apoptotik cell deah translate

33
FISIOLOGI JANIN DAN NEONATUS APOPTOSIS SEL MATI Kematian sel dapat diproses dengan berbagai cara, termasuk apoptosis ataupun nekrosis, yang diklasifikasikan berdasarkan biokimia dan morfologinya. Apoptosis dapat disamakan dengan program kematian sel (PKS= PCD = program of cell death), karena mekanisme intrinsik sel untuk bunuh diri yang diatur oleh berbagai signal dari berbagai jalan. Apoptosis merupakan proses yang membutuhkan energi yang berhubungan dengan fragmentasi dan kondensasi nukleus, kelimpahan kromosom DNA ke dalam fragmen internukleus, dan membungkus sel yang mati ke dalam apoptosis tanpa pemecahan membran plasma. Badan apoptosis ditandai dan dikeluarkan oleh sel fagosit, sehingga inflamasi tidak terjadi pada sel yang mati. Apoptosis sel yang mati memainkan aturan penting pada perkembangan sistem saraf mamalia dan juga gejala utama pada kerusakan atau gangguan otak. Berlawaan dengan apoptosis, nekrosis merupakan bentuk kematian sel pasif dan sering sebagai akibat kerusakan berat dari organel seperti mitokondria. Dikarakteristikkan dengan pembengkakan sel, ganggguan integritas membran, keluarnya isi sitoplasma ke dalam ruang ekstraseluler, dan akhirnya mengaktifkan respon inflamasi, sehingga nekrosis

Upload: cherry

Post on 14-Sep-2015

232 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

apoptotik

TRANSCRIPT

FISIOLOGI JANIN DAN NEONATUS

APOPTOSIS SEL MATI

Kematian sel dapat diproses dengan berbagai cara, termasuk apoptosis ataupun nekrosis, yang diklasifikasikan berdasarkan biokimia dan morfologinya. Apoptosis dapat disamakan dengan program kematian sel (PKS= PCD = program of cell death), karena mekanisme intrinsik sel untuk bunuh diri yang diatur oleh berbagai signal dari berbagai jalan. Apoptosis merupakan proses yang membutuhkan energi yang berhubungan dengan fragmentasi dan kondensasi nukleus, kelimpahan kromosom DNA ke dalam fragmen internukleus, dan membungkus sel yang mati ke dalam apoptosis tanpa pemecahan membran plasma. Badan apoptosis ditandai dan dikeluarkan oleh sel fagosit, sehingga inflamasi tidak terjadi pada sel yang mati. Apoptosis sel yang mati memainkan aturan penting pada perkembangan sistem saraf mamalia dan juga gejala utama pada kerusakan atau gangguan otak.Berlawaan dengan apoptosis, nekrosis merupakan bentuk kematian sel pasif dan sering sebagai akibat kerusakan berat dari organel seperti mitokondria. Dikarakteristikkan dengan pembengkakan sel, ganggguan integritas membran, keluarnya isi sitoplasma ke dalam ruang ekstraseluler, dan akhirnya mengaktifkan respon inflamasi, sehingga nekrosis yang luas terancam terjadi apada jaringan. Paling terbaru, ide tentang program kematian sel sendiri selain apoptosis, menjadi suatu momentum. Pilihannya, bentuk nonapoptosis PKS digambarkan dan diklasifikasikan sebagai kematian sel autogfagi. Autofagi artinya memakan satu diri telah ditunjukkan pada berbagai organisme. Pada proses ini, sel bertukar menjadi program katabolik-metabolik yang konsekuensi selulernya mengurangi produksi energi sebagai mekanisme bertahan hidup selama mengalami kekurangan nutrisi. Dengan kata lain, autofagi memainkan aturan degradatif dengan melakukan mekanisme pergantian baik kerusakan organel dan menjaga protein bertahan lama. Autofagi mungkin membantu patogenesis beberapa gangguan neurodegeneratif, termasuk penyakit Hutington, dan penyakit Alzheimer, dengan mengubah proses bentuk mutan pada protein Huntington dan protein precursor amyloid. Pada konteks neurodegenerasi, autofagi menunjukkan berperan pada kematian sel yang diikuti iskemik-hipoksia serebrum pada tikus dewasa dan neonatus.

