analisa integrasi pasar dan transmisi harga
TRANSCRIPT
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
1/139
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA
BERAS PETANI-KONSUMEN DI INDONESIA
TESIS
FIRDAUSSY YUSTININGSIH
1006741513
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK
JAKARTA
DESEMBER 2012
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
2/139
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISA INTEGRASI PASAR DAN TRANSMISI HARGA
BERAS PETANI-KONSUMEN DI INDONESIA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Ekonomi
FIRDAUSSY YUSTININGSIH
1006741513
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK
KEKHUSUSAN EKONOMI PERSAINGAN USAHAJAKARTA
DESEMBER 2012
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
3/139
ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwatesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarism sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.
Jakarta, 28 Desember 2012
(Firdaussy Yustiningsih)
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
4/139
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Firdaussy Yustiningsih
NPM : 1006741513
Tanda Tangan :
Tanggal : Desember 2012
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
5/139
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh : Nama : Firdaussy Yustiningsih NPM : 1006741513
Program Studi : Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik
Judul Tesis : Analisa Integrasi Pasar dan Transmisi Harga Beras
Petani-Konsumen di Indonesia
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Magister Ekonomi pada Program Studi Magister Perencanaan DanKebijakan Publik, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Dr. Ir. Widyono Soetjipto M.Sc ( )
Penguji : Iman Rozani S.E., M.Sc ( )
Penguji : Dr. Aris Yunanto S.TP., M.S.E ( )
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : Desember 2012
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
6/139
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Ekonomi
Program Studi Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik pada Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu,
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
(1) Bapak Dr. Widyono Soetjipto, selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan tesis ini;
(2) Bapak Iman Rozani S.E., M.Sc dan Bapak Dr. Aris Yunanto, selaku dosen
penguji tesis, yang telah memberikan masukan terhadap isi tesis ini;
(3) Bapak Dr. Riyanto, selaku narasumber, yang telah memberikan masukan dan
bantuan terkait model ekonometri yang digunakan dalam tesis ini;
(4) Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU), yang telah
menyediakan dana beasiswa untuk menempuh studi S-2 pada Program Studi
Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik di Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia;
(5) Bapak Mulangin dari BPS dan Bapak Eri dari PT. Food Station Cipinang,
yang telah mendukung perolehan data dalam tesis ini;
(6)
Bapak Taufik Ariyanto, selaku Kepala Biro Pengkajian, atas ide, arahan, danmasukannya selama penulisan tesis ini;
(7)
Suami, orang tua, dan keluarga tercinta, atas doa, dukungan, dan
bantuannyanya selama penulisan tesis ini;
(8) Mas Daniel, Mba Riris, Mba Nuring, Mba Indar, Mba Noor, dan rekan-rekan
KPPU yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan dan
penyusunan tesis ini
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
7/139
vi
(9) Liasari, Wiwit, Vidi, Mba Febby, Mba Endang, Mba Metty, Mba Ita, Mba
Leni, Mba Indi, Mba Ance, dan seluruh rekan-rekan MPKP FEUI Angkatan
XXIII Sore yang telah menjadi teman dan sahabat seperjuangan selama masa
perkuliahan ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan.
Jakarta, Desember 2012
Penulis
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
8/139
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Firdaussy Yustiningsih
NPM : 1006741513
Kekhususan : Ekonomi Persaingan Usaha
Program Studi : Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik
Fakultas : Ekonomi
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif ( Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Analisa Integrasi Pasar dan Transmisi Harga Beras Petani-Konsumen
di Indonesia
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada Tanggal : ___ Desember 2012
Yang menyatakan
(Firdaussy Yustiningsih)
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
9/139
viii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Firdaussy Yustiningsih
Program Studi : Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik
Judul Tesis : Analisa Integrasi Pasar dan Transmisi Harga Beras Petani-Konsumen di Indonesia
Tesis ini dilatarbelakangi oleh fenomena disparitas harga beras Indonesia yang
semakin melebar antara level petani dengan level konsumen, sejak tahun 1998.Padahal, sebagai komoditas yang strategis, kebijakan perberasan seharusnya
mampu menjamin harga beras yang tinggi di level petani namun tetap terjangkau
di level konsumen.
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk melakukan analisis pergerakan harga gabahkering panen (GKP) di level petani dengan harga beras di level konsumen, dengan
menggunakan pendekatan teori Asymmetric Price Transmission, dan (2)menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat integrasi pasar dan
transmisi harga beras petani – konsumen, yang dikaitkan dengan kondisi struktur
dan perilaku pedagang perantara beras di Indonesia.
Model yang digunakan dalam analisa adalah model error correction (ECM), yangdiestimasi dari pergerakan data harga GKP di level petani dengan harga beras di
level konsumen. Data yang digunakan adalah data sekunder bulanan dengan
rentang waktu (time series) dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2011.
