analisa mutu minyak atsirii

19
Laporan Praktikum Hari/ tanggal : Kamis, 14 & 21 Maret 2013 Teknologi Minyak Atsiri, Rempah, Dosen : Dr. Dwi Setyaningsih,S.TP, M.Si dan Fitofarmaka Asisten Praktikum: - Muhamad Haris (F34090098) - Sulayman (F34090122) ISOLASI DAN PEMURNIAN MINYAK ATSIRI DAN ANALISIS MUTU MINYAK ATSIRI Oleh: Kelompok 1 Ninuk Gilang W (F34100120) Kardinah (F34100124) Jonathan Purba (F34100129) M. Fachrizal Priya B U (F34100130) Hernanda Wisnu P (F34100135) Annalisa Prastika F (F34100138) DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: zaqi-akio

Post on 24-Oct-2015

261 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Laporan Praktikum Hari/ tanggal : Kamis, 14 & 21 Maret 2013

Teknologi Minyak Atsiri, Rempah, Dosen : Dr. Dwi Setyaningsih,S.TP, M.Si

dan Fitofarmaka Asisten Praktikum:

- Muhamad Haris (F34090098)

- Sulayman (F34090122)

ISOLASI DAN PEMURNIAN MINYAK ATSIRI

DAN

ANALISIS MUTU MINYAK ATSIRI

Oleh:

Kelompok 1

Ninuk Gilang W (F34100120)

Kardinah (F34100124)

Jonathan Purba (F34100129)

M. Fachrizal Priya B U (F34100130)

Hernanda Wisnu P (F34100135)

Annalisa Prastika F (F34100138)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Minyak atsiri merupakan salah satu produk prospektif di Indonesia karena keberadaannya yang

beragam. Minyak atsiri dapat diperoleh dari bunga, daun, akar, biji, batang dan kulit batang suatu

tanaman. Beragamnya sumber daya alam di Indonesia manjadikan minyak atsiri dapat dijadikan bisnis

yang prospektif. Kegunaan minyak atsiri juga beragam yaitu sebagai parfum, obat-obatan, dan, flavor.

Minyak atsiri unggulan Indonesia adalah minyak nilam, minyak akar wangi, minyak kenanga, minyak

kayu putih, minyak pala, minyak cengkeh, dan lain sebagainya.

Pada umumnya proses pengolahan minyak atsiri di Indonesia masih sederhana sehingga

umumnya kualitas minyak yang dihasilkan tidak terlalu tinggi. Salah satu cara meningkatkan mutu minyak

atsiri adalah dengan pemurnian minyak. Pemurnian minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa

metode seperti pemucatan, penarikan air, pengkhelatan, dan deterpenasi. Dengan melakukan pemurnian

maka minyak atsiri yang dihasilkan akan memiliki mutu yang lebih baik karena komponen tak diinginkan

dalam minyak telah dihilangkan.

Pada praktikum kali ini akan dilakukan beberapa metode pemurnian minyak atsiri agar minyak

yang diperoleh dapat lebih baik mutunya. Minyak yang telah dimurnikan umumnya akan memiliki bau

dan warna yang lebih baik dibanding minyak yang tidak dimurnikan. Minyak yang digunakan untuk

dilakukan pemurnian adalah minyak kayu putih. Selain pemurnian, dilakukan pula beberapa analisa mutu

minyak atsiri yaitu minyak sereh. Analisa mutu yang dilakukan adala pengujian bobot janis, putaran optik,

indeks bias, kelarutan dalam alkohol, dan sisa penguapan. Analisis yang dilakukan digunakan untuk

mengetahui mutu minyak sereh yang beredar dipasaran berdasarkan sifat fisik dan kimia minyak tersebut.

Sifat ini kemudian dapat dibandingkan dengan SNI sebagai acuan standar mutu yang berlaku dan dapat

ditentukan kualitas minyak yang diujikan.

Dengan praktikum ini diharapkan dapat diketahui metode pemurnian minyak atsiri beserta cara

pemurniannya. Hasil pemurnian nantinya dapat dibandingkan dengan minyak yang tidak dilakukan

pemurnian untuk dianalisis sifatnya. Selain itu, dengan praktikum ini juga metode analisis minyak dapat

dipahami agar mutu minyak yang diproduksi atau dibeli dapat diketahui. Analisis mutu yang dilakukan

akan dibandingkan dengan SNI agar diketahui mutunya sehingga dapat diperdagangkan dengan nilai yang

lebih tinggi. Selain itu, analisis minyak atsiri juga berguna agar tidak tertipu dalam pembelian minyak

atsiri di pasaran.

B. Tujuan

Prakikum ini bertujuan untuk mengetahui metode pemurnian minyak atsiri yaitu pemucatan,

penarikan air, pengkelatan, dan deterpenasi. Selain itu, juga dapat diketahui mutu minyak atsiri yang diuji

dengan melakukan analisis terhadap warna, bobot jenis, indeks bias, sisa penguapan, kelarutan dalam

alkohol, dan putaran optic.

II. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunkana pada praktikum ini yaitu gelas piala, hot stirrer, thermometer,

corong, kertas putih, tabung reaksi, piknometer, timbangan, refraktometer, pipet, polarimeter,

cawan porselen, erkem meyer, dan gelas ukur. Bahan-bahan yang digunakan antara lain minyak

kayu putih, arang aktif, bentonit, zeolite, Na2SO4, asam taratarat, etanol 96%, heksan, aquades,

indicator PP, larutan KOH 0,5 N, dan larutan HCl 0,5 N.

B. Metode

1.1.Adsorbsi dengan metode pemucatan 1. 2. Adsorbsi dengan metode penarikan air

Minyak Kayu

Putih Sampel

Minyak kayu putih sampel dimasukkan ke

dalam gelas piala

Sampel dipanaskan hingga suhu 50 0

Sampel ditambahkan bentonit/arang aktif

sebanyak 2 % dari volume minyak yang

digunakan

Sampel diaduk selama 20 menit dan

disaring dengan kertas saring

10 ml Minyak

Kayu Putih

Sampel ditambahkan Na2SO4 dan diaduk

sampai mengendap

Jika minyak masih nampak keruh maka

perlu ditambahkan Na2SO4 dan dikocok

sampai jernih

Campuran dipisahkan dengan

menggunakan kertas saring

1.3 Penghelatan 1.4. Deterpenasi

2.1. Uji warna minyak 2.2. Uji Bobot Jenis

BJ (25 0 C)= Bobot minyak/bobot aquades

Sampel

minyak

sereh ±10 ml

Sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi

Tabung reaksi disandarkan pada kertas

putih dan diamati warnanya pada jarak ± 30

cm

Minyak Sereh

Sampel

Ulangi perosedur diatas dengan mengganti

minyak sereh dengan aquades

Piknometer dikeringkan bagian luar dan

ditimbang dengan teliti

Sampel dimasukkan ke piknometer dan

dipanaskan di penangas air (25 0 C),

kemudian dibiarkan 15 menit

Sampel ditambahkan asam

tartarat/EDTA/asam sitrat 2 % volume

sampel

Campuran diaduk sampai merata dan

didiamkan sampai minyak tampak jernih

Campuran dipisahkan dengan kertas saring

10 ml Minyak

Kayu Putih

Minyak Kayu

Putih

Campuran dimasukkan ke dalam pemisah

dan didiamkan selama 24 jam

Sampel dicampurkan dengan pelarut :

metanol/etanol 96 %/heksan sambil

pelarutnya diencerkan sampai 95 %

Sampel dievaporasikan pada suhu 65-68 0C

Sampel ditambahkan natrium sulfat

anhidrat untuk mengeringkan sisa air

2.3. Uji Indeks Bias 2.4. Uji Putaran Optik

Indeks Bias (250) = n

t -0.0004 (t-25)

Putaran Optik = Pembacaan contoh-pembacaan blanko

Minyak Sereh

Sampel

Sampel ditetesi diatas prisma

refraktometer

Prisma dirapatkan dan diatur slidenya.

