analisis proses restitusi pajak pertambahan …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351009-ta-ghiki...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PROSES RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PT ABC
LAPORAN MAGANG
GHIKI LESTARI
0906558836
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
DEPOK
JULI 2013
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PROSES RESTITUSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PT ABC
LAPORAN MAGANG
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
GHIKI LESTARI
0906558836
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
DEPOK
JULI 2013
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
ii
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
iii
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-
Nya, saya dapat menyelesaikan laporan magang ini. Laporan magang ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan laporan magang ini, sangatlah sulit bagi
saya untuk menyelesaikan laporan magang ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Eko Wisnu Warsitosunu, M.M., selaku dosen pembimbing saya, yang
memberikan saya masukan, bantuan, dan pengarahan dengan sabar mulai dari
awal penulisan hingga selesainya laporan magang ini.
2. Bapak Widhi Astono, S.E., M.M. dan Ibu Debby Fitriasari, S.E., M.S.M.,
selaku dosen penguji, yang telah memberikan masukan dan saran untuk
laporan magang ini.
3. Pihak MUC Consulting Group, yang telah banyak membantu saya selama
saya magang tiga bulan dan mengumpulkan data untuk laporan magang ini.
Team Tax Dispute, Mas Nurdiansyah, Mba Farini Pricilia, Mas Maidoni Putra,
Mba Yurizka Hanum, dan khususnya Mba Shinta Marvianti yang sangat sabar
setiap kali saya berkonsultasi mengenai laporan magang dan meminta data di
sela-sela kesibukan yang padat.
4. Orang tua saya, Mama (Dede Atin) dan Bapak (Dana), Teteh (Rikda
Rindiantika, S.K.M.), kakak ipar (Lylyk Wahyu Sadikin, S.K.M.), dan
keluarga besar yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral.
5. Sahabat-sahabat tercinta, Putri Athirah, Rusydina Aulianasyah, Ridha Yusra
Oktaviola, dan Febrina Eka Putri yang telah mewarnai hari-hari saya selama
kuliah di FEUI dan juga banyak memberikan dukungan dalam menyelesaikan
laporan magang ini.
6. Teman-teman magang yang sangat menyenangkan, Cindy Claudya Cynthia,
Evy Suryany, Asnur Nova Suyuti, Prabowo Candra Dwi, Aufar Anshari, Siska
Yuliani, dan khususnya Gede Kharisma Irawan yang selalu memberikan
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
v
dukungan dan bantuan dalam proses pengerjaan laporan magang ini. Manajer
dan senior, baik dari Divisi Tax Dispute maupun Divisi Tax Compliance, Mas
Sigit, Mas Lucky, Mba Eka, Mba Melly, Mas Firdaus, Mba Nurma, Mas
Opik, Pak Warjo, Mba Rahma, Mas Benny, Mas Ilham, Mba Dewi, Mas
Ikhwan, Mas Boy, Mba Cresti, Mba Une, Mba Wila, Mba Ucha, Mba Cahya,
dan Mas Bacil.
7. Om Irsyad Effendi, Tante Wahyurini Dwi, Aulia Rizky Pratama, Devita Putri
Anggraini, yang selalu memberikan bantuan dan dukungan selama empat
tahun saya kuliah.
8. Semua teman-teman di FEUI, khususnya angkatan 2009, yang tidak bisa saya
sebutkan satu per satu.
9. Para dosen Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan asisten
dosen atas ilmu yang diberikan selama perkuliahan.
Saya menyadari bahwa laporan magang ini tidak terlepas dari berbagai
kekurangan. Saya terbuka atas segala bentuk kritik dan saran membangun guna
menyempurnakan laporan magang ini. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang
Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah
membantu. Semoga laporan magang ini membawa manfaat bagi pengembangan
ilmu.
Jakarta, 15 Juli 2013
Penulis,
Ghiki Lestari
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
vi
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
vii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Ghiki Lestari
Program Studi : Akuntansi
Judul : Analisis Proses Restitusi Pajak Pertambahan Nilai PT
ABC
Laporan magang ini membahas tentang proses restitusi Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) PT ABC pada tahun 2010 dan 2011 beserta masalah yang terjadi pada saat
proses restitusi PPN tersebut. Analisis dilakukan atas perbedaan yang terjadi pada
jumlah restitusi yang diajukan oleh PT ABC dengan jumlah restitusi yang
akhirnya diterima oleh pemeriksa. Penyebab adanya perbedaan tersebut
dikarenakan buruknya penyimpanan dan pengarsipan dokumen yang terkait
dengan perpajakan, perbedaan yang ditemukan pemeriksa saat konfirmasi faktur
pajak pada saat konfirmasi melalui Sistem Informasi Perpajakan dan melalui
Kantor Pelayanan Perpajakan (KPP) Pengusaha Kena Pajak (PKP) rekanan, re-
ekspor spareparts dan barang jadi karena adanya retur penjualan, penyesuaian
harga karena adanya ketidaksesuaian spesifikasi produk, kesalahan dari PKP
rekanan terkait dengan data di faktur pajak, sanksi atas kompensasi masa pajak
sebelumnya, dan sanksi atas PPN Jasa Luar Negeri.
Kata kunci: restitusi, pajak pertambahan nilai, pemeriksaan
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
viii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Ghiki Lestari
Study Program : Accounting
Title : Analysis of Process of Value Added Tax Refund in PT
ABC
This internship report discusses about the process of Value Added Tax (VAT)
refund of PT ABC in 2010 and 2011 along with the problem that occurs in the
process of VAT refund. Analyses were performed on the differences that occur in
the amount of refund submitted by PT ABC with the amount of refund that was
accepted by the tax auditor. The reason of the difference is due to the bad
storaging and archiving of documents related to taxation, the differences found by
the tax auditor when doing the confirmation of tax invoice through Taxation
Information System and through Taxation Office of supplier, the re-export of
spare parts and finished goods due to sales returns, the price adjustment because
of the incompatibility product specifications, the mistake from the supplier related
to the data in the tax invoice, the penalties of compensation in the earlier tax
period, and the penalties of Overseas Service VAT.
Key words: refund, value added tax, tax audit
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH ................................. iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............................ vi ABSTRAK ........................................................................................................ vii DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii 1. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah Laporan Magang .................................................. 3 1.3 Tujuan Penulisan Laporan Magang....................................................... 4 1.4 Manfaat Laporan Magang..................................................................... 4 1.5 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Magang .............................................. 4 1.6 Pelaksanaan Kegiatan Magang ............................................................. 4 1.7 Ruang Lingkup Penulisan Laporan Magang ......................................... 5 1.8 Metode Penulisan Laporan Magang ...................................................... 5 1.6 Sistematika Penulisan .......................................................................... 6
2. LANDASAN TEORI .................................................................................... 7
2.1 Pajak Pertambahan Nilai ...................................................................... 7 2.1.1 Definisi PPN ................................................................................ 7 2.1.2 Sifat, Tipe, dan Prinsip Pemungutan ............................................ 7 2.1.2.1 Sifat Pemungutan ............................................................. 7 2.1.2.2 Metode Penghitungan PPN ............................................... 8 2.1.2.3 Prinsip Pemungutan ......................................................... 9 2.1.3 Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak .................................... 10 2.1.3.1 Barang Kena Pajak ......................................................... 10 2.1.3.2 Jasa Kena Pajak.............................................................. 11 2.1.4 Objek Pajak ............................................................................... 12 2.1.5 Subjek Pajak dan Pemungut Pajak ............................................. 13 2.1.5.1 Subjek Pajak .................................................................. 13 2.1.5.2 Pemungut PPN ............................................................... 14 2.1.6 Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dan Tarif Pajak ........................... 14 2.1.6.1 DPP ............................................................................... 14 2.1.6.2 Tarif PPN ....................................................................... 16 2.1.7 Saat Pajak Terutang ................................................................... 17 2.1.8 Mekanisme PM dan PK ............................................................. 17 2.1.8.1 Faktur Pajak ................................................................... 17 2.1.8.2 Pengkreditan PM ............................................................ 19 2.1.8.3 Kriteria PM yang Dapat Dikreditkan .............................. 20 2.1.8.4 Kriteria PM yang Tidak Dapat Dikreditkan .................... 21 2.2 Pelaporan dan Restitusi PPN ............................................................. 21 2.2.1 Pelaporan PPN .......................................................................... 21
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
x Universitas Indonesia
2.2.1.1 Saat Pembayaran / Penyetoran PPN dan PPnBM ............ 21 2.2.1.2 Pelaporan SPT Masa PPN .............................................. 22 2.2.1.3 Saat Pelaporan PPN dan PPnBM .................................... 23 2.2.2 Restitusi PPN............................................................................. 24 2.2.3 PM dan Permohonan Restitusi ................................................... 25 2.2.4 Jangka Waktu Penyelesaian Restitusi ......................................... 26 2.2.5 Penelitian atau Pemeriksaan Dalam Restitusi PPN ..................... 26 2.2.6 WP Kriteria Tertentu ................................................................. 27 2.2.7 Konfirmasi Faktur Pajak ............................................................ 27
2.2.8 Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Bagi PKP Berisiko Rendah ...................................................................................... 28
2.3 Pemeriksaan ....................................................................................... 29
3. PROFIL PERUSAHAAN ........................................................................... 33 3.1 Profil Perusahaan Magang ................................................................. 33
3.1.1 Gambaran Umum MUC Consulting Group ................................ 33 3.1.2 Jasa Profesional yang Disediakan oleh MUC Consulting Group . 33 3.1.3 Struktur Organisasi MUC Consulting Group .............................. 35
3.2 Gambaran Umum PT ABC ................................................................. 35 3.3 Praktik Perpajakan PT ABC ............................................................... 36
3.3.1 Administrasi Perpajakan PT ABC .............................................. 36 3.3.2 Divisi-Divisi yang Berhubungan dengan Perpajakan PT ABC ... 38 3.3.3 Aplikasi untuk Praktik Perpajakan PT ABC ............................... 39
3.4 PM dan PK PT ABC .......................................................................... 39 3.5 Hasil Restitusi PPN PT ABC Tahun 2010 dan 2011 ........................... 42
4. PEMBAHASAN DAN ANALISIS ............................................................. 44 4.1 Mekanisme Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada PT ABC .. 44 4.2 Permasalahan Terkait Perpajakan dan Proses Restitusi PPN PT ABC . 50
4.2.1 Permasalahan Terkait Administrasi Perpajakan PT ABC............ 50 4.2.2 Analisis Permasalahan Terkait Hasil Restitusi PPN pada Tahun
2010 dan 2011 ........................................................................... 53 4.2.2.1 Penyimpanan dan Pengarsipan Dokumen yang Terkait
dengan Perpajakan ......................................................... 54 4.2.2.2 Perbedaan yang Ditemukan Pemeriksa saat Konfirmasi
Faktur Pajak / PEB ......................................................... 55 4.2.2.3 Re-ekspor Spareparts dan Barang Jadi ............................ 56
4.2.2.4 Penyesuaian Harga ......................................................... 58 4.2.2.5 Kesalahan dari PKP Rekanan ......................................... 59 4.2.2.6 Sanksi Kompensasi Masa Pajak Sebelumnya.................. 59 4.2.2.7 PPN Jasa Luar Negeri .................................................... 60
5. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 68 5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 68 5.2 Saran ................................................................................................... 69
DAFTAR REFERENSI ................................................................................... 71
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
xi Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. PK dan PM PT ABC Tahun 2010.......................................................... 40 Tabel 3.2. PK dan PM PT ABC Tahun 2011.......................................................... 41 Tabel 4.1. Ringkasan Permasalahan yang Terjadi pada PT ABC Terkait Bidang
Perpajakan dan Proses atas Permohonan Restitusi PPN ......................... 62
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
xii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Contoh Metode Penghitungan PPN .................................................... 9 Gambar 2.2. Penghitungan Harga Jual dan Penggantian ......................................... 15 Gambar 2.3. Penghitungan Nilai Impor .................................................................. 15 Gambar 2.4. Alur Pemeriksaan atas Permohonan Restitusi PPN ............................. 31 Gambar 3.1. Struktur Organisasi MUC Consulting Group ...................................... 35
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pembelian Barang Kena Pajak (BKP) dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP)
baik di dalam wilayah Indonesia maupun dari luar daerah pabean. Pada dasarnya
semua barang merupakan BKP, sehingga dikenakan PPN, kecuali jenis barang
yang diatur dalam Undang Undang PPN. Misalnya barang hasil pertambangan
atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, barang-barang
kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, makanan dan
minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya
dan uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
PPN sebagai pajak objektif dapat diartikan sebagai kewajiban membayar
pajak oleh konsumen yang terdiri atas orang pribadi atau badan, dan tidak
berkorelasi dengan tingkat penghasilan tertentu. Siapapun yang mengonsumsi
barang atau jasa yang termasuk objek PPN, akan diperlakukan sama dan wajib
membayar PPN atas konsumsi barang atau jasa tersebut. Di samping sebagai
pajak objektif, PPN di Indonesia termasuk dalam kategori pajak atas konsumsi.
Ditinjau dari hukum perpajakan, pajak atas konsumsi adalah pajak yang timbul
akibat suatu peristiwa hukum yang menjadi beban konsumen baik secara yuridis
maupun ekonomis. Maksudnya, yang dikenai pajak adalah barang-barang atau
jasa yang dikonsumsi, bukan barang-barang dalam proses produksi, dan ditujukan
pada konsumen akhir. PPN juga termasuk pajak tidak langsung. Sebagai pajak
tidak langsung, beban pembayaran pajaknya dipikul oleh konsumen, namun
penanggung jawab atas penyetoran PPN ke kas negara dibebankan kepada penjual
(pajak.go.id, 2012).
Dalam PPN terdapat Pajak Masukan (PM) dan Pajak Keluaran (PK). PM
dapat diartikan sebagai PPN yang dibayarkan saat melakukan pembelian barang
atau penggunaan jasa. PK juga dapat diartikan pajak yang harus dipungut saat
melakukan penjualan barang atau penyediaan jasa. PM dan PK tersebut
dibandingkan setiap bulannya. Jika PM lebih besar daripada PK, disebut lebih
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
2
Universitas Indonesia
bayar. Namun, jika PM lebih kecil dibandingkan dengan PK, disebut kurang
bayar.
Dalam UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM pasal 9 ayat
4, diatur apabila dalam suatu masa pajak, PM yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada PK, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke
masa pajak berikutnya. Atas kelebihan PM tersebut dapat juga diajukan
permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. Pengembalian itulah yang
disebut dengan restitusi.
Dalam mengajukan restitusi PPN, ada beberapa hal yang harus dilakukan
oleh wajib pajak mengingat hal tersebut terkait dengan kas negara. Ada tata cara
pengajuan restitusi yang harus dipatuhi oleh WP. Dimulai dari pengajuan
permohonan restitusi, kelengkapan dokumen untuk permohonan restitusi, dan
proses penelitian atau pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak dalam
permohonan restitusi. Permohonan pengembalian kelebihan pajak dapat diproses
melalui penelitian atau pemeriksaan. Penelitian dilakukan terhadap permohonan
pengembalian kelebihan pajak yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
kriteria tertentu, PKP yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17D Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (KUP); atau PKP berisiko rendah. Selain PKP tersebut, atas
permohonan pengembalian kelebihan pajaknya dilakukan pemeriksaan.
Menurut Sukardji (2012), penyebab terjadi kelebihan pembayaran PM
karena PKP melakukan ekspor BKP Berwujud atau BKP Tidak Berwujud, ekspor
JKP, penyerahan BKP / JKP kepada pemungut PPN, penyerahan BKP / JKP yang
memperoleh fasilitas PPN tidak dipungut, pembelian barang modal dalam tahap
belum berproduksi, dan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
Kelebihan pembayaran PM karena ekspor BKP Berwujud misalnya, terjadi pada
PT ABC.
PT ABC merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. PT
ABC merupakan anak perusahaan dari X Corp. yang berada di Jepang. PT ABC
memproduksi peralatan untuk bidang kesehatan dan kedokteran. PT ABC adalah
PKP yang selalu melakukan restitusi di setiap tahunnya. Restitusi tersebut
disebabkan oleh transaksi penjualan ekspor di mana produk dari PT ABC
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
3
Universitas Indonesia
seluruhnya diekspor ke perusahaan induknya yang berada di Jepang. Melalui
perusahaan induk tersebut, produk PT ABC dijual ke berbagai negara, di
antaranya Jepang, Rusia, Amerika Serikat, Kanada, dan Indonesia. Pada tahun
2010, PT ABC mengajukan restitusi dan Surat Keputusan Pajak (SKP) yang
keluar adalah lebih bayar. Pada tahun 2011, PT ABC kembali mengajukan
restitusi namun hingga saat ini proses tersebut masih berlanjut dan belum ada SKP
terkait hal tersebut.
Walaupun PT ABC melakukan permohonan restitusi setiap tahunnya, hal
itu tidak menjamin proses restitusi yang dilakukan berjalan dengan mudah. Ada
beberapa masalah yang mungkin timbul dari proses restitusi tersebut. Dimulai dari
jangka waktu yang digunakan dalam proses restitusi biasanya cukup panjang,
opportunity cost yang timbul akibat proses restitusi yang panjang tersebut, hingga
ke masalah penyiapan dokumen pendukung dalam proses restitusi. Masalah yang
lain pun bisa muncul, misalnya adanya retur penjualan dan adanya kesalahan dari
pihak pemasok.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menganalisis PPN,
proses restitusi PPN, dan masalah yang terjadi pada restitusi PPN PT ABC dengan
mengambil judul “Analisis Proses Restitusi Pajak Pertambahan Nilai PT
ABC”.
1.2 Perumusan Masalah Laporan Magang
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pokok masalah penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah mekanisme restitusi PPN di PT ABC sudah sesuai dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan?
2. Apa saja masalah PT ABC dalam melakukan restitusi PPN dan apa solusi
praktis untuk PT ABC?
