analisis kebijakan implementasi program pemberdayaan masyarakat...

85
LAPORAN AKHIR ANJAK TA. 2015 ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PEDESAAN Tim Peneliti: Kurnia Suci Indraningsih Herman Supriadi Bambang Prasetyo Chairul Muslim PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015

Upload: tranthuan

Post on 23-May-2018

224 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

LAPORAN AKHIR ANJAK TA. 2015

ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT PEDESAAN

Tim Peneliti:

Kurnia Suci Indraningsih

Herman Supriadi Bambang Prasetyo

Chairul Muslim

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN 2015

Page 2: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam perekonomian nasional sektor pertanian memiliki peran dalam

pembentukan PDB, penyediaan lapangan kerja dan sumber pendapatan

masyarakat terutama di wilayah perdesaan, pengentasan kemiskinan, perolehan

devisa melalui ekspor produk-produk unggulan, serta penciptaan ketahanan

pangan nasional. Kementerian Pertanian menetapkan program-program,

kebijakan-kebijakan, pengaturan, standar, dan norma yang terkait dengan

program nasional pembangunan pertanian. Program pembangunan pertanian

dijabarkan dalam bentuk kegiatan dengan memperhatikan resource endowment

berupa sumber daya alam, manusia, kapital, teknologi, kondisi internal dan

eksternal peraturan, perkembangan, keterbatasan peran, dan kewenangan

(Mayrowani, 2012).

Pemerintah telah banyak mencanangkan program parsial sektoral untuk

mendorong pembangunan perekonomian masyarakat perdesaan. Program atau

proyek yang digulirkan secara umum berupa bantuan fisik kepada masyarakat,

seperti sarana irigasi, pembangunan sarana air bersih, mesin pompa, dan sarana

produksi pertanian. Sebagian besar proyek dalam kenyataannya tidak mencapai

tujuan yang maksimal dan tidak berkelanjutan. Menurut Rahayu (2006) dalam

Darwis dan Rusastra (2011) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

kegagalan program atau proyek tersebut, antara lain: (1) ketidaktepatan antara

kebutuhan masyarakat dengan bantuan yang diberikan, (2) paket proyek tidak

dilengkapi dengan keterampilan yang mendukung, (3) tidak ada kegiatan

monitoring yang terencana, (4) tidak ada kelembagaan di tingkat masyarakat yang

mendukung keberlanjutan proyek.

Bachrein (2010) juga mengungkapkan bahwa kegiatan pemberdayaan

masyarakat desa dilaksanakan secara parsial sektoral dengan membentuk

kelembagaan baru. Kelembagaan baru ini bersifat top down, sehingga merusak

tatanan kelembagaan yang ada dan keberlanjutan kelembagaan baru tersebut

umumnya rendah. Desa dan masyarakat diposisikan sebagai obyek pembengunan

Page 3: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

2

dengan tingkat partisipasi masyarakat yang sangat rendah. Kondisi ini

menyebabkan sikap apatis masyarakat perdesaan, karena dinilai kurang kompeten

untuk mengelola desanya sendiri. Ego sektoral dari berbagai lembaga dalam

pelaksanaan pembangunan di perdesaan juga menghilangkan faktor sinergitas

dan keterpaduan, sehingga tidak hanya terkesan tumpang tindih, tetapi juga

keefektifan dan efisiensi dalam implementasinya sangat rendah.

Di sisi lain Bachrein (2010) juga menilai bahwa keberhasilan implementasi

suatu program, salah satunya sangat ditentukan oleh perencanaan matang yang

mampu menjawab permasalahan dan mengantisipasi peluang, serta tantangan

yang muncul secara cermat, dan dalam prosesnya dilaksanakan secara partisipatif

dengan melibatkan seluruh stakeholders, termasuk masyarakat dan aparat desa.

Berdasarkan uraian di atas, kajian ini dinilai penting untuk mencermati

program-program Kementerian Pertanian yang telah dilaksanakan dalam kurun

waktu sepuluh tahun terakhir yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat

perdesaan.

1.2. Tujuan Kajian

Tujuan umum dari kajian ini adalah merumuskan rekomendasi alternatif

kebijakan program pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam rangka

pencapaian kesejahteraan petani.

Tujuan khusus kajian ini adalah:

1. Mengidentifikasi program pemberdayaan yang diimplementasikan Kementerian

Pertanian.

2. Menganalisis kelebihan dan kelemahan program pemberdayaan yang

diimplementasikan Kementerian Pertanian.

1.3. Keluaran Kajian

Keluaran umum dari kajian ini adalah rumusan rekomendasi alternatif

kebijakan program pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam rangka

pencapaian kesejahteraan petani.

Page 4: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

3

Keluaran khusus kajian ini adalah:

1. Hasil identifikasi program pemberdayaan yang diimplementasikan Kementerian

Pertanian.

2. Hasil analisis kelebihan dan kelemahan program pemberdayaan yang

diimplementasikan Kementerian Pertanian.

1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak Kajian

Penerima manfaat dari kegiatan ini adalah para pemangku kepentingan

untuk lebih memahami kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi

program-program pembangunan pertanian yang terkait dengan pemberdayaan

masyarakat perdesaan.

Dampak yang diharapkan dari kajian ini adalah proses pembelajaran dari

implementasi program pembangunan pertanian yang telah berjalan untuk

merancang program mendatang, sehingga tidak terulang kelemahan-kelemahan

yang sama.

Page 5: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pemberdayaan Masyarakat Petani

Semua pembangunan pada hakekatnya ditujukan untuk masyarakat, tetapi

sebagai metode, pembangunan masyarakat mempunyai karakteristik tersendiri.

Pembangunan masyarakat tidak saja dimaksudkan untuk membina hubungan dan

kehidupan setiap orang untuk hidup bermasyarakat, melainkan juga untuk

membangun masyarakat karena setiap masyarakat mempunyai kekuatan sendiri

yang disebut community power oleh Nelson W. Polsby dalam bukunya The

International Encyclopedia of the Social Sciences (1972, dalam Ndraha, 1990)

misalnya kerukunan, keakraban, solidaritas dan kebersamaan. Suatu masyarakat

bisa kehilangan kekuatannya jika masyarakat itu mengalami community

disorganization. Untuk itu community development atau pembangunan

masyarakat perlu dilakukan.

Tugas membangun suatu masyarakat bukan suatu pekerjaan yang mudah.

Pekerjaan ini mensyaratkan integritas yang tinggi, ketaatan pada komitmen,

sehingga sebagai community development workers diperlukan sikap,

pengetahuan, ketrampilan, nilai-nilai dan teknologi yang tepat untuk dapat

mengantarkan pada terbentuknya organisasi masyarakat yang efektif yang

mampu menyesuaikan diri pada perkembangan kebutuhan masyarakat (Andreas,

1988). Pembangunan masyarakat di Indonesia memegang peranan penting,

karena hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia

seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.

Goodin (dalam Adi, 2003) melihat bahwa kebutuhan tidak selalu bersifat

absolut. Kebutuhan mempunyai dua komponen yang perlu diperhatikan, yaitu (1)

Prioritas, pihak yang memiliki otoritas harus mengarahkan bila terjadi konflik

antara memuaskan keinginan masyarakat dan memenuhi kebutuhan masyarakat,

yang perlu diusahakan adalah memenuhi kebutuhan masyarakat, bukan keinginan

masyarakat; serta (2) Kerelatifan, kebutuhan bersifat relatif dan sangat

bergantung pada unsur waktu, tempat dan lingkungan sosial.

Page 6: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

5

Dalam pembangunan masyarakat juga dikenal metode kaji tindak (action

research). Kaji tindak merupakan pengujian terhadap formulasi teoritis yang telah

disiapkan secara matang, dimana pengujiannya langsung diterapkan pada

masyarakat dalam sasaran yang terbatas. Oleh karena itu sekurang-kurangnya

terdapat enam jenis pendekatan dalam kaji tindak, yaitu kaji tindak formatif,

perbaikan sistem (system improvement), penyelesaian masalah (problems

solving), analisis model (model analysis), peran serta (participatory), dan

kesadaran kritis (critical corporate self-consciousness).

Pemecahan masalah adalah jenis kaji tindak berupa intervensi dalam

hubungannya dengan masalah spesifik masyarakat yang bermanfaat untuk

membantu masyarakat memecahkan masalah. Analisis model adalah jenis kaji

tindak yang ditujukan untuk membuat model-model yang didasarkan pada asumsi

tentang masalah, kekuasaan masyarakat dan lain-lain, bermanfaat untuk

membentuk kesadaran untuk memilih model, menggabungkannya dan membuat

tahapan-tahapan. Peran serta (partisipatif) merupakan jenis kaji tindak yang

bertujuan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat untuk meneliti sendiri

tentang topik yang berkaitan dengan kepentingan mereka, bermanfaat untuk

meningkatkan kesadaran untuk melakukan aksi. Sementara itu kesadaran kritis

bertujuan untuk membangkitkan empati terhadap perbedaan yang ada untuk

menuju pada kesadaran baru, bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran

minoritas, masyarakat alternative dan budaya yang berbeda.

Basuno et al. (2005) mengemukakan bahwa dari hasil penelitian yang

dilakukan mengenai Pemberdayaan Masyarakat secara Partisipatif melalui Kaji

Tindak (Action Research) di Provinsi Jawa Barat menggunakan metode

pemecahan masalah dan peran serta yang berkaitan erat dengan konteks

pemberdayaan masyarakat. Beberapa tahapan yang harus dilalui untuk melakukan

kaji tindak pemecahan masalah (Stinson dalam Basuno et al., 2005) adalah

sebagai berikut:

1. Identifikasi masalah, apa yang mendasari masalah tersebut? Persepsi khusus

apakah yang ada di belakang asumsi-asumsi masalah?

Page 7: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

6

2. Studi, karena tidak mngkin semua aspek dapat diuji, maka aspek manakah

yang akan dipilih? (misalnya: sejarah, struktur, dampak, letak kekuasaan,

komitmen organisasi, peran warga). Apakah data yang jika dipertimbangkan

akan mengubah definisi dari masalah?

3. Analisis, jenis interpretasi apa yang diberikan terhadap data? Adakah dugaan

yang mempengaruhi tekanan organisasi? Analisis struktural melihat masalah

seperti kurang kesempatan, orientasi pelayanan melihat masalah dalam arti

kegagalan identifikasi awal, perlakuan, alat kontrol, fasilitas, sumberdaya,

komitmen partisipasi cenderung mendefinisikan kembali penerima pelayanan.

4. Pembangunan sasaran, apakah sasaran dari organisasi-organisasi lain dan

kemungkinan mereka berkompetisi dan konflik? Dapatkah organisasi

mengumpulkan kekuasaan yang cukup untuk memenuhi harapan sasaran?

5. Perencanaan, apakah strategi merupakan salah satu dari perubahan sosial

(social change) atau memelihara sosial (social maintenance)? Apakah

keputusan dibuat oleh kalangan elit atau dengan cara partisipatif? Berdasarkan

hal ini, apakah taktiknya relevan?

6. Intervensi, perhatian apakah yang diberikan kepada masing-masing

pengorganisasian, antar dan intra pengorganisasian? Siapakah yang

mempengaruhi? Apa metodenya?

7. Evaluasi, apakah aksi segera membawa organisasi dalam pencapaian tujuan?

Apakah tujuannya bersifat jangka panjang? Bagaimana penguatan atau

pelemahan organisasi itu sendiri?

Prinsip-prinsip kunci dalam kaji tindak jenis peranserta atau partisipatif

partisipatif (Stinson, dalam Basuno et al., 2005) adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat harus terlibat dalam seluruh proses penelitian, dari formulasi

masalah sampai dengan diskusi tentang bagaimana mencari penyelesaian

masalah dan menginterpretasikan penemuan-penemuan.

2. Tim peneliti harus merupakan gabungan dari semua elemen yang membawa

perubahan.

Page 8: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

7

3. Proses penelitian harus dilihat sebagai bagian dari pengalaman pendidikan

yang berusaha membangun kebutuhan masyarakat dan meningkatkan

kesadaran serta komitmen masyarakat.

4. Proses harus dipandang sebagai proses dialektik, dialog sepanjang waktu dan

tidak dalam bentuk gambaran statis dari satu titik waktu.

5. Obyek harus menjadi pembebasan potensi kreatif manusia dan pemobilisasian

sumberdaya manusia untuk pemecahan masalah sosial.

Sebagian besar tahapan-tahapan dan prinsip kaji tindak, baik jenis

pemecahan masalah maupun peran serta sebenarnya sudah dapat diakomodasi

dalam teknik participatory rural appraisal (PRA), yaitu metode untuk mendapatkan

deskripsi perdesaan atau lokasi dengan melibatkan masyarakat setempat secara

penuh. Metode ini tidak berhenti pada penilaian (appraisal) mengenai deskripsi

perdesaan, namun selanjutnya digunakan untuk perencanaan bahkan evaluasi.

Tekanan yang perlu diberikan untuk tujuan identifikasi kaji tindak jenis

pemecahan masalah adalah pengamatan yang lebih mendalam. Oleh karena itu,

dalam tahapan pelaksanaan kaji tindak jenis pemecahan masalah yang terdiri dari

identifikasi masalah, studi dan analisis harus mendapat perhatian khusus sebelum

melaksanakan penerapan di masyarakat.

Pelaksanaan dan implementasi program-program pembangunan pertanian

selama ini masih banyak bermasalah. Tidak jelas di mana sebenarnya letak

kegagalan sebuah program. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah sudah tepat

rumusan strategi dan program yang dicanangkan pemerintah dalam membangun

pertanian? Apakah program-program tersebut memang ada atau tidak ada, dan

kalau ada bagaimana rincian program itu di daerah sebagai pelaksana (atau

penonton)? Apakah program-program itu berjalan efektif sebagai simpul

pendorong pembangunan? Apakah program-program itu dapat dilaksanakan

secara teknis dan bagaimana dampaknya terhadap produksi, produktivitas,

pendapatan petani dan perubahan struktur pengusahaan? Apakah kondisi

ekonomi makro dan kebijakan pemerintah secara umum memberikan dukungan

terhadap keberhasilan program-program tersebut? Jawaban dari pertanyaan-

pertanyaan ini akan merupakan bahan yang bermanfaat dalam membuat rumusan

Page 9: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

8

program pembangunan yang lebih tajam, lebih rinci dan tepat sasaran (Yusdja et

al., 2007).

2.2. Hasil-hasil Penelitian terkait Pemberdayaan Masyarakat Petani

2.2.1. DPM LUEP

Program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM

LUEP) yang telah berjalan sejak tahun 2003, merupakan kegiatan pemberian dana

talang kepada LUEP untuk membeli Gabah dengan harga yang ditetapkan

pemerintah. Dana talang ini harus dikembalikan kepada pemerintah tanpa bunga.

Dengan demikian DPM hanya efektif jika di daerah pembelian gabah terjadi harga

yang lebih rendah dari HPP. Pada dasarnya, memang pemberian DPM hanya pada

wilayah produksi padi yang sering menerima harga gabah lebih rendah dari 3

ketetapan pemerintah terutama pada musim panen. Namun demikian, tidak jelas,

kriteria yang digunakan bagaimana DPM sebesar Rp. 395 milyar pada tahun 2007

dibagikan kepada berbagai kabupaten di seluruh provinsi di Indonesia. Apakah

wilayah-wilayah penerima DPM yang tersebar luas itu memiliki kondisi harga

gabah di bawah HPP? (Yusdja et al., 2007).

LUEP sebagai perantara pemerintah dalam membeli gabah petani sebagian

besar berbentuk usaha dagang dan sebagian dalam bentuk usaha penggilingan

gabah (ricemilling). Terdapat sebagian kecil kelompok tani dan KUD. Dengan

demikian, LUEP mitra pemerintah tidak lain adalah lembaga-lembaga ekonomi

perdesaan yang sebenarnya merupakan usaha komersil. Dengan demikian, sifat

usaha mencari profit memang tidak dapat dihindarkan. Pemerintah berharap,

bahwa LUEP akan memperoleh keuntungan melalui tingkat bunga jika seandainya

DPM disimpan dibank, namun akan tetap medapat keuntungan, karena LUEP

dapat menjual gabah atau beras dari petani pada tingkat harga yang sama yang

terjadi di pasar dan LUEP karena harga bahan bakunya zero (karena DPM).

Namun pada kenyataannya, sebagian besar dari LUEP di Jawa Timur diindikasikan

mengalami kerugian. Menjadi pertanyaan apakah LUEP ini merekayasa laporan?

Jika tidak demikian, apa yang mendorong LUEP terus menerima DPM? (Yusdja et

al., 2007).

Page 10: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

9

Dampak DPM terhadap harga gabah yang diterima petani hanya berlaku

sesaat pada saat panen. Namun jika diukur tingkat harga yang diterima petani

pada sepanjang tahun–karena petani menjual gabah sebagian-sebagian pada saat

tertentu-ternyata harga yang diterima petani berada di bawah HPP. Dengan

demikian dapat dikatakan DPM LUEP tidak efektif dalam melindungi harga yang

diterima petani. Untuk meningkatkan keberhasilan DPM LUEP sebaiknya dilakukan

identifikasi yang intensif tentang perkembangan harga gabah sepanjang tahun

pada setiap wilayah (kabupaten) sentra produksi. Dengan menggunakan informasi

dari identifikasi inimaka penyerahan DPM LUEP dapat terjadi pada lokasi yang

tepat dan pada waktu yang tepat. Ketepatan lokasi dan waktu penyerahan DPM

merupakan kunci utama suksesnya DPM LUEP.

Dalam kerangka mendapatkan bentuk kelembagaan LUEP yang bagaimana

yang terbaik bagi pemerintah berdasarkan lokasi maka dilakukan hal-hal sebagai

berikut: Menerapkan pembuatan pembukuan khusus penggunaan DPM sebagai

syarat menjadi LUEP. Pendistribusian DPM LUEP dengan berbagai pola dan

dengan berbagai bentuk kelembagaan LUEP, sehingga dapat dipelajari pola mana

yang terbaik dan bentuk kelembagaan bagaimana yang layak. Disarankan supaya

minimal LUEP dalam satu kabupaten melakukan kerjasama pembelian gabah

karena toh harga sudah ditetapkan peranan oligopsoni menjadi mandul tetapi

manfaat kerjasama akan meningkat. Dalam arti kata jika suatu LUEP dalam

daerah tertentu mengalami kekurangan dana DPM sedangkan LUEP lain

mempunyai kelebihan, maka dapat dibangun jaringan kerjasama yang saling

menguntungkan diantara mereka.

2.2.2. Subsidi Benih Jagung

Program subsidi benih jagung yang diawali pada tahun 2006 dan akan terus

dilanjutkan pada tahun 2007 perlu dicermati lebih intensif khsususnya dalam

pelaksanaannya. Banyak masalah yang terjadi di lapang, baik masalah kebijakan

yang diterapkan maupun masalah teknis yang dihadapi. Salah satu kebijakan

daerah yang bertentangan dengan kebijakan pusat adalah mewajibkan petani

membayar besaran subsidi yang diterimanya kepada Kelompok Tani. Dana

Page 11: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

10

pembayaran kembali menjadi milik Koptan yang dapat digunakan untuk

memberdayakan dirinya misalnya membeli rice huller. Kebijakan ini menekankan

bahwa subsidi hanya berlaku pada tingkat koptan bukan petani. Walaupun

kenyataan di lapang kebijakan daerah ini tidak berlaku efektif namun perlu

dipertimbangkan oleh pemerintah pusat dalam kerangka pengembangan

kelompok tani (Yusdja et al., 2007).

Dampak subsidi benih terhadap produksi, produktivitas dan pendapatan

petani sangat bervariasi yang masing-masing ditentukan oleh penerimaan subsidi

benih yang tepat waktu, mutu dan jumlahnya, perubahan cuaca, terutama

kekeringan. Praktek budidaya yang tidak mengalami perubahan dari tradisional ke

cara-cara yang sesuai dengan budidaya jagung hibrida. Jumlah benih jagung yang

diterima petani dibatasi hanya 1 hektar supaya sebagian besar petani memperoleh

subsidi (pemerataan), sebagai akibatnya petani tidak mungkin memperluas usaha

4 penanaman dan kelompok tani tidak siap menyalurkan benih kepada petani

sehingga benih subsidi tidak dapat digunakan (Yusdja et al., 2007).

Subsidi benih diberikan langsung atau tidak langsung kepada petani

bukanlah masalah pokok bagi petani. Apapun caranya, subsidi memastikan bahwa

petani mendapat benih secara cuma-cuma. Namun demikian, pemberian subsidi

kepada petani diperkirakan oleh pemerintah daerah tidak mendidik dan hanya

memanjakan petani. Pemerintah daerah merasa sangat kuatir, apa yang terjadi

jika subsidi dari pemerintah pusat tidak ada lagi. Pemerintah daerah tidak

mempunyai semangat penuh mensukseskan kegiatan subsidi ini. Oleh karena itu,

pemberian subsidi haruslah sedemikian rupa, sehingga pada saat subsidi

ditiadakan, ekonomi petani telah menjadi kuat secara mandiri.

Pengalaman memperlihatkan pelaksanaan subsidi benih menghadapi

berbagai masalah teknis di lapang sehingga target penyaluran subsidi tidak dapat

dipenuhi. Pengamatan di lapang memperlihatkan bahwa permasalahan teknis

yang muncultersebut merupakan konsekuensi dari sistem subsidi yang diatur dari

pusat atau bersifat top down. Sistem top down relatif tidak mempertimbangkan

kondisi penerima subsidi (petani) secara intensif. Dengan demikian, permasalahan

ini tidak bisa dihindarkan kecuali merubah pola top down menjadi pola moderat.

Page 12: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

11

Penyaluran subsidi benih yang ideal adalah bagaimana benih sampai

ditangan petani tepat pada saat ia membutuhkannya. Konsekuensi dari

penyaluran seperti itu adalah pemerintah menempatkan petani sebagai bahan

pertimbangan utama dalam menyalurkan benih subsidi. Apa yang telah terjadi

adalah pemerintah terkesan memaksakan penyaluran dengan mengunakan

pertimbangan-pertimbangan yang bersifat general. Seharusnya, pemerintah

memahami benar tingkah laku petani, sehingga penyaluran subsisidi dapat

dilakukan spesifik petani. Tentu hal ini sangat ideal, namun secara normatif

kesanalah arah kebijakan penyaluran itu (Yusdja et al., 2007).

2.2.3. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Konsep, Kebijakan, dan Program Aksi

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang

diluncurkan oleh pemerintah tahun 2007 dimaksudkan untuk meningkatkan

efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja di

perdesaan. Melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya

penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap

perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses

pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, dapat

ditumbuh-kembangkan sehingga masyarakat bukan sebagai obyek melainkan

sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan (Bappeda Tegal, 2015).

Sumber dana PNPM berasal dari anggaran Pusat (APBN), anggaran daerah

(APBD), swadaya masyarakat, partisipasi dunia usaha swasta dalam bentuk

Corporate Social Responsibility (CSR), dan sumber lain yang tidak mengikat

(Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, 2014).

Mulai tahun 2008 PNPM Mandiri diperluas dengan melibatkan Program

Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) untuk

mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya.

PNPM Mandiri diperkuat dengan berbagai program pemberdayaan masyarakat

yang dilaksanakan oleh berbagai departemen/sektor dan pemerintah daerah.

Pelaksanaan PNPM Mandiri diprioritaskan pada desa-desa tertinggal.

Page 13: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

12

Cakupan pembangunan melalui pengintegrasian berbagai program

pemberdayaan masyarakat ke dalam kerangka kebijakan PNPM Mandiri,

diharapkan dapat diperluas hingga ke daerah-daerah terpencil dan terisolir.

Kegiatan yang selama ini sering tumpang tindih antar proyek diharapkan dapat

berjalan efektif dan efisien. Mengingat proses pemberdayaan pada umumnya

membutuhkan waktu 5-6 tahun, maka PNPM Mandiri akan dilaksanakan sekurang-

kurangnya hingga tahun 2015. Hal ini sejalandengan target waktu pencapaian

tujuan pembangunan milenium atau Millennium Development Goals (MDGs).

Pelaksanaan PNPM Mandiri yang berdasar pada indikator-indikator keberhasilan

yang terukur akan membantu Indonesia mewujudkan pencapaian target-target

MDGs tersebut.

