analisis efisiensi produksi usahatani tebu rakyat pola mekanisasi dan semi mekanisasi...
TRANSCRIPT
-
ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHATANI
TEBU RAKYAT POLA MEKANISASI DAN
SEMI MEKANISASI MITRA PABRIK GULA NGADIREDJO
DI KABUPATEN KEDIRI, PROVINSI JAWA TIMUR
Tesis
Oleh:
Muhaemin
21150921000006
PROGRAM MAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
-
ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI USAHATANI
TEBU RAKYAT POLA MEKANISASI DAN
SEMI MEKANISASI MITRA PABRIK GULA NGADIREDJO
DI KABUPATEN KEDIRI, PROVINSI JAWA TIMUR
Muhaemin
21150921000006
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Pertanian (MP) pada Program Magister Agribisnis
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
PROGRAM MAGISTER AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
-
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI 1. Nama Lengkap : Muhaemin 2. Jenis kelamin : Laki-laki 3. Tempat/Tgl.Lahir : Tegal, 2 September 1978 4. Agama : Islam 5. Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil 6. Unit Kerja : Balai Sertifikasi Benih Provinsi Jawa Tengah Dinas Pertanian dan Perkebunan
Prov, Jawa Tengah
7. Alamat Kantor : Jl. Raya Solo Jogja Km 15, Sraten , Gatak, Kab.Sukoharjo, Prov Jawa Tengah.
II. PENDIDIKAN FORMAL
TINGKAT NAMA SEKOLAH JURUSAN TAHUN
LULUS
SD SDN KALADAWA I - 1992
SLTP SMPN 14 KODYA
TEGAL
- 1995
SLTA SMK NEGERI 2
SLAWI
USAHA TANI
TERPADU
1998
DIII IPB BOGOR DIII PERKEBUNAN 2002
SI UNIVERSITAS
NUSA BANGSA
BOGOR
AGROTEKNOLOGI 2014
III. RIWAYAT PEKERJAAN
NO UNIT KERJA JABATAN TAHUN
1 PT. Xin Chuan Food
Indonesia divisi agro
Supervisor 2004-2005
2 PT. Mikro Investindo Utama
divisi agro
Assisten
Manager
2007-2009
3 Direktorat Tanaman Tahunan,
Ditjen Perkebunan
PBT 2009-2016
4 Direktorat Perbenihan
Perkebunan
PBT 2006-2018
5 BPSB Provinsi Jawa Tengah PBT 2018-Sekarang
-
ABSTRACT
Muhaemin, “Production Efficiency Analysis of Mechanization and Semi-
mechanization of Sugarcane Farming of Ngadirejo Sugar Factory Partners
in Kediri Regency, East Java Province” (Supervised by Elpawati and Akhmad Riyadi Wastra).
This study aimed to analyze: (1) system of mechanization and semi-
mechanization of sugarcane farming; (2) level of efficiency and factors that
influence the inefficiency of mechanization and semi-mechanization sugarcane;
and (3) income of mechanization and semi-mechanization of sugarcane farming. Data collections were taken from all farmers in Ngadiluwih and Kandat
districts using survey method (questionnaires). Data were analyzed using Cobb-
Douglas production functions (stochastic frontier), then used Microsoft Excel and
R software. Any 3 variables influenced positively on plant mechanization of sugarcane
farming which included labors, ZA, and phonska fertilizer. The labor variable has
a positive influence on farming production of plant cane by the semi-mechanized
and ratoon by the mechanized system. Ratoon by the semi-mechanized system did
not show a positive influence on the crops.
In addition, the study has found the inefficiency of mechanization and semi-
mechanization techniques. The amount of land and seed caused economic
inefficiency on the plant cane by the mechanized and semi-mechanized system.
Furthermore, ratoon by the mechanized and semi-mechanized system also showed
inefficiency through the land cover. Ratoon by mechanized system showed the highest income (IDR
58.223.529/ha) and the lowest value was plant cane by the mechanized system
(IDR 52.541.175,00/ha). The highest cost of production was the plant cane by the
semi-mechanized system (IDR 50.967.670,00/ha) and the lowest value was ratoon
by the mechanized system (IDR 40.540.925,00/ha). The highest net income was
ratoon by the mechanized system (IDR 17.682.603,00/ha) and the lowest value
was plant cane by semi-mechanized (IDR 3.277.207,00/ha). R/C ratio was greater
than one, showed that mechanization and semi-mechanization of sugarcane
farming provided benefits for farmers.
Keywords: Sugarcane, mechanization, semi-mechanization, stochastic frontier,
R/C ratio
-
ABSTRAK
Muhaemin, “Analisis Efisiensi Produksi Usahatani Tebu Rakyat Pola
Mekanisasi dan Semi Mekanisasi Mitra Pabrik Gula Ngadiredjo di
Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur” (Dibimbing oleh Elpawati dan Akhmad Riyadi Wastra).
Penelitian ini bertujuan menganalisis: (1) sistem usahatani tebu rakyat pola
mekanisasi dan semi mekanisasi; (2) tingkat efisiensi dan faktor-faktor yang
memengaruhi inefisiensi tebu rakyat peserta mekanisasi dan semi mekanisasi; dan
(3) pendapatan usahatani tebu pola mekanisasi dan semi mekanisasi.
Pengumpulan data dilakukan kepada seluruh petani di Kecamatan
Ngadiluwih dan Kandat dengan metode survei (kuisioner). Data dianalisis
menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas (perbatasan stokastik), kemudian
diolah menggunakan Microsoft Excel dan R software.
Ada tiga variabel yang berpengaruh nyata pada produksi usahatani tebu
nonkeprasan mekanisasi, yaitu tenaga kerja, pupuk ZA dan phonska. Variabel
tenaga kerja berpengaruh positif terhadap produksi usahatani pada pola tanam
nonkeprasan semi mekanisasi dan keprasan mekanisasi. Pada pola tanam keprasan
semi mekanisasi tidak ditemukan variabel yang berpengaruh nyata terhadap hasil
produksi.
Efisiensi teknik pola tanam mekanisasi dan semi mekanisasi dinyatakan
inefisien. Luas lahan dan jumlah benih menyebabkan ketidakefisienan ekonomi
pada pola tanam nonkeprasan mekanisasi dan nonkeprasan semi mekanisasi. Hal
yang sama juga berlaku pada pola tanam keprasan mekanisasi dan keprasan semi
mekanisasi dengan variabel luas lahan.
Penerimaan tertinggi diperoleh dari usahatani tebu keprasan mekanisasi (Rp.
58.223.529,00/ha), sedangkan penerimaan terendah diperoleh dari usahatani tebu
nonkeprasan mekanisasi (Rp. 52.541.175,00/ha). Biaya produksi tertinggi terjadi
pada usahatani tebu nonkeprasan semi mekanisasi (Rp. 50.967.670,00/ha) dan
terendahnya (Rp. 40.540.925,00/ha) terjadi pada usahatani tebu keprasan
mekanisasi. Selanjutnya, pendapatan bersih tertinggi ditemukan pada usahatani
tebu keprasan mekanisasi (Rp. 17.682.603,00/ha) dan terendahnya pada usahatani
tebu nonkeprasan semi mekanisasi (Rp. 3.277.207,00/ha). Rasio R/C >1
menunjukkan bahwa semua usahatani, baik pola tanam mekanisasi maupun semi
mekanisasi memberikan keuntungan bagi petani.
Kata Kunci: Tebu, mekanisasi, semi mekanisasi, perbatasan stokastik, rasio R/C
-
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, karena
berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis dengan judul “Analisis Efisiensi Produksi Usahatani Tebu Rakyat Pola
Mekanisasi dan Semi Mekanisasi Mitra Pabrik Gula Ngadiredjo di
Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur”,
Penulisan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat dalam
menyelesaikan Program Studi Magister Agribisnis pada Fakultas Sains
danTeknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan yang penulis miliki, atas
segala kekurangan dan ketidaksempurnaan tersebut, sangat diharapkan masukan,
kritik dan saran yang bersifat membangun. Pada kesempatan yang sangat berharga
ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan tesis ini,
khususnya kepada :
1. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Sutarjo (Alm) dan Ibu Hj. Tasriyah
2. Ibu Prof. Dr.Lily Surayya Eka Putri,M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains
dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
3. Bapak Dr. Iwan Aminudin, M.Si, selaku Ketua Program Magister Agribisnis,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
4. Bapak Dr. Ir. Elpawati,MS, selaku dosen pembimbing I yang telah membantu
dan memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini
5. Bapak Dr. Ir. Akhmad Riyadi Wastra, S, IP, MM,, selaku dosen pembimbing
II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan semangat
kepada penulis selama penyusunan Tesis ini.
-
6. Bapak Prof.Dr.Ujang Maman, M.Si dan Dr.Ir.Nunuk Adiarni,M.M selaku
dosen penguji.
7. Istri dan anakku tercinta atas segala doa dan motivasi yang terus diberikan
selama kuliah dan pengerjaan tesis ini.
8. Direktur Jenderal Perkebunan yang telah memberikan ijin belajar dan
kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu.
9. Pimpinan PTPN X dan Keluarga Besar PG. Ngadiredjo, atas ijin, fasilitasi
dan bantuan yang diberikan, sehingga penelitian dapat berjalan lancar.
10. Mas Haris dan Mas Bagus TKP Ditjen Perkebunan yang bertigas di Dinas
Pertanian dan Perkebunan Kab. Kediri yang telah membantu proses penelitian
ini.
11. Keluaraga besar BPSB Provinsi Jawa Tengah khusunya Bapak Suryadi
selaku koordinataor Pos Pengawas Benih Wilayah Pekalongan.
12. Teman-teman kuliah dan alumni Magister Agribisnis yang telah memberikan
sebuah persahabatan dan kerjasama yang baik selama menjadi mahasiswa di
Program Magister Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Doa dan ucapan syukur yang dapat penulis panjatkan, semoga Alloh SWT
membalas semua kebaikan Bapak, Ibu, Saudara serta teman-teman semua.
Aammiin.
