“penentuanpolapenyalurandidaerahgedangsar ......proceeding,seminarnasionalkebumianke-11...

13
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11 PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA 5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA 1107 “PENENTUAN POLA PENYALURAN DI DAERAH GEDANGSARI-BAYAT, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA-JAWA TENGAH MENGGUNAKAN PENDEKATAN KUANTITATIF” Dr. Agung Setianto, S.T., M.Si. 1* Magdalena Ari Tifani 2 1 Universitas Gadjah Mada, Jalan Grafika No.2, Yogyakarta 55281 2 Universitas Gadjah Mada, Jalan Grafika No.2, Yogyakarta 55281 *corresponding author: [email protected] ABSTRAK Daerah penelitian yang berada di Kabupaten Gunungkidul dan Klaten merupakan bagian dari fisiografi Pegunungan Selatan. Pada daerah tersebut dijumpai morfologi khas seperti perbukitan terisolasi di Bayat, Klaten; lajur pegunungan Baturagung, Gunungkidul dan dataran rendah diantara keduanya. Perbedaan morfologi suatu daerah dapat direpresentasikan melalui jenis pola penyaluran yang ada, sehingga pengetahuan mengenai pola penyaluran akan sangat bermanfaat untuk memberikan gambaran mengenai kondisi berupa batuan dasar dan struktur geologi. Pendekatan kualitatif yang berupa geometri dan topologi jaringan sungainya, digunakan sebagai data awal untuk menentukan jenis pola penyaluran yang dihasilkan berdasarkan data Digital Elevation Model (DEM) Terrasar dengan resolusi spasisl 9 meter. Selanjutnya pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengidentifikasi pola penyaluran menggunakan perhitungan secara statistik. Perhitungan secara statistiknya meliputi perhitungan sudut, kelengkungan, panjang rasio, dan panjang daerah aliran sungai (DAS). Berdasarkan pendekatan kuantitatif, pola penyaluran di daerah penelitian diidentifikasikan terdapat 3 jenis, yaitu pola radial; yang berkembang pada morfologi perbukitan terisolasi, pola subdendritik; yang berkembang pada morfologi lajur pegunungan Baturagung, dan pola dendritik; yang berkembang pada morfologi dataran rendah. Kata Kunci : morfologi, pola penyaluran, perhitungan kuantitatif 1. Pendahuluan Sistem penyaluran adalah suatu pola yang dibentuk oleh aliran, sungai dan danau pada suatu lembah sungai. Sistem penyaluran dapat mencapai pola penyaluran tertentu berdasarkan bentuk dan tekstur jaringan saluran sungai dan anak sungai (Zhang dan Guilbert, 2012). Pola penyaluran sendiri dapat memberikan gambaran dari kondisi permukaan suatu daerah berupa batuan dasar dan struktur geologi. Hal tersebut dikarenakan, sebuah sungai dapat terbentuk karena mengerosi batuan dasar atau sedimen yang dilewatinya hingga membentuk channel. Didukung pula, suatu sungai akan mengalir melalui zona lemah suatu batuan dasar. Zona lemah tersebut yang disebut dengan struktur geologi. Sehingga, terbentuknya pola penyaluran sungai dipengaruhi oleh batuan dasar dan struktur geologi. Pola penyaluran sungai yang dapat merepresentasikan kondisi permukaan bumi akan bermanfaat bagi seorang geolog sebagai data tambahan pada kegiatan tinjauan ke lapangan. Data tambahan yang dimaksud adalah ketika kondisi lapangan tidak memungkinkan bagi seorang geolog untuk ditinjau dan diambil sampelnya. Kondisi permukaan yang sulit dijangkau tersebut dapat menggunakan data pola penyaluran. Berdasarkan morfologi, maka kondisi permukaan bumi berupa batuan dasar dan struktur geologi dapat diekspresikan (Thornbury, 1969 dalam Husein dan Srijono, 2007). Morfologi suatu daerah dapat direpresentasikan melalui pola penyaluran sungai, sehingga untuk mengetahui mengenai batuan dasar dan struktur geologi di daerah tertentu maka dengan analisis pola penyaluran akan didapatkan hasil sesuai kondisi permukaan bumi. Data pola penyaluran daerah penelitian dengan akurasi cukup tinggi diperoleh berdasarkan data DEM Terrasar yang memiliki resolusi hingga 9 m. Data DEM digunakan