Implementasi

Kegiatan yang dibiayai oleh program BLM PNPM antara lain adalah yang

manfaatnya langsung untuk masyarakat/rumah tangga miskin di perdesaan,

meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat, dapat dikerjakan oleh

masyarakat dengan sumber daya yang ada, memiliki potensi berkembang dan

berkelanjutan, serta mendukung kualitas lingkungan hidup. Jenis-jenis kegiatan

yang dibiayai program PNPM meliputi kegiatan pembangunan sarana prasarana,

pelatihan ketrampilan usaha, dan simpan pinjam (Direktorat Pemberdayaan

Masyarakat dan Desa, 2014).

Hasil evaluasi program

Program pengentasan kemiskinan seperti PNPM Mandiri yang ditangani

oleh multi-kementerian masih tetap memperagakan model kebijakan yang tidak

koordinatif dan parsial, baik dalam hal aturan, acuan, kriteria penerima manfaat,

dan pengelolaannya. Praktis, implementasi program pengentasan kemiskinan

belum juga lepas dari persoalan-persoalan usang seperti: egosektoral,

overlapping , ambiguitas, konflik struktural, dan konflik horisontal di kalangan

masyarakat. Partisipasi masyarakat belum merupakan partisipasi yang muncul dari

kesadaran kolektif warga, namun masih sebatas partisipasi pasif yang

mengandalkan bantuan proyek. Minimnya ruang keterlibatan dalam perencanaan

Page 14: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

13

program ini menyebabkan masyarakat tidak termotivasi untuk berpartisipasi

secara aktif.

Guna menunjang partisipasi warga miskin dalam pengelolaan sumber-

sumber ekonomi produktif, maka proses desentralisasi harus segera dilakukan.

Proses desentralisasi itu mencakup: desentralisasi pengelolaan sumber-sumber

ekonomi produktif di setiap daerah; desentralisasi program pengentasan

kemiskinan oleh pemerintah daerah dengan mengoptimalkan pemanfaatan

sumber-sumber ekonomi produktif yang dimiliki masyarakat; desentralisasi

pengelolaan data basis kemiskinan dengan memperhitungkan penjaringan data

kemiskinan secara bottom-up, partisipatif, dan tidak biaselit. Untuk agenda itu,

Pemerintah Pusat perlu melakukan fungsi pengawasan terhadap seluruh proses

desentralisasi tersebut dengan tetap menghormati prinsip-prinsip subsidiaritas

(Widyanta, 2013).

2.2.4. Sistem Usahatani Berbasis Padi Berwawasan Agribisnis (SUTPA)

Konsep, Kebijakan, dan Program Aksi

Dalam upaya meningkatkan produksi padi dan pendapatan petani

Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian telah melaksanakan

pengkajian Sistem Usahatani Berbasis Padi Berwawasan Agribisnis (SUTPA).

Rekayasa paket teknologi yang dikembangkan adalah: a) varietas unggul baru, b)

sistem tanam benih langsung (Tabela), c) pemupukan spesifik lokasi berdasarkan

kandungan hara tanah, d) penggunaan alat tanam benih langsung (atabela). Hasil

kajian SUTPA tahun 1995-1999 sistem tabela dapat meningkatkan hasil gabah

kering panen berkisar 1- 2 ton/ha, umur panen lebih cepat 10 – 15 hari, serta

curahan tenaga kerja berkurang 15 – 25 persen dibanding sistem tanam pindah

(Chairunas et al., 2000).

Implementasi

Pemerintah melalui Badan Litbang Pertanian pada tahun 1995/96

mengembangkan SUTPA di 14 propinsi sebagai alternatif pendekatan

pengembangan tanaman pangan di lahan sawah irigasi. Penelitian ini dilakukan di

14 propinsi pengkajian SUTPA dengan tujuan: (1) Mengevaluasi pengembangan

Page 15: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

14

SUTPA sebagai alternatif pendekatan pengembangan tanaman pangan di lahan

sawah irigasi, dan (2) Menyusun alternatif pengembangan pola tanam setahun

yang dikembangkan dalam program SUTPA. Unit hamparan pengkajian SUTPA

adalah seluas 500 Ha, yang diharapkan menjadi unit agribisnis berbasis padi

dengan skala ekonomi yang menguntungkan petani. Teknologi yang

dikembangkan dalam SUTPA meliputi antara lain: (1) Varietas unggul baru, (2)

Sistem tanam benih langsung (Tabela), (3) Pemupukan spesifik lokasi, (4)

Pengenalan Alsintan, dan (5) Pola tanam setahun.(Adnyana dan Kariyasa, 1998).

Pelaksanaan SUTPA di Sumatera Barat komponen teknologi yang

direkomendasikan adalah penggunaan benih berkualitas baik, analisis tanah

berbasis-pemupukan, dan penggunaan langsung seeder

(https://www.translate.com,1997).

Hasil Evaluasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa padi varietas Memberano yang

ditanam dengan sistem tanam benih langsung (Tabela) mampu berproduksi dan

memberi keuntungan masing-masing 7,7-13,8 persen dan 14,1-24,1 persen lebih

tinggi dibanding dengan sistem tanam pindah (Adnyana dan Kariyasa, 1998).

Pelaksanaan SUTPA di Sumatera Barat memberikan peningkatan hasil dari 4,5 ton

menjadi 8,5 ton/Ha. Setelah pelaksanaan SUTPA petani tidak melakukan semua

teknologi yang dianjurkan karena petani belum mampu menyediakan input

produksi dan teknologi anjuran. Hasil dari Tabela atau sistem tanam saat ini

adalah sekitar 5,5 ton /Ha, dan kalu dibandingkan dengan sistem sebelumnya

akan menghemat biaya produksi Rp 479.000/Ha (https://www.translate.

com,1997)

Page 16: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

15

III. METODOLOGI

3.1. Lokasi Kajian

Lokasi kajian mencakup wilayah nasional. Untuk verifikasi data di lapangan

Tim perlu melakukan survai ke Provinsi Jawa Barat dan Banten, terutama yang

terkait dengan persepsi petani/kelompok tani terhadap program-program

pembangunan pertanian.

3.2. Sumber dan Jenis Data

Data dikumpulkan berdasarkan karakteristik data, yakni data primer dan

data sekunder. Data primer dikumpulkan langsung dari responden, yakni seluruh

pemangku kepentingan yang terkait dengan program-program pembangunan

pertanian. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi pemerintah lingkup

Kementerian Pertanian di Jakarta, seperti Direktorat Jenderal Tanaman Pangan,

Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Badan Litbang Pertanian

(BBP2TP dan BPTP), dan Badan Ketahanan Pangan. Disamping itu data sekunder

juga dapat diperoleh dari media, baik cetak maupun elektronik.

3.3. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dilengkapi

dengan tabulasi silang yang memberikan gambaran komparasi antar program

dengan didukung data mengenai kelemahan dan kelebihan masing-masing

program. Program pembangunan pertanian yang akan dicermati secara mendalam

pada kajian ini adalah SL-PTT, FEATI, LM3, PUAP, Demapan, P4MI, Prima Tani,

dan MP3MI.

Page 17: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Identifikasi/Inventarisasi Program

4.1.1. Prima Tani

Konsep, Kebijakan, dan Program Aksi

Program Rintisan Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani)

merupakan program pemasyarakatan inovasi hasil penelitian dan pengembangan

pertanian kepada masyarakat dalam bentuk laboratorium agribisnis di lokasi yang

mudah dilihat dan dikenal masyarakat petani. Prima Tani bertujuan mempercepat

waktu, meningkatkan kadar dan memperluas prevalensi adopsi teknologi inovatif

yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian. Selain itu Prima Tani juga bertujuan

untuk menghimpun umpan balik mengenai karakteristik teknologi tepat-guna

spesifik pengguna dan lokasi, yang merupakan informasi esensial dalam rangka

mewujudkan penelitian dan pengembangan berorientasi kebutuhan pengguna.

Sasaran akhir Prima Tani adalah diterapkannya teknologi inovatif yang dihasilkan

Badan Litbang Pertanian oleh praktisi agribisnis secara cepat, tepat dan luas

(massal).

Program Prima Tani diharapkan mampu mendorong pembentukan Sistem

Usaha Tani Intensifikasi dan Diversifikasi (SUID) dan Agribisnis Industrial

Perdesaan (AIP). Pengembangan SUID dimaksudkan untuk meningkatkan

pemanfaatan sumber daya pertanian secara optimal, dan sekaligus mengurangi

risiko usaha, dengan cara mengintegrasikan kegiatan usaha tani (on farm dan off

farm) dan kegiatan nonusahatani (non farm). Pengertian AIP dalam hal ini

direpresentasikan sebagai hubungan vertikal dan fungsional antara simpul-simpul

agribisnis berbasis Iptek di kawasan pengembangan Prima Tani (Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian, 2006).

Institusi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program Prima

Tani terutama adalah Badan Litbang Pertanian sebagai penggagas tahun 2004,

disamping itu Badan Litbang Pertanian didukung oleh Direktorat Jenderal Teknis

lingkup Kementerian Pertanian dan Dinas Pertanian daerah, Pemda Provinsi dan

Page 18: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

17

Kabupaten. Sumber dana Prima Tani berasal dari sebagian besar APBN dan

didampingi APBD sesuai kemampuan daerah. Unit pelaksana di provinsi dilakukan

oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dengan dukungan Pemerintah

Daerah beserta dinas teknis terkait. Walaupun pada awalnya program ini diinisiasi

oleh Badan Litbang Pertanian, dalam pelaksanaan tahap berikutnya peran Pemda

setempat diharapkan sangat dominan. Pada dasarnya, dengan pendekatan yang

benar kegiatan inovasi dan diseminasi teknologi melalui program Prima Tani hanya

untuk membuktikan bahwa teknologi yang dihasilkan Badan Litbang mampu

menjawab kebutuhan dan permasalahan petani atau tepat guna dan unggul

sehingga mereka yakin dan mengadopsinya.

Kegiatan diseminasi yang dilakukan Badan Litbang Pertanian hanya dalam

skala terbatas dan sementara waktu saja, sehingga fasilitasi difusi dan replikasi

atau perluasan Prima Tani diharapkan akan dilakukan oleh instansi pemerintah

yang bertugas untuk itu, terutama dari pihak Pemda setempat. Dengan demikian,

Pemda setempat berkewajiban untuk menerima tongkat estafet pelaksanaan

Prima Tani yang selama ini dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian.

Pemda setempat paling tidak ada dua kewajiban yang perlu mendapat perhatian

lebih serius, yaitu: (1) menjaga keberlanjutan pelaksanaan Prima Tani di lokasi

pengembangan selama ini, sehingga tujuan akhir dalam mewujudkan Agribisnis

Industrial Perdesaan (AIP) bisa tercapai, dan (2) mengingat pelaksanaan Prima

Tani selama ini terbatas pada beberapa lokasi/desa, maka agar percepatan

pembangunan pertanian secara nasional bisa tercapai, maka Pemda setempat

berkewajiban untuk memassalkan Prima Tani ke lokasi lainnya. Dalam kaitan ini,

Badan Litbang Pertanian bukan berarti lepas tangan. Badan Litbang Pertanian

tetap berkewajiban sebagai pemasok teknologi yang dibutuhkan dalam

pengembangan Prima Tani tersebut.

Beberapa bentuk kelembagaan yang perlu ditumbuhkembangkan dalam

Prima Tani antara lain: (1) kelembagaan keuangan mikro perdesaan untuk

mengatasi kelangkaan modal usaha dan kebutuhan konsumsi, (2) Gabungan

Kelompok Tani (Gapoktan) untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi oleh

petani dalam mengembangkan usaha agribisnisnya, (3) kelembagaan klinik

agribisnis yang ditujukan untuk memberdayakan masyarakat petani dalam

Page 19: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

18

mewujudkan sistem kehidupan yang lebih baik, dan (4) kelembagaan kemitraan

bermediasi dalam rangka membantu peningkatan pendapatan petani melalui

peningkatan efsiensi sistem pemasaran. Implementasi dari masing-masing

kelembagaan tersebut diharapkan dapat menumbuhkan Agribisnis Industrial

Perdesaan (AIP), yang didukung oleh Sistem Usaha Tani Intensifikasi dan

Diversifikasi (SUID) secara optimal dan berkelanjutan dalam upaya meningkatkan

pendapatan petani secara bertahap dan nyata dari tahun ke tahun (Hermanto,

2007).

Implementasi Prima Tani

Jangka waktu pelaksanaan Prima Tani dimulai tahun 2005 dan berakhir

tahun 2009. Pada tahun 2007 Prima Tani telah dilaksanakan di 201 lokasi (14

desa) yang mencakup 200 kabupaten di 33 provinsi. Kegiatan Prima Tani meliputi:

1. Menerapkan teknologi inovatif tepat-guna melalui penelitian dan

pengembangan partisipatif (Participatory Research and Development)

berdasarkan paradigma Penelitian untuk Pembangunan.

2. Membangun model percontohan sistem dan usaha agribisnis progresif berbasis

teknologi inovatif dengan mengintegrasikan sistem inovasi dan sistem

agribisnis.

3. Mendorong proses difusi dan replikasi model percontohan teknologi inovatif

melalui ekspose dan demonstrasi lapang, diseminasi informasi, advokasi serta

fasilitasi.

4. Basis pengembangan dilaksanakan berdasarkan wilayah agroekosistem dan

kondisi sosial ekonomi setempat.

Kegiatan Prima Tani terdiri dari tiga tahap, yaitu: (1) tahap pertumbuhan,

(2) tahap pemantapan, dan (3) tahap pengembangan. Pada tahap awal

penumbuhan sistem inovasi diintroduksikan ”paket rintisan” dengan rantai pasok

inovasi yang amat pendek (diintroduksikan secara langsung oleh Badan Litbang

Pertanian sebagai sumber inovasi). Balai penelitian dalam lingkup Badan Litbang

Pertanian sebagai penghasil teknologi dasar (generating system) berfungsi

sekaligus sebagai penyalur langsung teknologi ”komersial” kepada petani/praktisi

agribisnis penerima atau pengguna teknologi tersebut. Penyaluran teknologi

Page 20: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

19

demikian telah lazim dilakukan dengan sebutan ”good will transfer”. Bersama-

sama dengan pemerintah kabupaten, Badan Litbang Pertanian melaksanakan

pembekalan keterampilan dan pengetahuan teknis kepada penyuluh yang

selanjutnya bertindak sebagai nara sumber bagi para praktisi agribisnis.

Tahapan selanjutnya ialah pemantapan, dengan ciri utama penumbuhan

segmen pemasok teknologi lokal (delivery segment). Pada tahap awal, pelaksana

perintis adalah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), unit kerja teknis

Badan Litbang Pertanian yang ada di seluruh provinsi di Indonesia dan

kelembagaan/institusi teknologi pertanian (misalnya benih) milik pemerintah

daerah. Pada tahapan ini Klinik Agribisnis telah berhasil ditumbuhkan. Klinik

Agribisnis merupakan tempat penyuluh dan peneliti memberikan pelayanan

terpadu bagi praktisi agribisnis setempat. Lembaga-lembaga inovasi milik

pemerintah inilah yang harus bertindak sebagai produsen dan penyalur teknologi

yang bersifat barang publik (public good) atau tidak layak diusahakan secara

komersial oleh perusahaan swasta murni. Dalam hal ini, peranan lembaga

pemerintah adalah untuk mengatasi kekosongan pasar (missing market) inovasi.

Tanpa keterlibatan langsung lembaga pemerintah teknologi publik tidak akan

diadopsi secara luas.

Tahapan akhir dari pengembangan sistem inovasi Prima Tani adalah

penumbuhan dan pengembangan usaha komersial produsen teknologi (seperti

benih sebar) di daerah pengembangan. Hal tersebut hanya mungkin terjadi jika

teknologi inovatif bersifat barang privat (private good) yang layak diproduksi

secara komersial murni. Pada tahapan inilah diferensiasi dan spesialisasi fungsi

setiap elemen dalam sistem inovasi dapat tumbuh-berkembang secara

berkelanjutan. Dalam program Prima Tani yang terpenting yaitu adanya

percontohan sesuai kebutuhan teknologi petani dalam bentuk laboratorium

agribisnis dengan pendampingan/pengawalan teknologi dari peneliti dan penyuluh

(Hendayana, 2011).

Dampak Prima Tani

Prima Tani telah menjadi icon pembangunan pertanian dalam periode

2005- 2009, ditandai dengan dijadikannya Prima Tani dalam posisi strategis

Page 21: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

20

sebagai instrumen Program Kementerian Pertanian dan Penggerak Pembangunan

Agribisnis Perdesaan, serta Prima Tani sebagai Program Nasional. Replikasi Prima

Tani juga terjadi pada Kementerian lain di luar Pertanian.

Dampak program PrimaTani antara lain: (1) terciptanya koordinasi yang

baik antar pemangku kepentingan (stakeholders), (2) adanya percontohan sesuai

kebutuhan teknologi petani dalam bentuk laboratorium agribisnis, (3)

pendampingan/pengawalan teknologi oleh peneliti bekerjasama dengan penyuluh,

(4) percepatan diseminasi inovasi (teknologi dan kelembagaan). Keberhasilan

Prima Tani diawali dari proses perencanaan hingga implementasi di lapangan yang

dilakukan secara partisipatif, sehingga terjadi koordinasi yang baik antar

pemangku kepentingan (stakeholders), (5) adanya percontohan sesuai kebutuhan

teknologi petani dalam bentuk laboratorium agribisnis, dan yang lebih

pendampingan/pengawalan teknologi oleh peneliti bekerjasama dengan penyuluh.

Dengan pendekatan seperti itu telah mendorong terjadinya percepatan diseminasi

inovasi (teknologi dan kelembagaan) yang menjadi target Prima Tani.

Sebagai suatu model/konsep diseminasi inovasi teknologi dan

kelembagaan, Prima Tani telah terbukti dapat diimplementasikan di Indonesia,

walaupun masih menghasilkan output (SUID-AIP) yang masih beragam. Hasil

evaluasi kinerja Prima Tani di seluruh Indonesia menunjukkan hampir 25% lokasi

Prima Tani telah mengarah pada terbentuknya SUID-AIP, lebih dari 25% lokasi

Prima Tani berpotensi mengarah pada terbentuknya SUID-AIP, dan selebihnya

lokasi Prima Tani mengalami kesulitan untuk membentuk AIP (Drajad, et al.

2009)

Prima Tani telah mendorong tercapainya target percepatan diseminasi

inovasi (teknologi dan kelembagaan). Keberhasilan penerapan Prima Tani

tersebut, selanjutnya dijadikan basis model oleh Ditjen Teknis di lingkup Pertanian

dalam mengembangkan program strategisnya, seperti Pengembangan Usaha

Agribisnis Perdesaan (PUAP) pada Pusat Pembiayaan, FEATI (Badan Penyuluhan

dan Pengembangan SDM Pertanian), SL-PTT Padi, Jagung, Kedelai (Ditjen

Tanaman Pangan), Gernas Kakao dalam wujud Prima Trans (Kementerian Tenaga

Kerja dan Transmigrasi) dan Simantri (Pemda Bali). Sebagai rintisan yang berhasil,

Page 22: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

21

maka dalam periode 2011 Badan Litbang Pertanian berencana

mengembangkannya dalam bentuk Model Pengembangan Pertanian Perdesaan

Melalui Inovasi (M-P3MI).

4.1.2. Lembaga Mandiri Mengakar pada Masyarakat (LM3)

Salah satu strategi pembangunan pertanian yang dilaksanakan Kementerian

Pertanian sejak beberapa tahun yang lalu adalah memberdayakan dan

mengembangkan usaha agribisnis berbasis pada Lembaga Mandiri Mengakar pada

Masyarakat (LM3). Secara formal pemberdayaan terhadap LM3 dilakukan sejak

diterbitkannya Surat Keputusan Bersama antara Menteri Pertanian dan Menteri

Agama No. 346/1991 dan No. 94/1991 tentang Pengembangan Agribisnis di

Pondok Pesantren. Selanjutnya sejak tahun 1996 pemberdayaan terhadap

pengembangan agribisnis lebih ditingkatkan lagi, yaitu diterbitkannya Surat

Menteri Dalam Negeri No. 412.25/1141/PMD tanggal 21 Oktober 1996 dan Surat

Menteri Pertanian No. 555/Kpts/OT.210/6/97 serta Surat Sekretaris Jenderal

Departemen Pertanian No. RC.220/720/B/VI/1998 tentang Pengembangan

Agribisnis melalui Lembaga Mandiri Mengakar di Masyarakat.

Pada awalnya LM3 yang diberdayakan dan difasilitasi adalah lembaga

pondok pesantren. Dalam perkembangan selanjutnya, lembaga yang difasilitasi

mencakup juga lembaga-lembaga keagamaan lainnya antara lain seminari, paroki,

pasraman dan vihara. Lembaga tersebut berkedudukan di perdesaan dan

mempunyai nilai strategis dalam menyampaikan pesan pembangunan melalui

kegiatan pendidikan moral dan sosial di masyarakat, serta mempunyai kekuatan

dan potensi untuk dikembangkan sebagai penggerak pembagunan perdesaan.

Potensi LM3 yang dapat dimanfaatkan sebagai penggerak pengembangan

agribisnis antara lain (Deptan, 2008):

1. Mempunyai sumber daya lahan pertanian yang cukup potensial dan

masyarakat di sekitarnya yang berusaha di bidang pertanian

2. Mempunyai sumber daya manusia, dalam hal ini tokoh agama yang

kharismatik, yang menjadi panutan bagi warga LM3 dan masyarakat sekitarnya

Page 23: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

22

3. Merupakan kelembagaan yang strategis untuk mendiseminasikan berbagai ilmu

pengetahuan dan teknologi (iptek) agribisnis; dan

4. Merupakan pasar potensial hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan sendiri

dan masyarakat sekitarnya.

Pembinaan pengembangan agribisnis melalui LM3 berdasarkan empat

prinsip yaitu: (1) prinsip pengembangan unit bisnis di LM3 yang dilaksanakan oleh

lembaga ekonomi seperti koperasi, Baitul Maal wat Tamwil (BMT) atau bentuk

lembaga lainnya, (2) prinsip kemandirian LM3, dimana pemerintah hanya

membantu pada tahap awal yaitu dengan penyelenggaraan pelatihan dan atau

magang, penyediaan agro input dan bantuan modal serta pendamping teknis,

pada tahap berikutnya LM3 harus mandiri dan pemerintah sebagai fasilitator, (3)

prinsip prisma, yaitu LM3 yang berpotensi dalam pengembangan agribisnis

diklasifikasikan menjadi (a) LM3 maju, (b) LM3 berkembang, dan (c) LM3 belum

berkembang; dan (4) prinsip selektif, dimana LM3 yang dipilih untuk dibina adalah

LM3 yang berpotensi yang bersedia dibina dan membuka diri untuk

mengembangkan agribisnis di LM3 dan bersedia menjadi penggerak masyarakat

setempat (Departemen Pertanian, 2007).

Strategi dasar pemberdayaan dan pengembangan usaha agribisnis LM3

meliputi: (1) peningkatan kemampuan sumber daya manusia; (2) optimalisasi

potensi agribisnis yang tersedia; (3) penguatan modal usaha agribisnis; dan (4)

penguatan kapasitas kelembagaan. Sementara itu, strategi operasional yang akan

ditempuh dalam pemberdayaan dan pengembangan usaha agribisnis LM3 terdiri

atas:

1. Peningkatan kemampuan sumber daya manusia yang dilaksanakan melalui: (a)

pelatihan bagi pengelola LM3, (b) pelatihan bagi pendamping, (c) magang bagi

pengelola di LM3 model atau unit agribisnis yang berhasil, (d) workshop yang

dapat diikuti oleh pengurus LM3, pendamping atau petugas dari dari dinas.

2. Optimalisasi potensi agribisnis yang tersedia di LM3 yang dilaksanakan melalui:

(a) identifikasi potensi dan daya dukung sumber daya yang tersedia, (b)

introduksi teknologi tepat guna, dan (c) pendampingan usaha

Page 24: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

23

3. Penguatan modal pengembangan usaha agribisnis LM3 yang dilaksanakan

melalui: (a) penyaluran dana bantuan sosial kepada LM3 terpilih, dan (b)

fasilitasi kemitraan dengan sumber permodalan lainnya.