Wasalamualaikum wr wb
Jakarta, Juli 2019
Muhaemin
-
xi
DAFTAR ISI
............................................................................................................... Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………. i
PERNYATAAN…………… ……………………………………………. ii
PENGESAHAN UJIAN…..……………………………………………. iii
RIWAYAT HIDUP…………………………………………………….. vi
ABSTRACT……………………………………………….. …………… v
ABSTRAK ………………………………………… …………………… vi
KATA PENGANTAR…………………………………………………… ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………… xi
DAFTAR TABEL…………………………………………………… .. xiv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… xv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………. xvi
I. PENDAHULUAN…………………………………………. ………. 1
1.1. Latar Belakang……………………………………….………… 1
1.2. Rumusan Masalah…………………………………… … ……. 8
1.3. Tujuan Penelitian……………………………………. … ……. 11
1.4. Manfaat Penelitian…………………………………………….. 11
1.5. Ruang Lingkup……………………………………………….... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perkebunan Tebu……………………………………………...... 13
2.2. Usahatani Tebu Pola Tanam
(Non-Keprasan) dan Pola Keprasan……...................................... 16
2.3. Konsep Mekanisasi Usahatani Tebu Rakyat.…………………... 18
2.4. Fungsi Produksi………………………………………………… 20
2.5. Konsep Efisiensi………………………………………………. 23
2.6. Konsep Usahatani …………………….……………................... 26
2.7. Penelitian Terdahulu………………………………..................... 31
2.8. Kerangka pemikiran…………………………………………….. 41
2.9. Hipotesis………………………………………………………… 42
-
xii
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………… 44
3.2. Jenis dan Sumber Data……………………………….. 44
3.3. Metode Pengambilan Sampel………………………… 45
3.4. Metode Pengumpulan Data………………………….. 48
3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data………………. 49
3.6. Definisi dan Batasan Operasional……………………. 58
IV. GAMBARAN UMUM DAN KERAGAAN USAHATANI
TEBU DI DAERAH PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian.…………………. 61
4.1.1. Letak dan topografi.............................................. 61
4.1.2. Iklim.................................................................... 62
4.1.3. Jumlah Penduduk dan Mata Pencaharian............ 63
4.1.4. Sejarah dan keadaan Umum PG Ngadiredjo....... 64
4.1.5. Lokasi Pabrik Gula Ngadiredjo........................... 65
4.1.6. Luas Areal........................................................... 65
4.2. Keragaan Usahatani Tebu di Daerah Penelitian……..... 66
4.2.1. Karakteristik Petani Sampel......………….......... 66
4.2.2. Kepemilikan Lahan............………………......... 67
4.2.3. Usahatani Tebu di Daerah Penelitian ................. 68
V. ANALISIS EFISIENSI USAHATANI TEBU……………..... 83
5.1. Model Fungsi Produksi...…………………...................... 83
5.2. Analisis Skala Usaha..........................………………...... 87
5.3. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier.................. 89
5.4. Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor
Produksi.......................................................................... 91
5.5. Analisis Biaya Usahatani Tebu....................................... 96
5.6. Analisi Perbedaan Hasil Produksi Antara Pola
Tanam Non-Keprasan dan Keprasan.............................. 97
5.7. Analisis Pendapatan Usahatani Tebu…………………… 99
-
xiii
VI. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan.................................. ………………………. 102
5.2. Saran...............................……………………………… 103
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 105
LAMPIRAN........................................................................................... 113
\
-
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
1.1. Beberapa Provinsi dengan luas panen tebu (PR+PBN+PBS) terbesar di Indonesia, 2012-2017……………. 3
1.2. Perkembangan Areal dan Produksi Gula Di Jawa Timur Tahun 2009-2017......................................................................... 5
1.3. Kabupaten Sentra Tebu di Jawa Timur, .. …………………… 6 2.1. Persamaan dan perbedaan antara rancangan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya…………………………………. 39
3.1. Luas Tanaman Perkebunan Tebu Rakyat menurut Kecamatan di Kabupaten Kediri tahun 2012-2016…………….. 46
3.2. Produksi Perkebunan Tebu menurut Kecamatan di Kab. Kediri Tahun 2011-2015 (Ton)………………………... 47
4.1. Rata-rata Curah Hujan di Kabupaten Kediri Tahun 2013-2017.. 63
4.2. Angkatan Kerja di Kabupaten Kediri yang Bekerja menurut
Satus Pekerjaan, 2014-2017……………………………….. … 64
4.3. Luas Areal Tebu Giling PG Ngadiredjo Tahun 2010-2017........ 66
4.4. Sebaran Petani Sampel Menurut Umur, pendidikan dan
Pengalaman Musim Tanam 2017-2018……………………….. 67
5.1. Hasil pendugaan Fungsu Cobb Douglas Pola Tanam
Non Keprasan Mekanisasi.......................................................... 83
5.2. Hasil Pendugaan Fungsi Cobb Douglas Pola Tanam Non
Keprasan Semi Mekanisasi........................................................ 85
5.3. Hasil Pendugaan Fungsi Cobb Douglas Pola Tanam
Keprasan Mekanisasi................................................................. 86
5.4. Hasil Pendugaan Fungsi Cobb Douglas Pola Tanam
Keprasan Semi Mekanisasi........................................................ 87
5.5. Nilai Koefisien Regresi Faktor-Faktor Produksi
Usahatani Tebu ........................................................................ 88
5.6. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Pola Tanam
Non-Keprasan Mekanisasi dan Semi Mekanisasi..................... 89
5.7. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Pola Tanam
Keprasan Mekanisasi dan Semi Mekanisasi.......................... .. 90
5.8. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor
Produksi Pada Pola Tanam Non-Keprasan Mekanisasi............. 92
5.9. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor
Produksi Pada Pola Tanam No-Keprasan Mekanisasi.............. 93
5.10. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor
Produksi Pada Pola Tanam Keprasan Mekanisasi................... 94
5.11. Perhitungan Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor
Produksi Pada Pola Tanam Keprasan Semi Mekanisasi.......... 95
5.12. Rata-Rata Biaya Usahatani Tebu per Hektar............................ 96
5.13. Nilai Statistik uji t Perbedaan dua sampel................................ 98
5.14. Rata-rata Produksi, Penerimaan, Pendapatan dan
RC Ratio Usahatani Tebu......................................................... 100
-
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.1. Provinsi Sentra Produksi Tebu (PR, PBN dan PBS) di Indonesia , rata-rata 2012-2017……………………………. 4
1.2. Kabupaten Sentra Produksi Tebu (PR, PBN dan PBS) di Jawa Timur, tahun 2015…………………………………….. 5
2.1. Hubungan kurva TP, AP, dan MP……………………………… 24 2.2. Kurva Marjinal Cost…………………………………………….. 27 2.3. Kerangka Pemikiran …………………………………………… 42 5.1. Rata-rata produksi usahatani…………………………………… 98
5.2. Pendapatan usahatani/ha……………………………………….. 101
-
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Regresi Cobb Douglas Pola Tanam Non keprasan (Plant Cane) Mekanisasi...............................………................ 113
2. Regresi Cobb Douglas Pola Tanam Non keprasan
(Plant Cane) Semi Mekanisasi….......................…………........ 115
2. Regresi Cobb Douglas Pola Tanam Keprasan (ratoon) Mekanisasi………............................................……................ 117
3. Regresi Cobb Douglas Pola Tanam Keprasan (ratoon) Semi Mekanisasi………............................................……....... 119
5. Model Stokastik Frontier........................................................... 121
6. Uji t........................................................................................... 125
7. Kuisioner Penelitian................................................................. 127
8. Peta Kabupaten Kediri.............................................................. 135
9. Aktivitas Usahatani Tebu di Kabupaten Kediri……………… 136
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan sejenis rerumputan
yang digolongkan dalam famili Graminae dan dikenal sebagai penghasil gula.
Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok dan sebagai sumber kalori yang
relatif murah bagi masyarakat sehingga dikategorikan sebagai komoditas
strategis. Tanaman ini hanya tumbuh di daerah tropis, tanah yang dibutuhkan
untuk berkembang yaitu alluvial, grumosol, latosol dan regusol dengan
ketinggian 0-600 mdpl. (Pusdatin, 2017).
Di Indonesia, industri gula berbahan baku tanaman tebu telah ada sejak
era penjajahan Belanda. Industri gula tergolong industri yang keberadaannya tua
di dunia. Hal ini dapat diihat dari sejarah industri gula di Thailand yang telah
berdiri sejak abad ke-13, di Brasil sejak abad ke-15, dan di Indonesia
diperkirakan telah ada sejak abad ke-16. Indonesia pernah mengalami era
kejayaan industri gula pada tahun 1930-an dengan jumlah pabrik gula (PG) yang
beroperasi 179 pabrik, produktivitas sekitar 14,80%, dan rendemen
11%−13,80%. Produksi puncak mencapai hingga 3 juta ton dan ekspor gula
sebesar 2,40 juta ton. Keberhasilan tersebut didukung oleh kemudahan dalam
memperoleh lahan yang subur, tenaga kerja murah, prioritas irigasi, dan disiplin
dalam penerapan teknologi (Pusdatin, 2017).
Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian
Indonesia. Perkembangan perluasan areal perkebunan tebu berjalan sangat
lambat tidak seperti komoditas perkebunan lainnya khususnya sawit yang
berjalan begitu cepat. Dalam upaya untuk memanfaatkan lahan potensial dan
investasi pembangunan industri gula di Indonesia perlu dilakukan oleh semua
pihak. Pembangunan industri gula bersifat strategis, selain dilihat dari sisi
kebutuhan pasok gula menuju swasembada, (Mirzawan et al., 2010).
Kegiatan produksi gula tak lepas dari kegiatan on farm dan off farm.
Kegiatan on farm adalah semua kegiatan yang berada di lahan atau bisa
dikatakan budidaya tanaman tebu, dan kegiatan off farm adalah kegiatan di luar
-
2
dari lahan atau bisa dikatakan kegiatan hilir, yaitu memproses tebu hingga
menjadi gula.
Perkebunan tebu di Indonesia sebagian besar dibudidayakan oleh
rakyat sebagai bahan baku pembuatan gula pasir. Sampai dengan tahun 2015,
perkebunan tebu di Indonesia terdapat di 9 provinsi yaitu Sumatera Utara,
Gorontalo, Lampung, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Pada tahun 2012-2017, Jawa Timur adalah
penghasil tebu terbesar di Indonesia dengan kontribusi rata-rata mencapai 48,26%
dari total produksi tebu Indonesia. Produksi tebu Indonesia (yang diukur dalam
wujud gula hablur) sendiri pada tahun 2016 mencapai 2.222.971 ton yang berasal
dari 444.220 ha luas panen tebu. Adapun konsumsi gula di Indonesia ditahun yang
sama berdasarkan hasil SUSENAS mencapai 7,5 kg/kapita. Tingkat konsumsi ini
lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 6,8 kg/kapita
(Pusdatin, 2017).