Saklar diatur sampai garis batas berimpit

dengan titik potong dari dua garis

bersilangan

Nilai indeks bias dibaca dengan menekan

tombol read pada refraktometer

Minyak Sereh

Sampel

Sampel dimasukkan ke dalam tabung polari

sampai penuh dan diusahakan sampai tidak

ada gelembung udara

Nilai indeks bias dibaca dengan menekan

tombol read pada refraktometer

Tabung ditempatkan dibawah alat

pemeriksa diantara analyzer dan polaryzer

Putaran optik dibaca dari minyak pada alat

polarimeter

Ulangi prosedur diatas dengan mengganti

sampel dengan aquades (blanko)

2.5. Kelarutan dalam Alkohol 90 %

Perhitungan = ml minyak : ml alkohol

2.6. Sisa Penguapan

Sisa Penguapan (%b/b) = W2/W1 x 100%

W1 = Berat sisa penguapan (gram)\

W2 = Berat contoh (gram)

1 ml minyak

sereh ampel

Sampel dimasukkan dalam tabung reaksi

Sampel ditambahkan 1 ml alkohol dan

dikocok sampai jernih

Jika tidak jernih tambahkan alkohol lagi

sampai jernih (1ml)

5 gram minyak

sereh ampel

Sampel yang didalam cawan porselen

diuapkan diatas penangas air hingga

beratnya konstan

III. PEMBAHASAN

A. Hasil

(Terlampir)

B. Pembahasan

Mutu atau kualitas suatu minyak atsiri menjadi suatu tolak ukur yang penting dalam menentukan

kelas dan harga jual minyak atsiri. Mutu suatu minyak atsiri sendiri ditentukan oleh beberapa faktor yaitu;

karakteristik alamiah suatu minyak atsiri, jenis tanaman, umur panen, perlakuan bahan sebelum

penyulingan, jenis peralatan yang digunakan dan kondisi proses pada saat penggunaan, perlakuan produk

setelah penyulingan, pengemasan, penyimpanan, dan juga bahan-bahan asing yang tercampur di

dalamnya. Adanya bahan-bahan lain yang ada pada suatu minyak atsiri akan menurunkan mutu minyak

atsiri. Komponen standar mutu minyak atsiri ditentukan oleh kualitas dari minyak itu sendiri dan

kemurniannya. Oleh karena itu pemurnian menjadi suatu proses yang penting untuk dilakukan untuk

menjaga dan meningkatkan mutu suatu minyak atsiri.

Pemurnian merupakan suatu proses untuk meningkatkan kualitas suatu bahan agar mempunyai

nilai jual yang lebih tinggi. Pemurnian atau isolasi pada minyak atsiri adalah suatu proses pemisahan

senyawa-senyawa yang keberadaannya dapat menurunkan kualitas minyak atsiri. Proses pemurnian

tersebut dibagi menjadi proses fisika dan proses kimia. Proses kimia dibagi menjadi beberapa macam di

antaranya; adsorpsi, pengkelatan, dan deterpenasi. Proses adsorpsi sendiri dibagi menjadi dua macam,

yaitu pemucatan dan proses penarikan air. Permurnian minyak atsiri sebenarnya dapat dilakukan dengan

berbagai cara yaitu dengan; penyaringan, sentrifuse, redistilasi, kromatografi kolom, membrane filtrasi,

ekstraksi fluida CO2 superkritis, distilasi fraksionasi, dan distilasi molekuler, namun pada praktikum kali

ini, proses pemurnian dilakukan hanya dengan cara adsorbsi (meliputi metode pemucatan dan metode

penarikan air), pengkhelatan, dan deterpenasi.

Adsorpsi atau serapan adalah suatu proses dimana suatu partikel menempel pada suatu permukaan

akibat adanya perbedaan muatan lemah diantara fluida (cairan maupun gas) dan padatan (gaya Van der

Walls), sehingga terbentuk suatu lapisan tipis (film) dari partikel - partikel halus pada permukaan padatan

tersebut. Permukaan karbon yang mampu menarik molekul organik merupakan salah satu contoh

mekanisme serapan antara air, gas dan juga menyerap molekul protein yang polar (Boshii et al. 2003).

Proses adsorpsi berbeda dengan absorpsi, dimana fluida terserap oleh fluida lainnya dengan

membentuk suatu larutan. Penetrasi adsorbat ke dalam adsorben dapat terjadi pada ketebalan beberapa

lapis. Jika penetrasi molekul terjadi pada seluruh bagian molekul padat, maka prosesnya disebut absorpsi.

Absorpsi merupakan suatu proses dimana suatu partikel terperangkap ke dalam suatu media dan seolah-

olah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut (Van Tessel et al. 1994).

Absorpsi terdiri dari dua jenis, yaitu absorpsi fisika dan absorpsi kimia. Absorpsi fisika dicirikan

dengan tarik menarik antara absorbat dan absorben yang sangat lemah dengan energi kurang dari 40

Kj/mol dan diantara keduanya tidak membentuk senyawa kimia. Absorpsi fisika umumnya reversible dan

irreversible. Sifat ini ditemukan dalam batas antara muka kimia dengan medium gas, dimana ikatan yang

terjadi diakibatkan dari gaya Van Der Walls dan gaya London (Prutton 1982). Absorpsi kimia

(chemosorbtion) ditandai dengan pertukaran elektron antara aborbat dengan absorben. Interaksi yang

terjadi sangat kuat sehingga terbentuk senyawa kimia dengan energi ikatnya sekitar 300 Kj/mol

(Nieuwenhuizen dan Barendez 1987).

Proses adsorpsi dapat dibagi menjadi dua, yaitu proses adsorpsi secara fisik dan proses adsorpsi

secara kimia. Proses adsorpsi secara fisik disebabkan oleh adanya gaya Van der Waals yang terjadi pada

kedua bahan. Proses adsorpsi secara kimia disebabkan oleh adanya reaksi kimia antara molekul - molekul

adsorbat dengan atom - atom penyusun permukaan adsorben. Proses adsorpsi secara fisika terjadi saat

molekul - molekul gas atau cair dikontakan dengan suatu padatan dan sebagian dari molekul - molekul

tadi mengembun pada permukaan padatan tersebut. Apabila interaksi antara padatan dan molekul yang

mengembun tadi relatif lemah, maka proses ini disebut adsopsi fisik. Proses adsorpsi secara kimia lebih

dikenal dengan sebutan absorpsi. Absorpsi terjadi karena adanya reaksi kimia antara molekul - molekul

absorbat dengan permukaan absorben. Jadi, secara fisika proses yang terjadi disebabkan karena gaya Van

der Waals pada permukaan bahan sehingga disebut adsorpsi sedangkan secara kimia proses reaksi antar

molekul di dalam bahan terjadi sehingga disebut absorpsi.