4. Penguatan kapasitas kelembagaan LM3 melalui: (a) pengembangan

kelembagaan ekonomi, (b) pengembangan jaringan usaha, dan (c) fasilitasi

terhadap akses pemasaran.

Hasil evaluasi berupa kajian terkait pelaksanaan LM3 pernah dilakukan

Yusdja et al. (1999). Pada tahun-tahun awal pelaksanaan LM3 berdasarkan kajian

tersebut menunjukkan bahwa program yang seharusnya merupakan penjabaran

dari program Pemberdayaan Ekonomi Rakyat (PER) LM3 ternyata tidak berjalan

dengan baik, yang disebabkan oleh beberapa hal antara lain: (1) tidak adanya

blue print yang merumuskan konsep PER LM3 baik konsepsi dan operasionalnya,

sehingga terlihat ada ego sektoral, (2) dana bantuan terlalu kecil dan kurang

matang dalam perencanaan, dan (3) kapasitas SDM baik alumni maupun santri

masih kurang dalam aspek manajerial.

Seiring dengan waktu pelaksanaan LM3 juga mengalami penyempurnaan

sehingga kinerja kegiatan juga semakin baik. Hal tersebut terlihat dari kajian yang

dilakukan oleh Pasaribu et al. (2007) terhadap LM3 (pontren) terpilih di Jawa

Timur dan NTB. Hasil kajian menunjukkan bahwa keberadaan LM3 sangat

bermanfaat bagi pengembangan pontren terutama dalam penguatan modal

usaha, media pembelajaran santri, mengangkat perekonomian masyarakat sekitar

pontren dan dalam menciptakan lapangan pekerjaan.

LM3 merupakan program pemerintah yang pada dasarnya bermuara pada

konsepsi pemberdayaan (empowerment) masyarakat. Pemberdayaan dan

pengembangan usaha agribisnis adalah upaya peningkatan kemampuan sumber

daya manusia pengelola usaha agribisnis LM3, optimalisasi potensi agribisnis yang

tersedia di LM3, penguatan kapasitas kelembagaan LM3 (institutional capacity

building) dan penguatan modal usaha agribisnis LM3. Proses pemberdayaan

dilakukan dengan menumbuhkan kesadaran LM3 serta meningkatkan semangat

dan kapasitasnya untuk mengembangkan usaha agrisbisnis agar dapat lebih

Page 25: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

24

berperan dalam pembangunan masyarakat, baik dalam aspek moral-spiritual,

sosial, maupun ekonomi.

Untuk mencapai hasil yang optimal dalam pemberdayaan LM3, konsep yang

ada kemudian diterjemahkaan secara lebih operasional dalam bentuk Pedoman

Umum (Pedum). Pedum disusun setiap tahun dan dilakukan penyempurnaan

berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya. Tujuan pembuatan Pedum adalah

untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, akuntabilitas pelaksanaan kegiatan LM3.

Pedum inilah yang dijadikan dasar pelaksanaan kegiatan mulai dari perencaanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, pengawasan, dan pelaporan

kegiatan di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

Rancangan pelaksanaan program sudah dijelaskan secara detail dalam

Pedum mulai dari perencanaan/persiapan (penentuan sasaran, kriteria calon

penerima), pelaksanaan (kesesuaian usaha, efektivitas dan efisiensi) dan pasca

pelaksanaan. Sebagai sebuah instrumen untuk pemberdayaan, konsepsi LM3

dipandang telah memadai. Demikian juga rancangan program telah dibuat dengan

sistematis dan se-ideal mungkin. Namun dalam implementasi belum tentu berjalan

dengan baik karena banyak faktor yang menjadikan sukses atau gagalnya sebuah

program.

LM3 adalah lembaga yang tumbuh dan berkembang di masyarakat secara

mandiri dengan kegiatan meningkatkan gerakan moral melalui kegiatan

pendidikan dan keterampilan dalam rangka upaya meningkatkan kesejahteraan.

Program pengembangan LM3 adalah suatu upaya pemberdayaan SDM dan

penguatan kelembagaan, khususnya kelembagaan keagamaan (seperti pesantren,

gereja, pura dan lain-lain yang sejenis) di bidang usaha agribisnis. Program ini

dikelola oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pertanian (BPPSDMP) mulai sejak tahun 2006.

Pemberdayaan dan pengembangan usaha agribisnis LM3, adalah upaya

meningkatkan kemampuan sumber daya manusia pengelola usaha agribisnis,

optimalisasi potensi agribisnis yang ada, penguatan kapasitas kelembagaan, dan

penguatan modal usaha agribisnis. Dengan pemberdayaan tersebut diharapkan

LM3 dapat menjalankan dan mengembangkan usaha secara mandiri dan

Page 26: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

25

berkelanjutan serta dapat berperan secara optimal sebagai agen pembangunan

bagi masyarakat di sekitar.

Proses pemberdayaan LM3 dilakukan dengan menumbuhkan kesadaran

serta meningkatkan semangat dan kapasitasnya untuk mengembangkan usaha

agribisnis agar dapat lebih berperan dalam pembangunan masyarakat, baik dalam

aspek moral-spiritual, sosial, maupun ekonomi. Mengingat proses pemberdayaan

memerlukan waktu yang panjang, maka kegiatan pemberdayaan tersebut perlu

dirancang secara sistematis dengan strategi yang tepat.

Secara garis besar, persyaratan yang harus dimiliki peserta program LM3

adalah: (1) memiliki potensi sumber daya yang mendukung, (2) sudah memiliki

embrio usaha agribisnis, dan (3) mempunyai kemauan untuk mengembangkan

agribisnis. Melalui program pengembangan LM3 ini, diharapkan akan tumbuh

usaha agribisnis yang berdaya saing sehingga dapat meningkatkan pendapatan

masyarakat di sekitar lokasi pengembangan LM3.

Output yang diharapkan dari pelaksanaan program LM3 adalah: (1)

Tumbuhnya kesadaran dalam pengembangan usaha agribisnis di lembaganya, (2)

Dimanfaatkannya lahan/sumber daya alam bagi peningkatan usaha dan

pendapatan, (3) tumbuhnya kepedulian untuk mengembangkan usaha agribisnis

dalam masyarakat di sekitar wilayah, (4) tersusunnya desain metodologi untuk

pengembangan usaha agribisnis.

Sebagai salah satu program pemberdayaan ekonomi masyarakat, program

LM3 diharapkan dapat mencapai keberhasilan. Indikator dari keberhasilan

program LM3 meliputi hal-hal sebagai berikut: (1) peningkatan usaha agribisnis,

(2) peningkatan kelembagaan ekonomi, (3) peningkatan jejaring kerjasama usaha

antar peserta program LM3 dan stakeholder lainnya, (4) peningkatan peran

masyarakat di sekitar peserta program LM3 dalam pengembangan agribisnis, (5)

peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Ruang lingkup kegiatan LM3 mencakup identifikasi dan seleksi peserta,

pemberdayaan SDM, penguatan kelembagaan usaha, pengembangan model LM3,

pengembangan jejaring kerjasama (silaturahmi nasional), pembinaan, koordinasi,

supervisi, monitoring, evaluasi dan pelaporan. Pemberdayaan SDM peserta LM3

Page 27: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

26

dilakukan untuk meningkatkan kemampuan, kapasitas dan wawasan SDM

pengelola melalui kegiatan-kegiatan pelatihan, magang, sekolah lapang, studi

banding dan pendampingan. Materi pemberdayaan SDM program LM3 meliputi

kewirausahaan (entrepreneurship), administrasi dan manajemen (perencanaan,

produksi dan pemasaran), serta teknis pertanian. Penguatan kelembagaan usaha

dilakukan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan usaha melalui inkubasi

usaha, dan pengembangan jenjang kerjasama (silaturahmi nasional).

Pendanaan Program LM3

Program LM3 didanai oleh pemerintah pusat melalui dana APBN. Pada

tahun 2006-2008, Depertemen Pertanian telah mengalokasikan dana dengan total

kumulatif sebesar Rp493,5 milyar untuk pelaksanaan program LM3 di seluruh

Indonesia. Alokasi anggaran untuk LM3 selalu mengalami peningkatan setiap

tahun. Pada tahun 2006 jumlah dana LM3 hanya sebesar Rp85 milyar. Pada

tahun 2007 anggaran LM3 meningkat secara signifikan (lebih dari 2 kali lipat)

menjadi Rp189,7 milyar. Pada tahun 2008 ada penambahan anggaran sehingga

menjadi Rp218,7 milyar.

Jumlah LM3 yang mendapat penguatan modal usaha selama periode 2006-

2008 sebanyak 3.065 lembaga. Seiring dengan meningkatnya anggaran program

LM3 setiap tahunnya, jumlah peserta program LM3 yang mendapatkan dana juga

meningkat. Dana LM3 yang disalurkan tersebar di lima Eselon I Departemen

Pertanian, yaitu Direktorat Jenderal P2HP, Hortikultura, Peternakan, Tanaman

Pangan dan Badan PSDMP.

Pada tahun 2006, hanya ada 2 eselon I yang menyalurkan dana LM3 yaitu

P2HP dan BPSDMP dengan jumlah masing-masing sebanyak 270 dan 160

lembaga. Pada tahun 2007, Ditjen Hortikultura, Ditjen Peternakan, Ditjen

Tanaman Pangan mulai menyalurkan dana program LM3. Tapi khusus untuk

Badan PSDMP, pada tahun 2007 tidak memberikan dana langsung ke lembaga

peserta progarm LM3, tetapi lebih fokus pada kegiatan palatihan SDM bagi peserta

yang telah disetujui mendapat dana. Dari jumlah lembaga peserta program

maupun dana yang dialokasikan, Ditjen P2HP yang paling besar dibandingkan

eselon I lainnya (Tabel 4.1).

Page 28: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

27

Tabel 4.1. Jumlah LM3 yang Difasilitasi dan Realisasi Anggaran 2006-2008

No Unit Kerja 2006-2008

Jml LM3 Anggaran

1. Ditjen TP 307 37.375.747.800

2. Ditjen Nak APBNP/Revisi Nak

825 153.900.000.000

100 7.500.000.000

3. Ditjen Horti 534 52.000.000.000

4. Ditjen PPHP

APBNP/Revisi PPHP

560 90.176.045.000

579 73.900.000.000

5. Badan PSDMP 160 78.700.000.000

Jumlah 3.065 493.551.792.800 Sumber: BPPSDMP, 2009 (diolah)

Kriteria dan Persyaratan

Dalam Pedoman Umum (Pedum) LM3 (Deptan, 2008) disebutkan bahwa

sasaran dari pelaksanaan program LM3 meliputi: pondok pesantren, seminari,

paroki, gereja, pasraman, vihara, yayasan pendidikan keagamaan dan subak.

Adapun kriteria dan persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan dana

program LM3 adalah sebagai berikut:

1. Calon peserta LM3 sebagai sasaran yang akan difasilitasi harus memenuhi

kriteria seleksi yaitu:

a. Memiliki akte pendirian/surat keterangan dari pemerinah kabupaten/kota

yang telah beraktivitas di bidang pertanian, dan diutamakan bagi LM3 yang

belum pernah mendapatkan fasilitasi LM3 dari Departemen Pertanian.

b. LM3 yang mempunyai potensi, minat dan telah merencanakan

pengembangan usaha agribisnis yang layak secara teknis, ekonomi, sosial

dan lingkungan;

c. Diutamakan bagi LM3 yang akan atau telah melaksanakan kerjasama

dengan Poktan/Gapoktan/asosiasi/swasta dan masyarakat sekitar;

d. LM3 yang bersangkutan tidak atau sedang bermasalah dengan program

lainnya.

2. Seleksi persyaratan administrasi terdiri atas dua tahap, yaitu tahap seleksi LM3

sasaran dan tahap setelah ditetapkan sebagai LM3 terpilih. Persyaratan seleksi

Page 29: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

28

LM3 sasaran, yaitu: (a) mempunyai akte pendidrian atau perizinan/surat

keterangan dari pemerintah kabupaten/kota tentang pengakuan

keberadaannya, (b) mempunyai kepengurusan dan alamat yang jelas, (3)

proposal fasilitasi usaha agribisnis yang direkomendasikan oleh dinas lingkup

pertanian kabupaten/kota. Sementara persyaratan setelah ditetapkan sebagai

LM3 terpilih, yaitu: (a) mempunyai rekening tersendiri atas nama lembaga

untuk pengelolaan dana bantuan sosial penguatan agribisnis; (b) mempunyai

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); (c) mempunyai unit khusus yang

telah/akan menangani usaha agribisnis yang ditetapkan oleh ketua LM3; (d)

mempunyai RUK yang diketahui oleh Kepala Dinas lingkup pertanian

Kabupaten/Kota dan petugas pendamping serta disahkan oleh Eselon I (Tim

Teknis LM3 Ditjen yang bersangkutan); (e) diutamakan bagi LM3 yang

mempunyai MoU dengan kelompok tani/asosiasi/P4S; (f) melakukan kontrak

perjanjian kerjasama antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Kuasa

Pengguna Anggaran (KPA) yang bersangkutan dengan ketua LM3.

3. Persyaratan teknis mencakup: (a) mempunyai usaha di bidang agribisnis; (b)

mempunyai potensi usaha baik berupa lahan atau prasarana (misalnya

bangunan untuk tempat pengolahan) yang layak untuk pengembangan usaha

agribisnis; (c) memiliki sumber daya manusia yang menangani agribisnis; (d)

domisili LM3 dan letak usahanya berada dalam wilyah Kabupaten/Kota yang

sama; dan (e) kriteria teknis yang bersifat spesifik komoditas diatur dalam

petunjuk pelaksanaan yang akan diterbitkan oleh masing-masing Eselon I.

Implementasi Program

Data yang diperoleh dari BPPSDMP (2009), menunjukkan bahwa selama

periode 2006-2008, jumlah LM3 di Jawa Barat yang menerima dana penguatan

modal usaha agribisnis sebanyak 452 lembaga. Penerima dana LM3 hampir

semuanya merupakan lembaga pendidikan/yayasan Islam, terutama pondok

pesantren (pontren). Berdasarkan sumber dana per eselon I, alokasi terbesar

berasal dari Ditjen Hortikultura (ada sebanyak 153 lembaga), disusul Ditjen

Peternakan (127 lembaga), kemudian P2HP (111 lembaga), Ditjen Tanaman

Pangan (42 lembaga) dan Badan SDM (19 lembaga). Potensi lahan dan sumber

Page 30: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

29

daya alam di wilayah Jawa Barat yang sangat sesuai untuk budidaya hortikultura

(sayur, tanaman hias dan buah) merupakan pertimbangan penting sehingga

program LM3 yang bergerak di bidang hortikultura yang lebih banyak

mendapatkan bantuan dana.

Kebijakan Perbaikan Program

Dengan kondisi LM3 yang relatif tersebar dengan kegiatan yang sangat

bervariasi (jenis usaha, komoditas, tingkat manajemen), maka perlu dirancang

sebuah disain pengembangan LM3 yang komprehensif baik di hulu dan di hilir.

Dengan demikian akan lebih terjamin keberlanjutan usaha dan pengembangannya

ke depan sehingga keberadaan program LM3 benar-benar dapat memberikan

manfaat, baik bagi penerima dana maupun masyarakat sekitarnya.

Perbaikan pertama yang perlu dikritisi adalah pada tahap persiapan, yaitu

saat penentuan sasaran penerima LM3. Tahapan ini merupakan hal yang penting

untuk keberhasilan program selanjutnya. Ketepatan memilih sasaran penerima

LM3 akan menentukan efektivitas program pemberdayaan. Fakta menunjukkan,

pada tahap ini terkesan masih ada unsur “subyektivitas”. Tim Pusat sebagai pihak

yang memiliki otoritas untuk menentukan lembaga yang layak menerima dana

LM3 cenderung memilih pontren yang pengurusnya merupakan “kenalan” atau

“kolega” orang pusat. Dalam beberapa kasus juga ditemui sebuah pontren

menerima dana LM3 hingga 2 kali dengan jenis usaha berbeda. Sementara itu ada

pontren yang mengajukan dana hingga lebih dari 2-3 kali, belum mendapat

persetujuan.

Di samping itu pontren yang telah maju secara sosial ekonomi dan dapat

mandiri seandainya tanpa bantuan program pun, justru lebih mudah mendapatkan

dana karena dari persyaratan administrasi sudah sangat memadai. Sementara

pontren yang berada di daerah yang telah banyak berjasa mendidik masyarakat

kurang mampu secara gratis, justru tidak mendapat prioritas. Dengan kata lain,

dalam penentuan penerima LM3 pihak pusat kurang melihat posisi strategis dan

kondisi pontren, tetapi lebih dominan mempertimbangkan persyaratan

administrasi karena memang lebih praktis dan tidak rumit. Pihak Pemda (Dinas

Pertanian Provinsi/Kabupaten) kurang dilibatkan dalam penentuan penerima LM3

Page 31: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

30

ini karena sepenuhnya wewenang Tim Pusat. Padahal dalam hal pengetahuan

tentang tingkat kebutuhan pontren terhadap dana LM3, serta kondisi yang lebih

detail tentang pontren sebetulnya petugas di daerah yang lebih paham.

Kedua, yang perlu mendapat perhatian ekstra adalah dalam tahap

implementasi. Pada tahap ini dibutuhkan pengawasan dan pembinaan yang lebih

serius oleh pihak Dinas Pertanian, terutama bagi petugas/pendamping yang telah

ditunjuk. Pemahaman pendamping program tentang pemanfaatan dan alokasi

dana LM3 harus lebih diperkuat, sehingga dapat menutup peluang penggunaan

dana tidak sesuai dengan tujuan awal. Pembinaan harus dilakukan hingga

penerima LM3 benar-benar dapat mandiri dalam manajemen usaha sehingga

kontinuitas usaha dapat terjamin. Masih terdapat kesan bahwa ketika dana LM3

telah tuntas dicairkan, peran pembinaan menjadi berkurang.

Tidak kalah pentingnya adalah perlunya dibuat sistem pelaporan yang lebih

jelas mengenai item serta time frame pelaporan. Dari beberapa kasus di lapangan

menunjukkan bahwa, titik lemah yang cukup menojol dalam pelaksanaan LM3

adalah administrasi pelaporan. Walaupun dalam Pedum sudah dijelaskan tentang

tertib admisnistrasi pelaporan ini, dari LM3 ke Dinas Kabupaten/ke Pelaksana

Pusat, kemudian dari Dinas Kabupaten ke Dinas Provinsi dengan periodisasi

laporan bulanan maupun triwulan. Namun dalam prakteknya sangat sedikit LM3

yang melakukan dan demikian di tingkat Dinas Kabupaten. Umumnya pelaporan

hanya tertib pada tahap awal, yaitu saat pencairan dana saja. Akibatnya

perkembangan usaha LM3 dan sejauhmana dampak dan manfaatnya tidak dapat

dipantau dengan baik.

Program LM3 agar optimal bagi pemberdayaan masyarakat serta menjaga

usaha penerima LM3 tetap lestari, maka perlu dilakukan beberapa hal sebagai

berikut: (1) pentingnya selektivitas berdasarkan kemampuan dan prestasi,

sehingga memberikan motivasi untuk terus mengembangkan usaha, (2) sterilisasi

dari muatan politis/subyektivitas dalam penentuan LM3 penerima dana, (3)

monitoring dan evaluasi dilakukan secara periodik untuk memantau realisasi fisik

dan dan perkembangan usaha, (4) pembinaan/pendampingan yang kontinyu dari

petugas, karena kasus gagalnya usaha pontren salah satunya karena kurangnya

Page 32: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

31

pembinaan, (5) dalam Pedum diatur secara lebih jelas tentang sanksi bagi

penerima LM3 yang tidak tertib dalam pengelolaan dana sehingga ada perhatian

dan keseriusan yang lebih baik, (6) untuk mengurangi peluang terjadinya

kegagalan materi yang diberikan saat diklat harus lebih spesifik sesuai dengan

usaha yang akan dijalankan, (7) mengoptimalkan peran Asosiasi Penerima LM3

untuk sharing dalam pengalaman usaha, dan (8) perlu melibatkan departemen

terkait dan instansi lain untuk melakukan pembinaan kepada penerima LM3 di

daerah.

4.1.3. Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI)

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian,

telah melaksanakan Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi

(P4MI) dalam kurun waktu 2003-2009. Ruang lingkup program ini meliputi

kegiatan pemberdayaan petani, pengembangan sumber informasi dan

pengembangan inovasi serta diseminasi teknologinya. P4MI menggunakan

pendekatan partisipatif dengan memotivasi petani untuk mengidentifikasi,

merencanakan, melaksanakan, mengawasi, memanfaatkan dan memelihara

sarana/prasarana umum desa dan memberikan kepercayaan kepada petani

melalui Komite Investasi Desa (KID) dengan memberikan tanggung jawab

pengelolaan dana untuk investasi desa.

P4MI dilaksanakan selama lima tahun dari tahun 2003 sampai dengan 31

Desember 2007, target sekitar 1.000 desa yang kemudian berkembang menjadi

1067 desa. Mengingat keterlambatan awal pelaksanaan P4MI, maka berdasarkan

Mid Term Review tahun 2006 dan Review Mission tahun 2007, maka P4MI

diperpanjang sampai 30 Juni 2009, dengan penutupan akun tanggal 31 Desember

2009 (Badan Libang Pertanian, 2009). Lokasi P4MI tersebar di lima kabupaten:

Blora dan Temanggung-Jawa Tengah, Donggala-Sulawesi Tengah, Ende-NTT; dan

Lombok Timur-NTB. P4MI terdiri dari empat komponen yaitu: (1) pemberdayaan

petani, (2) pgembangan sumber informasi pertanian nasional dan lokal, (3)

dukungan pengembangan dan diseminasi inovasi pertanian, dan (4) manajemen

proyek.

Page 33: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

32

Komponen pemberdayaan petani, bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan petani dalam perencanaan dan pelaksanaan investasi

sarana/prasarana tingkat perdesaan yang dibutuhkan untuk mendukung inovasi

produksi dan pemasaran. LSM terlibat dalam meningkatkan partisipasi petani

dalam perencanaan desa, pengembangan kelembagaan desa, dan menentukan

investasi sarana/prasarana yang dibutuhkan di desa. Komponen pengembangan

sumber informasi nasional dan lokal, bertujuan mengembangkan sumber

informasi pasar dan teknologi pertanian agar dapat diakses petani, untuk dapat

membantu menangkap peluang pasar dan mengarahkan usaha pertanian.

Komponen pengembangan dan diseminasi inovasi pertanian, bertujuan

mendukung kegiatan unit kerja Badan Litbang Pertanian (Puslitbang/

BB/Balit/BPTP) untuk melakukan reorientasi dalam menciptakan dan

mengembangkan inovasi dan diseminasi inovasi/teknologi yang sesuai dengan

kebutuhan petani di lahan marginal. Komponen manajemen, komponen ini akan

mendukung operasionalisasi di tingkat pusat (Project Coordination and Monitoring

Unit.- PCMU) dan di kabupaten (Project. Implementation Unit -PIU), yang meliputi

dukungan administrasi dan sarana mulai dari persiapan, pelaksanaan, koordinasi,

monev dan supervisi pelaksanaan program. Tujuan akhir P4MI ialah untuk

meningkatkan pendapatan petani di 1.067 desa yang tersebar di Kabupaten Blora

sebanyak 295 desa, Donggala 254 desa, Ende 172 desa, Lombok Timur 112 desa

dan Temanggung 234 desa.

Program P4MI ini telah dilengkapi dengan dokumen proyek lengkap beserta

petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis di masing-masing komponen. Panduan

yang telah disusun meliputi panduan aministratif dan panduan teknis, sebanyak

enam buah, yaitu: 1) Panduan Penyusunan Laporan Keproyekan; 2) Panduan

Monitoring dan Evaluasi P4MI; 3) Pedoman Pengadaan Barang P4MI; 4) Panduan

Umum Pembentukan 10 Desa Pilot Proyek; 5) Panduan Pemanfaatan Internet dan

Pengoperasian CD-ROM untuk Akses Informasi menunjang Pengembangan

Pertanian Lahan Marjinal; dan 6) Panduan Pelaksanaan Pengembangan dan

Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian. Seluruh panduan telah disosialisasikan ke

unit implementasi proyek di daerah, khususnya PIU di 5 Kabupaten baik melalui

workshop di tingkat pusat maupun sosialisasi di daerah.

