analisis amae dalam permasalahan hubungan keluarga pada...
TRANSCRIPT
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199
186
Analisis Amae dalam Permasalahan Hubungan Keluarga pada Film Tokyo Sonata
Ari Yudha Satria
Putri Elsy
Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga
Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya 60286
Email: [email protected]
Email: [email protected]
Abstrak
Tokyo Sonata adalah film Jepang karya Kiyoshi Kurosawa yang dirilis pada tahun 2008. Film ini
telah memenangkan festival film Cannes dalam katergori Un Certain Regard –Jury Prize.
Menceritakan tentang sebuah permasalahan perilaku dalam keluarga. Perilaku ini menyebabkan
konflik di dalam hubungan keluarga mereka. Perilaku berhubungan dengan kepribadian.
Kepribadian mewakili karakteristik individu yang memberikan pola makna dan koheransi
pemikiran mereka, emosi dan perilaku. Kepribadian orang Jepang, dapat dijelaskan dengan konsep
amae Takeo Doi. Amae dapat diterjemahkan secara kasar sebagai menggantungkan pada kebaikan.
Amae adalah suatu emosi untuk mendapatkan kebaikan orang lain yang diekspresikan melalui
perilaku. Dengan memakai konsep amae Takeo Doi, penelitian ini mencari arti dari tanda melalui
kata dan gambar yang memperlihatkan hubungan amae dengan perilaku dalam permasalahan
hubungan keluarga yang direpresentasikan pada film. Analisa menunjukan perilaku dalam
permasalahan hubungan keluarga tersebut dipengaruhi oleh amae.
Kata kunci: Tokyo Sonata, Perilaku, Amae
Abstract
Tokyo Sonata is a Japanese movie by Kiyoshi Kurosawa, it was released in 2008. It won Cannes
film festival for Un Certain Regard –Jury Prize. The story is about a Family who has the behaviour
problem. This behaviour makes problem in their family relationship. Behaviour-related with a
personality. Personality represents a characteristic of individuals that give patterning, meaning and
coherence to their thinking, emotions, and behaviour. Japanese personality can be described as
Takeo Doi’s amae concept. Amae can be roughly translated as depending on the benevolence.
Amae is emotion to get another kindness, that is expressed in behaviour. With use the Takeo Doi’s
amae concept, this research looking at the meaning in the form of signs through words and images
that show the relation of amae with the behaviour in family relation problem represented by the
movie. The analysis of research shows behaviour on that family-related problems is influenced by
amae.
Keywords: Tokyo sonata, Behaviour, Amae
1. Pendahuluan
Dalam pembentukan struktur sosial kemasyarakatan, keluarga mempunyai
peran yang cukup sentral dan penting. Struktur sosial kemasyarakatan pada
hakekatnya adalah kumpulan dari sekian banyak keluarga yang membentuk
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199
187
hubungan sosial dalam lingkup wilayah tertentu. Khairuddin dalam bukunya
Sosiologi Keluarga (2008:2) menyatakan bahwa konsekuensi logis dari hubungan
keluarga dan masyarakat menimbulkan anggapan bahwa masalah-masalah sosial
yang muncul dalam masyarakat pada dasarnya merupakan masalah-masalah yang
ada dan bermula dari keluarga.
Di dalam industri hiburan, tema permasalahan dalam keluarga telah banyak
diangkat kedalam sebuah film. Industri hiburan Jepang juga telah melahirkan
beberapa karya film yang mengangkat tema permasalahan hubungan keluarga.
Salah satunya adalah film ”Tokyo Sonata”. Film ini berhasil memenangkan
sebuah festival film bergengsi Cannes ke 61 pada tahun 2008 dalam kategori ”Un
Certain Regard –Jury Prize. Tokyo Sonata bercerita mengenai permasalahan
keluarga yang diakibatkan oleh perilaku-perilaku para anggota keluarganya.
Perilaku tidak jujur antara suami dengan istrinya dan buruknya komunikasi yang
dilakukan orang tua pada anaknya, merupakan fokus permasalahan yang diangkat
dalam film ini.
