asfiksia
DESCRIPTION
definisi asfiksisa neonatorum, diagnosis dan penatalaksanaan asfiksia neonatorumTRANSCRIPT
BORANG PORTOFOLIO
No. ID dan Nama Peserta : / dr. Rahma Ayu Larasati
No. ID dan Nama Wahana: / RSUD Koja
Topik: Asfiksia Neonatorum
Tanggal (kasus) : 7 Januari 2015
Nama Pasien : Bayi P No. RM :
Tanggal presentasi : Pendamping: dr. Afaf, Sp.A
Tempat presentasi: RSUD Koja
Obyek presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Seorang bayi laki - laki baru lahir tidak segera bernafas / menangis. Apgar score ½
Bayi apatis, HR 150x/menit, napas 1 -1, ekstremitas sianosis, CRT memanjang 5 detik
Tujuan: Mendiagnosis Asfiksia Neonatorum dan memberikan penanganan pertama pada pasien
dengan Asfiksia Neonatorum.
Bahan
bahasan:
Tinjauan
pustaka
Riset Kasus Audit
Cara
membahas:
Diskusi Presentasi dan
diskusi
E-mail Pos
Data Pasien: Nama: By.P No.Registrasi:
Nama klinik RSUD Koja
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / gambaran klinis
2. Riwayat kehamilan dan persalinan
3. Resusitasi bayi baru lahir
4. Penatalaksanaan Asfiksia neonatorum
Daftar Pustaka:
1. Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman teknis pelayanan kesehatan dasar, pelayanan
kesehatan neonatal esensial. Jakarta: Depkes RI Direktorat Jendral Pembinaan Kesehatan
Masyarakat, Direktorat Bina Kesehatan Keluarga.
1
2. Departemen Kesehatan RI. 2008. Pencegahan dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum.
Jakarta: Health Technology Assessment Indonesia.
3. Hassan, R. & Alatas, H. 2005. Buku kuliah ilmu kesehatan anak FKUI. Jakarta:
Infomedika
4. IDAI. Asfiksia Neonatorum. 2004. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; h. 272-276.
5. Meadow, R. & Newell, S. 2005. Lecture Notes: Pediatrika, Jakarta: Erlangga Medical
Series.
6. WHO Final draft, 2002. Management of Newborn Problems. Guide for Doctors,
midwifes and nurses
Hasil pembelajaran:
1. Menegakkan diagnosis asfiksia neonatorum
2. Memberikan penanganan pada asfiksia neonatorum
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:
1. Subyektif:
Bayi datang ke IGD RSUD Koja bersama bidan dengan keluhan tidak menangis
setelah lahir. Bayi lahir di PKM Koja tanggal 7/1/2015 pukul 01.30 WIB berjenis
kelamin laki - laki secara spontan pervaginam dari ibu G3P2A0 hamil 39 minggu
letak sungsang. Bayi lahir tidak segera menangis, tonus otot lunglai, kaki dan tangan
kebiruan. Apgar score ½, Cairan ketuban hijau kental. menurut pengakuan bidan bayi
langsung di resusitasi namun saturasi oksigen tidak lebih dari 50 %. 2 jam kemudian
bayi dibawa ke IGD RSUD Koja. Bayi apatis, HR 150x/menit, napas 1 -1, ekstremitas
sianosis, CRT memanjang 5 detik. Pasien langsung diintubasi dan diberi bantuan
napas dengan neopuff. Saturasi pasca intubasi 95 – 98 %
2. Obyektif:
Dari hasil
2
Klinis 0 1 2
Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit
Pernapasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat
Refleks saat jalan nafas dibersihkan
Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
Tonus otot Lunglai Fleksi ekstremitas
(lemah)
Fleksi kuat gerak aktif
Warna kulit Biru pucat Tubuh merah ekstremitas
biru
Merah seluruh tubuh
pemeriksaan fisik diperoleh, BBL: 3050 gram, PBL: 49 cm
A/S :1/2
Kesadaran apatis
HR : 150x/menit
RR: periodic apneu 16 x/menit
Suhu : 35 C⁰
Ekstremitas sianosis CRT 5 detik
LABORATORIUM
Hemoglobin : 16,6 g/dl
Leukosit : 48, 95 103 /µl
Hematokrit : 48,8%
Trombosit : 224 103 /µl
GDS : 224 mg/dl
PH : 6,921
Pco2 : 82,3 mmHg
P02 : 275,5 mmHg
HCO3 : 17,1 mEq/l
Base excess : -15,7 mmol/l
Saturasi oksigen : 99,6%
Natrium : 136mEq/l
Kalium : 5,94 mEq/l
Chlorida 106 mEq/l
3. Assesment
Definisi
Berikut ini beberapa definisi asfiksia neonatorum dari berbagai sumber :
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis.