Page 34: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

33

Dalam pelaksanaan program, Departemen Pertanian membentuk Tim

Pengarah Pusat (National Steering Committee-NSC), dengan ketua Sekretaris

Jenderal Departemen Pertanian, beranggotakan wakil dari Deptan, Bappenas,

Depkeu dan instansi/lembaga yang terkait. NSC berfungsi memberikan saran/arah

kebijakan dan koordinasi dalam pelaksanaan program. Badan Litbang Pertanian

bertanggungjawab mengkoordinasikan pelaksanaan seluruh kegiatan program,

dengan membentuk Unit Koordinasi dan Monitoring Proyek (PCMU), dan

bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan sumber informasi

(Komponen 2) dan inovasi pertanian (Komponen 3).

Di tingkat kabupaten, bupati bertanggung jawab dalam pelaksanaan

kegiatan komponen pemberdayaan petani di masing-masing kabupaten, dengan

membentuk Tim Koordinasi Kabupaten - KKK (District Coordination Committee-

DCC) dan Unit Pelaksana program (Project Implementation Unit-PIU). Ketua KKK

adalah bupati dengan anggota instansi terkait tingkat kabupaten, LSM lokal dan

BPTP. Investasi desa disetujui oleh Forum Antar Desa - FAD (Project Inter Village

Forum-PIVF), dan dilaksanakan oleh Komisi Investasi Desa -KID (Village Project

Investment Committee-VPIC) yang dipilih oleh masyarakat secara partisipatif,

dibantu Fasilitator Desa (FD) sebagai kepanjangan tangan LSM (Badan Litbang

Pertanian, 2004).

Implementasi Program

Dalam pelaksanaan P4MI di setiap lokasi program dibentuk Komite

Investasi Desa (KID) yang dipilih dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk

kepentingan masyarakat. Peranan KID dalam P4MI antara lain mengorganisir

petani dalam menyusun rencana pembangunan investasi desa, melaksanakan

pembangunan investasi desa, memanfaatkan dan memelihara hasil investasi.

Disamping itu KID melaksanakan kegiatan demplot dan menggalang petani untuk

berbagai kegiatan pembangunan desa. Masyarakat melalui KID mengajukan

proposal yang berisi usulan rencana investasi desa yang akan dibangun, justifikasi

tentang investasi fisik yang diusulkan, dan kebutuhan dana investasi. Dalam

penyusunan proposal KID didampingi oleh Fasilitator Desa (FD). Proposal investasi

desa kemudian diverifikasi oleh Forum Antar Desa (FAD) di tingkat kecamatan.

Page 35: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

34

Selanjutnya proposal diajukan kepada PIU-P4MI (Project Implementation Unit-

P4MI) dan setelah mendapat persetujuan PIU kabupaten, dana langsung di

transfer ke rekening KID. Dalam pendekatan partisipatif, masyarakat desa diberi

kebebasan mengusulkan jenis pembangunan investasi desa yang dibutuhkan.

Dengan demikian investasi fisik akan beragam baik antar desa dalam kabupaten

maupun antar kabupaten di wilayah kerja P4MI.

Sumber Dana

Pembiayaan kegiatan program P4MI berasal dari pinjaman lunak Asian

Development Bank (ADB) sebesar 79%, Pemerintah Indonesia Pusat 10,1%,

Pemerintah Kabupaten 1,4%, dan dari petani sebesar 9,5% dalam bentuk jasa

dan bahan lokal. P4MI memberikan kepercayaan kepada petani mengelola dana

setara dengan US$30.000 untuk membangun investasi desa melalui Komite

Investasi Desa (KID). Kontribusi petani/masyarakat desa dalam kegiatan investasi

desa rata-rata mencapai 28.53%, setara dengan Rp97.975.241.101 dari total

biaya investasi selama kurun waktu 7 tahun.

4.1.4. Pogram Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)

Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan bentuk

fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani

penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani yang dikoordinasikan oleh

gabungan kelompok tani (gapoktan). Gapoktan merupakan kelembagaan tani

pelaksana PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Untuk

mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, gapoktan didampingi

oleh tenaga penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani (PMT). Melalui

pelaksanaan PUAP diharapkan gapoktan dapat menjadi kelembagaan ekonomi

yang dimiliki dan dikelola petani.

Dalam mengatasi keterbatasan modal petani, pemerintah melalui dana

APBN mengambil inisiatif untuk memberikan bantuan modal dalam bentuk dana

bantuan langsung masyarakat (BLM) ke kelompok tani/gapoktan. Pola BLM telah

dimulai sejak tahun 2000 dan berlanjut sampai dengan tahun 2008 melalui

Page 36: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

35

program PUAP, dan berlanjut sampai tahun 2015. Sejak tahun 2008 program

PUAP yang intinya berupa pemberian bantuan modal kepada pemilik dan atau

petani penggarap skala kecil, petani atau peternak, buruh tani ataupun rumah

tangga tani yang penyalurannya melalui gapoktan selaku sebagai pelaksana

program PUAP. Hal ini dilakukan dengan tujuan gapoktan dapat menjadi lembaga

ekonomi yang dipunyai dan dikelola oleh petani. Pemberian dana PUAP

diutamakan untuk daerah-daerah yang tertinggal namun yang memiliki potensi

pengembangan agribisnis (Kementerian Pertanian, 2011).

Program PUAP merupakan program nasional dalam rangka pengentasan

kemiskinan di sektor pertanian yang telah dilaksanakan oleh Kementerian

Pertanian Republik Indonesia sejak tahun 2008. Program PUAP tersebut diatur

dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 16/Permentan/OT.140/2/2008 tentang

PUAP. Petani diharapkan memanfaatkan dana tersebut untuk mengembangkan

agribisnis guna meningkatkan pendapatan petani sehingga petani keluar dari

kemiskinan. Pelaksanaan program PUAP didasari pada buku pedoman PUAP, maka

kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan program PUAP adalah:

sosialisasi, penggunaan dana, manfaat, pembinaan, monitoring, sasaran/penerima

dana, pengembalian pinjaman uang secara bergulir.

Dalam buku panduan program PUAP bahwa tujuan dari pengembangan

program PUAP ini yakni: (1) mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui

penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai

potensi wilayah, (2) meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus

gapoktan, penyuluh, dan penyelia mitra tani, (4) memberdayakan kelembagaan

petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan usaha kegiatan agribisnis,

dan (4) meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau

mitra lembaga keuangan dalam rangka akses permodalan. Pada dasarnya

program ini mempunyai misi, yaitu pemberdayaan masyarakat perdesaan secara

partisipatif dalam upaya meningkatkan kesejahteraanya.

Pokok kegiatan program PUAP adalah menyalurkan dana BLM kepada

gapoktan berupa penguatan permodalan yang digunakan untuk budi daya

tanaman pangan, hortikultura, perternakan, perkebunan, dan usaha non budi

Page 37: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

36

daya meliputi usaha industri rumah tangga pertanian, pemasaran skala

kecil/bakulan, dan usaha lain berbasis pertanian. Bantuan tersebut agar terlaksana

diperlukan penguatan modal gapoktan yang merupakan satu kesatuan upaya

pemerintah dalam mengembangkan kegiatan ekonomi rakyat yang diprioritaskan

pada penduduk miskin di perdesaan melalui peningkatan SDM dan penerapan

inovasi teknologi dan kelembagaan pertanian. Kegiatan gapoktan program PUAP

dalam prakteknya melaksanakan usaha ekonomi produktif sesuai potensial

ekonomi di perdesaan melalui tahapan perencanaan mulai dari rencana usaha

anggota (RUA) yang dirangkum dalam rencana usaha kelompok/RUK (Direktorat

Pembiayaan, 2011).

Tim PUAP Pusat menyusun Pedoman Umum (Pedum) Peraturan Menteri

Pertanian Nomor: 04/Permentan/Ot.140/2/2012 tentang pedoman umum

Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), dalam pelaksanaan PUAP

intinya merupakan peraturan yang berisikan tujuan, sasaran, pola dasar dan

strategi pelaksanaan PUAP, seleksi desa dan gapoktan penerima PUAP, tata cara

dan prosedur penyaluran BLM PUAP, organisasi pelaksanaan PUAP, pembinaan

dan pengendalian, pengawasan serta evaluasi dan pelaporan. Pada tingkat

provinsi dan kabupaten, dengan mengacu kepada Pedum PUAP, Tim Pembina

Provinsi sudah menyusun Juklak dan Juknis PUAP karena diperlukan untuk

menampung dana APBD.

Dalam pelaksanaan Program PUAP, tim pembina provinsi telah melakukan

koordinasi dengan tim teknis kabupaten. Kelompok kerja (Pokja) monitoring dan

evaluasi telah dibentuk awal pelaksanaan PUAP pada tahun 2008 dan 2009,

sedangkan pada tahun 2010 dan 2011 sudah tidak dibentuk lagi. Koordinasi dan

verifikasi dokumen administrasi gapoktan telah dilakukan di Sekretariat PUAP,

yaitu di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Tim Teknis Kabupaten tidak

membuat Juknis karena yang membuat perjanjian adalah Kementerian Pertanian

dan gapoktan sehingga yang menjadi acuan adalah Juklak/Juknis dari pusat.

Beberapa petunjuk teknis dibuat khusus diantaranya untuk Penyelia mitra

tani (PMT) dan penyuluh pendamping (PP). PMT adalah individu yang disyaratkan

memiliki keahlian di bidang keuangan yang direkrut oleh Kementerian Pertanian

Page 38: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

37

untuk melakukan supervisi dan evaluasi kepada penyuluh pendamping dan

pengelola gapoktan dalam pengembangan program PUAP. Penyuluh pendamping

adalah penyuluh pertanian yang ditugaskan oleh bupati/walikota atau pejabat

yang ditunjuk untuk mendampingi petani, kelompok tani dan gapoktan dalam

pelaksanaan PUAP. Kegiatan yang dilakukan PMT dan PP adalah pendampingan

dalam rangka pemberdayaan petani, kelompok tani dan gapoktan dalam

melaksanakan PUAP. Dengan demikian PMT dan terutama PP merupakan individu-

individu yang berperan penting, bahkan sebagai ujung tombak dalam mewujudkan

keberhasilan program PUAP karena bertugas mendampingi gapoktan/kelompok

tani secara langsung.

PUAP agar dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan pengelolaan keuangan

negara, maka diperlukan adanya petunjuk teknis verifikasi dan penyaluran dana

BLM-PUAP sebagai acuan bagi gapoktan, tim teknis PUAP Kabupaten/Kota, tim

pembina PUAP provinsi dan tim PUAP pusat, dalam penyiapan dokumen,

melaksanakan verifikasi dokumen dan penyaluran dana BLM-PUAP.

Pelaksanaan PUAP tahun 2011 mengacu kepada pola dasar yang ditetapkan

dalam Permentan No. 09/Permentan/OT.140/2/2011 tentang Pedoman Umum

Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) dan PERMENTAN Nomor

11/Permentan/OT.140/3/2011 untuk meningkatkan keberhasilan penyaluran dana

BLM-PUAP kepada gapoktan dalam mengembangkan usaha produktif petani dalam

mendukung empat sukses Kementerian Pertanian yaitu: (1) swasembada

berkelanjutan, (2) diversifikasi pangan, (3) nilai tambah, daya saing, dan ekspor,

dan (4) peningkatan kesejahteraan petani. Strategi dasar yang dilakukan melalui

pemberdayaan masyarakat, optimalisasi potensi agribisnis, fasilitasi modal usaha

petani kecil, penguatan dan pemberdayaan kelembagaan.

Kelengkapan petunjuk pelaksana (juklak) program PUAP dalam melalui

pelaksanaannya diharapkan gapoktan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang

dimiliki dan dikelola petani. Untuk membantu para pemangku kepentingan dalam

melaksanakan PUAP, maka dirasakan adanya Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan

sebagai acuan pelaksanaan kegiatan sampai ke tingkat lapangan.

Page 39: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

38

Adapun tujuan pelaksanaan program PUAP sebagai berikut :

1. Mengurangi kemiskinan dan pengngguran melalui menumbuh kembangkan

kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah masing

daerah.

2. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus gapoktan,

penyuluh dan PMT.

3. Memberdayakan kelembagaan petani dan perdesaan untuk pengembangan

kegiatan usaha agribisnis.

4. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra

lembaga keuangan dalam memenuhi akses permodalan.

Penanggung Jawab Program PUAP Secara Berjenjang dari Tingkat Pusat- Daerah

Kementerian Pertanian khususnya di lingkup Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian terdapat dua unit kerja yang terlibat dalam program

PUAP, yaitu: (1) Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

(BBP2TP) dan (2) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di setiap provinsi.

Sementara tugas dari BBP2TP adalah: (1) membantu pelaksanaan kegiatan PUAP

mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, (2) melakukan

koordinasi dengan BPTP dalam pelaksanaan kegiatan PUAP, (3) membantu

pelaksanaan sosialisasi PUAP di daerah, (4) membantu penyiapan materi pelatihan

untuk TOMT (Training of Master Trainer), dan (5) menyalurkan anggaran ke DIPA

BPTP yang meliputi: biaya sekretariat dan apresiasi untuk pengembangan

teknologi ke gapoktan.

Tugas BPTP adalah: (1) melakukan koordinasi dengan PMT terkait dengan

pelaksanaan tugas PMT, (2) memfasilitasi kelancaran realisasi pelaporan PMT (3)

melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan tugas PMT, (4) membuat laporan

pelaksanaan tugas PUAP secara berkala (minimal 3 bulan sekali atau sewaktu-

waktu jika diperlukan) kepada BBP2TP, (5) melakukan sosialisasi PUAP di tingkat

provinsi, kabupaten dan kota, (6) memfasilitasi peningkatan fungsi kelembagaan

ekonomi gapoktan, (7) melaksanakan fungsi kesekretariatan PUAP di tingkat

Page 40: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

39

provinsi, (8) mengidentifikasi dan menyiapkan kebutuhan teknologi sesuai dengan

RUB, (9) melakukan supervisi kegiatan PUAP di wilayah kerjanya, dan (10)

melakukan pendampingan inovasi pertanian melalui PP.

Bantuan modal usaha PUAP agar dapat mencapai sasaran, maka diperlukan

kegiatan pengendalian manajemen untuk memudahkan dalam mengambil

tindakan-tindakan korektif secara tepat dan cepat, sesuai dengan kehendak

masyarakat di era reformasi yang menuntut agar sistem penyelenggaraan

pembangunan menerapkan prinsip-prinsip good governance, yaitu tentang

penyelenggaraan pemerintah yang bersih, demokratis dan efektif sesuai cita-cita

masyarakat madani. Kegiatan pengendalian manajemen dalam program PUAP di

BPTP diselaraskan dengan tugas dan peran BPTP sebagai Tim PUAP Provinsi,

sementara di BBP2TP pengendalian manajemen diselaraskan dengan tugas dan

perannya sebagai anggota Tim PUAP Pusat.

Tugas yang dianggap sangat penting adalah supervisi dan monev

pelaksanaan PUAP di daerah dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan

pelaksanaan mulai dari persiapan, pelaksanaan penyaluran bantuan modal usaha,

pemanfaatan dana oleh petani/kelompok tani, permasalahan, kendala dan solusi.

Hasil supervisi dan monev ini diharapkan dapat menfasilitasi keterbukaan dan

penyediaan informasi penting yang dibutuhkan dalam proses pengambilan

keputusan untuk perbaikan kinerja PUAP yang akan datang.

Salah satu tupoksi dari Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan

Teknologi Pertanian (BBP2TP), adalah mengkoordinasi seluruh kegiatan yang ada

di BPTP. Untuk meningkatkan kinerja pelaksanaan PUAP di Daerah, maka sudah

selayaknya Balai Besar Pengkajian melakukan koordinasi operasionalisasi PUAP di

BPTP sehingga mampu menginformasikan proses dan keberhasilan peserta

kelemahan dari pelaksanaan PUAP di daerah.

Kegiatan evaluasi dalam pengembangan program PUAP merupakan proses

untuk menyempurnakan kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan, membantu

dalam sistem perencanaan, penyusunan program dan sitem pengambilan

keputusan yang bersifat antisipatif, sehingga di masa depan dapat dikembangkan

program PUAP yang progresif dan dinamis (Pasaribu et al., 2011).

Page 41: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

40

Peran dan Keterlibatan Stakeholders Lain dalam Mensukseskan Program PUAP

Berdasarkan Pedum PUAP 2011 (Kementerian Pertanian, 2011), upaya

menjaga kesinambungan dan keberhasilan pelaksanaan PUAP, tim pusat

melakukan pembinaan terhadap sumber daya manusia (SDM) di tingkat provinsi

dan kabupaten/kota dalam bentuk pelatihan. Selain itu, tim pusat berkoordinasi

dengan tim PNPM Mandiri melakukan sosialisasi program dan supervisi

pelaksanaan PUAP di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Sementara itu

pembinaan teknis usaha produktif dilakukan oleh Direktorat Jendral Teknis sesuai

dengan bidang tugasnya masing-masing.

Pembinaan dimulai dari tingkat pusat, kemudian provinsi dan selanjutnya

kabupaten/kota. Pembinaan pelaksanaan PUAP oleh tim pembina provinsi kepada

tim teknis kabupaten/kota difokuskan kepada: (1) Peningkatan kualitas SDM yang

menangani BLM PUAP di tingkat kabupaten/kota; (2) Koordinasi pengendalian dan

pengawasan; dan (3) Mengembangkan sistem pelaporan PUAP. Pembinaan teknis

pada tingkat provinsi dilakukan oleh unit kerja Dinas Pertanian sesuai dengan

bidang tugasnya, antara lain: (1) Pembinaan teknis usaha produktif dilakukan oleh

Dinas Pertanian; (2) Pembinaan teknis teknologi inovasi usaha ekonomi produktif

pertanian dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP); dan (3)

Pembinaan teknis kelembagaan gapoktan dan unit usaha otonom dilakukan oleh

Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan/Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian. Sehubungan

dengan hal tersebut diatas, untuk efektivitas pembinaan teknis pada gapoktan

PUAP di tingkat provinsi maka dinas-dinas teknis lingkup pertanian, harus dapat

berkoordinasi dengan sekretariat PUAP.

Pembinaan teknis pada tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh unit kerja

lingkup pertanian sesuai dengan bidang tugasnya, antara lain: (1) pembinaan

teknis usaha produktif dilakukan oleh Dinas lingkup Pertanian, (2) pembinaan

teknis teknologi inovasi usaha ekonomi produkif pertanian dilakukan oleh BPTP,

(3) pembinaan teknis kelembagaan gapoktan dan unit usaha otonom dilakukan

oleh Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan/Lembaga

Page 42: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

41

yang menangani penyuluhan pertanian. Sementara itu pembinaan pelaksanaan

PUAP oleh tim teknis kabupaten/Kota kepada tim teknis kecamatan dilakukan

dalam bentuk pelatihan/apresiasi peningkatan pemahaman terhadap pelaksanaan

PUAP. Mekanisme pembinaan pelaksanaan PUAP oleh tim teknis kabupaten/kota

maupun tim teknis kecamatan kepada gapoktan PUAP dilakukan dalam bentuk

kunjungan, rapat-rapat, pendampingan dalam rangka meningkatkan pemahaman

terhadap pola pelaksanaan PUAP.

Peran dan Keterlibatan Petani/Kelompok Tani dalam Menyukseskan Program PUAP

Di dalam program PUAP keikutsertaan petani/kelompok tani pada tahap

perencanaan adalah petani menyusun perencanaan kegiatan dalam kelompok tani

yaitu keterlibatan petani dalam penyusunan rencana usaha anggota (RUA),

rencana usaha kelompok (RUK), dan rencana usaha bersama (RUB). Partisipasi

tahap pelaksanaan adalah keikutsertaan petani dalam melaksanakan kegiatan

yang telah direncanakan yaitu keterlibatan petani dalam melaksanakan usahatani

atau kegiatan yang telah direncanakan dalam RUB sebelumnya. Partisipasi pada

tahap pemantauan dan evaluasi adalah keikutsertaan petani dalam memberikan

tanggapan dan penilaian dari kegiatan kelompok tani yaitu keterlibatan petani

dalam memberikan masukan atau penilaian pelaksanaan program PUAP.

Partisipasi tahap pemanfaatan hasil adalah sejauh mana petani memanfaatkan

kegiatan dan hasil kegiatan yaitu keterlibatan petani dalam memanfaatkan modal

kredit yang diperoleh untuk kegiatan usahatani mandiri guna meningkatkan

pendapatan petani.

Menurut (Ashari, 2010) bahwa hubungan dinamika kelompok dengan

tingkat partisipasi petani dalam kelompok tani pada program PUAP adalah salah

satunya adalah sebagai: (1) terdapat hubungan yang tidak signifikan antara fungsi

tugas, kekompakan kelompok, suasana kelompok, tekanan kelompok, keefektifan

kelompok dan agenda terselubung dengan tingkat partisipasi petani pada program

PUAP, (2) terdapat hubungan yang signifikan antara struktur kelompok dan

pembinaan dan pemeliharaan kelompok dengan tingkat partisipasi petani pada

Page 43: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

42

program PUAP, (3) terdapat hubungan yang sangat signifikan antara tujuan

kelompok dengan tingkat partisipasi petani pada program PUAP.

Dengan adanya hubungan dinamika tersebut hendaknya di dalam kelompok

lebih diperjelas tugas dari setiap anggota agar anggota lebih mempunyai

tanggungjawab dalam menjalankan tugas, hendaknya anggota saling memahami

satu sama lain, di dalam kelompok lebih dibangun suasana yang nyaman dan

mendukung yaitu dengan lebih dapat saling menghargai, saling bergantung, saling

perhatian, saling membantu, saling bekerjasama dan merasa sepenanggungan

serta setiap kelompok hendaknya berusaha mencapai tujuan kelompok dengan

tepat waktu

Sumber dana

Bantuan penguatan modal dan pengembangan kelembagaan merupakan

upaya untuk mengatasi keterbatasan modal dan kapasitas yang dimiliki petani.

Melalui kegiatan Bantuan Langsung Masyarakat - Pengembangan Usaha Agribisnis

Perdesaan (BLM-PUAP), satu unit gapoktan dapat menerima bantuan penguatan

modal sebesar Rp100 juta. Sampai tahun 2008 telah diberikan bantuan penguatan

modal kepada 10.542 gapoktan. Untuk tahun 2009, sebanyak 10.000 gapoktan

ditargetkan akan menerima bantuan BLM-PUAP. Adapun besar dana PUAP yang

telah salurkan selama periode 2008-2013 sebagai berikut:

Tabel 4.2. Jumlah desa/gapoktan penerima dan penyaluran dana BLM PUAP tahun

2008-2013

No Uraian Program BLM PUAP

Total 2008 2009 2010 2011 2012 2013

1 Jumlah Desa/ Gapoktan

10.542 9.884 8.587 9.110 6.050 3.300 47.473

2 Jumlah

Penyaluran Dana

(Rp triliun)

1,053 0,988 0,858 0,911 0,605 0,33 4,747

Sumber: Direktorat Pembiayaan Pertanian (2014)

Page 44: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

43

4.1.5. Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi

Pertanian (P3TIP)

Dewasa ini tingkat kesejahteraan petani terus menurun sejalan dengan

persoalan-persoalan klasik yang dialaminya, sekaligus menjadi bagian dan dilema

dari sebuah kegiatan agribisnis di tingkat produsen pertanian. Tingkat keuntungan

kegiatan agribisnis selama ini lebih banyak dinikmati oleh para pedagang dan

pelaku agribisnis lainnya di hilir. Oleh karena itu, diperlukan suatu terobosan untuk

mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut yang dilakukan secara

berkesinambungan agar petani dapat bersaing dalam melaksanakan kegiatan

usahatani dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Untuk mengatasi dan menyelesaikan permasalahan tersebut Pemerintah

menetapkan program jangka menengah yang fokus pada pembangunan pertanian

perdesaan dengan prioritas kerja melalui pendekatan peningkatan SDM petani,

mengembangkan usaha agribisnis perdesaan dan memperkuat kelembagaan

pertanian di perdesaan. Salah satu kebijakan yang ditempuh pemerintah yaitu

dengan meluncurkan kegiatan berupa Program Pemberdayaan Petani melalui

Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP) atau Farmer Empowerment Through

Agricultural Technology and Information (FEATI).

