artikel ilmiah semiotika

Upload: zallddy-hari

Post on 06-Oct-2015

80 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Semiotika pada Arsitektur terkait sekolah

TRANSCRIPT

  • STUDI SEMIOTIKA ARSITEKTUR DENGAN BUDAYA JAWA

    TIMUR PADA SEKOLAH

    ARTIKEL ILMIAH

    (Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

    Seminar Arsitektur)

    DISUSUN OLEH :

    RIZALDY HARI KURNIAWAN

    NIM 115060500111005

    PEMBIMBING LAPORAN :

    IR. CHAIRIL BUDIARTO AMIUZA, MSA

    NIP. 19531231 198403 1 009

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    FAKULTAS TEKNIK

    JURUSAN ARSITEKTUR

    JANUARI 2015

  • 2

    STUDI SEMIOTIKA ARSITEKTUR DENGAN BUDAYA JAWA

    TIMUR PADA SEKOLAH

    Rizaldy Hari Kurniawan

    Mahasiswa Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

    Jalan MT. Haryono 167, Malang 65141, Indonesia

    ABSTRAK

    Sekolah merupakan wadah untuk belajar dan mengajar dalam hal pendidikan dan juga

    kebudayaan. Namun sekolah saat ini tidak menanmpung keduanya yang hanya

    memfokuskan pada pendidikan sehingga kurangnya pengetahuan kebudaayaan juga kurang

    dimiliki oleh siswa saat ini. Dengan metode kualitatif dan pendekatan semiotika

    diharapkan penelitian ini dapat menyelesaikan masalah yang ada dan sekolah sebagai

    symbol tersebut juga mampu menjadi wadah dang penghubung yang tepat.

    Kata kunci : semiotika, sekolah, pendidikan, budaya

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Budaya di dalam pendidikan

    merupakan salah satu pilar budi

    pekerti bangsa Indonesia yang dewasa

    ini menjadi sangat penting karena

    pendidikan terkait budaya

    menunjukkan peradaban dan

    keluhuran sebuah bangsa. Budaya

    yang ada saat ini sudah semakin

    berkurang dalam pengembangannya

    hal tersebut merupakan salah satu

    dampak dari perkembangan teknologi

    yang semakin maju. Budaya yang

    dimiliki bangsa Indonesia kini sangat

    minim di ajarkan di sekolah dari

    tingkat yang paling dasar. Padahal

    hal tersebut merupakan awal untuk

    mengenal dan memahami budaya

    lebih dalam.

    Untuk mengenal dan memamahmi

    budaya mulai dari dasar diperlukan

    sebuah wadah dimana mulai dari

    seorang anak dapat belajar mengenal

    budayanya. Dan sekolah merupakan

    wadah yang nyata dari perpaduan

    pendidikan dan kebudayaan di

    Indonesia. Bagaimana seorang anak

    sebagai siswa dididik untuk memiliki

    budaya bangsa yang baik beretika

    berbudi luhur dan memiliki nilai-nilai

    yang baik juga. Dan hal tersebut

    yang saat ini tidak terlihat pada

    sekolah saat ini.

  • 3

    Wujud sekolah dalam arsitektur

    selalu berkembang dan berubah.

    Sekolah merupakan wadah dari

    pengenalan budaya dan pendidikan.

    Saat ini wujud sekolah masih dirasa

    kurang memenuhi fungsinya sebagi

    sebuah karya arsitektur dengan fungsi

    tersebut, sehingga konsep pendidikan

    yang berubah dan berkembang

    tersebut menuntut sebuah wadah

    arsitektur yang sebaiknya bersifat

    fleksibel. Sehingga sebuah wadah

    arsitektur tidak menjadi keterbatasan

    dalam pengembangan konsep

    pendidikan.

    Wujud sekolah sebagai sebuah

    karya arsitektur juga mewakili sebuah

    tanda yang erat hubungannya antara

    manusia dan perkembangan

    pendidikan dan kebudayaan. Tanda

    dalam arsitektur merupakan sebuah

    unsur yang menggambarkan banyak

    aspek di dalamnya yang berhubungan

    dengan relasi dan komunikasi.

    Sekolah sebagai sebuah tanda dalam

    arsitektur juga menunjukkan relasi

    budaya dan pendidikan yang terjadi

    dari masa ke masa.