Perilaku yang dilakukan oleh para anggota dalam keluarga ini dapat ditinjau
dari ilmu psikologi yang melatarbelakanginya. Dalam ilmu psikologi, segala
perilaku yang dilakukan seseorang, mempunyai hubungan dengan kepribadian
yang dimilikinya. Gordon Allport (dalam Koeswara, 1991:11) merumuskan
kepribadian sebagai “sesuatu” yang terdapat dalam diri individu yang
membimbing dan memberi arah pada seluruh perilaku individu yang bersangkutan.
Tepatnya rumusan Allport mengenai kepribadian adalah: ”kepribadian merupakan
suatu organisasi yang dinamis dari jiwa dan raga yang menentukan tingkah laku
dan pemikiran individu secara khas”. Pervin (dalam Frederick Rhodewalt and
Benjamin Peterson, 2008:60) menjelaskan bahwa kepribadian mewakili
karakteristik individu yang memberikan pola, makna, dan koherensi pemikiran
mereka, emosi, dan perilaku.
Setiap individu memang memiliki kepribadian yang berbeda-beda, namun
terdapat sebuah karakteristik yang dapat mendeskripsikan kepribadian tersebut
melalui perilaku yang biasa dilakukan. Untuk memahami kepribadian khas Jepang,
digunakan konsep amae yang diperkenalkan oleh Takeo Doi. Takeo Doi
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199
188
memperkenalkan konsep ini sebagai hasil dari penelitian melalui pengamatan
perilaku yang dilakukan pada orang Jepang. Perilaku khas orang Jepang ini dapat
diekspresikan dalam bahasa Jepang dengan sebuah istilah yaitu “Amae”.
Amae dalam kamus bahasa Jepang-Indonesia Matsuura, diterjemahkan
sebagai “kemanjaan”. Takeo Doi menjelaskan, perilaku ini dapat secara jelas
terlihat dalam perilaku bayi kepada ibunya. John Bester (dalam Doi, 1992:7)
menjelaskan bahwa amae merupakan sebuah emosi yang mendasari segala
tingkah laku sang bayi dalam usahanya untuk mendekatkan diri pada ibunya. Pada
perkembangannya, perasaan ketergantungan ini tetap tertinggal hingga dewasa
dan memegang peranan pembentukan sikap terhadap orang lain maupun terhadap
“kenyataan”. Dalam penjelasan tersebut, amae didefinisikan sebagai sebuah
emosi atau perasaan yang melatarbelakangi sebuah perilaku “manja” untuk
mendapat sebuah kebaikan dari orang lain. Hal ini juga dijelaskan oleh Kumagai
(1986:307) bahwa “amae” dapat didefinisikan sebagai sebuah perasaan akan cinta,
yang diekspresikan melalui sebuah perilaku. Perilaku amae dalam bahasa Jepang
disebut dengan amaeru.
Melalui konsep ini, Takeo Doi juga menjelaskan berbagai sikap seperti
amanzuru (sikap puas), Futekusareru (sikap dongkol), Hinekureru (sikap tidak
perduli), Kigane (sikap membatasi diri terhadap orang lain ) sebagai reaksi atau
respon yang diambil saat ketidakmampuan seseorang untuk memperoleh kebaikan
orang lain.
Dalam film Tokyo Sonata, ketidak-terbukaan dalam hubungan suami-istri
dan pertengkaran yang terjadi dalam hubungan orang tua dan anak,
direpresentasikan melalui perilaku-perilaku para tokohnya. Oleh sebab itu,
peneliti menggunakan konsep amae untuk menganalisi bagaimana kepribadian
mempengaruhi terjadinya permasalahan hubungan keluarga pada film “Tokyo
Sonata”.
2. Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan data primer berupa film, untuk itu penulis
memakai metode kualitatif sebagai metode penelitian.. Data dalam penelitian
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199
189
kualitatif bersifat empiris, terdiri dari dokumentasi ragam peristiwa, rekaman
setiap ucapan, kata dan gestures dari objek kajian, tingkah laku yang spesifik,
dokumen-dokumen tertulis, serta berbagai imaji visual yang ada dalam sebuah
fenomena sosial (Neuman dalam Sugiyono, 2007: 32).