Berdasarkan angka tetap Statistik Perkebunan Indonesia (Direktorat
Jenderal Perkebunan, 2017), produksi tebu provinsi Jawa Timur mencapai
1.186.515 ton atau 48,13% produksi tebu nasional di tahun 2017. Namun
budidaya dan pengolahan tebu khususnya tebu perkebunan rakyat belum
menggunakan teknologi yang mampu mengoptimalkan input produksi. Padahal
produksi tebu nasional didominasi dari perkebunan rakyat yaitu sebesar 58,67%,
sedangkan perkebunan besar swasta dan perkebunan besar negara hanya
menyumbang sebesar 27,71% dan 13,73% dari total produksi tebu nasional Luas
panen tebu di Provinsi utama penghasil tebu disajikan pada Tabel 1.1.
Penurunan produksi dan produktivitas gula pada budidaya tanaman tebu,
sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor tanaman, pengolahan dan kebijakan
pemerintah. Beberapa faktor budidaya tanaman tebu yang dirasakan belum
optimal antara lain kaidah budidaya, mutu bahan tanam, kesehatan tanaman dan
pemahaman akan peran varietas. Produktivitas merupakan sinergi kemampuan
varietas dengan pengelolaan lingkungan tumbuhnya. Agar suatu varietas dapat
memberikan pertumbuhan tanaman perlu dipahami dalam sistem pengelolaan
tanaman Tebu (Sugiyarta, E, 2016).
-
3
Tabel 1.1. Beberapa Provinsi dengan Produksi Tebu (PR+PBN+PBS)
Terbesar di Indonesia, 2012-2017**) No. Provinsi Produksi Tebu PR + PBN + PBS (Ton) Share
(%)
2012 2013 2014 2015 2016*) 2017**) Rata-
rata 1 Jawa Timur 1.241.799 1.236.824 1.260.632 1.207.333 1.052.779 1.186.515 1.188.817 48,26
2 Lampung 754.619 744.911 768.948 743.883 715.882 768.939 748.513 30,39
3 Jawa Tengah 289.775 270.873 262.056 231.662 196.364 202.956 232.782 9,45
4 Jawa Barat 102.648 92.063 78.195 84.899 81.524 86.206 84.577 3,43
5 Sumatera Selatan
79.924 93.882 100.384 104.506 72.103 99.860 94.147 3,82
6 Sulawesi
Selatan
33.715 31.340 26.633 34.805 27.796 34.786 31.072 1,26
7 Sumatera Utara 41.505 37.340 32.427 29.680 27.643 29.664 31.351 1,27
8 Gorontalo 31.849 27.926 38.025 49.059 39.241 44.298 39.710 1,61
9 DI Yogyakarta 15.848 15.867 11.873 12.171 9.639 12.226 12.355 0,50
Jumlah 2.591.682 2.551.026 2.579.173 2.497.998 2.222.971 2.465.450 2.463.324 100,00
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin
Keterangan : *) Tahun 2016 Angka Sementara
**) Tahun 2017 Angka Estimasi
Pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mendukung
perkembangan industri gula Indonesia. Terhadap perubahan dan kebijakan yang
berkaitan dengan harga output, areal tebu, dan produksi, perkebunan tebu rakyat
secara umum lebih responsif bila dibanding dengan respon areal dan produksi
PTPN serta perkebunan swasta. Areal perkebunan tebu rakyat juga responsif
terhadap perubahan harga input (pupuk) dan kebijakan yang berkaitan dengan
harga input (Susila dan Sinaga 2005).
Penurunan jumlah produksi tebu rakyat akan memberikan dampak pada
penurunan pendapatan bagi petani tebu rakyat. Pendapatan yang rendah
menyebabkan modal yang dimiliki petani terbatas. Biaya usahatani yang
meningkat sering menyebabkan petani tidak mampu melakukan tahapan
budidaya dan produksi serta penggunaan teknologi sebagaimana mestinya.
Padahal dalam usahatani tebu, tahapan budidaya dan produksi serta penggunaan
teknologi yang tepat merupakan salah satu cara meningkatkan produktivitas yang
tinggi sehingga diperoleh pendapatan maksimal (Jasila, 2009).
-
4
Gambar 1.1. Provinsi Sentra Produksi Tebu (PR, PBN dan PBS) di Indonesia, Rata-rata 2012-2017
Provinsi sentra produksi tebu di Indonesia pada tahun 2012-2017 (Gambar
1.1) adalah Jawa Timur. Hal ini menunjukkan bahwa budidaya dan pengolahan
tebu di Indonesia khususnya tebu PR, belum menggunakan teknologi yang
mampu mengoptimalkan input produksi. Dengan kondisi ini, maka Provinsi Jawa
Timur dengan luas panen tebu terbesar selama periode tersebut adalah
merupakan produsen tebu terbesar di Indonesia.
Pada tahun 2015 produksi gula dari provinsi Jawa Timur mencapai
1.207.333 ton. Produksi ini tersebar hampir di seluruh kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Timur, namun lima kebupaten dengan produksi tebu terbesar
adalah Kab. Malang, Kediri, Lumajang, Jombang, dan Mojokerto dengan
kontribusi kelima kabupaten ini terhadap produksi gula Provinsi Jawa Timur
mencapai 55,57% (Gambar 1.2.). Kabupaten Malang pada tahun 2015 tercatat
memproduksi 273.540 ton gula hablur atau 22,66% produksi tebu Provinsi Jawa
Timur. Kabupaten penghasil gula hablur terbesar selanjutnya adalah Kabupaten
Kediri dengan produksi 165.355 ton (13,70%) dari produksi tebu Provinsi Jawa
Timur), Kabupaten Lumajang dengan produksi 117.202 ton (9,71%), Kabupaten
Jombang sebesar 64.704 ton (5,36%), dan Kabupaten Mojokerto dengan produksi
mencapai 50.165 ton (4,16%). Data produksi tebu di 5 kabupaten/kota sentra
Provinsi Jawa Tmur tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 1.2.
-
5
Gambar 1.2. Kabupaten Sentra Produksi Tebu (PR, PBN dan PBS)
di Jawa Timur, Tahun 2015
Perkembangan areal dan produksi gula di provinsi Jawa Timur tahun
2009-2017 berdasarkan data statistik tebu yang dikeluarkan Direktorat Jenderal
Perkebunan dan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada tabel
1.2.
Tabel. 1.2. Perkembangan Areal dan Produksi Gula Di Jawa Timur
Tahun 2009-2017
Tahun Areal Produksi (Ton) Rendemen
(Ha) Tebu Hablur (%)
2009 186.025 14.732.634 1.079.236 7,33
2010 193.393 16.700.116 1.014.272 6,07
2011 192.588 14.053.265 1.051.872 7,43
2012 198.278 15.556.635 1.252.788 8,05
2013 211.830 17.547.620 1.244.284 7,09
2014 219.111 16.448.673 1.260.632 7,66
2015 201.973 14.367.469 1.207.333 8,40
2016 200.203 16.479.186 1.038.317 6,33
2017 179.675 13.252.605 1.010.447 7,60
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur 2018
Data produksi tebu di 5 kabupaten/kota sentra Provinsi Jawa Tmur tahun
2015 dapat dilihat pada tabel 1.3.
-
6
Tabel 1.3. Kabupaten Sentra Produksi Tebu di Jawa Timur, 2015
No
Kab/Kota
Produksi
(ton)
Share
(% )
PR PBN PBS Total
1 Kab. Malang 273.540 - - 273.5
40
22,66
2 Kab. Kediri 117.835 47.520 - 165.3
55
13,70
3 Kab. Lumajang 71.320 45.882 - 117.2
02
9,71
4 Kab. Jombang 64.704 - 64.70
4
5,36
5 Kab. Mojokerto 50.165 - 50.16
5
4,16
Lainnya 498.676 34.368 3.32
3
536.3
67
44,43
Jawa Timur 1.076.2
40
127.770 3.32
3
1.207.3
33
100,00 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin 2017
Wujud Produksi : Gula Hablur
Dengan kondisi perkembangan budidaya tebu saat ini, maka diperlukan
suatu upaya perbaikan dalam budidaya tebu yang mampu meningkatkan produksi,
produktivitas dan mutu serta dapat menekan besarnya biaya pokok produksi tebu
di tingkat petani. Salah satu upaya tersebut adalah dengan pola mekanisasi
budidaya tebu, dengan tujuan dari mekanisasi adalah :
Menurunkan biaya pokok produksi (BPP)
Pengendalian pekerjaan tepat waktu
Antisipasi kelangkaan tenaga kerja
Mempercepat pekerjaan kebu
Kepastian akan bahan baku tebu terkait dengan masa tanam, jadwal tebang dan
kemasakan.
PG. Ngadiredjo merupakan salah satu pabrik gula dibawah PTPN X yang
mengembangkan penerapan mekanisasi usahatani tebu pola kemitraan dengan
petani tebu di Kabupaten Kediri. Usaha pola kemitraan petani tebu dengan
PG.Ngadiredjo ini menurut informasi sebagian petani dapat membantu usahatani
tebu di Kab. Kediri.
Tinggi rendahnya tingkat rendemen tebu rakyat dipengaruhi salah
satunya dari proses produksi (on farm) yang dilakukan oleh petani.
Peningkatan rendemen dari tingkat usahatani dapat dilakukan dengan: (1)
penataan varietas, (2) pengunaan benih unggul, (3) pengaturan kebutuhan air,
-
7
(4) pemupukan berimbang, dan (5) pengendalian organisme pengganggu
(P3GI, 2016).
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi gula
nasional peningkatan produksi gula tebu rakyat karena gula nasional sebagian
besar terutama di pulau jawa sebagian besar dihasilkan dari tebu rakyat.
Rendahnya produktivitas tebu rakyat mencerminkan rendahnya tingkat efisiensi
yang berpangkal pada tidak optimalnya budidaya dalam aktivitas usahatani tebu.
Peningkatan produktivitas ini penting mengingat produktivitas yang rendah pada
gilirannya akan berpengaruh pada pendapatan petani. Pendapatan rendah
disebabkan modal dan luas lahan yang dimiliki petani terbatas. Biaya usahatani
yang meningkat sering menyebabkan petani tidak mampu melakukan tahapan
budidaya dan produksi serta penggunaan teknologi sebagaimana mestinya. Salah
satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah pengembangan kemitraan petani
dengan pabrik gula melalui program mekanisasi. Salah satu kemitraan pola
mekanisasi dan semi mekanisasi antara petani dengan pabrik gula adalah
kemitraan petani tebu rakyat di Kabupaten Kediri dengan PG Ngadiredjo.