WHO
3
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir.
ACOG dan AAP
Seorang neonatus disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai berikut:
Nilai Apgar menit kelima 0-3
Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat (pH<7.0)
Gangguan neurologis (misalnya: kejang, hipotonia atau koma)
Adanya gangguan sistem multiorgan (misalnya: gangguan kardiovaskular, gastrointestinal,
hematologi, pulmoner, atau sistem renal).
Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multiorgan, kejang dan ensefalopati hipoksik
iskemik, serta asidemia metabolik. Bayi yang mengalami episode hipoksia-iskemi yang
signifikan saat lahir memiliki risiko disfungsi dari berbagai organ, dengan disfungsi otak
sebagai pertimbangan utama.
Etiologi dan Faktor Risiko Asfiksia
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah
uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang yang mengakibatkan
hipoksia bayi di dalam rahim dan dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Berikut ini
beberapa factor penyebab asfiksia neonatorum :
1.Faktor ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia
ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia
dalam.
Gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang
menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering ditemukan
pada keadaan ; gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus
akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi pada
penyakit eklamsi dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio
plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.
4
3.Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah
ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat
antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4.Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada BBL dapat terjadi karena ; pemakaian obat
anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi
pusat pernapasan janin, trauma yang terjadi pada persalinan misalnya perdarahan intra
cranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis
saluran pernapasan,hipoplasia paru dan lain-lain.
Patofisiologi
a. Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk
mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam
keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari
jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga
darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus
kemudian masuk ke aorta.
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama oksigen.
Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi
udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam
pembuluh darah di sekitar alveoli.
Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi
plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan
kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan
terhadap aliran darah bekurang.
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan tekanan
pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik sehingga aliran darah
paru meningkat sedangkan aliran pada duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi
5
di alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung
oksigen kembali ke bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru
lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi
relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru
mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya melalui
duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan mengambil banyak oksigen untuk
dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-parunya
untuk mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan
mendorong cairan dari jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan
rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam
pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan.
b. Kesulitan yang dialami bayi selama masa transisi
Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan atau setelah lahir. Kesulitan
yang terjadi dalam kandungan, baik sebelum atau selama persalinan, biasanya akan
menimbulkan gangguan pada aliran darah di plasenta atau tali pusat. Tanda klinis awal dapat
berupa deselerasi frekuensi jantung janin. Masalah yang dihadapi setelah persalinan lebih
banyak berkaitan dengan jalan nafas dan atau paru-paru, misalnya sulit menyingkirkan cairan
atau benda asing seperti mekonium dari alveolus, sehingga akan menghambat udara masuk
ke dalam paru mengakibatkan hipoksia. Bradikardia akibat hipoksia dan iskemia akan
menghambat peningkatan tekanan darah (hipotensi sistemik). Selain itu kekurangan oksigen
atau kegagalan peningkatan tekanan udara di paru-paru akan mengakibatkan arteriol di paru-
paru tetap konstriksi sehingga terjadi penurunan aliran darah ke paru-paru dan pasokan
oksigen ke jaringan. Pada beberapa kasus, arteriol di paru-paru gagal untuk berelaksasi
walaupun paru-paru sudah terisi dengan udara atau oksigen (Persisten Pulmonary
Hypertension Newborn, disingkat menjadi PPHN).
c. Reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal
Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru-parunya yang
mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan insterstitial di paru sehingga
oksigen dapat dihantarkan ke arteriol pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika
6
keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli tetap terisi cairan
dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen.
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol pada organ seperti usus,
ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau
meningkat untuk mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah akan
menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun demikian jika kekurangan
oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan
peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke
seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi
jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible, kerusakan organ
tubuh lain, atau kematian. Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau
lebih tanda-tanda klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot
dan organ lain; depresi pernapasan karena otak kekurangan oksigen; bradikardia (penurunan
frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot jantung atau sel otak; tekanan darah
rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan
aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan; takipnu
(pernapasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru; dan sianosis karena
kekurangan oksigen di dalam darah.
d. Mekanisme yang terjadi pada bayi baru lahir mengalami gangguan di dalam kandungan
atau pada masa perinatal
Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa pernapasan adalah tanda vital pertama yang
berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan oksigen. Setelah periode awal pernapasan yang
cepat maka periode selanjutnya disebut apnu primer (gambar 1). Rangsangan seperti
mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan menimbulkan pernapasan. Walaupun
demikian bila kekurangan oksigen terus berlangsung, bayi akan melakukan beberapa usaha
bernapas megap-megap dan kemudian terjadi apnu sekunder, rangsangan saja tidak akan
menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi baru lahir. Bantuan pernapasan harus diberikan
untuk mengatasi masalah akibat kekurangan oksigen.
Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu primer. Tekanan darah
akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu sekunder sebagaimana diperlihatkan dalam
gambar di bawah ini (kecuali jika terjadi kehilangan darah pada saat memasuki periode
hipotensi). Bayi dapat berada pada fase antara apnu primer dan apnu dan seringkali keadaan
7
yang membahayakan ini dimulai sebelum atau selama persalinan. Akibatnya saat lahir, sulit
untuk menilai berapa lama bayi telah berada dalam keadaan membahayakan. Pemeriksaan
fisik tidak dapat membedakan antara apnu primer dan sekunder, namun respon pernapasan
yang ditunjukkan akan dapat memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan yang
membahayakan itu.
Jika bayi menunjukkan tanda pernapasan segera setelah dirangsang, itu adalah apnu primer.
Jika tidak menunjukkan perbaikan apa-apa, ia dalam keadaan apnu sekunder. Sebagai
gambaran umum, semakin lama seorang bayi dalam keadaan apnu sekunder, semakin lama
pula dia bereaksi untuk dapat memulai pernapasan. Walau demikian, segera setelah ventilasi
yang adekuat, hampir sebagian besar bayi baru lahir akan memperlihatkan gambaran reaksi
yang sangat cepat dalam hal peningkatan frekuensi jantung.
Jika setelah pemberian ventilasi tekanan positif yang adekuat, ternyata tidak memberikan
respons peningkatan frekuensi jantung maka keadaan yang membahayakan ini seperti
gangguan fungsi miokardium dan tekanan darah, telah jatuh pada keadaan kritis. Pada
keadaan seperti ini, pemberian kompresi dada dan obat-obatan mungkin diperlukan untuk
resusitasi.
Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya asfiksia neonatorum.
Riwayat kehamilan dan kelahiran ibu sangat penting. Perlu ditanyakan juga bagaimana dan
dimana ibu biasa melakukan antenatal care.
b. Pemeriksaan fisis
Menurut Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal (2009)
pengkajian pada asfiksia neonatorum untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan
oleh tiga hal penting, yaitu :
a) Pernafasan
Observasi pergerakan dada dan masukan udara dengan cermat. Lakukan auskultasi
bila perlu lalu kaji pola pernafasan abnormal, seperti pergerakan dada asimetris, nafas
tersengal, atau mendengkur. Tentukan apakah pernafasannya adekuat (frekuensi baik dan
8
teratur), tidak adekuat (lambat dan tidak teratur), atau tidak sama sekali.
b) Denyut jantung
Kaji frekuensi jantung dengan mengauskultasi denyut apeks atau merasakan denyutan
umbilicus. Klasifikasikan menjadi >100 atau <100 kali per menit. Angka ini merupakan titik
batas yang mengindikasikan ada atau tidaknya hipoksia yang signifikan.
c) Warna
Kaji bibir dan lidah yang dapat berwarna biru atau merah muda. Sianosis perifer
(akrosianosis) merupakan hal yang normal pada beberapa jam pertama bahkan hari. Bayi
pucat mungkin mengalami syok atau anemia berat. Tentukan apakah bayi berwarna merah
muda,biru, atau pucat.
Ketiga observasi tersebut dikenal dengan komponen skor apgar. Dua komponen
lainnya adalah tonus dan respons terhadap rangsangan menggambarkan depresi SSP pada
bayi baru lahir yang mengalami asfiksia kecuali jika ditemukan kelainan neuromuscular yang
tidak berhubungan.
Nilai Apgar
Klinis 0 1 2
Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit
Pernapasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat
Refleks saat jalan
nafas dibersihkan
Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
Tonus otot Lunglai Fleksi
ekstremitas
(lemah)
Fleksi kuat
gerak aktif
Warna kulit Biru pucat Tubuh merah
ekstremitas
biru
Merah seluruh
tubuh
9
Nilai 0-3 : Asfiksia berat
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5
menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai
7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan
menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30
detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor
Apgar)
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan adalah pemeriksaan analisa gas
darah. Hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat.