Upload: others

Post on 01-Jun-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: “PENENTUANPOLAPENYALURANDIDAERAHGEDANGSAR ......PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

1107

“PENENTUAN POLA PENYALURAN DI DAERAH GEDANGSARI-BAYAT,PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA-JAWA TENGAH

MENGGUNAKAN PENDEKATAN KUANTITATIF”

Dr. Agung Setianto, S.T., M.Si.1*

Magdalena Ari Tifani21Universitas Gadjah Mada, Jalan Grafika No.2, Yogyakarta 552812 Universitas Gadjah Mada, Jalan Grafika No.2, Yogyakarta 55281

*corresponding author: [email protected]

ABSTRAKDaerah penelitian yang berada di Kabupaten Gunungkidul dan Klaten merupakan bagian darifisiografi Pegunungan Selatan. Pada daerah tersebut dijumpai morfologi khas seperti perbukitanterisolasi di Bayat, Klaten; lajur pegunungan Baturagung, Gunungkidul dan dataran rendah diantarakeduanya. Perbedaan morfologi suatu daerah dapat direpresentasikan melalui jenis pola penyaluranyang ada, sehingga pengetahuan mengenai pola penyaluran akan sangat bermanfaat untuk memberikangambaran mengenai kondisi berupa batuan dasar dan struktur geologi. Pendekatan kualitatif yangberupa geometri dan topologi jaringan sungainya, digunakan sebagai data awal untuk menentukanjenis pola penyaluran yang dihasilkan berdasarkan data Digital Elevation Model (DEM) Terrasardengan resolusi spasisl 9 meter. Selanjutnya pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengidentifikasipola penyaluran menggunakan perhitungan secara statistik. Perhitungan secara statistiknya meliputiperhitungan sudut, kelengkungan, panjang rasio, dan panjang daerah aliran sungai (DAS).Berdasarkan pendekatan kuantitatif, pola penyaluran di daerah penelitian diidentifikasikan terdapat 3jenis, yaitu pola radial; yang berkembang pada morfologi perbukitan terisolasi, pola subdendritik;yang berkembang pada morfologi lajur pegunungan Baturagung, dan pola dendritik; yang berkembangpada morfologi dataran rendah.Kata Kunci : morfologi, pola penyaluran, perhitungan kuantitatif

1. PendahuluanSistem penyaluran adalah suatu pola yang dibentuk oleh aliran, sungai dan danau pada

suatu lembah sungai. Sistem penyaluran dapat mencapai pola penyaluran tertentu berdasarkanbentuk dan tekstur jaringan saluran sungai dan anak sungai (Zhang dan Guilbert, 2012). Polapenyaluran sendiri dapat memberikan gambaran dari kondisi permukaan suatu daerah berupabatuan dasar dan struktur geologi. Hal tersebut dikarenakan, sebuah sungai dapat terbentukkarena mengerosi batuan dasar atau sedimen yang dilewatinya hingga membentuk channel.Didukung pula, suatu sungai akan mengalir melalui zona lemah suatu batuan dasar. Zonalemah tersebut yang disebut dengan struktur geologi. Sehingga, terbentuknya pola penyaluransungai dipengaruhi oleh batuan dasar dan struktur geologi.

Pola penyaluran sungai yang dapat merepresentasikan kondisi permukaan bumi akanbermanfaat bagi seorang geolog sebagai data tambahan pada kegiatan tinjauan ke lapangan.Data tambahan yang dimaksud adalah ketika kondisi lapangan tidak memungkinkan bagiseorang geolog untuk ditinjau dan diambil sampelnya. Kondisi permukaan yang sulitdijangkau tersebut dapat menggunakan data pola penyaluran.

Berdasarkan morfologi, maka kondisi permukaan bumi berupa batuan dasar dan strukturgeologi dapat diekspresikan (Thornbury, 1969 dalam Husein dan Srijono, 2007). Morfologisuatu daerah dapat direpresentasikan melalui pola penyaluran sungai, sehingga untukmengetahui mengenai batuan dasar dan struktur geologi di daerah tertentu maka dengananalisis pola penyaluran akan didapatkan hasil sesuai kondisi permukaan bumi.

