aneurisma 1

63
I. PENDAHULUAN Aneurisma adalah pelebaran abnormal dari sebuah arteri yang berhubungan dengan kelemahan pada dinding arteri. Aneurisma dapat terjadi pada beberapa tempat seperti 5 : Aorta : aneurisma aorta thoracalis dan aorta abdominalis. Otak (aneurisma serebralis) Tungkai bawah aneurisma arteri popliteal ) Usus (aneurisma arteri mesenterika) Splen (aneurisma arteri splenica) Pada makalah ini hanya akan dibahas mengenai aneurisma serebralis atau yang dikenal juga dengan aneurisma intracranialis. Aneurisma intrakranial adalah lesi didapat yang paling sering terletak di titik percabangan dari arteri utama yang melalui ruang subarachnoid di dasar otak. Perdarahan subarachnoid yang berkaitan dengan pecahnya suatu intracranial aneurisma adalah suatu penyakit dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sekitar 12 persen pasien pada perdarahan subarachnoid meninggal sebelum mendapatkan pertolongan medis medis, sekitar 40 persen pasien yang diopname meninggal satu bulan setelah kejadian dan lebih dari 1/3 dari mereka yang selamat akan mengalami suatu defisit neurologis yang menetap 5 . Selain itu, banyak terjadi suatu defisit neurologis menetap pada pasien tersebut. Meskipun diagnostik, pengobatan dan pembedahan telah maju dalam

Upload: dik-dik-rukmana

Post on 27-Oct-2015

91 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: aneurisma 1

I. PENDAHULUAN

Aneurisma adalah pelebaran abnormal dari sebuah arteri

yang berhubungan dengan kelemahan pada dinding arteri.

Aneurisma dapat terjadi pada beberapa tempat seperti 5:

Aorta : aneurisma aorta thoracalis dan aorta

abdominalis.

Otak (aneurisma serebralis)

Tungkai bawah aneurisma arteri popliteal )

Usus (aneurisma arteri mesenterika)

Splen (aneurisma arteri splenica)

Pada makalah ini hanya akan dibahas mengenai aneurisma

serebralis atau yang dikenal juga dengan aneurisma

intracranialis. Aneurisma intrakranial adalah lesi

didapat yang paling sering terletak di titik percabangan

dari arteri utama yang melalui ruang subarachnoid di

dasar otak. Perdarahan subarachnoid yang berkaitan dengan

pecahnya suatu intracranial aneurisma adalah suatu

penyakit dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang

tinggi. Sekitar 12 persen pasien pada perdarahan

subarachnoid meninggal sebelum mendapatkan pertolongan

medis medis, sekitar 40 persen pasien yang diopname

meninggal satu bulan setelah kejadian dan lebih dari 1/3

dari mereka yang selamat akan mengalami suatu defisit

neurologis yang menetap5. Selain itu, banyak terjadi suatu

defisit neurologis menetap pada pasien tersebut. Meskipun

diagnostik, pengobatan dan pembedahan telah maju dalam

beberapa dekade terakhir, tingkat kematian perdarahan

subarachnoid karena pecahnya aneurismal tidak mengalami

perubahan berarti.

Page 2: aneurisma 1

II. ISI

A.    DEFINISI

Aneurisma adalah suatu kantung yang terbentuk oleh

dilatasi dinding arteri, vena, atau jantung; terisi

oleh cairan atau darah yang membeku, sering membentuk

tumor yang berdenyut 4.

Aneurisma serebral merupakan pelebaran yang terjadi

pada pembuluh darah sehingga mengembang seperti balon

karena disebabkan adanya kelemahan pada struktur

dinding pembuluh darah tersebut, dan biasanya terjadi

pada arteri di Circulus Willisi 6.

B.     EPIDEMIOLOGI

Pada otopsi di Amerika Serikat, kejadian aneurisma

intrakranial ditemukan pada sekitar 1% populasi².

Insidensi perdarahan subarachnoid disebabkan rupturnya

aneurisma sekitar 6-16% per 100.000 orang per tahunnya.

² Secara internasional, insidensi perdarahan

subarachnoid (PSA) karena aneurisma bervariasi,

berkisar 3.9-19.4 per 100,000 orang, dengan tingkat

kejadian paling tinggi dilaporkan di Finlandia dan

Jepang dan secara keseluruhan tingkat kejadian sekitar

10.5 per 100,000 orang6.

Aneurisma lebih banyak didapatkan pada wanita dengan

ratio 3:2 dibandingkan laki-laki, tetapi pada usia < 40

tahun kejadian aneurisma lebih banyak pada laki-laki

dan usia > 40 tahun prevalensi lebih banyak pada wanita

Page 3: aneurisma 1

dibandingkan laki-laki². Aneurisma sakular pada arteri

communicans anterior atau arteri serebri anterior lebih

sering terjadi pada pria, sementara persambungan antara

arteri carotis interna dengan arteri communicans

posterior adalah lokasi tersering aneurisma sakular

pada wanita. Aneurisma raksasa (Giant aneurysms) adalah

3 kali lebih sering pada wanita. Prognosis PSA karena

rupturnya aneurisma lebih buruk pada wanita

Aneurisma tunggal lebih sering terjadi pada sirkulasi

anterior otak dibandingkan sirkulasi posterior. Pada

sirkulasi anterior, pembuluh darah yang paling sering

terjadi kelainan ini adalah pada arteri carotis interna

diikuti arteri communicans anterior, bifurkasio arteri

cerebri media, dan arteri cerebri anterior distal,

sedangkan pada sirkulasi anterior kelainan ini paling

sering ditemukan pada apeks basilaris. ²

Lokasi aneurisma sakular¹

v  20-25% pada tifurkasio dan bifurkasio arteri

cerebri media.

v  35-49% pada arteri cerebri anterior (aretri

communicans anterior dn pericallosal arteri.

v  30% pada arteri carotis interna (arteri communicans

posterior, bifurkasi carotis, arteri choroid

anterior dan arteri opthalmica)

v  10% pada sirkulasi posterior (arteri basilaris dan

arteri cerebelli posterior inferior)

Page 4: aneurisma 1

Gambar 1. Lokasi tersering aneurisma intracranial pada

Circulus Willisi 4

Multiple aneurisma diperkirakan terjadi pada sekitar

30% pasien dengan perdarahan subarachnoid melalui

angiography¹. Diperkirakan tingkat persentase kejadian

aneurisma multipel berkisar antara 8-19%.²

Peningkatan insidensi aneurisma serebral terkait dengan

beberapa penyakit seperti vasculitis dengan

ditemukannnya arteritis sel raksasa, sistemik lupus

eritematosus, aortitis atau poliarteritis nodosa,

Sindrom Ehlers-Sanlos, penyakit fibromuskular,

hereditery hemorrhagic teleangiectasiea, penyakit Moya-

moya, penyakit ginjal polikistik dewasa, sklerosis

tuberosa.²

Ras: Predileksi rasial kejadian aneurisma belum

diketahui luas, meskipun didapatkan tingkat kejadian

yang paling tinggi pada Afro-Amerika, dengan rasio 2.1.

C.    STRUKTUR HISTOLOGIS PEMBULUH DARAH

Page 5: aneurisma 1

Dinding arteri secara khas mengandung tiga lapisan

tunika konsentris. Lapisan terdalam adalah tunika

intima, terdiri atas endotel dan jaringan ikat

subendotel di bawahnya.Lapisan tengah adalah tunika

media, terutama terdiri dari serat otot polos yang

mengitari lumen pembuluh. Lapisan terluar adalah tunika

adventitia, terutama terdiri atas serat-serat jaringan

ikat. Arteri muskular berukuran sedang juga memiliki

sebuah pita berombak tipis dari serat elastis yang

disebut lamina elastika interna yang bersebelahan

dengan tunika intima. Pita lain terdiri atas serat-

serat elastis berombak terdapat pada perifer tunika

media disebut lamina elastika eksterna.

Gambar 2. Struktur histologis arteri8

D.    MORFOLOGI

Aneurysma intracranial biasanya berbentuk sakular dan

terjadi pada percabangan pembuluh darah. Ukuran suatu

aneurysma bervariasi dari beberapa millimeter sampai

beberapa sentimeter. Suatu aneurysma yang melebihi 2,5

cm disebut aneurysma raksasa (giant aneurysm). Dilatasi

fusiform dan ektasia carotid dan arteri basilaris dapat

terjadi setelah atherosclerosis. Jenis aneurysma ini

jarang pecah. Mycotic aneurysm, yang berkembang

sekunder dari infeksi dinding pembuluh darah, mucul

dari penyebaran hematogenous seperti subacute bacterial

endocarditis.

Page 6: aneurisma 1

Pecahnya aneurisma biasanya terjadi pada daerah fundus

dari aneurysma dan resiko pecahnya berkaitan dengan

ukuran suatu aneurysma, rupture jarang terjadi pada

aneurysma yang berukuran > 6 mm. Pada beberapa pasien

ruptur aneurysma terjadi saat beraktifitas, mengedan

atau coitus. Giant aneurysm jarang pecah kemungkinan

berhubungan dengan lapisan yang multiple dari thrombus

memperkuat dinding dalam.

Bentuk lain dari aneurisma makroskopik :

1. Aneurisma difus atau fusiform adalah dilatasi

sirkumferensial pembuluh darah biasanya terjadi pada

arteri carotis, basilaris atau vertebralis.

Atherosklerosis mungkin berperan penting dalam

pembentukannya tetapi defek perkembangan pada

dinding dapat muncul pada suatu hari. Aneurisma

difus atau fusiform sering teroklusi oleh thrombus

dan jarang pecah.

2. Aneurisma mikotik

Aneurisma mikotik disebabkan oleh septic emboli

dimana sering disebabkan oleh endocarditis

bakterialis. Biasanya berukuran hanya beberapa mm

dan berpotensi terjadi pada cabang distal pembuluh

darah, terutama arteri cerebri media. Operasi karena

itu lebih mudah dilakukan dibandingankan aneurisma

sakular. Karena tingkat fatalitas yang disebabkan

rupturnya aneurisma mikotik tinggi (80%) maka

arteriography cerebral harus dilakukan pada

endocarditis dengan keluhan sakit kepala, kaku

kuduk, kejang, simtom neurologist fokal atau

pleositosis CSS. Aneurisma mikotik multiple atau

yang teltak di dasar otak dirawat secara konservatif

dan diikuti arteriography serial untuk mendeteksi

pembesaran.

