analisis

Upload: reza-mustofa

Post on 07-Jan-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

aa

TRANSCRIPT

BAB I1.1. TUJUANa. Mahasiswa dapat menghitung energi impakb. Mahasiswa dapat mengetahui harga impak materialc. Mahasiswa dapat mengetahui temperatur transisi hasil pengujiand. Menggambarkan kurva uji impak

1.2. DASAR TEORIUji impak merupakan teknik yang digunakan untuk mengkarakterisasi patahan material yang sulit dilakukan pada uji tarik khususnya untuk material yang memiliki transisi deformasi yang sangat kecil.Pemilihan uji impak penting karena,1. Deformasi dapat dilakukan pada temperatur yang rendah2. Laju deformasi yang tinggi3. Adanya notch dapat didekati dengan tegangan triaxialAda dua metoda standar pengujian yang dapat dilakukan pada uji impak yaitu Metoda Charpy dan Metoda Izod. Ilustrasi pengujian impak dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

1.2.1. Energi ImpakEnergi impak diserap dihitung berdasarkan perbedaan ketinggian h dan h yang menunjukkan ketangguhan material. Transisi ulet-getas material, merupakan fungsi utama pemakaian uji impak. Pengujian dapat dilakukan dengan merubah atau mengatur temperatur spesimen dengan cara pemanasan dan pendinginan. Hasil pengujian pengaruh temperatur dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Pada kurva A dan B menunjukkan adanya temperatur transisi dari ulet ke getas. Pada temperatur yang tinggi material cenderung bersifat ulet begitu sebaliknya akan menjadi getas bila temperaturnya rendah. Bentuk patahan spesimen uji impak memiliki permukaan fibruos atau berserabut, flatness (rata) mengindikasi bahwa material tersebut bersifat ulet dan getas. Pemilihan material hendaknya memperhatikan ketahanan terhadap temperatur transisi (ulet-getas). Pada gambar di bawah ini, diperlihatkan temperatur transisi terhadap energi yang diserap material.

Temperatur transisi logam biasanya terjadi pada (0,1-0,2) Tm di mana Tm adalah temperatur melting absolut (K). Terlihat pada kurva bahwa logam-logam FCC kecenderungan tidak memiliki daerah temperatur transisi.Secara umum perpatahan dapat digolongkan menjadi 2 golongan umum yaitu,a. Patah Ulet/ liatPatah yang ditandai oleh deformasi plastis yang cukup besar, sebelum dan selama proses penjalaran retak.b. Patah GetasPatah yang ditandai oleh adanya kecepatan penjalaran retak yang tinggi, tanpa terjadi deformasi kasar, dan sedikit sekali terjadi deformasi mikro.Terdapat 3 faktor dasar yang mendukung terjadinya patah dari benda ulet menjadi patah getas yaitu,1. Keadaan tegangan 3 sumbu/ takikan.2. Suhu yang rendah.3. Laju regangan yang tinggi/ laju pembebanan yang cepat.

1.3. PERHITUNGAN ENERGIUntuk menghitung energy yang diserap material dapat dihitung dengan persamaan energy potensial sebagai berikut,

Ep1=m.g.H1dimana Ep1 = Energi sebelum tumbukan (J)m= Massa pendulum (kg)g= Percepatan gravitasi (m/s2)H1= Tinggi pendulum sebelum tumbukan terhadap acuan (m)

Energi setelah tumbukan (Ep2)Ep2=m.g.H2dimanaEp2= Energi setelah tumbukan (J)

Sehingga harga energy yang diserap dinyatakan denganEp1 Ep2 = m . g (H1 H2)

Harga impak=

1.4. PETUNJUK K3a. Pakaian labortoriumb. Sepatu kerjac. Posisi pengujian harus ada di depan alat uji impak

BAB II2.1. ALAT DAN BAHAN1. Mesin uji impak metode CharpyDimensi: 7540100Kapasitas: 80 JBerat gondam: 8 kgBerat total: 120 kgJarak antara titik pusat ayun dengan titik pukul: 600 mmPosisi awal pemukulan: 130Radius pisau pemukul: 2.5 mmSudut sisi pisau pemukul: 302. Spesimen baja ST60 dan kuningan3. Termometer4. Bak air5. Pemanas air6. Pendingin spesimen

2.2. PROSEDUR PERCOBAAN 1. Pemeriksaan alat atau mesin yang akan digunakan 2. Alat pengukuran dimensi spesimen3. Kebutuhan alat pengukur temperatur seperti termometer dan alat pemanas4. Spesimen uji minimal dua buah disesuaikan dengan kebutuhan5. Menerima pengarahan dari instruktur tentang prosedur pengujian yang akan dilakukan 6. Melakukan pengukuran spesimen dengan menggunakan jangka sorong dan mencatat pada lembar kerja7. Melakukan pengujian 8. Memeriksa kelengkapan praktikum9. Membersihkan kelengkapan alat yang digunakan10. Menendatangankan kartu praktikum kepada instruktur11. Menyerahkan kelengkapan praktikum kepada teknisi/administrasi