APOPTOSISApoptosis merupakan proses aktif yang berujung pada perintah pembongkaran komponen selular seperti protein dan DNA. Khususnya cysteinyl aspartate-specific protease diistilahkan caspase merupakan komponen kunci pathway apoptosis. Disintesis di dalam sitoplasma sebagai protoenzim inaktif, caspase diaktifkan selama kunci pembelahan apoptosis protein seluler, termasuk DNA perbaikan enzim, regulator siklus sel dan komponen struktural, sehingga sel pecah. Penelitian pada nematode Caenorbabditis elegans diidentifikasian sebagai jumlah gen termasuk apoptosis, termasuk Ced-3, sekarang dikenal di dalam falimi caspase. Beberapa caspase (contoh caspase-8 dan caspase 9) beraksi juga pada inisiasi upstream pada pathway apoptosis dengan memproses dan aktivasi caspase lainnya (seperti caspase-3), sehingga tejadi eksekusi downstream, pecahnya protein seluler.Setidaknya 2 pathway untuk terjadinya apoptosis (Gambar 9-1). Permulaan caspase awalnya diaktifkan dengan kematian ekstrinsik pathway reseptor atau dengan pathway mitokondria intrinsik. Pada pathway ekstrinsik, ligan berikatan pada reseptor kematian seperti Fas atau RESEPTOR tumor necrosis factor (TNF) pada membran sel yang berujung pada oligomerisasi reseptor. Aktifnya trimeric reseptor kematian menjalani perubahan konformasi pada permukaan sitoplasma pada membran plasma, mengizinkan masuknya molekul adaptor dan memulai caspase. Interaksi protein-protein ini berujung pada pembentukan death-inducing signaling complex (DISC) dan aktivasi caspase. Sebaliknya pada pathway poptosis intrinsik dimulai dengan stress atau kerusakan mitokondria, sitokrom-c dilepaskan dari ruangan intermembran mitokondria ke dalam sitosol setelah depolarisasi membran dan membentuk sebuah kompleks (istilahnya apoptosome) dengan apoptotic protease-activating factor-1 (Apaf-1) (ekuifalen Ced-4 pada C. elegans), adenosine trifosfat (ATP), dan procaspase -9, yang mengaktifkan aktivasi caspase -9. Apoptosis demikian terjadi dengan diatur kaskade protolisis yang merupakan awal caspase (dengan mengaktifkan caspase 8 dan mungkin caspase 10 dari DISC atau caspase-9 dari pathway mitokondria) membelah dan mengaktifkan caspase eksekusi (seperti caspase-3, -6, dan-7). Ini beraksi sebagai eksekusi downstream dengan memproses protein seluler dengan maksud memfasilitasi pecahnya sel. Pada beberapa contoh, caspase eksekusioner dapat menginaktifkan protein yang akan mengganggu apoptosis. Contohnya, DNA repair enzyme, poly (ADP ribose) polymerase (PARP), yang mengkatalisis perlekatan unit ADP ribose dari nicotinamide adenine dinucleotide (NAD) ke protein nucleus), diinaktifkan dengan caspase-3 dimediasi pembelahan, menghasilkan peningkatan ATP yang diapakai saat apoptosis. Pada kasus lain, aktifnya caspase downstream dapat memicu aktivasi enzim. Sehingga caspase-3 membelah inhibitor caspase-activated DNase (ICAD), menghancurkan kemampuannya untuk mengikat dan menekan apoptotic endonuclease CAD. Hasil akhir pembelahan ICAD iaah aktivasi CAD, dengan konsekuensi inisiasi fragmentasi DNA, kunci utama apoptosis. Pada stadium akhir, fragmen sel mengkerut di dalam kontraksi membran plasma dan mematikan sebagai tubuh apoptosis, sehingga mengalami fagositosis.Beberapa regulator apoptosis telah dikenal sebgai perwakilan protein normal pada sel sehat. Bcl-2 awalnya diidentifikasi pada limfoma folikuler sebagai protein antiapoptosis, membatu konsep kombinasi kerusakan apoptosis dan meningkatkan proliferasi pada sel yang sama sehinga berujung pada pembentukan tumor. Seluruh family Bcl-2 terbagi setidaknnya satu region, dikenal sebagai domain Bcl-2 hemologi (BH). Anggota lain falimy Bcl-2 hanya memiliki domain BH-3 menunjukkan proapoptosis (ex: Egl-1, Bax). Beberapa BH-3 hanya protein (e.g. Bid) diperkirakan berasksi dengan mengikat dan mencegah aksi antiapoptosis Bcl-2, dimana lainnya (mungkin Bax) mungkin berintegrasi ke dalam membran luar mitokondria dan meningkatkan permeabilitas terhadap messenger propaoptosis seperti sitokrom.Anggota famili apoptosis juga berhubungan dengan membran mitokondria seperti reticulum endoplasma dan membran nukleus. Diduga mereka beraksi dengan mempertahankan integritas membran dan kemungkinan mencegah sitokrom-e lepas dari mitokondria. Anggota famili Inhibitor apoptosis (IAP) berkasi sebagai inhibitor caspase endogen. Mereka mengisi antara 1 dan 3 BIR (Baculovirus IAP repeat) yang berinteraksi dengan caspase, memblok tempat katalisisnya. Beberapa IAP juga memiliki domain C-terminal RING yang memungkin polyubiquinasi protein sehingga mereka hancur pada proteasom. Sejumlah protein lainnya diidentifikasi lepas dari mitokondria setelah depolarisasi membran sehingga mengaktifkan apoptosis. Di antaranya, Smac/ DIABLO, dan HtrA2/Omi masing-masing berikatan pada dan menghambat IAP, melepas blok pada aktivasi caspase. Htr2A/Omi juga diduga mengaktifkan caspase independent cell death melalui aktivitas serine protease. Yang baru-baru ini dilaporkan, bagaimanapun, fenotip ekspresi tikus HtrA2/Omi menunjukkan tidak ada bukti penurunan kecepatan kematian sel tetapi fakta menunjukkan hilangnya populasi neuron pada striatum, hasil dari gangguan neurodegeneratif dengan fenotip Parkinson yang berujung pada kematian yang mempengaruhi tikus kira-kira 30 hari setelah lahir.Laporan awalnya berpendapat caspase-12, yang terletak di retikulum endoplasma (RE) dan diaktifkan setelah stress RE termasuk pelepasan cadangan kalsium intraseluler, merupakan inisiator caspase RE stress memicu apoptosis. Laporan terbaru tidak menyetujui pendapat ini, bagaimanapun, dan tubuh cukup memiliki bukti aksi caspase-12 pada respon inflamasi. Anehnya, hanya 20% penduduk dunia mengekspresikan panjang protein caspase-12; orang-orang ini mengalami peningkatan resiko terjadinya sepsis.