Page 7: aneurisma 1

E.     KLASIFIKASI ANEURISMA

Aneurisma dapat dikelompokkan berdasarkan morfologi,

ukuran, etiologi dan lokasinya seperti yang

ditunjukkan pada tabel 3 berikut

Berdasarkan Pengelompokkan1.Morfologi Sakular (aneurisma berry)

Sangat kecil < 2mmKecil 2-6 mmMedium 6-15mmBesar 15-25mmSangat besar (giant) 25-40 mmSangat besar sekali (supergiant) > 40 mm

2. Etiologi Sakular (degenerasi dinding)AtherosklerotikDissectingInfeksi (mycotic)Neoplastik

3. Lokasi 1. sirkulasi anterior- arteri carotis interna

PetrousSinus cavernosusTanpa cabang pembuluh darahOpthalmicaHipofisis superiorArteri communicans posteriorArteri choroidalis anteriorBifurkasio

- arteri cerebri anteriorA1Regio arteri communicans anteriorArteri communicans anterior itu sendiri atau beserta cabang-cabangnya (A1 atau A2)A2Arteri cerebri anterior distal (pericallosal callosomarginal junction)

- arteri cerebri mediaM1Bifurkasio / TrifurkasioDistal

2. sirkulasi posterior- arteri vertebralis dan cabangnya

arteri vertebralis tanpa cabangnyaarteri cerebelli posterior inferiorarteri vertebrobasilar

- Trunkus basilaris termasuk arteri cerebelli anterior inferior- Regio apeks basilaris

Apeks basilaris (caput)

Page 8: aneurisma 1

Arteri cerebelli superior-basilaris- Arteri cerebri posterior

P1P2P3

A.    ETIOLOGI, PREDISPOSISI DAN PATOGENESIS

Ada dua tampilan dasar dari suatu aneurisma sakular, yaitu :

1.      Aneurisma sering terjadi pada titik percabangan arteri

besar, terutama pada dasar otak

2.      Aneurisma terjadi pada permukaan konveks pada arteri

3.      Area terbentuknya aneurisma merupakan area pembuluh

darah yang paling maksimal stress hemodinamiknya.

Penyebab pasti pembentukan aneurysma mungkin multifaktorial.

Ada dua teori yang telah diajukan sebagai dasar pembentukan

aneurisma yaitu teori kongenital dan teori degeneratif.

Meskipun demikian disepakati secara umum bahwa pada

pembentukan aneurisma maka lamina elastika interna harus

terganggu. Degenerasi lamina elastika umum ditemukan pada

aneurisma berry

1.      Teori kongenital

Aneurisma dulunya dikira merupakan kelainan kongenital

karena adanya temuan defek perkembangan pada tunica

media. Defek ini terjadi pada apeks bifurkasio pembuluh

darah sama dengan aneurisma, tetapi mereka juga ditemukan

pada pembuluh darah ekstrakranial sama seperti pembuluh

darah intracranial; aneurisma sakular dengan kontras

jarang ditemukan di luar calvaria. Defek tunika media

sering ditemukan pada anak-anak, namun aneurisma jarang

pada kelompok umur ini.

2. Teori degeneratif

Page 9: aneurisma 1

Sekarang berkembang bahwa defek pada lamina elastika

interna merupakan hal yang penting pada pembentukan

aneurysma dan ini kemungkinan berhubungan dengan

kerusakan atherosklerotik. Aneurisma sering terbentuk

pada sisi dimana terjadi stress hemodinamik sebagai

contohnya, pembuluh darah hipoplastik congenital

menyebabkan aliran yang berlebihan pada suatu arteri.

Hipertensi juga berperan, lebih dari ½ pasien dengan

ruptur aneurisma memiliki bukti sebelumnya terjadi

peningkatan tekanan darah (terbentuknya aneurisma umum

terjadi pada pasien dengan hipertensi karena koarktasio

aorta)

Beberapa penelitian tampaknya menunjukkan bahwa teori

degeneratif memiliki beberapa kelebihan dibandingkan teori

kongenital, yaitu :

1. Pemeriksaan arteri otak pada neonatus gagal

mengidentifikasi adanya aneurisma berry.

2. Kebanyakan aneurisma menjadi perhatian klinis pada usia

40-70 tahun menunjukkan bahwa lesi ini didapat.

3. Insidensi aneurisma familial sifatnya sporadik dan jarang

ditemukan.

Faktor predisposisi terjadinya aneurisma: v  Kongenital atau riwayat keluarga

v  Atherosclerosis dan hipertensi

v  Penyakit ginjal polikistik autosomal dominan

v  Vasculopati

v  Arteriovenous malformasi

v  Penyakit kelainan jaringan ikat

v  Anemia bulan sabit

v  Infeksi

v  Trauma

v  Neoplasma

Page 10: aneurisma 1

v  Merokok

v  Penyalahgunaan obat dan alkohol

B.     GAMBARAN KLINIK

Suatu aneurisma dapat diidentifikasi secara tidak sengaja.

Gambaran klinik suatu aneurisma dapat berupa sebagai efek

kompresi massa, penyebab transient iskemik serebral

(thrombus/emboli), perdarahan karena rupture ataupun

asimtomatik². Sebanyak 90% pasien dengan aneurysma biasanya

terjadi perdarahan subarachnoid dan 7% memiliki gejala atau

tanda dari kompresi struktur terdekat¹. Sisanya ditemukan

secara kebetulan. Gejala dini dari suatu aneurisma dapat

berupa adanya sakit kepala yang terjadi tiba-tiba, terutama

pada kasus pecahnya suatu aneurisma.

1.      Rupture (90%)

Kejadian ruptur paling sering terjadi antara usia 40-60

tahun tapi kejadian pecahnya suatu aneurisma dapat

terjadi pada semua usia namun jarang pada anak-anak¹.

Ruptur aneurisma dapat menyebabkan perdarahan

intraparenkim (lebih sering pada aneurisma distal),

intraventricular hemorrhage (13-28%), atau subdural

hematoma (2-5%).6

Gambar 3. Perdarahan subarachnoid karena aneurisma arteri communicans anterior yang pecah pada seorang wanita usia 59 tahun. 4

Page 11: aneurisma 1

Gambar 4 . Potongan coronal otak pria 46-tahun memperlihatkan

perdarahan intracerebral dan intraventricular dekstra disebabkan

rupture aneurisma arteri cerebri media. 4

Gambar 5. Hematoma subdural dekstra yang besar pada wanita 48 tahun

disebabkan pecahnya aneurisma arteri carotis interna. 4

Gejala suatu aneurisma yang pecah sangat bervariasi

tergantung keparahan, pembuluh darah otak mana yang

pecah, dan lokasi perdarahan. Gambaran klinik perdarahan

subarachnoid meliputi onset yang tiba-tiba dari sakit

kepala hebat, diikuti penurunan kesadaran, mual, muntah,

kaku kuduk,fotofobia, tanda-tanda fokal dan epilepsi.

Temuan klinik tergantung tingkat keparahan perdarahan

subarachnoid, adanya hematom intraserebral dan lokasinya,

ada tidaknya hidrosefalus, dan waktu pemeriksaan

berhubungan dengan perdarahan.

Page 12: aneurisma 1

Sejak keparahan perdarahan berkaitan dengan keadaan

klinis pasien dan dalam hal ini akhirnya berhubungan

dengan hasil akhir perawatan, banyak penelitian yang

menggelompokkan pasien ke dalam 5 level seperti oleh Hunt

dan Ness yang telah dipergunakan luas oleh klinisi.

Grade Kondisi klinik 0 Aneurisma yang tidak pecah

1Asimptomatik atau sakit kepala ringan dan kaku kuduk ringan

2Kaku kuduk dan sakit kepala sedang/berat; cranial neuropathy, tidak ada defisit fokal

3 Delirium, bingung, atau defisit fokal ringan 4 Stupor, hemiparesis sedang sampai berat5 Koma dalam, postur deserebrasi.

Tabel 2. Skala tingkat keparahan perdarahan subarachnoid

Hunt dan Ness²

Akhir-akhir ini ada juga skala baru telah disusun dan

diakui oleh World Federation of Neurosurgeont (WFN)

melibatkan Glasgow Coma Scale :

WFN Grade GCS Motor defisitI 15 Tidak adaII 14-13 Tidak adaIII 14-13 AdaIV 12-7 Ada/tidak adaV 6-3 Ada/tidak ada

Tabel 3. Skala tingkat keparahan perdarahan subarachnoid

WFN¹

Skala ini berhubungan dengan hasil akhir dan menyediakan

indeks prognostik bagi para klinisi. Sebagai tambahan,

skala ini dapat mencocokkan kelompok pasien untuk

membandingkan efek dari teknik penanganan yang berbeda.

Page 13: aneurisma 1

Ada juga pengelompokkan berdasarkan hasil temuan CT scan

seperti yang ditunjukkan pada tabel 4 berikut ini :

Grade Temuan CT scan 1 Tidak ada darah yang terdeteksi 2 Lapisan tipis perdarahan di subarachnoid

3 Thrombus terlokalisir atau lapisan tebal perdarahan subarachnoid

4 Perdarahan intracerebral atau intraventricular dengan perdarahan difus di subarachnoid / tidak ada

Tabel 4. Skala tingkat keparahan perdarahan subarachnoid berdasarkan Fisher6

Gambar 6. Gambaran CT scan perdarahan subaracnoid 5

2.      Kompresi karena kantung aneurisma (7%)

Suatu aneurysma arteri carotis interna yang besar (atau

arteri communicans anterior) dapat menekan :

-    Tangkai pituitary atau hypothalamus menyebabkan

hypopituitarysm

-    Nervus oticus atau chiasma opticum menyebabkan defek

lapang pandang.

-    Aneurisma arteri basilaris dapat menekan midbrain,

pons, atau nervus III menyebabkan kelemahan tungkai atau

gangguan pergerakan bola mata.

-    Aneurisma intracavernosa dapat menekan nervus III, IV,

VI, divisi pertama n.V dan ganglion trigeminalis

menyebabkan opthalmoplegia dan nyeri fasial. Aneurisma

intracavernosa dapat menyebabkan nyeri fasial menyerupai

neuralgia trigeminal.

-    Aneurisma arteri communicans posterior dapat

menyebabkan n.III palsy. Ini mengindikasikan adanya

Page 14: aneurisma 1

perluasan aneurysma dan memerlukan penanganan yang

darurat.

-    Aneurisma juga dapat menekan jaringan otak di

sekitarnya atau hiposifis, menyebabkan tanda neurologist

fokal, kejang, gejala neuroendokrinologik, atau

pembesaran sella tursica.³

(A) (B)

Gambar 7. Efek massa pada aneurisma intrakranial. 4

(A) Potongan sagital otak pria 54 tahun memperlihatkan aneurisma raksasa dari arteri basilaris menekan medulla dan pons

(B) potongan sagital otak pria 55 tahun menunjukkan aneurisma yang tidak pecah dari arteri carotis interna menekan nervus opticus dekstra dan

chiasma opticum

3.      Thrombosis

Thrombosis pada aneurisma seringkali mengirimkan emboli

ke daerah distal arteri, menyebabkan TIA (transient

iskemik attack) atau infark. Pada beberapa pasien yang

tidak ditemukan perdarahan subarachnoid, menunjukkan

gejala sakit kepala tanpa kaku kuduk, mungkin berhubungan

dengan pembesaran aneurisma, thrombosis atau iritasi

meningeal.