Hasil pendugaan model menunjukkan bahwa dalam jangka pendek transmisiharga GKP petani terhadap harga beras konsumen bersifat simetris, sementara
dalam jangka panjang bersifat asimetris. Fenomena transmisi harga tidak simetris pada jangka panjang disebabkan oleh dua hal, yaitu (1) penyalahgunaan market
power oleh pedagang perantara, dan (2) kebijakan Pemerintah.
Pedagang perantara mendapatkan market power dari kondisi struktur pasar yang
bersifat oligopolistik, dimana jumlah pedagang perantara relatif lebih sedikitdibandingkan dengan jumlah petani dan konsumen. Hal ini menyebabkan
pedagang perantara memiliki posisi tawar yang lebih tinggi, sehinggamemudahkan pedagang perantara untuk mengendalikan harga.
Dalam hal kebijakan Pemerintah, berbagai kebijakan perberasan dirancang untuk
mengintervensi harga di level petani agar berada di atas level harga Pemerintah,
sementara harga di level konsumen diserahkan kepada mekanisme pasar. Hal inimenimbulkan persepsi pedagang perantara bahwa penurunan harga GKP petani
hanya bersifat sementara, sehingga pedagang perantara tidak segera bereaksi
terhadap penurunan harga GKP petani.
Kata kunci :
Integrasi pasar, transmisi harga vertikal, rantai pemasaran beras, market power ,Indonesia
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
10/139
ix Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Firdaussy Yustiningsih
Study Program : Master of Planning and Public Policy
Title : Analysis of Market Integration and Price Transmission onFarm - Retail Rice Price in Indonesia
The background of this thesis is due to the price disparity between the farm level
and the consumer retail in rice sectors in Indonesia. The anomaly is the pricedisparity has widened after the liberalization of the rice market in 1998. As a
strategic commodity in Indonesia, the government should develop a policy that
can guarantee the price of rice is high at the farmers level and remain affordable at
the consumer level.
The goal of this research is (1) to analyze the price transmission between the farm
level and the consumer level in rice sector, by using the Asymmetric PriceTransmission approach, and (2) to explain the factors that affect the level of
market integration and rice price transmission between the farm level and the
consumers level, which associated with the condition of the structure and behavior
of Indonesian rice middle man.
The model used in the analysis is the error correction model (ECM), which is
estimated from the movements of rice price in the farm level with the consumer
level. The data used are monthly price in each level from 2000 to 2011.
Based on the model, the price transmission from the farm level to the consumerlevel is symmetric in the short term. Meanwhile in the long term, the price
transmission is asymmetric. It means that the price transmission is caused by thelong term factors, such as abuse of market power by the middle man and the
government policy.
Middle man get their market power from the market structure of the middle man
level which lead to oligopolistic market, where the number of middlemen arerelatively few compared to the number of farmers and consumers. This causes the
middle man has a higher bargaining position, so they can easily control the prices.
In terms of policy, the Indonesian government prefer to give more protection to
farmer than to consumer. In the farm level, government made the Government
Purchase Price Policy which aims to ensure that the farmer always get a better
price (high price) by selling their rice. While, prices at the consumer level left tothe market mechanism. This gives the perception in the middle man level that the
falling price in the farm level only temporary, because the government will
immediately intervene the market. This makes the middle man not immediately
react for the falling prices in the farm level. On the other hand, the middle man
believe that the rising price in the farm level is permanent, so they will increase
the rice price in the consumers level immediately.
Keywords :
Market integration, vertical price transmission, marketing chain of rice, market
power , Indonesia
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
11/139
x Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………….……. i
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ……………………. iiHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS …………..………….... iii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………… iv
KATA PENGANTAR …………………………………………………… v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……….. viiABSTRAK ……………………………………………………………….. viii
DAFTAR ISI …………………………………………………………….. x
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. xii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. xiii
1. PENDAHULUAN …………………………………………………... 1
1.1.
Latar Belakang …………………………………………………. 11.2.
Perumusan Masalah Penelitian ……………………………….. 5
1.3. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 5
1.4. Manfaat Penelitian …………………………………………….. 61.5.
Hipotesa ………………………………………………………... 6
1.6. Metodologi Penelitian …………………………………………. 6
1.6.1. Data-Data yang Digunakan ……………………………. 6
1.6.2. Metode Analisis ………………………………………… 7
1.6.3. Ruang Lingkup Penelitian …………………………….. 8
1.7. Sistematika Penelitian …………………………………………. 8
1.8. Kerangka Penelitian ………………………………….…………. 9
2. TINJAUAN LITERATUR …………………………………………. 12
2.1. Teori Integrasi Pasar dan Transmisi Harga …………………… 12
2.2. Asymmetric Vertical Price Transmission ………………………. 162.3.
Penyebab Asymmetric Vertical Price Transmission …………… 21
2.3.1. Market Power dan Struktur Pasar Persaingan Tidak
Sempurna ………………………………………………. 22
2.3.2. Adjustment Cost atau Menu Cost ………………………. 26
2.3.3. Return to Scale dalam Produksi ………………………... 28
2.3.4. Karakteristik Produk …………………………………… 29
2.3.5. Kebijakan Pemerintah …………………………………. 30
2.4.