Data pola penyaluran daerah penelitian dengan akurasi cukup tinggi diperolehberdasarkan data DEM Terrasar yang memiliki resolusi hingga 9 m. Data DEM digunakan

Page 2: “PENENTUANPOLAPENYALURANDIDAERAHGEDANGSAR ......PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

1108

karena dapat menyajikan jaringan spasial yang tepat mengenai informasi ekosistem sungai(Penas dkk, 2011).

Lokasi penelitian secara administratif terletak di Desa Tegalrejo, Mertelu, Pilangrejo,Natah, Beji, Kampung, Jurangjero, dan Tancep, Kecamatan Gedangsari, Nglipar dan Ngawen,Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta serta Desa Banyuripan,Krikilan, Paseban, Krakitan dan sekitarnya, Kecamatan Wedi dan Bayat, Kabupaten Klaten,Provinsi Jawa Tengah. Daerah penelitian secara jelas dapat dilihat pada (Gambar 1.1).

2. Metode PenelitianMetode analisis yang dilakukan penulis dalam melakukan penelitian ini terdiri dari 3

bagian; konversi data DEM Terrasar, penentuan jenis pola penyaluran secara kualitatif, danpenentuan jenis pola penyaluran secara kuantitatif, selengkapnya dapat dilihat pada (Gambar2.1).

Tahap konversi DEM Terrasar menggunakan software ArcGIS diolah dengan Hydrologytool. Proses pengolahan ini mengubah data DEM Terrasar menjadi raster terlebih dahulu,kemudian baru dikonversikan ke bentuk jaringan sungai. Setelah terbentuk jaringan sungaiberdasarkan data DEM Terrasar, maka selanjutnya ditentukan jenis pola penyalurannyaberdasarkan indikator kualitatif terlebih dahulu. Indikator kualitatif tersebut ditentukanberdasarkan perbedaan geometri dan topologi pola penyaluran. Berdasarkan pendekatankualitatif, penentuan pola penyaluran kemudian dibuktikan dengan indikator kuantitatif.Indikator kuantitatif merupakan penentuan pola penyaluran berdasarkan perhitunganmatematis berupa sudut, kelengkungan, panjang rasio, dan panjang DASnya. Penentuan polapenyaluran berdasarkan indikator kuantitatif akan menghasilkan data yang lebih objektifdibanding dengan indikator kualitatif. Pendekatan kuantitatif meliputi; sudut, kelengkungan,panjang rasio, dan panjang daerah aliran sungai (DAS) secara keseluruhan dapat dilihat padaTabel 2.1.

3. Data3.1. Pola penyaluran daerah penelitian melalui pendekatan kualitatif

Pola penyaluran pada daerah penelitian ditentukan secara tentatif (awal) berdasarkanpendekatan kualitatif (Zhang dan Guilbert, 2012). Penentuan tersebut berdasarkankarakteristik geometri dan topologi jaringan sungai. Pembagian pola penyaluran secaratentatif (awal) dihasilkan 3 jenis pola penyaluran; pola penyaluran radial, pola penyalurandendritik dan pola penyaluran subdendritik (Gambar 3.1). Secara detail pembagian ketigapola penyaluran secara tentatif (awal) dijelaskan pada Tabel 3.1.

Pola penyaluran di daerah penelitian yang telah dibagi hingga menghasilkan polapenyaluran tentatif (awal), kemudian digunakan sebagai pola penyaluran dasar untukpembagian tahap selanjutnya. Tahap selanjutnya merupakan tahap pembagian polapenyaluran tentatif (akhir), menggunakan pendekatan secara kuantitatif berdasarkan hasilperhitungan beberapa komponen dari pola penyaluran.

Tiga jenis pola penyaluran tentatif (awal) di daerah penelitian yang telah didapatkan(Tabel 3.1), 2 diantaranya merupakan pola penyaluran yang ditentukan berdasarkan hasilanalisis pendekatan kualitatif dari (Zhang dan Guilbert, 2012). 2 Pola penyaluran yangdimaksud adalah pola radial dan dendritik. Zhang dan Guilbert (2012) membagi 7 polapenyaluran di dunia secara kualitatif yaitu; pola dendritik, paralel, trelis, rektangular,reticulate, radial dan sentripetal.