4.      Penemuan yang tidak sengaja (3%)

Angiography dapat menunjukkan hal yang berbeda selain SAH

seperti penemuan penyakit iskemik atau neoplastik, yang

pada awalnya tidak dapat mendeteksi suatu aneurysma

Page 15: aneurisma 1

Simtom yang berhubungan dengan aneurisma antara lain :

v  Nyeri kepala: karakteristiknya adalah nyeri hebat

dengan onset yang akut, dimana pasien sering

mendeskripsikannya sebagai nyeri kepala terhebat

dalam hidupnya." Perluasan aneurysma, thrombosis,

atau intramural hemorrhage dapat menyebabkan nyeri

kepala subacute, unilateral, periorbital. Nyeri

kepala tidak selalu mengikuti PSA aneurisma.

v  Nyeri pada wajah: aneurisma cavernous-carotid dapat

menyebabkan nyeri pada wajah.

v  Perubahan tingkat kesadaran: Peningkatan mendadak

tekanan intracranial sehubungan dengan ruptur

aneurisma dapat menurunkan perfusi serebral

menyebabkan syncope (50% kasus). Bingung atau

penuruunan kesadaran ringan mungkin juga dapat

terjadi.

v  Kejang fokal atau umum terjadi pada 25% kasus PSA

aneurisma, dengan kejadian paling sering terjadi

selam 24 jam pertama

v  Manifestasi iritasi meningeal: nyeri leher atau kaku

kuduk, photophobia, sonophobia, atau hyperesthesia

dapat terjadi pada PSA aneurisma.

v  Gangguan otonom: akumulasi agent-agent yang

mendegradasi darah pada subarachnoid dapat

menimbulkan demam. Nausea atau vomitus, berkeringat,

kepanasan, and cardiac arrhythmias juga dapat

muncul.

v  Keluhan neurologis fokal: Hemorrhage atau ischemia

dapat bermanifestasi sebagai deficit neurologist

fokal seperti kelemahan, kehilangan hemisensorik,

gangguan bahasa, neglect, kehilangan ingatan,

gangguan olfaktorius. Simtom fokal sering terjadi

pada giant aneurysma.

Page 16: aneurisma 1

v  Simtom visual: pandangan yang kabur, diplopia, defek

lapang pandang dapat muncul

v  Disfungsi respirasi atau instabilitas cardiac. Hal

ini merupakan tanda kompresi batang otak

v  Disfungsi hormonal: aneurisma intrasellar dapat

mengganggu fungsi hipofisis.

v  Epistaxis: biasanya berhubungan dengan aneurisma

traumatik

Secara pemeriksaan fisik mungkin dapat ditemukan :

Pemeriksaan fisik umum sering menunjukkan gejala atau

tanda subacute bacterial endocarditis, trauma, atau

penyakit vaskuler kolagen.

Pemeriksaan fisik umum yang spesifik dapat meliputi

prominent scalp veins, tanda gagal jantung kongestif

(vein of Galen aneurysma), atau bruit orbital (pada

aneurisma cavernous carotid ).

Temuan pemeriksaan neurologist bervariasi tergantung

karakteristik aneurisma itu masing-masing :

Ø  PSA aneurisma mungkin dapat ditemukan kaku kuduk,

penurunan kesadaran, subhyaloid hemorrhages,

abnormalitas pupil (dilatasi pupil),

ophthalmoplegia, neuropati kranialis, dan defisit

fokal lainnya.

Ø  Giant aneurysma atau dolichoectatic aneurysma mungkin

dapat menyebabkan efek massa atau thromboembolism

distal dengan defisit fokal, atropi optik ataupun

kelainan neuropati kranialis lainnya, atau kompresi

batang otak.

Sindrom spesifik berkaitan dengan lokasi aneurisma

terjadi.

Page 17: aneurisma 1

Ø  Arteri communicans anterior: Tempat tersering PSA

aneurisma (34%). Biasanya aneurisma pada daerah ini

tersembunyi sampai mereka ruptur. Tekanan

suprachiasmatic dapat menyebabkan defek lapang

pandang, abulia atau akinetic mutism, sindrom

amnestia, atau disfungsi hipotalamus. Defisit

neurologis aneurisma yang pecah dapat mereflesikan

perdarahan intraventricular (79%), perdarahan

intraparenchymal (63%), acute hydrocephalus (25%),

atau stroke lobus frontal (20%).

Ø  Arteri cerebri anterior: Aneurisma pada pembuluh ini,

merupakan sekitar 5% dari keseluruhan kejadian

aneurisma. Kebanyakan asymptomatic sampai mereka

rupture, meskipun demikian sindrom lobus frontal,

anosmia, atau defisit motorik mungkin saja muncul.

Ø  Arteri cerebri media : Aneurisma arteri ini terjadi

sekitar 20% kasus aneurisma, secara khusus sering

terjadi divisi pertama atau kedua fissura sylvia.

Aphasia, hemiparesis, kehilangan hemisensorik,

anosognosia, atau defek lapang pandang dapat

terjadi.

Ø  Arteri communicans posterior : Aneurisma pada lokasi

ini terjadi sebanyak 23% kasus cerebral aneurisma.

Dilatasi pupil, ophthalmoplegia, ptosis, mydriasis,

dan hemiparesis dapat terjadi.

Ø  Arteri carotis interna: aneurisma pada daerah ini

terjadi pada 4% kasus cerebral aneurisma. Aneurisma

supraclinoid dapat menyebabkan ophthalmoplegia

sehugungan dengan kompresi nervus III atau defek

lapang pandang dan atropi optic karena kompresi

N.II. Kompresi chiasma opticum dapat menyebabkan

bilateral temporal hemianopsia. Hypopituitari atau

anosmia dapat terjadi pada giant aneurysma. Efek

massa aneurisma cavernous-carotid di sinus

Page 18: aneurisma 1

cavernosa, menyebabkan ophthalmoplegia dan

kehilangan sensorik wajah. Rupture aneurisma ini

umumnya menyebabkan carotid-cavernous fistula, PSA,

atau epistaxis.

Ø  Arteri basilaris: merupakan aneurisma tersering pada

sirkulasi posterior, sekitar 5% kasus aneurisma.

Temuan klinik biasanya berkaitan dengan PSA,

meskipun bitemporal hemianopsia atau parese

okulomotorik dapat terjadi. Dolichoectatic aneurysma

dapat menyebabkan disfungsi bulbar, kesulitan

respirasi, or neurogenic pulmonary edema.

Ø  Arteri vertebralis atau arteri cerebellaris posterior

inferior: Aneurysma pada segmen arteri ini umumnya

menyebabkan ataxia, disfungsi bulbar, dan

keterlibatan spinal.

Ø  Tanda lokalisasi palsu: dapat berhubungan dengan

parese N.III dan hemiparesis karena herniasi uncus,

parese CN IV dengan peningkatan tekanan

intrakranial, homonymous hemianopsia disebabkan

kompresi arteri cerebri posterior sepanjang tepi

tentorium, disfungsi batang otak berkaitan dengan

herniasi tonsilar dan vasospasme.

Gambar 8. Gambaran funduskopi mata kanan pada wanita 45 tahun dengan

perdarahan subhyaloid karena rupture aneurisma arteri cerebri media. 4

C.    DIAGNOSA PENUNJANG

Page 19: aneurisma 1

Diagnosis suatu aneurisma ataupun komplikasi yang

disebabkannya mungkin memerlukan alat bantu penunjang antara

lain :

1.      CT scan

2.      CT Angiography

3.      MRI / MR Angiography

4.      Cerebral Angiography

5.      Lumbal punksi

6.      Lab

7.      EEG

8.      EKG

9.      Alat bantu penunjang diagnosa lainnya

Kemajuan dalam teknik neuroradiologi telah banyak membantu

dalam mendiagnosis aneurisma. Metode noninvasive angiographic,

seperti computed tomographic angiography (CTA) dan magnetic

resonance angiography (MRA), memungkinkan deteksi

karakteristik aneurisma secara 3D untuk mengevaluasi

morfologi aneurisma. CT scan atau MRI juga memberikan

informasi yang penting dalam perencanaan operasi. Tetapi,

perdarahan minor aneurisma tidak dapat dideteksi dengan metode

noninvasive . Dengan kombinasi beberapa diagnosa penunjang ini

maka 97% kasus dapat teridentifikasi tepat.²

Tiga teknik yang sering digunakan untuk mendiagnosis aneurisma

intracranial adalah cerebral angiography konvensional, MRI

angiography, dan helical (spiral) CT angiography.

1. CT scan

PSA aneurisma dapat dideteksi pada 90-95% kasus. Jika CT

scan negative dan PSA diduga maka lakukan lumbal punksi

(LP). Baik nonkontras maupun kontras CT scan harus

dilakukan. Edema sekitar dan reaksi inflamasi dapat terlihat

dengan kontras setelah pemeriksaan nonkontras dilakukan.

Page 20: aneurisma 1

Gambar 9. Cerebral aneurysma. Basilar tip aneurysm terlihat pada CT

scan (kiri) dan T2-weighted MRI (kanan). 5

CT scan dapat menunjukkan hematom intraparenkim atau

ekstraparenkim atau pada perdarahan subarachnoid berat dapat

muncul pada sisterna basalis, fissura interhemisfer/Slyvian

atau bahkan melalui konveksitas serebral. CT scan juga dapat

mendeteksi infark serebri yang terjadi kemudian karena

vasospasme atau hidrosefalus progresif. Perdarahan

subarachnoid lama sulit dideteksi dengan MRI. CT scan

terkadang juga tidak dapat mendeteksi perdarahan

subarachnoid disebabkan beberapa alasan, yaitu juga darah

intracranial yang terlalu sedikit, area perdarahan seperti

fossa posterior sulit untuk tergambarkan, jarak waktu

pemeriksaan CT scan dengan terjadinya PSA terlalu lama dan

darah tidak terlihat lagi. Setelah 6-10 hari perdarahan CT

scan tidak dapat memperlihatkan PSA. Jika PSA diduga terjadi

namun temuan CT scan normal maka MRI dapat mengidentifikasi

perdarahan.

2. Computed tomography Angiography (CTA)

Dewasa ini, helical CT angiography telah digunakan untuk

mendeteksi intracranial aneurysms, dan laporan awal

menyebutkan tingkat kemampuan mendeteksi alat ini sama

dengan MRI angiography. keuntungan helical CT angiography

pada perencanaan operatif adalah kemampuannya untuk

memperlihatkan aneurisma pada struktur tulang dasar otak.

Helical CT angiography juga berguna untuk skrining aneurisma

baru pada pasien dengan aneurisma awal yang ditatalaksana

dengan ferromagnetic clips; Klip tua ini adalah

Page 21: aneurisma 1

kontraindikasi absolut untuk MRI angiography. Bagaimanapun,

MRI dapat digunakan secara aman umumnya pada pasien dengan

nonferromagnetic metallic clips. Conventional CT scanning

adalah metode terpilih untuk mendeteksi kalsifikasi di dalam

dinding aneurisma. CTA dapat mendeteksi aneurisma berukuran >

3 mm, menyediakan informasi lengkap seperti arteri asal dan

lebar leher aneurisma. CTA dapat mendeteksi lebih dari 95%

aneurisma. CTA lebih baik dibandingkan MRA karena waktu

pemeriksaan yang lebih singkat, artefak yang lebih sedikit,

dan demostrasi tempat lain lebih baik. Tetapi struktur

tulang dan vena dapat menyulitkan pembacaan.

Gambar 10. CT angiography pada aneurisma arteri cerebri media dekstra. 5

3.      MRI

Karena tidak memerlukan injeksi bahan kontras secara

intravascular, MRI angiography adalah diagnosa penunjang

yang lebih menyenangkan bagi pasien dan tidak beresiko.

Sekarang MRI angiography dapat mendeteksi intracranial

aneurysms dengan diameter 2 atau 3 mm tetapi pada beberapa

studi menunjukkan teknik ini paling baik untuk mendeteksi

aneurisma diameter 5 mm. Kadang-kadang beberapa aneurisma

kecil dapat tidak terdeteksi dengan MRI angiography.

