analisis efisiensi sistem moneter bebas bunga: studi kasus di indonesia dan malaysia periode...
DESCRIPTION
Analisis Efisiensi Sistem Moneter Bebas Bunga: Studi Kasus di Indonesia dan Malaysia Periode 1980-2000 dengan Menggunakan Pendekatan Kointegrasi dan Error - Correction ModelBaca selengkapnya di http://www.contohmakalah77.comTRANSCRIPT
Bab IPendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia telah mengalami polarisasi dari dua kekuatan sistem ekonomi,
ditandai dengan adanya dua negara adidaya sebagai representasi dari kedua sistem
ekonomi tersebut. Amerika dan sekutu Eropa Baratnya merupakan bagian
kekuatan dari sistem ekonomi kapitalis, sedangkan sistem ekonomi sosialis
diwakili oleh Rusia dan Eropa Timur, Cina, serta Indocina seperti Vietnam dan
Kamboja. Dalam perjalanannya, kedua sistem ekonomi tersebut gagal dalam
menciptakan kesejahteraan masyarakat dunia akibat dampak sistem yang
dikembangkannya. Karena kegagalan tersebut, maka para pendukung kedua
sistem ekonomi tersebut melakukan modifikasi terhadap kedua sistem ekonomi
tersebut. Sistem ekonomi kapitalis dimodifikasi menjadi sistem ekonomi yang
selain menampilkan bentuk aslinya yaitu mengutamakan kebebasan individu
dalam kepemilikan faktor-faktor produksi, juga telah memasukkan variabel asas
distribusi keadilan ke dalam sistem ekonominya. Sedangkan sistem ekonomi
sosialis dimodifikasi menjadi Neososialis dengan kecenderungan kearah
mekanisme pasar.
1
Bab IPendahuluan
Meskipun modifikasi dari kedua sistem telah dilakukan, kedua sistem
ekonomi yang lebih baru tersebut belum mampu untuk mencari solusi dari krisis
dan problematika dunia seperti inflasi, krisis moneter internasional, problematika
utang negara berkembang, dan lain-lain. Sehingga muncullah pemikiran-
pemikiran kritis dari berbagai kalangan untuk menemukan sistem ekonomi dunia
yang dapat menyejahterakan masyarakat atas dasar keadilan dan persamaan hak.
Dan diantara pemikiran-pemikiran tersebut yang mendapat banyak perhatian oleh
berbagai kalangan adalah sistem ekonomi Islam.
Ilmu ekonomi moneter Islam sebagai salah satu cabang dari ilmu ekonomi
Islam memandang bahwa keberlangsungan persoalan dan dalamnya krisis
moneter internasional pada dasarnya karena ada sesuatu yang salah. Menurut
Umer Chapra, kesalahan yang umumnya dilakukan yaitu bahwa akar
permasalahannya hanya dicari pada symptom (gejala), seperti ketidakseimbangan
anggaran, ekspansi moneter yang berlebihan, neraca pembayaran yang begitu
besar, naiknya kecenderungan proteksionis, tidak memadainya bantuan asing, dan
kerjasama internasional yang tidak mencukupi. Akibatnya, penyembuhan hanya
bersifat sementara dan beberapa saat kemudian, krisis muncul kembali, bahkan
lebih mendalam dan serius.
Diduga permasalahan mendasar dari krisis moneter internasional adalah
karena penerapan tingkat bunga yang ternyata gagal berfungsi sebagai alat
indirect screening mechanism. Berbagai literatur yang ditulis oleh para ekonom
seperti Muslehuddin (1974), Qureshi (1979), Kahf (dalam Khurshid, 1981),
Siddiqi (1981), Chapra (1985 dan 1986), Maurice Allais (1993), Mills dan Presley
2
Bab IPendahuluan
(1997), dan Choudry dan Mirakhor (1997) tidak menyetujui perekonomian yang
bertumpu pada interest rate karena akan terjadi misalokasi sumber daya yang
pada gilirannya cenderung akan mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi. Enzler
Conrad dan Johnson (dalam Chapra, 1996) menemukan bukti kuat bahwa di AS
telah terjadi misalokasi dana modal di antara sektor-sektor ekonomi dan jenis
modal. Dengan terjadinya misalokasi dana yang disebabkan oleh suku bunga
berpengaruh terhadap pencapaian tujuan-tujuan ekonomi dari suatu negara, yaitu
pemenuhan kebutuhan pokok, pertumbuhan ekonomi yang optimum, pemerataan
distribusi pendapatan, dan stabilitas ekonomi.
Manajemen moneter yang berdasarkan bunga berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan pokok dan pemerataan distribusi pendapatan karena
penyaluran pinjaman dengan bunga tertentu ditetapkan berdasarkan kemampuan
peminjam memberikan jaminan kredit guna meng-cover pinjaman yang diberikan
dan kecukupan cash flow untuk memenuhi kewajiban tersebut. Dikarenakan hal
tersebut, maka dana akan mengalir cenderung pada golongan kaya yang umumnya
mampu memenuhi syarat jaminan tersebut. Namun, golongan kaya umumnya
memanfaatkan dana tersebut tidak hanya untuk investasi yang produktif, tetapi
juga untuk conspicuous consumption (konsumsi barang lux, barang yang hanya
untuk simbol status dan pengeluaran yang tidak bermanfaat) dan spekulasi. Hal ini
mengakibatkan cepatnya ekspansi money demand untuk keperluan yang non-
produktif dan pengeluaran-pengeluaran yang tidak bermanfaat, yang pada
gilirannya memperkecil ketersediaan dana untuk pemenuhan kebutuhan pokok
dan pembangunan. Keadaan ini akan membuat golongan miskin semakin sulit
3
Bab IPendahuluan
memenuhi kebutuhan pokok karena sulitnya golongan ini memenuhi syarat
tersebut di atas dan terlebih lagi dengan semakin berkurangnya dana untuk
kebutuhan pokok tersebut. Penyaluran pinjaman yang sedemikian rupa
mengakibatkan semakin tidak meratanya distribusi pendapatan dan kekayaan.1
Selanjutnya, dari sisi pertumbuhan ekonomi, meningkatnya pola conspicuous
consumption ini akan menyebabkan masyarakat mengurangi tingkat tabungannya,
sehingga akan meningkatkan suku bunga, menurunkan kwalitas maupun kuantitas
investasi, yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi
dan kesempatan kerja.
Selain itu, manajemen moneter berbasis bunga juga akan mengakibatkan
tingginya ketidakpastian pada pasar keuangan dan selanjutnya akan berpengaruh
terhadap pencapain stabilitas dalam perekonomian. Sebagaimana dinyatakan oleh
Milton Friedman dan L.A. Iacocoa. Milton Friedman mengatakan bahwa faktor
penyebab perekonomian AS begitu sukar diperkirakan adalah karena perilaku
suku bunga yang sama-sama tidak bisa diperkirakan. Mr. Iacocoa, pemimpin
perusahaan Chrysler Corporation, mengamati bahwa suku bunga telah menjadi
sedemikian mudah berubah sehingga tak seorang pun dapat melakukan
perencanaan untuk masa depan.
Tingginya tingkat perubahan pada suku bunga menginjeksikan
ketidakpastian yang besar dalam pasar investasi sehingga mendorong borrower
dan lender mengalihkan tujuan pasar mereka, dari tujuan pasar utang jangka
panjang kepada pasar utang jangka pendek yang berbau spekulasi, sehingga secara
1 Mulya E. Sregar, “Manajemen Moneter Alternatif dan Penerapannya di Indonesia,” Bulletin
Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia, Vol. 2, No. 3 Desember 1999.
4
Bab IPendahuluan
fundamental mengubah keputusan-keputusan investasi para pelaku bisnis. Di
mana pelaku bisnis lebih senang mengambil keuntungan pada pasar-pasar
komoditi, saham, valuta asing, dan keuangan. Kondisi seperti ini akan membuat
pasar-pasar tersebut semakin aktif dan memanas yang merupakan salah satu
penyebab ketidakstabilan ekonomi dunia saat ini.