2.3. HASIL PERCOBAAN2.3.1. Baja ST60Dimensi penampang: l . t=5.5 mm x 8 mm=44 mm2Panjang: 51 mmSpesimen TCEP1 (J) ()H2 (m)EP2 (J)E = EP1 - EP2 (J)HI = E/A

Baja ST60877.695750.44534.92442.7710.972068182

25.577.695480.198515.57862.1171.41175

6077.695450.175813.79763.8981.452227273

89.277.695430.161212.65165.0441.478272727

2. 2.1. 2.2. 2.3. 2.3.1. 2.3.2. KuninganDimensi penampang: l . t=7 mm x 10 mm=70 mm2Panjang: 52 mmSpesimen TCEP1 (J) ()H2 (m)EP2 (J)E = EP1 - EP2 (J)HI = E/A

Kuningan877.695950.652351.19326.5020.3786

25.577.69592.50.62649.12828.5670.4081

6077.695930.631449.55228.1430.402042857

89.277.695920.620948.72828.9670.413814286

2.4. ANALISISDari data yang telah didapat hasil dari percobaan, maka didapatlah nilai energy impak pada tiap spesimen yang diuji.Berikut ini adalah grafik hasil uji impak dari tiap specimen

Dari grafik perbandingan hasil uji impak antar specimen maka dapat dilihat bahwa nilai harga impak pada specimen baja ST60 meningkat cukup tinggi, slope garis yang cukup tajam dari suhu 8oC sampai 25.5oC disebut daerah temperatur transisi. Daerah temperatur transisi menunjukkan daerah dimana sifat baja akan berubah pada titik temperature tertentu. Pada temperatur yang rendah baja cenderung bersifat getas sesuai dengan struktur baja ST60 berupa BCC dan tingkat karbon cukup tinggi, dimana dilihat pada percobaan ini hasil patahan baja memiliki tekstur halus pada permukaan patahannya. Pada temperatur tinggi baja cenderung bersifat ulet,hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya energi yang dibutuhkan untuk mematahkan spesimen dan tekstur patahan yang kasar dan berserabutSedangakn untuk specimen kuningan, kurva nilai harga impak tidak ada perbedaan nilai yang cukup signifikan untuk tiap temperature yang diujikan. Pada temperature rendah tidak memerlukan energy impak yang besar untuk mematahkan specimen. Pada specimen kuningan ini tidak terdapat daerah temperature transisi karena struktur material dari kuningan yaitu FCC tidak memiliki kandungan karbon. Pada suhu yang lebih tinggi, energi yang dibutuhkan untuk terjadinya fracture pun lebih besar karena pada suhu tinggi retakan didahului oleh deformasi plastis. Dari hasil patahan terlihat bahwa spesimen yang dipanaskan memiliki permukaan patahan yang berwarna gelap dan kasar. Sedangkan pada spesimen yang didinginkan, permukaan patahannya cenderung lebih halus.

2.5. TUGAS1. Jelaskan terjadinya temperature transisiTemperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau getas (brittle) sedangkan pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile).

2. Jelaskan mengapa pada suhu tinggi energi impak juga tinggiKetika suhu specimen meningkat maka struktur atom pada specimen tersebut akan bergetar dan semakin kurang stabil. Saat dilakukan impak dari luar terhadap specimen dengan suhu tinggi maka getaran atom tersebut mengurangi daya impak yang diserap specimen sehingga untuk dibutuhkan energy impakyang lebih besar untuk mematahkan specimen.

BAB III3. 3.1. KESIMPULANDari percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa,1. Uji impak merupakan teknik yang digunakan untuk mengkarakterisasi patahan material2. Suhu mempengaruhi nilai impak,semakin tinggi suhu specimen semakin ringgi nilai impaknya3. Baja ST60 memiliki temperature transisi sehingga nilai impak memiliki peningkatan yang cukup tinggi4. Kuningan tidak memiliki temperature transisi sehingga nilai impaknya cenderung stabil5. Dilihat dari nilai impaknya maka Baja ST60 lebih tangguh daripada kuningan6. Patahan ulet ditunjukkan dengan permukaan patahan yang kasar, gelap dan berserabut.7. Patahan getas ditunjukkan dengan permukaan patahan yang mengkilap, halus, dan tidak berserabut.

3.2. DAFTAR PUSTAKAKarim, Abdul. Modul Praktikum Pengujian Material. Politeknik Negeri Bandung

BAB IV4. 4.1. LAMPIRAN