Penelitian Terdahulu …………………………………………… 313. GAMBARAN PERBERASAN INDONESIA ……………………... 35
3.1. Gap Antara Pola Produksi dan Konsumsi Beras ……………… 363.2.
Gambaran Distribusi Beras di Indonesia ……………………… 39
3.3. Kebijakan Perberasan Indonesia ……………………………..... 44
3.3.1. Kebijakan Produksi …………………………………….. 46
3.3.2. Kebijakan Harga ………………………………………... 49
3.3.3. Kebijakan Impor ……………………………………….. 53
3.3.4. Kebijakan Distribusi ……………………………………. 55
3.4. Kebijakan Pemerintah dan Perkembangan Harga …………..... 59
3.5. Kebijakan Pemerintah dan Peningkatan Produksi …….……… 61
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
12/139
xi Universitas Indonesia
4. METODOLOGI PENELITIAN …………………………………… 65
4.1. Cakupan Penelitian ……………………………………………. 65
4.2. Metode Analisis ………………………………………………... 68
4.3.
Tahapan Pengujian …………………………………………….. 704.3.1. Tes Stasioner …………………………………………… 70
4.3.2.
Tes Kointegrasi …………………………………………. 72
4.3.3. Tes Kausalitas …………………………………………... 74
4.3.4. Model Simetris Error Correction Model (ECM) ………. 764.3.5.
Tes Asimetri ……………………………………………. 77
4.4. Keterbatasan Penelitian ………………………………………... 80
5. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………... 82
5.1. Analisa Data Deskriptif ………………………………………… 82
5.2. Analisa Time Series …………………………………………….. 86
5.2.1. Uji Stasioner ……………………………………………. 86
5.2.2.
Uji Kointegrasi ………………………………………….. 905.3.
Estimasi Model Asimetris ……………………………………… 91
5.3.1. Uji Kausalitas …………………………………………… 91
5.3.2. Uji Model Simetris ……………………………………… 935.3.3.
Uji Model Asimetris ……………………………………. 95
5.4. Analisa Faktor Penyebab Transmisi Harga Asimetris ………… 107
5.4.1. Biaya Penyesuaian ……………………………………… 107
5.4.2. Kebijakan Pemerintah dan Perilaku Pedagang Perantara. 108
5.4.3. Market Power dan Struktur Pasar ……………………… 111
6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI …………………………... 116
6.1. Kesimpulan ……………………………………………………... 116
6.2.
Rekomendasi ……………………………………………………. 117
DAFTAR REFERENSI …………………………………..……………... 120
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
13/139
xii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Perbandingan Harga Beras Petani-Konsumen ……………. 2
Gambar 1.2. Kerangka Penelitian ………………………………………… 10
Gambar 2.1. Transmisi Harga Tidak Simetris Dari Sisi Kecepatan dan
Besaran ……………………………………………………... 17
Gambar 2.2. Transmisi Harga Tidak Simetris Positif dan Negatif ……... 20
Gambar 3.1. Pola Produksi dan Konsumsi Beras di Indonesia …………. 38
Gambar 3.2. Rantai Pemasaran Beras di Indonesia ……………………... 42
Gambar 3.3. Rantai Distribusi Beras di Pulau Jawa …………………….. 44
Gambar 3.4. Kurva Pembentukan Harga Dasar Gabah …………………. 51
Gambar 3.5. Kurva Pembelian Harga Dasar Pembelian Pemerintah …… 52
Gambar 3.6. Interaksi Pergerakkan Harga Beras dan Kebijakan Perberasan
Indonesia ……………………………………………………. 60
Gambar 3.7. Pertumbuhan Luas Areal Tanam Padi di Indonesia ………. 62
Gambar 3.8. Pertumbuhan Produktivitas Lahan Padi di Indonesia …….. 63
Gambar 3.9. Pertumbuhan Produksi Padi di Indonesia …………………. 63
Gambar 4.1. Tahapan Analisa ………………………………………….... 80
Gambar 5.1. Pergerakan Harga GKP Petani dan Harga Beras Eceran
Konsumen Periode 2000 – 2011 …………………………… 82
Gambar 5.2. Kondisi Supply-Demand saat ECT
+
................................... 104
Gambar 5.3. Kondisi Supply-Demand saat ECT - ................................... 105
Gambar 5.4. Struktur Pasar Gabah dan Beras di Setiap Level Pemasaran. 114
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
14/139
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Perbandingan Jumlah Produksi dan Konsumsi Beras Indonesia... 37
Tabel 3.2. Program Peningkatan Produksi Padi Pemerintah Periode
