuh

Pertahankan suhu tubuh agar bayi tidak kedinginan, karena hal ini akan memperburuk

keadaan asfiksia.Bayi baru lahir secara relative banyak kehilangan panas yang diikuti

oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme sel

sehingga kebutuhabn oksigen meningkat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat

lingkungan yang hangat segera setelah lahir. Jangan biarkan bayi kedinginan

(membungkus bayi dengan kain kering dan hangat), Badan bayi harus dalam keadaan

kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil

untuk membersihkan tubuh bayi. Kepala ditutup dengan kain atau topi kepala yang

terbuat dari plastic

b) Pembersihan jalan nafas

Saluran nafas atas dibersihkan dari lendir dan cairan amnion dengan pengisap lendir,

tindakan ini dilakukan dengan hati- hati tidak perlu tergesa- gesa atau kasar.

Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti: spasme

laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan nafas. Pada asfiksia berat dilakukan

resusitasi kardiopulmonal.

c) Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan

Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernafas selama 20 detik setelah lahir dianggap

18

telah menderita depresi pernafasan. Dalam hal ini rangsangan terhadap bayi harus

segera dilakukan. Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung dapat pula

merangsang reflek pernafasan yang sensitive dalam mukosa hidung dan faring. Bila

cara ini tidak berhasil dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri dengan

memukul kedua telapak kaki bayi.

Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksi

1. Tujuan Pemberian Cairan untuk Bayi Baru Lahir dengan asfiksia :

a) Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan

b) Memberikan obat- obatan

c) Memberikan nutrisi parenteral

d) Keuntungan dan kerugian therapy Cairan

2. Keuntungan :

a) Efek therapy segera tercapai karena penghantaran obat ketempat target berlangsung

cepat

b) Absorbsi total, memungkinkan dosis obat lebih tepat dan therapy lebih dapat

diandalkan

c) Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek therapy dapat dipertahankan

maupun dimodifikasi.

d) Ras sakit dan iritasi obat- obat tertentu jika diberikan intramuscular dan subkutan

dapat dihindari.

e) Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorpsi dengan rute lain karena molekul yang

besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinal.

3. Kerugian :

a) Resiko toksisitas/anapilaktik dan sensitivitas tinggi

19

b) Komplikasi tambahan dapat timbul :

• Kontaminasi mikroba melalui sirkulasi

• Iritasi vaskuler ( spt phlebitis )

• Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.

Peran Perawat terhadap Therapi Cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia

a) Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infuse maupun

kemasannya.

b) Memastikan cairan infuse diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara

pemberian dan waktu pemberian)

c) Memeriksa kepatenan tempat insersi

d) Monitor daerah insersi terhadap kelainan

e) Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan program

f) Monitor kondisi dan reaksi pasien

20

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Hassan, R dkk. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid 3. Jakarta : Informedika

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media

Aesculapius.

Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Definisi dan Klasifikasi. Jakarta :

Prima Medika.

Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria

Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC

Manuaba, I. B. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana.

Jakarta : EGC

Erwin Sarwono et al, Asfiksia Neonatorum, Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu

Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, 1994

Fatimah Indarso, Resusitasi Pada Kegawatan Nafas Bayi Baru Lahir, Kumpulan Makalah

Pelatihan PPGD Bagi Dokter, JICA, RSUD Dr. Soetomo, Dinkesda Tk.I Jatim, 1999 0

21