Adsorben merupakan suatu padatan berpori yang menghisap (adsorp) dan melepaskan (desorp)

suatu fluida. Pada dasarnya, adsorben dibagi menjadi tiga jenis, yaitu adsorben yang mengadsorpsi secara

fisik, adsorben yang mengadsorpsi secara kimia, dan composite adsorbent yang mengadsorpsi secara

kimia dan fisik. Contoh adsorben yang mengadsorpsi secara fisik dan digunakan pada praktikum ini

diantaranya adalah arang aktif, bentonit, dan zeolit.

Arang aktif adalah arang yang telah dilakukan proses aktivasi sehingga menyebabkan pori -

porinya terbuka. Dengan demikian, arang tersebut mempunyai porositas tinggi dan luas permukaan lebih

besar, sehingga mempunyai daya serap yang tinggi. Setiap jenis arang aktif memiliki pori dengan ukuran,

bentuk, dan jumlah yang berbeda tergantung pada bahan baku serta proses pembuatannya (Cheremisinoff

dan Ellerbuch 1978). Menurut Samuel (1983), sebuah partikel arang aktif tersusun dari suatu jaringan

pori-pori yang rumit. Jaringan pori - pori pada arang aktif tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian

menurut ukurannya, yaitu makropori dan mikropori. Makropori adalah pori-pori arang aktif dengan

diameter lebih besar dari 500oA. Pori - pori ini merupakan kapiler yang besar dan menyebar ke seluruh

bagian dalam dari partikel. Mikropori adalah arang aktif dengan diameter antara 10 - 500oA dan

merupakan cabang dari makropori. Adsorpsi oleh arang aktif meliputi akumulasi atau terkonsentrasinya

substransi di permukaan atau antarmuka. Hal ini disebabkan adanya gaya tarik menarik antara molekul -

molekul partikel dalam larutan dengan molekul - molekul arang aktif yang dikenal sebagai gaya Van der

Walls. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi adsorpsi oleh arang aktif, yaitu sifat dari arang aktifnya

sendiri, sifat dari material yang diadsorpsi, sifat larutan, dan sistem kontak. Dalam jumlah kecil, arang

aktif digunakan juga sebagai katalisator (Glenn, 1993). Sifat fisikokimia arang aktif tergantung dari cara

pengaktifannya. Arang yang diaktifkan dengan gas strukturnya masih menunjukkan struktur bahan

mentah, arang yang diaktifkan dengan bahan kimia strukturnya berlainan dari bahan mentahnya. Arang

yang diaktifkan dengan uap, mempunyai reaksi basa sedangkan yang diaktifkan dengan asam,

memberikan reaksi asam (Djatmiko et al., 1985). Umumnya arang aktif digunakan sebagai penyerap dan

pemurni. Arang aktif dapat menyerap zat warna sebanyak 95-97% dari total zat warna yang terdapat

dalam minyak dan dapat digunakan dalam jumlah yang kecil bila dibandingkan dengan bleaching clay

(Ketaren 1986). Oleh karena itu pada praktikum ini arang aktif digunakan untuk pemucatan minyak atisiri.

Bentonit atau biasa disebut lempung pemucat telah digunakan secara luas sebagai adsorben.

Bentonit digunakan dalam memisahkan ‘komponen pengotor’ dalam minyak dimana kemampuan

adsorpsinya memiliki peranan sangat besar dalam industri minyak pangan. Selain digunakan sebagai

bahan pemucat, bentonit juga digunakan dalam industri farmasi dan sebagai bahan produk kesehatan

pribadi (Leduc 2005). Menurut Kirk dan Othmer (1954), bentonit mengandung monmorillonit sebagai

komponen utamanya. Jenis mineral monmorillonit dioktahedral termasuk ke dalam kelompok smectite

yang merupakan adsorben komponen organik utama dan paling banyak digunakan. Nama bentonit berasal

dari jenis lempung plastis dan mempunyai sifat koloid tinggi yang ditemukan di daerah Fort Benton,

Wyoming, Amerika Serikat (Theng 1979). Bentonit dapat dibagi menjadi dua golongan berdasarkan

kandungan alumunium silikat hidrousnya (Anonim 2005), yaitu Activated clay, lempung yang kurang

memiliki daya pemucat, tetapi daya pemucatnya dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu, dan

Fuller's earth ,digunakan di dalam fulling atau pembersih bahan wol dari lemak.

Bentonit mempunyai ciri-ciri umumnya bertekstur lunak, plastis, berwarna pucat dengan

penampakan berwarna putih, hijau muda, abu-abu dan merah muda dalam keadaan segar, serta menjadi

krem apabila lapuk yang kemudian berubah menjadi kuning, merah, coklat atau hitam. Ada dua macam

jenis bentonit, yaitu Na-bentonit dan Ca-bentonit. Na-bentonit mempunyai sifat yang mampu

mengembang apabila dicampurkan dengan air, biasanya digunakan dalam industri penambangan lumpur

bor, gas bumi dan minyak sebagai lumpur pembilas. Ca-bentonit biasa digunakan sebagai bahan pemucat

pada industri minyak goreng atau minyak pelumas, sebagai katalis, bahan penyerap, bahan pengisi dan

lain sebagainya. Ca-bentonit dalam dunia perdagangan biasa disebut dengan bleaching earth, fuller’s

earth, bleaching clay, taylorite atau soapy clay (Anonim 2004). Menurut Ketaren (1986), daya pemucat

Ca-bentonit atau bleaching clay disebabkan karena ion Al3+

pada permukaan partikel adsorben dapat

mengadsorpsi partikel zat warna. Daya pemucat tersebut tergantung dari perbandingan komponen SiO2

dan Al2O3 dalam bleaching clay.

Adsorben selanjutnya yang digunakan pada praktikum ini adalah zeolit. Zeolit adalah adsoprben

yang mengandung kristal zeolite yaitu mineral aluminosilicate yang disebut sebagai penyaring molekul.

Mineral aluminosilicate ini terbentuk secara alami. Zeolit buatan dibuat dan dikembangkan untuk tujuan

khusus, diantaranya 4A, 5A, 10X, dan 13X yang memiliki volume rongga antara 0.05 sampai 0.30

cm3/gram dan dapat dipanaskan sampai 500

oC tanpa harus kehilangan kemampuan untuk adsorpsi dan

regenerasinya. Zeolit 4A (NaA) digunakan untuk mengeringkan dan memisahkan campuran hidrokarbon.

Zeolit 5A (CaA) digunakan untuk memisahkan paraffin dan beberapa hidrokarbon siklik. Zeolit 10X

(CaX) dan 13X (NaX) memiliki diameter pori yang lebih besar sehingga dapat mengadsorpsi adsorbat

pada umumnya.