Page 3: “PENENTUANPOLAPENYALURANDIDAERAHGEDANGSAR ......PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

1109

Pola subdendritik yang didapatkan pada data (Tabel 3.1), merupakan pola penyaluranyang ditentukan berdasarkan hasil analisis pendekatan kualitatif dari (Parvis, 1949). Parvis(1949) menyebutkan bahwa pola penyaluran dasar seperti dendritik, paralel, trelis, rektangular,radial dan anular, juga memiliki modifikasi sangat dipengaruhi oleh struktur batuan, strukturgeologi, kelerengan dan tingkat resistensi batuan dasarnya. Pola subdendritik dibedakandengan pola dasar dendritik, utamanya berdasarkan perbedaan kelerengannya. Pola dendritikdapat dikatakan tidak memiliki kelerengan, cenderung berada di area yang horizontal,sedangkan pola subdendritik memiliki sedikit kontrol kelerengan.

Pola dendritik dan subdendritik pada pola penyaluran tentatif (awal) daerah penelitianpun dihitung masing-masing kelerengan yang berada di area pola penyalurannya. Berdasarkanpeta kelerengan daerah penelitian yang telah dihitung (Gambar 3.2), dapat disimpulkanbahwa pola dendritik daerah penelitian memiliki nilai kelerengan antara 0° hingga 8°,sedangkan pola subdendritik daerah penelitian memiliki nilai kelerengan antara >8° hingga49°. Hasil perhitungan kelerengan ini sejalan dengan hasil analisis yang dilakukan oleh(Parvis, 1949).

3.2. Pola penyaluran daerah penelitian melalui pendekatan kuantitatifPenentuan akhir pola penyaluran tentatif di daerah penelitian didasarkan pada pendekatan

kuantitatif (Zhang dan Guilbert, 2012). Secara tentatif (awal) berdasarkan Tabel 3.1, polapenyaluran daerah penelitian dibagi menjadi; radial, dendritik dan subdendritik. Polapenyaluran tentatif (awal) tersebut supaya dihasilkan pola penyaluran tentatif (akhir) daerahpenelitian maka perlu dilakukan perhitungan statistik pada jaringan sungai daerah penelitian.Perhitungan secara statistik jaringan sungai daerah penelitian meliputi; sudut, kelengkungan,panjang rasio dan panjang daerah aliran sungai (DAS).

Berdasarkan penentuan pola penyaluran tentatif (awal), maka perhitungan secarastatistik jaringan sungai hanya ditujukan pada pola penyaluran dendritik dan subdendritik.Zhang dan Guilbert (2012) melakukan perhitungan secara statistik hanya terhadap polapenyaluran yang umum dijumpai di dunia yaitu; dendritik, paralel, trelis, rektangular danreticulate.

3.2.1. Perhitungan SudutPerhitungan sudut dihitung berdasarkan sudut yang terbentuk antara sungai utama dan

anak sungai. Perhitungan sudut pada daerah penelitian hanya dilakukan pada pola dendritikdan subdendritik menurut (Zhang dan Guilbert, 2012). Pola dendritik; akan menghasilkansudut perpotongan kurang dari 90°.

a. Perhitungan Sudut Pola Penyaluran DendritikPerhitungan sudut pada pola penyaluran dendritik berdasarakan pola penyaluran

tentatif (awal) menghasilkan 191 data sudut. Seluruh data tersebut ditentukan pada jaringansungai pola penyaluran dendritik, apabila antara sungai utama dan anak sungai menghasilkansuatu sudut.

b. Perhitungan Sudut Pola Penyaluran SubdendritikPerhitungan sudut pada pola penyaluran paralel berdasarakan pola penyaluran tentatif

(awal) menghasilkan 283 data sudut. Seluruh data tersebut ditentukan pada jaringan sungaipola penyaluran subdendritik, apabila antara sungai utama dan anak sungai menghasilkansuatu sudut.