APOPTOSIS PADA PERKEMBANGAN NEURAL

Terjadinya PCD awalnya pada perkembangan system saraf telah diamati di dalam spektrum organisme dari C. elegans sampai tikus. Gejala PCD seringnya pada awal embryogenesis di dalam proliferasi atau pascamiosis populasi sel undifferentiated pada system saraf dan seringnya kematian sel-sel yang paling awal diamati selama perkembangan. Sekarang dibangun PCD neural awal penting pada perkembangan normal system saraf, sehingga kebutuhan kematian dini terpisah dari kematian neurotropik yang terjadi selanjutnya. Walaupun rangsangan PCD dini belum diketahui, ini bukti perkembangan PCD terjadi dengan apoptosis. Penelitian pada tikus menunjukkan PCD dini mempengaruhi bakal jaringan saraf di dalam epiblas distal anterior, yang berubah menjadi neural plate selama gastrulasi pada E6.5. Sel apoptosis juga ditemukan pada region lain termasuk lipatan hainbrain neural di antara hari 8 dan 9 (E8 dan E9). Selanjutnya, E12 dan E16, PCD terjadi di dalam ventricular dan zona intermediate pada korteks serebrum, yang terdiri dari precursor neural intermediate dan neuroblas pasca miosis terbaru. Mutasi defektif tikus pada regulator apoptois (seperti caspase) menunjukkan kelainan morfologi pada system saraf pusat (central nervous system =CNS). Beberapa mutasi mempengaruhi eksekusi atau regulasi apoptosis dan penutupan abnormal neural tube menunjukkan perluasan jaringan saraf sebelum diferenisiasi neural terminal, menyebabkan defek seperti exencephaly dan spina bifida. Prinsip umum perkembangan organism multiselular ialah kelebihan jumlah sel yang dibuat, sehingga semua kelebihan mengalami PCD dengan apoptosis selama pematangan organ fungsional. Pada perkembangan system saraf, populasi neural dan sel glial dibentuk dengan apoptosis, yang melaraskan jumlah sel, yang memperhalus hubungan, dan akhirnya mengukir sophisticated cytoarchitecture system saraf yang membantu kompleks fungsionalnya. Diperkirakan 50% neuronal dan jenis sel glial hilang selama perkembangan sebagai akibat dari pembatasan bantuan tropik dari target jaringan yang mereka persarafi. Ini digambarkan dengan Teori Neurothropik, yang berpendapat kehilangan rangsangan tropik yang menginisiasi kematian sel. Dengan kata lain, neuron yang membuat hubungan dengan target mereka menerima bantuan tropik, yang dibutuhkan untuk mengaktifkan pertahanan sel pada fase viable, dimana neuron yang tidak membuat hubungan ini mati dengan apoptosis. Walaupun konsep timbul dari penelitian system saraf, ini dikenal berhubungan dengan seluruh jaringan, termasuk innate immune system. Akhirnya, tanpa memperhatikan cara sel mati, pertahanan jaringan normal membutuhkan pelepasan sel-sel; pelepasan sel-sel ini dilakukan melalui fagositosis. Dengan kata lain, sel-sel tetangga menjadi fagosit semiprofesional untuk membentuk fungsi ini; bagaimanapun pengenalan dan perncernaan efisien sel apoptosis, fragmen sel, dan sel nekrosis pada otak dibawa oleh sel mikroglial, anggota makrofag. CARA KEMATIAN SEL PADA KERUSAKAN OTAK

Kumpulan bukti menyatakan apoptosis dapat berperan pada pathogenesis sejumlah penyakit manusia, termasuk kanker, infeksi virus, penyakit autoimun, penyakit neurodegeneratif, dan Obat anti inflamasi steroid. Walapun withdrwawal faktor tropik memiliki aturan penting selama perkembangan sistem saraf, ini tidak menjadi mekanisme patogenik primer untuk kerusakan otak atau penyakit neurodegeneratif, yang mana adanya toksin lebih menjadi pemicu pathway apoptosis.Seperti yang dijelaskan sebelumnya, nekrosis dipicu oleh stress atau kerusakan yang merusak organel selular, menyebabkan hilangnya integritas membran plasma, melepaskan isi sitoplasma, dan inflamasi. Sebaliknya, kematian sel dengan apoptosis tidak menghilangkan integritas membran, dan organel masih intak. Badan apoptosis yang terbentuk dibuang dari jaringan dengan fagositosis. Karena respon apoptosis terhadap kerusakan mengalahkan respon inflamasi, cara kematian sel ini akan menguntungkan setelah cedera otak, yang hanya memiliki kapasitas untuk memperbaiki dan regenarasi. Inisiasi inflamasi merupakan perbedaan penting antara nekrosis dan apoptosis. Kenyataannya, bukti menyarankan perncernaan badan apoptosis dan menekan respon inflamasi.Kunci penting lainnya antara apoptosis dan nekrosis adalah adanya energi intraselular. Apoptosis PCD genetik dan biokimia membutuhkan waktu, energi, dan pada beberapa kaus, translasi dan transkripsi baru. Seperti yang dijelaskan selanjutnya, bagaimanapun, perbedaan apoptosis dan nekrosis in vivo tidak selalu jelas, dan pada banyak contoh, dua cara kematian sel ini dianggap sebagai kesatuan sel senasib setelah cedera.

APOPTOSIS DAN NEKROSIS SEKUNDER AKIBAT HIPOKSIA-ISKEMIA

Walaupun mekanisme tepat kerusakan otak pada anak baru lahir sekunder karena lahir asfiksia merupakan multiaktorial, meningkatkan bukti yang tekumpul, bahwa setelah hipoksia dan iskemia otak, kerusakan sel saraf terjadi tidak hanya nekrosis tetapi juga apoptosis. Nekrosis dapat terjadi selama hipoksia-iskemia atau langsung setelah resusitasi, saat aliran darah rendah dan pada defisit akut dalam pengiriman substrat menyebabkan reduksi cepat pada produksi energi otak, kegagalan popmpa membran, ketidakseimbangan ionik berat dengan pembengkakan sel dan kematian sel nekrotik. Perubahan akut ini mungkin berhubungan dnegan peningkatan excitotoxic growth factor insulin-like rowth factor-1 (IGF-1) Setelah ameliorasi menunda cedera; pemblokkan reseptor glutamate hanya sebagian proteksi. Apoptosis telah menunjukkan terlibat pada kerusakan otak perinatal. Pada bayi baru lahir yang mati setelah cedera intrauterine, baik dengan atau tanpa bukti hipoksia-iskemia, sejumlah sel signifikan pada otak menunjukkan karakteristik morfologi apoptosis.