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
4
Universitas Indonesia
1.3 Tujuan Penulisan Laporan Magang
Tujuan penulisan laporan magang adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis mekanisme restitusi PPN di PT ABC apakah sudah sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata
Cara Pemeriksaan.
2. Mengidentifikasi masalah di PT ABC dalam melakukan restitusi PPN dan
merekomendasikan solusi praktisnya.
1.4 Manfaat Laporan Magang
Laporan magang ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi perusahaan yang diteliti (PT ABC), dengan memberikan saran dan
rekomendasi perbaikan atas proses restitusi PPN.
2. Bagi para pelaku dunia usaha, khususnya yang mengalami kelebihan
pembayaran PPN dan mengajukan restitusi PPN tersebut sehingga dapat
membantu dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
3. Bagi para akademisi, khususnya yang mendalami bidang perpajakan, dengan
menambah pengetahuan mengenai mekanisme pengajuan restitusi sesuai
dengan peraturan perpajakan dan masalah yang dihadapi dalam proses restitusi
tersebut.
1.5 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Magang
Penulis melaksanakan program magang di Kantor Konsultan Pajak MUC
Consulting Group yang beralamat di TB Simatupang 15, Jakarta Selatan. Program
magang ini berlangsung selama 3 bulan terhitung dari tanggal 9 Januari 2013
sampai 9 April 2013. Jam kerja dimulai dari pukul 08.00 sampai pukul 17.00.
Selama proses magang, penulis ditempatkan di Divisi Tax Dispute.
1.6 Pelaksanaan Kegiatan Magang
Selama kegiatan magang ini, penulis ditempatkan di bagian Tax tepatnya Divisi
Tax Dispute. Divisi Tax Dispute merupakan divisi yang menyediakan jasa untuk
membantu klien dalam penyelesaian sengketa pajak seperti keberatan atas surat
ketetapan pajak, banding keputusan keberatan pajak, dan peninjauan kembali
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
5
Universitas Indonesia
kepada Mahkamah Agung. Penulis ditempatkan di salah satu tim Tax Dispute dan
membantu konsultan senior di tim tersebut. Selain PT ABC, penulis juga
membantu dalam penanganan beberapa klien lain. Tugas penulis selama magang
di antaranya adalah melakukan rekapitulasi dokumen yang dibutuhkan dalam
proses pemeriksaan, seperti Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh)
21, 22, 23, 26, 4 (2) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bukti Potong PPh, Nota
Retur, Pemberitahuaan Ekspor Barang (PEB), Pemberitahuan Impor Barang
(PIB), dll. Penulis juga melakukan identifikasi objek PPh 23 salah satu klien.
Penulis bertanggung jawab untuk mengorganisir dokumen-dokumen yang akan
diberikan ke pemeriksa pajak. Penulis juga membuat Surat Banding yang
dibutuhkan untuk mengajukan proses banding salah satu klien. Penulis juga
melakukan vouching ke kantor klien dan mendampingi manajer untuk berdiskusi
dengan klien. Penulis juga mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk
menyerahkan dokumen yang diminta pemeriksa pajak.
1.7 Ruang Lingkup Penulisan Laporan Magang
Laporan magang ini akan membahas mengenai proses restitusi PPN PT ABC.
Bagaimana mekanisme restitusi PPN pada PT ABC pada tahun 2010 dan 2011.
Laporan ini juga akan menganalisis masalah PT ABC dalam proses restitusi PPN
tersebut serta alternatif penyelesaian masalah tersebut.
1.8 Metode Penulisan Laporan Magang
Dalam penulisan laporan magang ini, penulis menggunakan data dan informasi
yang didapat selama program magang berlangsung. Penulis juga melakukan
wawancara mendalam kepada konsultan yang menangani restitusi PPN PT ABC
tersebut. Selain itu, penulis juga mengumpulkan data melalui studi literatur
dengan cara membaca dan mempelajari sumber-sumber referensi yang berkaitan
dengan topik laporan magang ini.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
6
Universitas Indonesia
1.9 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan magang ini terdiri atas lima bab, yang masing-
masing bab terdiri atas beberapa subbab. Secara garis besar, sistematika penulisan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. BAB 1 PENDAHULUAN
Bab pertama ini menjabarkan tentang latar belakang yang berisi tentang
restitusi PPN dan pemilihan PT ABC sebagai objek penelitian. Selain itu, pada
bab pertama ini, juga dijabarkan mengenai perumusan masalah laporan magang,
tujuan penulisan laporan magang, manfaat laporan magang, ruang lingkup
penulisan laporan magang, dan sistematika penulisan.
2. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab kedua ini, membahas mengenai teori pajak secara umum, PPN,
proses restitusi PPN, dan peraturan perpajakan yang terkait dengan restitusi
tersebut.
3. BAB 3 PROFIL PERUSAHAAN
Bab ketiga ini berisikan tentang profil MUC Consulting Group, tempat
dan waktu pelaksanaan magang, pelaksanaan kegiatan magang, metode penulisan
laporan magang, profil PT ABC, dan praktik perpajakan PT ABC.
4. BAB 4 PEMBAHASAN
Bab keempat ini merupakan bab utama yang berisikan data yang didapat
dan analisis atas data yang didapat dengan teori yang terkait. Bab ini membahas
proses pengajuan restitusi PPN PT ABC, permasalahan yang terjadi, dan alternatif
penyelesaiannya.
5. BAB 5 PENUTUP
Bab terakhir ini berisikan kesimpulan dan saran dari permasalahan yang
diangkat di laporan magang ini.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
7 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pajak Pertambahan Nilai
2.1.1 Definisi PPN
Menurut Waluyo (2010), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang
dikenakan atas konsumsi di dalam negeri atau di dalam daerah pabean, baik
konsumsi barang maupun konsumsi jasa. PPN dikenakan hanya terhadap
pertambahan nilainya saja dan dipungut beberapa kali pada berbagai mata rantai
jalur perusahaan. Pertambahan nilai itu sendiri timbul karena digunakannya
faktor-faktor produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan,
menghasilkan, menyalurkan, dan memperdagangkan barang atau memberikan jasa
kepada konsumen. Semua biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan laba
merupakan unsur pertambahan nilai yang menjadi dasar pengenaan PPN.
2.1.2 Sifat, Tipe, dan Prinsip Pemungutan
2.1.2.1 Sifat Pemungutan
Menurut Waluyo (2010), beberapa sifat pemungutan PPN di antaranya:
1. PPN sebagai pajak objektif. Pungutan PPN ini didasarkan pada objeknya tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak (WP).
2. PPN sebagai pajak tidak langsung. Sifat ini menjelaskan bahwa secara
ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain. Namun dari segi
yuridis tanggung jawab penyetoran pajak tidak berada pada penanggung pajak.
3. Pemungutan PPN bersifat multistage tax. Pemungutan PPN dilakukan pada
setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi dari pabrikan,
pedagang besar, sampai dengan pengecer.
4. PPN dipungut dengan menggunakan alat bukti faktur pajak. Credit method
adalah metode yang digunakan dengan konsekuensi Pengusaha Kena Pajak
(PKP) harus menerbitkan faktur pajak sebagai bukti pemungutan PPN.
5. PPN bersifat netral. Netralitas ini dapat dibentuk karena adanya dua faktor,
yaitu PPN dikenakan atas konsumsi barang atau jasa dan PPN dipungut
menggunakan prinsip tempat tujuan.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
8
Universitas Indonesia
6. PPN tidak menimbulkan pajak ganda.
7. PPN sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri.
2.1.2.2 Metode Penghitungan PPN
Untuk menghasilkan produknya, sebuah perusahaan membeli bahan baku, bahan
baku, suku cadang, dll dengan total 1000. Biaya yang dikeluarkan ada biaya
penyusutan, bunga, upah, dll dengan total 800. Harga jual produk perusahaan
tersebut adalah 1800. Jumlah 800 tersebut merupakan nilai tambah. Nilai tambah
(value added) adalah penjumlahan unsur-unsur biaya dan laba dalam rangka
proses produksi dan distribusi barang dan jasa. Menurut Sukardji (2012), bukan
harga jual yang menjadi sasaran pengenaan PPN, tetapi nilai tambahnya. Untuk
mengenakan PPN atas nilai tambah dapat dilakukan melalui tiga metode, yaitu:
1. Substraction method (metode pengurangan secara langsung), yaitu dengan cara
mengalikan tarif PPN dengan selisih antara harga jual dengan harga beli.
2. Indirect subtraction method (metode pengurangan secara tidak langsung), yaitu
dengan cara mengurangkan PPN yang dipungut oleh pengusaha atas penyerahan
barang atau jasa, dengan PPN yang dibayar kepada pengusaha lain atas perolehan
barang atau jasa.
3. Addition method (metode penghitungan nilai tambah), yaitu mengalikan tarif
PPN dengan hasil penjumlahan unsur-unsur nilai tambah.
UU PPN Indonesia menganut indirect subtraction method. Metode ini juga
dinamakan invoice method karena pada saat pengujian kebenaran jumlah pajak
yang terutang atas perolehan dan penyerahan diperlukan suatu dokumen
pendukung, yaitu faktur pajak (tax invoice). Metode ini juga dinamakan credit
method, yaitu mengkreditkan Pajak Masukan (PM) dengan Pajak Keluaran (PK).
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
9
Universitas Indonesia
Gambar 2.1. Contoh Metode Penghitungan PPN
Sumber: Untung Sukardji. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia,
Rajawali Pers, 2012.
2.1.2.3 Prinsip Pemungutan
Terdapat dua prinsip pemungutan dalam kaitan dengan arus barang dan jasa yang
melintasi batas wilayah negara, yaitu
1. Prinsip Tempat Tujuan (Destination Principle)
Pada prinsip ini PPN dipungut di tempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi;
2. Prinsip Tempat Asal (Origin Principle)
Pada prinsip tempat asal ini diartikan bahwa PPN dipungut di tempat asal barang
atau jasa yang akan dikonsumsi.
PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri, maka PPN hanya
dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean
Metode Penghitungan
Subtraction Method Indirect Subtraction / Invoice / Credit Method
Harga jual = 1800 Harga beli = 1000 Dasar Pengenaan Pajak (DPP) = 800 PPN = 80
Harga jual = 1800 PPN = 180 Harga beli = 1000 PPN = 100 PPN terutang untuk disetor ke kas Negara = 80
Addition Method
Penyusutan = 200 Sewa = 400 Upah = 200 Jumlah = 800 PPN = 80
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
10
Universitas Indonesia
Republik Indonesia. PPN tidak akan dikenakan di Indonesia jika barang atau jasa
akan dikonsumsi di luar negeri. Hal ini sesuai dengan prinsip tempat tujuan
(destination principle) yang digunakan dalam pengenaan PPN. Dengan
mengenakan prinsip tempat tujuan, PPN tidak bersifat diskriminatif atau bersifat
netral karena baik produk domestik maupun komoditi impor sama-sama
dikenakan PPN.
2.1.3 Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak
2.1.3.1 Barang Kena Pajak
Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang
tidak berwujud yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan Pajak
Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
Dalam UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM pasal 4A ayat
2, dijelaskan mengenai jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang
tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya. Barang tersebut meliputi:
a. minyak mentah (crude oil);
b. gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi
langsung oleh masyarakat;
c. panas bumi;
d. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata,
bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit / andesit,
gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir
dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth),
tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;
e. batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
f. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta
bijih bauksit.
2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Barang
tersebut meliputi:
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
11
Universitas Indonesia
a. beras;
b. gabah;
c. jagung;
d. sagu;
e. kedelai;
f. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
g. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses
disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak
dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan / atau
direbus;
h. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan,
atau dikemas;
i. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun
dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau
dikemas atau tidak dikemas;
j. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui
proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan / atau dikemas
atau tidak dikemas; dan
k. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan / atau
disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
3. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di
tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh
usaha jasa boga atau katering; dan
4. uang, emas batangan, dan surat berharga.
2.1.3.2 Jasa Kena Pajak
Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu
perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas
atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan
untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
12
Universitas Indonesia
atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang
PPN dan PPnBM.
Dalam pasal 4A ayat 3 UU PPN dan PPnBM, dijelaskan jenis jasa yang
tidak dikenai PPN adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
a. jasa pelayanan kesehatan medis;
b. jasa pelayanan sosial;
c. jasa pengiriman surat dengan perangko;
d. jasa keuangan;
e. jasa asuransi;
f. jasa keagamaan;
g. jasa pendidikan;
h. jasa kesenian dan hiburan;
i. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
j. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri
yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
k. jasa tenaga kerja;
l. jasa perhotelan;
m. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum;
n. jasa penyediaan tempat parkir;
o. jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
p. jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
q. jasa boga atau katering.
2.1.4 Objek Pajak
Dalam pasal 4 ayat 1 UU PPN dan PPnBM, dijelaskan bahwa PPN dikenakan
atas:
a. penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
b. impor BKP;
c. penyerahan JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
d. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean;
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
13
Universitas Indonesia
e. pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean;
f. ekspor BKP Berwujud oleh PKP;
g. ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP; dan
h. ekspor JKP oleh PKP.
2.1.5 Subjek Pajak dan Pemungut Pajak
2.1.5.1 Subjek Pajak
Menurut Sukardji (2012), berdasarkan pasal 4, pasal 16C, dan pasal 16D UU PPN
dan PPnBM, subjek PPN dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Pengusaha Kena Pajak
Yang termasuk dalam kelompok PKP adalah pengusaha yang melakukan
kegiatan sebagaimana diatur dalam UU PPN dan PPnBM pasal 4 ayat 1 huruf a
yaitu menyerahkan BKP, pasal 4 ayat 1 huruf c yaitu menyerahkan JKP, dan pasal
4 ayat 1 huruf f yaitu mengekspor BKP. Serta bentuk kerja sama operasi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM pasal 3 ayat 2.
Menurut pasal 1 ayat 15 UU PPN dan PPnBM, PKP adalah pengusaha yang
melakukan penyerahan BKP dan / atau penyerahan JKP. Berdasarkan penjelasan
pasal 4 ayat 1 huruf a dan huruf c UU PPN dan PPnBM, ”pengusaha” yang
melakukan penyerahan BKP dan / atau JKP dalam ketentuan ini, baik pengusaha
yang telah dikukuhkan sebagai PKP, maupun pengusaha yang seharusnya
dikukuhkan sebagai PKP, tetapi belum dikukuhkan. Oleh karena itu, ketika PKP
menyerahkan BKP / JKP yang dilakukan dalam kegiatan usaha, pengusaha atau
perusahaan tersebut sudah dapat dikenai PPN tanpa harus menunggu pengukuhan
sebagai PKP. Dalam penjelasan pasal 4 ayat 1 UU PPN dan PPnBM, pengusaha
yang melakukan ekspor BKP hanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi
PKP.
2. Bukan Pengusaha Kena Pajak (non PKP)
Pengusaha bukan PKP yang menjadi subjek PPN meliputi pengusaha yang
melakukan kegiatan dimaksud pasal 4 ayat 1 huruf b UU PPN dan PPnBM yaitu
orang pribadi / badan yang mengimpor BKP, pasal 4 ayat 1 huruf d dan e yaitu
orang pribadi / badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud / JKP dari luar
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
14
Universitas Indonesia
daerah pabean di dalam daerah pabean, dan pasal 16C yaitu orang pribadi / badan
yang membangun sendiri di luar kegiatan usaha / pekerjaannya.
2.1.5.2 Pemungut PPN
Menurut pasal 1 ayat 27 UU PPN dan PPnBM, pemungut PPN adalah
bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang
terutang oleh PKP atas penyerahan BKP dan / atau penyerahan JKP kepada
bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut.
2.1.6 Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dan Tarif Pajak
2.1.6.1 DPP
Menurut pasal 1 ayat 17 UU PPN dan PPnBM, DPP adalah jumlah harga jual atau
penggantian atau nilai impor atau nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk
menghitung pajak yang terutang. Beberapa pengertian DPP:
1. Harga Jual dan Penggantian
Dalam pasal 1 ayat 18 UU PPN dan PPnBM, disebutkan bahwa harga jual ialah
nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut
undang-undang PPN dan PPnBM dan potongan harga yang dicantumkan dalam
faktur pajak. Kemudian dalam pasal 1 ayat 19 disebutkan bahwa penggantian
ialah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP
tidak berwujud, tetapi tidak termasuk pajak yang dipungut menurut UU PPN dan
PPnBM dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak, atau nilai
berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena
pemanfaatan JKP dan / atau penerima manfaat BKP Tidak Berwujud karena
pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
15
Universitas Indonesia
Yang dimaksud dengan semua biaya antara lain biaya pengangkutan, biaya
asuransi, biaya bantuan teknik, biaya pemeliharaan, biaya pengiriman, biaya
garansi, dan biaya pendidikan.
Gambar 2.2. Penghitungan Harga Jual dan Penggantian
Sumber: Untung Sukardji. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia,
Rajawali Pers, 2012.
2. Nilai Ekspor
Dalam pasal 1 ayat 26 UU PPN dan PPnBM, disebutkan bahwa nilai ekspor ialah
nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya
diminta oleh eksportir. Nilai ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor,
misalnya harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
3. Nilai Impor
Dalam pasal 1 ayat 20 UU PPN dan PPnBM, disebutkan bahwa nilai impor ialah
nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah
pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang
dipungut menurut UU PPN dan PPnBM. Nilai impor yang menjadi DPP adalah
harga patokan impor atau Cost, Insurance, and Freight (CIF) sebagai dasar
penghitungan bea masuk ditambah dengan semua biaya dan pungutan lain
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan pabean.
Gambar 2.3. Penghitungan Nilai Impor
Sumber: Untung Sukardji. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia,
Rajawali Pers, 2012.