3.2.2. Perhitungan Panjang Daerah Aliran SungaiPanjang daerah aliran sungai (DAS) adalah perbandingan lebar sungai terhadap

panjang Minimal Bounding Rectangle (MBR). Perhitungan panjang DAS pada daerah

Page 4: “PENENTUANPOLAPENYALURANDIDAERAHGEDANGSAR ......PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

1110

penelitian dilakukan pada pola dendritik dan paralel menurut (Zhang dan Guilbert, 2012).Panjang DAS pola dendritik memiliki nilai kurang dari 1 atau sama dengan 1.

Pada daerah penelitian ditemukan 24 daerah aliran sungai. Data-data DAS yangmerupakan bagian dari pola dendritik dan subdendritik, kemudian dihitung untuk didapatkanhasilnya.

a. Perhitungan Panjang DAS Pola Dendritik dan SubdendritikPerhitungan panjang DAS dihitung pada semua DAS di area pola penyaluran dendritik

dan subdendritik daerah penelitian secara bersamaan, dikarenakan secara dasar, polasubdendritik adalah bagian dari pola dendritik yang telah mengalami modifikasi. Perhitunganpanjang DAS pada pola penyaluran dendritik dan subdendritik berdasarakan pola penyalurantentatif (awal) menghasilkan 13 data panjang DAS (Tabel 3.2). Kelima data tersebutdihasilkan berdasarkan 13 daerah aliran sungai yang merupakan bagian dari pola dendritikdan subdendritik.

Perhitungan sudut pola dendritik dan subdendritik di daerah penelitian menghasilkansudut <90°, serta panjang DAS pola dendritik dan subdendritik di daerah penelitianmenghasilkan panjang <1 (Tabel 4.3). Data ini menunjukkan hasil bahwa kedua pola tersebuttermasuk ke dalam pola dendritik, sesuai dengan teori hasil pendekatan kuantitatif polapenyaluran yang dikemukakan (Zhang dan Guilbert, 2012).

3.2.3. Penentuan Pola Penyaluran RadialPola penyaluran radial menurut (Zhang dan Guilbert, 2012), tidak dilakukan

perhitungan secara statistik. Maka, untuk mengetahui secara statistik bagaimana karakterisasipola penyaluran radial di daerah penelitian, dilakukan pengukuran sudut dan panjang DaerahAliran Sungai (DAS) pada suatu pola penyaluran radial yang ideal.

a. Perhitungan SudutPola penyaluran ideal untuk dilakukan pengukuran sudut merupakan pola radial yang

berada di Gunung Merapi. Gunung Merapi memiliki ketinggian 2930 mdpl dan berada di 2provinsi, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Perhitungan sudut pada pola radial Gunung Merapi dilakukan pada sungai-sungai yangdiinput pada peta topografi berdasarkan data DEM IFSAR dengan resolusi 9 meter.Perhitungan sudut dari pola radial Gunung Merapi menghasilkan 76 data sudut (Tabel 3.4).Berdasarkan data sudut, pola radial Gunung Merapi secara umum memiliki sudut <90°.

Perhitungan pola radial di daerah penelitian pun berdasarkan input data DEM IFSARdengan resolusi 9 meter. Perhitungan sudut dari pola radial di daerah penelitian menghasilkan34 data sudut (Tabel 3.5). Berdasarkan data sudut, pola radial di daerah penelitian secaraumum pun memiliki sudut <90°, sesuai dengan hasil rata-rata sudut pada pola radial ideal diGunung Merapi.

b. Perhitungan panjang daerah aliran sungai (DAS)Perhitungan panjang DAS dari pola radial Gunung Merapi menghasilkan 3 data

(Tabel 4.6). Data tersebut dihasilkan berdasarkan 3 daerah aliran sungai. Berdasarkan datatersebut, maka panjang DAS pada pola radial Gunung Merapi memiliki rata-rata >1 (sepertipola paralel).