HUBUNGAN ANTARA APOPTOSIS DAN KEMATIAN NEKROSIS PADA CEDERA OTAK

Ini mungkin mudah untuk mempertimbangkan kematian sel setalah cedera iskemik-hipoksia karena nekrosis dan penundaan kematian sel karena apoptosis. Data yang ditunjukkan tidak sepenuhnya mendukung konsep sederhana. Pada eksperimental hipoksia- iskemia, apoptosis dan nekrosis dapat terjadi pada populasi neuron dan sel glia yang berdekatan pada cingulated sulcus, dimana analisis kuantitas kematian sel menunjukkan sejumlah poptosis dan sel nekrosis sejalan berhubungan dengan keparah deplesi ATP selama hipoksia dan iskemia. Bayi baru lahir manusia menderita kegagalan energi sekunder memiliki sel nekrosis dalam jumlah besar, yang mana sekarat pada uterine menunjukkan proporsi sel apoptosis.Kompleksitas ini mungkin meningkat pada beberapa kenyataan beberapa sel nekrosis mewakili degradasi sekunder sel apoptosis. Pada kontek ini, nekrosis sel primer dapat dianggap sebagai respon akut terhadap cedera berat dan ini merupakan pola sering pada perubahan infark serebrum. Nekrosis sel sekunder dapat terjadi pada sel yang memicu mulainya apoptosis tetapi tidak mampu melengkapi programnya. Neskrosis sel harus dibedakan dari jaringan nekrosis, yang mana sejumlah besar sel mengalami nekrosis bersamaan, mungkin primer, sekunder, atau keduanya.Kehilangan glukosa-oksigen mungkin merangsang apoptosis awalnya dan nekrosis sekunder pada sel granul serebrum. Kesamaannya, apoptosis primer mendahului nekrosis sekunder setelah injeksi excitatory amino acid receptor ke dalam otak tikus dewasa, dan kultur akar sel ganglion tikus diobati dengan oxidized low density lipoprotein. Penelitian dengan kultur neuron yang kehilangan oksigen telah dipastikan nekrosis dan apoptosis dapat terjadi pada populasi sel tunggal. Pada salah satu penelitian, pemberian Trolox (6-hydroxy-2-5-7,8, tetrametylchroman-2 carboxylic acid), yang mengganggu preoksidasi lipid, mencegah nekrosis tetapi mengijinkan neuron mengalami apoptosis. Pada penelitian terpisah, pengenalan apoptosis pada sel target dengan cytotoxic T lymphocyte diblok dengan inhibitor transkripsi atau translasi; selain itu, sel target mengalami nekrosis. Sehingga ini memungknkan untuk menukar nasib dan kerusakan sel antara nekrosis ke apoptosis.

BUKTI MOLEKULAR APOPTOSIS SETELAH CEDERA OTAK

Walaupun ini berpendapat apoptosis terjadi akibat hipoksia iskemia adalah perbedaan morfologi dari perkembangan apoptosis, di dalam banyak hybrid-necrotic-apoptotic phenotype telah terlihat, kebanyakan penelitian biokimia menyetujui proses apoptosis melibatkan hipoksia-iskemia. Memang, elemen kunci apoptosis, seperti caspase-3, Apaf-1,Bcl-2, dan Bax, merupkan up-regulation dati otak immature. Sejumlah signal molekul berhubungan dengan kematian apoptosis dirangsang oleh kerusakan oxidative phosphotylation dan cedera oksidatif.

CASPASE DAN PEMBELAHAN POLY(ADP RIBOSE) POLYMERASE

Enzim nucleus PARP menyediakan satu hubungan nyata di antara stress oksidatif, merusak metabolism energi, kerusak sel. Radikal bebas seperti NO dan peronynitrate dapat merusak DNA, berakhir pada aktivasi PRAP, yang mengkatalisis perlekatan ADP ribose unit dari NAD ke protein nukleus. Aktifasi berlebihan PARP, bagaimanapun dapat mendeplesi NAD+ dan ATP (yang dikonsumsi regenerasi NAD), berujung pada peningkatan rasio pengurangan (hidrogenasi) NAD (NADH0 ke NAD+ sesekali kematian sel dengan deplesi energi. PARP dirangsang oleh hipoksia-iskemia, dan glutamate dimediasi exitoksik in vitro dan kebanyakan berkurang di dalam volume infark setelah oklusi reversible arteri serebri pertengahan sehingga memaksa keterlibatan aktivasi PARP primer pada kerusakan neuron. Delesi genetik PARP atau inhibisi PARP dengan 3-aminobenzamide mengurangi ukuran infark setelah transient cerebral ischemia tetapi tidak mengurangi densitas sel apoptosis. Kelemahan neuron primer terhadap apoptosis tidak dipengaruhi di dalam tikus PARP-/-, berpendapat akivasi PARP tidak dibutuhkan pada apoptosis. Pada iskemik serebral, PARP mungkin membantu kematian sel dengan deplesi NAD+ dan kegagalan energi primer tanpa keterlibatan langsung dalam respon apoptosis. Bagaimanapun, PARP juga terlibat di dalam apoptosis pada jalan lainnya. Pembelahan protelitik spesifik PARP oleh caspase-3 merupakan mekanisme untuk mempertahankan kebutuhan ATP penyelesaian program apoptosis. Kedua aktifitas caspase dan pembelahan PARP telah menunjukkan peningkatan langsung setelah cedera iskemik in vivo, diikuti beberpa jam setelah penampakan gejala apoptosis.Inhibisi caspase dapat mengurangi kehilangan neuronal dari deprivasi oksigen glukosa pada neuron korteks dan cedera hipoksik-iskemik in vivo. Beberapa hasilnya, bagaimanapun, menunjukkan walapun inhibisi caspase mungkin mencegah menifestasi selular apoptosis, ini tidak mencegah kematian sel. Contohnya, ini menunjukkan bahwa mekanisme bebas caspase dapat berkontribusi terhadap kematian sel neuronal seperti translokasi apoptosis-inducing factor (AIF) dari mitokondria ke nucleus. Aturan tepat pembelahan PARP dan aktivitas caspase pada kematian sel setelah hipoksia iskiemik akan dijelaskan lebih lanjut.

