anestesi pada asma selva
DESCRIPTION
power point ppt anestesi pada asmaTRANSCRIPT
Penyakit kronik berupa gangguan inflamasi saluran pernafasan yang dihubungkan dengan hiperesponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dan gejala pernafasan
Etiologi -herediter-alergi-kebiasaan : polusi udara, stress, makanan-obat : obat nyeri seperti NSAID
Patofisiologi asma melibatkan pelepasan mediator kimiawi ke jalan napas dan adanya aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf parasimpatis
Sel dendritikaktiviasi limfosit T respon imun pengeluaran sitokin inflamasi memprovokasi kontraksi otot polos bronkus
Kontraksi otot polos saluran respiratorik diperkuat oleh-penebalan dinding saluran nafas akibat edem akut-infiltrasi sel-sel inflamasi dan remodeling -hiperplasia dan hipertropfi kronis otot polos, vaskuler dan sel-sel sekretori serta deposisi matrik pada dinding saluran respiratorik
DERAJAT ASMA GEJALA GEJALA MALAM FUNGSI PARU
INTERMITEN
Mingguan
Gejala < 1x/minggu
Tanpa gejala di luar serangan
Serangan singkat
Fungsi paru asimtomatik dan
normal di luar serangan.
< 2 kali sebulan VEP1 atau APE >
80%
PERSISTEN
RINGAN
Mingguan
Gejala > 1x/minggu tapi < 1x/hari
Serangan dapat mengganggu
aktivitas dan tidur.
> 2 kali
seminggu
VEP1 atau APE >
80%
normal
Klasifikasi Asma ditinjau dari berat ringannya penyakit
PERSISTEN
SEDANG
Harian
Gejala harian
Menggunakan obat setiap hari
Serangan mengganggu aktivitas
dan tidur
Serangan 2x/minggu, bisa
berhari – hari
> sekali
seminggu
VEP1 atau APE >
60% tetapi < 80%
normal
PERSISTEN
BERAT
Kontinu
Gejala terus menerus
Aktivitas fisik terbatas
Sering serangan
Sering VEP1 atau APE <
80% normal
Terapi farmakologi untuk asma-Short acting B2 agonist (salbutamol,
terbutalin)-Antikolinergik-Kortikosteroid
1.Penanganan anestesi preoperatifa.Evaluasi preoperatifb.pengelolaan preoperatifc.premedikasi
2.Penanganan anestesi intraoperatifa. Regional anestesib. Anestesi umum
-agent inhalasi-obat induksi intravena-muscle relaxant
c. Terapi bronkospasme intaroperatifd. Penanganan post operatif
a. Evaluasi preoperatif1.)Riwayat penyakit
-lama penyakit , frekuensi serangan, lama berat serangan, faktor-faktor yang
mempengaruhi, riwayat terakhir kali serangan, pengobatannya
2)pemeriksaan fisik-dilihat dari derjat obstruksi jalan nafas yang terjadi I: sianosis, ekspirasi memanjang, tampak sesak P: takikardi P: hipersonor A: wheezing, ronki- tanda serangan asma berat dilihat dari penggunaan
otot pernafasan tambahan3) Lab
-eosnifil total dalam darah sering meningkat
4) Rontgen thorax-dilakukan bila ada kecurigaan proses patologi di paru
5)Pemeriksaan fungsi paru (spirometri)-untuk mengetahui kondisi klinis asma perlu dilakukan pengukuran aliran udara ekspirasi yaitu volume ekspirasi paksa detik pertama(FEV1) dan arus puncak ekspirasi (PEFR)
Keadaan Klinik % FEV/FVC
Normal 80-100
Asma Ringan 75-79
Asma Sedang 50-74
Asma Berat 35-49
Status Asmatikus <35
Hubungan asma dengan pemeriksaan spirometri
6) Analisa gas darah-pemeriksaan gas darah biasanya dilakukan pada serangan asma yang berat
7) Fisoterapi dada-keadaan akut untuk dilakukan fisioterapi adalah pasien-pasien dengan retensi sputum yang berlebihan atau abnormal akibat batuk yang terus menerus atau pada pasien yang batuknya sangat lemah
b. Pengelolaan preoeratif-persiapan pertama dengan gangguan
pernafasan yang menjalani pembedahan adalah menentukan reversibilitas kelainan
-proses obstruksi reversible (dengan bronkodilator) atau ireversible
c. Terapi medisPreparat yang digunakan untuk asma adalah-Simpatomimetik atau b2 adrenergik
agonisbronkodilatasicontoh : albuterol(ventolin) 2 puffs dengan MDI 3-4 jam salmeterol (serevent) 2 puff dengan MDI setiap 12jam metaproterenol 2 puff dengan MDI 3-4 jam
-Parasimpatolitik bronkodilatasi contoh Ipratropium bromide inhaler
-metilxantinteofilin
-kortikosteroid steroid intravena meliputi hidrokortisone 100mg tiap 8 jam
-kromolin-mukolitik
PremedikasiTujuan untuk menghilangkan cemas,
meminimalkan reflek bronkokontriksi terhadap iritasi jalan nafas
-sedatif (benzodizepin)-opioid (fentanil)-bronkodilator inhaler atau kortikosteroid
inhaler, kortikosteroid parentral
A. Regional Anestesi Pada pasien asma yang pernapasannya
tergantung pada penggunaan otot-otot tambahan (intercostal untuk inspirasi, otot perut untuk ekspirasi paksa).