P3TIP/FEATI adalah sebuah program pemberdayaan masyarakat yang

melibatkan banyak pihak, dari mulai petani, tenaga penyuluh pertanian

pemerintah maupun swasta, petugas pemerintah dan juga sektor swasta.

Program ini sejatinya adalah mengubah pola fikir pelaku utama/petani yang tentu

saja membutuhkan waktu dan pendekatan yang holistik. Kegiatan ini diharapkan

membantu meningkatkan pertanggungjawaban dan efektifitas pelayanan

pertanian melaui kemampuan mengembangkan kelembagaan petani,

meningkatkan kualitas penelitian yang berdaya guna, dan meningkatkan

penggalian pengetahuan dan pelayanan informasi bagi petani, peneliti dan

penyuluh. Program ini memberdayakan organisasi petani agar lebih berperan

dalam pelayanan terhadap kebutuhan petani, dan meningkatkan kemampuan

petani dalam mengadopsi teknologi serta responsif terhadap permintaan pasar

serta memajukan agribisnis di perdesaan.

Page 45: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

44

P3TIP/FEATI merupakan program yang dikelola oleh Kementerian Pertanian

berbantuan Bank Dunia, dan dirancang untuk mendukung penyelenggaraan

sistem penyuluhan pertanian. Pola dasar P3TIP/FEATI dirancang untuk menjawab

kebutuhan petani akan penyuluhan yang berorientasi kebutuhan petani,

kelembagaan dan SDM petani yang baik serta kebutuhan akan kajian dan

diseminasi teknologi spesifik lokasi.

P3TIP/FEATI memprioritaskan pengembangan kapasitas sumberdaya

manusia dan pemberdayaan petani melalui perbaikan sistem informasi,

peningkatan kapasitas organisasi petani berorientasi agribisnis, dan

pengembangan teknologi sebagai upaya meningkatkan daya saing produksi hasil

pertanian. Strategi ini menjadi bagian dari Renstra Badan Penyuluhan dan

Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian, yang menekankan pentingnya

diversifikasi untuk meningkatkan efisiensi, kesejahteraan petani, serta daya saing

hasil pertanian dalam era globalisasi.

P3TIP/FEATI merupakan program yang memfasilitasi kegiatan penyuluhan

pertanian yang dikelola oleh petani atau Farmers Managed Extension Activities

(FMA) . Melalui kegiatan ini petani difasilitasi untuk merencanakan dan mengelola

sendiri kebutuhan belajarnya, sehingga proses pembelajaran berlangsung lebih

efektif dan sesuai dengan kebutuhan pelaku utama. Dalam metode FMA ini

pelaku utama dan pelaku usaha mengidentifkasi permasalahan dan potensi yang

ada pada diri, usaha dan wilayahnya, merencanakan kegiatan belajarnya sesuai

dengan kebutuhan mereka secara partisipatif dalam rangka meningkatkan

produktivitas usahanya guna peningkatan pendapatan dan kesejahteraan

keluarganya. Kegiatan P3TIP/FEATI dilaksanakan mulai bulan Juni 2007 sampai

dengan Juni 2012, dan diperpanjang hingga bulan Juni 2013.

Esensi dari kegiatan P3TIP/FEATI adalah:

1. Mengubah paradigma pembangunan pertanian dari sentralisasi ke

desentralisasi. Sejarah mencatat bahwa program penyuluhan dengan pola

desentralisasi atau pola top down telah menimbulkan dampak negatif:

(1) Makin besarnya ketimpangan dan kecemburuan sosial pada masyarakat

perdesaan; (2) Prioritas target lebih mengarah ke peningkatan produksi tanpa

Page 46: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

45

memperhatikan aspek-aspek pertanian yang berkelanjutan; (3) Banyak terjadi

penyimpangan-penyimpangan, seperti petani hanya melakukan pekerjaan

sesuai instruksi dari pemerintah bukan melakukan sesuatu yang menjadi

kebutuhan petani.

2. Mengubah paradigma perilaku petani dari petani tradisional yang hanya

berorientasi produksi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari

(subsisten) menjadi petani modern yang yang berorientasikan agribisnis.

3. Learning by doing, kegiatan yang dilakukan harus dirancang terintegrasi

dengan pelaksanaan usahatani untuk memenuhi kebutuhan belajar petani.

P3TIP/FEATI dilaksanakan di 18 Provinsi, 71 kabupaten dan 3.230 de

sa melalui penyediaan dana hibah untuk kegiatan pembelajaran pelaku utama

yang akan dikelola oleh pelaku utama dan pelaku usaha. Kegiatan pembelajaran

yang difasilitasi P3TIP/FEATI dimulai di tingkat desa. Pembelajaran di tingkat desa

dimulai dari kajian desa secara partisipatif sebagai dasar dalam penyusunan

perencanaan usaha dan kegiatan belajar yang dilaksanakan dengan difasilitasi

oleh penyuluh swadaya yang dipilih dari dan oleh pelaku utama dan pelaku usaha

setempat secara demokratis.

Tujuan utama dari pelaksanaan P3TIP/FEATI adalah:

1. Mengubah pola pikir petani, dari petani subsisten tradisional menjadi petani

modern berwawasan agribisnis;

2. Menciptakan wirausahawan yang handal di perdesaan;

3. Meningkatkan pendapatan masyarakat tani di perdesaan sebagai upaya

pengentasan kemiskinan di perdesaan;

4. Meningkatkan aktivitas kegiatan agribisnis di perdesaan sebagai upaya

pengurangan pengangguran.

Tujuan khusus dari pelaksanaan proyek P3TIP/FEATI ini adalah :

1. Meningkatkan kemampuan pelaku utama dan pelaku usaha.

2. Memilih usaha yang paling menguntungkan.

Page 47: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

46

3. Mengidentifikasi kebutuhan informasi, teknologi dan sarana yang diperlukan

untuk mengembangkan usahanya secara berkelanjutan.

4. Menerapkan prinsip-prinsip agribisnis (orientasi pasar, menguntungkan,

memiliki kepercayaan jangka panjang, kemandirian dan daya saing usaha,

komitmen terhadap kontrak usaha): (1) mengembangkan jejaring dengan

berbagai sumber informasi teknologi, pemasaran, permodalan, (2)

mengembangkan kemitraan usaha dengan berbagai pihak, (3) penguatan

kelembagaan tani (kelompok tani, gapoktan, FMA, dan asosiasi).

Peserta P3TIP/FEATI

Peserta P3TIP/FEATI adalah pelaku utama dan pelaku usaha, baik

yang telah bergabung maupun yang belum bergabung dalam kelompok

tani/gapoktan desa/asosiasi di tingkat kabupaten/provinsi laki-laki dan

perempuan, termasuk kelompok masyarakat yang terpinggirkan) yang memiliki

usahatani dan bermaksud untuk mengembangkan usahanya menjadi usaha

agribisnis yang lebih produktif, dinamis dan berdaya saingtinggi. Disamping itu,

yang bersangkutan memiliki keinginan belajar yang tinggi dan bersedia untuk

menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan yang diperolehnya kepada anggota

poktan/gapoktan/asosiasi dan masyarakat di sekitarnya dalam rangka

pengembangan usaha agribisnis di wilayahnya.

Ciri-ciri Proses Pembelajaran FMA pada Kegiatan P3TIP/FEATI:

1. Kegiatan diajukan berdasarkan pada kebutuhan pelaku utama dan pelaku

usaha (laki-laki dan perempuan), dan disepakati dalam rembug

tani di tingkat desa/ forum organisasi petani di kabupaten/provinsi:

a. Proses pembelajaran difasilitasi oleh penyuluh swadaya yang berasal dari

kalangan pelaku utama dan pelaku usaha;

b. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan berdasarkan pengalaman dan atau

penemuan yang diperoleh sambil bekerja (learning by doing dan discovery

learning).

2. Materi, metoda dan waktu pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan

dan aspirasi pelaku utama dan pelaku usaha (laki-laki dan perempuan) dan

Page 48: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

47

peran yang dimainkan oleh masing-masing dalam kegiatan usahanya.

Proses belajar menggunakan teknik partisipatif dengan melibatkan seluruh

unsur masyarakat, khususnya mereka yang termasuk kelompok terpinggirkan

(disadvantaged group), yaitu keluarga miskin dan kaum perempuan.

Prinsip-prinsip Dasar Pelaksanaan

1. Partisipatif

Kegiatan penyuluhan pertanian harus melibatkan pelaku utama dan pelaku

usaha untuk berperan secara aktif dalam setiap pengambilan keputusan dan

pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian, termasuk kelompok terpinggirkan

(disadvantaged group) yaitu keluarga miskin dan perempuan. Partisipasi akan

berkembang dalam berbagai cara sesuai keadaan spesifik lokasi, dan pelibatan

sejak proses perencanaan akan menumbuhkan perasaan memiliki dan jaminan

keberlanjutan program.

2. Demokratis

Setiap keputusan dibuat melalui musyawarah atau kesepakatan sebagian

besar pelaku utama dan pelaku usaha untuk menjamin dukungan yang

berkelanjutan dan rasa memiliki dari masyarakat. Seluruh kegiatan FMA, dari

perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi dilaksanakan dengan prinsip “dari

petani ke petani dan untuk petani.”

3. Desentralisasi

Kegiatan penyuluhan pertanian direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan

kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha (laki-laki dan perempuan, untuk

memperbaiki dan mengembangkan usaha tani dan meningkatkan rasa memiliki

terhadap pelaksanaan dan hasil-hasil dari kegiatan penyuluhan.

4. Keterbukaan

Manajemen dan administrasi penggunaan dana P3TIP/FEATI harus diketahui

dan diumumkan ke masyarakat baik di tingkat desa, kabupaten dan provinsi.

Page 49: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

48

5. Akuntabilitas Pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan dana untuk penyuluhan

pertanian harus dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada seluruh

anggota organisasi petani yang terlibat.

6. Sensitif Gender Kegiatan penyuluhan pertanian ditetapkan dalam rembug tani

yang dihadiri oleh pelaku utama dan pelaku usaha, baik laki-laki maupun

perempuan termasuk mereka berasal dari kelompok yang terpinggirkan.

Kegiatan penyuluhan pertanian ini memberi manfaat kepada pelaku utama dan

pelaku usaha, baik laki-laki maupun perempuan secara proporsional dan tepat

sasaran.

7. Kemandirian Pelaku utama dan pelaku usaha, keluarga dan masyarakat tani,

serta seluruh anggota organisasi petani (laki-laki dan perempuan) memiliki

kesempatan dan kemampuan untuk mengembangkan usahatani yang

menguntungkan dan berkelanjutan tanpa harus bergantung kepada

pemerintah.

Ruang Lingkup dan Metode Pembelajaran

Ruang lingkup kegiatan P3TIP/FEATI:

1. Kegiatan pembelajaran dalam rangka meningkatkan kapasitas pelaku utama

dan pelaku usaha untuk mengelola kegiatan penyuluhan yang dan

berkelanjutan.

2. Substansi/materi belajar meliputi materi teknis budidaya, panen, pascapanen,

pengolahan hasil, dan pemasaran komoditas pertanian dan peternakan yang

membawa inovasi strategis dan spesifik lokasi untuk meningkatkan pendapatan

pelaku utama dan pelaku usaha, disamping materi yang bersifat meningkatkan

keterampilan manajemen dan kepemimpinan.

3. Substansi/materi bersifat lebih spesifik guna memenuhi spesifikasi

produk berbasis pada permintaan pasar, sehingga memiliki nilai jual yang

tinggi, termasuk manajemen berbasis mutu

Metode pelaksanaan FMA disesuaikan dengan kebutuhan dan aspirasi pelaku

utama dan pelaku usaha, antara lain: pelatihan, penyediaan tenaga

teknis/narasumber, studi banding, temu teknologi, demplot, demfarm (termasuk

Page 50: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

49

demonstrasi cara dan hasil, serta hari lapang petani), magang, sekolah lapangan

petani, pengembangan media petani dan penyebarluasannya, temu usaha,

lokakarya lapangan, temu karya, temu lapang, pengembangan jejaring kemitraan

usaha dan informasi, dokumentasi kegiatan petani, monitoring dan evaluasi

partisipatif.

Alokasi dan Penggunaan Dana

Dana hibah FMA pada kegiatan P3TIP/FEATI hanya dapat digunakan untuk

membiayai:

1. Kegiatan penyuluhan pertanian yang dikelola oleh poktan/gapoktan desa atau

asosiasi pelaku usaha di tingkat kabupaten/provinsi yang bersifat strategis

sesuai dengan ruang lingkup dan materi FMA;

2. Konstruksi/perbaikan sarana belajar dan atau pengadaan peralatan yang

diperlukan untuk mendukung efektivitas proses pembelajaran sesuai dengan

metode pembelajaran yang diusulkan dalam proposal.

3. Paling sedikit 20% dari total dana FMA diperuntukkan untuk memenuhi

kebutuhan dan memberi manfaat bagi pelaku utama perempuan.

Kegiatan yang tidak boleh dibiayai FMA desa, kabupaten dan provinsi adalah

sebagai berikut:

1. Pembelian pestisida yang penggunaannya dilarang pemerintah, FAO, dan

WHO (Badan Kesehatan Dunia).

2. Gaji/upah/honorarium bulanan/mingguan/harian bagi penyuluh/petugas

berstatus PNS.

3. Pembelian sarana produksi untuk usaha.

4. Modal usaha.

5. Kegiatan yang terkait dengan FMA dan tidak dibiayai dari dana FMA, antara

lain: pelaksanaan PRA, penyusunan rencana kegiatan kelompok (RDK/

RDKK), penyusunan programa penyuluhan desa, kabupaten dan provinsi,

serta penyelenggaraan forum penyuluhan Pelaksanaan.

Page 51: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

50

Kegiatan-kegiatan P3TIP/FEATI dibiayai dari sumber LOAN Bank Dunia, APBN

dan APBD (Provinsi dan Kabupaten). Pada Tabel 4.3 dicantumkan total anggaran

sejak tahun 2007 sampai dengan bulan Juni 2013

Tabel 4.3. Dana P3TIP/FEATI (Juni 2007-Juni 2013)

No. Sumber Dana Jumlah

1. LOAN US $ 92,8 juta

2. APBN US $ 30,2 juta

Subtotal US $ 123,0 juta

3. APBD Provinsi Rp 15,084 milyar

4. APBD Kabupaten Rp 107,690 milyar

Subtotal Rp 122,774 milyar Sumber: Pusat Penyuluhan Pertanian (2013)

Siklus dan Tahapan Pengelolaan FMA pada Kegiatan P3TIP/FEATI

Keseluruhan langkah-langkah pokok dalam perencanaan dan pelaksanaan

FMA pada kegiatan P3TIP/FEATI dapat dibagi dalam empat tahap yang terdiri dari

langkah berikut:

Tahap 1: Persiapan, mencakup kegiatan:

1. Sosialisasi konsepsi FMA;

2. Pembentukan Unit Pengelola FMA dan pengurusnya;

3. Pemilihan Penyuluh Swadaya;

Tahap 2: Perencanaan, mencakup kegiatan:

1. Pelaksanaan PRA;

2. Penyusunan rencana kegiatan kelompok (RDK/RDKK);

3. Penyusunan programa penyuluhan desa;

4. Penetapan prioritas kegiatan yang akan diusulkan untuk dibiayai dana hibah

FMA;

5. Penyusunan proposal FMA;

6. Penilaian kelayakan dan rekomendasi persetujuan proposal FMA oleh Komisi

Penyuluhan Kabupaten;

7. Persetujuan dari PPK-P3TIP untuk pemberian dana FMA.

Page 52: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

51

Tahap 3: Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan FMA dilakukan langsung oleh kelompok tani sesuai dengan

rencana kegiatan dan jadwal yang telah disepakati bersama. Disamping itu,

Pengurus Unit Pengelola FMA diharuskan menyusun laporan kegiatan dan hasilnya

serta keuangan termasuk penerimaan, penggunaan dan pembukuan dana untuk

dilaporkan kepada masyarakat desa dan pemangku kepentingan lainnya.

Tahap 4: Monitoring dan Evaluasi, mencakup kegiatan:

1. Pemantauan terhadap proses pelaksanaan kegiatan FMA dan hasil kegiatan

belajar secara partisipatif;

2. Pemantauan terhadap pelaksanaan rencana tindak lanjut peserta setelah

selesai mengikuti FMA dan identifikasi masalah yang dihadapi;

3. Evaluasi dampak FMA terhadap peningkatan produktivitas dan pendapatan

peserta dan masyarakat desa;

4. Pengusulan rekomendasi untuk siklus kegiatan berikutnya.

5. Kegiatan monitoring dan evaluasi dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan

Evaluasi yang dibentuk oleh Rembugtani Desa, serta melaporkan hasilnya ke

masyarakat desa.

Perkembangan desa lokasi P3TIP/FEATI tahun 2007-2013 dicantumkan

pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Perkembangan Desa Lokasi P3TIP/FEATI Tahun 2007-2013

No. Wilayah Jumlah Awal (2007) Jumlah Akhir (2013)

Kab Kec Desa Kab Kec Desa

1. Sumatera 13 162 580 12 137 473

2. Jawa 20 266 910 20 266 910

3. NTB 11 147 480 11 142 464

4. Kalimantan 5 43 200 5 43 200

5. Sulawesi 22 266 1.060 20 241 950

Jumlah 71 884 3.230 68 829 2.997 Sumber: Pusat Penyuluhan Pertanian (2013)

Pelaksanaan P3TIP/FEATI terutama melalui FMA pengembangan secara

tidak langsung telah memberikan dukungan akan implementasi Undang-Undang

No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, dengan

Page 53: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

52

menumbuhkan kelembagaan ekonomi petani formal yang sejalan dengan

pengembangan Badan usaha Milik Petani (BUMP) seperti yang diamanahkan

dalam undang-undang tersebut. Hal ini merupakan cerminan arah yang akan

dituju dalam pemberdayaan petani yaitu tumbuh dan berkembangnya

kelembagaan ekonomi petani yang berorientasi pasar dan berdaya saing. Jumlah

kelembagaan ekonomi petani yang tumbuh dari hasil pembelajaran FMA tertera

pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Jumlah Kelembagaan Ekonomi Petani dari Hasil Pembelajaran FMA

No. Jenis Kelembagaan Jumlah

1. Kelompok Usaha Bersama (KUB) 675

2. Asosiasi 99

3. Koperasi 85

4. PerseroanTerbatas (PT)/BUMP 13

Total 872 Sumber: Pusat Penyuluhan Pertanian (2013)

4.1.6. Program Desa Mandiri Pangan

Program Aksi Desa Mandiri Pangan (Demapan) merupakan program

peningkatan ketahanan pangan berbasis masyarakat untuk lebih meningkatkan

implementasi strategi pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat. Program

tersebut lebih terfokus pada aksi desa mapan untuk mengurangi tingginya angka

kemiskinan, mengurangi rawan pangan dan gizi melalui pendayagunaan sumber

daya kelembagaan dan kearifan lokal perdesaan, sehingga masyarakat dapat

menjalani hidup sehat dan produktif dari waktu ke waktu (Wariyanto, 2008).

Tujuan program Demapan adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan

dan gizi (mengurangi kerawanan pangan dan gizi) masyarakat melalui

pendayagunaan sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal di perdesaan

(Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, 2011). Sasaran program

Demapan adalah terwujudnya ketahanan pangan dan gizi tingkat desa yang

ditandai dengan berkurangnya tingkat kerawanan pangan dan gizi.

Dalam pelaksanaannya, program Demapan difasilitasi antara lain:

instruktur, pendampingan dalam bidang manajemen kelompok dan usaha dan

Page 54: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

53

teknis, bantuan permodalan, sarana dan prasarana, tenaga kerja serta teknologi.

Berbagai masukan tersebut akan digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan

yang akan dilaksanakan seperti pemberdayaan masyarakat (pendampingan,

pelatihan, fasilitasi dan penguatan kelembagaan), harmonisasi sistem ketahanan

pangan dan pengembangan keamanan pangan serta antisipasi maupun

penanggulangan kerawanan pangan.

Secara langsung program ini melibatkan partisipasi masyarakat desa

dengan meningkatkan kapasitas aparat desa untuk mengakomodasikan dan

memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam: (1) meningkatkan ketersediaan

pangan dengan memaksimalkan sumber daya yang dimiliki secara berkelanjutan,

(2) meningkatkan distribusi dan akses pangan masyarakat, (3) meningkatkan

mutu dan keamanan pangan di desa, (4) meningkatkan kualitas konsumsi pangan

masyarakat, (5) meningkatkan kualitas penanganan masalah pangan (Nainggolan,

2006).

Kelengkapan pedum, juklak dan juknis program Demapan yang dimaksud

terangkum dalam Keputusan Kepala Badan Ketahanan Pangan Nomor:

10/Kpts/Ot.140/K/02/2009 tentang Pedoman Umum Program Aksi Desa Mandiri

Pangan Tahun 2009, dalam Bab 1 pendahuluan bagian a, yang berbunyi; untuk

meningkatkan kemampuan masyarakat desa dalam pengembangan usaha

produktif berbasis sumber daya lokal, peningkatan ketersediaan pangan,

peningkatan daya beli dan akses pangan rumah tangga, sehingga dapat

memenuhi kecukupan gizi rumah tangga, yang akhirnya berdampak terhadap

penurunan kerawanan pangan dan gizi masyarakat miskin di perdesaan, sejalan

dengan salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs), yaitu untuk

mengurangi angka kemiskinan dan kelaparan di dunia sampai setengahnya di

tahun 2015. Pada Bab III pelaksanaan kegiatan Desa Mandiri Pangan Tahun 2014

terdiri dari dua model yaitu Desa Mandiri Pangan Reguler dan Kawasan Mandiri

Pangan (Papua-Papua Barat, Kepulauan, dan perbatasan).

Penanggung Jawab Program Demapan (Pusat – Daerah)

Pelaksanaan kegiatan penyampaian informasi tentang hasil monitoring dan

evaluasi dari pelaksana kegiatan di tingkat bawah kepada tingkat pengambil

Page 55: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

54

kebijakan. Pelaporan pelaksanaan kegiatan dilakukan secara berjenjang dari

tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, propinsi hingga pusat secara berkala,

berkelanjutan dan tepat waktu. Desa melaporkan pada kecamatan dan

kabupaten/kota tentang situasi pangan dan cadangan pangan desa serta

perkembangan pelaksanaan proksi mandiri pangan di desa dengan formulir yang

telah disepakati.

Kecamatan berfungsi sebagai pemantau, pendamping dan sekaligus

penghubung ke kabupaten/kota dan menyampaikan upaya-upaya yang telah

dilakukan oleh kecamatan serta meneruskan hal-hal yang tidak dapat dilakukan

oleh kecamatan dengan menggunakan form yang telah disepakati.

Kabupaten memberikan umpan balik kepada desa dan kecamatan serta

melakukan follow up terhadap kondisi yang memerlukan penanganan segera atau

dikoordinasikan oleh pengelola program tingkat kabupaten/kota. Provinsi

memantau kegiatan lapangan secara berkala dan mengevaluasi hasil pemantauan

dan melaporkan ke pusat sesuai dengan format yang disepakati.

Selanjutnya provinsi memberikan umpan balik kepada kabupaten terhadap

kegiatan yang memerlukan penanganan segera atau dikoordinasikan oleh

pengelola program tingkat provinsi. Pusat sebagai penangung jawab program

melakukan pemantuan kegiatan secara berkala dan mengevaluasi hasil

pemantauan provinsi dan selanjutnya memberikan umpan balik kepada provinsi

atau melakukan follow up terhadap kegiatan yang memerlukan penanganan

segera atau dikoordinasikan oleh pengelola program tingkat pusat. Program ini

dirumuskan oleh kelompok kerja yang berfungsi sebagai simpul koordinasi untuk

memperlancar pelaksanaan program aksi secara berjenjang:

Kepala desa sebagai penghubung antara masyarakat dengan aparat

pemerintah serta sebagai penanggungjawab program yang bertugas untuk

mengkoordinasikan Tim Pangan Desa, kelompok masyarakat dan pendamping di

desa tersebut. Tim Pangan Desa terdiri dari: satu orang aparat desa, satu orang

tokoh masyarakat, satu orang perwakilan dari masyarakat miskin, satu orang

kader gizi/bidan desa dan satu orang ketua tim penggerak PKK.