Metode pemurnian minyak atsiri yang dilakukan pertama pada praktikum adalah adsorbsi yang

meliputi metode pemucatan dan penarikan air. Menurut Guenther (1987), pemucatan merupakan suatu

proses yang bertujuan untuk memisahkan zat warna yang tidak dikehendaki yang berada dalam minyak.

Berdasarkan sifatnya pengerjaan proses ini dibedakan menjadi dua cara, yaitu fisika dan kimia (Kirk dan

Othmer, 1985). Secara fisika pemucatan minyak nilam dapat dilakukan dengan metode penyulingan

hampa udara terfraksi, penyulingan ulang, dan adsorpsi (Guenther, 1948) sedangkan pemucatan secara

kimia meliputi flokulasi (Ketaren, 1985).

Ketaren (1986) mengatakan bahwa pemucatan dapat dilakukan dengan menggunakan sejumlah

kecil adsorben seperti lempung aktif dan arang aktif. Selain itu dapat juga menggunakan bahan pembentuk

kompleks. Proses pemucatan minyak nilam umumnya menggunakan tiga jenis bahan pemucat, yaitu

bentonit, asam sitrat, dan arang aktif.

Dalam uji pemucatan yang dilakukan pada praktikum, adsorben yang digunakan adalah arang aktif,

bentonit, dan zeolit. Adsorben tersebut akan mengadsorpsi partikel warna yang tidak diinginkan secara

fisik seperti yang sudah dijelaskan di atas. Umumnya, arang aktif memang digunakan sebagai penyerap

dan pemurni. Arang aktif akan menyerap zat warna sebanyak 95-97% dari total warna yang terdapat

dalam minyak. Hasil pengujian dengan spektrofotometer menunjukkan nilai absorbansi dua kelompok

adalah 88,9 dan 88,7 setelah minyak dipucatkan dengan arang aktif ini. Bentonit juga memiliki fungsi

yang sama yaitu sebagai pemurni. Pada praktikum ini, bentonit digunakan untuk memucatkan warna dan

memisahkan komponen pengotor pada minyak kayu putih yang digunakan. Sedangkan zeolite berfungsi

sebagai penyaring molekul. Mineral aluminosilicate akan menyaring molekul sesuai dengan kemampuan

adsorpsi dan regenerasinya, sehingga akan diperoleh hasil minyak atsiri yang lebih murni.

Pada saat proses pemucatan dilakukan pengadukan minyak dengan adsorben (bentonit atau arang

aktif) selama 20 menit dengan tujuan agar kontak antara minyak dengan adsorben menjadi lebih efektif,

sehingga dapat menghasilkan efek adsorbsi yang optimal. Daya penyerapan terhadap warna juga

dipengaruhi oleh bobot jenis adsorbennya. Semakin rendah bobot jebis adsorben, maka semakin efektif

penyerapan terhadap warna. Selain faktor bobot jenis, keefektifan penyerapan juga dipengaruhi oleh

ukuran partikel dan pH adsorben. Sebaiknya ukuran partikel tersebut halus dan pH adsorben mendekati

netral. Pada hasil praktikum, tidak dilakukan pengukuran pH adsorben terlebih dahulu, sehingga faktor pH

adsorben tidak dapat diperhitungkan pada hasil pengamatan. Sedangkan untuk ukuran partikel bentonit

yang digunakan dapat digolongkan tidak terlalu halus atau ukuran partikelnya agak sedikit besar seperti

ukuran garam halus.

Hasil dari pemucatan dapat dilihat pada lampiran. Nilai absorbansi sebanding dengan

konsentrasi. Semakin tinggi nilai absorbannya, maka semakin tinggi pula nilai konsentrasi pada minyak

tersebut. Nilai absorban yang kecil menunjukan warna yang lebih jernih dari minyak atsiri. Berdasarkan

hasil praktikum nilai absorban terkecil yaitu pada bahan absorban zeolit (2%), sedangkan absorbansi

terbesar pada bentonit (2%). Dari hasil ini secara berurutan bahan yang memiliki daya absorban lebih baik

yaitu zeolit (2%), bentonit (4%), arang aktif (4%), arang aktif (2%), dan bentonit (2%).

Metode adsorpsi selanjutaya adalah proses penarikan air. Proses penarikan air bertujuan untuk

mengambil sejumlah air yang terkandung dalam minyak atsiri agar mutunya dapat meningkat. Minyak

yang dihasilkan setelah dilakukan penarikan air adalah minyak dengan warna yang lebih jernih dan

bening. metode penarikan air. Penarikan minyak atsiri dengan metode penarikan air merupakan metode

yang paling sederhana, ekonomis dan murah dalam pengerjaannya (Guenther, 1987). Penambahan natrium

sulfat anhidrat ini dimaksudkan untuk menarik air yang masih terdapat dalam minyak atsiri dimana air

akan ditarik oleh natrium sulfat anhidrat hingga dihasilkan minyak atsiri dengan kemurnian yang tinggi.

Semakin tinggi konsetrasi natrium sulfat anhidrat maka semakin tinggi pula daya serapnya terhadap air.

Hasil uji dalam praktikum dalap dilihat pada lampiran. Sama halnya dengan pemucatan, nilai absorbansi

tertinggi menunjukan nilai konsentrasi yang tinggi pula.

Pada penarikan air ini digunakan Na2SO4 yang berfungsi untuk menarik air dari minyak atsiri.

Dengan penambahan Na2SO4 diharapkan kadar air yang terkandung dalam minyak dapat berkurang. Jika

dengan penambahan awal Na2SO4 minyak tersebut belum menunjukkan penambahan kejernihan, maka

kembali ditambahkan Na2SO4 ke dalam minyak tersebut. Air yang dapat ditarik dengan penambahan

Na2SO4 ini kurang banyak. Hal ini dikarenakan air yang terkandung dalam minyak sereh ini tidak

sepenuhnya terambil. Kesalahan terjadi pada ketidaktelitian praktikan dalam melakukan praktikum, karena

jika warna minyak masih gelap, berarti kandungan air yang ada dalam minyak masih banyak. Kegagalam

dalam praktikum dikarenakan pada penambahan Na2SO4 yang belum optimal atau yang tidak terus

ditambahkan ketika minyak masi terlihat keruh.

Adanya kandungan air dalam minyak atsiri memperbesar resiko terjadinya hidrolisis. Hidrolisis

adalah peruraian senyawa oleh pengaruh air. Salah satu kandungan minyak atsiri adalah ester. Ester bila

terkena air terutama pada suhu tinggi dapat bereaksi dengan menghasilkan asam karboksilat dan senyawa

alkohol. Pada peristiwa hidrolisis ini, ternyata hanya sebagian senyawa ester yang bereaksi dengan air,

hingga bila keseimbangan tercapai maka akan terjadi suatu campuran yang terdiri atas sisa ester, asam

karboksilat dan senyawa alkohol yang dihasilkan. Pengaruh hidrolisis pada penyulingan uap dan air lebih

kecil bila dibandingkan dengan penyulingan air. Pada penyulingan air, terjadi kontak yang lama antara air

dan minyak atsiri sehingga hidrolisis dapat terjadi dalam waktu yang lama. Bila hidrolisis terhadap ester

terjadi maka akan mempengaruhi kualitas minyak atsiri yang dihasilkan.

Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung ion. Bagian

hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar yaitu pada bagian

(3CH3(CH2)16), sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air yaitu pada bagian (CO2- Na+).

Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut

dalam air.

Metode pemurnian minyak atsiri selanjutnya dilakukan dengan cara pengkelatan. Pengkelatan

adalah pengikatan logam dengan cara menambahkan senyawa pengkelat dan membentuk kompleks logam

senyawa pengkelat (Ekholm et al., 2003) Proses pengikatan logam sendiri merupakan proses

keseimbangan pembentukan kompleks logam dengan senyawa pengkelat. Proses pengkelatan dipengaruhi

oleh konsentrasi senyawa yang ada, jenis pengkelat, kecepatan dan cara pengadukan, waktu kontak dan

teknik penyaringan (Karmelita, 1991). Proses ini dilakukan dengan cara yang sama hanya dengan

mengganti adsorben dengan senyawa pengkelat. Senyawa pengkelat yang cukup dikenal dalam proses

pemurnian minyak atsiri, antara lain asam sitrat, asam malat, asam tartarat dan EDTA (Karmelita, 1997;

Marwati et al., 2005;Moestafa et al., 1990). Pada praktikum digunakan juga asam sitrat dan asam tartarat.

Prinsip pengkelatan dengan asam –asam tersebut pada dasarnya adalah reaksi antara asam-asam organic

lemah yang mempunyai kemampuan untuk mengikat logam dengan pengkhelatan. Asam sitrat dan asam

taraftalat meruapakn salah satu asam organic lemah yang biasa digunakan untuk pengkhelatan.

Proses pengikatan logam sendiri nmerupakan proses keseimbangan pembentukan kompleks

logam dengan senyawa pengkelat. Berarti proses pengkelatan dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa yang

ada. Secara umum kesembangan reaksinya dapat ditulis sebagai berikut:

L-+S-→ LS

L = logam

S = senyawa pengkelat

LS = kompleks logam-senyawa pengkelat

Pada praktikum kali ini minyak yang digunakan untuk menguji proses pengkelatan ini adalah

minyak sereh. Setelah Senyawa pengkhelat yang digunakan adalah EDTA yang bersifat asam dengan ion

negatif (-), sedangkan logam akan diikat bersifat positif karena adanya perbedaan muatan tersebut

menyebabkan logam yang terdapat di dalam minyak atsiri dapat diikat dengan senyawa tersebut, sehingga

minyak sereh bebas dari logam. Proses flokulasi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kecepatan

pengadukan, jenis flokulan dan banyaknya flokulan yang ditambahkan.

Penambahan flokulan berupa asam sitrat pada proses pengkhelatan yang dilakukan pada

praktikum kali ini dapat melepas ion logam dari senyawa fenol, sehingga ion logam ini dapat terikat pada

senyawa asam sitrat yang ditambahkan. Hal ini dapat membuat minyak yang awalnya berwarna lebih

gelap menjadi lebih jernih karena telah terikatnya senyawa logam pada asam sitrat dan senyawa fenol

yang terkandung lebih murni. Contoh diperoleh nilai flokulasi sebesar 0,638 g Hal ini membuktikan

bahwa kandungan logam yang ada pada minyak telah terikat pada asam sitrat. Asam sitrat tersebut

membentuk endapan dan pada akhir proses asam sitrat tersebut disaring menggunakan kertas saring. Hasil

dari uji penghelatan dapat dilihat pada lampiran. Nilai absorban tertinggi menunjukan tingkat kejernihan

warna yang masih rendah. Nilai absorban tertinggi pada bahan asam tartarat (3%) dan nilai absorban

terendah adalah pada asam tartarat (2%).

Metode yang terakhir dilakukan selanjutnya adalah metode deterpenasi. Deterpenasi adalah salah

satu metode pemurnian minyak atsiri dengan menghilangkan sebagian atau seluruh komponen terpen

dalam minyak atsiri. Seperti yang diketahui, minyak atsiri mengandung campuran hidrokarbon (terpen,

sesquiterpen, dsb), senyawa hidrokarbon teroksigenasi (alkohol, ester, aldehid, fenol) serta sejumlah

residu tak menguap seperti lilin dan parafin.

Senyawa hidrokarbon teroksigenasi atau non-terpen (terpen-o) merupakan komponen utama yang

menyebabkan bau wangi pada minyak atsiri. Oleh karena itu, komponen ini merupakan komponen yang

penting dan sangat berharga. Adapun terpen dan sesquiterpen merupakan komponen yang mudah

teroksidasi dan teresinifikasi degan pengaruh cahaya, udara, atau karena kondisi penyimpanan yang

kurang baik sehingga dapat merusak bau, flavor, dan menurunkan kelarutan minyak atsiri dalam alkohol.

Karakter campuran hidrokarbon (terpen) dalam minyak atsiri adalah sukar larut dalam alkohol,

cenderung teroksidasi sehingga menurunkan mutu, dan berkontribusi rendah terhadap bau dan aroma

minyak yang dihasilkan. Terpen yang terkandung dalam suatu minyak atsiri akan menurunkan kualitas

minyak atsiri berupa bau yang kurang baik. Sifat kesukaran larut komponen terpen dalam alkohol dapat

dimanfatkan untuk memisahkan komponen tersebut dari minyak atsiri dengan cara melarutkan komponen

tersebut dengan pelarut yang sesuai. Fraksi terpen akan larut dalam pelarut non-polar sedangkan terpen-o

akan larut dalam pelarut polar. Prinsip deterpenasi yang dilakukan pada praktikum adalah menghilangkan

terpen dari minyak atsiri dengan cara memisahkan terpen dan terpen-o berdasarkan sifat kelarutannya.

Metode umum pemisahan atau pengurangan terpen yaitu destilasi bertingkat dalam kondisi

vakum, ekstraksi secara selektif dengan menggunakan pelarut (cair-cair), dan kromatografi menggunakan

gel silica. Namun, yang paling banyak digunakan adalah metode ekstraksi cair-cair atau menggunakan

pelarut. Biasanya pelarut yang digunakan adalah pelarut polar dan non polar, dimana fraksi terpen akan

terlarut dalam pelarut non polar dan fraksi terpen-o akan terlarut dalam pelarut polar. Metode

penghilangan senyawa terpen atau terpenless biasa dilakukan terhadap minyak atsiri yang akan digunakan

dalam pemuatan parfum, karena minyak yang dihasilkan akan memberikan aroma yang lebih baik

(Hernani et al., 2002; Sait dan Satyaputra, 1995).