Perlu diwaspadai bila hasil menunjukkan seperti berikut :
PaO2 < 50 mm H2O
PaCO2 > 55 mm H2
pH < 7,30
Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan penunjang
diarahkan pada kecurigaan atas komplikasi, berupa :
- darah prefer lengkap
- gula darah sewaktu
- elektrolit darah
- ureum dan kreatinin
- laktat
- pemeriksaan radiologi/ foto dada
- pemeriksaan USG kepala
- pemeriksaan EEG
10
- CT scan kepala
Penatalaksanaan
Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4 pertanyaan:
- apakah bayi cukup bulan?
- apakah air ketuban jernih?
- apakah bayi bernapas atau menangis?
- apakah tonus otot bayi baik atau kuat?
Bila semua jawaban ”ya” maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur perawatan
rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan
diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban ”tidak” dari
salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi
berikut ini secara berurutan:
(1) langkah awal dalam stabilisasi
(a) memberikan kehangatan
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan telanjang
agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh.
Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi hipotermi dan harus mendapat
perlakuan khusus. Beberapa kepustakaan merekomendasikan pemberian teknik penghangatan
tambahan seperti penggunaan plastik pembungkus dan meletakkan bayi dibawah pemancar
panas pada bayi kurang bulan dan BBLR. Alat lain yang bisa digunakan adalah alas
penghangat.
(b) memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya
Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu agar posisi
farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara.
11
Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup dan/atau
untuk pemasangan pipa endotrakeal.
(c) membersihkan jalan napas sesuai keperluan
Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi.16 Salah
satu pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah aspirasi adalah dengan melakukan
penghisapan mekoneum sebelum lahirnya bahu (intrapartum suctioning).
Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi
pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera
dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah sindrom aspirasi
mekonium. Penghisapan trakea meliputi langkah-langkah pemasangan laringoskop dan
selang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan kateter penghisap dilakukan
pembersihan daerah mulut, faring dan trakea sampai glotis. Bila terdapat mekoneum dalam
cairan amnion namun bayi tampak bugar, pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan
seperti pada bayi tanpa mekoneum.
(d) mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang benar
Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan mengeringkan akan memberi
rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila setelah posisi yang benar,
penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas adekuat, maka perangsangan taktil
dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok
punggung, tubuh atau ekstremitas bayi.
Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir semua rangsangan,
sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder, rangsangan apapun tidak akan
menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau dua tepukan pada telapak kaki
atau gosokan pada punggung. Jangan membuang waktu yang berharga dengan terus menerus
memberikan rangsangan taktil.
(2) ventilasi tekanan positif
Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar. Agar VTP efektif, kecepatan memompa
(kecepatan ventilasi) dan tekanan ventilasi harus sesuai. Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60
12
kali/menit. Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut.
- Nafas pertama setelah lahir, membutuhkan: 30-40 cm H2O.
- Setelah nafas pertama, membutuhkan: 15-20 cm H2O.
- Bayi dengan kondisi atau penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance,
membutuhkan: 20-40 cm H2O.
Selain tekanan kita juga perlu melakukan observasi gerak dada bayi. Adanya gerakan dada
bayi turun naik merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru
mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi
seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti
tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumothorax. Suara nafas
didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paru-paru merupakan
indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu penyebab berikut:
perlekatan sungkup kurang sempurna, arus udara terhambat, dan tidak cukup tekanan.
Apabila dengan tahapan diatas dada bayi masih tetap kurang berkembang sebaiknya
dilakukan intubasi endotrakea dan ventilasi pipa-balon.
(3) kompresi dada
Teknik kompresi dada ada 2 cara:
a. Teknik ibu jari (lebih dipilih)
Kedua ibu jari menekan sternum, ibu jari tangan melingkari dada dan menopang
punggung. Kedalaman ±1/3 diameter anteroposterior dada. Tehnik ini lebih baik
dalam megontrol kedalaman dan tekanan konsisten. Tehnik ini juga lebih unggul
dalam menaikan puncak sistolik dan tekanan perfusi coroner
b. Teknik dua jari
Ujung jari tengah dan telunjuk/jari manis dari 1 tangan menekan sternum, tangan
lainnya menopang punggung.
(4) Intubasi endotrakeal
13
Intubasi endotrakeal dapat dilakukan pada setiap tahapan resusitasi sesuatu dengan keadaan,
antara lain beberapa keadaan berikut saat resusitasi:
1. Jika terdapat mekoneum dan bayi mengalami depresi pernapasan, maka intubasi dilakukan
sebagai langkah pertama sebelum melakukan tindakan resusitasi yang lain, untuk
membersihkan mekoneum dari jalan napas.