Spinal anestesi dapat memperburuk kondisi jika hambatan motorik menurunkan FRC, mengurangi kemampuan untuk batuk dan membersihkan lendir atau memicu gangguan respirasi atau bahkan terjadi gagal napas.
Faktor-faktor penting yang menghalangi keberhasilan penggunaan regional anestesi seperti pasien tidak tahan berbaring dimeja operasi dalam waktu lama, batuk spontan dan tidak terkendali dapat membahayakan yaitu pada tahap kritis pembedahan.
B. Anestesi Umum Waktu paling kritis pada pasien asma yang
dianestesi adalah selama instrumentasi jalan napas
Nyeri, stress, emosional atau rangsangan selama anestesi dangkal dapat menimbulkan bronkospasme
Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan pelepasan histamin (seperti curare, atracurium, mivacurium, morfin, meperidin) harus dicegah atau diberikan dengan sangat lambat jika digunakan.
1. Agent InhalasiAgent inhalasi anestesi seperti halothan -menimbulkan pelebaran bronkus sebagai akibat dari blokade pada reflex bronkokonstruksi bronkodilator yang poten-halotan tidak ideal pada pasien yang menderita kelainan jantung karena halotan dapat mengakibatkan disaritmia karena efek katekolamin release.MAC :0,72%Isofluran dan desfluran -dapat pula menimbulkan bronkodilator dengan derajat yang setara tetapi harus dinaikkan secara lambat karena sifatrnya iritasi ringan di jalan napas
ISO MAC :1.12 %
Sevofluran -tidak terlalu berbau (tidak menusuk) dan memiliki efek bronkodilator serta sifatnya tidak iritasi di jalan napas. MAC : 2.05%
2. Obat-Obat Induksi IntravenaUntuk induksi anestesi dapat digunakan obat-obat yang mempunyai onset kerja yang cepat-Contoh obat induksi yang dapat digunakan adalah ketamin. Dosis induksi 1-3mg/kgBBOOA 30 detik, DOA 10-20 menit tetapi memerlukan waktu 60-90 menit untuk berorientasi penuh3. Muscle relaxant-Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam penggunan muscle relaxan adalah perlu tidaknya mereverse kerjanya
-Dengan menghambat penghancuran ACH endogen, inhibitor cholinesterase seperti neostigmin dapat meningkatkan sekresi jalan napas dan dapat menimbulkan bronkospasme
-Efek ini dapat dicegah dengan penggunaan antagonis muscarinik seperti atropin 1 mg atau glycopyrrolate 0,5 mg untuk meminimalkan efek samping muskarinik.
-suksinilkolin dapat menyebabkan pelepasan histamin tetapi secara umum dapat digunakan dengan aman pada kebanyakan pasien asma.
Terapi bronkospasme intraopratif
Apabila terjadi bronkospasme yang berat terjadi managemen yang harus dilakukan :
-Oksigenasi dengan pemberian oksigen 100%-Mendalami anestesi dengan meningkatkan agen volatile-Aminophillyn 5-7 mg/kg i.v secara pelan-pelan-Ipratropium bromide 0,25 mg nebulizer, adrenalin bolus I.v (10μg=0,1 ml), ketamin 2 mg/kg magnesium 2 gr i.v secara lambat-Hidrokortison 200 mg i.v.
Pada akhir pembedahan sebaiknya pasien sudah bebas wheezing, aksi pelemas otot nondepolarisasi perlu direvese dengan anticholin esterase yang tidak memacu terjadinya bronkospasme, bila sebelumnya diberikan antikolinergik dengan dosis sesuai
Ekstubasi dalam perlu dilakukan sebelum terjadi pulihnya reflek jalan napas normal untuk mencegah brokospasme atau setelah pasien asma sadar penuh.
Lidocain bolus 1,5-2 mg/ kgBB diberikan intravena atau dengan kontinue dosis 1-2 mg/ mnt dapat menekan reflek jalan napas.2
d. Penanganan postopeartif -Kontrol nyeri post operasi yang bagus adalah
epidural analgesia. NSAID harus dihindari karena dapat mencetus terjadinya bronkospasme-Oksigenasi harus tetap diberikan-Pasien asma yang selesai menjalani operasi pemberian bronkodilator dilanjutkan lagi sesegera mungkin pada pasca pembedahan-Pemberian bronkodilator melalui nebulator atau sungkup muka. Sampai pasien mampu menggunakan MDI (Meteroid Dose Inheler) sendiri
Pasien akan memperoleh manfaat dari terapi MDI specer bila memenuhi kriteria sebagai berikut;3
1. Frekuensi pernapasan < 25 kali/menit2. Mampu menahan napas selama 5 detik atau lebih 3. Kapasitas vital > 15 ml/kgbb4. Mampu komunikasi verbal dan mengikuti instruksi5. Koordinasi tangan-mulut-inspirasi memadai6. PEFR ≥ 150 Lt/menit untuk wanita dan > 200 Lt/menit untuk pria