Pada praktikum ini, deterpenasi minyak kayu putih dilakukan dengan menggunakan pelarut

etanol. Etanol merupakan pelarut polar sehingga akan melarutkan komponen terpen-o. Minyak kayu putih

mula-mula dicampur dengan pelarut etanol dengan perbandingan 1:4 dan dimasukkan ke dalam

erlenmeryer. Kemudian campuran tersebut dimasukkan ke dalam labu pemisah dan didiamkan selama 24

jam. Hal ini ditujukan untuk memisahkan fraksi terpen dengan terpen-o. Setelah terbentuk dua lapisan

maka dapat dilakukan penambahan pelarut heksan sebagai pelarut non-polar yang melarutkan terpen

sehingga komponen terpen dan terpen-o dapat terpisah dengan lebih sempurna. Larutan yang telah

membentuk dua lapisan ini kemudian dilakukan pengeluaran lapisan bagian bawahnya (terpen yang

terlarut dalam heksan) dengan labu pemisah. Bagian terpen ini dikatakan telah dihilangkan dari minyak

atsiri sehingga pada labu pemisah tertinggal komponen terpen-o yang terlarut dalam etanol (pelarut polar).

Selanjutnya komponen terpen-o yang terlarut dalam etanol akan dipisahkan dengan cara evaporasi pada

suhu penguapan etanol atau sekitar 65-68oC dengan vacuum rotary evaporator. Proses evaporasi

dilakukan sampai etanol tidak lagi menetes pada labu penampung atau telah menguap seluruhnya dari

minyak kayu putih. Berdasakan hasil praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa minyak yang

dilakukan deterpenasi memiliki bau yang lebih tajam dibanding blanko atau baunya lebih baik dibanding

dengan minyak yang belum dideterpenasi. Hal ini menunjukkan bahwa komponen terpen yang

mengurangi ketajaman bau minyak telah hilang akibat deterpenasi yang dilakukan.

Metode pemurnian yang disebutkan di atas hanya merupakan beberapa metode yang digunakan

untuk menaikkan mutu minyak atsiri. Mutu atsiri sendiri ditentukan oleh beberapa factor. Faktor lain yang

berperan dalam menentukan mutu minyak atsiri di antaranya yaitu jenis tanaman, umur panen, perlakuan

bahan sebelum penyulingan, jenis peralatan yang digunakan dan kondisi prosesnya (seperti metode

penyulingan, jumlah bahan,dan lama penyulingan), perlakuan minyak setelah penyulingan, pengemasan,

dan penyimpanan. Kondisi proses selain dapatmempengaruhi mutu juga dapat mempengaruhi

rendemenminyak hasil penyulingan. Penanganan bahan yang kurang tepat sebelum penyulingan, dapat

mengakibatkan kehilangan minyak atsiri cukup besar dan juga dapat menurunkan mutunya.

Menurut Ketaren (1985) perlakuan pendahuluan terhadap bahan dapat mempertinggi rendemen

dan mutu minyak yang dihasilkan. Beberapa cara perlakuan pendahuluan yang dapat dilakukan antara lain

pengecilan ukuran bahan, pengeringan, pelayuan,dan fermentasi oleh mikroorganisme. Pelayuan dan

pengeringan dimaksudkan untuk menguapkan sebagian air dalam bahan,sehingga penyulingan lebih

mudah dan lebih singkat, sedangkanperajangan dapat menambah luas permukaan bahan sehingga

memungkinkan jumlah minyak yang diperoleh lebih besar.

Kualitas atau mutu minyak atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah dari masing-masing

minyak tersebut dan bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya, adanya bahan-bahan asing akan

merusak mutu minyak atsiri. Komponen standar mutu minyak atsiri ditentukan oleh kualitas dari minyak

itu sendiri dan kemurniannya. Kemurnian minyak dapat diketahui dengan penetapan kelarutan uji lemak

dan mineral. Selain itu,faktor yang menentukan mutu adalah sifat-sifat fisika-kimia minyak, seperti

bilangan asam, bilangan ester, dan komponen utama minyak.

Sifat dan mutu minyak atsiri dapat diketahui dengan melakukan pengujian sifat fisiko-kimia.

Pengetahuan mengenai sifat tersebut juga diperlukan untuk mendeteksi pemalsuan minyak, mengevaluasi

mutu dan kemurnian minyak, dan juga mengidentifikasi jenis dan kegunaan minyak. Analisis mutu

selanjutnya dilakukan dengan membandingkan dengan SNI minyak sereh yaitu SNI 06-3953-1995.

Persyaratan standar mutu atsiri akan mentukan persyaratan pasar dunia. Apabila minyak atsiri memenuhi

kualitas sesuai standar yang ditetapkan, makan harga jual dan kemapuan produk untuk menembus pasar

baik untuk lokal maupun dunia akan lebih tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu analisis mutu

minyak atsiri yang tepat untuk menentukan kualitas dan kelas dalam pemasarannya.

Spesifikasi Persyaratan Mutu dan Jenis uji dan syarat mutu sebagai rekomendasi (SNI 06-3953-

1995)

Pada praktikum dilakukan proses pengujian sifat fisiko kimia untuk mengetahui mutu minyak

sereh. Sifat fisik yang berpengaruh yaitu penampakan warna dan bobot jenis. Sedangkan sifat kimia yang

berpengaruh yaitu putaran optic, indeks bias, sisa penguapan, dan kelarutan dalam alcohol. Pengujian

mutu yang pertama yang akan dibahas yaitu bobot jenis. Bobot jenis merupakan salah satu indikator untuk

menentukan adanya pemalsuan minyak atsiri yang merupakan analisis untuk menggambarkan kemurnian

minyak. Penentuan bobot jenis minyak merupakan salah satu cara analisa yang dapat menggambarkan

kemurnian minyak. Bobot jenis minyak menunjukkan kerapatan minyak atsiri pada suhu 25˚C terhadap

kerapatan air suling pada suhu yang sama. Alat yang digunakan adalah piknometer. Bobot jenis minyak

umumnya berkisar antara 0.696 -1.119 dan bobot jenis minyak tersebut tidak melebihi nilai 1.000.

Menurut Ketaren (1985), penambahan dengan bahan pencampur lain yang mempunyai bobot

molekul besar dapat menaikkan bobot jenisnya. Bobot jenis dipengaruhi berbagai faktor antara lain bobot

bahan yang disuling, lama penyulingan maupun interaksi antar keduanya. Prinsip uji bobot jenis adalah

perbandingan antara berat miyak dengan berat air pada suhu dan volume yang sama. Lama penyulingan

menentukan jumlah fraksi-fraksi berat yang terkekstraksi. Semakin lama waktu penyulingan, semakin

besar bobot jenisnya. Hasil praktikum menunjukkan hasil bobot jenis yang diperoleh berkisar antara 0,854

hingga 0,870. Sedangkan menurut SNI 06-3953-1995, standar mutu untuk bobot jenis minyak sereh yaitu

0,880-0,922. Hal ini menunjukkan bahwa bobot jenis minyak atsiri yang digunakan pada praktikum

memiliki kualitas yang kurang baik. Kurangnya bobot jenis minyak mungkin disebabkan karena perlakuan

yang kurang tepat pada pengolahan maupun penyimpanan minyak sereh tersebut.