Meskipun teknik ini sering digunakan untuk diagnosa dan

skrining intracranial aneurysma, MRI angiography jarang

digunakan untuk perencanaan operasi. MRI standar adalah

teknik yang paling baik untuk memperlihatkan thrombus di

dalam kantong aneurysmal. Meskipun jarang kadang ada

beberapa kandungan thrombus intracranial aneurysma yang

tidak dapat terlihat dengan angiography tetapi dapat

terlihat dengan jelas melalui MRI. MRA dapat mendeteksi

aneurisma ukuran 4 mm / lebih secara 3-D.

4. Angiography

Page 22: aneurisma 1

Cerebral angiography konvensional merupakan pilihan utama

dalam mendiagnosa aneurisma intracranial dan lokasi

anatomisnya. Lokasi, ukuran, dan morfologi aneurisma dapat

dideteksi baik pada keadaan akut maupun chronic dengan

modalitas ini. Aneurisma besar terkadang dapat terdeteksi

dengan CT scan atau MRI tetapi cerebral angiography tetap

merupakan prosedur diagnostik tetap. Arteriography serebral

dapat memperlihatkan 90% kasus aneurisma. Karena sering

terdapat lebih dari satu aneurisma maka keseluruhan sistem

arterial serebri harus diperiksa. Vasospasme sering

mengaburkan adanya aneurisma, karena itu hasil arteriogram

awal yang negatif harus diulang 1 atau 2 minggu kemudian.

Beberapa resiko cerebral angiography konvensional meliputi

infark serebri, terjadinya hematoma atau pseudoaneurisma

pada tempat penyuntikan, dan gagal ginjal. Pada kebanyakan

kasus, tingkat mortalitas kurang dari 0,1 %, dan tingkat

kerusakan neurologist diperkirakan sekitara 0,5 %.

Kebanyakan komplikasi terjadi pada pasien usia tua dengan

penyakit atherosclerotic, tetapi tidak pada pasien dengan

intracranial aneurysms. Bagaimanapun resiko yang berkaitan

dengan angiography kadang tinggi pada beberapa pasien

intracranial aneurysms, contohnya pada pasien dengan

kelainan jaringan ikat luas seperti Ehlers–Danlos syndrome).

Page 23: aneurisma 1

(a) (b) (c)Gambar 11. Arteriogram (a), MRI Angiogram (b), and Helical CT Angiogram (c) menunjukkan aneurisma pada arteri vertebrobasilar yang belum pecah pada seorang wanita berusia 41 tahun. 5

5.      Alat Bantu penunjang lainnya

v  Transcranial Doppler ultrasonography: TCD membantu

diagnosis vasospasme dan monitoring lanjutan aliran darah

cerebral.

v  Single-photon emission computed tomography (SPECT),

positron emission tomography (PET), xenon-CT (XeCT):

Dengan pemeriksaan ini dapat ditemukan iskemik berkaitan

dengan vasospasme, meskipun modalitas ini tidak dilakukan

rutin.

v  Foto radiologik vertebra servikal: penilaian radiografik

vertebra cervical harus dilakukan pada setiap pasien coma

yang tidak diketahui pasti penyebabnya.

v  EKG: Cardiac arrhythmias dan myocardial ischemia dapat

terlihat. Aneurysmal SAH dapat berhubungan dengan

beberapa perubahan ECG meliputi puncak gelombang P, QT

interval yang memanjang.

v  Echocardiography: sumber emboli cardiak, termasuk

endocarditis dan myxomas, dapat terlihat pada aneurisma

infeksi atau neoplastik.

v  Evoked potentials dan EEG: pemeriksaan ini dilakukan untuk

mendeteksi kelainan kejang akibat komplikasi PSA

aneurisma.

v  Lumbal punksi (LP) . Jika MRI gagal atau tidak ada maka

lumbal punksi dapat dilakukan. LP dapat membantu

diagnosis PSA aneurisma dengan tanpa tanda-tanda fokal

dan efek massa. Cairan serebrospinal (CSS) biasanya dapat

terlihat xantokrom atau adanya eritrosit pada CSS namun

kadang-kadang dapat terlambat dalam beberapa jam baru

muncul. Xantokrom ini dapat terlihat 12-33 hari dengan

puncaknya hari ke 23. Tekanan CSS biasanya selalu tinggi,

terdapat elevasi protein dan hipoglikemia. Awalnya

Page 24: aneurisma 1

proporsi leukosit dengan eritrosit seperti pada darah

tepi, lebih lanjut akan terjadi pleositosis reaktif. Sel

darah merah dan xantokrom menghilang sekitar 2 minggu

setelah perdarahan. Kultur dapat menunjukkan etiologi

infeksi.

v  Lab:

Ø  Hitung jenis dan trombosit: monitor adanya infeksi,

anemia, dan resiko perdarahan.

Ø  Prothrombin time (PT)/activated partial thromboplastin

time (aPTT): mengidentifikasi resiko perdarahan.

Ø  elektrolit dan osmolaritas: monitor hyponatremia,

address arrhythmogenic abnormalities, glucosa darah,

dan monitor terapi hyperosmolar untuk pengingkatan

tekanan intracranial.

Ø  Liver function test: mengidentifikasi disfungsi hepatik

yang dapat memparah komplikasi.

Ø  Analisa gas darah untuk melihat kadar oksigen.

Skrining

Skrining untuk aneurisma intracranial asymptomatik harus

dilakukan karena PSA memiliki prognosis yang buruk, sementara

penatalaksanaan aneurisma intracranial asymptomatik

berhubungan erat dengan tingkat morbiditas (< 5 %) dan

mortalitas (< 2 %). ²

Skrining harus disarankan pada pasien dengan resiko tinggi

terjadinya aneurisma. Dua kelompok utama yang harus diskrining

adalah mereka yang memiliki riwayat keluarga aneurisma

intrakranial ² dan mereka dengan penyakit ginjal polikistik

autosomal dominan² Sekitar 5 -10 % orang dewasa dengan

asimptomatik penyakit ginjal polikistik autosomal dominan

memiliki kelainan aneurisma sakular. ²

D.    MORTALITAS DAN MORBIDITAS ANEURISMA YANG PECAH

Page 25: aneurisma 1

Perdarahan subarachnoid (PSA) yang disebabkan pecahnya suatu

aneurisma memiliki resiko mortalitas yang tinggi yang

secara terjadi secara bertahap tergantung waktu. Dari pasien

yang selamat pada perdarahan awal, rebleeding dan infark

serebri menjadi penyebab utama kematian. Dari hasil studi

pada tahun 1960 dari 100 pasien dengan aneurismal SAH yang

dirawat secara konservatif didapatkan hasil 15 orang di

antaranya meninggal sebelum mencapai rumah sakit, 15 orang

meninggal dalam 24 jam pertama di RS, 15 orang meninggal

antara 24 jam pertama-2 minggu, 15 orang meninggal antara 2

minggu-2 bulan, 15 orang lagi meninggal antara 2 bulan-2

tahun kejadian dan hanya 25 orang yang selamat tapi dengan

defisit neurologis menetap¹.

E.     PENATALAKSANAAN ANEURISMA

Penatalaksanaan suatu aneurisma meliputi :

Monitor tanda-tanda vital dan neurology terus menerus.

Jalan napas, pernapasan dan sirkulasi harus dimonitor

ketat dan dilakukan intubasi endotrakea.

Pilihan terapi harus didasarkan kondisi klinis pasien,

anatomi vaskuler aneurisma, dan pertimbangan teknik bedah

atau endovascular.

PSA aneurisma harus dirawat di ICU dengan monitoring

jantung.

Sebelum terapi definitive dilakukan maka harus dijaga

agar tidak ada hipertensi dengan pemberian calcium

channel blocker, dan pencegahan kejang.

Induksi hypertensi, hypervolemia, dan hemodilution

("triple-H therapy") bertujuan untuk menjaga tekanan

perfusi otak pada keadaan autoregulasi cerebrovascular

yang terganggu.

Page 26: aneurisma 1

Intraarterial papaverine atau endovascular balloon

angioplasty dapat digunakan untuk merawat vasospasm pada

beberapa pasien tertentu

Pada aneurisma infeksi harus dihindarkan pengunaan

antikoagulan. Begitu infeksi dapat terkontrol dengan

antibiotic maka terapi bedah harus dilakukan. Regresi

atau evolusi aneurysma harus dimonitor dengan serial

angiography.

Penatalaksanaan aneurysma intracranial yang belum pecah

masih menjadi kontroversial. International Study of

Unruptured Intracranial Aneurysms (ISUIA) mengindikasikan

bahwa tingkat kejadian rupture aneurisma ukuran kecil

sangat kecil. Aneurisma dengan ukuran < 10 mm memiliki

tingkat kejadian rupture tahunan sekitar 0.05%.

Penatalaksanaan profilaksisnya meliputi teknik bedah /

endovaskular.

Tujuan utama penatalaksanaan aneurisma adalah

mengeluarkan kantung aneurisma dari sirkulasi

intracranial sambil menjaga arteri utama. Penatalaksanaan

aneurisma sejak lama dilakukan bidang bedah saraf tetapi

sejak tahun 1990, neuroradiologis telah menggunakan

teknsik endovascular pasien dengan intracranial aneurysma

yang jumlahnya terus meningkat. Operasi merupakan terapi

definitif untuk penatalaksanaan aneurisma sakular.

1. Operasi

Penempatan klip melintasi leher aneurisma adalah terapi

definitif dan pilihan utama karena efikasi jangka

panjangnya yang telah terbukti. Pada tahun 1936, Walter

Dandy melakukan operasi pertama pada intracranial

aneurysm dengan meletakkan klip perak yang dibuat oleh

Harvey Cushing, melintasi leher aneurisma pada

persambungan arteri carotis interna dengan arteri

communicans posterior pada pasien dengan parese N.III.4

Page 27: aneurisma 1

Sejak itu teknik operasi untuk aneurisma telah

berkembang pesat menggunakan teknik bedah mikro,

mikroskop operasi, koagulasi bipolar dan klip aneurisma

yang bervariasi.. Tingkat keamanan beberapa operasi

aneurisma tergantung ukuran, lokasi atau konfigurasi,

dan teknik tambahan yang sulit seperti teknik bypass

vascular grafting atau hypothermic cardiac arrest yang

harus digunakan. Operasi darurat harus dilakukan pada

pasien yang menunjukkan gejala klinis karena efek massa

hematoma intracerebral atau subdural

2. Terapi Endovascular

Terapi endovaskuler terkini melibatkan insersi kawat

halus ke dalam lumen aneurisma seperti yang trerlihat

pada gambar 10.4 Kemudian melalui proses

elektrothrombosis, thrombus lokal terbentuk di sekitar

kawat di dalam aneurysm. 4 Tujuan utama teknik ini

adalah obliterasi sempurna (thrombosis) kantung

aneurisma. Banyak factor yang memperngaruhi

keberhasilan obliterasi tapiyang terpenting adalah

rasio leher dengan fundus aneurisma. Aneurisma dengan

leher yang luas sering tidak terobliterasi sempurna.

Embolisasi dengan teknik endovascular memiliki resiko

yang lebih sedikit tetapi efektifitas jangka panjangnya

belum terbukti4.