Berdasarkan survey yang dilaksanakan oleh Bank for International
Settlement (BIS), total turnover perdagangan valuta asing mencapai $1, 230 miliar
per hari kerja pada bulan April 1995, yang berbeda jauh dibandingkan pada bulan
April 1989 yang masih $620 miliar per hari kerja. Allais (1993) juga menemukan
bahwa speculative cash flow dari negara-negara G-7 adalah 34 kali dibandingkan
flows untuk transaksi perdagangan barang maupun jasa. Akhirnya, dapat
disimpulkan bahwa manajemen moneter berbasis bunga mengakibatkan
ketidakstabilan bagi perekonomian secara keseluruhan karena efeknya yang
positif terhadap peningkatan kegiatan-kegiatan yang non-produktif dan
spekulatif.2 Sebagaimana dinyatakan oleh Maurice Allais (1993) yang merupakan
pemenang nobel pada tahun 1988 berpendapat sebagai berikut:
Be it speculation on currencies or speculation on stocks and shares, the world has
become one big casino with gaming labels distributed along every latitude and
longitude. The game and the bids, in which millions of players take part, never
cease. The American quotations are followed by those from Tokyo and Hongkong,
from London, Frankfurt and Paris. Everywhere speculation is supported by credit
since one can buy without paying and selling without owning.
2 Ibid. hal. 95-96.
5
Bab IPendahuluan
Suku bunga, baik yang tinggi maupun yang rendah, implikasinya buruk
terhadap kesehatan perekonomian. Suku bunga yang tinggi akan merugikan
pengusaha dan dalam perekonomian kapitalis suku bunga merupakan penghambat
utama investasi dan formasi modal. Akibat dari tingkat bunga yang tinggi tersebut
antara lain menurunkan tingkat produktivitas, kesempatan kerja, dan laju
pertumbuhan ekonomi. Tingkat suku bunga yang rendah juga sama jeleknya.
Kalau tingkat suku bunga yang tinggi akan merugikan pengusaha, maka tingkat
suku bunga yang rendah akan merugikan penabung terutama penabung kecil yang
menginvestasikan dana pada instrumen berbasis bunga. Tingkat bunga yang
rendah akan merangsang pinjaman untuk tujuan-tujuan konsumsi, baik sektor
publik maupun swasta. Karena itu, akan meningkatkan tekanan inflasioner. Selain
itu, tingkat bunga yang rendah akan mendorong investasi-investasi yang tidak
produktif dan meningkatkan spekulasi pada bursa dan pasar komoditas. Suku
bunga yang rendah juga akan mendorong kegiatan investasi yang terlalu
menghemat tenaga kerja sehingga akan menimbulkan pengangguran. Karena itu,
dengan menimbulkan distorsi pada harga modal, tingkat bunga yang rendah telah
merangsang konsumsi yang bersifat inflasioner, mengurangi rasio tabungan kotor,
menurunkan kualitas investasi, dan menciptakan kelangkaan modal. Ekuilibrium
yang diidam-idamkan di mana suku bunga tidak terlalu tinggi dan juga tidak
terlalu rendah, hanyalah impian para teoretikus. Karena itu, menurut Umer
Chapra, obat terbaik bukanlah sekadar mereduksi suku bunga saja karena hal ini
tidak akan menghilangkan ketidakpastian masa depan, mengingat adanya defisit
anggaran yang tinggi di beberapa negara industri utama
6
Bab IPendahuluan
Dalam sebuah perekonomian Islam yang bebas bunga, kegiatan-kegiatan
ekonomi yang bersifat non-produktif seperti spekulasi kurang begitu berarti
karena diharamkannya penggunaan instrumen bunga dalam aktivitas
perekonomian. Sehingga dalam ekonomi Islam, permintaan akan dana untuk
investasi merupakan bagian dari permintaan transaksi total dan akan bergantung
pada kondisi perekonomian dan laju keuntungan yang diharapkan yang tidak
ditentukan di depan. Mengingat harapan terhadap keuntungan tidak mengalami
fluktuasi harian atau mingguan seperti suku bunga, maka permintaan agregat
kebutuhan transaksi cenderung relatif lebih stabil. Sehingga kecepatan peredaran
uang dapat diperkirakan perilakunya secara lebih baik.
Karena itu, variabel yang dipakai dalam suatu kebijakan moneter dalam
sebuah perekonomian Islam adalah cadangan uang (stock of money) daripada suku
bunga. Tujuan dari kebijakan moneter Islam adalah menjamin bahwa ekspansi
moneter ridak bersifat “kurang atau berlebihan”, tetapi cukup untuk sepenuhnya
mengeksploitasi kapasitas perekonomian agar dapat mensuplai barang dan jasa
bagi kesejahteraan yang berbasis luas. Laju pertumbuhan yang dituju harus
bersifat berkesinambungan, realistis, serta mencakup jangka menengah dan
panjang, dan tidak kurang realistis dan sukar diperkirakan.3
Dengan tidak adanya suku bunga, uang beredar dapat diatur oleh bank
sentral menurut kebutuhan sektor riil perekonomian dan sasaran-sasaran
masyarakat muslim. Pertumbuhan dalam M dapat diatur untuk merealisasikan
sasaran kesejahteraan berbasis luas dengan suatu laju pertumbuhan yang optimal,
tetapi realistis dalam konteks stabilitas harga. Target dalam M ini akan dapat
3 Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 2000.
7
Bab IPendahuluan
dicapai dengan menghasilkan pertumbuhan yang diinginkan dalam high-powered
money melalui suatu kombinasi defisit fiskal dan pinjaman mudharabah oleh bank
sentral kepada lembaga-lembaga finansial.
Jadi, dengan dihapuskannya instrumen bunga dalam manajemen moneter
akan mengurangi salah satu sumber utama ketidakpastian dalam perekonomian.
Karena bunga adalah akar dari ketidakpastian dan ketidakpastian adalah sumber
utama inefisiensi ekonomi dan terutama akan menyulitkan dalam melakukan
forecasting.
Secara sederhana, keuntungan dari manajemen moneter bebas bunga antara
lain:
a. Manajemen moneter bebas bunga akan membantu pertumbuhan yang
lebih sehat dalam uang beredar.
b. Manajemen moneter bebas bunga akan meminimalkan permintaan
uang untuk keperluan yang tidak esensial dan mubazir serta pembiayaan bagi
proyek-proyek yang meragukan dan sia-sia.
c. Manajemen moneter bebas bunga akan menimbulkan peningkatan
dalam aliran pembiayaan bagi tujuan-tujuan produktif disamping distribusinya
yang luas di kalangan sejumlah pelaku binis dan memperbaiki alokasi di antara
berbagai sektor ekonomi.
d. Instabilitas yang ditimbulkan oleh perubahan-perubahan dalam suku
bunga dan fluktuasi dalam pengeluaran agregat, akan dapat dikurangi secara
substansial.
8
Bab IPendahuluan
Dengan demikian, manajemen moneter bebas bunga akan menciptakan
suatu tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang akan
menimbulkan suatu dimensi yang sehat dalam perekonomian dengan keterkaitan
yang kuat antara sektor moneter dan riil.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian superioritas sistem
moneter bebas bunga layak untuk diteliti. Untuk itu penulis akan melakukan
penelitian secara empiris di Indonesia dan Malaysia. Indonesia dan Malaysia
menurut penulis mampu mewakili aktivitas perekonomian dari kedua sistem
moneter, yaitu sistem moneter konvensional dan sistem moneter bebas bunga.