Pengujian mutu minyak sereh selanjutnya adalah selanjutnya adalah putaran optik. Senyawa optis

aktif adalah senyawa yang dapat memutar bidang polarisasi, sedangkan yang dimaksud dengan polarisasi

adalah pembatasan arah getaran (vibrasi) dalam sinar atau radiasi elektromagnetik yang lain. Untuk

mengetahui besarnya polarisasi cahaya oleh suatu senyawa optis aktif, maka besarnya perputaran itu

bergantung pada beberapa faktor yakni struktur molekul, temperatur, panjang gelombang, banyaknya

molekul pada jalan cahaya, jenis zat, ketebalan, konsentrasi dan juga pelarut (Ma’mun, 2010). Jadi,

terdapatnya bahan kimia lain atau bahan pengotor maka akan mempengaruhi putaran optiknya. Standar

mutu dari minyak sereh sudah dicantumkan di SNI 06-3953-1995 bahwa standar untuk putaran optik dari

minyak sereh adalah -1.275. Dari hasil uji putaran optik praktikum didapat minyak atsiri sampel memiliki

putaran optik yaitu -0.70 sampai -0.5

0. Jadi kandungan dari minyak sereh yang diuji masih kurang murni.

Hal ini mungkin disebabkan karena minyak sereh yang diuji telah terlebih dahulu diberi perlakuan khusus.

Selanjutnya dilakukan pengujian mutu untuk indeks bias. Indeks bias adalah kemampuan cahaya

merambat dalam suatu zat berdasarkan molekul-molekul penyusun dari zat tersebut. Sedangkan

berdasarkan persamaan matematis, indeks bias adalah perbandingan cepat rambat cahaya di ruang hampa

(c) terhadap cepat rambat cahaya di medium tersebut (v). Pengukuran indeks bias minyak sereh pada

praktikum ini menggunakan refraktor abbe. Refraktometer merupakan alat untuk menentukkan indeks bias

suatu medium. Sedangkan Refraktometer ABBE merupakan alat pengukur indeks bias suatu zat cair yang

mempunyai indeks bias antara 1,3 dan 1,7. Prinsip kerja alat ini berdasarkan sudut kritis, dimana sudut

kritis diantara dua medium adalah sudut datang sinar dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat

yang menghasilkan sudut bias sama dengan 90o. Penggunaan refraktometer jenis ini memperhitungkan

suhu, di mana menurut hasil penelitian Saputra (2006), suhu dapat mempengaruhi absorbansi dari

refraktometer terhadap bahan yang diukur. Pada penelitiannya, terlihat hasil bahwa semakin tinggi suhu,

nilai indeks bias semakin tinggi pula. Hal ini karena semakin tinggi suhu, nilai absorbansi juga semakin

bertambah. Dari hasil praktikum ini, indeks bias yang diperoleh dari kelima kelompok hampir sama.

Adanya perbedaan suhu namun sangat kecil, berkisar antara 27,8 - 29,3oC. Untuk ketepatan dengan SNI,

hasil yang diamati sudah tepat sesuai dengan suhu yang tertera pada refraktometer. Adanya perbedaan

terjadi karena ketepatan mata tiap orang dalam melihat tidak sama. Selain itu, perbedaan suhu yang

sangatlah kecil juga dapat mempengaruhi indeks bias yang diperoleh dari refraktometer.

Pengujian berikutnya adalah kelarutan dalam alcohol. Mutu dari minyak sereh juga dapat

ditentukan dari kelarutan dalam alkohol. Kelarutan dalam alkohol menandakan bahwa fraksi mengandung

hidrokarbon teroksigenasi yang bersifat polar dan larut dalam alkohol 70 %. Dengan kata lain bahwa

semakin mudah larut suatu minyak dalam alkohol, minyak tersebut semakin banyak mengandung

senyawa-senyawa polar. Senyawa polar pada umumnya mempunyai nilai dan banyak digunakan dalam

pembuatan formula-formula obat maupun parfum (Ma’mun, 2010). Pencampuran bahan minyak atsiri

dengan bahan-bahan lain dapat mempengaruhi kelarutannya. Misalnya pencampuran antara minyak atsiri

dengan bahan kimia petroleum akan menurunkan nilai kelarutannya dalam alkohol dan akhirnya bahan

tercampur tersebut terpisah dari minyak atsiri. Umur minyak juga berpengaruh terhadap mutu minyak

atsiri. Selama penyimpanan akan memungkinkan terbentuk senyawa-senyawa polimer, sehingga bisa

menurunkan daya larut dalam alkohol. Standar mutu dari kelarutan minyak sereh dalam alkohol juga

dicantumkan dalam SNI no 06-3953-1995. Berdasarkan SNI tersebut, nilai kelarutan dari minyak sereh

dalam alkohol adalah 1:1. Dari hasil praktikum dapat diketahui bahwa kelarutan dalam alkohol minyak

sereh sampel adalah 1:3 sampai 1:5. Hasil percobaan tersebut membuktikan bahwa minyak sereh memiliki

tingkat kelarutan yang rendah pada alkohol. Maka minyak sereh yang diuji mengandung sedikit senyawa

polar dan kemungkinan terdapat campuran dengan bahan-bahan petroleum lain, sehingga dalam

penggunaannya kurang baik bagi produk parfum.

Parameter mutu yang diuji selanjutnya adalah sisa penguapan. Sisa penguapan adalah banyaknya

sisa dari minyak atsiri setelah mengalami penguapan dinyatakan dalam persen bobot/bobot (%b/b). nilai

ini didapat setelah menguapkan sejumlah minyak atsiri di atas penangas. hasil pengamatan berturut turut

menunjukan angka 86%, 91,4%, 91,8%, 98% dan 93%. Dari data hasil penguapan yang didapat

menunjukan bahwa kadar minyak atsiri yang terdapat pada bahan masih tinggi, hanya beberapa persen

saja bahan lain yang terkendandung pada minyak yang menguap.

Parameter mutu yang duji terakhir adalah warna. Kriteria mutu berdasarkan SII 0025/1979 untuk

minyak sereh wangi jawa adalah berwarna kuning pucat sampai kuning kecoklatan. Hasil dari

pengamatan warna pada minyak sereh wangi ketika praktikum adalah berwarna kuning. Ini menunjukan

bahwa warna minyak sereh tersebut sesuai dengan SNI yang ada.

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemurnian minyak atsiri adalah proses untuk menghilangkan komponen pada minyak atsiri yang

keberadaannya dapat menurunkan kualitas minyak atsiri sehingga mempunyai harga jual yang lebih

tinggi. Permurnian dapat dilakukan secara fisik atau kimia. Contoh proses fisik yaitu redestilasi.

sedangkan contoh proses kimia di antaranya; adsorpsi, pengkelatan, dan deterpenasi.