    Sekolah sebagai sebuah tanda,

    penghubung budaya dan pendidikan

    juga memiliki makna yang dapat

    digambarkan dari wujud dan fungsi

    yang di dalamnya. Semiotika adalah

    cara membaca tanda dalam arsitektur

    baik secara tersirat maupun tersurat.

    Tanda inilah yang menjadi bahasa

    ataupun sarana komunikasi yang

    terlihat dalam sebuah karya arsitektur

    dalam hal ini tanda tersebut adalah

    sekolah. Yang melibatkan banyak

    komunikasi, tidak hanya dari

    perancang dengan penggunanya

    namun juga fungsi dari sekolah

    tersebut dengan aktivitas maupun

    yang paling dasar dari bagai mana

    pendidikan seharusnya berjalan.

    Sekolah-sekolah yang ada saat ini

    kurang mewadahi pengenalan budaya

    sebagai salah satu kurikulum di

    dalamnya, padahal budaya juga erat

    hubungannya dengan pendidikan

    misalnya budaya yang ada di Jawa

    Timur. Budaya Jawa Timur

    merupakan salah satu budaya di

    nusantara dengan banyak makna

    luhur di dalamnya. Tidak hanya dari

    perilaku, cara hidup, dan nilai, tapi

    juga dalam karya arsitektur. Sekolah

    di Jawa Timur sebagai sebuah karya

    arsitektur masih kurang dapat

    menjawab masalah-masalah terebut.

    Bagaimana budaya yang luhur

    dijadikan sebagai simbol dan metode

    mengajar dalam pendidikan yang ada

    kurang diperlihatkan dalam system

    ajar yang ada di Jawa Timur

    dikarenakan kurangnya fasilitas

    sekolah yang kurang mewadahi siswa

    untuk belajar kebudayaan seiring

    dengan pelajaran umum. Dan

    semakin berkembangnya teknologi

    dan perubahan kurikulum yang

    semakin maju demi perbaikan

    kualitas mutu pendidikan yang ada di

    Indonesia juga kurang memperhatikan

    bagaimana budaya sebagai identitas

    bangsa juga harus terwadahi dalam

    fungsi sekolah yang bertugas

    mengenalkan keduanya.

    Saat ini tidak banyak sekolah

    yang mempertahankan cara ajar

    dengan menghubungkan budaya dan

    pendidikan di Indonesia seperti,

  • 4

    Green school di Bali dan Sekolah

    Alam di Bandung yang notabene

    merupakan sekolah swasta.

    Kebanyakan sekolah negeri malah

    mengesampingkan hal-hal esensial

    tersebut dalam pendidikannya.

    Fungsi bangunan yang layak pun

    dalam penyampaian kebudayaan dan

    pendidikan juga harus terwadahi

    secara maksimal mulai dari bentuk

    bangunan dan fasilitas yang menarik

    pelajar dalam mempelajari budayanya

    sendiri. Dengan harapan agar para

    pelajar dapat mengenal lebih jauh

    tentang budayanya. Sehingga tidak

    hanya pada sekolah sekolah non-

    negeri saja keduanya dapat diwadahi,

    melainkan juga pada sekolah sekolah

    yang lain.

    Dalam kajian ini diharapkan agar

    unsur tanda dalam budaya yang ada di

    Jawa Timur dapat diterapkan ke

    dalam bentuk ataupun tatanan fungsi

    bangunan sekolah, sehingga setiap

    pelajar mulai dari yang paling dasar

    dapat mengenal budaya dan

    identitasnya sebagai salah seorang

    masyarakat Jawa Timur.

    Rumusan Masalah

    Bagaimana implementasi

    semiotika pada arsitektur Jawa

    terhadap fungsi sekolah terkait

    bentuk, fungsi, dengan

    pendekatan semiotika sehingga

    dapat kualitas aktifitas yang

    diwadahi?

    Tujuan Kajian

    Tujuan dari kajian ini adalah, agar

    bagaimana arsitektur Jawa kembali

    dimaknai dan dapat diterapkan dalam

    pendidikan dan bagaimana

    mengembangkan pendidikan dan

    kebudayaan yang telah ada agar tidak

    semakin hilang melalui arsitektur.

    TINJAUAN PUSTAKA

    Studi Semiotika Arsitektur dengan

    Budaya Jawa Timur Pada Sekolah

    Studi ini mempelajari semiotika

    arsitektur yang ada di Jawa Timur

    terkait budaya dengan fungsi

    bangunan sebuah sekolah. Semiotika

    dalam studi ini adalah kajian

    hubungan fungsi, bentuk, dan makna

    yang ada di pada sekolah yang ada di

    Jawa Timur.