Penelitian ini dilakukan terhadap petani tebu peserta kemitraan pola
mekanisasi dan semi mekanisasi mitra PG Ngadiredjo, karena PG. Ngadiredjo
telah menerapkan pola kemitraan dengan petani tebu di Kediri dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan petani, meningkatkan wawasan, pengetahuan dan
keterampilan petani, meningkatkan produktifitas tebu. Program mekanisasi
pengelolaan usahatani ini bukan hanya bertujuan menekan HPP tanaman tebu,
tetapi juga memudahkan pengaturan dan manajemen dalam usaha tanaman tebu.
Berdasarkan uraian tersebut Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Analisis Efisiensi Produksi Usahatani Tebu Rakyat Pola Mekanisasi
dan Semi Mekanisasi Mitra Pabrik Gula Ngadiredjo di Kabupaten Kediri,
Provinsi Jawa Timur”.
-
8
1.2. Rumusan Masalah
Faktor-faktor produksi yang biasanya digunakan petani tebu di Kabupaten
Kediri meliputi lahan, baik lahan sewa maupun lahan milik sendiri, benih tebu,
pupuk kandang, pupuk NPK phonska, pupuk ZA, pupuk SP-36, pestisida padat
dan pestisida cair, tenaga kerja, dan keterampilan dari petani yang didapat dari
lamanya melakukan usahatani, serta teknik pemeliharaan tebu berupa :
penyulaman, penyiangan, pembumbunan, pemberian air, pengeletekan, dan
pembersihan anakan. Teknik budidaya yang dilakukan petani, termasuk
penggunaaan faktor-faktor produksi berpengaruh terhadap produktivitas tanaman
tebu, karena inefisiensi merupakan kendala-kendala yang datang dari sisi internal
petani.
Produktivitas tanaman tebu Kabupaten Kediri tahun 2015 mencapai 5,994
ton/ha pada Tahun 2015, lebih tinggi dari produktivitas nasional sebesar
5,605 ton/ha (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2016). Mengkaji persoalan
produktivitas sebenarnya adalah mengkaji masalah efisiensi teknis. Hal ini
dikarenakan ukuran produktivitas pada hakekatnya mempengaruhi tingkat
efisiensi teknis budidaya yang dilakukan oleh petani yang menunjukkan pada
seberapa besar keluaran (output) maksimum yang dapat dihasilkan per unit
masukan (input) yang tersedia. Tingkat efisiensi teknis budidaya akan terlihat dari
kapabilitas manajerial dalam aspek budidaya yang tercermin dalam aplikasi
teknologi budidaya dan pascapanen serta kemampuan petani tebu
mengakumulasikan dan mengolah informasi yang relevan dengan usaha
budidayanya sehingga pengambilan keputusan dilakukan dengan tepat.
Produktivitas tebu perkebunan rakyat yang sebagian besar masih rendah
berkaitan dengan faktor antara lain: (1) sebagian besar lahan tebu adalah lahan
tegalan atau lahan kering karena konversi lahan tebu untuk industri atau
perumahan, (2) sekitar 60-70 persen merupakan tanaman keprasan, (3) varietas
yang digunakan merupakan varietas lama, (4) teknik budidaya yang belum
optimal, (5) keterbatasan modal, dan (6) sistem bagi hasil yang kurang
memotivasi petani (Husyairi,K.A. 2012).
-
9
Di lapangan petani hanya bisa menjadi pasrah dalam mendapatkan angka
rendemen yang tidak layak. Hal ini disebabkan karena kecilnya posisi tawar
menawar oleh petani. Kedudukan penetapan rendemen mutlak ditetapkan oleh
pabrik gula, sehingga petani terpaksa menerima harga tebu yang telah ditetapkan
oleh pabrik gula (Widjajanto (2015).
Rendahnya produksi dan produktivitas tebu rakyat mendorong Pemerintah
mengeluarkan berbagai kebijakan untuk meningkatkannya. Salah satunya adalah
penerapan mekanisasi dan penataan varietas tebu sejak tahun 2009 melalui
kegiatan akselerasi peningkatan produktivitas gula. Kabupaten Kediri sebagai
sentra pengembangan agribisnis tebu di Provinsi Jawa Timur mulai melaksanakan
perannya dengan bantuan pemerintah.
Terdapat permasalahan utama yang dihadapi Indonesia berkaitan dengan
agribisnis pergulaan menurut Asmara, R. dan S. K. Sugianto (2009)
mengungkapkan bahwa belum efisiensinya penggunaan faktor-faktor produksi
disebabkan oleh cara pengalokasiannya yang kurang baik, ketidaktahuan petani
mengenai pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi serta keinginan petani
untuk memperoleh keuntungan yang tinggi dengan cara menekan biaya produksi
yang berdampak pada penggunaan faktor-faktor produksi. Petani tidak
mengetahui bagaimana dampak yang dapat ditimbulkan jika dilakukan
pengurangan maupun penambahan penggunaan faktor-faktor produksi yang tidak
sesuai, padahal jika petani mampu mencapai efisiensi produksi secara maksimal
maka kemungkinan produksi yang dicapai juga tinggi sehingga pendapatan petani
juga meningkat. Efisiensi produksi yang dimaksudkan akan tercapai jika efisiensi
teknis tercapai atau faktor-faktor produksi mampu dialokasikan dengan baik oleh
petani.
Teknik budidaya dalam menggunakan faktor-faktor produksi, efisiensi
teknis, dan pendapatan usahatani merupakan tiga hal yang berkaitan. Teknik
budidaya yang dijalankan akan mempengaruhi tingkat efisiensi teknis usahatani.
Petani yang teknik budidayanya mampu mengelola penggunaan faktor-faktor
produksi yang ada untuk mencapai output maksimum atau meminimalkan
penggunaan input untuk mencapai output yang sama, dapat dikatakan telah
-
10
mencapai tingkat efisiensi. Efisiensi teknis yang mampu dicapai akan
mempengaruhi besar kecilnya pendapatan yang diterima dalam melakukan
usahatani.
Mekanisasi pertanian, meskipun saat ini sudah dianggap sebagai suatu
kebutuhan sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan pertanian modern, namun
perlu disadari bahwa keberhasilan penerapan mekanisasi memerlukan ketepatan
teknologi dan manajemen, disamping berbagai faktor pendukung lainnya.
Sehingga mekanisasi dapat mencapai tujuan yang dicitakan-citakan dan bukan
sebaliknya, yaitu justru menambah masalah dan beban biaya produksi bagi petani
(Priyanto,A 1997).
Di Kabupaten Kediri areal tanaman tebu semakin menyempit dan semakin
sulitnya mendapatkan tenaga kerja terutama tenaga untuk tebang angkut, maka
program mekanisasi harus segera dilakukan untuk percepatan kerja dan efisiensi
biaya. Permasalahan lain disebagian besar penanaman tebu rakyat adalah
kekurangan permodalan dan akses pasar.
Kelangkaan tenaga kerja di bidang on farm pada usahatani tebu di
Kabupaten Kediri yang berdampak pada upah tenaga kerja yang semakin
meningkat dan biaya produksi yang tinggi. PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X
telah mencanangkan sistem mekanisasi sejak musim tanam tebu 2014. Penerapan
mekanisasi lebih komprehensif dari budidaya hingga mekanisasi tebang angkut
tebu. Salah satu pabrik gula dibawah PTPN X yang telah menerapkan pola
kemitraan mekanisasi tebu rakyat adalah PG Ngadiredjo di Kabupaten Kediri.
Pabrik gula Ngadiredjo melakukan kemitraan dengan petani tebu melalui
program mekanisasi melalui program ini petani akan memperoleh fasilitas kredit
khusus (Tebu rakyat kredit), pendampingan dan sarana produksi dalam rangka
peningkatan pendapatan. Selain para petani rakyat peserta mekanisasi yang
tergabung dalam TRK, berkembang pula pola kemitraan bebas atau tebu rakyat
bebas (TRB) dimana kemitraan terjalin antara perusahaan dan petani tanpa sarana
kredit.
-
11
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah pada
penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana keragaan sistem usahatani tebu rakyat pola mekanisasi dan semi
mekanisasi mitra PG Ngadiredjo?
2. Bagaimana tingkat efisiensi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
inefisiensi usahatani tebu rakyat pola mekanisasi dan semi mekanisasi mitra
PG Ngadiredjo di Kabupaten Kediri?
3. Apakah terdapat perbedaan antara pendapatan usahatani tebu rakyat pola
mekanisasi dan semi mekanisasi mitra PG Ngadiredjo di Kabupaten Kediri?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis keragaan sistem usahatani tebu rakyat pola mekanisasi dan semi
mekanisasi mitra PG Ngadiredjo.
2. Menganalisis tingkat efisiensi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
inefisiensi usahatani tebu rakyat pola mekanisasi dan semi mekanisasi mitra
PG Ngadiredjo di Kabupaten Kediri.
3. Menganalisis pendapatan usahatani tebu rakyat pola mekanisasi dan semi
mekanisasi mitra PG Ngadiredjo di Kabupaten Kediri.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi penulis, penelitian diharapkan bermanfaat untuk menambah pengatehuan
dan sebagai sarana pengaplikasian ilmu yang selama ini telah diperoleh.
2. Bagi mahasiswa dan perguruan tinggi, penelitian diharapkan menjadi salah
satu bahan informasi dan sumber untuk penelitian usahatani tebu lebih lanjut.
3. Bagi pemerintah, penelitian diharapkan dapat memberi masukan dalam
pengambilan kebijakan pembangunan usahatani tebu dan mendorong
peningkatan produksi dan produktivitas tebu nasional.
-
12
4. Bagi petani tebu, penelitian diharapkan akan dapat memberikan masukan agar
dapat tercapai penerapan usahatani tebu yang efisien dan menguntungkan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Bulan Mei 2017 - Mei 2018 di Kecamatan
Kandat dan Kecamatan Ngadiluwih, Kab. Kediri yang merupakan petani tebu
mitra Pabrik Gula Ngadiredjo yang telah menerapkan budidaya tebu mekanisasi
dan semi mekanisasi. Penelitian ini menganilisis efisiensi usahatani tebu rakyat
pola mekanisasi dan semi mekanisasi mitra Pabrik Gula Ngadiredjo di Kabupaten
Kediri, Provinsi Jawa Timur.