Penatalaksanaan meliputi pencegahan peningkatan tekanan

intracranial seperti tirah baring total, sedatif,

analgesik, laksatif, antitusif, antiemetik,

antikonvulsan. Penatalaksanaan hipertensi juga dapat

menurunkan resiko perdarahan ulang tetapi mengandung

resiko infark serebri pada pasien dengan vasospasme

serebri. Antifibrinolitik seperti epsilon aminocaproic

acid (EACA) dan asam traneksamat mencegah bekuan

aneurisma lisis dan karena itu mencegah rupture

Page 28: aneurisma 1

kembali. Tetapi mereka juga menunda lisis bekuan

sisternal dan meningkatkan vasospasme.

Bahan-bahan vasoaktif yang terdapat pada bekuan darah

sisternal meliputi oksihemoglobin, serotonin,

cathecolamine, prostaglandin, substansi P, calcitonin

gen peptide, endothelin, platelet-derived growth

factor, dan peptide lainnya telah terbukti menebabkan

vasospasme. Penatalaksanaannya meliputi reserpine,

kanamycin, aminophylin, isoproterenol, prostacyclin,

naloxone, lidocaine, diprydamole, dan tromboxane

synthetase inhibitor. Tetapi tidak keuntungan yang

jelas ditunjukkan oleh regimen ini. Penggunaan

nimodipine dan nicardipine lebih menjanjikan karena

dapat mengurangi isnsidensi defisit iskemik persisten

setelah PSA.

Operasi yang cepat juga memungkinkan evakuasi hematoma.

Sebelum operasi pasien dijaga supaya tetap euvolemik

dan diberikan nimodipine. Selama operasi mereka

mendapat manitol dan drainase CSS melalui kateter

spinal.

(a) (b) (c)Gambar 12. Penatalaksanaan aneurisma intracranial menggunakan kliping atau

endovascular coil 5

a.       Angiogram carotid lateral wanita 35- tahun menunjukkan 17-mm supraclinoid aneurisma arteri carotis interna sebelum diterapi

Page 29: aneurisma 1

b.       Setelah penempatan sebuah Sundt–Kees clip c.        Angiograms anteroposterior pada wanita usia 53 tahun

menunjukkan aneurisma basilaris ukuran 13sebelum diterapid.       Setelah penempatan 4 Guglielmi detachable coils dengan panjang

total 90 cm e.        Coil yang tampak padat dapat terlihat mudah dengan foto plos

kepala biasa

(d)                                                                        (e)

Gambar 12. Penatalaksanaan aneurisma intracranial menggunakan kliping atau endovascular coil 5

f.        Angiogram carotid lateral wanita 35- tahun menunjukkan 17-mm supraclinoid aneurisma arteri carotis interna sebelum diterapi

g.        Setelah penempatan sebuah Sundt–Kees clip h.       Angiograms anteroposterior pada wanita usia 53 tahun

menunjukkan aneurisma basilaris ukuran 13sebelum diterapii.         Setelah penempatan 4 Guglielmi detachable coils dengan

panjang total 90 cm j.         Coil yang tampak padat dapat terlihat mudah dengan foto plos

kepala biasa

Konsultasi: Pendekatan multidisiplin harus dilakukan untuk

penatalaksanaan aneurisma meliputi:

Bedah saraf

Interventional neuroradiologis

Ahli saraf

Spesialis rehabilitasi medik

Diet:

Pasien dengan kemungkinan operasi harus puasa. NGT harus

terpasang pada pasien penurunan kesadaran.

Aktivitas:

Tirah baring total setelah PSA aneurisma.

Page 30: aneurisma 1

Lakukan gerakan pasif.

Setelah tindakan bedah saraf atau endovascular dilakukan

maka pasien harus dilakukan :

1. Pemeriksaan neurologi serial

2. Hindari hypotensi atau hypertensi (tekanan arteri

rata-rata [MAP] harus berkisar antara 70-130 mm Hg)

3. Penggunaan larutan isotonik, seperti saline normal,

untuk meminimalisir cerebral edema.

4. Terapi atau profilaksis kejang

5. Terapi infeksi saluran kencing

6. Pencegahan thrombosis vena

7. Profilaksis untuk ulkus gastrikum

8. Terapi fisik, okupasi dan wicara

9. CT scan ulang pada deteriorasi klinik

F.     KOMPLIKASI PERDARAHAN SUBARACHNOID ANEURYSMA

Intracranial : perdarahan ulang, iskemia cerebral/infark,

hydrocephalus, hematoma yang meluas, epilepsy

Ekstracranial : infark miokard, cardiac arritmia, oedem

pulmoner, perdarahan lambung (stress ulcer)

1. Perdarahan Ulang

Perdarahan ulang adalah masalah utama yang mengikuti

aneurismal PSA. Dalam 28 hari pertama (pada pasien yang

tidak dirawat) sekitar 30% pasien akan menglami perdarahan

ulang, sisanya 70% meninggal. Sebagai contoh, jika pasien

selamat melewati 30 hari pertama setelah perdarahan, masih

ada 20% kemungkinan perdarahan ulang terjadi dalam 5 bulan

mendatang. Meskipun jika pasien selamat melewati periode

resiko tingi dalam 6 bulan pertama tetap masih ada

kemungkinan perdarahan ulang dan kematian dala satu tahun

tersebut. Pada perdarahan ulang resiko kematian meningkat 2

kali dibandingkan dengan perdarahan awal¹.

Page 31: aneurisma 1

Tingkat kejadian perdarahan ulang dipengaruhi beberapa

faktor seperti identifikasi yang tepat onset perdarahan

awal, identifikasi yang tepat adanya perdarahan ulang,

terapi medis dan pembedahan, kondisi neurologis pasien dan

pemberian antifibrinolitik. Laporan kumulatif tingkat

perdarahan ulang selama 2 minggu pertama setelah perdarahan

awal berkisar antara 17-22%.²

Setiap pasien yang mengalami penurunan kesadaran tiba-tiba

memerlukan pemeriksaan CT scan. CT scan membantu

mendiagnosis perdarahan ulang dan menyingkirkan penyebab

lain deteriorisasi seperti acute hydrocephalus.

2. Iskemik / Infark Serebri

Setelah PSA, pasien memiliki resiko tinggi untuk terjadi

infark/iskemik serebri dan hal ini merupakan faktor yang

berkontribusi penting pada tingkat mortalitas dan

morbiditas. Infark/ iskemik serebri dapat terjadi secara

cepat atau langsung sebagai hasil dari perdarahan, tetapi

lebih sering berkembang 4-12 hari setelah onset, baik

sebelum atau sesudah operasi disebut ”delayed cerebral

ischemia”. Diperkirakan sekitara 25% pasien terjadi

iskemik/infark serebri dan dri 25% kelompok ini akan

meninggal kemudian. Sekitar 19% yang selamat akan cacat

permanen.

Beberapa faktor kemungkinan berperan pada perkembangan

iskemia/infark serebral. Vasospasme arterial pada

angiography terjadi pada > 60% pasien setelah SAH baik focal

maupun difus. Perkembangan vasospasme menunjukkan pola yang

sama terlambatnya dengna iskemik serebral. Patogenesis

terjadinya vasospasme arteri sangat kompleks. Banyak

substansi vasokonstriktor yang dilepaskan dari dinding

Page 32: aneurisma 1

pembuluh darah atau bekuan darah yang muncul pada CSF

setelah SAH seperti serotonin, prostaglandin,

oxyhaemoglobin, tetapi pada beberapa penelitian membuktikan

bahwa antagonist vasokonstriktor telah gagal mengembalikan

penyempitan angiographic atau mengurangi insiden iskemik.

Kegagalan ini mungkin hasil perubahan arteriopathic yang

telah diamati terjadi pada dinding pembuluh darah. Hanya

antagonois calcium yang muncul yang memiliki efek

menguntungkan. Semakin tinggi jumlah darah yang terlihat

pada cisterna basalis (CT scan) semakin tinggi insiden

penyempitan arteri dan defisik iskemik.

3. Hypovolemia

Hyponatremia yang berkembang setelah SAH pada banyak pasien

karena sekresi sodium renal yang berlebihan daripada efek

dilusi karena sekresi ADH yang tidak berimbang. Kehilangan

cairan dan penurunan volume plasma kemudian terjadi. Pasien

ini kemungkinan pada resiko tinggi trjadinya iskemik

serebral, sehungungan dengan hasil peningkatan viskositas

darah.

4. Penurunan tekanan perfusi serebral.

Setelah SAH, hematoma intracranial atau hydrocephalus dapat

menyebabkan peningkatan pada tekanan intrakranial. Efek

klinik dari cerebral iskemik/ infark tergantung dari daerah

perdarahan arteri tersebut. Pada daerah serebri anterior

dapat menyebabkan kelemahan tungkai bawah, inkontinensia,

bingung, dan akinetic mutisme. Pada daerah serebri media

dapat menyebabkan hemiparesis, hemiplegia, dysphasia (pada

hemisfer dominan). Gambaran klinis pada kedua daerah ini

dapat merupakan gambaran kelainan klinik sebagai hasil

perluasan kelainan pada arteri carotis dengnan edema

hemisfer.

Page 33: aneurisma 1

Umumnya iskemik terjadi pada berbagai area, seringnya pada

kedua hemisfer. Ini berhubungan dengan pola spasme arterial.

Transcranial Doppler : peningkatan signifikan dari kecepatan

velositas di dalam pembuluh darah dapat mengindikasikan

terjadinya vasospasme meskipun gambaran klinik belum

berkembang, dan memungkinkan deteksi awal kelainan ini untuk

pencegahan kerusakan lebih lanjut.

5. Hydrocephalus

Setelah SAH, aliran cairan serebrospinal (CSF) dapat

terganggu oleh :

-          bekuan darah pada cisterna basalis (communicating

hydrocephalus)

-          obstruksi pada villi arachnoidalis(communicating

hydrocephalus)

-          bekuan darah di dalam sistem ventrikular (obstruktif

hydrocephalus)

Hidrosefalus akut terjadi pada sekitar 20% pasien, biasanya

pada beberapa hari pertama setelah onset, biasanya merupkan

komplikasi lanjut. Hanya 1/3 pasien yang menunjukkan gejala

sakit kepala, tingkat kesadaran yang terganggu,

inkontinensia, atau gait ataksia berat. Lebih lanjut lagi

sekitar 10% pasien hidrosefalusnya berkembang terlambat

yaitu bulanan atau bahkan tahunan setelah perdarahan.

6. Hematoma Intracranial yang Meluas

Pembengkakan otak di sekitar hematoma intracerebral dapat

menyebabkan efek massa dari hematoma. Ini dapat menyebabkan

deteriorasi progresif pada tingkat kesadaran atau progresi

tanda fokal.

7. Epilepsi

Page 34: aneurisma 1

Epilepsi dapat terjadi pada stadium manapun setelah SAH,

khusunya jika hematoma menyebabkan kerusakan cortikal.

Kejang dapat umum maupun parsial (focal)

Komplikasi ekstracranial

1. Infark myocard/aritmia cordis : EKG dan patologis

myocardium sering

ditemukan setelah SAH, dan fibrilasi ventrikel sering

terdeteksi. Kelainan ini dapat muncul sekunder dari

pelepasan cathecolamin setelah kerusakan iskemik

hypothalamus.

2. Edema pulmoner : biasanya terjadi stelah SAH, kemungkinan

sebagai hasil

gangguan simpatetik masif.