AKTIVASI DAN EKSPRESI GEN

Kematian apoptosis seringanya diinduksi dan diaktivasi beberpaa gen termasuk gen-gen dini, zinc finger genes, heat-stock protein (HSPs), dan nuclear facto-kappab(NF-B). Sejumlah gen ini memiliki fungsi propapoptosis dan antiapoptosis. Contohnya, NF-KB dan HSPs diperkirakan protektif melawan stress oksidatif, yang mana c-Jun, yang difosforilasi oleh stress-activated protein kinases (SAPKs), yang berimplikasi kuat dalam pemicu apoptosis neural.Penelitian in vivo cedera iskemik menunjukkan beberapan SAPKs diaktifkan oleh cedera. Bukti yang memadai menunjukkan Jun-N-Terminal Kinase (JNK) memainkan aturan penting kematian sel neuron. Penelitian menggunakan model in vivo JNK- mematikan binatang atau inhibisi farmakologi signal JNK menunjukkan neuroproteksi signifikan melawan stroke iskemik hipoksik pada otak neonatus dan dewasa. Terlebih, inhibisi excitotoxic pathway yang melibatkan reseptor glutamate dan signal JNK juga menunjukkan protektif melawan kainite-merangsang toksisitas neuron. Kelihatannya perbedaan isoform JNK memiliki fungsi yang istimewa pada kematian sel neuron, gangguan penargetan gen jnk-3, tetapi tidak jnk-1 atau jnk-2, melindungi tikus dari kerusakan aksitoksik. Sebaliknya, gangguan gen jnk-1 atau jnk-2 berhubungan dengan letalitas embrionik, dimana jnk-3 tikus normal. Lebih lanjut, kedua tikus neonatus dan dewasa dengan delesi JNK-3 melindungi melawan eksperimen hipoksik iskemik, berpendapat aturan kritis untuk jnk 3 pada kematian sel neural.Tidak seperti JNK, keterlibatan p38 pada kematian sel neuron merupakan kontroversi; Walapun aktivasi dini p38 telah menunjukkan proteksi sel dari kematian sel dirangsang oleh pengobatan TNF, penelitian CD40 dan signal reseptor sel B menunjukkan aktivasi p38 tidak mendahului apoptosis dirangsang dengan penyatuan reseptor ini. Sebaliknya inhibitor p38 SB203580 mampu mencegah glutamate merangsang apoptosis pada neuron granul serebrum. Dengan kata lain, penelitian in vivo telah menunjukkan ihibisi p38 menyediakan neuroproteksi pada sikemik serebrum, dan mitogen kinase-2 (MK-2) tikus normal (MK-2 menjadi langsung diatur oleh p38) secara parsial diproteksi dari cedera otak iskemik.Subklas ketiga MAPK, diketahui sebagai extracellular regulated kinase (ERKs), juga mengaktifkan respon terhadap faktor stress neurotoksik. Walaupun, telah dicatat bahwa inhibisi signal ERK secara signifikan melindungi melawan cedera otak iskemik, penelitian terbaru menunjukkan pentingnya aturan ERK pada cedera otak traumatic. Diambil bersamaan, data menunjukkan 3 subklas MAPK secara selektif diaktifkan cedera otak, tergantung pada rangsangan neurotoksik alami.

AKTIVASI RESEPTOR KEMATIAN

Aktivasi SAPK sebagai satu dari signal downstream paling awal pada aktifasi reseptor kematian memberikan bukti signal interseluler mungkin terlibat dalam pencetus kematian sel selama cedera jaringan. Reseptor untuk signal proapoptosis termasuk TNF dan interleukin-1 (IL-1) diekspresikan akut pada cedera otak dan mungkin berkontribusi pada progresi keruasakan saraf setelah hipoksia iskemia.Satu dari penelitian terluas cytokine responsive receptors merupakan reseptor Fas. Ini pertama kali digambarkan untuk memainkan aturan kematian sel immune tetapi sekarang diketahui berfungsi pada jaringan lainnya, termasuk otak, menyediakan contoh kepentingan ontology pada mekanisme apoptosis dam homeostasis dan perkembangan. Fas diekspresikan di dalam perkembangan jaringan otak, ini mungkin terlibat di dalam perkembangan signal. Terlebih, aturan kematian sel diikuti hipoksia-iskemik diusulkan, karena kurangnya fungsional Fas death receptor merupakan neuroprotektif pada model dewasa hipoksik iskemik. Ekspresi Fas juga di up regulasi setelah hipoksia-iskemik di pada otak neonates dimana fungsinya sebagai reseptor kematian. Infan asfiksia dengan pontosubicular neuronal necrosis secondary sampai asfiksia perinatal berat menunjukkan penanda nekrosis meningkat pada ekspresi protein reseptor Fas pada neuron degeneratif. Ekspresi Fas diparalelkan dengan ekspresi beberapa factor pathway apoptosis ekstrinsik termasuk FLIP (FLICE-inhibitory protein), FADD (Pas-associated protein with death domain) dan capcase-8 dan -3, dan dengan translokasi dari cytochrome oxidase dari mitokondria. Dengan kata lain stimulasi reseptor kematian ekstrinsik, banyak bukti menunjukkan kaskade mitokndria atau intrinsik diaktifkan setelah signal reseptor kematian Fas dan berfungsi memperkuat Fas-memediasi kematian.Reseptor kematian lainnya terdapat di dalam perkembangan otak dan memiliki potensial respon terhadap ligand mereka dengan signaling kematian sel. Contohnya, reseptor TNF tikus normal lebih rentan terhadap cedera hipoksik iskemia, dimana injeksi intracerebroventrikular rekombinan IL-6 secara signifikan mengurangi cedera otak iskemik, berpendapat peningkatan besar TNF dan IL-6 sekunder terhadap iskemik serebral merupakan respon neuroprotektif endogen. Tikus yang kekurangan faktor survival NF-kB lebih rentan terhadap TNF-merangsang kerusakan. Penanda disparitas pada up regulation reseptor Fas dan reseptor TNF lainnya menyarankan perbedaan dasar dalam aturan yang sangat dekat berhubungan dengan reseptor di dalam perkembangan otak dan respon terhadap cedera pada bayi baru lahir.

FAKTOR YANG MEMUTUSKAN PILIHAN ANTARA APOPTOSIS DAN NEKROSIS

Sejumlah faktor yang berbeda mempengaruhi sel akan mengalami apoptosis atau nekrosis, termasuk stadium perkembangan, jenis sel, keparahan cedera, dan avaibilitas ATP.

Perkembangan Umur, Difrensiasi, dan Jenis Sel

Stadium perkembangan sel mungkin sebuah faktor yang menentukan apoptosis vs nekrosis. Contohnya, sel Purkinje serebrum berdifrensiasi dini pada perkembangan otak. Pada model porcine cedera hipoksia-iskemik, sel-sel ini merupakan indikator yang sangat sensitif terhadap tingkat cedera tetapi hanya mengalami nekrosis, tidak pernah apoptosis. Sebaliknya, sel granul serebrum, yang berkelanjutan untuk terbagi dan bermigrasi setelah lahir, mengalami apoptosis pada skala besar setelah cedera iskemik hipoksik. Miripnya, setelah cedera excicitotoxic terhadap striatum tikus bayi baru lahir, kematian neuronal terjadi dengan apoptosis, dimana pada orang dewasa, sama mengganggu menghasilkan disintegrasi cepat sitoplasma, konsisten dengan nekrosis. Cara kematian sel juga bergantung pada tingkatan difrensiasi sel. Membagi sel progenitor secara parikular sensitif terhadap rangsangan apoptosis, karena siklus sel machinery secara intim berhubungan dengan apoptosis. Sejumlah penelitian terpisah juga mengindikasikan jenis sel spesifik secara partikular disensitisasi selain nekrosis dan apoptosis.