Sebagai data primer adalah film “Tokyo Sonata”. Untuk menunjang data
primer tersebut, peneliti juga menggunakan data sekunder yang dikumpulkan
melalui studi pustaka atau studi dokumen. Data berupa teks dari buku, jurnal
ilmiah, penelitian, artikel dan data-data lain dari internet yang terkait dengan
konsep amae. Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah
dengan mengamati keseluruhan isi film Tokyo Sonata. Kemudian
mendokumentasi adegan-adegan dalam bentuk gambar yang merupakan tingkah
laku yang spesifik dan sesuai dengan tema. Dokumentasi adegan akan disertai
dengan rekaman ucapan ke dalam bentuk tulisan untuk memperkuat analisa yang
digunakan. Adegan-adegan tersebut, kemudian dijadikan data untuk dikaji
melalui konsep amae Takeo Doi yang didapat dari studi pustaka.
3. Hasil dan Pembahasan
Dalam hubungan sosial, orang Jepang membagi hubungannya menjadi 3
berdasarkan kedekatan hubungan tersebut. Hubungan pertama adalah dunia luar
atau tanin. Dalam hubungan ini tidak terdapat amae. Hubungan kedua adalah
hubungan lingkaran luar atau soto. Merupakan hubungan dengan orang yang tidak
begitu akrab. Amae dalam hubungan ini kecil, karena terdapat batasan-batasan
yang menekan seseorang untuk mengharapkan lebih dari kebaikan orang lain.
Hubungan yang terakhir adalah hubungan lingkaran dalam.
Hubungan lingkaran dalam ini merupakan hubungan yang paling dekat. Amae
dalam hubungan dalam ini besar dan tidak terdapat batasan-batasan untuk
mengharapkan lebih pada kebaikan orang lain. Seseorang dalam hubungan ini
mmungkinkan untuk mendapatkan keinginannya lebih besar, karena permintaan-
permintaan yang dirasa berlebihan dalam hubungan lingkaran luar, dapat
ditoleransi dalam hubungan dalam ini. Maynard (dalam Yoshitaka, 2003:95)
menjelaskan, konflik sehari-hari, kebanyakan terjadi pada hubungan dalam.
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199
190
Konfrontasi, blak-blakan banyak terjadi antara teman dekat, di mana terdapat
amae yang berjalan dengan baik. Di sini emosi yang sesungguhnya dan kesebalan
yang dapat menyebabkan konfrontasi, konflik selalu dapat diperbaiki. Hubungan
lingkaran dalam atau uchi dapat dilihat dari hubungan keluarga, teman dekat,
hubungan kekasih dan lain-lain.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam hubungan
keluarga terdapat amae yang besar. Berdasarkan keberadaan amae yang
melatarbelakangi tindakan atau perilaku yang terjadi dalam hubungan keluarga,
berikut ini adalah analisis amae pada film Tokyo Sonata yang mempengaruhi
masalah dalam hubungan keluarga.
Amae mempengaruhi ketidak-terbukaan dalam keluarga
Konflik keluarga yang disajikan oleh Sutradara dalam film Tokyo Sonata
dimulai dengan peristiwa pemecatan yang dialami oleh tokoh Ryuhei Sasaki.
Ryuhei, diceritakan merupakan seorang pekerja kantoran. Pada awal adegan,
diceritakan Ryuhei dipecat dari kantornya. Pemecatan ini tidak dia ceritakan pada
istri dan anaknya. Ryuhei memilih untuk berpura-pura tetap pergi ke kantor setiap
hari. Hal ini merupakan perilaku tidak terbuka yang dilakukan suami pada istrinya.
Adegan ketidak-terbukaan Ryuhei pada pada istrinya terlihat dalam gambar
berikut ini:
Gambar 1: Ryuhei berpamitan pada Megumi untuk berangkat ke kantor
waktu adegan: 00.08.36
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199
191
Dialog yang terjadi :
Megumi: 今日も帰り早いの?(Kyou mo kaerihayai no?)
Ryuhei : いや、今日はやることはいっぱいあるからな。(Iya, kyou wa yaru
koto wa ippai arukara na.)
Terjemahan
Megumi: Hari ini juga pulang cepat?
Ryuhei :Tidak, karena hari ini banyak kerjaan
Gambar 1 menunjukkan bahwa Sasaki berusaha menutupi kejadian
pemecatannya dengan berpura-pura bersikap biasa dan meyakinkan istrinya
bahwa tidak terjadi apa-apa pada pekerjaannya. Ketika ditanya oleh sang istri
“ Kyou mo kaerihayai no?” ( Hari ini juga pulang cepat? ), Ryuhei menjawabnya
dengan mengatakan “Iya, kyou wa yaru koto wa ippai arukara na.” ( Tidak,
karena hari ini banyak kerjaan ) dapat dijelaskan merupakan sebuah amaeru yang
dilatarbelakangi oleh keinginannya menjaga hubungan baik dengan istrinya.