Periode yang dipilih adalah tahun 1980-2000 dengan alasan ketersediaan data dan
rentang waktu yang cukup panjang untuk meneliti efisiensi dalam sistem moneter
bebas bunga. Sehingga judul yang diambil penulis dalam penelitian ini adalah:
“Analisis Efisiensi Sistem Moneter Bebas Bunga:
Studi Kasus di Indonesia dan Malaysia Periode 1980-2000 dengan
Menggunakan Pendekatan Kointegrasi dan Error - Correction Model”
1.2 Identifikasi Masalah
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa penelitian ini akan
menganalisis secara empiris superioritas sistem moneter yang bebas bunga dalam
menciptakan stabilitas perekonomian di Indonesia dan Malaysia periode 1980-
2000, dan permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana perbandingan
efisiensi antara sistem moneter bebas bunga dan sistem moneter konvensional di
Indonesia dan Malaysia periode 1980-2000?
9
Bab IPendahuluan
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk
menyajikan secara empiris perbandingan efisiensi antara sistem moneter
konvensional dengan sistem moneter bebas bunga.
1.4 Kerangka Pemikiran
1.4.1 Definisi Efisiensi
Penulis mendefinisikan efisiensi dengan menghubungkannya kepada tiga
hal, yaitu:
1. Stabilitas velocity of money (Thornton, 1983, Darrat, 1988, Hassan dan
Aldayel, 1998).
Tujuan pokok dari kebijakan moneter di beberapa negara adalah pencapaian
stabilitas harga dan atau GDP riil yang tinggi. Hal ini hanya bisa dicapai hanya
jika V stabil sepanjang waktu. Dengan adanya stabilitas pada velocity of
money, maka otoritas moneter dapat menggunakan money supply untuk
mengontrol kegiatan perekonomian secara keseluruhan dan begitu pun juga
tingkat pertumbuhan GDP (Blanchard dan Fisher, 1989). Instabilitas pada
velocity of money akan melemahkan keterkaitan antara money stock (Ms) dan
pendapatan nominal (Y), dan selanjutnya akan mempengaruhi kinerja
perekonomian secara keseluruhan dan instabilitas pada sektor keuangan.
Bahkan, kekeliruan dalam meramalkan velocity of money dapat menyebabkan
10
Bab IPendahuluan
kebijakan moneter menjadi keliru, siklus inflasi yang sangat tinggi dan atau
tingkat pengangguran yang tinggi.
2. Kemampuan mengontrol agregat moneter (Havrilesky dan Boorman,
1980, Mc Callum, 1989).
Pendekatan konvensional secara umum mengasumsikan bahwa otoriras
moneter mengontrol agregat moneter melalui monetary base (MB). Hal ini
disebabkan karena sudah menjadi kebiasaan umum bahwa kemampuan
mengontrol agregat moneter diukur dengan menggunakan tingkat korelasi
secara statistik antara agregat moneter dengan monetary base.
3. Keterkaitan antara agregat moneter dan tujuan utama dari kebijakan
moneter (Zaki, 1995, Darrat, 2000).
Tujuan utama dari kebijakan moneter diasumsikan adalah untuk menciptakan
stabilitas harga. Hal ini didasarkan pada teori bahwa pada jangka panjang,
antara inflasi dan tingkat pertumbuhan uang memiliki korelasi yang kuat.
1.4.2 Definisi Interest-Free Money Stock dan Interest Money Stock
Dalam membedakan mana yang termasuk interest-free money stock dan
interest money stock, penulis melakukan pendekatan definisi uang dari perspektif
teori moneter.
Secara teori uang ada yang didefinisikan sebagai narrow money (uang
dalam arti sempit) dan juga Quasi-Money. Narrow money atau M1 terdiri dari
uang kartal (currency) ditambah simpanan dalam bentuk rekening koran (demand
deposit).
11
Bab IPendahuluan
M1 = C + DD
di mana:
C adalah currency (uang kartal)
DD adalah demand deposit (uang giral)
Uang kartal (uang kertas dan uang logam) adalah uang yang benar-benar
merupakan daya beli yang langsung digunakan (dibelanjakan). Kemudian, yang
perlu diperjelas lagi adalah kategori yang termasuk dalam demand deposit.
Demand deposit atau uang giral hanya mencakup saldo rekening koran/giro milik
masyarakat umum yang disimpan di bank dan yang dimaksud saldo di sini adalah
uang milik masyarakat yang masih ada di bank dan belum digunakan pemiliknya
untuk membayar atau berbelanja.
Selanjutnya, Quasi-money, dalam hal ini penulis menyebutnya sebagai QM
yang terdiri dari time deposit dan saving deposit.
QM = TD + SD
di mana:
TD adalah time deposit (deposito berjangka)
SD adalah saving deposit (saldo tabungan)
Masyarakat menempatkan uangnya dalam bentuk time deposit atau saving deposit
karena simpanan ini memberikan bunga.
Dari definisi di atas, maka penulis mengikuti pendapat Ali F. Darrat,
Professor Economics and Finance Louisiana Technology University, USA, bahwa
elemen-elemen dalam M1 belum mengandung unsur-unsur bunga. Sehingga
12
Bab IPendahuluan
penulis menganggap bahwa M1 merupakan proksi yang paling tepat dari interest-
free money stock. Sedangkan proksi untuk interest money stock adalah Quasi-
money karena elemen-elemen Quasi-money mengandung unsur bunga di
dalamnya.
1.4.3 Teori Kuantitas Uang Klasik
Teori kuantitas uang adalah teori yang menjelaskan bagaimana nilai
nominal pendapatan agregat ditentukan. Oleh sebab itu, teori kuantitas uang juga
menjelaskan seberapa besar uang yang harus dipegang dengan jumlah pendapatan
agregat yang tetap. Hal terpenting dari teori ini adalah bahwa tingkat bunga tidak
memiliki pengaruh terhadap permintaan akan uang.
Teori ini pada awalnya diperuntukkan untuk menerangkan peranan uang
dalam perekonomian. Dengan sederhana Irving Fisher merumuskan teori
kuantitas uang sebagai berikut:
M V = P T
di mana :
M = total money stock
V = velocity of circulation
P = tingkat harga
T = total volume transaksi
Persamaan di atas secara sederhana menegaskan bahwa total uang yang
dikeluarkan atau dibelanjakan sama dengan nilai moneter dari semua barang dan
jasa yang diperdagangkan. Selain itu, persamaan kuantitas di atas dapat juga
13
Bab IPendahuluan
diartikan menjadi sebuah teori yang berbunyi bahwa perubahan kuantitas uang
akan mempengaruhi tingkat harga dengan menganggap bahwa velocity of money
dan total volume transaksi konstan.
Selanjutnya, variabel T pada persamaan di atas dapat diganti dengan Y
karena nilai nominal dari total volume transaksi sulit diukur dan dengan
mengasumsikan bahwa nilai T proporsional terhadap Y. Sehingga persamaan
diatas menjadi :
M V = P Y
Dalam teori kuantitas uang ini, Irving Fisher mengasumsikan bahwa
permintaan akan uang adalah murni merupakan fungsi dari pendapatan, dan
tingkat bunga tidak mempengaruhinya. Selanjutnya, karena ekonom-ekonom
aliran Klasik termasuk Irving Fisher menganggap bahwa upah dan harga sangat
fleksibel, maka mereka percaya bahwa tingkat output agregat Y yang diproduksi
dalam perekonomian akan tetap pada kondisi full employment, sehingga Y bisa
dianggap konstan dalam jangka pendek. Dengan demikian, perubahan stok uang
akan mempengaruhi tingkat output.