3. Perdarahan lambung : perdarahan dari erosi gastric

biasanya terjadi setelah

SAH tetapi jarang mengancam jiwa.

G.    PENANGANAN ANEURYSMA PASCA SAH

Nyeri kepala memerlukan analgetik kuat seperti codein atau

dihydrocodeine. Analgesik yang lebih kuat dapat menekan

tingkat kesadaran dan menutupi deteriosasi neurologis.

Penanganan lebih ditujukan untuk pencegahan komplikasi.

A. Pencegahan Perdarahan

1.      Tirah baring (bed rest)

2.      Antifibrinolytic agents : asam traneksamat, epsilon

aminocaproic acid. Obat-obatan ini telah digunakan

bertahun-tahun untuk mencegah perdarahan ulang dengan

memperlambat disolusi bekuan darah sekitar fundus

aneurysma. Antifibrinolytic mengurangi resiko perdarahan

ulang sampai 50%.

3.      Operasi

Kliping leher aneurysma adalah salah satu cara mencegah

perdarahan ulang tetapi teknik ini tidak selalu mungkin

Page 35: aneurisma 1

bisa dilakukan dan metode lain kadang digunakan. Waktu

untuk memulai operasi masih merupakan hal yang

kontroversial sampai sekarang.

Metode perbaikan aneurysma

1.      Kliping langsung leher aneurysma adalah metode terbaik

untuk penanganan dan mencegah ruptur aneurysma lebih

lanjut; klip aneurysma jarang lepas setelah pemasangan.

Diseksi secara hati-hati jaringan arachnoid sekitar

leher aneurysma memunkginkan pemasangan klip secara

akurat.

2.      Ballon embolisation : Pengembangan balon yang

dimasukkan melalui cateter angiographyc khusus ke dalam

kantong aneurysma jarang berhasil. Teknik ini berisiko

menyebabkan aneurysma tiba-tiba pecah atau menyebabkan

lepasnya fragmen balon ke sirkulasi distal menyebabkan

stroke emboli.

3.      Coil embolisation : Dalam tahun-tahun terakhir,

radiologis telah berhasil memasukkan coil helical

platinum single / multiple ke dalam aneurysma untuk

menginduksi thrombosisi. Meskipun hal ini masih dalam

tahap percobaan tetapi hasil teknik ini menjanjikan.

Sebuah kateter penuntun dimasukkan melalui leher

aneurysma. Coil dilekatkan pada ujung kawat penghantar

dimasukkan melalui kateter kedalam fundus aneurysma.

Setelah penempatan tepat maka aliran listrik tertentu

dapat melepaskan elektrokimia dari kawat penghantar.

Komplikasi masih dapat terjadi selama prosedur dan jika

fundus tidak terobliterasi sempurna maka perdarahan

ulang dapat terjadi. Semakin luas leher aneurysma dan

semakin besar ukurannya maka semakin kecil kemungkinan

menghasilka obliterasi sempurna.

4.      Trapping : mengklip bagian proksimal dan distal

pembuluh darah adalah satu-satunya cara pengangan pada

Page 36: aneurisma 1

beberapa aneurysma seperti giant dan intracavernosa

aneurysma. Ini mencegah perdarahan ulang tetapi

memiliki resiko tinggi menghasilkan defisit iskemik.

Prosedur bypass : anastomosis arteri temporalis

superficialis dengan arteri cerebri media sebelum

trapping dapat meminimalisir komplikasi tersebut.

5.      Proksimal occlusion-ligasi carotis communis. : teknik

ini digunakan untuk aneurysma yang muncul langsung dari

arteri carotis diaman kliping telah gagal atau tidak

mungkin dilakukan seperti pada aneurysma intracavernosa

atau aneurysma arteri opthalmica raksasa. Kebanyakan

pasien dapat bertoleransi baik denganoklusi ateri

carotid communis; sirkulasi kolateral melalui sirkulus

Willisi dan mungkin dari aliran balik pada ateri

carotis eksterna biasanya menyediakan aliran darah

hemisfer yang cukup untuk mencegah komplikasi emik.

Oklusi balon pada arteri carotis intera adalah salah

satu teknik alternatif. Penelitian mengenai aliran

darah cerebral selama oklusi temporal atau oklusi

sementara dibawah anestesi lokal dapat mempresikdsi

pasien yang gagal bertoleransi dengan teknik ini tetapi

metode ini sulit dan defisit iskemik lanjut sering

terjadi. Ligasi carotis mencegah pasien dari perdarahan

ulang pada periode resiko tinggi.

Para ahli menyatakan bahwa operasi yang dilakukan pada

hari pertama atau kedua perdarahan mengandung resiko

tinggi¹. Tingkat mortalitas operasi menurun ketika

operasi ditunda beberapa minggu. Semakin lama ditunda

semakin baik hasilnya tetapi semakin lama ditunda

semakin besar kemungkinan kematian karena perdarahan

ulang.

Kondisi klinik pasien juga memegang peranan penting,

semakin berat kondisi klinik pasien maka semakin jelek

Page 37: aneurisma 1

hasil akhirnya. Sebagai hasilnya ahli bedah sering

mempertimbangkan periode pelambatan optimal untuk

operasi sekitar 6-14 hari sejak perdarahan, waktu yang

pasti tergantung kondisi klinis pasien.

Pada tahun-tahun terakhir dengan semakin majunya teknik

anestesi dan operasi, maka operasi awal dalam beberapa

hari dapat dilakukan. Kebanyakan ahli bedah sekarang

menyarankan operasi dalam 3 hari memungkinkan jika

pasien dalam grade I atau II. Resiko tambahan yang

muncul kecil dan lebih menguntungkan karena dapat

mencegah perdarahan ulang. Begitu aneurysma diklip,

maka metode agresif untuk merawat iskemik dapat

menginduksi hipertensi dapat dilakukan. Waktu optimal

untuk operasi pada pasien yang kondisinya jelek dan

berada pada grade jelek tetap menjadi kontroversi dan

memerlukan penelitian lebih lanjut.

B. Pencegahan Iskemik/Infark Cerebri

Iskemik cerebral masih merupakan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas setelah perdarahan

subarachnoid.

Calcium antagonis : Nimodipine telah terbukti

meningkatkan hasil akhir perwatan dan mengurangi

deficit neurologist jika diberikan pada 21 hari pertama

setelah PSA terjadi. Beberapa penelitian menyatakan

bahwa Nimodipine dan Nicardipine keduanya dapat

mengurangi 1/3 insidensi infark cerebri dan

meningkatkan hasil akhir. Mekanismenya melalui

peningkatan sirkulasi kolateral dengan mengurangi efek

berbahaya dari peningkatan kalsium ke dalam sel-sel

otak dengan mengurangi vasospasme¹.

Page 38: aneurisma 1

Menghindari terapi antihipertensi : Terapi

antihipertensi dulu digunakan luas setelah SAH untuk

mengurangi reactive hipertensi dan secara teoritis

mengurangi resiko perdarahan ulang. Pada seseorang yang

normal saat terjadi penurunan tekanan darah maka akan

terjadi vasodilatasi cerebral untuk mempertahankan

aliran cerebral (autoregulasi). Setelah SAH,

autoregulasi ini sering terganggu, penurunan tekanan

darah menyebabkan pengurangan aliran darah otak dengan

resiko iskemik yang tinggi. Beberapa bukti menyebutkan

bahwa pasien dengan SAH yang menggunakan obat-obat

antihipertensi memiliki resiko signifikan untuk

terjadinya infark ¹.

Mencegah hypovolemia dengan intake cairan yang tinggi :

maintenance pemasukan cairan yang banyak (3 liter per

hari) dapat membantu mencegah penurunan volume plasma

yang disebabkan oleh kehilangan sodium dan cairan. Jika

hiponatremia terjadi jangan membatasi cairan, hal ini

secara signifikan meningkatkan infark serebri. Jika

level sodium di bawah 130 mmol/L berikan

fludorocortisone atau saline hipertonik.

Peningkatan volume plasma : peningkatan volume plasma

dengan koloid seperti protein plasma, dekstran 70,

Haemacel dapat meningkatkan tekanan darah dan

meningkatkan aliran darah otak. Ini harus diberikan

sebagai profilaksis pada pasien dengan resiko tinggi

(kelebihan berat darah sisternal dengna CT scan atau

Doppler velositas tinggi) atau pada tanda klinis awal

iskemik.

Page 39: aneurisma 1

Jika terdapat bukti klinik bahwa iskemik berkembang

walaupun telah diterapi dengan cara ini maka dapat

dikombinasi dengan :

1.      Terapi hipertensi : perawatan dengan agen inotropik

seperti dobutamine meningkatkan cardiac output dan

tekanan darah. Sejak autoregulasi otak gagal setelah

PSA, meningkatkan tekanan darah dapat meningkatkan

aliran darah otak. Sampai 70% desifit neurologis

karena iskemik yang terjadi setelah operasi

aneurysma dapat diturunkan dengan menginduksi

hipertensi sampai tingkat kritis tekanan darah ¹.

Pengenalan dini dan penatalaksanaan defisit

neurologis dapat mencegah progresi iskemik menjadi

infark. Penatalaksanaan yang terlambat dapat memicu

edema vasogenik pada daerah iskemik.

2.      Neuroprotektor : beberapa neuroprotektor baru

( selain antagonis calcium) sekarang sedang dalam

penelitian pada pasien dengan PSA tetapi kegunaan

mereka masih belum diketahui.

C. Hidrosefalus

Hidrosefalus menyebabkan deteriosasi akut memerlukan

drainase cairan serebrospinal (CSS) yang darurat dengan

kateter ventrikuler (lumbal punksi sementara dapat

memguntungkan sementara). Deteriosasi bertahap atau

kegagalan yang meningkat mengindikasikan drainase CSS

permanen dengan ventriculoperitoneal atau

lumboperitoneal shunt.

D. Perluasan Hematom Intracerebral

Hematoma intraserebral yang berasal dari ruptur

aneurysma tidak memerlukan penatalaksanaan spesifik

kecuali efek massa menyebabkan deteriosasi tingkat

kesadaran. Ini memerlukan angiography darurat diikuti

Page 40: aneurisma 1

pengeluaran hematom dengan atau tanpa kliping simultan,

dibawah kondisi ini mortalitas operasi sangat tinggi.

M. PROGNOSAPrognosis suatu aneurisma tergantung dari 7:

Usia

Status neurologikus dalam perawatan

Lokasi aneurisma

Selang waktu antara awal kejadian perdarahan subarachnoid

dengan penatalaksanaan medis

Adanya hipertensi dan penyakit lain

Tingkat vasospasme

Adanya perdarahan ulang atau tidak

Tingkat perdarahan subarachnoid

Adanya perdarahan intraventrikular atau intraparenkimal

Pasien dengan status klinis grade I (sakit kepala ringan

atau meningismus ringan), II (sakit kepala berat,

meningismus, atau neuropati kranial), III (letargi, bingung,

atau tanda neurologik fokal) memiliki prognosa yang lebih

baik dibandingkan dengan pasien grade IV(penurunan kesadaran

yang buruk) danV (koma dengan flaksiditas atau postur tubuh

abnormal). Pasien grade IV dan V memiliki kecenderungan

hasil yang buruk meskipun mereka mendapat perawatan apapun².