Menurut Kumagai, (1986:307) “amaeru” adalah sebuah tingkah laku untuk
meminta cinta pasif. Cinta pasif dijelaskan sebagai menggantungkan diri akan
kebaikan orang lain. Kebohongan yang dilakukan Ryuhei, merupakan tingkah
laku yang dilakukan untuk tetap dapat menggantungkan diri pada kebaikan atau
tetap mendapatkan cinta pasif dari istrinya. Jika Ryuhei berbicara jujur, maka
tidak terdapat kepastian untuk mendapat penerimaan dan kebaikan sang istri,
dengan kata lain hubungan keluarga yang terjalin dapat terganggu.
Perilaku Ryuhei juga dapat terlihat dalam perilaku temannya, Kurosu yang
juga mempunyai masalah yang sama. Kurosu diceritakan telah dipecat 3 bulan
lebih awal dari Ryuhei. Mereka secara tak sengaja bertemu ketika sedang
menghabiskan waktu di tempat pembagian makanan untuk tuna wisma. Kurosu
diceritakan juga melakukan tindakan yang tidak-terbuka dalam hubungannya
dengan sang istri. Hal ini terlihat saat Kurosu mengundang Ryuhei untuk makan
malam di rumahnya. Kurosu dan Ryuhei dalam acara makan malam tersebut,
berpura pura menjadi teman sekantor. Dalam perbincangan yang dikatakan
Kurosu kepada Ryuhei, Kurosu mendesain percakapannya seolah-olah
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199
192
membicarakan mengenai masalah pekerjaan. Tujuan Kurosu untuk mengundang
Ryuhei kerumahnya ini merupakan usahanya untuk menekan perasaan curiga dan
memberikan bukti bahwa pekerjaannya baik-baik saja dengan sandiwara yang
mereka buat.
Adegan Kurosu mengundang makan malam Ryuhei terlihat dalam gambar
berikut ini:
Gambar 2: Kurosu mengundang makan malam Ryuhei
waktu adegan: 00.34.06
Dialog yang terjadi :
Kurosu : 社長から...れいの...ほら、見積もりの件で。あれ...作成したの
は佐々木君だったよな。(Sachou kara, rei no hora, mitsumori
no ken de. Are, sakuseishita no wa sasaki kun datta yo na)
Ryuhei : はい。(Hai.)
Kurosu : 甘いよつめは。 まあ、今回は俺の方から社長に言い包めると
かやるからさ、気をつけてね。(Amaiyotsume wa. Maa,
konkai boku no hou kara sachou ni ii kurumeru toka yaru kara sa,
ki o tsukete)
Kurosu : Bos menelepon, soal itu loh, penawaran yang tadi dibicarakan. Oh
iya, kalau tidak salah yang membuat dokumen itu Sasaki-kun, ya?
Ryuhei : Iya.
Kurosu :Kamu masih kurang teliti. Kali ini aku akan menutupi kesalahanmu
di depan bos, berikutnya hati-hati ya.
Perilaku Kurosu ini juga merupakan sebuah amaeru yang digunakan untuk
menjaga hubungan baik dengan istrinya. Sebuah permintaan untuk tetap dicintai
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199
193
oleh istrinya yang diekpresikan melalui perilaku yang tidak terbuka. Doi
(1992:76) menjelaskan bahwa amae merupakan hasrat kuat untuk mengikat suatu
hubungan yang erat. Berdasarkan penjelasan tersebut, ketidak-terbukaan Kurosu
ini dapat disimpulkan timbul dari hasrat untuk mengikat hubungannya dengan
istrinya atau timbul dari amae nya kepada istrinya.
Dalam hubungan amae, Kumagai (1986:307) menjelaskan terdapat pola
saling bergantian antara memberi dan meminta, memanjakan dan ingin dimanja.
Perilaku memanjakan dalam hubungan amae, dapat terlihat dari adegan Megumi
yang secara tidak sengaja mengetahui suaminya pengangguran.