    Teori Semiotika

    Semiotika adalah ilmu yang

    mempelajari tentang suatu tanda

    (sign). Dalam ilmu

    komunikasi tanda merupakan

    sebuah interaksi makna yang

    disampaikan kepada orang lain

    melalui tanda-tanda. Dalam

    berkomunikasi tidak hanya dengan

    bahasa lisan saja namun dengan tanda

    tersebut juga dapat berkomunikasi.

    Ada atau tidaknya peristiwa, struktur

    yang ditemukan dalan sesuatu, suatu

    kebiasaan semua itu dapat disebut

    tanda.

    Ketika kita berbicara mengenai

    sebuah kajian ilmu atau sebuah teori,

    maka tidak bias terlepas dari tokoh-

    tokoh yang mencetuskan kajian

  • 5

    tersebut. Berikut adalah tokoh tokoh

    dalam semiotika :

    Ferdinand de Saussure, salah

    satu tokoh yang berkecimbung dalam

    kajian semiotik. Tokoh yang terkenal

    dengan konsep semiotik Signifier

    (Penanda) dan signified (petanda) ini

    telah menjadi memperkenalkan

    konsep kajian semiotik yang

    memberikan sumbangsih terbesar

    bagi kajian keilmuan.

    Roland Barthes menjadi tokoh

    yang begitu identik dengan kajian

    semiotik. Pemikiran semiotik Barthes

    bisa dikatakan paling banyak

    digunakan dalam penelitian. Konsep

    pemikiran Barthes terhadap semiotik

    terkenal dengan konsep mythologies

    atau mitos. Sebagai penerus dari

    pemikiran Saussure, Roland Barthes

    menekankan interaksi antara teks

    dengan pengalaman personal dan

    kultural penggunanya, interaksi antara

    konvensi dalam teks dengan konvensi

    yang dialami dan diharapkan oleh

    penggunanya. (Kriyantono, 2007 :

    268).

    Charles Sanders Pierce dengan

    analisis semiotik yang terdiri dari tiga

    aspek penting sehingga sering disebut

    dengan segitiga makna atau triangle

    of meaning (Littlejohn, 1998). Tiga

    aspek tersebut adalah tanda, acuan

    atau objek, dan pengguna tanda.

    Teori Semiotika Pierce

    Menurut Peirce, Semiotika

    bersinonim dengan logika, manusia

    hanya berpikir dalam tanda. Tanda

    dapat dimaknai sebagai tanda hanya

    apabila ia berfungsi sebagai tanda.

    Fungsi esensial tanda menjadikan

    relasi yang tidak efisien menjadi

    efisien baik dalam komunikasi orang

    dengan orang lain dalam pemikiran

    dan pemahaman manusia tentang

    dunia. Tanda menurut Pierce

    kemudian adalah sesuatu yang dapat

    ditangkap, representatif, dan

    interpretatif.

    Ada beberapa konsep menarik

    yang dikemukakan oleh Pierce terkait

    dengan tanda dan interpretasi

    terhadap tanda yang selalu

    dihubungkannya dengan logika.

    Yakni segitiga tanda

    antara Ground, Denotatum,

    dan Interpretant.

    Ground adalah dasar atau latar

    dari tanda, umumnya berbentuk

    sebuah kata. Dalam Ground terdapat

    konsep

    mengenai Qualisigns, Sinsigns,

    dan Legisigns. Qualisigns adalah

    penanda yang bertalian dengan

    kualitas, Sinsigns adalah penanda

    yang bertalian dengan kenyataan dan,

    Legisigns adalah penanda yang

    bertalian dengan kaidah.

    Qualisigns adalah tanda yang dapat

    ditandai berdasarkan sifat yanga ada

    dalam tanda tersebut.

    Denotatum adalah unsur

    kenyataan tanda. Dalam Denotatum

    terdapat konsep berupa Icon, Index,

    Symbol. Icon adalah sesuatu yang

    melaksanakan fungsi sebagai penanda

    yang serupa dengan bentuk objeknya

    (terlihat pada gambar atau lukisan),

    Index adalah sesuatu yang

    melaksanakan fungsi sebagai penanda

    yang mengisyaratkan petandanya.