Nilai berupa uang + Semua biaya - Potongan harga dalam FP =
Harga Jual
Penggantian
CIF + Bea Masuk = Nilai Impor
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
16
Universitas Indonesia
4. Nilai Lain Sebagai DPP
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.011/2013 tentang Nilai
Lain sebagai DPP, ditetapkan jenis dan macam nilai lain sebagai DPP, yaitu:
a. Untuk pemakaian sendiri BKP dan / atau JKP adalah harga jual atau
penggantian setelah dikurangi laba kotor.
b. Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan / atau JKP adalah harga jual atau
penggantian setelah dikurangi laba kotor.
c. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga
jual rata-rata.
d. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film.
e. Untuk penyerahan produk tembakau adalah sebesar harga jual eceran.
f. Untuk BKP berupa persediaan dan / atau aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
adalah harga pasar wajar.
g. Untuk penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan / atau
penyerahan BKP antarcabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan.
h. Untuk penyerahan BKP melalui pedagang perantara adalah harga yang
disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli.
i. Untuk penyerahan BKP melalui juru lelang adalah harga lelang.
j. Untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% dari jumlah yang ditagih
atau jumlah yang seharusnya ditagih.
k. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau biro pariwisata adalah 10% dari
jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
2.1.6.2 Tarif PPN
Dalam pasal 7 ayat 1, 2, dan 3 UU PPN dan PPnBM, dijelaskan mengenai tarif
PPN, yaitu:
1. Tarif PPN sebesar 10%.
2. Tarif PPN sebesar 0% ditetapkan atas:
a. Ekspor BKP Berwujud
b. Ekspor BKP Tidak Berwujud
c. Ekspor JKP
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
17
Universitas Indonesia
3. Dengan Peraturan Pemerintah, tarif PPN sebesar 10% dapat diubah menjadi
serendah-rendahnya 5% dan setinggi-tinginya 15%.
Cara menghitung PPN yang terutang:
PPN yang terutang = Tarif PPN x DPP
2.1.7 Saat Pajak Terutang
Dalam pasal 11 ayat 1 UU PPN dan PPnBM, disebutkan bahwa terutangnya PPN
terjadi pada saat:
a. penyerahan BKP;
b. impor BKP;
c. penyerahan JKP;
d. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean;
e. pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean;
f. ekspor BKP Berwujud;
g. ekspor BKP Tidak Berwujud; atau
h. ekspor JKP.
2.1.8 Mekanisme PM dan PK
2.1.8.1 Faktur Pajak
Menurut pasal 1 ayat 23 UU PPN dan PPnBM, faktur pajak adalah bukti pungutan
pajak yang dibuat oleh PKP karena penyerahan BKP atau penyerahan JKP. Dalam
pasal 13 UU PPN dan PPnBM, PKP wajib membuat faktur pajak untuk setiap
penyerahan BKP yang dilakukan di dalam daerah pabean atau ekspor BKP dan
untuk setiap penyerahan JKP yang dilakukan di dalam daerah pabean. Pembuatan
faktur pajak bersifat wajib bagi setiap PKP, karena faktur pajak adalah bukti yang
menjadi sarana pelaksanaan cara kerja (mekanisme) pengkreditan PPN. PKP
wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan BKP, penyerahan JKP,
ekspor BKP Tidak Berwujud, dan / atau ekspor JKP. Faktur pajak harus dibuat
pada:
a. saat penyerahan BKP dan / atau penyerahan JKP;
b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan BKP dan / atau sebelum penyerahan JKP;
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
18
Universitas Indonesia
c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan; atau
d. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Dalam faktur pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan
BKP dan / atau penyerahan JKP yang paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan BKP
atau JKP;
b. nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
c. jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;
d. PPN yang dipungut;
e. PPnBM yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak; dan
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.
Dalam pasal 13 ayat 6 UU PPN dan PPnBM ditentukan bahwa Direktorat
Jenderal (Dirjen) Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan faktur pajak. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal tersebut
diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-27/PJ/2011 tentang Dokumen
Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak. Dokumen
tersebut adalah:
1. PEB yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari
Dirjen Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;
2. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat / dikeluarkan oleh
Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk penyaluran tepung terigu;
3. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuatkan / dikeluarkan oleh
Pertamina untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan / atau bukan BBM;
4. bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan
telekomunikasi;
5. tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang dibuat
/ dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
6. Nota Penjualan Jasa yang dibuat / dikeluarkan untuk penyerahan jasa
kepelabuhanan;
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
19
Universitas Indonesia
7. bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan listrik;
8. Pemberitahuan Ekspor BKP / JKP Tidak Berwujud yang dilampiri
dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
Pemberitahuan Ekspor BKP / JKP Tidak Berwujud, untuk ekspor BKP /
JKP Tidak Terwujud;
9. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang mencantumkan identitas pemilik
barang berupa nama, alamat dan NPWP dan dilampiri dengan Surat Setoran Pajak
(SSP), Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan / atau bukti pungutan
pajak oleh Dirjen Bea dan Cukai, yang mencantumkan identitas pemilik barang
berupa nama, alamat dan NPWP, yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor BKP;
10. SSP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP tidak terwujud atau JKP
dari luar daerah pabean;
11. bukti tagihan atas penyerahan BKP dan / atau JKP oleh perusahaan air minum:
12. bukti tagihan (Trading Confirmation) atas penyerahan JKP oleh perantara
efek; dan
13. bukti tagihan atas penyerahan JKP oleh perbankan.
2.1.8.2 Pengkreditan PM
PM adalah PPN yang dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan / atau
penerimaan JKP atau pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean
atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dan / atau impor BKP. PM yang
telah dibayar oleh PKP pada waktu perolehan atau impor BKP atau penerimaan
JKP dapat dikreditkan dengan PK yang dipungut PKP pada waktu menyerahkan
BKP atau JKP. Pengkreditan PM terhadap PK tersebut harus dilakukan dalam
masa pajak yang sama. Apabila dalam suatu masa pajak, PK lebih besar daripada
PM, maka selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar dan disetor oleh PKP ke
kas negara. PM yang dapat dikreditkan, tetapi ternyata belum dikreditkan dengan
PK pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya
selambat-lambatnya tiga bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan
sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
Apabila dalam suatu masa pajak, PM yang dapat dikreditkan lebih besar daripada
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
20
Universitas Indonesia
PK, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan
pada masa pajak berikutnya.
2.1.8.3 Kriteria PM yang Dapat Dikreditkan
PM yang dapat dikreditkan adalah PM untuk perolehan BKP atau JKP yang
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Menurut Sukardji (2012),
”berhubungan langsung” dengan kegiatan usaha mengandung pengertian bahwa
BKP / JKP yang terkait dimaksudkan untuk melakukan kegiatan penyerahan kena
pajak atau dengan kalimat lain ”untuk tujuan yang bersifat produktif.” Kriteria ini
dinamakan syarat materiil. Dengan terbitnya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-
24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur
Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau
Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak yang menggantikan PER-
13/PJ/2010, istilah Faktur Pajak Cacat tidak digunakan lagi. Istilah Faktur Pajak
Cacat ini diganti dengan Faktur Pajak Tidak Lengkap. Terdapat beberapa
ketentuan dalam PER-24/PJ/2012 yang menentukan bahwa faktur pajak menjadi
tidak lengkap. Pertama, dalam pasal 6 ayat 2 dinyatakan bahwa faktur pajak yang
tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan / atau tidak ditandatangani oleh PKP
atau pejabat / pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai
dengan tata cara dan prosedur merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
Kedua, dalam pasal 10 ayat 1 dinyatakan bahwa bahwa PKP yang
membuat faktur pajak dengan menggunakan nomor seri faktur pajak ganda atau
nomor seri faktur pajak yang sama lebih dari satu dalam tahun pajak yang sama,
maka seluruh faktur pajak dengan nomor seri faktur pajak tersebut termasuk
Faktur Pajak Tidak Lengkap. Ketiga, dalam pasal 12 dinyatakan bahwa jika PKP
melakukan pengisian kode dan nomor seri faktur pajak yang tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana diatur dalam PER-24/PJ/2012, maka faktur pajak yang
diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap. Keempat, dalam pasal 13
ayat 6, dinyatakan bahwa jika PKP tidak atau terlambat menyampaikan
pemberitahuan kepada Kepala KPP tempat PKP dikukuhkan atau tempat
pemusatan PPN terutang dilakukan, maka faktur pajak yang diterbitkan oleh PKP
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
21
Universitas Indonesia
sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Tidak
Lengkap.
2.1.8.4 Kriteria PM yang Tidak Dapat Dikreditkan
Kriteria PM yang tidak dapat dikreditkan diatur dalam pasal 9 ayat 8 UU PPN dan
PPnBM, yaitu:
1. perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
2. perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha;
3. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station
wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
4. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah
pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
5. perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan atau
tidak mencantumkan nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
6. pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah
pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan;
7. perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih dengan penerbitan
ketetapan pajak;
8. perolehan BKP atau JKP yang PM-nya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN,
yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
9. perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi.
2.2 Pelaporan dan Restitusi PPN
2.2.1 Pelaporan PPN
2.2.1.1 Saat Pembayaran / Penyetoran PPN dan PPnBM
Saat pembayaran / penyetoran PPN dan PPnBM diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo
Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan
Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
22
Universitas Indonesia
Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak pasal 2. Saat pembayaran /
penyetoran PPN dan PPnBM yang diatur dalam peraturan tersebut adalah:
• PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu masa pajak harus disetor paling
lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan sebelum SPT
Masa PPN disampaikan.
• PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat
pembayaran bea masuk dan jika bea masuk ditunda atau dibebaskan, PPN dan
PPnBM atas impor harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean impor.
• PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Dirjen Bea dan Cukai, harus
disetor dalam jangka waktu 1 hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak.
• PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri harus disetor oleh orang
pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri paling lama
tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
• PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan / atau JKP dari
luar daerah pabean harus disetor oleh orang pribadi atau badan yang
memanfaatkannya, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah saat
terutangnya pajak.
• PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh bendahara pengeluaran
sebagai pemungut PPN, harus disetor paling lama tanggal 7 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir.
• PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat Penandatangan
Surat Perintah Membayar sebagai pemungut PPN, harus disetor pada hari
yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada PKP Rekanan Pemerintah
melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
• PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh pemungut PPN selain
bendahara pemerintah yang ditunjuk, harus disetor paling lama tanggal 15
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
2.2.1.2 Pelaporan SPT Masa PPN
Fungsi dan tujuan dari pelaporan SPT Masa PPN adalah sebagai sarana bagi PKP
untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah PPN dan
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
23
Universitas Indonesia
PPnBM yang sebenarnya terutang. Selain itu, bagi pemotong atau pemungut,
untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau
dipungut dan disetorkannya.
2.2.1.3 Saat Pelaporan PPN dan PPnBM
Saat pelaporan PPN dan PPnBM diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 80/PMK.03/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran
dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara
Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan
Penundaan Pembayaran Pajak pasal 7. Saat pelaporan PPN dan PPnBM yang
diatur dalam peraturan tersebut adalah:
• PKP wajib melaporkan PPN dan PPnBM yang telah disetor dengan
menggunakan SPT Masa PPN ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP
dikukuhkan, paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
• Orang pribadi atau badan yang bukan PKP wajib melaporkan PPN yang telah
disetor atas kegiatan membangun sendiri dengan menggunakan lembar ketiga
SSP ke KPP yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut, paling lama
akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
• Orang pribadi atau badan yang bukan PKP wajib melaporkan PPN yang telah
disetor atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan / atau JKP dari luar daerah
pabean dengan menggunakan lembar ketiga SSP ke KPP yang wilayahnya
meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan tersebut,
paling lama akhir bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
• Dirjen Bea dan Cukai yang memungut PPN dan PPnBM atas impor wajib
melaporkan hasil pemungutannya secara mingguan paling lama pada hari
kerja terakhir minggu berikutnya.
• Bendahara pengeluaran dan bendahara pemerintah selain yang telah ditunjuk
wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disetor ke KPP
tempat pemungut PPN terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
24
Universitas Indonesia
2.2.2 Restitusi PPN
Salah satu kemungkinan hasil pengkreditan PM adalah PK lebih kecil daripada
PM yang menimbulkan kelebihan bayar. Jika hal tersebut terjadi, PKP yang
bersangkutan berhak memperoleh pengembalian dengan cara dikompensasi ke
utang pajak pada masa berikutnya atau diajukan permintaan pengembalian
(restitusi) dari negara.
Dasar hukum restitusi adalah pasal 9 ayat 4, ayat 4a, ayat 4b, ayat 4c, ayat
4d, ayat 4e dan ayat 4f UU PPN dan PPnBM, UU Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) pasal 11, dan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian
Kelebihan PPN dan PPnBM. Menurut Waluyo (2010), kelebihan pembayaran
PPN dapat terjadi sebagai berikut:
Jumlah PM lebih besar daripada jumlah PK dalam suatu masa pajak karena:
a. Pembelian BKP atau perolehan JKP yang dilakukan sebelum usaha dimulai
atau pada awal usaha dimulai.
Kemungkinan pengusaha orang pribadi melakukan pembelian BKP modal seperti
mesin, gedung, dan pembelian bahan baku atau bahan pembantu atau perolehan
JKP sebelum usaha dimulai, tetapi bagi WP badan kegiatan dimaksud dilakukan
pada awal usaha dimulai. Bila pada saat tersebut ternyata pengusaha telah
dikukuhkan sebagai PKP, maka PPN yang dibayarkan merupakan PM yang dapat
dikreditkan tetapi PK belum dipungut (belum melakukan penyerahan BKP dan /
atau JKP).
b. PKP mengekspor BKP.
Besarnya PPN atas ekspor BKP yaitu 0%, sehingga dapat dipastikan jumlah PK
lebih kecil dibanding jumlah PM.
c. PKP menyerahkan BKP dan / atau JKP kepada pemungut PPN.
Penyerahan BKP dan / atau JKP kepada pemungut PPN sering mengakibatkan
lebih bayar. Hal tersebut terjadi karena PKP yang bersangkutan belum
mengkreditkan PM yang telah dibayar dalam masa pajak yang sama sedangkan
PPN terutang telah dipungut dan disetor oleh pemungut.
d. PKP menyerahkan BKP dan / atau JKP sehubungan proyek pemerintah yang
dananya berasal dari bantuan luar negeri baik berupa hibah maupun pinjaman.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
25
Universitas Indonesia
Penyerahan BKP dan / atau JKP dan / atau impor BKP dalam rangka proyek
pemerintah tidak dipungut PPN karena adanya pemberian fasilitas PPN dan
PPnBM yang terutang atas penyerahan tersebut. Hal tersebut mengakibatkan
adanya kelebihan PM.
e. PKP melakukan penyerahan BKP untuk diolah lebih lanjut kepada Entrepot
Produksi untuk Tujuan Ekspor (EPTE).
Hal ini sebagai pemberian fasilitas PPN. PPN yang terutang tidak dipungut
terhadap PKP yang telah mendapat Persetujuan Menteri Keuangan sebagai EPTE
yang menyerahkan BKP untuk diolah lebih lanjut.
2.2.3 PM dan Permohonan Restitusi
Dalam mekanisme pengkreditan, tidaklah semua PM terpenuhi syarat dapat
dimohonkan restitusi oleh PKP. Dalam pasal 9 ayat 4 UU PPN dan PPnBM diatur
bila terjadi PM yang dapat dikreditkan lebih besar dibanding PK, kelebihan PM
tersebut tidak dapat diminta kembali pada masa pajak yang bersangkutan tetapi
dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Tetapi terdapat unsur pengecualian,
sehingga berpeluang bagi WP untuk mengajukan permohonan restitusi atas
kelebihan PM pada akhir tahun pajak yang bersangkutan. Tata cara pengajuannya
yaitu:
1. Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi)
disampaikan oleh PKP dengan cara mengisi kolom yang tersedia dalam SPT
Masa PPN atau dengan surat tersendiri, disampaikan kepada Kepala KPP di
tempat PKP dikukuhkan.
2. Permohonan tersebut dilampiri dengan dokumen yang menyatakan adanya
kelebihan pembayaran pajak, yaitu:
a. Faktur PM dan Faktur PK yang berkaitan dengan kelebihan pembayaran
PPN yang dimintakan pengembalian.
b. Dalam hal impor BKP, dilampirkan PIB, SSP atau bukti pungutan pajak
yang dibuat oleh Dirjen Bea dan Cukai, dan Laporan Pemeriksaan Surveyor
(LPS), sepanjang termasuk dalam kategori wajib LPS.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
26
Universitas Indonesia
c. Dalam hal ekspor BKP, dilampirkan PEB yang telah difiat muat oleh Dirjen
Bea dan Cukai, Bill of Lading (B/L) atau Air Waybill, dan wesel ekspor atau
bukti transfer.
d. Dalam hal penyerahan BKP dan / atau JKP kepada pemungut PPN,
dilampirkan Kontrak atau Surat Perintah Kerja dan SSP.
e. Dalam hal permohonan pengembalian yang diajukan meliputi kelebihan
pembayaran akibat kompensasi masa pajak sebelumnya, maka yang
dilampirkan meliputi seluruh dokumen yang berkenaan dengan kelebihan
pembayaran PPN masa pajak yang bersangkutan.
f. Dalam hal permohonan PKP kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17C UU KUP, lampiran-lampiran tersebut di atas tidak wajib
disampaikan, kecuali apabila permohonan restitusi meliputi kelebihan
pembayaran akibat kompensasi masa pajak sebelum PKP ditetapkan sebagai
PKP kriteria tertentu.
g. Permohonan restitusi ditentukan satu permohonan untuk satu masa pajak.
2.2.4 Jangka Waktu Penyelesaian Restitusi
Pasal 17B UU KUP menyatakan bahwa setelah melakukan pemeriksaan atas
permohonan restitusi, Dirjen Pajak harus menerbitkan surat ketetapan paling
lambat 12 bulan sejak surat permohonan diterima lengkap.