2. Jika ventilasi tekanan positif tidak cukup menghasilkan perbaikan kondisi, pengembangan
dada, atau jika ventilasi tekanan positif berlangsung lebih dari beberapa menit, dapat
dilakukan intubasi untuk membantu memudahkan ventilasi.
3. Jika diperlukan kompresi dada, intubasi dapat membantu koordinasi antara kompresi dada
dan ventilasi, serta memaksimalkan efisiensi ventilasi tekanan positif.
4. Jika epinefrin diperlukan untuk menstimulasi frekuensi jantung maka cara yang umum
adalah memberikan epinefrin langsung ke trakea melalui pipa endotrakeal sambil menunggu
akses intravena.
5. Jika dicurigai ada hernia diafragmatika, mutlak dilakukan pemasangan selang endotrakeal.
Cara pemasangan selang endotrakeal perlu dikuasai diantaranya melalui pelatihan khusus
(5) pemberian epinefrin dan atau pengembang volume (volume expander)
Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya ditentukan dengan
penilaian 3 tanda vital secara simultan (pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit).
Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai kembali, dan putuskan untuk
melanjutkan ke langkah berikutnya (lihat bagan 1).
14
Pemberian obat-obatan
Obat-obatan jarang diberikan pada resusitasi bayi baru lahir. Bradikardi pada bayi baru lahir
biasanya disebabkan oleh ketidaksempurnaan pengembangan dada atau hipoksemia, dimana
15
kedua hal tersebut harus dikoreksi dengan pemberian ventilasi yang adekuat. Namun bila
bradikardi tetap terjadi setelah VTP dan kompresi dada yang adekuat, obat-obatan seperti
epinefrin, atau volume ekspander dapat diberikan. Obat yang diberikan pada fase akut
resusitasi adalah epinefrin. Obat-obat lain digunakan pada pasca resusitasi atau pada keadaan
khusus lainnya.
(1) Epinefrin
Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah
dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak
boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan meningkatkan
beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang diberikan 0,1- 0,3 ml/kgBB
larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB) intravena atau melalui selang
endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara intravena bila frekuensi jantung tidak
meningkat. Dosis maksimal diberikan jika pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal.
(2) Volume Ekspander
Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir yang dilakukan
resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi, hipovolemia
kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi
buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.
Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan
respon klinis. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl
0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah
banyak.
(3) Bikarbonat
Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru lahir yang
mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan
bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan
pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau
4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya terdapat BicNat dengan konsetrasi
16
7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara
intra vena dengan kecepatan tidak melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit.
(4) Nalokson
Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan dengan indikasi depresi
pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam waktu 4 jam
sebelum melahirkan. Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus adekuat dan stabil. Jangan
diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai sebagai pecandu obat narkotika, sebab
akan menyebabkan gejala putus obat pada sebagian bayi. Cara pemberian intravena atau
melalui selang endotrakeal. Bila perfusi baik dapat diberikan melalui intramuskuler atau
subkutan. Dosis yang diberikan 0,1 mg/kg BB, perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia
dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4 mg/ml dan 1 mg/ml.
4. Plan:
Diagnosis: Asfiksia Neonatorum
Pengobatan:
Bayi baru lahir cukup bulan, air ketuban bercampur mekonium, tidak segera bernafas,
tonus otot lunglai Hangatkan, posisikan (sedikit menengadahkan kepala),
bersihkan jalan nafas (suction), keringkan, rangsang taktil (menepuk telapak
kaki, menggosok punggung bayi) bayi bernafas megap-megap,frekuensi jantung
150 x/menit, ekstremitas biru VTP HR 130 x/menit napas 1 – 1, ekstremitas
sianosis pasang endotrakeal nomer 3.5 HR 130 x /menit, saturasi oksigen 97 –
98 % perawatan pasca resusitasi (pemantauan terhadap adanya gangguan
beberapa fungsi organ, menjaga tetap hangat).
Konsultasi Dr. Dewi Sp.A:
- Loading RL 30 cc bolus IV
- IVFD D 10% 8 cc/jam
- Meropenem 2 x60 mg IV
- Amikasin 2 x 25 mg IV
- Dobutamin 0,5 ml /jam
- Rontgen Thorax
- Motivasi NICU luar
Rujukan:
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harusnya ditangani di rumah sakit
17
dengan sarana dan prasarana yang lebih memadai.
Kontrol:
KEGIATAN PERIODE HASIL YANG DIHARAPKAN
Pemantauan terhadap tanda vital dan keadaan umum
Selama masa perawatan Keadaan umum dan tanda vital membaik
18