  • 6

    Simbol adalah sesuatu yang

    melaksanakan fungsi sebagai penanda

    yang oleh kaidah secara konvensi

    telah lazim digunakan dalam

    masyarakat.

    Interpretant adalah interpretasi

    terhadap kenyataan yang ada dalam

    tanda. Dimana dari ketiga konsep

    tersebut dilogikakan lagi kedalam

    beberapa bagian yang masing-masing

    pemaknaannya syarat akan logika.

    Dalam interpretant terdapat konsep

    berupa Rheme, Decisign,

    dan Argument. Rheme adalah

    penanda yang bertalian dengan

    mungkin terpahaminya objek petanda

    bagi penafsir. Decisign adalah

    penanda yang menampilkan informasi

    tentang petandanya.

    Argument adalah penanda yang

    petandanya akhir bukan suatu benda

    tetapi kaidah.

    Secara menyeluruh dari teori

    Pierce, mengemukakan bahwa dalam

    semiotika terdapat beberapa bagian

    ddi dalamnya dari yang paling rinci

    hingga yang oaling umum.

    Bagaimana sebuah benda bias di

    jabarkan ke dalam berbagai makna,

    arti, dan fungsi.

    Teori Semiotika Barthes

    Roland Barthes adalah penerus

    pemikiran Saussure. Saussure tertarik

    pada cara kompleks pembentukan

    kalimat dan cara bentuk-bentuk

    kalimat menentukan makna, tetapi

    kurang tertarik pada kenyataan bahwa

    kalimat yang sama bisa saja

    menyampaikan makna yang berbeda

    pada orang yang berbeda situasinya.

    Roland Barthes meneruskan

    pemikiran tersebut dengan

    menekankan interaksi antara teks

    dengan pengalaman personal dan

    kultural penggunanya, interaksi antara

    konvensi dalam teks dengan konvensi

    yang dialami dan diharapkan oleh

    penggunanya. Gagasan Barthes ini

    dikenal dengan order of

    signification, mencakup denotasi

    (makna sebenarnya sesuai kamus) dan

    konotasi (makna ganda yang lahir dari

    pengalaman kultural dan personal). Di

    sinilah titik perbedaan Saussure dan

    Barthes meskipun Barthes tetap

    mempergunakan istilah signifier-

    signified yang diusung Saussure.

    Barthes juga melihat aspek lain

    dari penandaan yaitu mitos yang

    menandai suatu masyarakat. Mitos

    menurut Barthes terletak pada tingkat

    kedua penandaan, jadi setelah

    terbentuk sistem sign-signifier-

    signified, tanda tersebut akan menjadi

    penanda baru yang kemudian

    memiliki petanda kedua dan

    membentuk tanda baru. Jadi, ketika

    suatu tanda yang memiliki makna

    konotasi kemudian berkembang

    menjadi makna denotasi, maka makna

    denotasi tersebut akan menjadi mitos.

    Misalnya: Pohon beringin yang

    rindang dan lebat menimbulkan

    konotasi keramat karena dianggap

    sebagai hunian para makhluk halus.

    Konotasi keramat ini kemudian

    berkembang menjadi asumsi umum

    yang melekat pada simbol pohon

    beringin, sehingga pohon beringin

    yang keramat bukan lagi menjadi

  • 7

    sebuah konotasi tapi berubah menjadi

    denotasi pada pemaknaan tingkat

    kedua. Pada tahap ini, pohon

    beringin yang keramat akhirnya

    dianggap sebagai sebuah Mitos.

    Roland Barthes (1915-1980)

    menggunakan teori siginifiant-

    signifi dan muncul dengan teori

    mengenai konotasi. Perbedaan

    pokoknya adalah Barthes

    menekankan teorinya pada mitos dan

    pada masyarakat budaya tertentu

    (bukan individual). Barthes

    mengemukakan bahwa semua hal

    yang dianggap wajar di dalam suatu

    masyarakat adalah hasil dari proses

    konotasi. Perbedaan lainnya adalah

    pada penekanan konteks pada

    penandaan. Barthes menggunakan

    istilah expression (bentuk, ekspresi,

    untuk signifiant) dan contenu (isi,

    untuk signifi). Secara teoritis bahasa

    sebagai sistem memang statis,

    misalnya meja hijau memang berarti

    meja yang berwarna hijau. Ini

    disebutnya bahasa sebagai first

    order. Namun bahasa sebagai second

    ordermengijinkan kata meja

    hijau mengemban makna

    persidangan. Lapis kedua ini yang

    disebut konotasi.