2.2.5 Penelitian atau Pemeriksaan Dalam Restitusi PPN
Permohonan pengembalian kelebihan pajak dapat diproses melalui penelitian atau
pemeriksaan. Penelitian dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan
pajak yang diajukan oleh:
a. PKP kriteria tertentu;
b. PKP yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal
17D UU KUP; atau
c. PKP berisiko rendah.
Selain PKP di atas, atas permohonan pengembalian kelebihan pajaknya dilakukan
pemeriksaan.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
27
Universitas Indonesia
2.2.6 WP Kriteria Tertentu
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012 tentang Tata Cara
Penetapan dan Pencabutan Penetapan WP dengan Kriteria Tertentu dalam Rangka
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak dijelaskan untuk dapat
ditetapkan sebagai WP dengan kriteria tertentu, WP harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. tepat waktu dalam menyampaikan SPT;
b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan
pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan
keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama tiga
tahun berturut-turut; dan
d. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
dalam jangka waktu lima tahun terakhir.
Dirjen Pajak melakukan penelitian terhadap permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dari WP dengan kriteria tertentu yang diproses
berdasarkan ketentuan Pasal 17C UU KUP. Penelitian dilakukan atas:
a. kelengkapan SPT dan lampiran-lampirannya;
b. kebenaran penulisan dan penghitungan pajak;
c. kebenaran kredit pajak atau PM berdasarkan hasil konfirmasi dalam sistem
aplikasi Dirjen Pajak atau konfirmasi dengan menggunakan surat; dan
d. kebenaran pembayaran pajak yang telah dilakukan oleh WP.
Dirjen Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dari WP dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 bulan sejak
permohonan diterima secara lengkap untuk PPh, dan paling lama 1 bulan sejak
permohonan diterima secara lengkap untuk PPN.
2.2.7 Konfirmasi Faktur Pajak
Tujuan konfirmasi faktur pajak adalah untuk mendapatkan keyakinan atas
kebenaran faktur pajak dengan menguji:
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
28
Universitas Indonesia
1. apakah faktur pajak diterbitkan oleh pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai
PKP;
2. apakah faktur pajak diterbitkan oleh PKP sehubungan dengan penyerahan BKP
dan / atau JKP yang terutang PPN;
3. apakah faktur pajak telah dilaporkan PKP penerbit sebagai PK pada SPT Masa
PPN.
Hasil konfirmasi faktur pajak berupa:
1. Faktur pajak (PM) yang dilaporkan oleh PKP pembeli sesuai dengan PK yang
dilaporkan oleh PKP penjual.
2. Faktur pajak (PM) yang dilaporkan oleh PKP pembeli tidak sesuai dengan PK
yang dilaporkan oleh PKP penjual. Ketidaksesuaian disebabkan antara lain kode
seri dan nomor faktur pajak dan / atau jumlah yang dipungut pada rekaman data
faktur pajak PKP pembeli berbeda dengan yang dilaporkan PKP penjual.
3. Tidak terdapat data pembanding yang mungkin disebabkan PKP penjual belum
/ tidak melaporkan PK-nya, atau KPP tempat PKP penjual diadministrasikan,
belum melakukan pekerjaan.
4. PKP pembeli belum melaporkan sebagai PM tetapi PKP penjual telah
melaporkan PK-nya.
2.2.8 Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak Bagi PKP Berisiko
Rendah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010 tentang PKP Berisiko
Rendah yang Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak mengatur
bahwa PKP yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
adalah PKP yang memenuhi ketentuan:
a. melakukan kegiatan :
1. ekspor BKP Berwujud;
2. penyerahan BKP dan / atau penyerahan JKP kepada pemungut PPN;
3. penyerahan BKP dan / atau penyerahan JKP yang PPN-nya tidak dipungut;
4. ekspor BKP Tidak Berwujud; dan / atau
5. ekspor JKP; dan
b. telah ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
29
Universitas Indonesia
Untuk ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah, PKP harus menyampaikan
permohonan yang dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang diperlukan kepada
Dirjen Pajak. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010
disebutkan kriteria yang harus dipenuhi agar PKP dapat ditetapkan sebagai PKP
berisiko rendah adalah PKP merupakan Perusahaan Terbuka (PT) yang paling
sedikit 40% dari keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia, PKP merupakan perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara
langsung oleh pemerintah pusat dan / atau pemerintah daerah, atau produsen yang
memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan tertentu tersebut yaitu, PKP tepat
waktu dalam penyampaian SPT Masa PPN selama 12 bulan terakhir, nilai BKP
yang dijual pada tahun sebelumnya paling sedikit 75% adalah produksi sendiri,
dan Laporan Keuangan untuk 2 tahun pajak sebelumnya diaudit oleh akuntan
publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau Wajar Dengan
Pengecualian.
2.3 Pemeriksaan
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara
Pemeriksaan pasal 1 ayat 2, pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan
menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan / atau bukti yang dilaksanakan
secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan / atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan
perpajakan. Pada Gambar 4 telah digambarkan mengenai alur pemeriksaan. Jika
PM WP lebih besar daripada PK, WP dapat mengajukan permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) kepada Dirjen Pajak.
Kemudian Dirjen Pajak melakukan perencanaan pemeriksaan dan program audit.
Dirjen Pajak menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) dan
pemberitahuan kepada WP. Paling lambat lima hari setelah penerbitan SP3, Dirjen
Pajak menerbitkan Surat Peminjaman Dokumen kepada WP. Surat Peminjaman
Dokumen tersebut harus dipenuhi paling lama dua minggu. Jika dua minggu
setelah penerbitan Surat Peminjaman Dokumen WP tidak memenuhi Surat
Peminjaman dokumen, WP mendapatkan Surat Peringatan I. Jika tiga minggu
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
30
Universitas Indonesia
setelah penerbitan Surat Peminjaman Dokumen WP tidak memenuhi Surat
Peminjaman dokumen, WP mendapatkan Surat Peringatan II. Setelah WP
memenuhi Surat Peminjaman Dokumen, Dirjen Pajak melakukan pelaksanaan
pengujian. Pelaksanaan pengujian tersebut dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan
kantor dan pemeriksaan lapangan. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor
17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan pasal 1 ayat 3 dan 4,
pemeriksaan lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau
tempat kedudukan WP, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas WP, dan /
atau tempat lain yang dianggap perlu oleh pemeriksa pajak, sedangkan
pemeriksaan kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan di kantor Dirjen Pajak.
Kemudian Dirjen Pajak menerbitkan Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan (SPHP), yaitu surat yang berisi tentang temuan pemeriksaan yang
meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi, perhitungan
sementara dari jumlah pokok pajak terutang dan perhitungan sementara dari
sanksi administrasi. WP wajib menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP paling
lama 7 hari kerja sejak SPHP diterima oleh WP. Jangka waktu tersebut bisa
diperpanjang selama 3 hari. Kemudian Dirjen Pajak melakukan Pembahasan
Akhir (Closing Conference) dengan WP. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
adalah pembahasan antara WP dan pemeriksa pajak atas temuan pemeriksaan
yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pembahasan akhir hasil pemeriksaan
yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak
terutang baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui dan perhitungan sanksi
administrasi. Undangan pembahasan akhir hasil pemeriksaan paling lama 3 hari
kerja setelah WP menanggapi SPHP. Jika tidak terjadi perbedaan pendapat antara
pemeriksa dan WP, pemeriksa dan WP dapat menandatangi berita acara hasil
pembahasan akhir. Jika terjadi perbedaan pendapat antara pemeriksa dan WP,
harus dilakukan pembahasan dengan tim Quality Assurance (QA). Permintaan
pembahasan ditujukan ke kantor wilayah.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
31
Universitas Indonesia
Gambar 2.4. Alur Pemeriksaan atas Permohonan Restitusi PPN
Sumber: Diolah oleh Penulis
WP mengajukan permohonan
pengembalian kelebihan
pembayaran pajak
PM lebih besar PK
Penerbitan SP3 dan
Pemberitahuan / Panggilan ke
WP
Peminjaman Dokumen
Maksimal 5 hari setelah
penerbitan SP3 Surat Peringatan I: 2 minggu Surat Peringatan II: 3 minggu setelah penerbitan surat permintaan peminjaman dokumen
Dipenuhi maksimal 1 BULAN
Pemeriksaan Kantor: 3 Bulan sejak WP memenuhi panggilan sampai dengan LHP Bisa diperpanjang 3 bulan. Pemeriksaan Lapangan: 4 Bulan sejak WP memenuhi panggilan sampai dengan LHP (Pasal 15- 17 PMK 17). Bisa diperpanjang 4 bulan.
Surat Pemberitahuan
Hasil Pemeriksaan
(SPHP)
WP wajib menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak SPHP diterima. Bisa diperpanjang maks 3 hari kerja. (Pasal 42 (2) dan (3) PMK 17)
Pembahasan Akhir dengan WP (Closing Conference)
Undangan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan Paling lama 3 Hari Kerja (Pasal 43 (3) PMK 17)
Pembahasan dengan Tim Quality Assurance
(Pasal 45 PMK 17) Permintaan
Beda Pendapat
Berita Acara Hasil Pembahasan Akhir
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)
Nota Hitung Surat Ketetapan Pajak (SKP) / Surat
Tagihan Pajak (STP) (SKPKB, SKPKBT, SKPN, SKPLB)
Sesuai dengan Pembahasan akhir hasil pemeriksaan
Pelaksanaan Pengujian
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
32
Universitas Indonesia
Setelah pembahasan dengan QA, WP dan pemeriksa menandatangai berita
acara hasil pembahasan akhir. Kemudian diterbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan
(LHP). LHP adalah laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil
pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak secara ringkas dan jelas
serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan. Kemudian diterbitkan
nota hitung yang digunakan sebagai dasar penerbitan SKP atau STP. Kemudian
Dirjen Pajak menerbitkan SKP atau STP (SKPKB, SKPKBT, SKPN, SKPLB)
yang sesuai dengan pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
33
Universitas Indonesia
BAB 3
PROFIL PERUSAHAAN
3.1 Perusahaan Magang
3.1.1 Gambaran Umum MUC Consulting Group
Multi Utama Consultindo (MUC) Consulting Group didirikan pada tanggal 28 Juli
1999 berdasarkan Akta Notaris No. 38 yang dibuat oleh Chufran Hamal, S.H. dan
pendiriannya disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
berdasarkan Surat Keputusan No. C-20952 HT.01.01 pada tanggal 30 Desember
1999. MUC Consulting Group terletak di Jalan TB Simatupang Kav 15 Tanjung
Barat, Jakarta Selatan. MUC Consulting Group merupakan perusahaan di bidang
konsultasi. Konsultasi tersebut terdiri dari beberapa bidang, di antaranya
perpajakan, transfer pricing, pemasaran, dan lain-lain. Selama bertahun-tahun
MUC telah bekerja sama dengan MSI Global Alliance, sebuah asosiasi
professional global independen yang kantor pusatnya berlokasi di London,
Inggris, dan diwakili lebih dari 250 tempat di lebih dari 100 negara di Eropa,
Amerika, Timur Tengah, Asia-Pasifik dan Afrika.
3.1.2 Jasa Profesional yang Disediakan oleh MUC Consulting Group
MUC Consulting Group menyediakan beberapa layanan bagi perusahaan yang
ingin menggunakan jasanya, yaitu:
1. Registered Tax Consultants
Dalam memberikan jasanya sebagai konsultan pajak, MUC Consulting Group
memberikan beberapa jasa terkait perpajakan, yaitu tax planning, tax review, tax
audit assistance, tax advisory, tax return preparation, tax dispute resolution, tax
administration, standard operational procedure designing, customized tax
training, dan international taxation.
2. Registered Public Accountants (Kantor Akuntan Publik (KAP) Razikun
Tarkosunaryo)
Jasa yang dilakukan oleh KAP ini adalah melakukan audit laporan keuangan
secara umum, audit internal, special audit, review and compilation, jasa
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
34
Universitas Indonesia
menyangkut International Financial Reporting Standards (IFRS), dan jasa
assurance lainnya.
3. Transfer Pricing Consultant
Divisi ini baru dimiliki oleh MUC Consulting Group pada tahun 2010 atas
permintaan pasar akan jasa konsultasi pajak yang berhubungan dengan pihak
afiliasi bagi perusahaan multinasional. Dengan dukungan dari tenaga akuntan,
pajak, dan hukum divisi ini menjadi salah satu yang mengangkat reputasi MUC
Consulting Group dengan memperoleh penghargaan sebagai Transfer Pricing of
The Year 2012 M & A Awards lewat jasa yang diberikan, yaitu transfer pricing
review, transfer pricing documentation, dan transfer pricing audit assistance.
4. Customs Consultants
Konsultan ini dapat memberikan jasa konsultasi sesuai dengan kebutuhan
perusahaan klien, yaitu strategic custom planning, customs system solution,
classifications of goods, customs valuation analysis, customs audit assistance,
customs compliance review, customs dispute resolution, license instruments
arrangements, dan customs advisory.
5. Business Establishment Services
Jasa ini menyangkut perencanaan dan persiapan pendirian bisnis di Indonesia.
MUC Consulting Group akan membantu perusahaan domestik maupun asing
dalam hal persiapan pendirian baik di bidang administrasi, hukum, budaya,
ataupun sistem dan prosedur yang ada.
6. Governance, Risk, and CSR Consultants
Jasa konsultasi ini terdiri dari Good Corporate Governance, risk management
services, internal control, corporate culture, formulation of management policies
and standard operating procedures, dan business performance optimization.
7. Marketing Research and Intellegence Consulting
Jasa konsultasi ini berfokus pada bidang pemasaran, pelatihan, dan riset. Riset
yang diberikan mencakup riset pasar, kepuasan konsumen, bisnis, analisis
statistika dan data, dan sebagainya.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
35
Universitas Indonesia
8. Attorneys at Laws
Layanan ini menyangkut hukum dan perizinan dalam bidang keuangan, investasi,
perdagangan, litigasi, perpajakan, ekspor, impor, Hak Kekayaan Intelektual,
sengketa, dan lain sebagainya.
3.1.3 Struktur Organisasi MUC Consulting Group
Berikut adalah bagan struktur organisasi pada MUC Consulting Group:
Gambar 3.1. Struktur Organisasi MUC Consulting Group
Sumber: HRD MUC Consulting Group
3.2 Gambaran Umum PT ABC
PT ABC merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. PT ABC
merupakan anak perusahaan dari X Corp. yang berada di Jepang. PT ABC
didirikan di Kawasan Berikat Besland Pertiwi, Purwakarta pada bulan Februari
1997. PT ABC telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing (PMA) Kalibata. PT ABC tidak
mempunyai kantor cabang di kota lain. PT ABC memproduksi peralatan medis
yang dibuat dalam beberapa tipe. Produk dari PT ABC seluruhnya diekspor ke X
Managing Director Board of Commissioner
Consultants Team
Finance Division
Marketing Division
Administration Division
HRD IT GA Information Officer
BOD & Partner Secretary
BOD & Partner Support
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
36
Universitas Indonesia
Corp., perusahaan induknya yang berada di Jepang. Melalui perusahaan induk
tersebut, produk PT ABC dijual ke berbagai negara, di antaranya Jepang, Rusia,
Amerika Serikat, Kanada, dan Indonesia. Dalam melakukan produksinya, PT
ABC mendapatkan bahan baku baik dari dalam maupun luar negeri. Untuk bahan
baku utama mayoritas diimpor untuk selanjutnya di-assembly. Untuk pembelian
bahan baku dalam negeri, sebagian besar dilakukan dengan pemasok yang
berstatus PKP.
3.3 Praktik Perpajakan PT ABC
3.3.1 Administrasi Perpajakan PT ABC
Setelah dikukuhkan sebagai PKP, PT ABC wajib memenuhi kewajiban
perpajakan, salah satunya kewajiban sehubungan dengan PPN. Kewajiban
tersebut di antaranya adalah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang
terutang, menyetor PPN yang terutang atau kurang bayar, dan menyampaikan
Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN. PT ABC merupakan perusahaan yang taat
dalam membayar pajak. PT ABC akan membayar pajak yang memang terhutang.
Dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, ada beberapa dokumen yang
diperlukan PT ABC, yaitu:
1. Faktur Pajak
Faktur pajak merupakan tanda bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang
melakukan penyerahan atas Barang Kena Pajak (BKP). Faktur Pajak ini
digunakan perusahaan untuk mengetahui besarnya Pajak Keluaran (PK) dan Pajak
Masukan (PM), identitas penjual atau pembeli, jenis BKP yang dibeli atau dijual,
dan juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan PM.
2. Surat Setoran Pajak (SSP)
SSP digunakan dalam melakukan pembayaran atau penyetoran PPN yang terutang
ke kas negara melalui kantor pos atau ke KPP PMA Kalibata.
3. SPT Masa PPN
Dengan adanya Peraturan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Nomor PER-
44/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian SPT
PPN Nilai dan juga perubahannya yaitu, Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER-
11/PJ/2013, Formulir yang digunakan untuk melaporkan SPT PPN menggunakan
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
37
Universitas Indonesia
Formulir 1111. Untuk pelaporan SPT PPN pada tahun 2010 dan 2011, PT ABC
menggunakan Formulir 1111. Formulir 1111 terdiri dari Induk SPT Masa PPN
1111- Formulir 1111 (F.1.2.32.04) dan Lampiran SPT Masa PPN 1111. Lampiran
tersebut terdiri dari Formulir 1111 AB - Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan
(D.1.2.32.07), Formulir 1111 A1 - Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak
Berwujud dan / atau JKP (D.1.2.32.08), Formulir 1111 A2 - Daftar PK atas
Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak (D.1.2.32.09), Formulir 1111 B1 -
Daftar PM yang Dapat Dikreditkan atas Impor BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak
Berwujud / JKP dari Luar Daerah Pabean (D.1.2.32.10), Formulir 1111 B2 -
Daftar PM yang Dapat Dikreditkan atas Perolehan BKP / JKP Dalam Negeri
(D.1.2.32.11), dan Formulir 1111 B3 - Daftar PM yang Tidak Dapat Dikreditkan
atau yang Mendapat Fasilitas (D.1.2.32.12). Dari semua lampiran tersebut, PT
ABC tidak menggunakan Formulir 1111 A2.