-
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perkebunan Tebu
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) adalah salah satu anggota
famili rumput-rumputan (graminae) yang merupakan tanaman asli tropika basah,
namun masih dapat tumbuh baik dan berkembang di daerah subtropika pada
berbagai jenis tanah dari dataran rendah hingga ketinggian 1.400 meter di atas
permukaan laut (dpl). Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis
yang memainkan peran penting dalam pembangunan nasional dari sisi
ekonomis, ekologis dan sosial budaya (Ditjenbun, 2010). Tebu memiliki
sistematika taksonomi tumbuhan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Sermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Graminales
Family : Graminae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum Officinarum
Bahan baku utama untuk memproduksi gula adalah tebu. Tebu merupakan
salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam pembangunan sub sektor
perkebunan antara lain untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun sebagai
komoditi ekspor penghasil devisa negara (Ditjen Perkebunan, 2015).
Tebu sebagai penghasil gula menjadi strategic product, mengingat gula
juga merupakan bahan makanan pokok berdasarkan Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 115/MPP/KEP/2/1998. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa gula merupakan bahan pangan esensial bagi
masyarakat Indonesia dan pemerintah berkewajiban menyediakan gula secara
cukup, baik dalam jumlah, mutu, keamanan maupun gizinya secara merata dan
terjangkau, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
-
14
masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan
sesuai dengan konsep ketahanan pangan pada Undang Undang Nomor 18 Tahun
2012.
Budidaya tanaman tebu dapat diartikan upaya menciptakan kondisi fisik
lingkungan tanaman, berdasarkan ketersediaan sumberdaya alam, alat dan tenaga
kerja yang memadai agar sesuai dengan kebutuhan pada fase pertumbuhannya,
sehingga menghasilkan produksi (gula) seperti yang diharapkan. Agar dapat
tercapai keberhasilan dalam budidaya tebu, maka perlu pengetahuan tentang sifat
asli, syarat tumbuh dan fase pertumbuhan tebu (Marjayanti, S. 2016).
Tebu merupakan tanaman sub-tropis dan tropis yang menyukai banyak
sinar matahari dan air yang melimpah (akar tidak tergenang) untuk pertumbuhan
optimal. Beberapa spesies yang dikembangkan yaitu Saccharum officinarum L, S.
spontaneum, S. barberi, dan S. sinense. Tanaman komersial ini memiliki banyak
kultivar yang dapat dimanfaatkan oleh petani dalam usahataninya. Kemasakan
tebu biasanya terjadi pada umur 12 bulan. Rata-rata tebu yang masak memiliki
kandungan gula 10% dari bobot tebunya. Jika estimasi produktivitas tebu 100 ton
per hektar, maka gula yang diperoleh sebesar 10 ton per hektar. Beberapa factor
yang membedakan kandungan gula dari satu kebun dengan kebun lainnya yaitu
varietas tebu, perubahan musim, dan perbedaan keadaan lokasi (Marjayanti, S.
2016).
Tanaman tebu dapat diperbanyak dengan biji, stek batang, atau stek ujung.
Perbanyakan biji biasanya dilakukan pada usaha pemuliaan tanaman saja. Secara
komersil perbanyakan tanaman tebu dilakukan secara vegetatif, yaitu dalam
bentuk stek batang. Rata-rata di Jawa setiap 1 ha kebun bibit dapat memenuhi
kebutuhan 8 ha kebun tebu giling, sedangkan di luar Jawa lebih kecil lagi, 1 ha
kebun bibit dapat memenuhi kebutuhan 6-8 ha kebun tebu giling (Sugiyarta.
2016).
Tebu yang banyak dikembangkan oleh masyarakat merupakan tanaman
C4, yang menyimpan hasil produksinya dalam batang. Tebu merupakan salah satu
tanaman yang sangat efisien memproduksi karbohidrat melalui fotosintesis
dibandingkan tumbuhan lain. Fotosintesisnya melibatkan 2 kumpulan sel yang
-
15
ditunjukkan dengan adanya Kranz Anatomi, yaitu perpindahan struktur dalam
prosesnya, yang melibatkan sel-sel mesofil dan sel-sel seludang pembuluh.
Tanaman C4 lebih efisien ketika proses reduksi CO2 dan tingkat fotorespirasinya
rendah. Tanaman ini cukup beradaptasi dengan iklim yang agak panas.
Tebu dapat tumbuh baik pada tanah yang cukup subur, gembur, mudah
menyerap tapi juga mudah melepaskan air. Daerah penyebaran di antara 350 garis
LS dan 390
garis LU, mulai daerah pantai sampai ketinggian 1400 m dpl, mulai
ketinggian 1200 m dpl pertumbuhannya melambat . tanaman tebu sangat toleran
pada kisaran kemasaman tanah (pH) 5-8. Jika pH tanah kurang dari 4.5 maka
kemasaman tanah menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman, seperti pada
beberapa kasus disebabkan oleh pengaruh toksik unsur aluminium (Al) bebas.
Pemberian kapur pada tanah mineral masam dapat meningkatkan produksi tebu.
Hasil tebu pun akan optimum apabila ketersediaan hara makro primer (N, P, K),
hara makro sekunder (Ca, Mg, S), dan hara mikro (Si, Cu, Zn) dalam tanah lebih
tinggi dari batas kritisnya (ifat iklim yang diinginkan tanaman tebu adalah iklim
kering pada musim kemarau selama 3-6 bulan dengan suhu optimum 25-300C.
Suhu udara yang tinggi diikuti dengan kelembaban tanah dan udara yang juga
tinggi, akan sangat menguntungkan pertumbuhan vegetatif tanaman. Cuaca kering
yang dingin atau cool dry weather dapat mempercepat pematangan
Berdasarkan kebutuhan air pada fase pertumbuhannya, curah hujan
bulanan ideal untuk pertanaman tebu adalah 200 mm/bulan pada 5-6 bulan
berturut-turut, 125 mm/bulan 2 bulan transisi dan kurang 75 mm/bulan pada 4-5
bulan berturut-turut zona iklim Oldeman yang terbaik untuk tanaman tebu adalah
C2 dan C3 menghendaki musim kering dan penghujan yang tegas (Marjayanti, S.
2016).
Fase perkecambahan dan pertunasan adalah fase terpenting dalam
pertanaman tebu. Faktor eksternal seperti intensitas cahaya, suhu, pengairan,
pemupukan dan pemilihan benih menjadi pendukung keberhasilan optimalisasi
pertunasan. Dengan keberhasilan pertunasan diharapkan dapat dihasilkan
keseragaman pertumbuhan tanaman dan mengurangi pembentukan sogolan,
menghemat penggunaan bibit, mempertahankan dan meningkatkan produktivitas
-
16
dan umur keprasan tanaman tebu dan pengembangan pola tanam tumpangsari
(Khuluq, A. D. Dan R. Hamida, 2014).
2.2. Usahatani Tebu Pola Tanam (Non-Keprasan) dan Pola Keprasan
Menurut Soekartawi (1995) bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang
mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada
secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumber daya yang
mereka miliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan
sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input.
Menurut Adiwilaga (1982) dalam Lukito,A (2017), ilmu usahatani adalah
ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan orang
melakukan pertanian dan permasalahan yang ditinjau secara khusus dari
kedudukan pengusahanya sendiri atau Ilmu usahatani yaitu menyelidiki cara-cara
seorang petani sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur dan menjalankan
perusahaan itu. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil usahatani selain
mengoptimalkan lahan, yaitu : tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida, benih, dan
teknologi (Soekartawi dkk., 1986).
Pola usahatani tebu dilakukan berdasarkan dua pola yaitu pola non-
keprasan dan pola keprasan. Pola tanam (non keprasan) yaitu dengan cara
menanam tanaman menggunakan benih (Plant Cane), dan yang kedua dengan
cara keprasan (Ratoon Cane), merupakan tanaman tebu yang tumbuh setelah
tanaman pertama ditebang.
2.2.1. Pola Tanam Non-keprasan (Plant Cane)
Budidaya tebu pola tanam atau non-keprasan (Plant Cane/PC) dimulai
dengan persiapan lahan. Kegiatan selanjutnya adalah persiapan tanam yang
meliputi pengolahan lahan dan pembuatan kair. Kair (leng) digunakan sebagai
tempat penanaman bibit tebu. Jarak antara kair adalah sekitar 1meter dengan
kedalaman 25 – 30 cm. Selain itu, dalam kebun dibuat jalan dengan jarak 30 - 40
cm dan kedalaman 30 cm. Penanaman biasanya berkisar pada bulan Oktober
-
17
sampai bulan November. Hal ini dikarenakan pada saat penanaman tebu
membutuhkan air yang cukup sehingga tebu baru bisa ditanam pada musim hujan
untuk mendapatkan air. Bibit yang akan ditanam sudah melalui seleksi terlebih
dahulu. Bibit yang telah disiapkan lalu ditanam mendatar dengan posisi mata
disamping dan ditutup tanah sedalam diameter tebu yang sekitar 2 cm.
Kegiatan yang dilakukan setelah penanaman adalah pemeliharaan tebu
meliputi pemupukan, penyulaman, pembumbunan, penyiangan dan klentek.
Pemupukan dilakukan bersama – sama waktu menanam agar pertumbuhan akar
maupun tunas lebih cepat dan kuat. Hal ini dilakukan dengan cara bibit diletakkan
pada alur bibit dan diikuti dengan pemberian pupuk lalu ditutup dengan tanah.
Penyulaman dapat dilakukan setelah satu bulan tanam. Pembumbunan biasanya
dilakukan 3 kali yang berguna untuk menggemburkan tanah dan untuk menutupi
pupuk. Penyiangan merupakan pembersihan gulma yang biasanya dilakukan
sebelum pemupukan. Sedangkan klentek merupakan legiatan perontokkan
daun kering dari tebu. Kriteria bahan baku tebu layak giling : masak, bersih dan
segar (MBS). Tebu Masak tanda-tanda secara visual antara lain daun-daunya
sebagian besar menguning, jumlah daun hijau yang tersisa + 5 helai, bentuk
susunan daun menyerupai kipas, ruas-ruas batang semakin memendek, dan umur
tanaman antara 11 sampai 12 bulan (Ditjen Perkebunan, 2015)
2.2.2. Pola Keprasan (Ratoon)
Tebu keprasan (ratoon) merupakan tanaman tebu yang tumbuh setelah
tanaman pertama ditebang atau dari sisa tanaman yang ditebang. Budidaya
tebu keprasan dimulai setelah tebu ditebang. Setelah tebu ditebang, daun –
daun yang tak terpakai dikumpulkan. Hal ini dilakukan agar mempermudah
pengeprasan. Pengeprasan tebu yaitu memotong batang tebu bekas tebangan
sampai kedalaman sekitar 20 cm dari atas permukaan tanah dengan menggunakan
cangkul dan tanah dibuat seperti bedengan. Pengeprasan sampai kedalaman
sekitar 20 cm dari atas permukaan tanah dimaksudkan supaya tebu yang
nanti akan tumbuh merupakan tebu anakan pertama dari tebu induknya sehingga
tebu yang nanti akan tumbuh diharapkan masih memiliki kualitas yang tak
-
18
jauh berbeda dari tebu induknya. Kualitas tebu yang baik, dilihat dari
besarnya kandungan gula yang dapat dihasilkan oleh tebu tersebut. Setelah satu
bulan dari pengeprasan, tanaman tebu akan tumbuh anakan (tunas) lalu di
pedhot oyot. Kegiatan pedhot oyot atau putus akar yaitu memutuskan akar lama
yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar baru. Jarak pedhot oyot 15
cm dari tebu serta 15 cm untuk arah sebaliknya dengan menggunakan ganco.