    Teori Semiotika Ferdinand de

    Saussure

    Semiotika berasal dari kata

    Yunani, yaitu: semeion yang berarti

    tanda. Semiotika adalah ilmu yang

    mempelajari tentang suatu tanda

    (sign). Dalam ilmu komunikasi

    tanda merupakan sebuah interaksi

    makna yang disampaikan kepada

    orang lain melalui tanda-tanda.

    Sebuah bendera, sebuah isyarat

    tangan, sebuah kata atau keheningan,

    gerak syaraf, peristiwa memerahnya

    wajah, rambut uban, lirikan mata, dan

    banyak lainnya, semua itu dianggap

    suatu tanda (Zoezt, 1993:18).

    Dalam teori yang dikemukakan

    oleh Ferdinand de Saussure,

    semiotika dibagi menjadi dua bagian

    (dikotomi) yaitu penanda (signifier)

    dan pertanda (signified). Penanda

    dilihat sebagai bentuk bentuk/wujud

    fisik dapat dikenal melalui wujud

    karya arsitektur, sedangkan pertanda

    dilihat sebagai makna yang terungkap

    melalui konsep, fungsi, dan/atau nilai-

    nilai yang terkandung didalam karya

    arsitektur.

    Menurut Saussure, tanda

    mempunyai dua entitas, yaitu

    signifier dan signified. Tanda

    menurut Saussure adalah kombinasi

    dari sebuah konsep dan sebuah sound-

    image yang tidak dapat dipisahkan.

    Prinsip-prinsip linguistik Saussure

    dapat disederhanakan sebagai

    berikut :

    1. Bahasa adalah sebuah fakta

    sosial.

    2. Sebagai fakta sosial, bahasa

    bersifat laten. Bahasa

    bukanlah gejala-gejala

    permukaan, melainkan

    kaidah-kaidah yang

    menentukan gejala-gejala

    permukaan.

  • 8

    3. Bahasa adalah suatu sistem

    atau struktur tanda-taneda.

    Karena itu bahasa memiliki

    satuan yang bertingkat-

    tingkat.

    4. Unsur-unsur dalam setiap

    tingkatan tersebut saling

    menjalin melalui cara tertentu

    yang disebut dengan

    hubungan paradigmatik dan

    sintakmatik.

    5. Relasi atau hubungan-

    hubungan antara unsur dan

    tingkatan tersebut yang

    sebenarnya membangun

    bahasa. Relasi menentukan

    nilai, makna, dan pengertian

    dari setiap unsur dalam

    bangunan bahasa secara

    keseluruhan.

    6. Bahasa dapat dikaji melaluii

    suatu pendekatan sikronik,

    yakni pengkajian bahasa yang

    membatasi fenomena bahasa

    pada satu waktu tertentu, tidak

    meninjau bahasa dalam

    perkembangan dari waktu ke

    waktu. (diakronis).

    Dari poin-poin tersebut dapat

    ditarik garis besar turunan teori

    Saussre yaitu penggolongan

    semiotika menjadi tiga bagian, yaitu :

    a. Sintaksis, adalah bagaimana

    arsitektur sebagai tanda

    berupa bentuk, wujud, atau

    fisik dan ruang.

    b. Semantik, adalah bagaimana

    arsitektur dibaca sebagai tanda

    berupa bentuk dan ruang

    dengan denotatum dan

    konotatumnya (makna asli dan

    esensi).

    c. Pragmatik, adalah bagaimana

    arsitektur dapat dibaca sebagai

    bentuk dan ruang fungsional

    yang berhubungan dengan

    penggunanya.

    Dalam penerapannya pada

    arsitektur, teori ini digunakan untuk

    mempelajari lebih rinci tentang

    hubungan dari tanda-tanda pada

    elemen arsitektural secara fungsional,

    bentuk, dan aktivitas yang diwadahi.

    Konfigurasi visual dan interelasi dari

    elemen-elemen arsitektural dari skala

    lingkungan kampung, rumah tinggal,

    dan ragam hias terdapat keragaman

    dan keseragaman yang khas (Amiuza,

    2012)

    Teori Budaya Jawa

    Budaya adalah suatu cara hidup

    yang berkembang dan dimiliki

    bersama oleh sebuah kelompok orang

    dan diwariskan dari generasi ke

    generasi. Budaya terbentuk dari

    banyak unsur yang rumit, antara lain

    agama, politik, adat istiadat, bahasa,

    pakaian, bangunan dan karya seni.