Kemudian, dalam versi Marshal dan Pigou dari Universitas Cambridge juga
mengembangkan formulasi yang hampir sama dengan formulasi Irving Fisher (Md
= k PY). Formulasi teori kuantitas uang versi Cambridge adalah :
Md = k P Y
Di mana k = 1/v dan proporsinya konstan. Secara sistematis persamaan
Cambridge di atas hampir sama dengan persamaan Fisher, tapi kita tidak bisa
mengatakan kelompok Cambridge sepaham dengan Fisher bahwa dalam jangka
14
Bab IPendahuluan
pendek tingkat bunga tidak memiliki pengaruh terhadap permintaan akan uang
karena persamaan di atas filosofinya sangat berbeda. Ekonom Cambridge
menganggap bahwa dalam jangka pendek, jumlah kekayaan, volume transaksi,
dan pendapatan nasional mempunyai hubungan yang proporsional-konstan satu
sama lain. Ekonom Cambridge mengasumsikan bahwa ceteris paribus,
permintaan akan uang adalah proporsional dengan tingkat pendapatan nasional.
Sebagai pengganti teori Fisher yang menekankan bahwa permintaan akan
uang semata-mata merupakan proporsi konstan dari volume transaksi yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor kelembagaan yang konstan, ekonom Cambridge
lebih menekankan faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung rugi) yang
menghubungkan antara permintaan akan uang seseorang dengan volume transaksi
yang direncanakannya.
Ekonom Cambridge mengatakan bahwa permintaan akan uang selain
dipengaruhi oleh volume transaksi dan faktor-faktor kelembagaan, juga
dipengaruhi oleh tingkat bunga, besar kekayaan masyarakat, dan ramalan/harapan
(expectation) dari masyarakat mengenai masa depan. Faktor-faktor lain ini seperti
tingkat bunga dan ekspektasi kemungkinan bisa berubah, meskipun dalam jangka
pendek dan akan mempengaruhi permintaan akan uang seseorang, dan dengan
demikian juga mempengaruhi permintaan akan uang dari masyarakat secara
keseluruhan.
Sebagai kesimpulan, baik Fisher maupun ekonom Cambridge sependapat
bahwa permintaan akan uang adalah proporsional terhadap pendapatan. Namun,
terdapat pula perbedaan pada keduanya. Kalau pendekatan Fisher menekankan
15
Bab IPendahuluan
pada faktor-faktor teknologi dan mengabaikan pengaruh tingkat bunga terhadap
permintaan akan uang. Sedangkan pendekatan ekonom Cambridge menekankan
pada adanya individual choice dalam memelihara komposisi kekayaan yang
dimiliki karena uang juga difungsikan sebagai alat untuk menyimpan kekayaan
(store of wealth) - apakah akan disimpan dalam bentuk obligasi, saham, atau uang
kas, dan lain-lain. Selain itu, pendekatan ekonom Cambridge juga tidak
mengabaikan faktor tingkat bunga.
1.4.4 Teori Permintaan Uang Keynes
Menurut Keynes permintaan uang didorong oleh 3 (tiga) hal, yaitu :
1. Motif transaksi (Transactionary motive)
Keynes berpendapat bahwa orang memegang uang guna memenuhi dan
melancarkan transaksi-transaksi yang dilakukan, dan permintaan akan uang
dari masyarakat untuk tujuan ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional
dan tingkat bunga. Semakin tinggi pendapatan nasional semakin besar volume
transaksi dan semakin besar pula kebutuhan akan uang untuk memenuhi tujuan
transaksi. Selain itu, Keynes berpendapat pula bahwa permintaan akan uang
untuk tujuan transaksi ini pun tidak merupakan suatu proporsi yang konstan,
tetapi dipengaruhi pula oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Tapi, Keynes
tidak terlalu menekankan faktor bunga pada motif ini.
2. Motif berjaga-jaga (Precautionary motive)
Selain untuk keperluan transaksi, permintaan akan uang bertujuan untuk
memenuhi kemungkinan yang tak terduga atau untuk melakukan pembayaran-
16
Bab IPendahuluan
pembayaran yang di luar rencana transaksi normal. Menurut Keynes,
permintaan akan uang untuk tujuan berjaga-jaga ini dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan akan
uang untuk transaksi, yaitu terutama dipengaruhi oleh tingkat penghasilan
orang tersebut dan mungkin dipengaruhi pula oleh (meskipun dianggap tidak
kuat pengaruhnya) tingkat bunga.
3. Motif spekulasi (Speculative motive)
Motif dari pemegangan uang ini bertujuan untuk memperoleh “keuntungan”
yang bisa diperoleh seandainya si pemegang uang mampu meramal apa yang
akan terjadi dengan benar. Keynes tidak membicarakan faktor “uncertainty”
dan “expectation” secara umum, tetapi ia membatasi “uncertainty” dan
“expectations” pada satu variabel, yaitu tingkat bunga. Pada motif ketiga inilah
tingkat bunga sebagai opportunity cost ditekankan oleh Keynes, dimana
semakin tinggi tingkat bunga maka semakin rendah permintaan uang untuk
spekulasi, begitu juga sebaliknya.
Hal yang berbeda dinyatakan oleh Keynes sehubungan dengan kesimpulan
dari formula Irving Fisher di atas. Keynes berpendapat bahwa perubahan tingkat
bunga dapat mempengaruhi tingkat harga, meskipun kuantitas uang M masih tetap
sebagai variabel kunci. Dengan kata lain, Keynes menyatakan bahwa selain
kuantitas uang M, tingkat bunga juga bisa mempengaruhi tingkat harga.
Persamaan permintaan akan uang versi Keynes merupakan permintaan akan
saldo riil, dimana permintaan seseorang untuk saldo riil tidak berubah apabila
harga berubah. Permintaan uang untuk saldo riil/ real balances (Md/P) ditentukan
17
Bab IPendahuluan
dari besarnya pendapatan riil (Y) serta opportunity cost (i). Secara matematis
formula Keynes untuk permintaan uang dapat dituliskan sebagai berikut:
Selanjutnya, dengan menarik fungsi preferensi likuiditas untuk velocity
PY/M, kita dapat melihat bahwa teori permintaan uang Keynes berdampak bahwa
velocity of money tidaklah konstan tetapi sebaliknya berfluktuasi dengan
pergerakan tingkat bunga. Persamaan preferensi likuiditas dapat ditulis kembali
sebagai berikut:
Dengan mengalikan kedua sisi persamaan di atas dengan Y dan
menganggap bahwa Md dapat diganti dengan M karena pada saat pasar uang
dalam kondisi ekulibrium jumlah uang M yang dipegang oleh masyarakat sama
dengan jumlah permintaan uang Md, maka persamaan untuk velocity of money
menjadi
Dari persamaan di atas diketahui bahwa permintaan uang berhubungan
secara negatif dengan tingkat bunga; ketika i naik, f(i, Y) turun, oleh karena itu
velocity of money juga naik. Dalam perkataan yang lain, kenaikan tingkat bunga
mendorong masyarakat untuk memegang real money balances lebih sedikit pada
tingkat pendapatan yang tetap. Sehingga tingkat perputaran uang menjadi lebih
tinggi. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tingkat bunga memainkan
peranan yang penting untuk mempengaruhi tingkat perputaran uang.
18
Bab IPendahuluan
Lebih lanjut, model permintaan uang untuk spekulasi Keynes juga dapat
menjelaskan kenapa perputaran uang berfluktuasi. Apa yang akan terjadi terhadap
permintaan uang apabila tingkat bunga normal berubah? Misalnya, apa yang akan
terjadi jika di masa yang akan datang masyarakat mengharapkan tingkat bunga
normal lebih tinggi daripada tingkat bunga normal sekarang? Karena tingkat
bunga diharapkan lebih tinggi di masa yang akan datang, maka masyarakat
mengharapkan di masa mendatang harga obligasi turun sehingga para pemegang
obligasi akan mengalami capital loss. Dengan demikian, memegang uang akan
menjadi lebih menarik daripada memegang obligasi. Akibatnya, jumlah
permintaan uang naik. Hal ini berarti bahwa f(i, Y) akan naik dan akibatnya
velocity of money turun. Jadi, velocity of money akan berubah apabila ekspektasi
tentang tingkat bunga normal di masa yang akan datang berubah, dan
ketidakstabilan ekspektasi tentang pergerakan tingkat bunga normal di masa yang
akan datang akan menyebabkan velocity of money menjadi tidak stabil pula.