4. Bukti Penerimaan Surat
Bukti Penerimaan Surat merupakan dokumen yang diterima dari KPP, sebagai
bukti bahwa PT ABC telah menyampaikan SPT Masa PPN ke KPP PMA
Kalibata.
5. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dan Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
PEB adalah dokumen pabean yang digunakan untuk memberitahukan pelaksanaan
ekspor barang. PEB dibuat oleh eksportir atau kuasanya dengan menggunakan
software PEB secara online. Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan ke
Kantor Bea dan Cukai dengan menggunakan PEB ini. PEB diajukan untuk
memperoleh respon Persetujuan Ekspor (PE). Barulah kemudian PE digunakan
sebagai surat jalan untuk memasukkan barang ekspor ke kawasan pabean /
kawasan dalam pengawasan bea cukai yang dipersiapkan untuk ekspor.
PIB adalah Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran barang yang diimpor
untuk dipakai. Setelah importir menyelesaikan PIB dan membayar bea masuk
serta pungutan impor lainnya di bank, maka bank akan memberitahukan kepada
Dirjen Bea dan Cukai secara online mengenai pengurusan PIB dan pelunasan bea
masuk dan pajak impor. Dalam tahap ini Dirjen Bea dan Cukai hanya tinggal
menunggu importir menyerahkan PIB untuk diproses, penyerahan PIB ini pun
telah berkembang sedemikian rupa hingga untuk importir yang telah memiliki
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
38
Universitas Indonesia
modul impor atau telah terhubung dengan sistem komputer Dirjen Bea dan Cukai
dapat menyerahkan PIB secara elekronik (Electronic Data Interchange System),
sehingga dalam prosesnya tak terdapat interaksi secara fisik antara importir
dengan petugas Dirjen Bea dan Cukai.
3.3.2 Divisi-Divisi yang Berhubungan dengan Perpajakan PT ABC
Divisi-divisi dalam PT ABC yang berhubungan dengan praktik PPN PT ABC di
antaranya adalah:
1. Divisi Pembelian
Divisi pembelian bertanggung jawab untuk memperoleh informasi mengenai
harga barang, menentukan pemasok yang dipilih dalam pengadaan barang, dan
membuat pesanan kepada pemasok yang dipilih. Divisi ini berperan menerima
barang yang dipesan beserta faktur pajak dan PIB yang berasal dari pemasok.
Divisi ini harus memastikan barang yang sudah dipesan telah diterima oleh
perusahaan. Divisi ini juga bertanggung jawab untuk memeriksa kelengkapan dan
kebenaran data-data yang terdapat dalam faktur pajak dan PIB apakah sudah
sesuai dengan pesanan atau belum. Sebagian besar bahan baku PT ABC
merupakan bahan baku yang diimpor dari luar negeri. Sehingga pemeriksaan
kembali terhadap PIB merupakan hal penting, karena PIB tersebut akan
dikreditkan dalam SPT Masa PPN.
2. Divisi Keuangan dan Akuntansi
PT ABC tidak mempunyai divisi perpajakan tersendiri. Bagian perpajakan sudah
tergabung ke dalam Divisi Keuangan dan Akuntansi. Secara umum Divisi
Keuangan dan Akuntansi ini bertugas untuk mengatur dan mengalokasikan
keuangan PT ABC baik untuk kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang.
Divisi ini juga melakukan pencatatan, penggolongan, dan peringkasan peristiwa-
peristiwa dan kejadian-kejadian yang bersifat keuangan. Pencatatan yang terkait
dengan PPN berasal dari faktur pajak, PIB, PEB, atau dokumen perpajakan
lainnya. Karena MUC Consulting hanya memberikan jasa tax due dilligence
review pada PT ABC, pengisian dokumen yang berkaitan dengan kewajiban
perpajakan, pembayaran, dan pelaporan SPT PPN maupun SPT Pajak Penghasilan
(PPh), dilakukan oleh Divisi Keuangan dan Akuntansi PT ABC.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
39
Universitas Indonesia
3. Divisi Penjualan
Seluruh produk PT ABC dijual atau diekspor ke X Corp. yang merupakan induk
PT ABC. Sehingga PT ABC bertanggung jawab atas proses penjualan tersebut
mulai dari mengurus pesanan X Corp. hingga memastikan kelengkapan dokumen
ekspor. Salah satu dokumen ekspor yang penting adalah PEB karena PEB tersebut
akan dilaporkan di SPT Masa PPN.
3.3.3 Aplikasi untuk Praktik Perpajakan PT ABC
PT ABC tidak menggunakan aplikasi khusus dalam praktik perpajakannya. PT
ABC hanya menggunakan aplikasi sederhana seperti Microsoft Excel dalam
pencatatan keuangannya. Microsoft Excel tersebut juga digunakan PT ABC dalam
pencatatan PPN-nya. Untuk pelaporan PPN, PT ABC menggunakan electronic-
SPT (e-SPT). E-SPT atau penyampaian SPT dalam bentuk digital adalah
pelaporan SPT Masa PPh, SPT Tahunan PPh, dan SPT Masa PPN ke KPP secara
elektronik atau dengan menggunakan media komputer. PT ABC menggunakan
aplikasi e-SPT untuk merekam data-data perpajakan yang akan dilaporkan, antara
lain data identitas Wajib Pajak (WP) pemotong / pemungut dan identitas WP yang
dipotong / dipungut seperti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nama, alamat,
kode pos, nama KPP, pejabat penandatangan, kota, format nomor bukti potong /
pungut, nomor awal bukti potong / pungut, kode kurs mata uang yang digunakan;
bukti pemotongan / pemungutan PPh; faktur pajak; data perpajakan yang
terkandung dalam SPT; dan data SSP, seperti masa pajak, tahun pajak, tanggal
setor, Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), kode jenis setoran, dan
jumlah pembayaran pajak. PT ABC membentuk file data SPT dengan
menggunakan aplikasi e-SPT dan disimpan dalam media komputer (harddisk,
compact disk, dsb).
3.4 PM dan PK PT ABC
PM merupakan PPN yang seharusnya dibayar PKP karena perolehan BKP atau
penerimaan Jasa Kena Pajak (JKP) atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari
luar pabean atau pemanfaatan JKP dari luar pabean atau impor BKP. PM PT ABC
berasal dari pembelian bahan baku untuk produksi, peralatan lainnya, dan juga
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
40
Universitas Indonesia
pemanfaatan jasa. PT ABC membeli bahan baku baik dari dalam negeri maupun
luar negeri. Komponen utama untuk perakitan produknya diimpor dari Y Corp.
yang berada di Jepang. Sedangkan untuk bahan baku lainnya, PT ABC
membelinya dari pemasok dalam negeri.
PK merupakan PPN yang wajib dipungut PKP yang melakukan
penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak
berwujud, atau ekspor JKP. PT ABC menjual seluruh produknya pada X Corp.,
perusahaan induk yang berada di Jepang. Penyerahan BKP PT ABC ke luar negeri
tersebut terutang PPN, namun tarif PPN atas ekspor adalah 0%. Sehingga atas
penjualan seluruh produknya, tidak ada PK-nya. Scrap atau sisa hasil produksi
pun tidak dijual oleh PT ABC. Sisa hasil produksi tersebut dihancurkan dan PT
ABC akan membuat berita acara atas penghancuran tersebut. Isi dari berita acara
tersebut menyatakan bahwa sisa hasil produksi PT ABC sudah dihancurkan dan
sudah tidak layak dijual lagi.
Tabel 3.1.
PK dan PM PT ABC Tahun 2010
Bulan PPN yang Dipungut Sendiri PM (Rp)
Dasar Pengenaan
Pajak (DPP) (Rp)
PPN (Rp)
Januari 8.803.929.000 0 614.197.000
Februari 12.228.791.000 0 304.297.000
Maret 13.319.971.000 0 439.592.000
April 8.042.574.000 0 495.191.000
Mei 19.221.344.000 0 616.478.000
Juni 16.249.817.000 0 597.043.000
Juli 14.969.758.000 0 696.379.000
Agustus 22.277.755.000 0 563.881.000
September 29.902.427.000 0 456.426.000
Oktober 19.495.359.000 0 626.491.000
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
41
Universitas Indonesia
November 18.542.367.000 0 587.973.000
Desember 20.508.570.000 0 481.655.000
Total 203.562.662.000 0 6.479.603.000
Sumber: Data PT ABC, Diolah Kembali oleh Penulis
Tabel 3.2
PK dan PM PT ABC Tahun 2011
Bulan PPN yang Dipungut Sendiri PM (Rp)
DPP (Rp) PPN (Rp)
Januari 9.643.621.000 0 62.685.000
Februari 7.757.485.000 0 52.438.000
Maret 19.969.461.000 0 94.961.000
April 11.884.660.000 0 49.029.000
Mei 11.882.906.000 0 47.736.000
Juni 11.278.777.000 0 84.051.000
Juli 13.475.592.000 0 47.688.000
Agustus 14.192.169.000 0 58.062.000
September 26.127.388.000 0 88.216.000
Oktober 21.416.046.000 0 72.272.000
November 21.156.415.000 0 93.531.000
Desember 16.529.276.000 0 99.921.000
Total 185.313.794.000 0 864.604.000
Sumber: Data PT ABC, Diolah Kembali oleh Penulis
Dari tabel 3.1. dan tabel 3.2. di atas, dapat dilihat besarnya PM yang
dimiliki oleh PT ABC atas pembelian bahan baku, jasa perbaikan, jasa technical
guidance, dan pembelian peralatan lainnya selama tahun 2010 dan 2011. PT ABC
tidak mempunyai PK atau PK nya berjumlah nol karena seluruh penjualannya
adalah ekspor. Di akhir tahun pajak atau bulan Desember, PT ABC akan
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
42
Universitas Indonesia
mengajukan permohonan restitusi atas kelebihan pembayaran pajaknya atau
sejumlah PM yang dimilikinya di akhir tahun pajak.
3.5 Hasil Restitusi PPN PT ABC Tahun 2010 dan 2011
Atas permohonan restitusi PPN tahun 2010, Dirjen Pajak sudah menerbitkan
SKPLB. Total lamanya pemeriksaan untuk tahun 2010 hingga diterbitkannya
SKPLB kurang lebih selama satu tahun. Berikut ini merupakan hasil dari
permohonan restitusi PPN PT ABC tahun 2010:
Total Lebih Bayar 2010 6.479.603.000
Dikurangi:
Pajak yang dapat
diperhitungkan
35.003.000
STP akibat koreksi PEB 47.595.000
Sanksi faktur pajak 30.709.000
Sanksi kompensasi masa
pajak sebelumnya
1.945.000
Sanksi PPN Jasa Luar
Negeri
1.069.000
Jumlah 116.321.000
Restitusi yang Diterima 6.363.282.000
Atas permohonan restitusi PPN tahun 2011, Dirjen Pajak belum
menerbitkan SKPLB-nya. SKPLB tersebut akan diterbitkan pada bulan Agustus
2013. Namun, Risalah Pembahasan telah dibuat. Risalah Pembahasan pada tahun
2011 dibagi menjadi dua, yaitu untuk Januari sampai dengan November dan untuk
bulan Desember. Terdapat dua pokok masalah koreksi dalam Risalah Pembahasan
tahun 2011, yaitu mengenai penyerahan ekspor dan pajak yang dapat
diperhitungkan.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
43
Universitas Indonesia
Pokok masalah koreksi bulan Januari – November 2011:
1. Penyerahan Ekspor
Menurut SPT Masa PPN / WP : Rp168.784.518.000
Menurut pemeriksa : Rp172.860.767.000
Koreksi : Rp4.076.249.000
2. Pajak yang Dapat Diperhitungkan
Menurut SPT Masa PPN / WP : Rp830.775.000
Menurut pemeriksa : Rp795.432.000
Koreksi : Rp35.343.000
Pokok masalah koreksi bulan Desember 2011:
1. Penyerahan Ekspor
Menurut SPT Masa PPN / WP : Rp16.529.276.000
Menurut pemeriksa : Rp17.272.847.000
Koreksi : Rp743.571.000
2. Pajak yang Dapat Diperhitungkan
Menurut SPT Masa PPN / WP : Rp925.804.000
Menurut pemeriksa : Rp925.804.000
Koreksi : 0
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
44 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Mekanisme Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada PT ABC
Selain Wajib Pajak (WP) Tertentu dan Pengusaha Kena Pajak (PKP) Berisiko
Rendah, atas permohonan restitusinya akan dilakukan pemeriksaan. Setelah PT
ABC mengajukan permohonan restitusi PPN ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Penanaman Modal Asing (PMA) Dua Kalibata, KPP PMA Dua Kalibata akan
menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) ke PT ABC. Maksimal 5
hari setelah penerbitan SP3, KPP PMA Dua Kalibata harus menerbitkan Surat
Peminjaman Dokumen kepada PT ABC. Surat tersebut berisikan daftar dokumen
yang dibutuhkan pemeriksa pajak dalam pemeriksaan restitusi PPN. Surat
Peminjaman Dokumen tersebut harus dipenuhi oleh PT ABC maksimal 1 bulan.
Jika 2 minggu setelah penerbitan Surat Peminjaman Dokumen PT ABC tidak
memenuhi Surat Peminjaman dokumen, PT ABC mendapatkan Surat Peringatan
I. Jika 3 minggu setelah penerbitan Surat Peminjaman Dokumen WP tidak
memenuhi Surat Peminjaman dokumen, WP mendapatkan Surat Peringatan II.
Untuk pemeriksaan tahun 2010, PT ABC mendapatkan Surat Peringatan I. PT
ABC harus menyiapkan dokumen pendukung sesuai dengan yang diminta
pemeriksa dalam Surat Peminjaman Dokumen, yaitu:
1. Data Perpajakan
1. Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Badan
beserta lampiran dan Surat Setoran Pajak (SSP).
2. SPT Masa PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) beserta
lampiran, faktur Pajak Masukan (PM), dan faktur Pajak Keluaran (PK).
2. Data Akuntansi dan Dokumen Perusahaan
1. Copy akte pendirian, akte perubahan modal (sampai dengan perubahan
terakhir).
2. Struktur organisasi usaha dan susunan pengurus.
3. Laporan keuangan (jika telah diaudit oleh akuntan publik maka laporan
keuangan sesuai hasil audit).
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
45
Universitas Indonesia
4. Daftar akun (chart of account), neraca percobaan (trial balance), buku
besar (general ledger dan sub ledger).
5. Buku penjualan, buku pembelian, buku kas masuk dan keluar, buku biaya,
dan buku bank.
6. Buku utang dan buku piutang.
7. Buku persediaan dan kartu persediaan (bahan baku, pembantu / penolong,
barang dalam proses, dan barang jadi).
8. Pesanan pembelian (purchase order), penerimaan barang, supplier invoice,
dan retur pembelian.
9. Pesanan penjualan (sales order), surat jalan (delivery order), customer
invoice, dan retur penjualan.
10. Laporan PPIC (Production Planning Inventory Control) dan laporan
produksi (production report).
11. Daftar aktiva tetap dan bukti perolehan / pembeliannya, serta perhitungan
penyusutan.
12. Surat-surat perjanjian kredit / perikatan utang dengan bank atau pihak lain.
13. Surat-surat perjanjian / perikatan yang lain misalnya subkontrak, sewa-
menyewa, outsourcing, dan lain-lain.
14. Rekening koran semua bank (yang terkait dengan pemasukan dan
pengeluaran baik atas nama sendiri / perusahaan maupun lainnya).
15. Seluruh bukti-bukti / nota / invoice terkait penghasilan (penghasilan usaha
dan dari luar usaha).
16. Seluruh bukti-bukti / nota / invoice terkait beban atau harga pokok
penjualan dan biaya.
17. File data komputer (softcopy) untuk transaksi dan perpajakan.
Setelah PT ABC menyerahkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk
pemeriksaan ke pemeriksa, pemeriksa akan mulai melaksanakan pengujian.
Pelaksanaan pengujian tersebut terdiri dari dua yaitu pemeriksaan kantor yang
dilakukan pemeriksa di KPP PMA Dua Kalibata, dan pemeriksaan lapangan, di
mana pemeriksa akan memeriksa langsung ke kantor PT ABC. Pemeriksaan
lapangan yang dilakukan pemeriksa pada tahun 2010 adalah Pemeriksaan
Lengkap, yaitu pemeriksaan lapangan yang dilakukan terhadap WP, termasuk
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
46
Universitas Indonesia
kerjasama operasi dan konsorsium atas seluruh jenis pajak untuk tahun berjalan
dan / atau tahun-tahun sebelumnya.
Dalam pasal 4 Peraturan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak Nomor PER-
04/PJ/2012 tentang Pedoman Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan untuk
Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan disebutkan mengenai
teknik-teknik pemeriksaan yang dapat digunakan pemeriksa pajak dalam proses
pemeriksaan. Teknik-teknik pemeriksaan yang dapat digunakan pemeriksa pajak,
meliputi pemanfaatan informasi internal dan / atau eksternal Dirjen Pajak,
pengujian keabsahan dokumen evaluasi, analisis angka-angka, penelusuran angka-
angka (tracing), penelusuran bukti, pengujian keterkaitan, ekualisasi atau
rekonsiliasi, permintaan keterangan atau bukti, konfirmasi, inspeksi, pengujian
kebenaran fisik, pengujian kebenaran penghitungan matematis, wawancara, uji
petik (sampling), Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK), dan / atau Teknik-
teknik pemeriksaan lainnya. Pemeriksa PT ABC menggunakan hampir semua
metode dan teknik berdasarkan peraturan tersebut.