Kegiatan selanjutnya adalah pemeliharaan tebu yang meliputi penyiangan,
penyulaman, pemupukan, pembumbunan dan klentek seperti pada tebu tanam
(Lestari: 2008).
Sutardjo (1999) menyatakan bahwa masa kemasakan tebu adalah suatu
gejala bahwa pada akhir dari pertumbuhannya terdapat timbunan sakarosa di
dalam batang tebu. Adapun dalam proses kemasakan, ruas-ruas yang termuda,
mengandung kadar glukosa yang tertua. Semula, semasa tebu masih dalam masa
pertumbuhan, sakarosa ini merupakan hasil asimilasi daun tebu. Gula ini
diperlukan untuk pembentukan sel-sel dan semua keadaan yang dapat
menimbulkan pertumbuhan baru.
Tebu dikatakan masak apabila secara visual daun tebu sebagian besar
mengering kecuali pucuknya, mengelentek sendiri, sebagian besar daunnya
rontok, baik karena mengelentek sendiri ataupun diklentek. Analisis kemasakan
tebu dilakukan untuk memperkirakan waktu yang tepat penebangan tebu sehingga
tebu yang akan diolah dalam keadaan optimum (Indrawanto et al., 2010).
2.3. Konsep Mekanisasi Usahatani Tebu Rakyat
Selama ini mekanisasi pertanian sering diberi pengertian identik dengan
traktorisasi. Pengertian yang keliru ini perlu diluruskan, karena mekanisasi
pertanian dalam pengertian Agricultural Engineering, menacakup aplikasi
teknologi dan manajernen penggunaan berbagai jenis alat rnesin pertanian, mulai
dari pengolahan tanah, tanam, penyediaan air, pemupukan, perawatan tanaman,
pemungutan hasil sampai ke produk yang siap dipasarkan.
Menurut Padilla-Fernandez dan Nuthall (2009) dalam penelitiannya yang
berjudul Technical Efficiency in the Production of Sugar cane in Central Negros
-
19
Area, Philippines: an Application of Data Envelopment Analysis, mengemukakan
bahwa penerapan mekanisasi dapat memangkas semua kegiatan dan biaya yang
harus dikeluarkan secara berlebihan. Hal tersebut dapat diartikan segala kegiatan
akan lebih mudah apabila dilaksanakan secara bersamaan atau bersifat homogen.
Menurut Dyan,R (2015) mekanisasi adalah salah satu cara untuk memacu
produktivitas lahan tebu. Dengan mekanisasi, waktu pengerjaan tebang, muat dan
angkut dari lahan ke pabrik gula bias lebih cepat dengan standar pasti.
Sekitar tahun 1985/86, beberapa pabrik tebu di Sumatera (Lampung)
mengoperasikan alat penebang tebu (harvester). Mesin ini yang di negeri
pembuatnya (Jerman) dan beberapa negara lainnya banyak digunakan karena
kinerjanya yang baik, tetapi penggunaannya di perkebunan tebu tersebut
dinyatakan tidak efisien, banyak tebu tertinggal tidak terpotong (20%) dan
akhirnya penebangan tebu dikembalikan ke sistem manual. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa pemilihan jenis alat tersebut tidak tepat. Spesifikasi teknis
serta persyaratan penggunaannya tidak sesuai dengan kondisi kebun dan tebu
yang akan ditebang. Bentuk, ukuran dan kelandaian kebun tidak sesuai dengan
persyaratan penggunaan mesin tersebut. Disamping itu pisau pemotong yang
seharusnya diasah kembali setiap jumlah jam pemakaian tertentu tidak
dilakukan dan pokok tebu yang ditebang tidak tumbuh tegak, tetapi banyak
yang rebah. (Priyanto: 1997).
Salah satu mekanisasi yang digunakan untuk perkebunan tebu seperti on-
farm (budidaya) ada plowing (pembajakan), planting, wed controlling, tinning,
fertilizing, subsoiling hingga ratoon, sedangkan mekanisasi untuk pascapanen
terdapat teknologi seperti grabloader atau alat pengangkut hasil panen dan
dumper atau pengangkut hasil panen. (Prahanda, R.2018).
Manfaat yang diperoleh dari kemitraan pola mekanisasi usahatani tebu,
ialah (1) terjaminnya bahan baku giling pabrik gula, (2) proses panen tebu yang
dijamin oleh pabrik gula, (3) tidak ada lagi tebu yang keluar daerah binaan, (4)
subsidi yang diberikan pabrik gula untuk operasional budidaya, (5) tidak adanya
petani yang menjual tebu keluar daerah binaan (Cay dkk., 2010).
-
20
Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pertanian mengeluarkan
kebijakan perbaikan budidaya tebu melalui program mekanisasi usahatani tebu
milik petani. Pola mekanisasi dimana pola ini dianggap lebih efisien, efektif dan
ekonomis dibanding pola lainnya. Dalam pelaksanaan mekanisasi usahatani tebu
rakyat tidak hanya melibatkan pabrik gula dan petani, melainkan adanya pihak
ketiga yang disebut provider atau tenaga penggarap. Gambar 2.1. memperlihatkan
skema kerja sama antara pabrik gula, petani dan provider.
Gambar.2.1. Skema Pola Kerja Mekanisasi
Sumber : Pabrik Gula Ngadiredjo, PTPN X, Kediri
Pabrik gula berperan dalam memfasilitasi sarana dan prasarana mekanisasi
dan juga sebagai afalis atau penanggung jawab dalam pemberian pinjaman kepada
petani. Petani yang ingin turut serta menjadi petani mitra pola mekanisasi,
bertanggung jawab dalam mendaftarkan diri di pabrik gula milik BUMN atau
harus terdaftar menjadi petani binaan pabrik. Selain itu petani juga harus bersedia
untuk menandatangani kontrak yang menyetujui kegiatan budidaya dilaksanakan
dengan mekanisasi penuh. Provider bertanggung jawab dalam pelaksanaan
budidaya tebu yang terdiri normalisasi patusan atau pemeliharaan got, land
preparation, cultivation, pengairan, dan tebang muat angkut (TMA). Provider
harus memiliki alat dan mesin yang dibutuhkan oleh pabrik gula.
2.4. Fungsi Produksi
Menurut Soekartawi et al. (1989) hubungan kuantitatif antara masukan
dan produksi dikenal dengan istilah fungsi produksi, sedangkan analisis dan
pendugaan hubungan itu disebut analisis fungsi produksi. Fungsi produksi
merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi.
Pabrik gula
Provider Petani
-
21
Soekartawi (1989) Dalam menunjang keberhasilan agribisnis, maka
tersedianya bahan baku pertanian secara kontinu dalam jumlah yang tepat sangat
diperlukan. Tersedianya produksi ini dipengaruhi oleh faktor antara lain macam
komoditi (X1), luas lahan (X2), tenaga kerja (X3), modal (X4), manajemen (X5),
iklim (X6) dan faktor sosial ekonomi produsen (X7). Secara matematis, pernyataan
ini dapat ini dapat dituliskan sebagai berikut:
Y= f (X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7) ……………………………..(1)
Berdasarkan persamaan (1) maka dapat dilihat bahwa besar kecilnya
produksi sangat tergantung dari peranan X1 sampai dengan X7 dan faktor-faktor
lain yang tidak terdapat dalam persamaan (1). Namun patut diperhitungkan bahwa
besar kecilnya Y juga sangat dipengaruhi oleh kondisi setempat mengingat sifat
pertanian yang adaptasinya tergantung pada kondisi setempat (local spesific).
Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar
tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Berbagai
literatur menyatakan, faktor produksi ini dikenal pula dengan istilah input,
production factor dan korbanan produksi. Faktor produksi memang sangat
menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman
menunjukan bahwa faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk,
obat-obatan, tenaga kerja dan aspek manajemen adalah faktor produksi yang
terpenting di antara faktor produksi yang lain. Hubungan antara faktor produksi
(input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi atau juga
disebut factor relationship (Soekartawi,1989).
Dalam pengertian yang bersifat umum, produksi tercakup setiap proses
yang mengubah masukan-masukan (inputs) dan menggunakan sumber-sumber
daya untuk menghasilkan keluaran-keluaran (outputs) yang berupa barang-barang
dan jasa. Fungsi produksi terkait dengan pertanggung jawaban dalam pengolahan
dan pentransformasian masukan (inputs) menjadi keluaran (outputs) berupa
barang atau jasa yang akan memberikan penghasilan bagi usaha (Assauri, 1993).
-
22
Menurut Iswardono (1994) konsep fungsi produksi berkaitan dengan
hubungan fisik antara input (masukan) dengan output (keluaran) yang dihasilkan.
Hubungan ini secara matematis sebagai berikut :
X = f (a, b, c) ....................................................................................... (2)
Dimana :
X = output yang dihasilkan.
a,b,c = input yang digunakan.
2.4.1. Fungsi Produksi Cobb – Douglass
Menurut Soekartawi. (1989) fungsi produksi Cobb Douglas merupakan
fungsi produksi yang cukup baik digunakan dalam bidang industri dan pertanian.