1.4.5 Teori Kuantitas Uang Modern Friedman
Teori permintaan uang Friedman pada dasarnya menggunakan pendekatan
yang kurang lebih sama dengan Keynes dan Ekonom Cambridge, tetapi tidak
menjelaskan secara rinci alasan orang memegang uang. Meskipun demikian,
Friedman membuat teori permintaan aset untuk menunjukkan bahwa permintaan
uang merupakan fungsi dari pendapatan permanen dan expected return on
alternative assets relatif terhadap expected return on money.
19
Bab IPendahuluan
di mana:
Md/P = demand for real balances
Yp = permanent income
rm = expected return on money
rb = expected return on bonds
re = expected return on equity (common stocks)
πe = expected inflation rate
Ada dua hal perbedaan yang mendasar antara teori Friedman dengan teori
Keynes. Pertama, Friedman meyakini bahwa perubahan tingkat bunga hanya
memiliki pengaruh yang kecil pada expected return aset-aset yang lain relatif
terhadap uang. Yaitu apabila terjadi kenaikan dalam expected return pada
beberapa aset yang lain selain uang sebagai akibat dari kenaikan tingkat bunga,
maka akan diikuti pula kenaikan dalam expected return on money sehingga
tingkat bunga sebagai faktor pendorong bisa dikatakan relatif konstan
pengaruhnya terhadap permintaan uang. Jadi, dalam hal ini ia berlawanan dengan
Keynes. Ia memandang bahwa tingkat bunga tidak peka terhadap permintaan
uang.
Kedua, Friedman berbeda dari Keynes dalam hal penekanan fungsi
permintaan uang. Menurut Friedman fungsi permintaan uang tidak mengalami
fluktuasi yang tinggi dan oleh karena itu tingkat velositas uang stabil.
20
Bab IPendahuluan
Dengan kedua perbedaan di atas Friedman menunjukkan bahwa velositas
dapat diperkirakan karena fungsi permintaan uang yang dapat diprediksi secara
akurat sebagai akibat dari hubungan antara Y dan Yp yang mudah diramalkan.
Sehingga kesimpulan akhir dari teori Friedman ini serupa dengan intisari dari
teori kuantitas sebelumnya bahwa uang adalah faktor utama yang mempengaruhi
aggregate spending.
1.4.6 Pandangan Abdul A’la Maududi Terhadap Bunga 4
1.4.6.1 Teori Piutang Menanggung Risiko
Pelopor teori ini menegaskan bahwa kreditor menanggung risiko karena
meminjamkan modalnya. Ia sendiri menangguhkan keinginannya semata-mata
untuk memenuhi keinginan orang lain. Ia meminjamkan modalnya yang mestinya
dapat mendatangkan keuntungan. Jika pengutang menggunakan modalnya itu
untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, ia harus membayar sewa atas modal yang
dipinjam itu, sama halnya ia membayar sewa terhadap sebuah rumah atau
perabotan maupun kendaraan. Sewa merupakan kompensasi terhadap risiko yang
ditanggung oleh kreditor karena memberi pinjaman dan sekaligus imbalan karena
ia memberikan pinjaman modalnya. Dan apabila peminjam menginvestasikan
modalnya pada usaha-usaha yang dapat memberikan keuntungan, maka tidak
berlebihan dan adil apabila pemberi pinjaman menuntut sebagian dari keuntungan
tersebut.
Marilah kita analisis maksud daripada “risiko”. Memang benar bahwa
pemberi pinjaman menanggung risiko serta mengorbankan sesuatu apabila ia
4 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, PT. Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1996.
21
Bab IPendahuluan
meminjamkan modalnya kepada peminjam; tetapi dengan cara apapun, hal ini
tidak memberikan hak kepada pemberi pinjaman untuk mengenakan harga 5 atau
10% pertahun atas risiko atau pengorbanannya. Pemberi pinjaman mempunyai
alasan yang baik untuk menahan jaminan atas harta pengutang atau meminta
garansi terhadap risiko yang ditanggungnya; atau jika ia tidak mau melakukan di
antara pilihan tersebut, ia tidak mau mengambil risiko sama sekali dan menolak
untuk memberikan pinjaman.
Tetapi risiko itu sendiri bukanlah barang komersial yang memunculkan
harga, juga bukan sebagai perabotan atau kendaraan yang memungkinkan
mendatangkan sewa. Pinjaman dapat dikatakan sebagai pengorbanan sepanjang
pinjaman itu tidak dapat dianggap sebagai dagangan karena pinjaman tidak dapat
dianggap sebagai pengorbanan maupun barang dagangan. Jika seseorang
melakukan pengorbanan moral, maka ia harus puas dengan apa yang ia peroleh
secara moral; apabila ia tidak boleh mengatakan sebagai pengorbanan melainkan
harus sebagai suatu bisnis. Dan apabila ia menuntut imbalan ekstra yang melebihi
modal pokok pertahun atau perbulan, ia harus memberikan alasan atas
tindakannya itu dan menjelaskan mengapa ia meminta imbalan semacam itu?
Marilah kita meneliti dua aspek bunga – sebagai imbalan karena menahan
diri atau sebagai bayaran sewa. Apakah bunga merupakan imbalan karena
menahan diri? Sesungguhnya kreditor hanya meminjamkan sejumlah uang yang
berlebih dari yang ia perlukan dan yang tidak digunakan sendiri. Oleh karena itu,
tidak boleh dikatakan sebagai imbalan karena ia tidak menahan diri dari sesuatu
yang memungkinkan dirinya menuntut imbalan.
22
Bab IPendahuluan
Apakah bunga itu dikenakan sebagai pembayaran sewa? Sewa itu hanya
dikenakan terhadap barang-barang, seperti rumah, perabotan, alat transportasi dan
sebagainya, yang digunakan habis, rusak dan kehilangan sebagian dari nilainya
selama digunakan. Biaya sewa yang dibayarkan itu layak terhadap barang yang
susut, rusak dan memerlukan biaya perawatan terhadap barang tersebut. Tetapi
barang-barang seperti makanan, emas, perak atau uang tidak dapat dikategorikan
kedalamnya dan oleh karenanya sewa atasnya tidak punya dasar.
Sebagian besar para kreditor mengatakan bahwa ia memberikan kesempatan
kepada peminjam untuk mencari keuntungan dari modalnya sehingga dengan
begitu ia harus memberikan sebagian keuntungannya. Tetapi terhadap pinjaman
konsumsi, alasan ini tidak berlaku karena peminjam biasanya orang miskin yang
mengambil pinjaman untuk mengatasi masa-masa sulit dan tidak ada keuntungan
yang dapat dibagikan.
Di dalam pinjaman produktif, terdapat dua kemungkinan yaitu memperoleh
keuntungan atau menderita kerugian. Jika peminjam menjalankan bisnisnya
mengalami kerugian, bagiamana dan dengan landasan apa kreditor dibenarkan
menarik keuntungan tetap secara bulanan atau tahunan dari peminjam? Dan
apabila keuntungan yang diperoleh sama atau kurang dari besarnya bunga setiap
bulan atau tahun, maka bagaimana kreditor dibenarkan untuk mengambil bagian
sedangkan ia sendiri tidak melakukan apa-apa; sementara peminjam yang bekerja
keras meluangkan waktunya, kemampuan dan modal pribadi, setelah pengorbanan
itu semua, tidak memperoleh apa-apa.