    Dalam hal ini, arsitektur

    merupakan salah salah satu bentuk

    budaya, yang juga terdapat dalam

    budaya Jawa. Dalam setiap penataan

    ruang di Jawa semuanya pasti

    memiliki makna dan alasan dari

    disusun dan ditatanya ruang secara

    teratur baik ruang luar maupun ruang

    dalam. Hal tersebut dipengaruhi oleh

  • 9

    budaya di masa lalu yang diwariskan

    hingga saat ini.

    Dalam setiap perancangan

    bangunan pada bangunan Jawa selalu

    memiliki makna dan nilai filosofis

    yang terkandung di dalamnya. Mulai

    dari hutubungan manusia dengan

    alam, hubungan manusia dengan

    Tuhan, dan hubungan antar manusia.

    Arsitektur dianggap sebagai teks yang

    dapat disusun sebagai gramatikal (tata

    bahasa) dapat dilihat sebagai

    hubungan antara tanda dengan

    denotatumnya atau yang berhubungan

    dengan arti bentuk-bentuj arsitektur

    (Vakeva, 2009). Dan demikianlah

    bagaimana arsitektur dalam budaya

    Jawa dapat dibaca sebagai tanda dan

    dimaknai dalam setiap aspek

    kehidupan.

    Memasuki sebuah bangunan

    seperti halnya berada di bawah pohon

    yang besar (Prijotomo, 2008). Dalam

    tulisan tersebut menjabarkan bahwa

    perteduhan adalah menempatkan atau

    meletakkan sesuatu di atas kepala

    manusia. Sebuah pohon merupakan

    representasi dari arsitektur Jawa,

    bagian atap dimetaforakan sebagai

    rindang pohon, tiang

    direpresentasikan sebagai batang

    pohon yang menyangga atap, dan

    lantai dimetaforakan sebagai akar

    yang menancap erat di tanah.

    Dan dari penjabaran-penjabaran

    di atas dapat disimpulkan bahwa

    arsitektur dalam budaya Jawa sendiri

    merupakan sebuah bentuk komunikasi

    yang dilakukan oleh manusia melalui

    tanda, mulai dari bentuk, posisi,

    hingga susunan paling dasar pada

    bangunan. Dan arsitektur dalam

    budaya Jawa juga memiliki nilai

    filosofis yang erat kaitannya dengan

    kehidupan manusia.

    METODE PENELITIAN

    Metode Umum

    Metode yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah metode deskriptif

    kualitatif. Yang digunakan untuk

    menggali objek pada penelitian yang

    berhubungan dengan semiotika dan tanda

    pada objek yang diteliti. Metode ini lebih

    memusatkan perhatian kepada aspek-

    aspek tertentu dan sering menunjukkan

    hubungan antara berbagai variabel yang

    diteliti.

    Metode ini dilakukan dengan

    pendekatan semiotika pada desain

    arsitektural. Sehingga dapat ditarik

    kesimpulan bagaimana semiotika menjadi

    bahasa dan penghubung dari sebuah

    karya dan penggunanya. Lebih spesifik,

    pendekatan yang digunakan adalah

    pendekatan melalui tiga aspek, yaitu :

    1. Sintaksis, yaitu melihat unsur-

    unsur arsitektur sebagai tanda

    berupa bentuk fisik dan ruang

    yang saling berhubungan.

    2. Semantik, yaitu melihat unsur-

    unsur arsitektur dari sebagai tanda

  • 10

    melalui makna atau konotasi dari

    ruang dan bentuknya

    3. Pragmatik, yaitu melihat unsur

    unsur arsitektur sebagai tanda

    berupa hubungan dari fungsi

    bentuk dan ruang dengan

    penggunanya.

    Pengumpulan Data

    1. Data primer berupa observasi,

    wawancara dan dokumentasi

    kawasan secara langsung

    2. Data sekunder dengan melakukan

    tinjauan teori atau pustaka dan

    tinjauan penelitian sejenis atau

    komparasi.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Gambaran Umum

    Jawa Timur merupakan sebuah

    provinsi yang menjunjung tinggi nilai dan

    esensi luhur yang diterapkan oleh leluhur.