Keparahan Cedera

Jenis sel yang sama dipicu mengalami apoptsis setelah cedera ringan tetapi neksrosis jika kerusakan berat. Dua kemungkinan ini telah menunjukkan sel neuron pada sejumlah penelitian in vitro. Tidak jelas permulaan bagaimana keparahan cedera memerintah apoptosis atau nekrosis. Satu kemungkinan bahwa tingkat kerusak organel sel mempengaruhi cara kematian sel. Mitokondria secara particular sensitif terhadap cedera hipoksia dan memainkan aturan penting pada kedua apoptosis dan nekrosis. Contohnya inhibitor complex-1 memicu apoptosis apada konsentrasi rendah dan nekrosis pada konsentrasi tinggi di dalam garis neuron pada kultur. Memang telah dinyatakan bahwa keparahan kerusakan mitokondria merupkan faktor terpenting di antara dua cara kematian. Pada skenario ini, pengikatan sedikit pada permeabilitas membrane mitokondria dapat menyebabkan pelepasan terkontrol faktor apoptogenik melalui membran luar, sementara kerusakan mitokndria berat melepaskan banyak C2+ dan jenis oksigen reaktif ke dalam sitosol, berujung pada gangguan integritas membrane plasma dan nekrosis sel. Pentingnya kerusakan oksidatif pada proses ini digarisbawahi oleh penemuan complex I inhibitor dependent apoptosis dikurangkan oleh prapengobatan dengan penyapu radikal bebas, walapun ini diputuskan apakah penumpukan radikal bebas langsung dari pembendungan rantai pernapasan mitokondria atau secara tidak langsung dari proses apoptosis selnya sendiri.

Avaibilitas Adenosine Triphospate

Seperti yang telah dipaparkan, apoptosis membutuhkan energi, dimana deplesi seluruh ATP menyebakan nekrosis. Sehingga avaibilitas ATP sepertinya menentukan kematian apoptosis atau nekrosis. Jika sel menyokong faktor letal, mereka akan mampu mengeksekusi program apoptosis jika level ATP dibutuhkan, dimana situasi terbatas pada avaibilitas ATP, tingkat yang sama pada cedera seluler hanya dapat menyebabkan nekrosis. Sejalan dengan kemungkinan ini, glutamate oxcitotoxicity telah menunjukkan merangsang nekrosis atau apoptosis, tergantung pada fungsi mitokondria. Selama dan singkat setelah pemaparan glutamate, neuron yang mati dengan nekrosis mengurangi potensial membran mitokondria (Am) dan pembengkakan nukleus. Sebaliknya, neuron yang ditutupi Am dan tingkat ATP selanjutnya menjalani apoptosis. Pemakaian ATP oleh repair enzyme juga mempengaruhi cara kematian sel. Penghambatan PARP mencegah nekrosis dan memicu apoptosis di dalam sel yang terpapar terhadap hydrogen peroxide. Mungkin kebanyakan demonstrasi langsung pentingnya ATP di dalam kultur sel tubulus proksimal tikus, di mana deplesi ATP sendiri menyebabkan apoptosis atau nekrosis bergantung pada keparahannya: Sel yang diberikan antimicin untuk deplesi ATP di bawah 15% sel control mati dengan nekrosis, sementara sel dengan tingkat ATP antara 25%-70% pada sel kontrol mati dengan apoptosis. Perpanjangan pengamatan ini, juga memungkinkan untuk mengubah cara kematian sel dengan memanipulasi tingkat ATP seluler.Pemeliharaan tingkat ATP dapat mengurangi proporsi sel nekrosis setelah cedera hipoksik iskemik dan meningkatkan sejumlah apoptosis. Choi dkk. menunjukkan nekrosis sel primer sekunder terhadap iskemia berat berkurang dengan penambahan n-Methyl-D-asparte antagonist MK-801. Di dalam penelitian mereka, residual neuron menjalani bentuk kematian sel dengan tanda apoptosis. Selain itu, proteksi dari apoptosis dapat menyalahi sel terhadap kematian nekrosis. Sehingga sel diobati dengan agen-agen yang mengurangi Am tunggal mengalami apoptosis, dimana menjaga kondisi indentik di dalam adanya caspase inhibitor Z-VADfmk mati dari nekrosis.

Stress Oksidatif

Bayi yang baru lahir, khususnya neonatus prematur, diperkirakan rentan terhadap kerusakan jaringan dari stress oksdidatif karena pengurangan kapasitas total antioksidan, dan beberapa penelitian melihat kemungkinan penunurunan morbiditas di dalam kelompok umur ini dengan perburukan efek stress oksidatif. Stres oksidatif dipertimbangkan menjadi mediator mayor apoptosis pada beberapa sistem seluler, termasuk neuron. Stimulasi yang menyebabkan stress oksidatif, termasuk kultur oksigen tinggi, pemaparan terhadap -amiloid, dan hipoksia iskemik transien, seluruhnya memicu apoptosis. Kedua H2O2 dan sejenis nitric oxide (NO) dapat merangsang apoptosis saat memakai eksogen dan diproduksi di dalam konsentrasi toksis oleh sel yang menjalani apoptosis yang dipercepat rangsangan fisiologi lainnya.Signal oksidatif untuk apoptosis dapat berasal dari eksraseluler dan intraseluler dan juga dapat berasal dari penurunan konsentrasi antioksidan. Memang, sejumlah strategi serebroprotektif langsung secara spesifik mengurangi stress oksidatif. Aturan neuroprotektif untuk antioksidan dicatat menggunakan model in vivo pada cedera otak hipoksik iskemik. Cyclosporine, inhibitor prooxidant merangsang Ca2+ lepas dari mitokondria, telah menunjukkan aturan perubahan mitokondria pada proses apoptosis. Cyclosporin dapat melindungi melawan kehilangan viabilitas sel dirangsang oleh prooksidan atau dengan NO, sering mengubah fungsi mitokondria setelah iskemik, dan melindungi sel melawan apoptosis dirangsang dengan Fe2+, -amyloid peptide, atau NO- generating compounds.