Pada prinsipnya adsoprsi merupakan proses pengikatan oleh permukaan adsorben padatan atau

cairan terhadap adsorbat atom, ion, atau molekul lainnya. Hasil praktikum menunjukkan bahwa adsorben

terbaik yang mengasilkan absorbansi tertinggi yaitu bentonit dengan nilai 107,6. Pengkhelatan merupakan

proses yang dilakukan untuk akan menghilangkan kandungan logam pada minyak atsiri. Prinsip

pengkelatan sendiri yaitu reaksi antara asam-asam organic lemah yang mempunyai kemampuan untuk

mengikat logam dengan pengkhelatan. Hasil praktikum menunjukkan asam tartarat menunjukkan nilai

absorbansi yang lebih besar dibandingkan dengan asam sitrat. Pemucatan merupakan proses

menghilangkan kandungan zat pewarna yang tidak diinginkan. Dari hasil ini secara berurutan bahan yang

memiliki daya absorban lebih baik yaitu zeolit (2%), bentonit (4%), arang aktif (4%), arang aktif (2%),

dan bentonit (2%). Penarikan air merupakan proses mengurangi kandungan air yang berpotensi membuat

terjadinya reaksi hidrolisis dalam minyak. Nilai absorbansi tertinggi diperoleh oleh kelompok 4 yaitu 94,2

dengan kadar Na2SO4 2,5%. Pada deterpenasi minyak kayu putih yang telah dilakukan diketahui bahwa

minyak yang telah dilakukan deterpenasi mamiliki bau yang lebih tajam. Deterpenasi ini dilakukan

berdasarkan perbedaan sifat kelarutan komponen terpen dan terpen-o dalam minyak dengan ekstraksi

pelarut polar dan non polar.

Untuk mengatahui standar dan kualitas minyak atsiri diukur dengan menganalisis sifat fisiko

kimia. Sifat fisik yang berpengaruh yaitu penampakan warna dan bobot jenis. Sedangkan sifat kimia yang

berpengaruh yaitu putaran optic, indeks bias, sisa penguapan, dan kelarutan dalam alcohol. Setelah

dibandingkan dengan SNI 06-3953-1995 minyak sereh yang diuji pada praktikum memiliki mutu yang

kurang baik karena pengujian bobot jenis hasilnya berkisar antara 0,0854-0,870 sedangkan menurut SNI

adalah 0,880-0,992, putaran optis hasilnya berkisar antara -0,5o - -0,7

o sedangkan menurut SNI adalah

1,466 – 1,475, kelarutan dalam alcohol adalah 1:3 hingga 1:5 sedangkan menurut SNI seharusnya 1:1,

kemudian yang terakhir adalah sisa penguapan hasil yang diperoleh pada praktikum yaitu sebesar 86%-

98%. Untuk warna, warna yang diperoleh sudah berdasarkan SNI yaitu berwarna kuning.

B. Saran

Praktikum sudah berjalan dengan baik. Sebaiknya bahan yang diamati lebih variatif sehingga

pengetahuan mahasiswa semakin bertambah. Jika memungkinkan uji yang belum dilakukan pada saat

praktikum dapat dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Rocky Bentonit Bleaching Earth. http://www.nusagri.com. [ 25 Maret 2013].

Anonim. 2005. Informasi Mineral dan Batubara. http://www.tekmira.esdm.go.id.[25 Maret 2013].

Anonimous. 1980. Hasil Penelitian Minyak Nilam. Komunikasi No. 21. Periode 1979/1980. Balai

Penelitian Kimia, Aceh.

Boshi QH, Y Tim Xy Dong, Bay S, Sin Y. 2003. Chitosan Coated Silica Bead As Immobilized Metes

Affinity Support For Protein Absorption. Biochem Eng J 3 (16) : 284-289

Cheremisinoff, P.N dan F. Ellerbuch. 1978. Carbon Adsorption Hand Book. Ann Arbor Science Publ. Inc,

Michigan.

Djatmiko. B, Ketaren. S, Sri Setyahartini. 1985. Pengolahan Arang dan Kegunaannya. Fateta IPB, Bogor.

Agroindustri Press.

Ekholm P., L. Virkki, M. Ylinen, and L. Johanson. 2003. The effect of phytic acid and some natural

chelating agents on solubility of mineral elemets in aot bran. Food Chem.

Glenn, M. Roy. 1993. Activated Carbon Applications in The Food and Pharmaceutical Industries. Calgon

carbon Corporation.

Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri Jilid I. Terjemahan S. Ketaren. UI Press, Jakarta.

Hernani, Munazah dan Ma’mun. 2002. Peningkatan Kadar Patchouli Alkohol dalam Minyak Nilam

(Pogestemon cublin Benth.) melalui Proses Deterpenisasi. Prosiding Simposium Nasional II

Tumbuhan Obat dan Aromatik. LIPI, Bogor.

Karmelita, L. 1991. Mempelajari cara pemucatan minyak daun cengkeh (Syzigium aromaticum L.)

dengan asam aspartat. Bogor: IPB Bogor.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka, Jakarta

Kirk, R.E dan D.F. Othmer. 1954. Encyclopedy of Chemical Technology Volume 14. Interscience

Publisher. New York, Amerika Serikat.

Leduc, Marc. 2005. Bentonit Clay for Internal Healing. http://www.healingdaily.com. [25 Maret 2013].

Ma’mun.2010. KARAKTERISTIK BEBERAPA MINYAK ATSIRI DALAM

PERDAGANGAN.http://balittro.litbang.deptan.go.id/ind/images/stories/Buletin/20062/6-

zingiber.pdf(terhubung berkala). 26 Maret 2013.

Nieuwenhuizen MS, and Barendez AW. 1987. Processed Involved at the Chemical Interface of S A W.

Chemosensor and Actuation. 11. p 45.

Prutton M. 1982. Surface Physics. Oxford Physics Series. Second Editions.

Sait, S dan I. Satyaputra. 1995. Pengaruh Proses Deterpenasi Terhadap Mutu Obat Minyak Biji Pala.

Yogyakarta.

Samuel, D. Faust and Osma, M. Aly. 1983. Chemistry of Water Treatment. Better Works Publishers.

Saputra, Dhoni. 2006. Pengaruh Suhu Pemanasan Terhadap Sifat Optik Lapisan Tipis MnS yang

Ditumbuhkan Dengan Metode Chemical Bath Depostio. Departemen Fisika FMIPA. IPB.

Sastrohamidjojo, Hardjono. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

Theng, B.K.G. 1979. Formation and Properties of Clay-Polymer Complexes. Elsevier Scientific

Publishing Company. New York.

Van Tessel PR, Davis HT, and Mc Cormick AV. 1994. New lattice model foradsorption of small

molecules in zeolite micropores. AIChE J. 40:925-1009.

LAMPIRAN

Data Hasil Uji Pemurnian Atsiri

Absorbansi blanko: 92,7.

1. ADSORBSI

a) Pemucatan

Nilai absorbansi

Bahan Kel.1 (2%) Kel.2 (4%) Kel.3 (2%) Kel.4 (4%) Kel.5 (2%)

Arang aktif 88,9 87,8 - - -

Bentonit - - 107,6 86,2 -

Zeolit - - - - 72

b) Penarikan air

Nilai absorbansi

Bahan Kel.1 (1%) Kel.2 (1,5%) Kel.3 (2%) Kel.4 (2,5%) Kel.5 (3%)

Na2SO4 94 92,2 93,8 94,2 72

2. PENGKHELATAN

Nilai absorbansi

Kel.1 (1%) Kel.2 (2%) Kel.3 (3%) Kel.4 (1%) Kel.5 (2%)

Asam tartarat 95,6 12,69 95,9 - -

Asam sitrat - - - 94 95,2

3. DETERPENASI