    Dalam setiap budaya yang ada tidak

    pernah lepas dari nilai dan esensi luhur

    yang mendasar yang erat hubungannya

    dengan kehidupan secara mikro maupun

    mikro.

    Sekolah di Jawa Timur

    Pada umumnya sekolah di Jawa

    Timur tidak jauh berbeda dengan sekolah

    lain dimanapun, namun sekolah di Jawa

    Timur lebih menjunjung budaya dan

    pendidikan dimana keduanya merupakan

    hal yang sinkron. Disini juga ditanamkan

    tentang bagaimana menghargai sesama,

    tata cara berbahasa dan bertindak yang

    sesuai dengan budaya yang ada.

    Dahulu tidak ada karakteristik

    jelas tentang sekolah bagaimana

    seharusnya, seperti di Jawa Timur dengan

    bangunan joglo yang khas juga menjadi

    salah satu bentuk dari sekolah yang

    diadaptasi dari rumah tinggal. Hal

    tersebut dikarenakan sekolah bukanlah

    merupakan sesuatu yang harus ada pada

    zaman dahulu. Dan bentuk fisik juga

    hanaya sebatas ruang terbuka yang

    digunakan untuk belajar dan mencari

    nilai tentang kehidupan.

    Semiotika pada Sekolah di Jawa

    Timur

    a. Sintaksis

    Bentuk sekolah yang ada di Jawa

    Timur sebatas sebuah pernaungan

    dengan karakteristik tempat beratap.

    Sebuah sekolah juga memiliki tempat

    luas yang digunakan untuk area

    berkumpul dan bersosialisasi. Untuk

    orientasi bangunan tidak dijelaskan

    secara detail karena saat ini tidak terikat

    seperti jaman dahulu bahwa tempat

    belajar selalu ada di gunung.

  • 11

    b. Semantik

    Sekolah merupakan simbol dari

    pendidikan dan kebudayaan Jawa yang

    sangat jelas terlihat. Dari segi umum

    sekolah tidak lagi dilihat sebagai tempat

    belajar saja, tapi untuk memahami

    bagaimana manusia dapat hidup, saling

    berkomunikasi, dan tumbuh bersama.

    c. Pragmatik

    Sekolah saat ini mewadahi fungsi

    yang semakin berkembang mengikuti

    perkembangan zaman. Dimana sekolah

    juga sebagai sarana pengembangan

    potensi dan aktualisasi diri. Sehingga

    semakin kompleks juga ruang atau

    fasilitas yang diwadahi.

    KESIMPULAN

    Hubungan semiotika antara

    sintaksis, semantik, dan pragmatic yang

    ada pada sekolah saat ini berbeda cukup

    jauh dengan sekolah pada awalnya.

    Sebagai saran dari hasil penulisan karya

    ilmiah ini perlu ditinjau lagi kesesuaian

    sekolah dari segi fungsi dan makna

    apakah sekolah di Jawa Timur sudah

    sesuai secara esensi dengan sekolah pada

    dasarnya tanpa membawa sekolah di

    masa lalu ke masa sekarang namun hanya

    untuk menyesuaikan kembali esensi

    dasarnya. Diharapkan hasil studi ini

    dapat diimplementasikan dan

    dikembangkan lebih lanjut sehingga

    dapat bermanfaat bagi pendidikan dan

    masyarakat.

  • 12

    DAFTAR PUSTAKA

    Prijotomo, Josef. 2008. Arsitektur

    Nusantara: Arsitektur Perteduhan

    dan Arsitektur `Liyan`.

    Pembacaan Arsitektural atas

    Arsitektur Masyarakat Tanpa

    Tulisan. Pidato Pengukuhan Guru

    Besar. Institut Teknologi Sepuluh

    Nopember (ITS), Surabaya.

    Zoest Art van,

    1993. Semiotika, Jakarta: Yayasan

    sumber agung.

    Vihma & Vakeva. 2009.

    Semiotika Visual dan Semantika

    Produk. Bandung:Jalasutra.

    Amiuza, Chairil Budiarto. 2012.

    Sintak Arsitektur Kampung

    Pengrajin Batik Gedok. Jurnal

    RUAS.

    Kriyantono, Rachmat. 2007.

    Teknik Praktis Riset Komunikasi.

    Jakarta: Kencana