23
Bab IPendahuluan
Kalaupun keuntungan yang diperoleh peminjam itu lebih besar dari jumlah
bunga yang harus dibayarkan, tidak dibenarkan baik dengan akal, rasa keadilan,
prinsip-prinsip perdagangan dan ekonomi bahwa pedagang, industrialis, petani
serta faktor-faktor produksi lainnya, yang telah menghabiskan waktu, tenaga,
kemampuan dan sumber lain daripada jasmani dan mentalnya, untuk
mengeluarkan atau menyediakan barang-barang kebutuhan masyarakat, yang
kemungkinan memperoleh keuntungannya tidak tetap, sedangkan kapitalis
memperoleh jaminan bunga yang tetap dan pasti. Besarnya keuntungan bagi
semua agen mengalami naik turun sejalan dengan perubahan harga tetapi bunga
bagi kapitalis tetap saja dan dibayar secara tetap setiap bulan atau setiap tahun
dalam keadaan bagaimanapun.
Tetapi jika kreditor menginginkan modalnya harus diinvestasikan pada
usaha-usaha yang menguntungkan sehingga memungkinkan ia memperoleh
keuntungan, satu-satunya cara yang wajar dan praktis baginya adalah dengan
memasuki suatu partnership, dengan businessman, dan bukannya dengan
meminjamkan modal dengan menarik bunga.
1.4.6.2 Teori Peminjam Memperoleh Keuntungan
Para pelopor pemikiran ini mengatakan bahwa dengan “menunggu” atau
“menahan diri” dalam suatu periode tertentu dan tidak menggunakan modalnya
sendiri untuk memenuhi keinginannya sendiri, kreditor memberikan “waktu”
kepada peminjam untuk menggunakan modalnya untuk memperoleh keuntungan.
“Waktu” itu sendiri mempunyai “harga” yang meningkat sejalan dengan periode
24
Bab IPendahuluan
waktu. Jika peminjam tidak diberikan batasan waktu untuk mendapatkan
keuntungan dari penggunaan modal yang dipinjamnya, ia tidak akan mampu
memperoleh keuntungan dan bahkan seluruh bisnisnya bisa hancur karena
kekurangan modal. Masa di mana peminjam menginvestasikan modalnya,
mempunyai “harga” tertentu baginya dan ia akan menggunakannya untuk
memperoleh keuntungan. Maka tidak ada alasan mengapa kreditor tidak boleh
menikmati sebagian dari keuntungan peminjam. Selanjutnya, mereka mengatakan
bahwa kemungkinan naik turunnya keuntungan sejalan dengan naik turunnya
waktu dan tidak ada alasan mengapa kreditor tidak boleh mengenakan harga
(waktu) sesuai lamanya waktu.
Tetapi lagi-lagi pertanyaan bagaimana dan darimana sumbernya kreditor itu
mendapatkan informasi bahwa peminjam itu nyata-nyata memperoleh keuntungan
dan tidak mengalami kerugian dengan investasi modal pinjamannya itu?
Bagaimana ia mengetahui bahwa peminjam itu akan memperoleh keuntungan
yang pasti sehingga dengan begitu ia menetapkan bagian keuntungan tersebut?
Dan bagaimana dapat memperhitungkan bahwa peminjam pasti akan memperoleh
keuntungan yang begitu banyak selama masa modal digunakannya sehingga ia
akan mampu membayar harga tertentu secara pasti setiap bulan atau setiap tahun?
Para pendukung teori bunga ini tidak mampu memberikan jawaban yang masuk
akal terhadap masalah tersebut.
1.4.6.3 Teori Produktivitas Modal
25
Bab IPendahuluan
Sebuah pendapat menegaskan “produktivitas modal” sebagai jumlah yang
diwariskan yang memungkinkan kreditor menarik suatu imbalan (dalam bentuk
bunga) dari peminjam atas penggunaan modal tersebut. Pendapat ini memandang
bahwa modal adalah produktif yang dapat diartikan bahwa modal mempunyai
daya untuk menghasilkan barang yang jumlahnya lebih banyak daripada yang
dapat dihasilkan tanpa modal itu, atau bahwa modal mempunyai daya untuk
menghasilkan nilai tambah daripada nilai yang telah ada itu sendiri. Dan bunga
merupakan imbalan atas pelayanan produktif tersebut atas modal kepada
peminjam dalam proses produksi.
Tetapi pertanyaan bahwa produktivitas merupakan kualitas yang melekat
pada modal adalah tidak beralasan karena modal menjadi produktif hanya apabila
digunakan untuk bisnis yang dapat mendatangkan keuntungan oleh seseorang.
Apabila modal digunakan untuk tujuan-tujuan konsumsi, maka modal tidak
mempunyai kualifikasi semacam itu.
Meskipun modal digunakan dalam usaha-usaha yang mendatangkan
keuntungan, tidak perlu kiranya menghasilkan nilai lebih. Sering terjadi, terutama
dalam keadaan ekonomi yang merosot, penanaman modal tidak hanya menipiskan
keuntungan tetapi ternyata melibatkan keuntungan menjadi kerugian.
Jika modal dianggap memiliki produktivitas, produktivitas tersebut
bergantung pada berbagai faktor lain. Penanaman yang dapat mendatangkan
keuntungan banyak bergantung pada tenaga kerja, kemampuan, pandangan yang
jauh dan pengalaman orang yang menggunakannya disamping kestabilan
ekonomi, sosial dan politik suatu negara serta faktor kualitatif lainnya. Apabila
26
Bab IPendahuluan
persyaratan tersebut tidak terpenuhi, keuntungan yang diharapkan dari penanaman
modal tersebut berubah menjadi kerugian.
Jika diakui bahwa modal itu memiliki suatu kualitas produktivitas yang
diberikan kepada pemilik modal sebagai bagian keuntungan, tidak ada cara untuk
mengetahui secara tepat dan pasti jumlah yang sebenarnya dari keuntungan yang
dibayarkan setiap bulan atau setiap tahun. Di samping itu, tidak ada metode untuk
menghitung atau memperkirakan keuntungan dari penggunaan modal untuk
jangka waktu sepeuluh atau dua puluh tahun yang akan datang sehingga
memungkinkan untuk dapat menetapkan jangka waktu bunga.
Karena demikian halnya, tidak adil kiranya mengenakan sejumlah bunga
terhadap sejumlah uang yang dipinjamkan di muka untuk jangka waktu sepuluh
atau dua puluh tahun jika besarnya keuntungan actual yang dapat diperoleh di
masa yang akan datang tidak diketahui.
1.4.6.4 Teori Nilai Barang di Masa Mendatang Lebih Rendah dibanding
Nilai Barang di Masa Sekarang
Beberapa ahli ekonomi berpendapat bahwa manusia pada dasarnya lebih
mengutamakan kehendaknya di masa sekarang serta kepuasan sekarang daripada
yang akan datang. Mereka mengatakan bahwa keuntungan pasti masa kini sudah
jelas diutamakan daripada keuntungan di masa yang akan datang. Oleh karena itu,
modal yang dipinjamkan kepada peminjam sekarang memiliki nilai yang lebih
tinggi daripada sejumlah uang yang dikembalikan beberapa tahun kemudian.
Sesungguhnya, bunga merupakan nilai kelebihan yang ditambahkan pada modal
27
Bab IPendahuluan
yang dipinjamkan pada masa pembayarannya agar mempunyai nilai yang sama
dengan modal pinjaman semula. Dengan perkataan lain, bunga adalah sama
dengan perbedaan dari sisi psikologis dan bukannya dari sisi ekonomis antara
barang-barang masa kini dengan barang-barang di masa yang akan datang.
Apakah perbandingan antara nilai yang lalu dengan nilai sekarang tersebut benar-
benar sesuai? Dan apakah rumusan itu valid bahwa barang masa lalu yang
semakin tua, nilainya dibanding dengan nilai barang masa kini akan bertambah?