Diceritakan Megumi tidak sengaja melihat suaminya berada di tempat
pembagian makanan tuna wisma pada jam kerja. Megumi pun menduga bahwa
suaminya saat ini pengangguran. Namun Megumi meresponnya dengan tetap
diam dan tidak membicarakannya pada suaminya. Perilaku Megumi ini dapat
dijelaskan sebagai sebuah bentuk penerimaan amaeru dari suaminya dengan kata
lain sebagai bentuk memanjakan suaminya. Namun bentuk penerimaan ini
menjadi sebuah perilaku ketidak-terbukaan kepada suaminya .Adegan Megumi
yang tak sengaja melihat suaminya berada ditempat pembagian makan pada jam
kerja dapat dilihat dari gambar berikut ini:
Gambar 3: Megumi melihat suaminya berada di tempat pembagian makanan tuna wisma
saat jam kerja
Waktu adegan: 00.44.14
Kegagalan amae mempengaruhi terjadinya pertengkaran dalam keluarga
Sven Wahlroos (1974:3) menjelaskan bahwa masalah hubungan keluarga
sebagian besar ditimbulkan oleh komunikasi. Hal ini terjadi karena penggunaan
komunikasi yang buruk. Pada umumnya setiap anggota keluarga mempunyai
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199
194
itikad yang baik. Tidak seorang pun kecuali orang yang sadis dan ingin berlaku
jahat, secara sadar menghendaki pertengkaran dalam keluarga. Namun ketika
itikad baik tersebut dilakukan menggunakan komunikasi buruk seperti mengomel,
menjengkelkan orang lain, maka hasilnya akan terjadi pertengkaran.
Sebuah perilaku yang digunakan untuk meminta kebaikan orang lain atau
amaeru tak semuanya dapat terpenuhi. Takeo Doi (1992:23-24) menjelaskan
bahwa terdapat sekelompok istilah dalam bahasa Jepang yang mempunyai
hubungan dengan bermacam keadaan jiwa seseorang yang tidak dapat memenuhi
hasratnya untuk amaeru. Diantaranya adalah sebagai berikut:
Amanzuru: sikap seseorang yang membiarkan dirinya merasa puas walaupun
sebenarnya kenyataan tidak membenarkan perilaku tersebut
Futekusareru: Sikap dongkol yang timbul karena amaeru yang dilakukan
tidak mendapat penerimaan dari individu yang bersangkutan
Hinekureru: memperlihatkan sikap yang sebenar-benarnya bertentangan
dengan hasrat sendiri, mencakup sikap pura-pura seakan-akan tidak
mempunyai hasrat apapun untuk ber-amaeru.
Kigane: suatu keadaan batin yang tertekan ketika menghadapi sesuatu yang
tidak dimungkinkan untuk amaeru walaupun dia ingin sekali
melakukannya. (Doi, 1992:111)
Wagamama: sebuah perilaku dalam upaya yang tidak saja untuk
mengandalkan diri pada orang lain, tapi juga untuk mendominasi yang
bersangkutan. Disebut juga sebagai amaeru yang berlebihan atau tidak
wajar yang timbul karena kegagalan seseorang untuk ber-amaeru secara
normal. (Doi, 1992:106)
Pertengkaran keluarga dalam film ini, dapat diamati pada hubungan Ryuhei
dengan anak pertamanya, Takashi. Takashi diceritakan sebagai pemuda yang
bekerja paruh waktu membagikan iklan tissu kepada pejalan kaki. Sulitnya
mencari pekerjaan yang lebih layak ditengah kehidupan kota Tokyo, membuat
Takashi memutuskan mengikuti program wajib militer untuk bergabung dengan
pasukan Amerika dan mengharuskannya untuk meninggalkan Jepang.
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199
195
Ketika harus meminta kedua orang tuanya untuk menandatangani formulir
pendaftaran, keputusan Takashi untuk mengikuti program wajib militer ini
ditentang oleh ayahnya dan terjadilah pertengkaran. Buruknya perilaku
komunikasi yang dilakukan dalam pertengkaran Ryuhei dengan Takashi dapat
dilihat pada potongan gambar adegan berikut ini :
Gambar 4: Takashi meminta Ryuhei untuk menanda tangani surat pendaftaran
Waktu adegan: 00.52.57
Waktu adegan: 00.51.39 – 00.52.57
Ryuhei :絶対にゆるさない。(Zettai ni yurusanai)
Takashi :どうして?(Doushite?)