Page 56: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

55

Kelompok kerja (Pokja) tingkat kabupaten diketuai oleh Kepala

Badan/Dinas/Kantor/unit kerja yang menangani ketahanan pangan di tingkat

kabupaten/kota dengan anggota dinas-dinas yang terkait dengan ketahanan

pangan. Kelompok kerja (Pokja) provinsi diketuai oleh Kepala Badan/Dinas/

Kantor/unit kerja yang menangani ketahanan pangan di tingkat provinsi dengan

anggota dinas terkait. Susunan organisasi kelompok kerja program aksi desa

mandiri pangan di pusat diketuai oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan,

Kementerian Pertanian yang anggotanya terdiri dari Instansi terkait dengan

ketahanan pangan.

Pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan

Program Desa Mandiri Pangan sudah dilaksanakan sejak tahun 2006 dan

tahun 2009 program ini sudah mencakup 1.174 desa, 275 kabupaten di 33

provinsi. Dari hasil pelaksanaan workshop bulan November 2009 dihasilkan

rumusan: program aksi mandiri pangan merupakan program utama Badan

Ketahanan Pangan yang dalam pelaksanaannya membutuhkan integrasi program

lintas sektor sehingga perlu mengaktifkan peran koordinasi Dewan Ketahanan

Pangan Pusat, Provinsi dan Kabupaten. Peran pendamping dalam pelaksanaan

program aksi (proksi) Demapan sangat strategis sehingga perlu seleksi tenaga

pendamping sesuai dengan persyaratan seperti yang diuraikan dalam Pedoman

Umum.

Pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas dilakukan bagi:

1. Tenaga pendamping perlu pelatihan PRA dan pelatihan teknis pendukung

kegiatan pemberdayaan masyarakat.

2. Tim Pangan Desa (TPD) perlu peningkatan pemahaman sistem ketahanan

pangan.

3. Lembaga Keuangan Desa (LKD) perlu pelatihan pengelolaan keuangan.

4. Aparat pengelola kegiatan Proksi Desa Mandiri Pangan perlu pelatihan

pengelolaan data base.

5. Kelompok afinitas perlu pelatihan teknis sesuai kebutuhan pada setiap

tahapan.

Page 57: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

56

Kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan peran LSM,

Perguruan Tinggi, Swasta (melalui Corporate Social Responsibility/CSR), dan

BUMN (melalui Program Kemitraan Bina Lingkungan/PKBL) dalam kegiatan

pendampingan. Kegiatan dilakukan dengan metode Sekolah Lapang (SL).

Penganggaran dana PMUK hanya merupakan dana stimulan dalam Program

Aksi Desa Mandiri Pangan, sedangkan titik berat pelaksanaan Program Aksi

Demapan adalah pemberdayaan masyarakat. Penyaluran dana PMUK dilakukan

melalui rekening kelompok afinitas dan digunakan untuk kegiatan usaha produktif

sesuai dengan Rencana Usaha Kelompok.

Mengoptimalkan peran Tim Pangan Desa (TPD) dalam percepatan

diversifikasi pangan dan mengkoordinasikan kegiatan di tingkat desa, Tim Pangan

Desa diharapkan mampu menyiapkan exit strategy, disamping menyusun

perencanaan Desa Partisipatif untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan

program pembangunan desa.

Strategi keberlanjutan dalam Program Aksi Desa Mandiri Pangan meliputi:

1. Kelompok afinitas menjadi gabungan kelompok tani.

2. Tim Pangan Desa sebagai embrio yang akan menjadi lembaga koordinasi

ketahanan pangan desa.

3. Lembaga Keuangan Desa menjadi lembaga formal seperti: Koperasi, Lembaga

Keuangan Mikro atau Badan Usaha Milik Desa.

4. Mengembangkan aksesibilitas dalam bentuk kemitraan usaha.

5. Pengembangan lumbung pangan sebagai pengelolaan cadangan pangan

masyarakat.

Dalam rangka percepatan penganekaragaman konsumsi pangan

masyarakat di desa pelaksana program aksi Demapan dilakukan pemanfaatan

pekarangan, pengolahan pangan lokal dan pembuatan tepung-tepungan dengan

memanfaatkan sumberdaya lokal. Pada tahun 2009 terdapat 250 desa yang

memasuki tahap kemandirian. Berdasarkan hasil penilaian di tingkat pusat hanya

terdapat 122 desa yang sudah mandiri yang akan dilanjutkan sebagai desa Inti

dalam Gerakan Kemandirian Pangan (GKP), sekitar 128 desa yang belum mandiri

Page 58: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

57

perlu pembinaan lebih lanjut oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten

dengan menggunakan dana APBD. Untuk itu perlu surat penugasan dari pusat

kepada gubernur dan bupati/walikota

Untuk meningkatkan profesionalisme dan efektifitas pemberdayaan

masyarakat oleh PPL sebagai tenaga pendamping Demapan, maka diperlukan

kontrak kerja antara unit kerja ketahanan pangan kabupaten dengan

instansi/lembaga yang menangani petugas PPL dengan menetapkan indikator

kinerja secara luas.

Monitoring dan Evaluasi Program Demapan

Monitoring dan evaluasi (monev) oleh Badan Ketahanan Pangan

Kementerian pertanian dilakukan melalui kuesioner yang subtansinya

dipresentasikan dalam 8 dimensi. Kuesioner terdiri dari evaluasi untuk setiap

tahapan dan evaluasi untuk desa yang sudah masuk tahap kemandirian.

Selanjutnya BKP pusat mengundang BKP provinsi untuk kegiatan sosialisasi

kuesioner, alat analisis dan format outline laporan kegiatan. Diharapkan provinsi

juga melakukan hal yang sama sebelum kuesioner, alat analisis dan format outline

laporan kegiatan Demapan dikirim ke kabupaten.

Laporan monev tingkat kabupaten dipresentasikan di tingkat provinsi dan

terakhir laporan monev provinsi dipresentasikan secara nasional dalam workshop

Desa Mandiri Pangan yang dilaksanakan oleh BKP pusat. Hasil Workshop tahun

2011 merekomendasikan beberapa hal diantaranya adalah (Rusastra et al., 2011):

(1) BKP pusat dan provinsi agar bersinergi dalam pemantapan sosialisasi dan

pelatihan monev di tingkat kabupaten, (2) pelaksanaan monev kabupaten

membutuhkan pendampingan dalam perencanaan, implementasi, analisis data,

dan penulisan laporan, (3) desentralisasi monev kabupaten perlu dipertahankan,

karena kabupaten merupakan institusi terdepan dalam pelaksanaan program

Demapan, dan (4) dukungan pembinaan dan pendanaan terkait dengan

pelaksanaan monev di tingkat kabupaten (dan juga di tingkat provinsi) menjadi

sangat penting).

Page 59: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

58

Peran dan keterlibatan petani/kelompoktani dalam menyukseskan program Demapan

Dalam upaya meningkatkan pembangunan ketahanan pangan, peranan

kelembagaan kelompok tani di perdesaan sangat besar dalam mendukung dan

melaksanakan program Demapan yang sedang dilaksanakan karena kelompok tani

inilah pada dasarnya pelaku utama pembangunan ketahanan pangan.

Untuk mencapai keberdayaan masyarakat perdesaan tersebut, program

Demapan merupakan program pemberdayaan kelompok tani yang dilakukan harus

dapat meningkatkan kemampuan kelompok tani dalam hal: (1) memahami

kekuatan (potensi) dan kelemahan kelompok, (2) memperhitungkan peluang dan

tantangan yang dihadapi, pada saat ini dan masa mendatang, (3) memilih

berbagai alternatif yang ada untuk mengatasi masalah yang dihadapi, dan (4)

menyelenggarakan kehidupan berkelompok dan bermasyarakat yang serasi

dengan lingkungannya secara berkesinambungan.

Kelembagaan didalam program Demapan salah satunya kelompok afinitas

(KA) sebagai penerima program. KA dibentuk dengan sekurang-kurangnya 30

persen Rumah Tangga Miskin (RTM) hasil DDRT dan terbagi dalam beberapa

subkelompok sesuai dengan bidang/jenis usaha yang dilakukan anggota

kelompok. KA dibentuk dengan maksud untuk meningkatkan kebersamaan dan

kemampuan kelompok sasaran dalam mengelola unit usaha. Umumnya usaha

yang dilakukan berdasarkan kebiasaan serta ketersediaan bahan baku yang ada

disekitar lingkungan. Agar kelembagaan ini bisa berjalan maka diharuskan dalam

setiap KA ada kepengurusan, tata tertib, agenda pertemuan, serta tema untuk

dibahas dalam pertemuan.

Peran dan Keterlibatan Stakeholder dalam Menyukseskan Program

Peran dan keterlibatan stakeholder seperti tertuang dalam peraturan

Menteri Pertanian No. 06/Permentan/OT. 140/1/2014 Tentang Pedoman Desa

Mandiri Pangan Tahun 2014 disebutkan bahwa fungsi dan peran masing-masing

lembaga sebagai berikut:

Page 60: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

59

1. Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian sebagai penanggung jawab

kegiatan nasional.

2. Badan/dinas/kantor/unit kerja Ketahanan Pangan pusat, provinsi, dan

kabupaten sebagai penanggung jawab kegiatan pada masing-masing

tingkatan.

3. Dewan Ketahanan Pangan tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten diperankan

sebagai wadah koordinasi pelaksana kegiatan.

4. Tim Asistensi dan Advokasi yang berada di pusat dan provinsi sebagai asisten

dan advokat Tim Koordinator Teknis kabupaten/kota

5. Tim Koordinator Teknis kabupaten sebagai pelaksana pendampingan kegiatan

pengembangan kegiatan tingkat kabupaten/kota.

6. Koordinator Pendamping merupakan aparat kabupaten/provinsi yang

melakukan fungsi sebagai koordinator pendamping di tingkat lapangan.

Koordinator Pendamping ditunjuk oleh Kepada Badan/dinas/kantor/unit kerja

Ketahanan Pangan provinsi dan kabupaten/kota.

7. Camat/Kepala Distrik sebagai koordinator Desa pelaksana kegiatan di Wilayah

kerjanya.

8. Kepala Desa sebagai penanggung jawab operasional kegiatan di tingkat Desa

Wilayah kerjanya

9. FKK sebagai koordinator pembangunan Ketahanan Pangan tingkat Kawasan.

10. TPD sebagai penggerak pembangunan Ketahanan Pangan di Desa.

Sumber Dana

Dana APBN untuk Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian,

dialokasikan di pusat, provinsi berupa dana Dekonsentrasi (Dekon), dan

kabupaten/kota berupa dana Tugas Pembantuan (TP). Salah satu komponen

kegiatan pengembangan Kawasan Mandiri Pangan yang sebelumnya Demapan

adalah penyaluran dana bantuan sosial (bansos) untuk pengembangan usaha

produktif. Dana bansos tersebut dikelola oleh Lembaga Keuangan tingkat kawasan

yang ditumbuhkan dari dan oleh masyarakat. Proses pencairan dana mengikuti

Pedoman Pengelolaan Bansos untuk Pertanian Pencairan dana Bansos ke rekening

Page 61: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

60

kelompok. Rincian dana bansos dan RTM sejak tahun 2006-20011 dicantumkan

pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Besarnya Perkembangan Bansos Demapan dan RTM Penerima Program

di Indonesia, 2006-2011

Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Bansos ( juta) 24.040 35.400 22.100 35.900 50.230 40.500

RTM (KK) 31.250 75.500 103.125 148.000 235.625 304.75

Badan Ketahanan Pangan (2011)

4.1.7. Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)

Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) merupakan

sekolah lapang petani dalam menerapkan berbagai teknologi usahatani melalui

penggunaan input produksi yang efisien menurut spesifik lokasi, sehingga mampu

menghasilkan produktivitas tinggi untuk menunjang peningkatan produksi yang

berkelanjutan (Ditjen Tanaman Pangan, 2008). Pendekatan Pengelolaan Tanaman

Terpadu (PTT) telah diadopsi oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan melalui

program SL-PTT dalam upaya pencapaian sasaran produksi padi, jagung dan

kedelai melalui peningkatan produktivitas tanaman (Ditjentan, 2009). Melalui

penerapan SL-PTT petani akan mampu mengelola sumber daya yang tersedia

seperti varietas, tanah, air dan sarana produksi secara terpadu dalam melakukan

budidaya di lahan usahataninya berdasarkan kondisi spesifik lokasi, sehingga

petani menjadi terampil serta mampu mengembangkan usahataninya dalam

rangka peningkatan produksi padi (Badan Litbang Pertanian, 2007).

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian pangan nasional

melalui usaha peningkatkan produksi pangan nasional, khususnya padi, jagung

dan kedelai yang melibatkan sekitar 60.000 kelompok tani di seluruh Indonesia.

Sasaran akhir SL-PTT adalah peningkatan produktivitas tanaman pangan (padi,

jagung, kedelai) secara nasional melalui penerapan paket teknologi spesifik lokasi

oleh petani secara mandiri.

Page 62: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

61

Pelaksanaan SL-PTT dimulai tahun 2008 dan berakhir tahun 2014. Pada

awalnya pelaksanaan SL-PTT dilakukan di 8 provinsi dan terakhir tahun 2014

dilaksanakan di hampir semua provinsi meliputi 2,6 juta hektar. Dalam pemilihan

lokasi SL-PTT diprioritaskan pada luasan areal yang memadai, produktivitasnya

masih rendah sehingga berpotensi untuk ditingkatkan serta petani di wilayah

tersebut responsif terhadap teknologi (Rahman et al., 2009). Lahan untuk SL-PTT

dapat berupa sawah irigasi, sawah tadah hujan, lahan kering maupun pasang

surut. Diupayakan lokasi SL-PTT bukan merupakan daerah endemis hama dan

penyakit, bebas bencana kekeringan, kebanjiran dan bukan sengketa. Disamping

itu, untuk lokasi Laboratorium Lapang (LL) dipilih di lahan yang mudah dijangkau

oleh petani peserta SL maupun non-peserta SL.

Implementasi SL-PTT padi telah dilakukan di 31 provinsi yang meliputi padi

sawah inbrida seluas 2.2 juta ha pada 88.000 kelompok tani, padi hibrida seluas

228.980 ha pada 22.000 kelompok tani dan padi lahan kering seluas 350.000 ha

melibatkan 23.333 kelompok tani (Badan litbang, 2011). Mengenai pengembangan

padi hibrida Rachman et al. (2009) mengungkapkan masih adanya pro-kontra

terkait dengan pengembangan padi hibrida dalam program SL-PTT. Beberapa hal

yang menyebabkan pro-kontra tersebut adalah: (1) padi hibrida bersifat capital

using technology, sehingga cenderung memerlukan biaya lebih besar dibanding

non-hibrida, (1) penggunaan pestisida cenderung lebih tinggi pada hibrida

sehingga tidak sejalan dengan prinsip PHT, (3) harga bibit yang mahal

menyebabkan petani tidak berminat melanjutkan menanam hibrida, kecuali

diberikan gratis, (4) aksesibilitas benih hibrida masih sulit (belum tersedia di kios)

dan (5) sebagaian masyarakat tidak cocok dengan taste padi hibrida sehingga

kurang laku dijual dan harganya akan jatuh.

Dari sejumlah studi tentang SL-PTT ada beberapa saran perbaikan ke

depan yang harus ditempuh. Alihamsyah et al. (2011) mengusulkan perbaikan

pada tahap perencanaan, implementasi, dan monev. Pada fase perencanaan yang

perlu disempurnakan adalah Konsep dan Buku Pedoman Pelaksanaan SL-PTT.

Lokasi untuk SL dan LL sebaiknya diintegrasikan ke dalam suatu Dem Area dengan

luasan 1 -5 ha. Lokasi tersebut selanjutnya dijadikan sebagai reference point bagi

kegiatan percepatan pengembangan atau penerapan PTT yang dikoordinasikan

Page 63: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

62

Dinas Pertanian. Pada tataran pelaksanaan, penyempurnaan yang diperlukan

meliputi: (1) pelatihan PL III perlu diintensifkan dengan dilengkapi bahan ajar

yang memadai, (2) intensifikasi kegiatan sosialisasi dan diseminasi PTT, (3)

penyempurnaan distribusi BLBU, (4) LL dilakukan satu musim sebelum SL (benih

SL disediakan LL), dan (5) lokasi LL dapat dijadikan lokasi kajian BPTP sehingga

pengawalan lebih intensif. Sementara untuk aspek monev diusulkan adanya dana

operasional pendampingan dan pembinaan yang memadai untuk lembaga

penyuluhan (Bakorluh, Bapeluh, dan BIPP).

Dalam tataran kebijakan strategis, menurut Rusastra et al. (2011) opsi

kebijakan prioritas untuk penyempurnaan SL-PTT adalah ketersediaan dan akses

benih menurut 6 tepat yang dikomplemenkan dengan penyempurnaan kegiatan

pendampingan dan pengawalan. Dalam upaya meningkatkan produksi seharusnya

secara konsisten mengacu pada empat prinsip dasar pengembangan yaitu: (1)

penyediaan model SL-PTT spesifik lokasi, (2) penyediaan teknologi varietas unggul

baru dengan tingkat hasil tinggi yang terus diperbarui, (3) ketersediaan dan akses

saprodi utama dan (4) jaminan pemasaran hasil produksi. Keempat prinsip dasar

tersebut harus dapat diimplementasikan secara teritegrasi, mengingat satu sama

lainnya mempunyai hubungan yang komplementer. Disamping itu pengembangan

SL-PTT ke depan harus mengikuti proses pembelajaran (SL) secara

berkesinambungan dan bukan pendekatan keproyekan.

Menurut Jamal (2009) dari sisi konsep dan asumsi yang mendasari

pendekatan sekolah lapang, maka perlu dilakukan beberapa perbaikan dalam

perencanaan dan pelaksanaan SL-PTT. Dalam perencanaan kegiatan, ketersediaan

kurikulum yang menggunakan pendekatan local knowledge perlu mendapat

perhatian khusus. Disamping itu, perlu peningkatan kapasitas penyuluh sehingga

mampu melakukan berbagai modifikasi terhadap pendekatan yang ada. Program

P3TIP/FEATI yang mendukung terjadinya proses pembelajaran di tingkat petani,

dalam tataran terbatas dapat disinergikan dengan program SL-PTT.

Dalam rangka peningkatan produksi pangan dan kesejahteraan petani

melalui pengembangan teknologi PTT, ke depan menurut Alihamsyah et al. (2011)

ada tiga program dan kegiatan yang saling mendukung yang dapat dilaksanakan.

Page 64: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

63

Pertama, meneruskan program dan kegiatan dengan pendekatan sentralistik,

tetapi pelaksana utamanya Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian

dengan perbaikan pada beberapa aspek teknis dan manajerial. Jumlah unit SL-

PTT di daerah disesuaikan dengan kapasitas dan jumlah SDM penyuluh di

lapangan. Kedua, membuat program dan kegiatan yang lebih bersifat

terdesentralisasi seperti Percepatan Pengembangan atau Penerapan PTT dengan

menempatkan Pemda sebagai pelaksana utama dan pemerintah pusat sebagai

mitra dalam perencanaan dan evaluasi. Ketiga, pengkajian model pengembangan

sistem produksi tanaman pangan melalui inovasi PTT atau M-P3MI berbasis

inovasi yang dilakukan Badan Litbang melalui BPTP. Dari kegiatan ini diharapkan

dapat dibangun model pengembangan PTT spesifik lokasi yang terencana dan

terlaksana secara baik dan sistematis.

Rusastra et al. (2011) mengungkapkan bahwa hasil evaluasi kebijakan dan

anggaran SL-PTT tahun 2011 menunjukkan bahwa alih informasi dari lembaga

penelitian ke pelaksana/petugas PL sudah mencukupi, dilihat dari materi, buku

pedoman, observasi lapangan dan lainnya. Namun dalam pelaksanaan SL-PTT

tidak sempat dilakukan pemahaman masalah dan peluang (PMP) atau kajian

kebutuhan dan peluang (KKP) sehingga rakitan paket teknologi (PTT) menjadi

seragam untuk semua lokasi.

Implementasi SL-PTT

Hasil kajian Alihamsyah et al. (2011) menunjukkan bahwa dalam

pelaksanaan PMP/KKP, penentuan CP/CL, penentuan kebutuhan teknologi PTT dan

perencanaan kebutuhan sarana produksi tidak sepenuhnya mengikuti Pedoman

Pelaksanaan SL-PTT. Hal tersebut disebabkan karena terbatasnya waktu dan

tenaga penyuluh pendamping. Program SL-PTT mencakup beberapa aspek

sebagai berikut: (1) pemantapan fungsi laboratorium lapang (LL) dengan luasan

1,0 ha melalui dukungan komponen teknologi PTT, (2) pengembangan SL padi

non-hibrida dengan luasan 25 ha, dengan target areal 2,20 juta ha; (3)

pengembangan SL-padi hibrida dengan luasan 10 ha, dengan target areal 228 ribu

ha, (4) pengembangan SL-padi gogo dengan luasan 25 ha, pada target areal 350

ribu ha.

Page 65: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

64

Pengelolaan lahan dalam kegiatan SL-PTT ini adalah seluas 25 ha untuk

setiap kelompok yang nantinya 1,0 ha dari luasan tersebut akan dijadikan sebagai

laboratorium lapangan (LL) yang akan dijadikan sebagai media pembelajaran

petani, penyuluh/petugas dan peneliti. Pertemuan kelompok tani dalam rangka

pelaksanaan SL-PTT 2011 menurut pedoman diharapkan berlangsung selama 8

kali per musim. Dalam pertemuan ini ada dua hal pokok yang perlu diperhatikan

yaitu materi pertemuan dan kegiatan lapangan.

Menurut Pedoman Teknis SL-PTT (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan,

2012), mekanisme pelaksanaan SL-PTT harus melalui tahapan-tahapan sebagai

berikut:

1. Pertemuan persiapan dengan tokoh formal dan informal serta petani calon

peserta sebelum pelaksanaan SL-PTT untuk membahas: analisis masalah,

analisis tujuan, rencana kerja peningkatan produktivitas padi/jagung.

2. Menetapkan langkah–langkah yang menyangkut tujuan, hasil diharapkan dan

metode pembelajaran SL-PTT yang dilakukan bersama sebagai suatu

kesepakatan.

3. Membuat jadwal pertemuan SL-PTT minimal dua mingguan dengan

menentukan tempat, hari dan waktu serta materi pertemuan secara bersama-

sama.

4. Menentukan satu hari sebagai “Hari Lapang Petani” untuk memasyarakatkan

dan mendiseminasikan penerapan teknologi budi daya melalui SL-PTT kepada

kelompok tani dan petani sekitarnya.

5. Menentukan letak petak LL dan lokasi SL-PTT Spesifik Lokasi diusahakan di

tempat yang paling strategis dan berada di dekat jalan/lintasan sehingga

penerapan teknologi mudah dilihat dan ditiru oleh petani diluar SL-PTT.

Khusus untuk penentuan lokasi petak LL harus berbatasan langsung dengan

areal di luar SL-PTT.

6. Menyiapkan pengelolaan usahatani di petak LL secara bersama–sama sesuai

dengan tahapan budidaya masing–masing komoditi dengan harapan dapat

diterapkan di usahataninya masing–masing.

Page 66: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

65

Penanggung jawab SL-PTT tingkat pusat adalah Dirjen Tanaman Pangan,

di Provinsi adalah Kepala Dinas Pertanian Provinsi di tingkat Kabupaten/Kota

adalah Kepala Dinas Pertanian, di tingkat kecamatan adalah KCD sedangkan

penanggung jawab teknisnya adalah koordinator penyuluh/Kepala BPP, di

desa/unit SL-PTT adalah Pemandu Lapangan/Penyuluh Pertanian dibantu POPT

dan PBT tingkat kecamatan/desa. Operasional pelaksanaan tingkat nasional SL-

PTT adalah Direktur Budidaya Serealia (POSKO I), pada tingkat provinsi adalah

Kepala Sub Dinas produksi tanaman pangan (POSKO II), di tingkat

kabupaten/kota adalah Kepala Subdinas/Kepala Bidang produksi tanaman pangan

(POSKO III). Dalam melaksanakan kegiatan PL berkedudukan di POSKO IV/V

(kecamatan/desa).