Perhitungan panjang DAS dari pola radial daerah penelitian menghasilkan 4 data(Tabel 4.7). Kelima data tersebut dihasilkan berdasarkan 3 daerah aliran sungai. Berdasarkandata tersebut, maka panjang DAS pada pola radial daerah penelitian memiliki rata-rata <1

Page 5: “PENENTUANPOLAPENYALURANDIDAERAHGEDANGSAR ......PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

1111

(seperti pola dendritik). Hasil ini tidak sesuai dengan perhitungan panjang DAS pada polaradial di Gunung Merapi. Hal tersebut dapat terjadi karena pola radial di daerah penelitianbukanlah pola radial yang ideal dan tidak berada di area berupa gunung api

4. Hasil dan Pembahasan-

5. KesimpulanJenis pola penyaluran yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari 3 jenis; radial,

dendritik, dan subdendritik. Hal tersebut sesuai dengan hasil pendekatan kualitatif maupunkuantitatif, meskipun pada perhitungan DAS pola radial daerah penelitian tidak sesuai denganperhitungan DAS pola radial ideal.

Indikator kuantitatifpola penyaluran

(Zhang dan Guilbert,2012)

Pola Penyaluran Sudut Rata-rata(derajat) (a)

Panjang DAS(cm) (d)

Dendritik a < 90° d < 1 / d = 1

Hasil perhitungandata pola penyalurandaerah penelitian

Dendritik 56,28°0,651

Subdendritik 54,735°

Perhitungan polapenyaluran radialideal dan daerah

penelitian

Pola Penyaluran Sudut Rata-rata(derajat) (a)

Panjang DAS(cm) (d)

Pola radial ideal 46,65 (a <90°) 1,52 (d > 1)

Pola radial daerahpenelitian 63,46 (a <90°) 0,94 (d < 1)

Acknowledgements-

Daftar PustakaAvery, T. E. (1977). Interpretation of Aerial Photographs. Burgess Publishing,

Mineapolis, p. 3.

Barianto, D.H., Margono, U., Husein, S., Novian, M.I., dan Permana, A.K. (2017). PetaGeologi Lembar Wonosari (1408-31). Pusat Survei Geologi, Bandung, skala 1:50.000,1 lembar.

Bemmelen, R.W. Van. (1949). The Geology of Indonesia. Printing Office, The Hauge,Amsterdam, p. 54-56.

Burrough, P.A., dan McDonell, R.A. (1998). Principles of Geographical InformationSystems. Oxford University Press, New York, p. 4.

Demirkesen, A.C., Hazelton, N.W.J., dan Suader, D.M. (2004). Automating Interpretationof Geological Structures From Landsat Tm Multi-Spectral Images And DEMs. NigdeUniversity, Turki, p. 3.

Page 6: “PENENTUANPOLAPENYALURANDIDAERAHGEDANGSAR ......PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

1112

Dey, S. (2014). Fluvial Hydrodynamics: Hydrodynamic and Sediment TransportPhenomena. Oxford University Press, New York, p. 102.

Geospatial Indonesia. (2013). Peta Topografi Skala 1:5.000.http://geospatialindo.co.id/article-148-peta-topografi-skala-15000.html (diaksesJanuari 2018)

Geospatial World. (2010). IFSAR: Mapping geospatial intelligence.https://www.geospatialworld.net/article/ifsar-mapping-geospatial-intelligence/(diakses Januari 2018)

Graham, A. dan Sheehan, D. (2014). IAP2014 Watershed Delineation. USGS, UnitedStates, p. 1-11.

Huggett, R. J. (2007). Fundamentals of Geomorphology. Routledge, New York, p. 238.

Husein, S., Titisari, A.D., Freski, Y.R., dan Utama, P.P (2016). Buku Panduan EkskursiGeologi Regional Teknik Geologi UGM. Teknik Geologi UGM, Yogyakarta, BukuPanduan, p. 52.

Husein, S. dan Srijono. (2007). Tinjauan Geomorfologi Pegunungan Selatan DIY/JawaTengah: Telaah Peran Faktor Endogenik dan Eksogenik Dalam Proses PembentukkanPegunungan, dalam: Prosiding Workshop Geologi Pegunungan Selatan. BadanGeologi, Bandung, p. 2-3.

Husein, S. (2014). Guide Book of Geological Excursion-Bayat, Central Java. DepartemenTeknik Geologi UGM, Yogyakarta, Buku Panduan, p. 3.