Salah satu metode yang digunakan adalah konfirmasi. Hal yang harus
dikonfirmasi adalah mengenai keabsahan faktur pajak untuk PM yang akan
dimintai restitusinya oleh PT ABC. Dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-
10/PJ.52/2006 tentang Perekaman SPT Masa PPN, Konfirmasi Faktur Pajak, dan
Langkah-Langkah Penanganan Restitusi dalam Rangka Pengamanan Penerimaan
PPN disebutkan bahwa pelaksanaan konfirmasi faktur pajak merupakan salah satu
prosedur administrasi perpajakan yang dilakukan untuk melakukan pengawasan
terhadap kewajiban PPN. Dalam setiap pelaksanaan pemeriksaan pajak,
konfirmasi faktur pajak merupakan prosedur yang wajib dilakukan khususnya
yang menyangkut pembelian dan penjualan, yang wajib dilaksanakan bersamaan
dengan prosedur-prosedur dan / atau pengujian pemeriksaan lainnya. Salah satu
aplikasi yang terdapat dalam program Sistem Informasi Perpajakan adalah
konfirmasi PK-PM PPN, yaitu sistem aplikasi konfirmasi faktur pajak pada
intranet Dirjen Pajak. Dengan sistem aplikasi tersebut dapat dihasilkan informasi
konfirmasi PK-PM antara PKP Penjual dan PKP Pembeli, baik PKP yang
terdaftar pada satu KPP, pada satu kantor wilayah, ataupun pada KPP yang
berbeda kantor wilayah. Jawaban konfirmasi faktur pajak dapat berupa “ada” yang
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
47
Universitas Indonesia
berarti PM tersebut dapat dikreditkan, maupun “tidak ada” yang kemungkinan
dikarenakan faktur pajak tersebut tidak sah atau faktur pajak tersebut belum
dilaporkan oleh PKP rekanan.
Konfirmasi faktur pajak dapat menjadi hal yang dapat memperlama proses
restitusi. Hasil konfirmasi faktur pajak ”tidak ada” bisa saja bukan kesalahan WP,
namun kesalahan pihak lain, baik KPP WP, PKP rekanan, maupun KPP PKP
rekanan. Misalnya yang terjadi pada PT ABC adalah terhambatnya proses restitusi
PPN karena ada kesalahan dari KPP PKP rekanan atau KPP pemasok PT ABC.
PT ABC membeli bahan baku dari PT S yang merupakan PKP. Kemudian PT
ABC mengkreditkan PM dari pembelian tersebut. PT S melaporkan PK-nya di
SPT Masa PPN. KPP PT ABC adalah KPP PMA 2 Kalibata, sedangkan KPP PT S
misalnya adalah KPP Madya Jakarta Timur. Ketika PT ABC mengajukan
permohonan restitusi PPN, maka KPP PMA Dua Kalibata akan melakukan
pemeriksaan. Salah satu proses dalam pemeriksaan tersebut adalah
mengkonfirmasi semua faktur pajak atas PM yang dimiliki oleh PT ABC, yang
tentunya bersumber dari berbagai KPP. Pemeriksa PT ABC akan mengkonfirmasi
juga PM dari pembelian dari PT S ke KPP PT S, yaitu KPP Madya Jakarta Timur.
Hasil konfirmasi faktur pajak tersebut bisa berupa “ada dan sesuai”, bisa juga
“tidak ada”. Permasalahan yang terjadi pada PT ABC, konfirmasi yang didapat
oleh pemeriksa PT ABC dari KPP PT S atas faktur pajaknya adalah “tidak ada”.
Ternyata hal itu terjadi karena ada kesalahan konfirmasi dari pihak administrasi
KPP Madya Jakarta Timur. Seharusnya KPP Madya Jakarta Timur memberikan
konfrimasi ”ada dan sesuai”, tetapi terjadi kekeliruan sehingga hasil
konfirmasinya adalah ”tidak ada”. Pemeriksa akan menanyakan hal tersebut pada
PT ABC. PT ABC tentu sudah merasa membayar PPN. PT ABC akan
menanyakan hal tersebut pada PT S. PT S akan memberikan SPT Masa PPN yang
sudah dilaporkan pada pemeriksa. Ada pemeriksa yang menerima hal tersebut dan
menganggap faktur pajaknya ada, namun ada juga pemeriksa yang tidak bisa
menerima hal tersebut karena pemeriksa tersebut hanya menginginkan konfirmasi
langsung dari KPP PT S. Jadi, PT S akan membuat surat pengajuan ke KPP
Madya Jakarta Timur, kemudian KPP Madya Jakarta Timur yang akan
memberikan surat konfirmasi ke KPP PT ABC, yaitu KPP PMA Dua Kalibata.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
48
Universitas Indonesia
Untuk masalah ini, KPP PKP rekanan seharusnya memberikan konfirmasi dengan
jelas dan benar, serta tidak memperlama pemberitahuan konfirmasi faktur pajak.
PT ABC seharusnya berkomunikasi dengan PKP rekanan dan meminta SPT Masa
PPN PKP rekanan yang sudah dilaporkan sebagai bukti ke pemeriksa bahwa PT
ABC sudah membayar PPN dan faktur PM sudah dilaporkan oleh PKP rekanan.
Metode lainnya yang digunakan adalah pengujian keterkaitan yang terdiri
dari pengujian arus barang, uang, utang, piutang, dan dokumen. Pemeriksa
melakukan pengujian arus uang dan arus piutang untuk menguji jumlah peredaran
usaha PT ABC. Pemeriksa juga melakukan pengujian arus uang, barang, dan
dokumen untuk memastikan keabsahan faktur PM yang dikreditkan oleh PT ABC.
Pengujian arus uang meliputi transaksi kas, bank, dan setara kas lainnya.
Pengujian ini dilakukan untuk menguji aliran uang suatu transaksi dan / atau
mendapatkan jumlah penerimaan uang dalam suatu kurun waktu dalam rangka
mendukung pengujian kebenaran penghasilan bruto yang dilaporkan PT ABC
berdasarkan kas (cash basis). Pengujian arus piutang dilakukan utnuk
mendapatkan jumlah pelunasan piutang usaha dalam suatu kurun waktu dalam
rangka mendukung pengujian kebenaran penghasilan bruto yang dilaporkan PT
ABC secara akrual (accrual basis). Pengujian arus barang dilakukan untuk
meyakini kebenaran unit barang yang keluar dari gudang / digunakan / dijual
ataupun yang masuk ke gudang, baik berupa bahan baku, bahan pembantu, barang
dalam proses, maupun barang jadi.
Sumber data yang digunakan untuk kedua pengujian tersebut adalah SPT
Tahunan PPh Badan tahun 2010 dan 2011, Laporan Keuangan tahun 2010 dan
2011, SPT Masa PPN Januari – Desember 2010 dan SPT Masa PPN Januari –
Desember 2011, buku besar tahun 2010 dan 2011, dan faktur pajak selama tahun
2010 dan 2011.
Untuk memastikan keabsahan faktur PM yang dikreditkan oleh PT ABC
dilakukan pengujian arus uang, barang, dan dokumen dengan format yang
diberikan dari pemeriksa sebagai berikut.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
49
Universitas Indonesia
No Faktur Pajak
PKP Penjual
Nilai PPN
No Invoice
Nilai Invoice
Pembayaran Pengiriman Barang
Ket
No Tgl Bank Penjual Bank PT ABC No Tgl No Tgl No
Acc No Tgl No
Acc
Untuk menguji jumlah peredaran usaha PT ABC, pemeriksa melakukan
pengujian arus uang dan arus piutang.
Formula untuk pengujian arus uang:
Saldo akhir kas / bank Pengeluaran kas / bank +
Saldo awal kas / bank -
Penyesuaian non penghasilan + / - Penerimaan kas / bank
Melalui pengujian arus uang ini pemeriksa akan mengambil kesimpulan
apakah hasil pengujian arus uang menunjukkan angka yang sama dengan omzet
yang dilaporkan oleh PT ABC.
Formula untuk pengujian arus piutang:
Pelunasan / penerimaan melalui kas / bank Pelunasan non kas / bank +
Saldo akhir piutang usaha +
Saldo awal piutang usaha -
Penyesuaian: Penghapusan piutang (+) Retur penjualan (-) PPN dipungut sendiri yang ada dalam kas / bank (-) Saldo uang muka penjualan Saldo pendapatan yang ditangguhkan Penyesuaian kurs (rugi kurs +, laba kurs -) Penyesuaian lain yang tidak ada hubungan dengan penerimaan / penghasilan
+ Peredaran usaha
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
50
Universitas Indonesia
Melalui pengujian arus piutang ini pemeriksa akan mengambil kesimpulan
apakah hasil pengujian arus piutang menunjukkan angka yang sama dengan omzet
yang dilaporkan oleh PT ABC.
Kemudian pemeriksa menerbitkan Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan (SPHP) dan PT ABC wajib menyampaikan tanggapan tertulis atas
SPHP paling lama 7 hari kerja sejak SPHP diterima. Kemudian pemeriksa dan PT
ABC akan melakukan Pembahasan Akhir (Closing Conference). Setelah
pemeriksa dan PT ABC sepakat mengenai perbedaan yang ada, pemeriksa dan PT
ABC menandatangi berita acara hasil pembahasan akhir. Kemudian diterbitkan
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan diterbitkan nota hitung yang digunakan
sebagai dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak
(STP). Kemudian sesuai dengan pembahasan akhir hasil pemeriksaan, Dirjen
Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dan STP.
4.2 Permasalahan Terkait Perpajakan dan Proses Restitusi PPN PT ABC
4.2.1 Permasalahan Terkait Administrasi Perpajakan PT ABC
PT ABC termasuk WP yang taat membayar semua jenis pajak yang memang
terutang. Pembayaran dan pelaporan pajaknya pun dilakukan dengan tepat waktu.
Namun, masih banyak kekurangan dari segi praktik perpajakan, khususnya
dibidang administrasi terkait PPN, yang harus dibenahi oleh manajemen PT ABC.
Sumber Daya Manusia (SDM) di PT ABC masih banyak yang
keterampilannya kurang memadai. Khususnya di bagian administrasi. Sebagai
contoh, adanya kesalahan input pada saat rekapitulasi Pemberitahuan Ekspor
Barang (PEB). Karyawan seharusnya memasukan nomor PEB, tetapi yang
dimasukkannya adalah nomor pengajuan. Hal sederhana ini dapat berdampak
signifikan mengingat PEB tersebut dipersamakan dengan faktur pajak dan
menjadi bukti yang diperlukan untuk pelaporan PPN maupun pemeriksaan
perpajakan. Seharusnya karyawan mampu menginput dengan baik dan benar
semua data-data terkait PPN karena hasil rekapitulasinya akan digunakan untuk
berbagai hal penting, contohnya pada saat proses pengajuan restitusi PPN. PT
ABC seharusnya memberikan pelatihan khusus bagi karyawan baru terkait dengan
penggunaan Microsoft Excel, mengingat aplikasi tersebut adalah salah satu
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
51
Universitas Indonesia
aplikasi dasar yang banyak digunakan. Dalam pelatihan tersebut juga dijelaskan
cara-cara untuk menghindari kesalahan dalam proses input. Selain itu, adanya
review ulang atau evaluasi dari karyawan akan hasil rekapitulasinya untuk
memastikan data yang sudah diinput adalah benar, tentu akan mengurangi
kesalahan seperti ini.
PT ABC tidak menggunakan aplikasi khusus dalam pencatatan keuangan
dan akuntansi maupun untuk praktik perpajakannya. PT ABC hanya
menggunakan aplikasi sederhana seperti Microsoft Excel dalam pencatatan terkait
akuntansi dan perpajakan. Microsoft Excel tersebut juga digunakan PT ABC
dalam pencatatan yang terkait dengan PPN. Untuk pelaporan PPN, PT ABC
menggunakan electronic-SPT (e-SPT). Aplikasi-aplikasi sederhana tersebut masih
dapat PT ABC gunakan dan PT ABC tidak perlu menambah maupun mengganti
aplikasi tersebut dengan yang lebih canggih dikarenakan beberapa alasan. PT
ABC tidak mempunyai kantor cabang di kota lain. Pabrik dan kantornya berada di
satu tempat, yaitu Kawasan Berikat Purwakarta. Sehingga PT ABC belum
membutuhkan aplikasi yang lebih baik dan lebih terintegrasi karena ukuran PT
ABC yang belum terlalu besar. Kemudian, SDM PT ABC banyak yang belum
terbiasa dengan teknologi, khususnya SDM di bagian administrasi. Jika PT ABC
memaksakan untuk menggunakan aplikasi yang lebih baik, dikhawatirkan biaya
yang harus dikeluarkan PT ABC nantinya akan lebih besar dibandingkan dengan
manfaatnya. Pendapat dari konsultan senior dari MUC Consulting Group, bagian
dari PT ABC yang harus ditingkatkan dan dibenahi penggunaan IT-nya adalah
Divisi Produksi yang bertanggung jawab atas data costing PT ABC. Data costing
tersebut dibutuhkan pemeriksa pajak dalam proses pemeriksaan. Data costing PT
ABC masih belum bisa dibenahi dengan baik. Seharusnya PT ABC menyiapkan
dan mengatur data costing tersebut karena data tersebut digunakan untuk berbagai
kebutuhan.
PT ABC termasuk perusahaan yang tidak rapi dalam hal penyimpanan
dokumen-dokumen yang terkait dengan perpajakan. Pada tahun 2010,
pemeriksaan yang dilakukan terhadap PT ABC adalah pemeriksaan all taxes
yaitu, pemeriksaan terhadap PPh Badan, PPh pasal 4 (2), PPh pasal 15, PPh pasal
21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 26, dan PPN. Dari proses pemeriksaan
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
52
Universitas Indonesia
tersebut terlihat bahwa banyak dokumen-dokumen PT ABC yang
penyimpanannya tidak teratur dan tercecer, yang pada akhirnya menghambat
proses pemeriksaan tahun 2010 tersebut. Salah satu akibatnya adalah PT ABC
mengalami kesulitan saat mengumpulkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan
dalam proses restitusi PPN. Belajar dari kesalahan tersebut, pada tahun 2011, saat
ada pemeriksaan terhadap PPN, PT ABC memperbaiki penyimpanan dokumen-
dokumennya. Walaupun masih belum sempurna, tapi sudah ada peningkatan dari
pengarsipan di PT ABC. Seharusnya semua dokumen yang terkait dengan bisnis
PT ABC disimpan dengan baik dan diatur sesuai dengan jenisnya. PT ABC juga
harus mempunyai sebuah sistem yang mengatur masalah pengarsipan ini.
Penyebab tidak teraturnya penyimpanan dokumen-dokumen di PT ABC adalah
karena tidak adanya peraturan dari perusahaan yang mewajibkan penyimpanan
dokumen dengan baik dan teratur. Selain itu, pengendalian internal di PT ABC
juga masih terbilang rendah. Kemudian, masih kurangnya kesadaran dan perhatian
dari karyawan untuk masalah dokumen tersebut. Oleh karena itu, PT ABC perlu
membuat kebijakan mengenai pengarsipan yang baik dan mensosialisasikan hal
tersebut kepada seluruh divisi agar semua divisi menerapkan hal tersebut.
Mengenai sistem pengarsipannya, PT ABC dapat membuat sebuah sistem
pengarsipan yang sesuai untuk setiap divisi yang ada, khususnya divisi yang
terkait dengan perpajakan. Misalnya, dokumen disimpan menurut transaksinya
dan dipisahkan per bulan. Satu transaksi, baik transaksi penjualan maupun
pembelian, biasanya terdiri dari beberapa dokumen. Dokumen-dokumen tersebut
digabungkan per transaksi, sehingga tidak akan tercecer dan mudah ditemukan
saat dibutuhkan untuk kepentingan pemeriksaan pajak.
Hal penting yang perlu diperhatikan oleh PT ABC adalah mengenai
kerjasama antar divisi, khususnya yang terkait dengan praktik perpajakan PT
ABC. Divisi yang terkait dengan perpajakan di PT ABC adalah Divisi Keuangan
dan Akuntansi, Divisi Pembelian, dan Divisi Keuangan. Kerjasama dan
koordinasi antar divisi tersebut masih buruk karena masing-masing divisi hanya
mementingkan kepentingan divisinya masing-masing saja. Seharusnya, antar
divisi dapat bekerjasama dan saling melengkapi, dalam hal ini kerjasama dalam
urusan administrasinya. Contohnya adalah setiap divisi yang terkait dengan proses
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
53
Universitas Indonesia
permohonan restitusi PPN. Seharusnya setiap divisi tersebut berusaha untuk
bekerja sama dan memenuhi semua dokumen yang dibutuhkan. Divisi SDM PT
ABC seharusnya mengadakan pelatihan maupun kegiatan lain yang dapat
mengubah pandangan karyawan PT ABC dan dapat mempererat hubungan
seluruh karyawan di PT ABC.
Setiono (2008) dalam penelitiannya yang berjudul ”Restitusi Pajak
Pertambahan Nilai (Studi kasus PT XYZ)”, menyebutkan keuntungan penggunaan
aplikasi bernama SAP dalam praktik PPN. Data-data untuk mengisi Formulir
1195 menggunakan menu pajak pada modul akuntansi yang terdapat pada sistem
SAP. Data transaksi pembelian maupun penjualan sudah tersimpan dalam
database sistem, sehingga pengisian Formulir 1195 pun menjadi lebih mudah.
Dalam pencarian untuk dokumen yang dibutuhkan dalam pemeriksaan pun
menjadi lebih mudah jika setiap keterangan referensi dokumen yang diarsip
dimasukkan ke sistem SAP. Namun, memang diperlukan kesiapan yang matang
dari perusahaan dalam penerapan sistem baru yang berhubungan dengan
perpajakan ini. Dalam penelitian tersebut disebutkan, PT XYZ awalnya
menggunakan aplikasi bernama Oracle, kemudian menggantinya dengan SAP.