Gubernur menetapkan susunan organisasi Posko II melalui surat keputusan

dan bupati/walikota menetapkan susunan organisasi Posko III melalui surat

keputusan yang mengacu pada Surat Mendagri Nomor 027/317/SJ tentang

Pengadaan Beras Nasional Tahun 2011. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota

juga menetapkan Pemandu Lapangan, penanggung jawab teknis setiap

kecamatan dan setiap desa melalui surat keputusan.

Manajemen program SL-PTT melibatkan beberapa institusi terkait dimana

terdapat pembagian tanggung jawab. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

bertanggung jawab terhadap perencanaan dan pengusulan dana. Penyediaan

teknologi, pedoman umum, nara sumber, pendamping teknologi dan pengajaran

untuk pelatih inti menjadi tanggung jawab Badan Litbang Pertanian. Badan

Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian bertanggung jawab dalam

mengorganisasikan dan melaksanakan pelatihan bagi pemandu lapang. Dinas

Pertanian provinsi dan Kabupaten bertanggung jawab terhadap pelaksanaan

sekolah lapang. Peran pemerintah daerah yang dalam hal ini diwakili oleh dinas

Pertanian provinsi dan Kabupaten sudah maksimal berdasarkan kewenangan yang

diperoleh. Namun, beberapa kebijakan sentralistik seperti pengadaan dan

distribusi bantuan langsung benih (BLB) dan bantuan langsung pupuk (BLP)

dipegang sepenuhnya oleh pusat, daerah tinggal menjalankan saja. Koordinasi

antara Dinas dan Penyuluhan tidak begitu baik karena penyuluh merasa tidak

mendapatkan fasilitas yang memadai untuk berpartisipasi secara aktif.

Page 67: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

66

Menurut Alihamsyah et al. (2011), dari aspek pelaksanaan (pelatihan

petugas, pertemuan petani, pengadaan dan distribusi saprodi, penerapan

teknologi, pengawalan /pendampingan) terungkap beberapa hal sebagai berikut:

(1) pelatihan bagi petugas rata-rata sudah sesuai agenda, namun untuk petani

belum sesuai Pedoman SL-PTT, (2) pertemuan petani masih beragam tergantung

dari kreativitas pengurus kelompok tani, (3) pengadaan saprodi belum sesuai yang

direncanakan (tepat jenis, jumlah, mutu, harga, waktu, dan lokasi), bahkan ada

benih yang varietasnya tidak sesuai, daya tumbuh rendah dan terlambat datang.

Kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap SL-PTT dilakukan secara

terintegrasi dalam format program di BPTP. Penggabungan monev seperti ini

mengandung beberapa kelemahan antara lain temuan monev tidak lagi spesifik

pada kegiatan SL-PTT sehingga semua permasalahan tidak terungkap secara

jelas. Permasalahan dan kendala umum yang dijumpai dalam SL-PTT adalah: (1)

tingginya keragaman kondisi calon lokasi SL-PTT, (2) belum terpenuhinya

penyediaan benih sesuai jenis, mutu, jumlah dan waktu serta belum bagusnya

sebagian infrastuktur irigasi, (3) terbatasnya dana pengadaan saprodi (selain

benih), (4) masih lemahnya koordinasi dan komunikasi antar institusi yang terlibat

dalam SL-PTT, (5) belum ada sistem informasi manajemen yang terintegrasi

antara Dinas, Badan Penyuluh dan BPTP dan (6) masih ada ketidak-konsistenan

kebijakan yang menyebabkan tingkat kepercayaan menurun terhadap kinerja SL-

PTT (Alihamsyah et al., 2011).

Permasalahan dalam implementasi SL-PTT juga dikemukakan oleh Jamal

(2009). Beberapa permasalahan tersebut diantaranya: (1) ketersediaan tenaga

untuk melakukan pendampingan sangat terbatas, yang diperparah lagi dengan

mekanisme pelibatan penyuluh sampai ke tingkat kecamatan tidak berjalan

dengan baik, (2) lemahnya koordinasi antara dinas teknis dan lembaga yang

menangani penyuluhan di daerah (kabupaten), semua pembiayaan SL-PTT ada di

Dinas sementara pendampingan ada di Badan Penyuluhan Kabupaten, dan (3)

terlambatnya proses pencairan dana bagi kegiataan LL sehingga terkadang

dilakukan setelah pelaksanaan SL sendiri. Rusastra et al. (2011) mengungkapkan

beberapa penyebab kurang optimalnya pelaksanaan SL-PTT diantaranya adalah

Page 68: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

67

keterlambatan penyaluran benih dan ketidaksesuaian varietas dengan yang

diminta petani.

Sumber Dana

Sumber pembiayaan SLPTT berasal dari APBN dan APBD maupun dana dari

pihak swasta/stakeholder mencakup empat kelompok besar yaitu: (1) perbaikan

kapasitas produksi pertanian, (2) bantuan alat dan sarana produksi pertanian, (3)

pemberdayaan dan perbaikan manajemen petani, dan (4) pembiayaan terkait

dengan kebijakan pendukung keberhasilan peningkatan produksi padi. Alokasi

anggaran terkait dengan perbaikan kapasitas produksi dan infrastruktur. Untuk

mendukung pengembangan program SLPTT pemerintah telah mengalokasikan

sejumlah dana yang cenderung meningkat per tahun. Sebagai contoh pada tahun

2010 – 2011 anggaran yang dialokasikan meningkat sebesar 24,5% dari Rp540,5

milyar pada tahun 2010 menjadi Rp672,9 milyar pada tahun 2011. Dari jumlah

anggaran yang disediakan tersebut sebanyak 86,8% - 90,39% dialokasikan untuk

pengembangan LL dan bantuan benih. Sementara biaya yang dialokasikan untuk

pelatihan hanya sebesar 4,29% - 4,91% dari total biaya pengembangan. Lebih

lanjut biaya yang dialokasikan untuk pembinaan, pengawalan, pendampingan dan

monev berkisar 5,32% - 8,28%. Kondisi ini menunjukkan bahwa biaya yang

dialokasikan untuk pelatihan, pembinaan, dan pendampingan relatif masih kecil.

Kementerian Pertanian mengusulkan Anggaran Pembangunan dan Belanja

Negara untuk sektor pertanian tahun 2014 sebesar Rp22,96 triliun. Anggaran

tersebut diprioritaskan antara lain untuk kegiatan SLPTT padi seluas 4,63 juta ha,

jagung 340 ribu ha dan kedelai 4,63 juta ha yang realisasi anggaran mencapai Rp

921.18 milyar.

Dampak program SL-PTT

SL-PTT sebagai program pemberdayaan petani, walaupun belum maksimal

telah menghasilkan peningkatan produktivitas padi, jagung, dan kedelai secara

nasional. Berdasarkan pembelajaran dari pelaksanaan SL-PTT (tahun 2008 sampai

2014) dianggap bahwa pendekatan sekolah lapang sudah cukup dan sekarang

Page 69: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

68

mulai tahun 2015 pendekatan menjadi GP-PTT (Gerakan Peningkatan Produksi

Tanaman Terpadu).

Implementasi SL-PTT ternyata tidak berjalan optimal dan dampak yang

dihasilkan juga belum tercapai secara maksimal. Pelaksanaan SL-PTT berdampak

terhadap peningkatan produktivitas padi sawah irigasi inhibrida sebesar 0,5-1,0

ton/ha. Dampak lain dari SL-PTT adalah diterapkannya beberapa komponen

teknologi PTT padi oleh petani seperti aplikasi pupuk yang lebih berimbang,

penggunaan pupuk organik, dan penerapan cara tanam jajar legowo.

Peningkatan produktivitas dalam kegiatan SL-PTT cukup beragam antar wilayah

dan agro ekosistem. Hasil analisis usahatani di tingkat mikro, menunjukkan secara

umum terjadi peningkatan produktivitas dan pendapatan petani jika dibandingkan

antara sebelum dan sesudah mengikuti SL-PTT. Komponen teknologi SL-PTT yang

cukup banyak diadopsi oleh petani adalah aplikasi pupuk yang lebih berimbang,

penggunaan pupuk organik, dan penerapan jajar legowo paling banyak diadopsi

oleh petani. Program SL-PTT mengalami perbaikan dalam pelaksanaan dari tahun

2008-2014.

Terkait dengan implementasi dan dampak program SL-PTT, Rusastra et al.

(2011) melaporkan bahwa sebagai upaya diseminasi teknologi, selama 3 tahun

implementasi di lapangan transfer teknologi Laboratorium Lapang (LL) ke areal

sekitarnya belum berjalan seperti yang diharapkan. Disamping itu, pengadaan

benih sistem kontrak melalui BUMN, justru berdampak negatif terhadap para

penangkar benih lokal (terutama di daerah yang selama ini memanfaatkan

penangkar lokal). Disamping itu teknologi yang diterapkan pada SL-PTT belum

bersifat spesifik. Diakui bahwa produktivitas di areal LL lebih tinggi dibandingkan

di luar LL (SL-PTT) dan nonSL. Namun karena pelaksanaan SL-PTT tidak

berkesinambungan dalam areal yang sama sehingga tidak ada pengawalan dan

pendampingan teknologi menyebabkan proses difusi inovasi teknologi tidak

berkembang ke luar LL. Peningkatan produktivitas antara LL, SL dan non SL-PTT

tidak jauh berbeda nyata berkisar 3-5 kuintal/Ha (Ditjentan, 2012.). Hal ini

menunjukkan bahwa sistem pendampingan dan adopsi teknologi belum efektif dan

masih ada peluang untuk peningkatan produksi padi.

Page 70: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

69

4.1.8. Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi

(m-P3MI)

Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melaui Inovasi (m-P3MI)

sebagai model terobosan untuk diseminasi teknologi pertanian dilaksanakan oleh

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian sejak 2011. Keberadaan program

m-P3MI di perdesaan bersifat dinamis dan memiliki konektivitas/jejaring ke

belakang dan ke depan. Model ini diharapkan bersinergi dengan program

pembangunan ekonomi lainnya yang sudah eksis di perdesaan. m-P3MI dengan

program pembangunan lainnya bisa saling memperkuat sehingga menjadi sumber

pertumbuhan ekonomi yang akan bergerak meluas dan memberikan kontribusi

nyata bagi pembangunan pertanian secara regional bahkan nasional.

m-P3MI diyakini mampu menjadi pengungkit pertumbuhan pembangunan

di perdesaan. Sebagai upaya diseminasi, m-P3MI memuat kegiatan peragaan

inovasi teknologi yang melibatkan kelompok tani dan atau gabungan kelompok

tani dalam batasan wilayah tertentu. Inovasi teknologi yang diujicobakan dalam

unit percontohan m-P3MI merupakan teknologi matang dan siap digunakan pada

skala pengembangan, serta mempunyai potensi dampak terhadap penggunaan

sumberdaya yang lebih optimal untuk memaksimumkan pendapatan petani.

Kriteria teknologi matang yang diujicobakan sebagai berikut: (1) mampu

menyelesaikan masalah teknis penting di wilayah pertanian setempat, (2)

membantu petani memenuhi permintaan pasar, (3) dapat diadaptasikan secara

lokal dan dapat diadaptasikan pada kondisi lingkungan, budaya, sosial ekonomi,

dan biofisik tertentu, (4) teknologi memiliki dampak signifikan terhadap

peningkatan mata pencaharian keluarga petani dan masyarakat di sekitarnya, dan

(5) input (fisik dan jasa) yang dibutuhkan utuk menerapkan teknologi tersedia

secara lokal dan terjangkau.

Badan Litbang Pertanian, pada periode 2005-2009 melakukan upaya

percepatan penyebaran hasil penelitian melalui Program Rintisan dan Akselerasi

Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian yang dikenal Prima Tani. Program

tersebut merupkan implementasi paradigma baru Badan Litbang Pertanian, yaitu

penelitian untuk pembangunan (research for development). Pada tahap

Page 71: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

70

implementasi program, Badan Litbang Pertanian memposisikan diri sebagai the

driving force yang ensensial dari sistem percepatan inovasi tersebut (Simatupang,

2004). Di beberapa daerah semangat Prima Tani menjadi tenaga pendorong

utama pertumbuhan dan pengembangan agribisnis di perdesaan. Di level nasional,

Badan Litbang Pertanian mulai tahun 2011 mengembangkan Model

Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-P3MI) yang juga

berlandaskan spirit Prima Tani, dalam upaya mendukung empat sukses

Kementerian Pertanian sebagai implementasi visi Kementerian Pertanian

mewujudkan pertanian unggul berkelanjutan berbasis sumberdaya lokal,

meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing, ekspor dan

kesejahteraan petani. Spirit M-P3MI memberikan penekanan pada beberapa aspek

didasarkan semangat science, innovation, and networks. Aspek-aspek yang

dimaksud meliputi: (1) penguatan metodologi sehingga model yang dihasilkan

secara scientific dapat dipertanggung jawabkan, (2) melakukan diseminasi

teknologi secara simultan kepada pengguna selama pelaksanaan program untuk

mempercepat transfer teknologi, dan (3) membangun kemitraan dengan pihak

luar, baik kepada pengambil kebijakan (lembaga formal) di daerah maupun

dengan lembaga non formal seperti pedagang atau asosiasi untuk mendukung

keberlanjutan model pembangunan yang diperoleh. Inisiasi kemitraan dilakukan

sejak awal pelaksanaan program.

Tujuan m-P3MI: (1) untuk mempercepat arus diseminasi teknologi, (2)

memperluas spektrum atau jangkauan sasaran penggunaan teknologi berbasis

kebutuhan pengguna, (3) meningkatkan kadar adopsi teknologi inovatif Badan

Litbang Pertanian, dan (4) untuk memperoleh umpan balik yang akan digunakan

untuk menyempurnakan model pengembangan. Manfaat dari M-P3MI akan

memberikan dorongan meningkatkan kontribusi terhadap pembangunan pertanian

wilayah. m-P3MI merupakan program Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian yang dilaksanakan di oleh 33 Balai Pengkajian Teknologi Pertanin

(BPTP) diseluruh Indonesia. Program dimulai pada tahun anggaran 2011 sampai

dengan 2014, menggunakan dana APBN di setiap BPTP.

Pendekatan m-P3MI dirancang untuk memperkuat program pembangunan

pertanian, sebagai modus diseminasi dan laboratorium lapang hasil penelitian

Page 72: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

71

Badan Litbang Pertanian. Dalam pelaksanaannya program M-P3MI ini telah

dilangkapi dengan pedoman umum, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.

Percontohan M-P3MI yang dibangun di setiap sentra produksi berbasis komoditas

unggulan dengan semangat mensinergikan kegiatan penelitian, pengkajian,

pengembangan, pendidikan, pelatihan, penyuluhan dan penerapan (Litkajibang-

diklatluhrap). Pembangunan model dilakukan melalui kegiatan penelitian dan

pengkajian (Litkaji) sehingga scara scientific dapat dipertangungjawabkan.

Secara simultan model yang telah diperoleh langsung dilakukan scaling up.

Skala usahanya dikembangkan dengan melibatkan petani, kelompok tani (poktan)

atau gabungan kelompok tani (gapoktan) di sekitarnya. Model yang telah

berkembang dapat dijadikan sebagai ajang tempat belajar atau magang bagi para

petani, penyuluh, siswa Sekolah Pertanian atau mahasiswa perguruan tinggi

setempat atau metoda pendekatan m-P3MI dijadikan materi pembelajaran. Pada

akhirnya, model embrio agribisnis yang telah diyakini keunggulannya oleh petani

atau kelompok tani dapat diterapkan dan dimassalkan oleh Pemerintah Daerah

setempat (Dinas Teknis Lingkup Pertanian) ke target area yang lebih Luas.

Peran dan Keterlibatan Stakeholder dalam Menyukseskan Program

Pada tahap pengawalan model, secara simultan yaitu pada saat panen raya

dilakukan advokasi kepada berbagai pihak meliputi Pemerintah Daerah, Anggota

DPRD, Perguruan Tinggi, LSM, Swasta, Asosiasi Petani, Camat maupun kepada

Kepada Desa, untuk mempromosikan kegiatan yang sedang dilaksanakan. Untuk

meningkatkan spektrum diseminasi teknologi yang dicontohkan pada skala

percontohan kepada kelompok tani dan gapoktan lainnya, perlu melakukan

promosi dan advokasi. Kegiatan advokasi ini sangat penting dilakukan sebagai

upaya promosi kegiatan kepada pengguna maupun kepada pemangku

kepentingan di daerah, meliputi Pemerintah Daerah, Anggota DPRD, Perguruan

Tinggi, LSM, Swasta, BUMN, Asosiasi Petani, Camat dan Kepala Desa.

Pada fase pemasalan (mempromosikan dan mereplikasi model dalam wujud

pengembangan model percontohan ke sasaran yang lebih luas), peran utama

berada di pihak Direktorat Jenderal Teknis terkait sesuai komoditas unggulan yang

Page 73: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

72

dikembangkan, yaitu Ditjen Tanaman Pangan, Ditjen Perkebunan, Ditjen

Peternakan, dan Ditjen Hortikultura serta Dinas Pertanian Propinsi, Kabupaten

hingga Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Posisi Badan Litbang Pertanian dalam

fase ini bertindak sebagai narasumber, mendukung pengembangan teknologi yang

dibutuhkan dan merespon isu serta pemecahan masalah yang timbul di tingkat

lapang.

Perkembangan kegiatan m-P3MI yang telah dilaksanakan oleh BPTP/LPTP

yang ada di 33 provinsi, menunjukkan bahwa kegiatan m-P3MI yang berbasis

tanaman pangan dilaksanakan oleh 34 BPTP/LPTP, terdiri dari berbasis tanaman

padi di 29 BPTP/LPTP, berbasis tanaman jagung dilakukan oleh 4 BPTP?LPTP dan

berbasis tanaman kedele oleh satu BPTP/LPTP. Kegiatan m-P3MI yang berbasis

tanaman hortikultura dan integrasi ternak sapi dan tanaman dilakukan oleh 14

BPTP/LPTP atau sekitar 17% dari total kegiatan m-P3MI. Kegiatan m-P3MI yang

berbasis tanaman perkebunan dilakukan oleh 10 BPTP/LPTP atau sebanyak 12%

dari total kegiatan m-P3MI. Pada Tabel 4.7 disajikan perkembangan kegiatan

m-P3MI yang dilakukan oleh BPTP/LPTP berdasarkan komoditas.

Tabel 4.7. Perkembangan Kegiatan m-P3MI yang Dilakukan BPTP, 2011-2014

Komoditas BPTP/LPTP Rata-Rata Petani

Kooperator

Tanaman Pangan 1. Padi 2. Jagung

3. Kedele

34 29 4

1

18 26

5

Tanaman Perkebunan

1. Karet 2. Kelapa 3. Kakao

4. Gambir

10

2 1 6

1

17 20 22

15

Tanaman Hortikultura 1. Sayuran

2. Jeruk

14 12

2

24

6

Tanaman Hias

1. Bunga Potong

2

2

29

Peternakan 1. Ayam 2. Kambing

7 1 6

15 66

Integrasi Sapi dan Tanaman 14 20

Total 81 283 Sumber: Data primer BPTP/LPTP

Page 74: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

73

Sumber Dana

Pembiayaan m-P3MI berasal dari dana APBN Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian yang didistribusikan ke BPTP/LPTP. Sebagai ilustrasi

pada Tahun Anggaran 2011 sampai dengan 2014, BPTP Jawa Barat memperoleh

alokasi anggaran sebesar Rp188,111,000 (seratus delapan puluh delapan juta

seratus sebelas ribu rupiah). Pada Tahun 2015, Balai Besar Pengkajian Teknologi

Pertanian memperoleh alokasi dana untuk kegiatan m-P3MI sebesar

Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) yang berasal dari program SMARTD.

4.2. Kelebihan dan Kelemahan Program Pemberdayaan yang

Diimplementasikan Kementerian Pertanian

Program pemberdayaan yang digulirkan Kementerian Pertanian dalam

tataran operasional membutuhkan dukungan lintas sektoral terkait dengan

pembinaan dan pendanaan yang mencakup pengembangan kelembagaan,

aktivitas pemberdayaan, dukungan sarana-prasarana untuk keberkelanjutan

program, sehingga dapat berdampak pada peningkatan kesejahteraan

masyarakat.

Keberhasilan, kemandirian, dan keberlanjutan program/kegiatan minimal

ditentukan oleh tiga syarat kecukupan yaitu: (1) kemampuan memperbaharui

secara berkelanjutan kapasitas ekonomi pertanian dan perdesaan yang mencakup

ketersediaan dan akses terhadap sumberdaya produktif, teknologi dan informasi

terbarukan, usaha ekonomi produktif, dan pengembangan pasar serta efisiensi

pemasarannya; (2) kreativitas menumbuhkembangkan diversifikasi usaha

(pertanian dan nonpertanian) secara horizontal dan vertikal, serta penciptaan dan

akses kesempatan kerja formal dan informal di tingkat desa dan di luar desa; dan

(3) eksistensi dan keberlanjutan program/kegiatan sangat ditentukan oleh

pengembangan infrastruktur publik dan kehadiran serta peran swasta dalam

mendukung kegiatan ekonomi dan sosial-kelembagaan dalam perspektif

pemberdayaan dan penumbuhan ekonomi perdesaan (Rachman et al., 2010).

Dalam konteks implementasi program/kegiatan terdapat pembelajaran dari

pelaksanaan berbagai kegiatan/program pemberdayaan yang digulirkan

Page 75: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

74

Kementerian Pertanian adalah: (1) tidak terjadi akumulasi pengalaman dalam

berbagai kegiatan yang dilakukan, karena setiap kegiatan cenderung dinyatakan

sebagai kegiatan baru, yang tidak jelas keterkaitannya dengan kegiatan

sebelumnya, (2) pelaksanaan kegiatan cenderung dibuat seragam dengan

memberi porsi yang lebih kecil pada inisiatif lokal untuk menginisiasi suatu pola

atau pendekatan yang khas wilayah tertentu, (3) rasa memiliki (sense of

belonging) terhadap kegiatan/program pemberdayaan yang diintroduksi relatif

kecil dan dalam banyak kasus pelaksanaannya lebih berorientasi pada pendekatan

proyek.

Pembelajaran yang tidak dilakukan dari kegiatan sebelumnya,

mengakibatkan pelaksanaan kegiatan/program umumnya berakhir dengan pola

dan hasil yang sama dengan kegiatan sebelumnya. Keberlanjutan

kegiatan/program pemberdayaan dapat dikatakan rendah dan sulit diukur dampak

atau manfaat dari kegiatan/program tersebut. Hal ini juga terkait data dan

pendokumentasian yang tidak dilakukan dengan baik. Walaupun demikian, tidak

semua kegiatan/program pemberdayaan memiliki data base/dokumentasi yang

tidak baik. Pola pendekatan yang dibuat seragam, seperti pada SLPTT, dalam

banyak kasus dinilai kurang merangsang akan lahirnya pola pendekatan spesifik

lokasi. Demikian juga dengan keterlibatan penyuluh dalam mendiseminasikan

teknologi SL-PTT dinilai kurang optimal. Proses komunikasi dua arah dan

hubungan timbal balik untuk perbaikan program pemberdayaan sangat diperlukan,

maka keterlibatan pemerintah daerah dan pihak swasta juga menjadi salah satu

bentuk saluran komunikasi dan sistem sosial dari suatu kegiatan/ program

pemberdayaan (Sarwani et al., 2011).

Keterlibatan pihak swasta diperlukan dalam menggerakan roda kegiatan/

program pemberdayaan agar menjadi lebih berkembang, sedangkan pihak

Pemerintah Daerah berfungsi sebagai fasilitator dan juga sistem yang dapat

membuat kegiatan/ program pemberdayaan tersebut menjadi lebih berkembang

melalui partisipasinya dalam hal dukungan kebijakan.

Ke depan program pemberdayaan masih diperlukan dalam upaya

peningkatan kapasitas kelembagaan untuk keberlanjutan dan pengembangan

Page 76: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

75

kegiatan. Mengingat kelembagaan kelompok tani, kelompok pemakai air, sistem

perguliran masih sangat lemah dalam hal pengaturan hak dan kewajiban,

penerapan sangsi dan pengawasan. Kegiatan/program yang terkait dengan

pembangunan infrastuktur seperti pembangunan jalan desa dan irigasi sederhana

telah berdampak membawa perubahan dalam meningkatkan keberhasilan

pembangunan pertanian. Pembangunan jalan desa telah meningkatkan

aksesibilitas petani ke lahan dan pasar, menurunkan biaya pengangkutan hasil

pertanian dan sarana produksi pertanian. Investasi irigasi telah meningkatkan

pendapatan usahatani tanaman semusim. Luas areal untuk tanaman padi

meningkat terutama pada MT I dan MTII.