Macka, Z. (2003). Structural control on drainage network orientation an example from theLoucka drainage basin, SE margin of the Bohemian Massif. Landform Analysis, Ceko,p. 109-112.

Parvis, M. (1949). Drainage Pattern Siginficance in Airphoto Identification of Soils andBedrocks. Highway Research Board, Washington DC, p. 388-389, 395-405.

Penas, F.J., Fernandes, F., Calvo, M., Barquin, J., dan Pedraz, L. (2011). Influence of datasources and processing methods on theoretical rivernetwork quality. Asociacion Iberica de Limnologıa, Spanyol, p. 197-198.

Peta Tematik Indonesia. (2015). Administrasi Provinsi DI Yogyakarta. https://wwwpetatematikindo.wordpress.com (diakses Juni 2018).

Pierson, S.M, Rosenbaum, B.J., McKay, L.D., dan Dewald, T.G. (2008). Strahler StreamOrder and Strahler Calculator Values in NHDPlus. USGS, United States, p. 3.

Prasetyadi, C., Sudarno, Ign., Indranadi, V.B., dan Surono. (2011). Pola dan GenesaStruktur Geologi Pegunungan Selatan, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta danProvinsi Jawa Tengah. Badan Geologi (JSDG), Bandung, p. 92-93.

Page 7: “PENENTUANPOLAPENYALURANDIDAERAHGEDANGSAR ......PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

1113

Setiawan, N.I., Osanai, Y., Prasetyadi, C. 2013. A Preliminary View And Importance OfMetamorphic Geology From Jiwo Hills In Central Java, dalam: Prosiding SeminarNasional Kebumian Ke-6. Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,Abstrak, p. 11.

Soetoto. (2011). Penginderaan Jauh untuk Geologi. Penerbit Ombak, Yogyakarta, p. 76.

Sudarno, I. (1997). Petunjuk Adanya Reaktivasi Sesar di Sekitar Aliran Sungai Opak,Perbukitan Jiwo, dan Sisi Utara Kaki Pegunungan Selatan. Tesis Master, InstitutTeknologi Bandung, Bandung, Abstrak, p. 13.

Surono. (2009). Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah IstimewaYogyakakarta dan Jawa Tengah. Pusat Survei Geologi, Bandung, p. 211-212.

Yuan, F., Larson, P., Mulvihill, R., Libby, D., Nelson, J., Grupa, T., dan Moore, R. (2017).Mapping and Analyzing Stream Network Changes in Watonwan River Watershed,Minnesota, USA. International Journal of Geo-information, USA, p. 5-6.

Zernitz, E.R. (2000). Drainage Patterns and Their Significance. The University of ChicagoPress, USA, p. 499-514.

Zhang, L. dan Guilbert, E. (2012). A Study Of Variables Characterizing Drainage PatternsIn River Networks. International Archives of the Photogrammetry, Meulborne, p. 29-32.

Zhang, L. dan Guilbert, E. (2011). Automatic Drainage Pattern Recognition in RiverNetworks. International Archives of the Photogrammetry, Meulborne, p. 9.

Page 8: “PENENTUANPOLAPENYALURANDIDAERAHGEDANGSAR ......PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

1114

Gambar 1.1. Peta indeks lokasi penelitian

Gambar 2.1. Diagram alir tahapan penelitian

Page 9: “PENENTUANPOLAPENYALURANDIDAERAHGEDANGSAR ......PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

1115

Gambar 3.1. Pola penyaluran tentatif daerah penelitian (awal)

Page 10: “PENENTUANPOLAPENYALURANDIDAERAHGEDANGSAR ......PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

1116

Gambar 3.2. Peta kelerengan daerah penelitian

Page 11: “PENENTUANPOLAPENYALURANDIDAERAHGEDANGSAR ......PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

1117

Tabel 2.1. Daftar indikator kuantitatif penentuan jenis pola penyaluran (Zhang dan Guilbert,2012)

PolaPenyaluran

Sudut Rata-rata (a)

KelengkunganRata-rata (b)

PanjangRasio Rata-rata (c)

PanjangDAS (d)