Staf perpajakan PT XYZ membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan aplikasi
SAP tersebut. Akibatnya, PT XYZ mengalami kesulitan untuk memenuhi
permintaan data yang diminta pemeriksa dalam proses pemeriksaan. Proses
pemeriksaan terhadap permohonan restitusi PPN PT XYZ masa pajak Mei-
Desember 2005 pun berlangsung hingga tahun 2007. Jika perusahaan ingin
menerapkan sistem baru yang terkait dengan perpajakan ini, sebaiknya perusahaan
memastikan terlebih dahulu kesiapan SDM dan juga memilih waktu yang tepat
untuk melakukan perubahan sistem tersebut.
4.2.2 Analisis Permasalahan Terkait Hasil Restitusi PPN pada Tahun 2010
dan 2011
Adanya koreksi atau selisih jumlah restitusi yang diajukan oleh PT ABC dengan
jumlah restitusi yang diterima oleh pemeriksa pada tahun 2010 dan 2011
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu penyimpanan dan pengarsipan dokumen
yang terkait dengan perpajakan, adanya perbedaan yang ditemukan pemeriksa saat
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
54
Universitas Indonesia
konfirmasi faktur pajak, re-ekspor spareparts dan barang jadi, penyesuaian harga,
kesalahan dari PKP rekanan, sanksi kompensasi masa pajak sebelumnya, dan PPN
Jasa Luar Negeri.
4.2.2.1 Penyimpanan dan Pengarsipan Dokumen yang Terkait dengan
Perpajakan
Tidak rapinya penyimpanan dokumen-dokumen yang terkait dengan perpajakan
pada PT ABC juga merupakan salah satu faktor yang dapat memperpanjang
proses restitusi PPN. Pada saat proses pemeriksaan, banyak dokumen-dokumen
yang dibutuhkan ternyata tidak dapat dipenuhi oleh PT ABC. Padahal dokumen-
dokumen tersebut dapat menjadi bukti terkait dengan PM PT ABC yang dapat
dikreditkan dan dimintakan kelebihannya. Masalah ini terjadi baik untuk proses
pemeriksaan tahun 2010 maupun pemeriksaan tahun 2011.
Penyebab masalah ini adalah tidak adanya peraturan yang jelas dari PT
ABC mengenai kewajiban untuk menyimpan dokumen-dokumen yang terkait
dengan perpajakan dengan rapi dan benar. Sehingga karyawan pun banyak yang
tidak memperdulikan dokumen-dokumen tersebut. Pada saat pemeriksaan untuk
permohonan restitusi dilakukan, barulah karyawan akan mulai mencari lagi
dokumen-dokumen yang diperlukan oleh pemeriksa. Pada tahun 2010, dokumen-
dokumen yang terkait dengan perpajakan tidak diarsip dan disimpan dengan baik
oleh PT ABC. Sehingga banyak dokumen untuk pendukung proses restitusi
menjadi tidak lengkap. Pada tahun 2011, PT ABC sudah mulai memperbaiki
kesalahannya dan berusaha untuk melakukan pengarsipan dengan baik. Namun,
hasilnya belum maksimal.
Mengenai masalah pengarsipan ini, seharusnya PT ABC membuat
peraturan yang jelas pada semua divisi untuk melakukan dokumentasi atau
pengarsipan dengan baik dan rapi. Sistem pengarsipan dibuat agar ketika
dokumen dibutuhkan, perusahaan bisa dengan mudah menemukannya. Misalnya
adanya pemisahan penyimpanan untuk transaksi ekspor, impor, maupun
pembelian dalam negeri. Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan seluruh
transaksi WP harus tetap disimpan dengan tertib sampai batas waktu 10 tahun.
Dokumen-dokumen tersebut termasuk dokumen-dokumen yang tidak berlaku
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
55
Universitas Indonesia
karena adanya pembatalan, penggantian, atau juga adanya retur penjualan maupun
pembelian. Jangka waktu yang diberikan untuk memenuhi Surat Permintaan
Dokumen untuk pemeriksaan adalah 1 bulan. Sementara itu, PT ABC setiap akhir
tahun pajak selalu mengajukan permohonan restitusi PPN. Sehingga mengenai
pengarsipan dokumen yang terkait dengan perpajakan ini memang harus
dilakukan dengan sebaik-baiknya oleh PT ABC.
4.2.2.2 Perbedaan yang Ditemukan Pemeriksa saat Konfirmasi Faktur Pajak
/ PEB
Dirjen Bea dan Cukai dan Dirjen Pajak mempunyai sebuah Sistem Informasi
Perpajakan yang dapat menghubungkan database mereka. Database tersebut
bernama Portal. Jadi, Dirjen Pajak akan mengkonfirmasi data PEB dan
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke sistem Dirjen Bea dan Cukai. Dirjen Pajak
bisa mendapatkan data PT ABC. PEB sendiri digunakan sebagai salah satu bukti
yang mendukung proses restitusi PT ABC dan akan diperiksa saat pemeriksaan
pajak. Dalam proses pemeriksaan tersebut, PEB akan diperiksa untuk memastikan
kebenaran jumlahnya yang sudah dilaporkan di SPT Masa PPN. Misalnya data
yang dibutuhkan pemeriksa adalah terkait PEB PT ABC, maka pemeriksa akan
mendapatkan nama WP, nomor PEB, beserta nilai ekspornya. Kemudian,
pemeriksa akan membandingkan data PEB yang didapatnya dari database Portal
tersebut dengan data PEB berdasarkan SPT Masa PPN yang sudah dilaporkan
oleh PT ABC. Seharusnya nomor PEB yang dilaporkan oleh PT ABC pada SPT
Masa PPN sama dengan nomor PEB yang diambil pemeriksa dari database Portal.
Pemeriksa melakukan perbandingan data PEB tersebut bertujuan untuk
memeriksa apakah terdapat PEB yang mungkin belum dilaporkan di SPT Masa
PPN oleh PT ABC. Pada saat pemeriksa membandingkan satu per satu nomor
PEB dari Dirjen Bea Cukai dan SPT Masa PPN ternyata banyak nomor PEB yang
berbeda. Perbedaan-perbedaan nomor PEB tersebut dikoreksi oleh konsultan dari
MUC Consulting Group dan dicari penyebab perbedaannya. Ternyata setelah
dikoreksi, perbedaan nomor PEB tersebut mayoritas disebabkan oleh adanya
kesalahan input nomor PEB oleh karyawan PT ABC. Masalah ini ditemukan baik
untuk pemeriksaan tahun 2010 maupun pemeriksaan tahun 2011.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
56
Universitas Indonesia
Kesalahan yang dilakukan oleh karyawan yang melakukan rekapitulasi,
walaupun terkesan merupakan kesalahan sederhana namun dapat berdampak
banyak bagi proses restitusi PPN PT ABC. Contohnya dalam kasus ini adalah
kesalahan input di mana karyawan PT ABC seharusnya memasukkan nomor PEB,
namun yang dimasukkannya adalah nomor pengajuan. Nomor pengajuan biasanya
terdiri dari 26 digit, misalnya 060100-000011-20090608-000001. Sedangkan
nomor PEB biasanya terdiri dari 3 digit, misalnya 324. Misalnya seharusnya
karyawan PT ABC menginput nomor PEB dengan 324, namun ia menginput
dengan 001. Dengan adanya perbedaan tersebut, pemeriksa akan berpikir bahwa
terdapat ekspor yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN oleh PT ABC. PT
ABC bisa terkena sanksi sebesar 2% berdasarkan pasal 14 ayat 4 Undang-Undang
(UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Pemeriksa akan
menggunakan pasal 14 ayat 4 UU KUP tersebut sebagai argumennya karena
disebutkan bahwa pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak
membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu dan
PKP yang melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur
pajak, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar 2% dari DPP. Solusi untuk masalah ini adalah PT ABC
harus memastikan bahwa hasil rekapitulasi data perpajakan sudah diperiksa ulang.
PT ABC harus memilih karyawan yang terampil dalam menginput data dan
karyawan yang bertugas untuk menginput data perpajakan pun harus dilatih
terlebih dahulu. Sebelum mengajukan permohonan restitusi PPN, PT ABC harus
memastikan bahwa data-data yang diinputnya sudah dievaluasi dan dapat
diandalkan kebenarannya.
4.2.2.3 Re-ekspor Spareparts dan Barang Jadi
Re-ekspor terjadi pada saat ada retur / pengembalian barang yang sudah dibeli
oleh pembeli yang dalam hal ini adalah induk PT ABC, yaitu X Corp.
Pengembalian barang jadi maupun spareparts terjadi karena adanya kerusakan,
sehingga X Corp. akan mengembalikan barang tersebut pada PT ABC dan PT
ABC akan menggantinya dengan barang dan spareparts yang sama atau PT ABC
akan memperbaiki barang dan spareparts tersebut kemudian mengirimnya
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
57
Universitas Indonesia
kembali ke X Corp. Pada saat ekspor yang pertama, PT ABC telah membuat PEB.
Kemudian, pada saat terdapat retur penjualan maupun adanya perbaikan barang,
PT ABC harus membuat PEB lagi. Sehingga akan terkesan terdapat dua transaksi
yang terjadi dengan dua jenis barang yang berbeda. Sehingga untuk transaksi
barang yang sama akan terdapat dua PEB, tetapi revenue yang tercatat hanya satu.
Selain itu, pada saat terjadi re-ekspor tersebut, PT ABC tidak melaporkan masalah
re-ekspor dalam SPT Masa PPN dan PT ABC tidak menyerahkan perincian impor
BKP yang dikembalikan oleh X Corp. Pemeriksa akan menganggap bahwa ada
PEB yang belum dilaporkan oleh PT ABC, sehingga PT ABC akan dikenai sanksi
administrasi berupa denda sesuai dengan pasal 14 ayat 4 UU KUP, yaitu sebesar
2% dari DPP. Sanksi administrasi berupa denda tersebut akhirnya akan
mengurangi jumlah PM yang dapat dikreditkan oleh PT ABC. Sehingga, jumlah
restitusi yang dapat diminta oleh PT ABC pun menjadi berkurang. Karena itu PT
ABC harus menjelaskan mengenai masalah re-ekspor ini kepada pemeriksa pajak.
Masalah terkait re-ekspor spareparts ini terjadi baik pada tahun 2010 maupun
pada tahun 2011. Dalam pembahasan akhir untuk pemeriksaan tahun 2011,
pemeriksa tidak dapat menerima tanggapan PT ABC mengenai masalah re-ekspor
ini dan tetap mempertahankan koreksinya dengan alasan atas re-ekspor barang
maupun spareparts, seharusnya PT ABC melaporkannya di dalam SPT Masa PPN
walaupun bukan sebagai penyerahan BKP. Selain itu, PT ABC juga tidak
menyerahkan perincian ekspor BKP yang dikembalikan oleh X Corp.
Dalam buku besar PT ABC, penggolongan / pembagian jenis revenue-nya
kurang didetail. Sehingga jika terdapat masalah re-ekspor akan sulit untuk
diperiksa atau ditelusuri. Oleh karena itu, solusi untuk masalah ini adalah PT ABC
sebaiknya membuat penggolongan revenue-nya dengan detail, sehingga jika
terdapat masalah yang menyangkut dengan revenue akan mudah untuk ditelusuri.
PT ABC juga harus membuat sistem untuk memeriksa kembali kualitas barang
yang akan diekspor, sehingga re-ekspor bisa diminimalisir atau bahkan
dihilangkan. Selain itu, jika terdapat masalah re-ekspor lagi di tahun-tahun
mendatang, PT ABC harus melaporkannya di SPT Masa PPN dan menyerahkan
perincian ekspor BKP yang dikembalikan, sehingga masalah re-ekspor ini tidak
lagi menjadi penyebab koreksi oleh pemeriksa.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
58
Universitas Indonesia
4.2.2.4 Penyesuaian Harga
Penyesuaian / perubahan harga ini terjadi ketika barang yang sudah dijual oleh PT
ABC ke X Corp. ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta oleh X
Corp. Sehingga, X Corp. meminta pengurangan harga jual atas barang tersebut.
Padahal, PEB atas ekspor barang tersebut sudah dibuat. Pada saat pembuatan
PEB, harga jual yang dicantumkan dalam PEB adalah harga jual pada saat
pengiriman barang tersebut ke X Corp. Namun, setelah barang tersebut sampai di
X Corp. dan ternyata X Corp. merasa tidak puas, X Corp. pun meminta
pengurangan harga dan PT ABC menyetujuinya, sehingga dalam invoice untuk X
Corp., PT ABC akan menggunakan harga setelah adanya penyesuaian / perubahan
harga tersebut. Untuk pencatatan dalam buku besarnya, PT ABC pun
menggunakan harga jual yang tertera dalam invoice. Ketidakcocokan harga jual
dalam PEB dan invoice maupun buku besar ini akan menjadi masalah yang
diangkat oleh pemeriksa. Harga yang tertera dalam PEB dan invoice atau buku
besar seharusnya sama. Pada saat melaporkan SPT Masa PPN-nya, PT ABC pun
melaporkan ekspor tersebut dengan harga jual yang sudah disesuaikan / diubah.
Sehingga jumlah ekspor yang dilaporkan lebih kecil dibandingkan dengan jumlah
ekspor yang tertera pada PEB. Pemeriksa akan menganggap bahwa ada peredaran
usaha PT ABC yang tidak dilaporkan oleh PT ABC, sehingga faktur pajak atau
dalam hal ini PEB, belum dibuat atau dianggap terlambat dibuat. PT ABC tidak
dapat membuktikan bahwa benar telah terjadi perubahan harga karena ada
ketidaksesuaian spesifikasi barang yang diekspor. Sehingga PT ABC akan dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% berdasarkan pasal 14 ayat 4 UU
KUP. Denda tersebut pada akhirnya akan mengurangi jumlah PM yang akan
dimintai restitusinya oleh PT ABC. Masalah penyesuaian harga ini hanya terjadi
pada tahun 2010.
Untuk masalah ini PT ABC seharusnya mempunyai quality control
terhadap semua produk yang diekspornya. PT ABC harus membuat kebijakan
mengenai quality control khususnya untuk Divisi Produksi. Namun, jika memang
masalah penyesuaian / perubahan harga ini terjadi lagi di masa yang akan datang,
PT ABC seharusnya menyiapkan dokumentasi bahwa telah ada penyesuaian /
perubahan harga yang terjadi pada barang yang telah diekspornya. Salah satu
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
59
Universitas Indonesia
caranya adalah dengan meminta laporan dari X Corp. bahwa memang benar telah
terjadi perubahan harga yang diakibatkan adanya ketidaksesuaian spesifikasi pada
barang yang dijual oleh PT ABC.
4.2.2.5 Kesalahan dari PKP Rekanan
Koreksi atas PM yang dapat dikreditkan dari pemeriksa juga disebabkan oleh
adanya faktur pajak yang tidak memenuhi persyaratan formal sesuai dengan pasal
13 ayat 5 UU PPN dan PPnBM. Faktur pajak yang tidak diisi sesuai dengan
ketentuan tersebut mengakibatkan PM-nya tidak dapat dikreditkan. Contohnya,
ada PM PT ABC yang tidak dapat dikreditkan karena kesalahan dalam penulisan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) PT ABC. Kesalahan tersebut merupakan
kesalahan pemasok dari PT ABC atau PKP rekanan. Karena kelalaian PKP
rekanan, jumlah yang dapat direstitusi oleh PT ABC menjadi berkurang.
Seharusnya seluruh faktur PM yang dikreditkan oleh PT ABC sudah memenuhi
persyaratan formal menurut peraturan perpajakan dan faktur PM tersebut juga
sudah dilaporkan oleh PKP rekanan dalam SPT Masa PPN-nya. Masalah yang
disebabkan kesalahan dari PKP rekanan ini terjadi pada tahun 2010 dan 2011.
Solusi untuk masalah ini adalah pada saat karyawan Divisi Keuangan dan
Akuntansi menerima faktur pajak dari PKP rekanan, karyawan tersebut harus
memastikan bahwa faktur pajak tersebut sudah sesuai dengan persyaratan formal
faktur pajak sesuai dengan pasal 13 ayat 5 UU PPN dan PPnBM. Selain
persyaratan formal, PT ABC juga harus memastikan bahwa faktur pajak tersebut
merupakan faktur pajak atas pembelian untuk keperluan operasional perusahaan,
atau disebut sebagai persyaratan material. Ketika karyawan menemukan adanya
kesalahan terkait persyaratan formal faktur pajak, PT ABC harus segera
menghubungi PKP rekanan agar faktur pajak tersebut dapat dikoreksi.
4.2.2.6 Sanksi Kompensasi Masa Pajak Sebelumnya
Sanksi kompensasi masa pajak sebelumnya terjadi karena adanya kelebihan PM
yang sudah dikompensasikan namun ternyata tidak seharusnya dikompensasikan.
Peraturan yang mengatur hal ini adalah pasal 13 ayat 1 dan 3 UU KUP,
disebutkan bahwa apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
60
Universitas Indonesia
mengenai PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih
lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% akan dikenai sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari PPN dan PPnBM yang tidak atau
kurang dibayar. Masalah kompensasi masa pajak sebelumnya ini terjadi pada
tahun 2010. Hal yang terjadi pada PT ABC adalah kelebihan pengkreditan PM
dan PK yang sudah dikompensasikan, ternyata tidak semua faktur PM tersebut sah
dan dapat dikreditkan. Kejadian tersebut terjadi dalam beberapa bulan sehingga,
di akhir tahun pajak, sanksi kenaikan tersebut mengurangi jumlah kelebihan lebih
bayar pajaknya. Sanksi kompensasi ini seharusnya dapat diminimalisir atau
dihilangkan dengan memastikan bahwa semua PM yang dikreditkan oleh PT ABC
memang merupakan PM yang dapat dikreditkan. Untuk menghindari hal ini
seharusnya PT ABC lebih teliti pada saat mengkreditkan PM-nya. Salah satu
caranya adalah memastikan bahwa PM tersebut adalah pembelian untuk
operasional perusahaan, memastikan ke pihak PKP rekanan bahwa faktur pajak
atas pembelian PT ABC sudah dilaporkan, dan faktur pajak tersebut sudah
memenuhi ketentuan formal menurut peraturan perpajakan.