ATURAN MITOKONDRIA DI DALAM APOPTOSIS DAN NEKROSISMitokondria adalah generator primer energi sel yang penting untuk homeostasis dan viabiliatas sel. Gangguan atau perubahan fungsi mitokondria dapat berujung pada kematian sel. Saat utama yang mungkin berperan penting pada disfungsi mitokondria, didiskusikan lebih lanjut, termasuk depriasi ATP, elevasi konsentrasi kalsium intraselular dan produksi ROS, dan trasnsisi permeabilitas mitokondria dan kematian sel, diantara lainnya.

Deprivasi Adenosine Trifosfat

Satu dari kejadian penting adalah kegagalan mitokondria dan jatuhnya tingkat ATP yang dapat menyebabkan nekrosis; inhibisi langsung metabolisme mitokondria juga memicu apoptosis. ATP, bagaimanapun, dibutuhkan untuk signal apoptosis, seperti aktivasi caspase dan up regulasi gen apoptosis. Regenerasi ATP selama reperfusi pada iskemik otak sepertinya membantu apoptosis neuron. Defisit bioenergi juga akibat dari kegagalan rantai transport electron, membahayakan potensial mitokondria dan mengurangi kadar ATP. Seperti defek yang dikarakteristikkan sebagai penyakit neurodegeneratif.

Peningkatan Konsentrasi Kalsium Instraseluler dan Produksi Oksigen Reaktif

Cedera iskemik menyebabkan influks kalsium ke dalam sel (melalui reseptor glutamate), yang kemudian memediasi kematian sel excitotoxic. Mitokondria menjadi overload dengan kalsium, berujung pada generasi reactive oxygen species (ROS). Sintesis reduksi ATP, depolarisasi potensial mitokondria, dan meningkatkan permeabiltas atau membran mitokondria. Konsentrasi kalsium tinggi juga membantu aktivas tak terkontrol calcium-dependent protease, calpains, dan endonuklease, menyebabkan degradasi protein seluler dan DNA dan kematian sel. Generasi ROS merupakan kejadian penting di dalam pertahanan transduksi signa sel. Bagaimanapun gangguan rantai pernapasan menyebabkan peningkatan ROS, menyebabkan peroxidasi lipid dan protein sehingga mengganggu mitokondria dan membran seluler lainnya. Didahului mekanisme yang mulanya dijelaskan, dan banyak arus menarik yang difokuskan pada transisi permeabilitas membran mitokondria.

Transisi Permeabilitas Pori Mitokondria

Satu efek yang mungkin mempengaruhi kerusakan radikal bebas pada mitokondria pertama kali dihipotesis oleh Sulachef dan dipastikan selnajutnya dengan eksperimen langsung. Hipotesis mengusulkan megachanel mitokondria atau transisi permeabilitas terlibat dalam pencegahan akumulasi ROS. Konsentrasi ROS tinggi di dalam mitokondria akan memicu pembukaan pori, mengatur pelepasan radikal bebas ke dalam sitosol. Halinya berkurang di dalam ROS mitokondria secara berkelanjutan menutup pori. Sebaliknya, penumpukan radikal bebas persisten di dalam mitokndria akan mencegah penutupan pori, berujung pada pelepasan apoptosis merangsang protein. Dengan jalan ini, sel-sel memproduksi radikal bebas yang berlebihan akan dieleminasi dengan apoptosis. Khususnya hipotesis ini, jelas bahwa pori trasnsisi permeabilitas mitokondria diaktifkan oleh ROS.Pembukaan megachanel juga dirangsang bebas ROS, walaupun hasilnya di semua kasus tiba-tiba meningkat pada permeabilitas membran dalam mitokondria terhadap molekul kecil. Walaupun pembukaan transien pori transisi permeabilitas mungkin terlibat di dalam homeostasis kalsium atau pelepasan radikal bebas, memperthankan transisi permeabilitas menyebabkan pelepasan respiratory chain enzyme, kegagalan generasi ATP, dan melepaskan specific apoptosis-iniating protein seperti sitokrom c ke dalam sitosol (lihat selanjutnya) Walaupun komposisi yang tepat pada pori transisi permeabilitas tidak diketahui, eksperimen menggunakan inhibitor spesifik fungsi protein mitokondria telah mengidentifikasi komponen kunci. Sebagai contohnya asam bongkrekik, suatu ligan pada mitochondrial adenine nucleotide (ANT), melenyapkan transisi permeabilitas mitokondria dan menghambat p53-dependent thynocyte apoptosis dirangsang oleh kerusakan DNA. Mirip, efek protektif cyclosporine mengimplikasikan cyclophylin D sebagai komponen kunci pori transisi permeabilitas. Anggota lainnya termasuk cytosolic hexokinase, dan porin (voltage dependent anion channel), creatine kinase, dan anggota protein family Bcl-2 proapoptotik. Walapun regulasi Bax dan Bak oleh anggota antiapoptosis family Bcl-2 baik diketahui, bukti lebih baru menyatakan tambahan protein berpartisipasi di dalam proses, sebagai inhibitor dan aktivator. Terlebih, pengaturan kembali lipid mitokondria selama apoptosis memainkan peran dalam proses permeabilitas yang mungkin lebih penting daripada kemungkinan pertama.