Yang menjadi pertanyaan di sini adalah apakah sifat manusia sungguh-
sungguh menganggap kehendak masa sekarang lebih penting dan berharga
daripada keinginan-keinginannya di masa yang akan datang? Jika demikian, lalu
mengapa banyak orang tidak membelanjakan seluruh pendapatannya sekarang
tetapi senang menyimpan pendapatannya itu untuk keperluan di masa yang akan
datang? Kita akan banyak menjumpai orang yang menahan keinginannya masa
kini demi untuk keinginan masa depan yang merupakan peristiwa yang tidak
dapat dilihat dan diprediksi. Segala usaha manusia kini diarahkan untuk masa
depan yang lebih baik, sehingga kemungkinan kehidupan manusia di masa yang
akan datang lebih bahagia dan sejahtera. Sangat sulit bagi kita untuk menemukan
orang yang secara suka rela menciptakan hari ini yang lebih bahagia dan sejahtera
dengan mengorbankan kebahagiaan dan kesejahteraannya di masa depan.
1.5 Hipotesis
28
Bab IPendahuluan
Hipotesis yang dikemukakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
perekonomian akan lebih efisien apabila sistem moneter yang berbasis bunga
dihilangkan.
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah melalui data sekunder
dengan jenis data time series. Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini
berasal dari :
International Financial Statistic-IMF
Referensi studi kepustakaan melalui jurnal, artikel, makalah, dan bahan-bahan
lain yang diperoleh dari. Ali F. Darrat Ph.D, Sohrab Abizadeh Ph.D., Mulya
E. Siregar, Ph.D., perpustakaan UNPAD, perpustakaan UNPAR, perpustakaan
IESP UI, Perpustakaan Forum Studi Islam (FSI) UI, koleksi buku Kajian
Ekonomi Islam (KEI) UI, perpustakaan Bank Indonesia Jakarta dan Bandung,
internet, serta sumber-sumber lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
1.6.2 Spesifikasi Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Interest-free money (MNI),
Interest-bearing money (MI), Consumer Price Index (CPI), Gross Domestic
Products (GDP) dan Monetary Base (MB) di Indonesia dan Malaysia. Periode
penelitian yang dipilih adalah tahun 1980-2000. Pemilihan periode ini didasarkan
pada ketersediaan data dan sekaligus untuk melihat pengaruh penerapan dual
29
Bab IPendahuluan
banking system terhadap analisis yang akan dilakukan. Secara spesifik masing-
masing data tersebut adalah:
Data Interest-free Money Stock (MNI)
Data interest-free money adalah data jumlah M1 yang terdiri dari currency
(uang kartal) dan demand deposit (rekening koran). Data yang digunakan
didapat dari International Financial Statistic-IMF.
Data Interest Money Stock (MI)
Data interest money stock adalah data jumlah Quasi-money yang terdiri dari
time deposits dan saving deposits. Data yang digunakan didapat dari
International Financial Statistic-IMF.
Data Indeks Harga Konsumen (IHK)
Data Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI) yang
digunakan didapat dari International Financial Statistic-IMF.
Data Monetary Base (MB)
Data monetary base terdiri dari data currency dan bank reserves. Data yang
digunakan didapat dari International Financial Statistic-IMF.
Data Gross Domestic Product (GDP)
Data GDP yang digunakan didapat dari International Financial Statistic-IMF.
1.6.3 Metode Analisis
Penelitian pada skripsi ini menggunakan analisis deskriptif dan kuantitatif.
Analisis deskriptif disusun berdasarkan data sekunder, jurnal, artikel, dan hasil-
hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan. Sedangkan untuk
30
Bab IPendahuluan
analisis kuantitatif penulis menggunakan alat bantu ekonometrika yaitu Eviews
software dan Excell software. Pendekatan yang digunakan dalam analisis ini
adalah pendekatan kointegrasi dan model dinamis (error-correction model).
Pendekatan kointegrasi akan mengestimasi kedekatan hubungan antar
variabel dalam jangka panjang sementara model dinamis digunakan untuk
menguji spesifikasi model dan pergerakan antar variabel dalam jangka pendek.
Data yang digunakan adalah data periode tahunan dengan estimasi model
menggunakan Ordinary Least Square (OLS).
1.6.3.1 Model Ekonometrik
Dalam membentuk model-model ekonometriknya, digunakan fungsi
logaritma untuk menunjukkan adanya parameter yang linier sehingga dari model
tersebut tercermin perubahan relatif dari setiap variabel eksogen terhadap
perubahan relatif dari variabel endogen atau mencerminkan nilai elastisitasnya.
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan dalam kerangka pemikiran maka
persamaan yang akan diestimasi dengan pendekatan kointegrasi dan error-
correction model (ECM) adalah:
1. Model ekonometrik untuk mengestimasi kemampuan kontrol otoritas
moneter
Sistem Moneter Konvensional
log QM = C(1,1) * log QM(-1) + C(1,2) * log QM(-2) + C(1,3) * log MB(-1)
+ C(1,4) * log MB(-2) + C(1,5)
31
Bab IPendahuluan
log MB = C(2,1) * log QM(-1) + C(2,2) * log QM(-2) + C(2,3) * log MB(-1)
+ C(2,4) * log MB(-2) + C(2,5)
Sistem Moneter Bebas Bunga
log M1 = C(1,1) * log M1(-1) + C(1,2) * log M1(-2) + C(1,3) * log MB(-1) +
C(1,4) * log MB(-2) + C(1,5)
log MB = C(2,1) * log M1(-1) + C(2,2) * log M1(-2) + C(2,3) * log MB(-1) +
C(2,4) * log MB(-2) + C(2,5)
2. Model ekonometrik untuk mengestimasi keterkaitan antara agregat
moneter dengan tingkat harga (CPI)
Sistem Moneter Konvensional
log CPI = C(1,1) * log CPI(-1) + C(1,2) * log QM(-1) + C(1,3)
log QM = C(2,1) * log CPI(-1) + C(2,2) * log QM(-1) + C(2,3)
Sistem Moneter Bebas Bunga
log CPI = C(1,1) * log CPI(-1) + C(1,2) * log CPI(-2) + C(1,3) * log CPI(-3) +
C(1,4) * log CPI(-4) + C(1,5) * log M1(-1) + C(1,6) * log M1(-2) + C(1,7) * log
M1(-3) + C(1,8) * log M1(-4) + C(1,9)
log M1 = C(2,1) * log CPI(-1) + C(2,2) * log CPI(-2) + C(2,3) * log CPI(-3) +
C(2,4) * log CPI(-4) + C(2,5) * log M1(-1) + C(2,6) * log M1(-2) + C(2,7) *
log M1(-3) + C(2,8) * log M1(-4) + C(2,9)
di mana:
QM = interest-based money stock
M1 = interest-free money stock
CPI = consumer price index
MB = monetary base
32
Bab IPendahuluan
1.6.3.2 Pengujian Statistik
Untuk melihat validitas model yang digunakan serta akurasi hasil estimasi
model, maka dilakukan beberapa pengujian statistik, antara lain ;
1.6.3.2.1 Uji Unit Root
Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui adanya anggapan stasionaritas
pada persamaan yang sedang diestimasi. Data yang stasioner adalah data yang
menunjukkan Mean, Variance dan Autocovariance (pada variasi lag) tetap sama
pada waktu kapan saja data itu dibentuk atau dipakai. Artinya dengan data yang
stasioner, model time series dapat dikatakan lebih stabil.
Pengujian stasioneritas ini penting karena jika ternyata data time-series yang
diteliti bersifat non-stasioner seperti kebanyakan data ekonomi, maka hasil regresi
yang berkaitan dengan data time-series ini akan mengandung R2 yang relatif
tinggi dan Durbin-Watson stat yang rendah seperti yang dibuktikan oleh Granger
dan Newbold (1974, 1977). Dengan perkataan lain, kita menghadapi masalah apa
yang disebut spurious regression seperti yang dikemukakan oleh Phillips (1986).