4.2.2.7 PPN Jasa Luar Negeri
Pemanfaatan JKP dan BKP Tidak Berwujud dari luar daerah pabean merupakan
objek PPN sebagaimana ditegaskan dalam pasal 4 ayat 1 huruf d dan huruf e UU
PPN dan PPnBM. Selanjutnya pasal 3A ayat 3 UU PPN dan PPnBM menegaskan
lagi bahwa orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud
dari luar daerah pabean dan / atau yang memanfaatkan JKP dari luar daerah
pabean wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang yang
penghitungan dan tata caranya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. PT
ABC memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean. Jasa
tersebut contohnya berupa service and repairing dan technical guidance. Salah
satu penyebab adanya koreksi dari pemeriksa dan mengurangi jumlah restitusi
PPN yang diterima adalah adanya objek PPN Jasa Luar Negeri yang belum
dilaporkan PT ABC. Masalah ini terjadi pada tahun 2010. Pada bulan Februari
dan September 2010, pemeriksa menganggap bahwa ada service and repairing fee
dan technical guidance fee yang belum dilaporkan PT ABC dalam SPT Masa
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
61
Universitas Indonesia
PPN. Hal tersebut terjadi karena ada perbedaan nilai yang dilaporkan PT ABC
dengan yang ada pada buku besar PT ABC. Pemeriksa menganggap PT ABC
kurang dalam menyetor PPN Jasa Luar Negeri tersebut. Atas koreksi dari
pemeriksa tersebut, PT ABC tidak dapat membantahnya karena PT ABC tidak
dapat membuktikan penyebab perbedaan tersebut dengan memberikan barang
bukti. Seharusnya jumlah fee Jasa Luar Negeri yang dilaporkan oleh PT ABC
sama dengan jumlah fee yang tertera pada invoice maupun buku besarnya. Untuk
masalah ini, PT ABC harus memastikan kesamaan jumlah fee yang akan
dilaporkan dalam SPT Masa PPN dengan jumlah fee yang ada dalam buku besar.
Jika memang ada perbedaan, PT ABC harus menelusuri penyebab perbedaan
tersebut. PT ABC juga harus menyimpan semua bukti-bukti terkait transaksi atas
Jasa Luar Negeri tersebut.
Tabel 4.1. berisi ringkasan permasalahan yang terjadi pada PT ABC terkait
dengan bidang perpajakan dan proses atas permohonan restitusi PPN. Tabel ini
memuat pokok permasalahan, kondisi yang ada atas permasalahan tersebut,
kondisi yang seharusnya, dan rekomendasi yang diberikan untuk PT ABC.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
62
Universitas Indonesia
Tabel 4.1.
Ringkasan Permasalahan yang Terjadi pada PT ABC Terkait Bidang
Perpajakan dan Proses atas Permohonan Restitusi PPN
Pokok
Permasalahan
Kondisi yang Ada Kondisi yang Seharusnya Rekomendasi
Administrasi
terkait
perpajakan
• Keterampilan
SDM yang kurang
memadai, sehingga
sering terjadi
kesalahan dalam
input data
perpajakan.
• Penyimpanan
dokumen yang
tidak rapi,
sehingga PT ABC
mengalami
kesulitan saat
mengumpulkan
dokumen yang
dibutuhkan dalam
proses restitusi.
• Kurangnya
koordinasi antar
divisi terkait
administrasi,
sehingga tidak
semua dokumen
yang diminta
pemeriksa untuk
proses restitusi
• SDM yang ada mampu
menginput semua data
dengan baik dan benar,
khususnya data
perpajakan yang terkait
dengan restitusi.
• Semua dokumen yang
terkait dengan bisnis PT
ABC disimpan dengan
baik dan diatur sesuai
dengan jenisnya. Harus
ada sebuah sistem yang
baik untuk pengarsipan
dokumen ini.
• Antar divisi seharusnya
dapat berkoordinasi
dengan baik dan
bekerja sama dalam
memenuhi semua
dokumen yang
diperlukan dalam
proses pemeriksaan
restitusi PPN.
Bukannya hanya saling
memikirkan
kepentingan masing-
• Memberikan pelatihan
mengenai penggunaan
Microsoft Excel dan
cara-cara agar
menghindari kesalahan
dalam proses input
data. Selain itu
dilakukannya evaluasi
setelah proses input
untuk memastikan data
yang diinput sudah
benar.
• PT ABC membuat
peraturan yang
mewajibkan seluruh
divisi melakukan
dokumentasi dengan
baik. PT ABC juga
membuat sebuah sistem
pengarsipan yang
sesuai untuk seluruh
divisi, khususnya yang
terkait dengan
perpajakan. Misalnya,
dokumen disimpan
menurut transaksinya
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
63
Universitas Indonesia
dapat dipenuhi
dengan baik.
masing divisi saja. dan dipisahkan per
bulan. Satu transaksi
biasanya terdiri dari
beberapa dokumen.
Dokumen-dokumen
tersebut digabungkan
per transaksi sehingga
tidak akan tercecer.
• Memberikan pelatihan
kepada karyawan yang
dapat membuat
karyawan menjadi
dekat satu sama lain
dan juga dapat
memahami filosofi
perusahaan.
Konfirmasi
faktur pajak
• KPP PKP rekanan
keliru dalam
memberikan hasil
konfirmasi faktur
pajak, sehingga
hasil konfirmasi
faktur pajak yang
seharusnya “ada
dan sesuai”
menjadi “tidak
ada”.
• Kesalahan input
nomor PEB
sehingga atas
konfirmasi faktur
pajak, PEB
• KPP PKP rekanan
harus memberikan
konfirmasi dengan jelas
dan benar, serta tidak
memperlama
pemberitahuan
konfirmasi faktur pajak.
• Nomor PEB yang
dilaporkan oleh PT
ABC pada SPT Masa
PPN harusnya sama
dengan nomor PEB
yang diambil pemeriksa
dari database Portal.
• Berkomunikasi dengan
PKP rekanan dan
meminta SPT Masa
PPN PKP rekanan yang
sudah dilaporkan
sebagai bukti ke
pemeriksa bahwa PT
ABC sudah membayar
PPN dan faktur PM
sudah dilaporkan oleh
PKP rekanan.
• Semua hasil
rekapitulasi oleh
karyawan PT ABC,
khususnya nomor PEB,
dievaluasi
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
64
Universitas Indonesia
tersebut dianggap
belum dilaporkan.
kebenarannya.
Re-ekspor
Spareparts
dan Barang
Jadi
Karena adanya re-
ekspor terdapat dua
PEB untuk transaksi
barang yang sama,
sehingga pemeriksa
menganggap ada
PEB yang belum
dilaporkan. Pada saat
terjadi re-ekspor
tersebut, PT ABC
tidak melaporkan
masalah re-ekspor
dalam SPT Masa
PPN dan PT ABC
tidak menyerahkan
perincian ekspor
BKP yang
dikembalikan oleh X
Corp.
• PT ABC seharusnya
melaporkan adanya re-
ekspor dalam SPT
Masa PPN.
• PT ABC seharusnya
memberikan perincian
re-ekspor.
• PT ABC harus
membuat sistem untuk
memeriksa kembali
kualitas barang yang
akan diekspor,
sehingga re-ekspor
bisa diminimalisir atau
dihilangkan.
• Namun, jika memang
re-ekspor tidak dapat
dihindari, PT ABC
harus menyiapkan
semua data terkait re-
ekspor dan ekspor
pertama barang
tersebut, khususnya
untuk proses
pemeriksaan. PT ABC
harus membuar
perinciaan re-ekspor
dan menyerahkannya
pada KPP.
• PT ABC harus
membuat
penggolongan revenue-
nya dengan detail,
sehingga jika terdapat
masalah yang
menyangkut dengan
revenue akan mudah
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
65
Universitas Indonesia
untuk ditelusuri.
Penyesuaian
harga
Adanya penyesuaian
harga karena adanya
barang ekspor yang
tidak sesuai
spesifikasi. Sehingga
harga yang tertera
dalam PEB dan
invoice atau buku
besar PT ABC
menjadi berbeda.
Harga yang tertera dalam
PEB dan invoice atau
buku besar seharusnya
sama.
• PT ABC harus
mengusahakan untuk
mengurangi terjadinya
penyesuaian /
perubahan harga.
Caranya adalah dengan
meningkatkan quality
control terhadap semua
barang yang
diproduksi. PT ABC
harus membuat
kebijakan mengenai
quality control tersebut
untuk Divisi Produksi.
• Jika penyesuaian harga
tidak dapat dihindari,
PT ABC harus
meminta laporan dari
X Corp. bahwa telah
terjadi perubahan
harga, sebagai bahan
bukti ke pemeriksa.
Kesalahan
dari PKP
rekanan
Faktur PM dari PKP
rekanan tidak
memenuhi
persyaratan formal
untuk melakukan
pengkreditan pajak.
Seluruh faktur PM yang
dikreditkan oleh PT ABC
sudah memenuhi
persyaratan formal dan
materialnya.
• Karyawan Divisi
Keuangan dan
Akuntansi harus
memastikan bahwa
faktur pajak yang
diterima dari PKP
rekanan sudah sesuai
dengan persyaratan
formal faktur pajak
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
66
Universitas Indonesia
dan materialnya.
• Ketika karyawan
menemukan adanya
kesalahan terkait
persyaratan formal
faktur pajak, PT ABC
harus segera
menghubungi PKP
rekanan agar faktur
pajak tersebut dapat
dikoreksi.
Sanksi
kompensasi
masa pajak
sebelumnya
Adanya kelebihan
PM yang sudah
dikompensasikan
namun ternyata tidak
seharusnya
dikompensasikan.
Sehingga ada koreksi
dari pemeriksa dan
PT ABC dikenakan
sanksi berupa
kenaikan sebesar
100% dari PPN yang
tidak atau kurang
dibayar.
Sanksi kompensasi ini
seharusnya dapat
diminimalisir atau
dihilangkan dengan
memastikan bahwa semua
PM yang dikreditkan oleh
PT ABC memang PM
yang dapat dikreditkan.
Memeriksa bahwa PM
yang dikreditkan PT ABC
adalah PM yang dapat
dikreditkan dengan cara
memastikan bahwa PM
tersebut adalah pembelian
untuk operasional
perusahaan, faktur PM
sesuai dengan persyaratan
formal, dan faktur PM
tersebut sudah dilaporkan
oleh PKP rekanan dalam
SPT Masa PPN.
PPN Jasa
Luar Negeri
Adanya perbedaan
jumlah fee atas Jasa
Luar Negeri yang
dilaporkan PT ABC
dalam SPT Masa
PPN dengan invoice
dan buku besarnya.
Seharusnya jumlah fee
atas Jasa Luar Negeri
yang dilaporkan PT ABC
dalam SPT Masa PPN
sama dengan buku
besarnya atau invoice-nya.
Atas fee yang dibayarkan
• PT ABC harus
memastikan kesamaan
jumlah fee akan
dilaporkan dalam SPT
Masa PPN dengan
jumlah fee yang ada
dalam invoice dan
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
67
Universitas Indonesia
Sehingga pemeriksa
menganggap ada
PPN Jasa Luar
Negeri yang belum
disetor dan
dilaporkan.
PT ABC tersebut, PT
ABC harus memungut,
menyetor, dan melaporkan
PPN-nya ke KPP.
buku besar.
• Jika memang ada
perbedaan, PT ABC
harus menelusuri
penyebab perbedaan
tersebut.
• PT ABC harus
menyimpan semua
bukti-bukti terkait
transaksi atas Jasa
Luar Negeri tersebut.
Sumber: Diolah oleh Penulis
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
68
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan magang ini adalah:
1. Proses restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PT ABC sudah sesuai dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara
Pemeriksaan.
2. Ada beberapa masalah yang terjadi dalam proses restitusi PPN dan
menyebabkan berkurangnya jumlah restitusi PPN yang diterima oleh PT ABC.
• Tidak teraturnya dokumentasi dan pengarsipan terkait dokumen
perpajakan PT ABC yang terkait dengan proses restitusi PPN. Seharusnya
PT ABC membuat peraturan yang jelas pada semua divisi untuk
melakukan dokumentasi atau pengarsipan dengan baik dan rapi.
• Ditemukannya perbedaan nomor Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)
antara data di SPT Masa PPN dan data milik Dirjen Bea dan Cukai pada
saat pemeriksa melakukan pertukaran data informasi melalui Portal.
Pemeriksa menganggap perbedaan tersebut dikarenakan ada PEB yang
belum dilaporkan oleh PT ABC, sehingga PT ABC dikenai sanksi. PT
ABC seharusnya memastikan bahwa hasil rekapitulasi data perpajakan
sudah diperiksa ulang. Selain itu, PT ABC juga harus memilih karyawan
di bidang administrasi yang terampil dalam pekerjaannya.
• Adanya re-ekspor spareparts dan barang jadi. Karena adanya re-ekspor,
PEB atas transaksi barang yang sama jadi mempunyai dua PEB dan
pemeriksa menganggap ada PEB yang belum dilaporkan oleh PT ABC,
sehingga PT ABC dikenai sanksi. PT ABC seharusnya melaporkan re-
ekspor tersebut di SPT Masa PPN dan menyerahkan perincian impor
Barang Kena Pajak (BKP) yang dikembalikan.
• Adanya penyesuaian atau perubahan harga setelah PEB dibuat karena
adanya ketidaksesuaian spesifikasi produk sesuai yang diinginkan X Corp.
Pemeriksa akan menganggap bahwa ada peredaran usaha PT ABC yang
tidak dilaporkan oleh PT ABC, sehingga PEB belum dibuat atau dianggap
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
69
Universitas Indonesia
terlambat dibuat. PT ABC seharusnya menyiapkan dokumentasi misalnya
dengan meminta laporan dari X Corp. bahwa memang benar telah terjadi
perubahan harga.
• Adanya kesalahan dari PKP rekanan yang membuat faktur PM PT ABC
tidak dapat dikreditkan. PT ABC seharusnya memeriksa persyaratan
formal dan material faktur pajak ketika faktur pajak tersebut diterima oleh
PT ABC dari PKP rekanan.
• Adanya kesalahan jumlah kompensasi dalam masa pajak sebelumnya yang
diakibatkan tidak semua faktur PM PT ABC sah dan dapat dikreditkan. PT
ABC seharusnya lebih teliti pada saat mengkreditkan PM-nya dan
memastikan kepada PKP rekanan bahwa faktur pajaknya sudah dilaporkan
di SPT Masa PPN.
• Adanya sanksi atas PPN atas Jasa Luar Negeri yang dimanfaatkan oleh PT
ABC. Sanksi tersebut dikenakan karena pemeriksa menganggap bahwa
ada service and repairing fee dan technical guidance fee yang belum
dilaporkan PT ABC dalam SPT Masa PPN. PT ABC seharusnya
memastikan kesamaan jumlah fee yang akan dilaporkan dalam SPT Masa
PPN dengan jumlah fee yang ada dalam buku besar dan PT ABC juga
harus menyimpan semua bukti-bukti terkait transaksi atas Jasa Luar Negeri
tersebut.
5.2 Saran
Saran untuk PT ABC adalah:
Dalam ruang lingkup internal PT ABC:
• Membuat kebijakan perusahaan mengenai kewajiban melakukan
pengarsipan dengan baik.
• Dalam hal SDM di bidang administrasi, PT ABC harus memberikan
pelatihan mengenai penggunaan komputer dan input data yang baik dan
benar dan juga memberikan pelatihan dan sosialisasi agar koordinasi antar
divisi bisa berjalan dengan lancar.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
70
Universitas Indonesia
Dalam ruang lingkup eksternal PT ABC:
• Selektif dalam memilih PKP rekanan dan melakukan komunikasi yang
baik dengan PKP rekanan khusunya terkait masalah faktur PM PT ABC.
• Membina hubungan yang baik dengan pemeriksa dan siap sedia dalam
memberikan barang bukti pendukung dalam proses pemeriksaan,
khususnya terkait masalah re-ekspor dan penyesuaian harga.
• Melakukan komunikasi yang intensif dengan induk PT ABC, yaitu X
Corp., khususnya jika terjadi permasalahan mengenai re-ekspor dan
penyesuaian harga.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
71
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Direktorat Jenderal Pajak. (2012, September 19). Mengenal Lebih Dekat Pajak
Pertambahan Nilai. http://www.pajak.go.id/content/mengenal-lebih-dekat-
pajak-pertambahan-nilai
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2012 tentang Pedoman
Penggunaan Metode dan Teknik Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk,
Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam
Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata
Cara Pembatalan Faktur Pajak.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-27/PJ/2011 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2010
tentang Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan
Faktur Pajak.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara
Pemeriksaan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.011/2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 Tentang Nilai Lain
sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010 tentang PKP Berisiko
Rendah yang Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara
Pengembalian Kelebihan PPN dan PPnBM.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan
Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013
72
Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan
Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan
Pembayaran Pajak.
Setiono, Ari. (2008). Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (Studi kasus PT XYZ).
Laporan Magang Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sukardji, Untung. (2012). Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia.
Jakarta: Rajawali Pers.
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-10/PJ.52/2006 tentang Perekaman SPT
Masa PPN, Konfirmasi Faktur Pajak, dan Langkah-Langkah Penanganan
Restitusi dalam Rangka Pengamanan Penerimaan PPN.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP).
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Waluyo. (2010). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Analisis proses..., Ghiki Lestari, FE UI, 2013