Anggota Famili Bcl-2 dan Mitokondria

Bcl -2 merupakan protein membran mitokndria yang memblok kematian apoptosis pada banyak jenis sel. Mekanisme awal proteksi Bc;-2 masih belum jelas, bagaimanapun, beberapa bukti mengindikasikan Bcl-2 mengatur pathway antioksidan pada generasi radikal bebas. Lagipula, protein propapoptosis Bax dan truncated Bid berinteraksi dengan ANT dan VDAC (voltage dependent anion selective channel protein) menyebabkan perubahan transisi permeabilitas mitokondria. Selain itu, proapoptosis Bax dan Bak mungkin membentuk hubungan yang mengizinkan pelepasan protein proapoptosis dari mitokondria. Bagaimanapun, data baru mengindikasikan anggota family Bcl-2 mencegah transisi permeabilitas mitokondria, mengusulkan inhibisi generasi radikal bebas mungkin efek sekunder.Sejalan dengan aturan ini, sitokrom c melepas dapat dimulai dengan proapoptosis protein Bax. Lebih lanjut, Bcl-xl. Secara fisik berinteraksi dengan mitochondria-derived protein Apaf-1 lainnya, untuk menghambat hubungan ini (dan aktivasi berkelanjutan) pada caspase -9/ Dengan kata in, pada beberapa jenis sel, Bcl-2 tidak mencegah atau menunda penurunan ATP selluar berkelanjutan untuk menghambat metabolic, mengusulkan pemblokan apoptosis ini pada poin downstream runtuhnya homeostasis energy seluler.Walaupun mekanisme yang mendahului proteksi Bcl-2 merupakan masalah yang masih diperdebatkan, ini menunjukkan untuk melindungi neuron dari apoptosis sekunder sampai iskemik serebrum. Overekspresi protein Bcl-2 di bawah control promoter neuron spesifik dapat mengurang kehilangan neuron setelah oklusi permanen dari middle cerebral artery. Sebagai tambahan, tikus dengan delesi untuk gen propaoptosis protein Bcl-2 Bim dan Bad telah menunjukkan proteksi dari cedera otak hikoksia iskemik pada neonatal.

Transisi Permeabilitas Mitokondria dan Kematian Sel

Pada sel intake, konsekuensi awal transisi permeabilitas mitokondria adalah reduksi potensial membrane mitokondria, dan saat selanjutnya penurunan integritas membrane luar berujung pada pelepasan protein yang terlibat dalam eksekusi apoptosis. Bantuan untuk proposal datang dari temuan supernatant dari mitokondria yang mengalami transisi permeabilitas yang menyebabkan perubahan apoptosis pada nukleus yang terisolasi.Banyak informasi menganggap indentitas faktor mitokondria terlibat dalam apoptosis didapatkan dari system bebas sel untuk memproduksi program apoptosis in vitro. Pada beberapa model, apoptosis bisa dimulai dengan penambahan deoxyadensine triphosphate (Datp) tetapi juga membutuhkan sitokrom c. Perlekatan sel mengalami apoptosis menujukkan translokasi sitokrom c (yang normalnya berfungsi sebagai pembawa electron pada rantai pernapasan) dari mitokondria ke sitosol, yang mengakibatkan aktivasi caspase spesifik terlibat dalam eksekusi apoptosis. Di antaranya, caspase-3 diperkirakan menjadi sangat penting untuk eksekusi apoptosis, karena sel sitokrom c. sangat penting untuk eksekusi apoptosis, karena sel yang kurang terdeteksi enzim ini gagal untuk menjalani sitokrom c dependent apoptosis. Walaupun inhibitor caspase mengurangi potensial membran dan kematian sel, mereka tidak mencegah lairan sitokrom c dari mitokondria ke sitosol, yang harus terjadi pada upstream aktivasi caspase.Efek translokasi sitokrom c ke sitosol terjadi paradoxal. Walapun ATP dibutuhkan untuk eksekuasi apoptosis, defisit mitokondria sitokrom c terkadang akan berakibat pada kematian rantai pernapasan, dan konsekuensinya, sintesis ATP akan berhenti. Sehingga Fas diatur oleh apoptosis di dalam sel Jurkat berakibat pada inaktivasi sitokrom c dengan penghentian konsumsi oksigen. Kebalikannya tidak selalu didahului hilangnya translokasi sitosolik sitokrom c.Namun, sitokrom c keluar merupakan hubungan penting antara mitokondria dan apoptosis, setidaknya di dalam beberapa system. Sejalan dengan konsep ini mitokondria sebagai control apoptosis, mitokondria mengubah awal aktivasi enzim yang terlibat di dalam eksekusi apoptosis dan inhibitor pori transisi permeabilitas dapat mencegah apoptosis. Pembukaan pori mitokondria mengizinkn difusi bebas molekul propaoptosis yang terlibat dalam kedua kematian sel tergantung caspase dan bebas caspase. Walaupun keterlibatan AIF pada apoptosis masih kontroversial, ini menunjukkan AIF merupakan kontributor terbanyak terhadap kehilangan neuron setelah hipoksia iskemia serebrum neonatal. Apoptosis diatur pada tingkat multiple dengan berbagai mekanisme yang melibatkan sejumlah protein termasuk x-linked inhibitor of apoptosis protein (XIAP), c-IAP2, Smac / DIABLO, HtrA/Omi, dan XIAP associate factor-1 (XAF1). Laporan terbaru menunjukkan bahwa perubahan tingkat XIAP setelah iskemik batang otak pada dewasa. Namun, ekspresi dan fungsi protein regulator ini di dalam cedera otak neonatal tidak belum dimengerti.

PANDANGAN MASA DEPANSecara luas diterima bahwa kematian sel apoptosis dan nekrotik merupakan komponen penting pada kehilangan neuron diikuti cedera pada perkembangan otak. Hubungan antara aoptosis dan nekrosis di dalam cedera jaringan tidak selalu jelas. Cara kematian sel dputuskan dengan sejumlah faktor seluler, termasuk perkembangan status, keparahan cedera, dan fungsi mitokondria. Kompleksitas kejadian terlibat di dalam kerusakan oksidatif terhadap otak digarisbawahi kebutuhan pendekatan terapetik yang melawan banyak mekanisme kerusakan gangguan pada kedua proses apoptosis dan nekrosis. Kemungkinan bahwa pendekatan antiapoptosis akan menjadi keuntungan klinis terbanyak, karena kematian sel nekrotik lebih sering terjadi sebagai konsekuensi awal cedera otak. Sehingga, mungkin mendorong banyak pemain di pathway signa apoptosis, karena peneliti sekarang diberikan dengan banyaknya target terpetik. Beberapa tahun mendatang, ini penting untuk memutuskan yang mana akan sangat efektif pada penurunan kematian sel apoptosis akibat dari cedera otak neonatal.