Program pemberdayaan agar berhasil diperlukan sinergi dan integrasi

program di tingkat masyarakat. Hal ini sangat ditentukan oleh kesiapan

masyarakat. Kesiapan tersebut berupa keberadaan lembaga yang menjadi wadah

bagi petani sasaran. Kelompok tani dan gapoktan yang dinamis, dipastikan akan

membuat syarat keberhasilan program lebih mudah untuk tercapai. Selain itu,

kendala-kendala yang ada terkait dengan ketentuan yang ada pada masing-

masing program bisa diatasi dengan baik.

Hasil identifikasi beberapa program: Prima Tani, LM3, P4MI, PUAP,

P3TIP/FEATI, Demapan, SL-PTT, dan m-P3MI dapat ditelusuri kelebihan dan

kelemahan program sebagaiman tercantum pada Tabel 4.8.

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kelebihan program Kementerian

Pertanian dalam pemberdayaan masyarakat perdesaan adalah sebagai berikut:

1. Partisipatif, melibatkan petani secara aktif, dan perencanaan bersifat bottom

up (P4MI, Prima Tani, MP3MI, FEATI);

2. Program terselenggara secara serentak (pemerataan pembangunan);

3. Peningkatan pertumbuhan ekonomi perdesaan;

4. Cakupan petani sasaran program relatif lebih banyak, skala nasional untuk

program sentralistik (SL-PTT, PUAP);

5. Adanya upaya melakukan koordinasi lintas sektoral (misal PUAP: koordinasi

dinas koperasi, dinas perindustrian, dinas perdagangan dan dinas Pertanian);

Page 77: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

76

Tabel 4.8. Kelebihan dan Kelemahan Program Pemberdayaan yang Diimplementasikan

Kementerian Pertanian

No. Program Kelebihan Kelemahan

1. Prima Tani Identifikasi masalah dilakukan dengan baik, pemberdayaan

penyuluh, dukungan pengawalan yang intensif dari peneliti, kuatnya dukungan pemerintah daerah,

inovasi teknologi Badan Litbang telah dikenal dan beberapa komponen teknologi telah diadpsi petani

Penentuan tujuan kegiatan tidak konsisten, belum sepenuhnya

dilakukan secara partisipatif, kelompok sasaran dan aparat pendukung tidak siap,

pendekatan berorientasi proyek, introduksi teknologi bersifat umum, rendahnya komitmen

2. LM3 Penguatan modal usaha, media

pembelajaran santri, peningkatan perekonomian masyarakat sekitar pontren dan menciptakan lapangan

pekerjaan

Tidak ada blue print (konsep

dan operasional LM3), ego sektoral, dana bantuan terlalu kecil, dan kapasitas SDM

(alumni dan santri) masih kurang dalam aspek manajerial

3. P4MI Pendekatan partisipatif, perencanaan dari bawah (bottom-up planning), memberikan peluang bagi petani dalam mengidentifikasi masalah dan pemecahannya, merencanakan,

melaksanakan, memanfaatkan dan memelihara hasil kegiatan guna meningkatkan pendapatan. modal

sosial masyarakat tinggi, dana swadaya tinggi, dukungan Pemda tinggi

Daya jangkau ke lokasi sulit (daerah terisolir), mobilisasi

masyarakat sulit (masyarakat terpencar). Program tidak dikembangkan ke wilayah lain,

karena komitmen pengambil kebijakan kurang mendukung

4. PUAP Berfungsinya gapoktan sebagai

lembaga ekonomi petani (lembaga keuangan mikro), sumber pembiayaan usaha kecil

Kapasitas pengelola gapoktan

antar wilayah relatif beragam, tidak ada sanksi tertulis terhadap kemacetan perguliran

dana, terdapat pemilihan gapoktan yang tidak tepat sasaran

5. P3TIP/FEATI Metode FMA yang partisipatif,

demokratis, transparan, akuntabilitas dan sensitif jender memunculkan sifat kewirausahaan

dan kebersamaan petani serta membuka peluang usaha dan aksesibilitas yang lebih luas untuk

informasi, teknologi dan pemasaran, pendanaan kegiatan yang mendukung terjalinnya kerjasama

peneliti dan penyuluh, revitalisasi kegiatan penyuluhan, dan pemberdayaan petani untuk

melakukan penyuluhan

Mekanisme keterkaitan antar

lembaga penyelenggara (BPSDMP, BBP2TP dan Pusdatin) tidak jelas, koordinasi di tingkat

daerah masih lemah (BPTP, Bakorluh, Bapeluh), pendekatan berorientasi proyek,

rendahnya komitmen

6 Demapan Terbentuknya Lembaga Keuangan Desa (LKD) sebagai sumber pembiayaan usaha kecil.

Berperannya kelompok dalam penentuan anggaran melalui pengambilan keputusan bersama

seluruh anggota kelompok

Program bersifat sporadis dan parsial, petugas pendampingan program kurang optimal,

terdapat kelompok yang tidak tepat sasaran

Page 78: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

77

Tabel 4.8. Lanjutan

No. Program Kelebihan Kelemahan

7. SL-PTT Terdapat pendampingan rutin oleh penyuluh sehingga petani mudah memahami masalah di lapangan dan

menetapkan teknologinya

Bantuan benih dan pupuk (BLBU dan BLP) dikendalikan secara sentralistik melalui BUMN yang

ditunjuk oleh pemerintah pusat. Kurangnya koordinasi antara dinas pertanian dengan

penyuluh.

8. m-P3MI m-P3MI dapat dijadikan embrio dari model pembangunan pertanian bio-industri ke depan

Pendanaan tidak terencana secara kontinyu untuk beberapa tahun

6. Terbuka peluang usaha di luar sektor pertanian bagi petani;

7. Ketersediaan modal usaha bagi petani dan masyarakat perdesaan;

8. Aksesibilitas petani terhadap informasi pasar dan teknologi.

Kelemahan program Kementerian Pertanian dalam pemberdayaan

masyarakat perdesaan:

1. Perencanaan bersifat top down dan sentralistik (LM3, SL-PTT, PUAP,

Demapan);

2. Berorientasi keproyekan, tidak memperhatikan kebutuhan dan keberpihakan

kepada petani/masyarakat perdesaan

3. Program tidak bersifat spesifik lokasi

4. Lemahnya koordinasi, baik antara pusat dan daerah maupun antara instansi

teknis di daerah;

5. Implementasi tidak sesuai dengan perencanaan;

6. Bantuan tidak tepat sasaran pada penerima manfaat;

7. Kurangnya pendampingan yang dilakukan oleh penyuluh (keterbatasan jumlah

penyuluh);

8. Kurangnya partisipasi masyarakat petani;

9. Kurangnya dukungan pemda setempat dalam hal alokasi dana dan

legislasi/kebijakan;

10. Program bersifat parsial dan tidak berkelanjutan;

11. Ketergantungan petani terhadap bantuan pemerintah.

Page 79: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

78

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

5.1. Kesimpulan

5.1.1. Identifikasi Program Pemberdayaan yang Diimplementasikan Kementerian Pertanian

1. Dalam rangka pencapaian target pembangunan nasional, Pemerintah termasuk

di dalamnya Kementerian Pertanian telah menerbitkan kebijakan publik dan

mengimplementasikan berbagai program pembangunan pertanian baik lintas

subsektor maupun program subsektor, diantaranya program Prima Tani, LM3,

P4MI, PUAP, P3TIP/FEATI, Demapan, SL-PTT, dan m-P3MI, yang semuanya

bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat pedesaan.

2. Program-program yang dibuat pemerintah dapat dibedakan berdasarkan skala

nasional (Prima Tani, LM3, PUAP, dan SL-PTT) dan regional (P4MI,

P3TIP/FEATI, Demapan, dan m-P3MI). Strategi implementasi program

disamaratakan, tidak memberlakukan wilayah unggulan, tetapi berorientasi pada

komoditas unggulan. Implementasi program-progam tidak dilaksanakan dengan

suatu metode yang memungkinkan evaluasi dampak program itu apakah

berhasil atau tidak.

3. Prima Tani telah mendorong percepatan diseminasi inovasi (teknologi dan

kelembagaan), peneliti bekerja sama dengan penyuluh dalam pendampingan/

pengawalan teknologi secara ketat. Namun fasilitasi difusi dan replikasi atau

perluasan Prima Tani yang diharapkan dapat dilakukan oleh instansi pemerintah

daerah tidak berjalan dengan baik.

4. LM3 telah dapat meningkatkan kapasitas lembaga dalam pemberdayaan santri

dan masyarakat sekitar: (1) pondok pesantren/pontren dapat mengoptimalkan

lahan pertanian yang dimiliki, (2) memungkinkan pontren mengembangkan

skala usaha; (3) pengembangan diversifikasi usaha pontren, (4) membuka

kesempatan kerja bagi para santri/alumni maupun masyarakat di sekitar, (5)

mengoptimalkan peran pontren sebagai lembaga pendidikan dan penjaga

moralitas bangsa, (6) membantu kehidupan sosial ekonomi santri/alumni/

masyarakat. Namun demikian dana LM3 kurang dapat dimanfaatkan secara

Page 80: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

79

berkelanjutan. Tindak lanjut program pada tahun berikutnya kurang mendapat

perhatian.

5. P4MI dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif dan perencanaan dari bawah

(bottom-up planning), melalui proses pemberdayaan dan pengembangan

kapasitas petani untuk mengembangkan kemandirian petani melalui perubahan

pola pikir dan wawasan. Proses ini terbukti mampu mengembangkan karsa dan

karya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan. Hal ini terlihat dari keberhasilan

pelaksanaan kegiatan investasi desa untuk yang dibutuhkan untuk

mengembangkan usaha pertaniannya. Modal sosial terlihat menguat pada

masyarakat yang mendapatkan program P4MI.

6. PUAP telah dapat memfasilitasi bantuan modal usaha berupa bantuan langsung

masyarakat (BLM) ke kelompok tani/gapoktan yang diperuntukkan usaha

ekonomi produktif sesuai potensi ekonomi di perdesaan melalui rencana usaha

anggota (RUA) yang dirangkum dalam rencana usaha kelompok/RUK. Hal

tersebut dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran,

meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, memberdayakan dan

memfungsikan kelembagaan petani.

7. P3TIP/FEATI telah dapat memunculkan inisiatif dari petani untuk

mengembangkan komoditas unggulan bernilai ekonomi tinggi yang diusahakan

dengan menerapkan prinsip agribisnis. Pembelajaran agribisnis melalui FMA juga

telah meningkatkan kapasitas kelembagaan petani yang sangat potensial untuk

dikembangkan sebagai kelembagaan ekonomi petani yang mandiri di pedesaan.

Kelembagaan usahatani telah membangun kemitraan yang dijalin dengan pelaku

usaha lainnya, hingga akhir pelaksanaan program tahun 2013 telah terjalin

kemitraan tertulis dengan 1.039 perusahaan, 1.731 koperasi dan 491 toko.

8. Demapan, program yang difokuskan pada aksi desa mandiri pangan untuk

mengurangi tingginya angka kemiskinan, mengurangi rawan pangan dan gizi

melalui pendayagunaan sumber daya kelembagaan dan kearifan lokal

perdesaan, sehingga masyarakat dapat menjalani hidup sehat dan produktif dari

waktu ke waktu. Program secara langsung melibatkan partisipasi masyarakat

desa dan aparat desa melalui peningkatan ketersediaan pangan dengan

memaksimalkan sumber daya yang dimiliki secara berkelanjutan, meningkatkan

Page 81: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

80

distribusi dan akses pangan masyarakat, meningkatkan mutu dan keamanan

pangan di desa, meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat, dan

meningkatkan kualitas penanganan masalah pangan.

9. SL-PTT padi dilihat dari filosofi tetesan minyak ternyata tidak berproses seperti

yang diharapkan. Program SL-PTT dengan pendekatan penyuluhan seperti

Laboratorium Lapang (LL) dan Sekolah Lapang (SL) belum efektif meningkatkan

adopsi maupun difusi teknologi untuk peningkatan produktivitas padi. Hal ini

disebabkan kinerja program SL-PTT belum berjalan secara optimal, sehingga

dampaknya terhadap peningkatan produksi padi nasional tidak tercapai secara

memuaskan.

10. m-P3MI dapat dikatakan sebagai inovasi teknologi yang diujicobakan dalam unit

percontohan merupakan teknologi matang dan siap digunakan pada skala

pengembangan, serta mempunyai potensi dampak terhadap penggunaan

sumber daya yang lebih optimal untuk meningkatkan pendapatan petani.

Teknologi yang diintroduksikan memiliki dampak signifikan terhadap mata

pencaharian keluarga petani dan masyarakat sekitarnya, melalui profitabilitas

usaha, mengurangi risiko dan meningkatkan daya saing rantai pasok.

5.1.2. Kelebihan dan Kelemahan Program Pemberdayaan

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kelebihan program Kementerian

Pertanian dalam pemberdayaan masyarakat perdesaan adalah sebagai berikut: (1)

partisipatif, melibatkan petani secara aktif, dan perencanaan bersifat bottom up

(P4MI, Prima Tani, MP3MI, FEATI); (2) Program terselenggara secara serentak

(pemerataan pembangunan); (3) Peningkatan pertumbuhan ekonomi perdesaan; (4)

Cakupan petani sasaran program relatif lebih banyak, skala nasional untuk program

sentralistik (SL-PTT, PUAP); (5) Adanya upaya melakukan koordinasi lintas sektoral

(misal PUAP: koordinasi dinas koperasi, dinas perindustrian, dinas perdagangan dan

dinas Pertanian); (6) Terbuka peluang usaha di luar sektor pertanian bagi petani; (7)

Ketersediaan modal usaha bagi petani dan masyarakat perdesaan; dan (8)

Terbukanya aksesibilitas petani terhadap informasi pasar dan teknologi.

Page 82: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

81

Kelemahan program Kementerian Pertanian dalam pemberdayaan masyarakat

perdesaan: (1) Perencanaan bersifat top down dan sentralistik (LM3, SL-PTT, PUAP,

Demapan); (2) Berorientasi keproyekan, tidak memperhatikan kebutuhan dan

keberpihakan kepada petani/masyarakat perdesaan; (3) Program tidak bersifat

spesifik lokasi; (4) Lemahnya koordinasi, baik antara pusat dan daerah maupun

antara instansi teknis di daerah; (5) Implementasi tidak sesuai dengan perencanaan;

(6) Bantuan tidak tepat sasaran pada penerima manfaat; (7) Kurangnya

pendampingan yang dilakukan oleh penyuluh (keterbatasan jumlah penyuluh); (8)

Kurangnya partisipasi masyarakat petani; (9) Kurangnya dukungan pemda setempat

dalam hal alokasi dana dan legislasi/kebijakan; (10) Program bersifat parsial dan

tidak berkelanjutan; dan (11) Ketergantungan petani terhadap bantuan pemerintah.

5.2. Implikasi Kebijakan

Program pemberdayaan masyarakat pedesaan ke depan hendaknya

berorientasi pada kebutuhan masyarakat (needs assessment), melibatkan partisipasi

aktif masyarakat dan pemerintah daerah setempat, sehingga dapat diharapkan

keberlanjutan program tersebut. Keterpaduan program perlu dirancang dengan baik

yang melibatkan dinas teknis/instansi sektoral di daerah, untuk mengurangi ego

sektoral sehingga diharapkan program berjalan efektif dan produktif, dengan

mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap bantuan sosial dari pemerintah.

Lembaga penggagas program dan lembaga pelaksana program perlu didukung

dengan regulasi yang jelas dan operasional, sehingga program diharapkan dapat

berjalan dinamis. Tentunya juga didukung dengan aktualisasi informasi dan inovasi

(kelembagaan dan teknologi), maupun bentuk-bentuk komunikasi yang interaktif

dan konvergen antar pihak terkait. Selain itu, diperlukan pendampingan/

pengawalan program pemberdayaan oleh penyuluh, dengan memanfaatkan

penyuluh swadaya yang berasal dari petani sebagai langkah alternatif mengatasi

kekurangan tenaga penyuluh pemerintah (PNS).

Page 83: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

82

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, M. O. dan K. Kariyasa. 1998. Rice-based Farming System (SUTPA) Development Approach Alternative of Food Crops in Irrigation Flooded Land.

Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian. Bogor.

Alihamsyah, T., D. S. Damardjati, U. S. Nugraha, R. Hendayana, E. Jamal, I N.

Widiarta, Sunihardi, dan U. G. Kartasasmita. 2011. Evaluasi Program dan Kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu. Laporan Akhir. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Alihamsyah, T., Ridwan Thahir, Idha Widi Arsanti, Seta R. Agustina, Sumarno, A.M. Fagi, Agus Muharam, Yono C.R., Rudy S. Rivai, Agung Hendiaadi, Bambang

Drajat dan Wahyunto, 2009. Evaluasi dan Pengembangan Prima Tani. Laporan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Ashari. F 2010. Hubungan Dinamika Kelompok dengan Tingkat Partisipasi Petani dalam Kelompok Tani pada Program Pengembangan Usaha Agribisnis

Perdesaan (PUAP) di Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Bachrein, S. 2010. Pendekatan Desa Membangun di Jawa Barat: Strategi dan Kebijakan Pembangunan Perdesaan 8(2): 133-149.

Badan Ketahanan Pangan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Teknis Program Aksi Desa Mandiri Pangan. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian RI. 2011. Jakarta.

Badan Ketahanan Pangan. 2012. Laporan Evaluasi Dampak Desa Mandiri Pangan Tahun 2012. Badan Ketahanan Pangan kerjasama dengan Pusat Sosial

Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Jakarta.

Badan Litbang Pertanian. 2007. Pedoman Umum Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2006. Konsep Dasar Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima

Tani). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Chairunas, A. Yusuf, Azman B, Burlis Han, S. Hamidi, Assuan, Yufniati Z.A.,

Mukhlisuddin, Basri A.B., Tamrin. 2000. Teknologi Budidaya Padi Sistem Tanam Benih Langsung (Tabela) di Lahan Sawah Irigasi Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Laporan Hasil Pengkajian LPTP Banda Aceh.

Choiriyah, N. 2011. PNPM Mandiri Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Bagi Masyarakat Pedesaan. Yogyakarta.

Darwis, V. dan I W. Rusastra. 2011. Optimalisasi Pemberdayaan Masyarakat Desa melalui Sinergi Program PUAP dengan Desa Mandiri Pangan. Analisis Kebijakan Pertanian 9(2): 125-142.

Page 84: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

83

Darwis. V. 2009. Gerakan Kemandirian Pangan melalui Program Desa Mandiri Pangan: Analasis Kinerja dan Kendala. Analisis Kebijakan Pertanian 10(2):

159-179.

Departemen Pertanian. 2007. Pengembangan Usaha Agribisnis Lembaga Mandiri

yang Mengakar di Masyarakat (LM3). www.deptan.go.id.

Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Umum Pemberdayaan dan Pengembangan

Usaha Agribisnis Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3). Departemen Pertanian, Jakarta.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2008. Strategi dan Upaya Pencapaian

Produksi Tahun 2008. Pedoman Umum Peningkatan Produksi dan Produktivitas Padi, Jagung dan Kedelai. Jakarta.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2009. Pedoman Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) Padi, Jagung dan Kedelai. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2012. Pedoman Teknis Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi dan Jagung. Direktorat Jenderal

Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. 2014. Petunjuk Teknis PNPM

Mandiri Pedesaan. Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Kementerian Dalam Negeri. Jakarta.

Dradjat, B., A. Syam, dan D. Harnowo. 2009. Implementasi Prima Tani dan Implikasi

Keberlanjutannya. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian 7(4): 297-318.

Hendayana, R. 2011. Dari Prima Tani ke Program Strategis Pembangunan Pertanian

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor.

Hendayana, R. 2011. Penguatan Modal Petani pada Gabungan Kelompok Tani

Penerima BLM PUAP. dalam K.Subagyono, R. Hendayana, S. Bustaman (Penyunting). Petani Butuh Modal. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Hermanto. 2007. Rancangan kelembagaan Tani dalam Implementasi Prima Tani di

Sumatera Selatan. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian 5(2): 110-125.

Jamal, E. 2009. Telaahan Penggunaan Pendekatan Sekolah Lapang dalam

Pengeloaan Tanaman Terpadu (PTT Padi): Kasus di Kabupaten Blitar dan Kediri, Jawa Timur. Analisis Kebijakan Pertanian 7 (4): 337-349.

Mayrowani, H. 2012. Pembangunan Pertanian pada Era Otonomi Daerah: Kebijakan dan Implementasi. Forum Penelitian Agro Ekonomi 30(1): 31-47.

Nainggolan, K. 2006. Kebijakan Ketahanan Pangan. Badan Ketahanan Pangan,

Departemen Pertanian. Jakarta.

Pasaribu, S., B. Sayaka, WK. Sejati, A. Setiyanto, J. Hestina dan J. Situmorang.

2007. Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Page 85: ANALISIS KEBIJAKAN IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/anjak_2015_10.pdf ·  · 2016-06-13PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

84

Pasaribu, S., J.F. Sinuraya, N.K. Agustin, E. Jamal, Saptana, S. Wahyuni, Y. Supriyatna, J. Hestina, Supadi, Y. Marisa, B. Prasetyo, Sugiarto, M. Iqbal.

2011. Penentuan Desa Calon Lokasi PUAP 2011 dan Evaluasi Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Bogor.

Pusat Penyuluhan Pertanian. 2013. Pelaksanaan dan Hasil Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP/ FEATI). Pusat Penyuluhan Pertanian. Jakarta.

Rachman, B., I W. Rusastra, Sunarsih, B. Prasetyo, V. Darwis, H. Tarigan, A. Askin, M.H. Sawit, E. Basuno, dan E.M. Lokollo. 2010. Evaluasi Dampak Program

Penanggulangan Kemiskinan di Sektor Pertanian di Tingkat Rumahtangga dan Wilayah Perdesaan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Rachman, B., I W. Rusastra, Y. Yusdja, A. R. Nurmanaf, Ashari, H. Tarigan, E. Ariningsih dan Sunarsih. 2009. Kinerja dan Dampak Program Strategis

Departemen Pertanian. Laporan Akhir Hasil Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Bogor.

Rusastra, I W., W. Sudana, Sumarno, Z. Zaini, K. Kariyasa, Baehaki, dan Sarlan. 2011. Evaluasi Kebijakan dan Politik Anggaran SL-PTT Tanaman Pangan.

Puslitbang Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Rusastra. I W., Supriyati, W. K. Sejati dan Saptana 2008, Model Pemberdayaan

Masyarakat Miskin Pedesaan : Analisis Program Ketahanan Pangan dan Desa Mandiri Pangan. Laporan Hasil Penelitian. Badan Ketahanan Pangan.

Departemen Pertanian. Jakarta.

Sarwani, M., E. Jamal, K. Subagyono, E. Sirnawati, dan V.W. Hanifah. 2011. Diseminasi di BPTP: Pemikiran Inovatif Transfer Teknologi Spesifik Lokasi.

Analisis Kebijakan Pertanian 9(1): 73-89.

Wariyanto, A. 2008. Membangun Desa Mandiri Pangan. Kompas, 26 Agustus 2008.

Jakarta.

Widyanta, A. 2013. Hasil Penelitian Evaluasi Efektivitas Program Pengentasan

Kemiskinan - PNPM Mandiri Pedesaan di Indonesia. Press Release Academia. Yogyakarta. 2015.

Yusdja Y, R. Sajuti, H. Mayrowani, Ashari, B. Winarso, dan Waluyo. 2007. Kaji

Ulang Program Pembangunan Pertanian. Laporan Akhir. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Yusdja, Y., S. Friyatno, N. Ilham, Syahyuti, S. H. Suhartini., Y. Supriyatna, dan Kh. N. Noekman. 1999. Monitoring dan Evaluasi Bantuan Pemerintah dalam Rangka Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Buku I. Pusat Analisis Sosial Ekonomi

Pertanian, Bogor.