Dendritik a < 90° - - d < 1 / d = 1

Paralel a << 90° b < 90° c = 1 / c > 1 d >> 1

Trelis a = 90° b < 90° c << 1 d >> 1

Rektangular a = 90° b = 90° - -

Tabel 3.1. Pembagian pola penyaluran daerah penelitian secara tentatif (awal)No. Pola Penyaluran Karakteristik Geometri dan Topologi

1. Radial

- Aliran sungai mengalir dari puncakbukit menuju kaki bukit

- Daerah pola penyaluran sungainyaberbentuk menyerupai ruji-ruji roda

2. Dendritik

- Anak sungai saling terhubungdengan sungai utama menyerupaibentuk pohon

- Anak sungai saling terhubungdengan sungai utama membentuksudut lancip

3. Subdendritik

- Anak sungai saling terhubungdengan sungai utama menyerupaibentuk pohon

- Anak sungai saling terhubungdengan sungai utama membentuksudut lancip

- Adanya kontrol kelerengan (slope)pada sungai orde kedua dan ketiga

Tabel 3.2. Data perhitungan panjang DAS pola dendritik dan subdendritik

DaerahAliran Sungai

Lebar Sungai(cm) / e2

LebarMinimumBounding Rectangle

(cm2) / e1

PanjangDAS (cm)

1 17,05 30,92 0,5512 14,65 24,3 0,6033 4,4 13,55 0,3254 9,01 10,05 0,8975 4,16 3,95 1,0536 7,36 12,27 0,6007 4,41 7,1 0,6218 3,34 4,29 0,7799 3,95 6,24 0,633

Page 12: “PENENTUANPOLAPENYALURANDIDAERAHGEDANGSAR ......PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

1118

10 5,51 8,35 0,66011 3,53 6,9 0,51212 3,12 7,52 0,41513 5,92 7,28 0,813

Rata-rata panjang DAS (cm) 0,651

Tabel 3.3. Kesebandingan indikator kuantitatif penentuan jenis pola penyaluran (Zhang danGuilbert, 2012) dan data perhitungan statistik pola penyaluran daerah penelitian

Indikator kuantitatifpola penyaluran

(Zhang dan Guilbert,2012)

Pola Penyaluran Sudut Rata-rata(derajat) (a)

Panjang DAS(cm) (d)

Dendritik a < 90° d < 1 / d = 1

Hasil perhitungandata pola penyalurandaerah penelitian

Dendritik 56,28°0,651

Subdendritik 54,735°

Tabel 3.4. Perhitungan sudut pola radial Gunung Merapi

Tabel 3.5. Perhitungan sudut pola radial di daerah penelitian1 38,2 11 77,5 21 59,5 31 73,82 61,5 12 44,1 22 52,8 32 82,63 45,7 13 70,4 23 80,3 33 88,34 83,8 14 66,9 24 57 34 86,35 81,7 15 56,9 25 906 56,4 16 45,7 26 49,57 56,9 17 88,8 27 32,68 79 18 50,7 28 37,29 91,1 19 58,9 29 61,110 36,9 20 56 30 59,6

Page 13: “PENENTUANPOLAPENYALURANDIDAERAHGEDANGSAR ......PROCEEDING,SEMINARNASIONALKEBUMIANKE-11 PERSPEKTIFILMUKEBUMIANDALAMKAJIANBENCANAGEOLOGIDIINDONESIA 5–6SEPTEMBER2018,GRHASABHAPRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA

5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

1119

Rata-rata seluruh pengukuran sudut (derajat) 63,46

Tabel 3.6. Data perhitungan panjang DAS pola radial Gunung MerapiDaerahAliranSungai

LebarSungai

(cm) / e2

LebarMinimumBounding Rectangle

(cm2) / e1

PanjangDAS (cm)

1 37,3 17,4 2,142 19,8 16,3 1,213 33,9 27,9 1,22

Rata-rata panjang DAS Merapi 1,52

Tabel 3.7. Data perhitungan panjang DAS pola radial daerah penelitianDaerahAliranSungai

LebarSungai

(cm) / e2

LebarMinimumBounding Rectangle

(cm2) / e1

PanjangDAS (cm)

1 7,1 3,7 1,922 3,2 4,7 0,683 17,05 30,92 0,5514 14,65 24,3 0,603Rata-rata panjang DAS daerah penelitian 0,94