Ryuhei :お前の幸せの人生を送ってもらうために育てきた。これはその事
から完全に外れてる。(Omae no shiawase no jinsei wo okutte murau
tameni sodatekita. Kore wa sonokoto kara kanzen ni hazureteru )
Takashi : 軍隊の入ったら、平和のために働けるんだよ。(Guntai no haittara,
heiwa no tameni hatarakerun da yo)
Ryuhei : それは屁理屈だろう(Sore wa herikutsu darou ?)
Takashi : だってそうなんだよ。俺だけ幸せなくていいの?世界幸せしたほ
うがいいに決まってじゃん。(Datte sounanda. Ore dake shiawase
nakute ii no?. Sekai shiawase shita houga ii ni kimattenjan)
Ryuhei : 世界?なんだそれ?そうなもの どうだっていいんだよ。俺は世
界なんくるない。お前の事心配なんだ。 (Sekai ? nanda sore?
souna mono dou datte iinda yo. Ore wa sekai nankurunai. Omae no
koto shinpainanda)
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199
196
Takashi : ああ。だから日本ってダメなんっていうな。(Aa, dakara nihon tte
dame nantte iu na )
Ryuhei : なに?(Nani?)
Terjemahan
Ryuhei :Tentu tidak ku izinkan
Takashi: Kenapa?
Ryuhei : Aku membesarkan mu agar kau hidup bahagia. Ini sangat jauh dari itu.
Takashi: Jika masuk militer, aku bekerja untuk perdamaian
Ryuhei : Itu hanya argumen mu kan?
Takashi: Kalau benar kenapa, kenapa hanya aku sendiri yang hidup bahagia?
Lebih baik memilih untuk membuat bahagia dunia kan?
Ryuhei : Dunia? Apa itu? Persoalan itu bukan masalah buat ku. aku tidak perduli
dengan dunia. Aku khawatir dengan mu
Takashi: Karena itulah jangan bilang kalau Jepang tidak ada harapan
Ryuhei: Apa?
Takashi:Aku tidak butuh perlindungan orangtua
Ryuhei :Ye , pergi keluar, pergi keluar!!!
Berdasarkan dialog di atas, perilaku ngotot Takashi terhadap ayahnya dapat
digolongkan sebagai sebuah keegoisan atau wagamama. Wagamama merupakan
amaeru dalam bentuk yang tidak wajar yang timbul dari ketidak mampuan untuk
ber-amaeru secara wajar (Doi 1992:106). Wagamama Takashi dapat dijelaskan
timbul dari kegagalan amaeru secara wajar kepada ayahnya. Hal ini terlihat dari
dialog “Guntai no haittara, heiwa no tameni hatarakerun da yo” (jika masuk
militer, aku bekerja untuk perdamaian). Dalam dialog tersebut, Takashi berusaha
menunjukan terdapat suatu kebanggaan jika masuk militer, yaitu bekerja untuk
perdamaian. Alasan ini dikatakan dengan maksud untuk mendapat penerimaan
dari sang ayah. Namun ketika Ryuhei membantahnya, amaeru Takashi berubah
menjadi tidak wajar. Ia berusaha untuk mendominasi hasrat ayahnya sehingga
terjadi adu mulut antara keduanya hingga terjadilah pertengkaran diantara mereka.
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199
197
Selain dapat menimbulkan sikap wagamama, kegagalan untuk ber-amaeru
juga dapat menimbulkan sikap dongkol yang menyebabkan pertengkaran. Sikap
dongkol ini dapat dilihat dari perilaku anak kedua Ryuhei, Kenji, ketika keinginan
untuk sekolah piano ditolak. Ryuhei mengetahui bahwa Kenji masuk kursus piano
secara diam-diam. Dalam dialog yang terjadi, Ryuhei ingin meminta penjelasan
dari Kenji atas perbuatannya tersebut. Kenji mengatakan “Chanto hanaseba kiite
kure nante, uso da. Ikurahanasetato otousan, jibun no iken, zettai ni tarinai
janai” (Kau bohong akan mendengarkan jika aku bicara dengan baik. Pendapatku
tidak akan cukupkan?) sebagai alasan dari perbuatannya tersebut. Hal ini
membuat Ryuhei marah sehingga terjadi pertengkaran dan memukul Kenji. Dapat
dilihat dari potongan adegan berikut:
Gambar 5: Kenji dipukul oleh ayahnya
Waktu adegan : 01.08.31
Dialog :
Waktu adegan : 01.08.10 – 01.08.46
Kenji : もうピアノをやらない。だからほっといて(Mou piano wo yaranai.