Tingkat mortalitas operatif sendiri berkisar antara 8-45%

tergantung kondisi klinis dan waktu pasien ¹.

Page 41: aneurisma 1

III. KESIMPULAN

1.      Aneurisma adalah pelebaran abnormal dari sebuah arteri yang

berhubungan dengan kelemahan pada dinding arteri yang

disebabkan adanya defek pada tunika media / lamina elastika

yang terganggu.

2.      Pada otopsi di Amerika Serikat, kejadian aneurisma

intrakranial ditemukan pada sekitar 1% populasi². Insidensi

perdarahan subarachnoid disebabkan rupturnya aneurisma

sekitar 6-16% per 100.000 orang per tahunnya. ² Aneurisma

lebih banyak didapatkan pada wanita dengan ratio 3:2

3.      Faktor predisposisi penting terjadinya aneurisma berkaitan

dengna riwayat keluarga, kelainan jaringan ikat, hipertensi

dan fator lainnya.

4.      Gejala klinik suatu aneurisma tergantung keadaan aneurisma

itu sendiri, bisa berupa efek kompresi massa, perdarahan

karena aneurisma yang pecah, trombosis maupun asimptomatik.

5.      Penatalaksanaan dan prognosa suatu aneurisma tergantung

lokasi dan ukurannya, usia penderita, komplikasi, selang

waktu antara awal kejadian perdarahan subarachnoid dengan

penatalaksanaan medis, dan adanya penyakit lain sebelumnya

seperti hipertensi dan lain-lain.

Page 42: aneurisma 1

DAFTAR PUSTAKA

1. Brust, John C.M. 1995. Hemorrhage Subaracnoid : Merrit’s Textbook of Neurology Ninth edition. 42 : Hal 276-283.Williams and Wilkin.

2. Pritz, Michael B. 2003. Subaracnoid Hemorrage Due to Cerebral Aneurysms : Neurological Therapeutics Principles and Practice Volume 1. 48 : 493-503. Martin Dunitz-Taylor and Francis Group.

3. Bendok, Bernard R, et al. 2003. Cerebral Aneurysms and Vascular Malformations : Neurological Therapeutics Principles and Practice Volume 1.. 48 : 493-503. Martin Dunitz-Taylor and Francis Group.

4.      Schievink, Wouter I. 2007. Intracranial Aneurysms dalam

website : http://content.nejm.org/cgi/content/full/336/1/28

5. Liebeskind, David S. 2007. Cerebral Aneurysm. dalam website

: http://www.emedicine.com/neuro/topic503.htm

6. Aneurysm in Medical Encyclopedia. 2007. dalam website http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001122.htm

7. What is the prognosis? Cerebral Aneurysm Fact Sheet. 2007. NINDS Cerebral Aneurysm Information Page dalam website :

Page 43: aneurisma 1

http://www.ninds.nih.gov/disorders/cerebral_aneurysm/cerebral_aneurysm.

Aneurisma Aorta

Oktober 4, 2009 pada 3:37 am (Kesehatan)

DEFINISI

Aneurisma Aorta merupakan dilatasi dinding aorta yang sifatnya

patologis, terlokalisasi, dan permanen (irreversible).

Dinding aorta yang mengalami aneurisma lebih lemah daripada dinding

aorta yang normal. Oleh karena itu, karena tekanan yang begitu besar

dari darah menyebabkan dinding aorta menjadi melebar.

KLASIFIKASI

Page 44: aneurisma 1

Aneurisma Aorta dapat dibagi berdasarkan morfologi dan lokasinya.

Menurut morfologinya, aneurisma aorta dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Fusiform aortic aneurysm : bentuknya lebih baik, dilatasinya simetris pada sekeliling

dinding aorta, dan bentuknya lebih sering ditemukan.

2. Saccular aortic aneurysm : berbentuk seperti kantong yang menonjol keluar dan

berhubungan dengan dinding aorta melalui leher yang sempit.

3. Pseudoaneurysm or false aortic aneurysm : merupakan akumulasi darah

ekstravaskuler disertai disrupsi ketiga lapisan pembuluh darah. Dindingnya

merupakan trombus dan jaringan yang berdekatan.

Berdasarkan lokasinya, aneurisma aorta dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Abdominal aortic aneurysm (AAA) : lokasinya pada aorta abdominalis, biasanya mulai

dari bawah arteri renalis dan meluas ke bifurkasio aorta, kadang-kadang melibatkan

arteri iliaka. Aneurisma ini jarang meluas ke atas arteri renalis untuk melibatkan

cabang-cabang viseral mayor aorta.

2. Thoracic aortic aneurysm (AAT) : lokasinya pada aorta toraks, bagian-bagian yang

mengalami pelebaran biasanya pada ascending aorta di atap katup aorta, aortic

arch, dan descending thoracic aorta di luar arteri subklavia kiri.

3. Thoracoabdominalis aortic aneurysm (AATA) : lokasinya pada aorta desendens yang

secara bersamaan melibatkan aorta abdominalis.

EPIDEMIOLOGI

Abdominal aortic aneurysm merupakan aneurisma yang paling sering

terjadi. Laki-laki lebih sering menderita penyakit ini daripada wanita (9:1).

Insiden akan meningkat pada laki-laki yang umurnya lebih dari 55 tahun

dan pada wanita yang umurnya lebih dari 70 tahun. Walaupun demikian,

pada wanita risiko ruptur 3 kali lebih tinggi daripada laki-laki.

Faktor risiko lain selain umur dan jenis kelamin adalah gaya hidup

merokok, hipertensi, hiperlidemia, dan aterosklerosis. Pada orang yang

memiliki riwayat keluarga risiko mereka mengalami aneurisma akan

Page 45: aneurisma 1

meningkat 30% dan cenderung menderita abdominal aortic aneurysm di

usia muda.

Thoracic aortic aneurysm lebih jarang terjadi daripada aneurisma pada

aorta abdominalis. Aneurisma ini lebih sering terjadi pada laki-laki

daripada wanita (5:1) dan jarang terjadi pada pasien yang umurnya

kurang dari 50 tahun. Biasanya aorta desendens paling sering terserang.

ETIOLOGI

Abdominal aortic aneurysm paling sering disebabkan oleh aterosklerosis.

Namun pada dasarnya, penyebab abdominal aortic aneurysm dapat

dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Penyebab yang tidak dapat dikontrol seperti penyakit genetik (Marfan syndrome,

Ehlers-Danlos syndrome, congenital defect) dan enzyme destruction.

2. Penyebab yang dapat dikontrol yaitu kondisi yang dipengaruhi oleh gaya hidup

(aterosklerosis, tekanan darah tinggi, kolesterol yang tinggi, dan trauma benda

tumpul).

Sama dengan abdominal aortic aneurysm, aneurisma pada toraks juga

sering disebabkan oleh aterosklerosis. Selain itu thoracic aortic aneurysm

juga disebabkan oleh congenital defect pada dinding aorta, hipertensi,

merokok, infeksi, dan trauma dada. Trauma dada biasanya pada

kecelakaan kendaraan bermotor, dapat menyebabkan ruptur tunika intima

dan media aorta desendens pada ligamentum arteriosus. Ligamentum

arteriosus mengikat aorta pada suatu titik tertentu, sehingga pada saat

laju kendaraan berhenti mendadak, struktur-struktur dalam toraks masih

bergerak ke depan, sedangkan aorta yang diikat oleh ligamentum

arteriosus tetap pada tempatnya, hal ini dapat menyebabkan terjadinya

robekan pada tunika-tunika pembuluh darah. Akibatnya, tipe cedera ini

dikenal sebagai trauma karena perlambatan. Tunika adventisia dapat

tetap utuh, walaupun dapat pula terjadi ruptur  atau berkembang menjadi

aneurisma palsu. Penyakit pada arkus biasanya disebabkan oleh

aterosklerosis. Nekrosis media kistik seperti sindroma Marfan, paling

berat pada aorta asendens dan sering kali menyebabkan pembentukan

aneurisma.

Page 46: aneurisma 1

Sedangkan pada aneurisma torakoabdominalis, paling sering disebabkan

oleh proses degeneratif (degenerasi miksomatosa, aorta senile).

Penyebab lainnya yaitu diseksi, Marfan syndrome (cystic medial

necrosis), Ehlers-Danlos syndrome, infeksi jamur, aortitis (Takayasu), dan

trauma.

PATOFISIOLOGI

Aneurisma terjadi karena pembuluh darah kekurangan elastin, kolagen,

dan matriks ekstraseluler yang menyebabkan melemahnya dinding aorta.

Kekurangan komponen tersebut bisa disebabkan oleh faktor inflamasi

(aterosklerosis). Sel radang pada dinding pembuluh darah yang

mengalami aterosklerosis mengeluarkan matriks metalloproteinase.

Matriks metalloproteinase akan menghancurkan elastin dan kolagen,

sehingga persediaannya menjadi berkurang. Selain matriks

metalloproteinase, faktor lain yang berperan terjadinya aneurisma adalah

plasminogen activator, serin elastase, dan katepsin.

Aneurisma akan mengakibatkan darah yang mengalir pada daerah

tersebut mengalami turbulensi. Keadaan itu menyebabkan deposit

trombosit, fibrin, dan sel-sel radang. Akibatnya, dinding aneurisma akan

dilapisi trombus. Lama kelamaan trombus berlapis tersebut akan

membentuk saluran yang sama besar dengan saluran aorta bagian

proksimal dan distal.

Selain itu, interaksi dari banyak faktor lain dapat menjadi predisposisi

pembentukan aneurisma pada dinding aorta. Aliran turbulen pada daerah

bifurkasio dapat ikut meningkatkan insiden aneurisma di tempat-tempat

tertentu. Suplai darah ke pembuluh darah melalui vasa vasorum diduga

dapat terganggu pada usia lanjut, memperlemah tunika media dan

menjadi faktor predisposisi terbentuknya aneurisma.

Apapun penyebabnya, perkembangan aneurisma akan selalu progresif.

Tegangan atau tekanan pada dinding berkaitan langsung dengan radius

pembuluh darah dan tekanan intraarteri. Dengan melebar dan

bertambahnya radius pembuluh darah, tekanan dinding juga meningkat

sehingga menyebabkan dilatasi dinding pembuluh darah. Sehingga angka

kejadian ruptur aneurisma juga meningkat seiring meningkatnya ukuran

Page 47: aneurisma 1

aneurisma. Selain itu, sebagian besar individu yang mengalami

aneurisma juga menderita hipertensi sehingga menambah tekanan

dinding dan pembesaran aneurisma.

GAMBARAN KLINIS

1. Abdominal aortic aneurysm

Aneurisma ini sering asimtomatis, namun pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan

massa yang berdenyut di abdomen (57% ditemukan pada aneurisma yang diameternya

lebih dari 4 cm dan 29% pada aneurisma yang diameternya kurang dari 4 cm). Pada

abdominal aortic aneurysm yang simtomatis dan tanpa ruptur, biasanya pasien akan

mengeluh nyeri abdomen yang intermiten tetapi menetap. Nyeri abdomen ini menyebar

ke panggul, pelipatan paha, dan bisa juga ke testis.