Untuk mengetahui adanya unit root dilakukan pengujian Augmented Dickey-
Fuller (ADF test) dan Philips-Perron (PP test), yaitu;
(ADF test)
∆Yt = α + βYt-1 + μt (PP test)
H0 : ρ = 0 (terdapat unit roots, variabel Y tidak stasioner)
33
Bab IPendahuluan
H1 : ρ # 0 (tidak terdapat unit roots, variabel Y stasioner)
1.6.3.2.2 Uji Kelayakan Lag
Uji kelayakan lag yang digunakan adalah dengan menggunakan Akaike Info
Criterion. Untuk mengetahui lag yang dipakai sesuai atau tidak, harus dilihat
dengan cara meregresi variabel tersebut dengan variabel yang memakai lag. Lag
yang dipakai dimulai dari lag 1, kemudian dilihat hasilnya. Untuk seterusnya
variabel tersebut diregres dengan menggunakan lag 1, lag 2 dan seterusnya. Hasil
dari regresi tersebut lalu kita bandingkan angka Akaike info Criterionnya,
semakin kecil angka Akaike Info Criterion maka lag yang digunakan semakin
baik.
1.6.3.2.3 Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi bertujuan untuk menguji hubungan jangka panjang diantara
variabel-variabel yang tidak stasioner. Hubungan ekuilibrium diantara variabel-
variabel yang tidak stasioner menandakan bahwa stochastic trends dari variabel-
variabel tersebut saling terkait. Hubungan ekuilibrium di sini berarti bahwa
variabel-variabel tersebut tidak dapat bergerak secara bebas. Keterkaitan diantara
stochastic trends ini menyatakan bahwa variabel-variabel tersebut terkointegrasi.
Pengujian kointegrasi dilakukan dengan menggunakan metode uji kointegrasi
Johansen.
Tahap pertama dari uji kointegrasi ini adalah menetapkan lag yang layak
kointegrasi agar dapat diterapkan dengan tepat. Hasil uji kointegrasi akan
34
Bab IPendahuluan
bervariasi pada setiap lag yang berbeda, sehingga kelayakan lag harus ditentukan
secara hati-hati. Lalu langkah selanjutnya adalah dengan mengestimasi model dan
menentukan tingkat L-trace yang didapat. Terdapat dua hipotesis dalam uji ini,
yaitu:
H0 : r = 0, artinya tidak terdapat kointegrasi
H1 : r > 0, artinya terdapat setidaknya satu kointegrasi atau lebih
Hasil L-trace yang didapat lalu dibandingkan dengan nilai kritis pada tabel
Johansen dan Juselius (1990). Pada tingkat level signifikan tertentu angka L-trace
yang kita dapat jika lebih besar dari nilai kritis maka artinya H0 ditolak sehingga
artinya terdapat kointegrasi setidaknya satu atau lebih. Dan jika H0 diterima maka
artinya tidak terdapat kointegrasi pada persamaan tersebut.
1.6.3.2.4 Uji Koefisien Determinasi
Digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan dari model yang dipakai.
Koefisien determinasi (R2) yaitu angka yang menunjukkan besarnya kemampuan
varians atau penyebaran dari variabel-variabel bebas yang menerangkan variabel
tidak bebas atau angka yang menunjukkan seberapa besar variasi variabel tak
bebas ditentukan oleh variasi variabel bebasnya. Besarnya nialai R2 adalah 0 < R2
< 1, dimana semakin mendekati 1 (satu) berarti model tersebut dikatakan baik
karena semakin dekat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak
bebasnya. Dengan kata lain bila nilai R2 semakin mendekati 1 berarti variasi
variabel tak bebas hampir sepenuhnya dipengaruhi variabel tak bebas yang ada
dalam model.
35
Bab IPendahuluan
1.6.3.2.5 Uji t-statistik
Pengujian t-statistik digunakan untuk menguji pengaruh parsial dari variabel
bebas terhadap variabel tidak bebasnya. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis:
H0 : variabel bebas tidak mempengaruhi variabel tidak bebasnya
H1 : variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebasnya
Dengan menguji dua arah dalam tingkat signifikansi = α, dan derajat
kebebasan (degree of freedom, df) = n - k (n = jumlah observasi dan k = jumlah
variabel yang diguakan), maka hasil pengujian akan menunjukkan:
H0 : diterima bila |t-stat| < t-tabel
H1 : diterima bila |t-stat| > t-tabel
1.6.3.2.6 Uji F-statistik
Pengujian F-statistik digunakan untuk menguji signifikansi dari semua
variabel bebas sebagai suatu kesatuan, atau mengukur pengaruh variabel bebas
secara bersama-sama. Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : semua variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap
variabel bebasnya.
H1 : semua variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel
bebasnya.
Apabila nilai F-hitung > F-tabel, berarti H0 ditolak, sehingga variabel
bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebasnya.
36
Bab IPendahuluan
Apabila nilai F-hitung < F-tabel, berarti Ho diterima, sehingga variabel
bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel tidak
bebasnya.
1.6.3.3 Pengujian Masalah Otokorelasi
Otokorelasi atau korelasi serial adalah suatu keadaan di mana kesalahan
pengganggu dalam periode tertentu, katakan єt berkorelasi dengan kesalahan
pengganggu dari periode lainnya katakan єs. Jadi kesalahan pengganggu tidak
bebas, satu sama lain berkorelasi, saling berhubungan.
Ada beberapa hal yang menyebabkan munculnya otokorelasi, antara lain :
1. Kelembaman (Inertia).
2. Terjadi bias dalam spesifikasi karena beberapa variabel penting tak
tercakup.
3. Terjadi bias dalam spesifikasi karena bentuk fungsi yang dipergunakan
tidak tepat.
4. Fenomena sarang labah-labah (Cobweb Phenomena).
5. Beda kala (Time lags).
6. Adanya manipulasi data (Manipulation of data).
Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya otokoralasi adalah uji
Durbin-Watson. Adapun hipotesis yang digunakan dalam uji Durbin-Watson
adalah :
H0 : tidak terdapat otokorelasi positif
H1 : tidak terdapat otokorelasi negatif
37
Bab IPendahuluan
Secara spesifik, untuk uji Durbin-Watson, terdapat lima himpunan daerah
untuk nilai d, yaitu:
Daerah Daerah Tidak Daerah Daerah
kritis ketidak- menolak ketidak- kritis
pastian H0 pastian
(inconclusive) (inconclusive)
Tolak Tidak ada Tolak
H0 otokorelasi H0
0 dL dU 2 (4 – dU) (4 - dL)
Jika d lebih kecil daripada dL atau lebih besar daripada (4 – dL), maka
hipotesis nol ditolak, dengan pilihan pada alternatif yang berarti terdapat
otokorelasi.
Jika d terletak antara dU dan (4 – dU), maka hipotesis nol diterima, yang
berarti tidak ada otokorelasi.
Namun, jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4 – dU) dan (4 – dL),
maka uji Durbin-Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti
(inconclusive). Untuk nilai-nilai ini, tidak dapat (pada suatu tingkat signifikansi
tertentu) disimpulkan adanya otokorelasi di antara faktor-faktor gangguan.
Untuk menyelesaikan otokorelasi bergantung pada tingkat saling
ketergantungan alami antara berbagai gangguan Ut. Tetapi karena Ut tidak dapat
diobservasi, maka ada beberapa mekanisme yang biasa digunakan untuk
menyelesaikan otokorelasi. Mekanisme yang sering dipakai adalah Markov First
Order Autoregressive Scheme atau AR(1). Dengan kata lain, jika nilai U dalam
38
Bab IPendahuluan
setiap periode tertentu bergantung nilainya sendiri pada periode sebelumnya,
maka dikatakan bahwa U mengikuti suatu skema autoregresif berderajat satu
(First Order Markov Scheme) yaitu: Ut = f(Ut-1).
39