Bentuk asli fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai berikut :
Y=bX1a1
X2a2
,…….., Xnan………………………. ………………….. (3)
Dimana :
Y = Variabel yang dijelaskan
X = Variabel yang menjelaskan
a1,a2 = Besaran yang akan diduga
u = Unsur sisa (galat)
e = Logaritma natural (e = 2,718)
Menurut Gujarati (2006) model tersebut memiliki variabel X yang tak
linear, akan tetapi persamaan tersebut bisa dinyatakan dalam bentuk lain namun
dengan arti yang sama, yakni sebagai berikut :
ln Y = ln a0 + a1 ln X1 + a2 ln x2 + ....... + an ln Xn ......................... (4)
Di mana ln = logaritma natural, atau dengan kata lain, logaritma terhadap
basis e. Jika dimisalkan :
a = ln a0 .................................................................................…............ (5)
Persamaan (4) dapat dituliskan sebagai :
ln Y = a + a1 ln X1 + a2 ln x2 + ....... + an ln Xn .............................. (6)
Dan untuk keperluan penaksiran, model dapat dituliskan sebagai berikut :
-
23
ln Y = a + a1 ln X1 + a2 ln X2 + ....... + an ln Xn + u1 ........................... (7)
Menurut Soekartawi (1989) Ada tiga alasan pokok mengapa banyak
peneliti yang menggunakan fungsi produksi Cobb – Douglas, yaitu :
1. Penyelesaiannya relatif mudah dibandingkan dengan fungsi lainnya karena
mudah diubah menjadi bentuk linear.
2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi ini akan menghasilkan koefisien
regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.
3. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan besaran return to scale.
2.5. Konsep Efisiensi
1. Efisiensi Teknis.
Menurut Suratiyah (2015), efisiensi teknis adalah suatu pengukuran
besarnya produksi yang dapat dicapai pada tingkat faktor produksi tertentu.
Seorang petani dikatakan efisien secara teknis jika dengan penggunaan jenis dan
jumlah input yang sama diperoleh output secara fisik yang lebih tinggi.
Efisiensi teknik dapat dicari dengan melihat penambahan input secara
fisik yang digunakan pengaruhnya terhadap penambahan produksi yang
dihasilkan. Bisa dihitung melalui elastisitas faktor produksi, secara matematis
dapat ditulis sebagai berikut :
Ep = atau Ep = atau Ep = ..................................................... (8)
Dimana :
Ep = Elastisitas produksi
Y = Hasil produksi
X = Faktor produksi
∆ Y = Perubahan produksi
∆ X = Perubahan input
MPP = Marginal Physical Product
APP = Average Physical Product
-
24
Bila penggunaan input hanya satu, nilai elastisitas berkaitan dengan
fungsi-fungsi produktivitasnya. Suatu usahatani akan mencapai suatu tingkat
menguntungkan apabila tercapai nilai elastistas berada di antara 0 dan 1 atau
0 < ep < 1 yaitu antara daerah optimum dan maksimum atau berada pada daerah
rasional, maka tingkat efisiensi akan tercapai jika nilai APP = MPP.
Gambar 2.2. Hubungan kurva TP, AP, dan MP.
Nilai elastisitas produksi dapat menunjukkan Return To Scale (RTS),
dimana RTS dapat digunakan untuk mengetahui apakah kegiatan dari usahatani
tersebut mengalami kaidah increasing, constan, atau decreasing return to scale
serta dapat menunjukkan efisiensi produksi secara teknis (Soekartawi, 1989).
Ada tiga alternatif yang bisa terjadi dalam RTS :
a. Decreasing return to scale, apabila (a1 + a2 + a3 + .... + an) < 1, artinya
bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan
produksi.
b. Constant return to scale, apabila (a1 + a2 + a3 + .... + an) = 1, artinya bahwa
proporsi penambahan faktor produksi akan sama dengan proporsi
penambahan produksi.
c. Increasing return to scale, apabila (a1 + a2 + a3 + .... + an) >1, artinya bahwa
proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi
yang proporsinya lebih besar.
-
25
2. Efiensi Ekonomi
Setianti et al. (2015) dalam Fadlilah,U (2016) menyatakan bahwa
efisiensi ekonomi telah tercapai jika Nilai Produk Marjinal (NPM) sama dengan
Biaya Korbanan Marjinal (BKM). Untuk mengetahui efisiensi ekonomi (EE)
dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
Efisisiensi Ekonomi = .................................................................. (9)
Dimana menghitung NPM = βxi . . Py .............................................. (10)
Dan menghitung BKM = Pxi .......................................................................... (11)
Dimana :
NPM = Nilai Produk Marjinal
BKM = Biaya Korbanan Marjinal
Βxi = Koefisien regresi masing-masing factor produksi
Pxi = Harga factor produksi ke-i (harga input)
Py = harga output
Kriteria pengujian untuk melihat efisiensi alokatif/harga usahatani :
NPM BKM
= 1 artinya pada harga yang berlaku saat
penelitian, secara ekonomis penggunaan faktor
produksi optimum atau efisien.
NPM
BKM
> 1 artinya pada harga yang berlaku saat
penelitian, secara ekonomis penggunaan faktor
produksi belum optimum atau efisien.
NPM
BKM
< 1 artinya pada harga yang berlaku saat
penelitian, secara ekonomis penggunaan faktor
produksi melebihi optimum atau tidak efisien
-
26
2.6. Konsep Usahatani
Menurut Soekartawi. (1995) bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang
mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara
efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang
dimiliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan
sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input.
Firdaus (2009) menyatakan bahwa usahatani (farm) adalah organisasi dari
alam (lahan), tenaga kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di
lapangan. Organisasi tersebut ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja
diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan sebagai pengelolaannya.
Menurut Rachmina et al. (2013) usahatani merupakan organisasi dari alam,
kerja, dan modal yang ditujukan untuk menghasilkan produksi di lapangan
pertanian. Jadi terdapat empat unsur penting dalam usahatani, yaitu unsur lahan
yang mewakili alam, unsur tenaga kerja, unsur modal dengan aneka ragam
jenisnya dan unsur manajemen atau pengelolaan yang perannya dilakukan oleh
petani.
Menurut Shinta (2011) biaya usahatani dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Total Fixed Cost (TFC), yaitu biaya yang dikeluarkan perusahaan atau
petani yang tidak mempengaruhi hasil/output produksi. Berapapun output
yang dihasilkan biaya itu tetap sama saja. Contoh : sewa tanah, iuran
irigasi, pajak tanah.
b. Total Variabel Cost (TVC), yaitu biaya yang besarnya berubah searah
dengan berubahnya output yang dihasilkan. Semakin besar jumlah output
yang dihasilkan variable cost pun juga semakin besar.
c. Total Cost (TC) yaitu jumlah total dari fixed cost dan variable cost.
d. Average Cost (AC), terdiri atas :
Average Fixed Cost (AFC), yaitu biaya tetap untuk satuan output
yang dihasilkan.
-
27
Average Variable Cost (AVC), yaitu biaya variabel untuk setiap
satuan output yang dihasilkan.
Average Total Cost (ATC), adalah biaya persatuan output yang
dihasilkan.
Marginal Cost (MC), kurva TC merupakan jumlah dari biaya
variabel dan biaya tetap merupakan konstanta, maka MC tidak lain
adalah garis singgung pada kurva biaya total atau garis singgung
pada kurva VC. MC memotong FC dan VC pada saat minimum.
.
Gambar 2.3. Kurva Marjinal Cost.
2.6.1. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Produksi Usahatani
Tebu Rakyat
Efisiensi usahatani dapat diukur dengan menghitung efisiensi teknis,
efisiensi harga dan efisiensi ekonomis. Efektifnya suatu usaha terjadi apabila
termanfaatkannya sumber daya alam sebaik- baiknya, sedangkan efisiennya
usaha apabila pemanfaatan sumber daya yang ada mampu menghasilkan
output yang melebihi input yang diberikan. Penarikan keputusan produksi
seringkali menjadi keharusan bagi petani mengingat dalam aktivitas usahatani
seringkali terjadi gap produktivitas antara produktivitas yang seharusnya dengan
produktivitas yang dihasilkan. Senjang produktivitas tersebut terjadi karena
adanya faktor-faktor yang sulit untuk diatasi oleh manusia (petani) seperti
-
28
teknologi yang tidak dapat dipindahkan dan adanya perbedaan lingkungan,
misalnya iklim. Perbedaan hasil yang disebabkan oleh dua faktor tersebut
menyebabkan terjadinya senjang produktivitas antara lain : (1) adanya kendala
biologis misalnya perbedaan varietas, masalah tanah, serangan hama, perbedaan
kesuburan dan sebagainya, (2) kendala sosial ekonomi seperti perbedaan besar
biaya dan penerimaan usahatani, kurangnya biaya usahatani, harga produksi,
faktor kebiasaan dan sikap, kurang pengetahuan, tingkat pendidikan, adanya
faktor ketidakpastian, resiko berusahatani dan sebagainya (Soekartawi, 2002:2).
Input dalam usahatani tebu rakyat secara umum terdiri dari lahan, tenaga
kerja, pupuk dan pestisida. Biaya usahatani untuk tenaga kerja bisa mencapai
lebih dari 40 persen, artinya usahatani tebu lebih bersifat padat karya
dibandingkan dengan padat modal. Sedangkan proporsi biaya untuk input lain
bervariasi antar daerah. Zhang et al (2011) dalam Husyairi (2012:13) menyatakan
bahwa proporsi biaya tenaga kerja usahatani tebu di China adalah 40 persen untuk
tenaga kerja, 24 untuk pupuk, 16 persen untuk sewa tanah dan 20 persen untuk
input lainnya. Chidoko dan Chimway (2011:01) dalam penelitiannya di Lowveld
Zimbabwe menyatakan bahwa porposi biaya tenaga kerja pada usahatani tebu
sebesar 45 persen, pupuk 14 persen, bibit 14 persen, pestisida dan bunga modal
masing-masing 4 persen. Berdasarkan dua penelitian tersebut diketahui bahwa
proporsi biaya untuk tenaga kerja masih dominan.
Husayairi, K.A. (2012:103) judul penelitian Analisis efisiensi produksi
tebu rakyat di wilayah kerja PTPN VII unit usaha Bungamayang Kabupaten
Lampung Utara Provinsi Lampung. Tujuan penelitian bertujuan untuk (1)
menganalisis sistem usahatani Tebu Rakyat Kredit (TRK) dan Tebu Rakyat Bebas
(TRB) dan pengaruh kemitraan terhadap pendapatan usahatani tebu rakyat di
wilayah kerja PTPN VII Unit usaha Bungamayang. (2) Menganalisis tingkat
efisiensi dan faktor yang mempengaruhi inefisiensi produksi usahatani tebu rakyat
dan pengaru pola kemitraan di wilayah kerja PTPN VII Unit Usaha
Bungamayang.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross section. Data cross
section yang digunakan adalah data dari 75 orang petani yang terdiri dari 45 orang
-
29
petani dengan pola kemitraan Tebu Rakyat Kredit (TRK) dan 30 orang petani
dengan pola kemitraan Tebu Rakyat Bebas (TRB) dengan pola tanam non-
keprasan dan keprasan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis
usahatani dan analisis efisiensi produksi, fungsi produksi yang digunakan adalah
fungsi produksi Cobb Douglas dan diestimasi menggunakan Ordinary Least
Squares (OLS) dan Maximum Likelihood Estimation (MLE).