Abdominal aortic aneurysm sering menimbulkan komplikasi berupa ruptur pada dinding

aorta, trombosis atau embolisasi distal. Ruptur pada dinding aorta sering terjadi pada

aneurisma yang diameternya 5 cm. Karakteristik ruptur abdominal aortic aneurysm yaitu

nyeri yang sangat berat, hipotensi, dan massa pada abdomen yang nyeri tekan.

Nyerinya ini bersifat akut, menetap, berat, dan paling sering terjadi di daerah lumbar

yang menjalar ke panggul, organ genital, dan kaki. Syok terkadang belum terjadi karena

perdarahan ke arah retroperitoneal mengalami tamponade oleh jaringan sekitar. Jangan

memberikan transfusi darah untuk memperbaiki keadaan umum penderita karena dapat

menyebabkan perdarahan berulang. Cara yang tepat untuk mengatasi syok dini adalah

memasang klem vaskular dengan segera sebelah proksimal dari aneurisma.

Faktor predisposisi yang meningkatkan terjadinya ruptur aneurisma aorta abdominalis

yaitu : diameter aneurisma, tekanan darah diastolik, penyakit paru obstruktif kronik,

merokok, riwayat keluarga ruptur aneurisma, dan faktor intrinsik (peradangan dinding

aorta).

2. Thoracic aortic aneurysm

Aneurisma torasika harus cukup besar untuk dapat menimbulkan gejala. Oleh karena itu,

aneurisma mungkin baru ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan radiogram

dada. Jika benar-benar timbul gejala, biasanya disebabkan oleh perluasan dan kompresi

pada struktur-struktur yang berdekatan. Kompresi esophagus, walaupun jarang, dapat

menimbulkan gejala disfagia. Kompresi saraf laringeus rekuren menyebabkan suara

Page 48: aneurisma 1

serak. Distensi vena di leher serta edema kepala dan lengan dapat menunjukkan

kompresi pada vena kava superior. Nyeri akibat aneurisma torasika timbul di dada.

Aneurisma dapat menyebabkan nyeri akibat erosi pada kolumna vertebralis dan

kompresi pada saraf spinal.

3. Thoracoabdominalis aortic aneurysm

Sebanyak 40-50% pasien dengan thoracoabdominalis aortic aneurysm tidak

mengeluhkan gejala (asimptomatik) saat aneurisma pertama kali ditemukan. Dari pasien

yang mengeluhkan gejala, justru menunjukkan adanya kemungkinan telah terjadinya

ruptur. Gejala tersering adalah nyeri punggung yang terlokalisasi di antara skapula.

Nyeri epigastrium terjadi karena regangan hiatus aortik oleh aneurisma atau adanya

diseksi.

Kompresi pada  trakhea atau bronkhus dapat menyebabkan stridor, wheezing, atau

batuk. Pneumonitis dapat timbul bila terjadi retensi sputum akibat penekanan bronkhus.

Adanya hemoptisis menunjukkan erosi pada parenkim atau bronkhus oleh aneurisma.

Disfagi atau hetemesis menandakan penekanan atau erosi aneurisma pada esogafus.

Penekanan aneurisma aorta abdominalis pada duodenum akan mengakibatkan

obstruksi parsial atau perdarahan gastrointesinal bila telah terjadi erosi. Penekanan

pada organ hepar sangat jarang terjadi. Dapat pula timbul hoarseness akibat penekanan

atau erosi pada saraf laringeus rekurens. Sebagai tambahan trombosis pada cabang-

cabang arteri spinalis dapat menyebabkan paraplegia atau paraparesis.

DIAGNOSIS

1. Abdominal aortic aneurysm

Pada dinding perut bagian bawah dapat terlihat massa yang berdenyut mengikuti irama

nadi. Ketika dipalpasi, akan teraba bifurkasio aorta beranjak naik, pada posisi duduk

setinggi pusat, sedangkan batas atas aneurisma sampai di arkus iga. Teraba pula

pulsasi yang kuat kecuali pada trombosis total. Melalui stetoskop, terdengar bising

sistolik setinggi lumbal 2.

Pemeriksaan fisik sebenarnya sudah mampu hampir 100% mendiagnosis abdominal

aortic aneurysm, apalagi bila palpasi abdomen dikerjakan dengan seksama. Sensitivitas

palpasi abdomen bertambah dengan semakin lebarnya diameter aneurisma. Untuk

Page 49: aneurisma 1

menunjang diagnosis, dilakukan foto polos abdomen. Tapi foto polos hanya mampu

menunjukkan kalsifikasi dinding abdominal aortic aneurysm pada sebagian kecil kasus.

Alat penunjang lain yang dapat menunjukkan diameter dan ukuran aneurisma adalah

USG B-mode atau Dupleks Sonografi berwarna. Untuk lebih akurat menentukan letak

aneurisma, apakah di daerah visceral atau ginjal, CT-Scan atau MRI pilihannya. Akan

tetapi, spesifisitas CT-Scan dalam menilai ada tidaknya ruptur agak rendah, yakni 75%.

Di balik kelebihannya, CT-Scan kurang akurat dalam mengevaluasi aorta yang berkelok-

kelok (tortuous). Dalam penerapannya, CT-Scan membutuhkan zat kontras intravena

dan alatnya menggunakan sumber radiasi. Dengan segala kekurangan itu, CT-Scan

tidak disarankan sebagai alat screening abdominal aortic aneurysm.

Di sisi lain, kekurangan CT-Scan tidak ditemui bila menggunakan MRI. MRI tidak

menggunakan kontras dan radiasi. Selain itu, MRI dapat memberi gambaran transversal,

koronal, dan sagital dari aorta sehingga gambaran aorta yang berkelok-kelok dapat

dicitrakan dengan baik. Tetapi, MRI sangat mahal dan hanya ada di beberapa institusi

kesehatan tertentu

2. Thoracic aortic aneurysm

Untuk mendiagnosis aneurisma ini dapat dilakukan pemeriksaan foto rontgen. Pada

pemeriksaan foto rontgen akan memperlihatkan pelebaran mediastinum, pembesaran

aortic knob, atau tertariknya trakea. Namun pada aneurisma yang kecil khususnya pada

saccular aneurysm, foto rontgen akan sulit memperlihatkan adanya aneurisma.

Aortografi dapat digunakan untuk mengevaluasi anatomi dari aneurisma dan pembuluh

darah besar. Sedangkan CT-scan sangat akurat digunakan untuk mendeteksi dan

mengetahui ukuran dari aneurisma torakalis. MRI  juga digunakan untuk mendeteksi

aneurisma dan melihat anatominya.

MR  Angiografi digunakan untuk melihat anatomi cabang-cabang dari pembuluh darah

aorta, tapi bisa juga digunakan untuk mengevaluasi aneurisma aorta torakalis.

3. Thoracoabdominalis aortic aneurysm

Pemeriksaan foto rontgen akan memperlihatkan pelebaran dari bayangan aorta

torakalis. Pemeriksaan TEE tidak dapat dipergunakan pada pemeriksaan aorta

desendens. Sedangkan USG hanya dapat memeriksa aneurisma di distal dari arteri

Page 50: aneurisma 1

renalis, oleh karena daerah suprarenal dan torakal tertutup oleh jaringan paru.

Pemeriksaan CT-scan terutama spiral CT-scan merupakan pemeriksaan penting dalam

mendiagnosis aneurisma aorta, dan dapat menjadi pengganti pemeriksaan aortografi

bila terdapat kontraindikasi penggunaan zat kontras.

Pemeriksaan aortografi sampai saat ini masih menjadi gold standard pemeriksaan dalam

mendiagnosis thoracoabdominalis aortic aneurys.

PENANGANAN

1. Operatif

Bedah elektif. Keputusan untuk melakukan operasi pada pasien aneurisma asimtomatik

bergantung dari risiko aneurisma tersebut mengalami ruptur. Pembedahan elektif

dilakukan bila diameter lebih dari 50 mm.

Komplikasi dini yang terjadi setelah operasi elektif meliputi iskemia jantung, aritmia, dan

gagal jantung kongestif (15%), insufisiensi pulmonal (8%), kerusakan ginjal (6%),

perdarahan (4%), tromboemboli distal (3%), dan infeksi luka (2%).

Bedah darurat. Pasien dengan dugaan ruptur aneurisma perlu dipertimbangkan

dilakukan bedah darurat. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan kematian

selama pembedahan adalah usia lebih dari 80 tahun, kesadaran menurun, konsentrasi

Hb rendah, cardiac arrest, penyakit kardiorespiratori parah.

Bedah Konvensional. Bedah konvensional adalah dengan menggunakan graft

prosthetic. Pemasangan graft dinilai efektif, dan kematian 30 harinya hanya 5%. Risiko

kematian paska pemasangan graft bergantung dari status kesehatan pasien.

Endovaskular stent atau endoprotesis. Merupakan alat yang dimasukkan secara

endovaskular melalui arteri femoralis. Endoprotesis ini seperti selang yang diameternya

dapat dibuat sedimikian rupa hingga menyerupai diameter arteri normal. Dengan adanya

selang ini, darah hanya mengalir melalui selang tersebut, tidak lagi melalui kantung

aneurisma. Akibatnya, risiko trombosis dan ruptur berkurang. Untuk menjaga agar

diameter selang tidak berubah, maka pada selang digunakan stent.

Masalah yang sering ditemui saat pemasangan stent diantaranya pemasangan yang

tidak mudah. Diperlukan dokter yang kompeten untuk melakukannya. Sering pula stent

sulit diarahkan ke pembuluh darah yang menjadi tujuan karena biasanya pembuluh

Page 51: aneurisma 1

darah teroklusi oleh trombus. Pada bebarapa kasus, aorta ditemukan tidak lurus

melainkan berkelok-kelok. Hal itu makin menambah daftar masalah pemasangan stent.

Keuntungan endovaskular stent daripada bedah konvensional yaitu : tidak memerlukan

insisi abdomen, tidak perlu diseksi retroperitoneal, meningkatkan fungsi perioperatif

kardiorespiratorik, mengurangi respon stress metabolik selama operasi, meningkatkan

fungsi ginjal dan gastrointestinal, dan mengurangi waktu rawat inap

2. Kendalikan faktor risiko

Terapi non-operatif atau obat-obatan dapat diberikan berupa beta bloker, dimana obat ini

diperkirakan mampu menurunkan laju pelebaran dan risiko ruptur dari abdominal aortic

aneurysm.

Yang tidak kalah pentingnya adalah mengendalikan faktor risiko seperti

hiperkolesterolemia dan hipertensi. Merokok sebisa mungkin dihentikan. Aneurisma

yang terlalu kecil untuk dibedah sebaiknya dipantau secara bertahap untuk menilai

perkembangan diameternya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim (2008-last update), “Aneurisma Aorta Abdominalis”, (Mentorhealthcare), Available :

http://www.mentorhealthcare.com/news.php?nID=173&action=detail (Accessed : 28

Juli 2008)

Anonim (2008-last update), “Aneurisma Aorta Torako-Abdominal”, (Website Bedah Toraks

Kardiovaskular Indonesia), Available : http://www.bedahtkv.com/index.php?/e-

Education/Vaskular/Aneurisma-Aorta-Torako-Abdominal.html-index (Accessed : 28

Juli 2008)

Braunwald, Eugene.1996.Textbook of Heart Disease, 5th ed, McGraw-Hill Companies, USA

Topol, Eric J.2002.Textbook of Cardiovascular Medicine, 2nd ed, Philadelphia