Dakara hottoite)
Ryuhei : お前がちゃんと話さないから、困るんだ(Omae chanto hanasanai
kara, komarunda)
Kenji : お父さん嘘ばかり(Otousan uso bakari)
Ryuhei : なに? (Nani?)
Kenji :ちゃんと話せば聞いてくれなんって 嘘だ。いくら話せたとお父さ
ん、自分の意見,絶対に足りないじゃない。(Chanto hanaseba kiite
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199
198
kure nante, uso da. Ikurahanasetato otousan, jibun no iken, zettai ni
tarinai janai )
Megumi: 辞めて。大丈夫?いいから二階へ行ってなさい(Yamete. Daijoubu?
Iikara, nikai e ittenasai)
Terjemahan
Kenji : Aku tak akan bermain piano lagi, jadi jangan ganggu aku
Ryuhei: Kau tak bisa bicara dengan baik-baik, itu masalahmu
Kenji : Kau bohong
Ryuhei: Apa?
Kenji :Kau bohong akan mendengarkan jika aku bicara dengan baik.
pendapatku tidak akan cukupkan?
Megumi:Hentikan. Kamu tak apa-apa? Tak apa, segera naik kelantai dua
Perilaku Kenji tersebut merupakan perwujudan sikap dongkol karena
kegagalan dari hasratnya untuk menggantungkan diri pada kebaikan atau
amaerunya pada Ryuhei. Keadaan jiwa yang terjadi, dapat dijelaskan dalam
istilah bahasa Jepang sebagai Futekusareru. Sebuah sikap menantang dan kurang
bertanggung-jawab dari kegagalannya dalam perilaku untuk mendapat kebaikan
dari orang lain.
4. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis, kepribadian orang Jepang dalam konsep amae
digambarkan selalu berkeinginan untuk mendapatkan kebaikan dan penerimaan
dari orang lain melalui hubungan yang terjalin. Ketika hubungan yang baik telah
terjalin, perasaan untuk terus mengikat dan menjaganya, terkadang hingga harus
melakukan dengan cara yang tidak baik seperti perilaku berbohong. Keinginan
untuk mendapat kebaikan dan penerimaan orang lain ini, ketika tidak terpenuhi,
juga dapat menimbulkan perilaku yang dapat mengakibatkan permasalahan dalam
hubungan keluarga.
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 2, MARET – AGUSTUS 2017 : 186 - 199
199
Daftar Pustaka
Buku :
Doi, Takeo. 1992. Anatomi Dependensi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
_________. 1973. The anatomy of dependence. New York : Kodansha
International Ltd
Koeswara.E. 1991. Teori-Teori Kepribadian : psikoanalisis, Behaviorisme,
Humanistik. Bandung : PT. Eresco
Khairuddin. 2008. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta : Liberty
Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV. Alfabeta.
Jurnal/ Penelitian :
Doi, Takeo. 2004. “Amae and the Western concept of love”. dalam “The Japan
Psychoanalitic Society, Halaman 132-152 (online)
(http://www.jpas.jp/JCTP2004.pdf, diakses pada 20 juni 2016)
Kumagai, Hisa A. 1986. “I” in Amae : ”Passive Love” and Japanese Social
Perception. Dalam Ethos. Vol 14, halaman 305-320. New York : BlackWell
Publishing (online) (http://theholeinfaraswall2.nethouse.ru/static/
doc/0000/0000/0232/232351.513drrkiyo.pdf, diakses pada 30 Juli 2016)
Rhodewalt, Frederick. 2008. “The Fragile Self and Interpersonal Self-Regulation”
dalam Personality and Social Behavior, halaman 49. London: Psychology
Press (online)
(http://www.imd.inder.cu/adjuntos/article/511/Personality%20and%20Social
%20Behavior.pdf, diakses pada 20 juni 2016)
Artikel :
Rottentomatoes, 2009. Tokyo Sonata (online)
(http://www.rottentomatoes.com/m/tokyo_Sonata/, diakses pada 4 oktober
2015)