Hasil estimasi usahatani tebu fungsi produksi frontier pada pola non-
keprasan dijumpai variabel lahan, pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk KCL, pestisida
padat, pestisida cair dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi tebu.
Hasil estimasi usahatani tebu fungsi produksi frontier pada pola keprasan
dijumpai variabel lahan, pupuk Urea, pupuk TSP, pupuk KCL, pestisida cair dan
tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi tebu di daerah penelitian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis baik pada pola tanam non-
keprasan mupun keprasan adalah pendidikan, pengalaman dan ukuran usahatani.
Petani dengan pola tanam keprasan lebih efisien dibandingkan petani dengan pola
keprasan baik secara teknis, alokatif maupun ekonomi. Berdasarkan pada pola
kemitraan, petani TRB lebih efisien dibandingkan petani TRK baik secara teknis,
alokatif maupun ekonomis.
Ukuran usahatani memiliki pengaruh paling besar untuk mengurangi
inefisiensi teknis dimana petani yang memiliki lahan lebih besar cenderung lebih
efisien. Hal ini erat kaitannya dengan skala usaha. Mengingat penambahan luas
lahan sulit dilakukan, maka peran kelembagaan baik melalui koperasi maupun
kelompoktani perlu ditingkatkan untuk mencapai skala usaha bagi para petani
yang memiliki lahan sempit.
Teknologi budidaya tebu yang selalu diperbaharui merupakan pendukung
tercapainya industri gula yang dapat memenuhi kebutuhan gula secara mandiri.
Dalam rangkaian industri gula, proses produksi bahan baku yang akan diolah
sangat menentukan industri gula tersebut sebab itu memerlukan perhatian khusus.
Pemilihan varietas yang tepat khususnya untuk usahatani tebu akan sangat
meningkatkan kepercayaan dan minat petani dalam membudidayakan tebu.
-
30
2.6.2. Pendapatan Usahatani
Menurut Soekartawi (1995) Pendapatan usahatani adalah selisih antara
penerimaan dan semua biaya. Jadi Pendapatan usahatani merupakan hasil
pengurangan antara penerimaan total dari kegiatan usahatani dengan biaya
usahatani, dimana besar pendapatan sangat tergantung pada nesarnya penerimaan
dan biaya usahatani tersebut dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan sangat
dipengaruhi oleh produksi dan harga output. Produksi usahatani ditentukan oleh
kemampuan setiap input menghasilkan output atau disebut produktivitas.
Penerimaan dan biaya produksi akan menentukan keuntungan.
Menurut Shinta (2011) penerimaan usahatani adalah perkalian antara
produksi yang dihasilkan dengan harga jual. Secara matematis dirumuskan
sebagai berikut :
TR = ............................................................................ (12)
Adapun keuntungan usahatani diperoleh setelah mengurangkan biaya dari
penerimaan usahatani. Tujuan utama dari analisis keuntungan yaitu untuk
menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan
hasil dari perencanaan atau tindakan.
Menurut Ratih F. dan Harmini (2012) pendapatan usahatani dibedakan
menjadi pendapatan atas biaya tunai dan biaya total. Secara matematis
penerimaan diformulasikan sebagai berikut :
u tunai = TR – BT ..................................................... (13)
u total = TR – (BT + BD) ..................................................... (14)
= (Y x Py) – (BT + BD)
Dimana :
u tunai = Tingkat pendapatan atas biaya tunai
u total = Tingkat pendapatan atas biaya total
TR = Total penerimaan yang merupakan hasil perkalian harga (Rp/kg)
dengan jumlah output (kg)
BT = Biaya tunai (Rp)
BD = Biaya diperhitungkan (Rp)
-
31
Pendapatan usaha tani terbagi menjadi pendapatan tunai usahatani dan
pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara
penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total
usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang
dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diproleh dari selisih penerimaan
usahatani dengan biaya total usahatani.
Analisis R/C rasio merupakan salah satu metode yang dapat digunakan
unktuk mengetahui pendapatan usahatani. Nilai R/C rasio yang dihasilkan dapat
bernilai lebih satu atau kurang dari satu. Jika nilai R/C rasio lebih dari satu, maka
setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan
penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya tersebut. Sebaliknya jika
nilai R/C rasio lebih kecil dari satu, maka setiap tambahan biaya yang
dikeluarkan akan menghasilkan tambhan penerimaan yang lebih kecil daripada
tambahan biaya tersebut. R/C rasio sama dengan satu artinya tidak untung dan
tidak rugi.
2.7. Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian yang mengkaji tentang efisiensi serta pendapatan
usahatani telah dilakukan sebelumnya, beberapa penelitian tersebut diantaranya
sebagai berikut :
Penelitian Fadlillah (2016) dengan judul “Analisis Efisiensi Penggunaan
Faktor- Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Tebu di Kecamatan Dawe,
Kabupaten Kudus” Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis a) faktor-faktor
produksi yang berpengaruh terhadap hasil produksi tebu, b) skala dan efisiensi
ekonomi usahatani tebu, c) pendapatan usahatani tebu di Kecamatan Dawe,
Kabupaten Kudus. Penelitian dilakukan menggunakan metode survey. Lokasi
penelitian pada tingkat kecamatan dipilih secara sengaja (purposive) karena
merupakan sentra tebu dengan produksi terbesar di Kabupaten Kediri.
Tingkat desa dilakukan dengan memilih 3 (tiga) desa secara sengaja
(purposive) berdasarkan produksi terbesar. Selanjutnya pemilihan responden
dengan dilakukan dengan metode Snowball sampling dengan jumlah sebanyak
-
32
216 menggunakan metode Slovin dengan dasar data jumlah petani. Responden
dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan status tanam, yaitu : tanaman 1, ratoon1,
ratoon 2, dan ratoon 3. Alat analisis yang digunakan adalah regresi berganda
dengan fungsi produksi Cobb- Douglas.Hasil penelitian menunjukkan bahwa
variabel yang berpengaruh nyata terhadap hasil produksi tebu pada status tanam
tanaman 1 adalah luas lahan, benih, dan pupuk Za dan tenaga kerja, untuk status
tanam ratoon 1, ratoon 2, dan ratoon 3 faktor produksi yang berpengaruh adalah
luas lahan, ratoon, pupuk Za dan tenaga kerja.Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa skala usaha pada usahatani tebu di Kecamatan Dawe pada status tanam
tanaman 1 sebesar 1,205, ratoon 1 sebesar 1,309, ratoon 2 sebesar 1,012, dan
ratoon 3 sebesar 1,027 (lebih besar dari satu), disebut Increasing Return to Scale
yang berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan
tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.
Hasil analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi
menunjukkan bahwa : a) Tanaman 1. Produk marjinal variabel luas lahan, benih,
dan pupuk Za mempunyai nilai lebih besar dari satu, berarti penggunaan variabel
tersebut belum efisien. Produk marjinal variabel pupuk phonska dan tenaga kerja
mempunyai nilai lebih kecil dari satu, berarti penggunaan variabel pupuk phonska
dan tenaga kerja tidak efisien. b) Ratoon 1. Produk marjinal variabel luas lahan,
ratoon, dan pupuk Za mempunyai nilai lebih besar dari satu, berarti penggunaan
variabel tersebut belum efisien. Produk marjinal variabel pupuk phonska dan
tenaga kerja mempunyai nilai lebih kecil dari satu, berarti penggunaan variabel
pupuk phonska dan tenaga kerja tidak efisien. c) Ratoon 2. Produk
marjinalvariabel luas lahan, ratoon, dan pupuk Za mempunyai nilai lebih besar
dari satu, berarti penggunaan variabel belum efisien. Produk marjinal variabel
pupuk phonska dan tenaga kerja mempunyai nilai lebih kecil dari satu, berarti
penggunaan variabel tenaga kerja tidak efisien. d) Ratoon 3. Produk marjinal
variabel luas lahan, ratoon, pupuk phonska, dan pupuk Za berarti penggunaan
variabel belum efisien. Produks marjinal tenaga kerja kurang dari dari satu, berarti
penggunaan variabel tenaga kerja tidak efisien.
-
33
Penelitian yang dilakukan oleh Diah Apriliani, Suwarto, RR. Aulia Qonita
(2013) dalam judul “Analisis Komparatif Usahatani Tebu Untuk Pembuatan Gula
Pasir Dan Gula Tumbu Di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengkaji biaya, penerimaan, pendapatan, keuntungan, efisiensi
dan profitabilitas dari usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir dan gula tumbu
di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Metode dasar penelitian ini adalah
deskriptif analitis dan menggunakan teknik survey. Penelitian dilakukan di
Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja
(purposive sampling) dengan pertimbangan Kecamatan Dawe memiliki luas lahan
paling tinggi di Kabupaten Kudus. Penentuan sampel dilakukan dengan metode
stratified random sampling. Metode analisis data yang digunakan antara lain
analisis biaya, penerimaan, pendapatan, keuntungan, efisiensi, profitabilitas dan
uji t. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh
dengan melakukan wawancara, pencatatan, dan observasi. Hasil analisis
menunjukan bahwa rata-rata biaya alat-alat luar, biaya menghasilkan, penerimaan,
pendapatan, keuntungan, efisiensi dan profitabilitas usahatani tebu untuk
pembuatan gula tumbu lebih tinggi daripada rata-rata biaya alat-alat luar, biaya
menghasilkan, penerimaan, pendapatan, keuntungan, efisiensi dan profitabilitas
usahatani tebu untuk pembuatan gula pasir. Setelah diuji secara statistik dengan
menggunakan uji t, hasil dari pendapatan, keuntungan, efisiensi dan profitabilitas
tidak ada beda nyata.
Penelitian yang dilakukan oleh Saskia, D.Y dan Waridin (2012) Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan biaya, penerimaan, dan pendapatan dari
petani tebu menurut status kontrak yang dimiliki di PT IGN Cepiring. Selanjutnya
menganalisis apakah terdapat perbedaan antara pendapatan petani yang memiliki
kontrak kredit dengan petani yang memiliki kontrak penggilingan. Data yang
digunakan adalah data primer yang diperoleh dari wawan