1959 – 2007 ……………………………………………………. 47
Tabel 5.1. Uji Stasioneritas Data Harga GKP Petani pada level dengan ADF Test ……………………………………………………..... 86
Tabel 5.2. Uji Stasioneritas Data Harga GKP Petani pada level dengan
PP Test ……………………………………………………….... 87
Tabel 5.3. Uji Stasioneritas Data Harga GKP Petani pada first difference
dengan ADF Test …………………………………………….... 88
Tabel 5.4. Uji Stasioneritas Data Harga GKP Petani pada first difference
dengan PP Test ………………………………………………... 88
Tabel 5.5. Uji Stasioneritas Data Harga Beras Konsumen pada level
dengan ADF Test ………………………………….…………… 88
Tabel 5.6. Uji Stasioneritas Data Harga Beras Konsumen pada level
dengan PP Test ……………………………………………….... 89
Tabel 5.7. Uji Stasioneritas Data Harga Beras Konsumen pada first
difference dengan ADF Test …………………………………… 89
Tabel 5.8. Uji Stasioneritas Data Harga Beras Konsumen pada first
difference dengan PP Test ……………………………………... 89
Tabel 5.9. Hasil Uji Kointegrasi pada data Harga GKP Petani dan Harga
Beras Konsumen ……………………………………………..... 91
Tabel 5.10. Hasil Uji Kausalitas dengan Metode Granger Test …………… 92
Tabel 5.11. Hasil Estimasi Model Simetris ………………………………… 93
Tabel 5.12. Hasil Estimasi Model Asimetris Sederhana dengan Metode
Granger-Lee ……………………………………………………. 95
Tabel 5.13. Hasil Pengujian Koefisien Model Asimetris Sederhana ……... 96
Tabel 5.14. Hasil Estimasi Model Asimetris Kompleks dengan Metode
Von Cramon-Taubadel dan Loy ………………….…………… 99
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
15/139
xiv Universitas Indonesia
Tabel 5.15. Hasil Pengujian Koefisien Variabel Harga GKP Petani Periode t
pada Model Asimetris Kompleks ……………………………... 100
Tabel 5.16. Hasil Pengujian Koefisien Variabel Harga GKP Petani Periode t-1
pada Model Asimetris Kompleks ……………………………... 101
Tabel 5.17. Hasil Pengujian Koefisien Variabel Harga Beras Konsumen pada
Periode t-1 pada Model Asimetris Kompleks …….…………… 101
Tabel 5.18. Hasil Pengujian Koefisien Transmisi Harga Jangka Panjang
pada Model Asimetris Kompleks ……………………………… 102
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
16/139
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Beras merupakan komoditas penting bagi penduduk Indonesia. Program
diversifikasi pangan yang gagal dilakukan Pemerintah menyebabkan peran
beras sebagai sumber karbohidrat utama belum tergantikan oleh jenis
pangan lainnya. Tingginya tingkat ketergantungan penduduk Indonesia akan
beras menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat konsumsi beras
tertinggi di Asia Tenggara. Saat ini konsumsi beras di Indonesia mencapai
139 kilogram per kapita per tahun1. Menurut Menteri Pertanian, tingkat
konsumsi beras penduduk Indonesia sudah terlalu banyak, sementara
konsumsi sumber karbohidrat lainnya masih relatif rendah. Contohnya
umbi-umbian yang jumlah konsumsinya hanya 40 gram per kapita per hari ,
dari jumlah ideal 100 gram per kapita per hari2.
Tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap beras, didukung dengan tidak
adanya produk subtitusi, menyebabkan kurva permintaan beras di Indonesia
bersifat inelastis. Dalam teori ekonomi mikro, produk dengan kurva
permintaan inelastis memberikan keuntungan yang besar bagi produsen,
atau dalam hal ini petani beras. Kondisi ini akan menyebabkan petani beras
memiliki posisi tawar yang relatif lebih tinggi dibandingkan konsumen,
sehingga produsen akan dengan mudah menaikan harga beras tanpa harus
takut kehilangan konsumen.
Dari sisi ekonomi makro, harga beras yang terlalu tinggi akan berbahaya bagi perekonomian Indonesia. Sebagai salah satu komoditas utama
pembentuk inflasi, Pemerintah selalu berupaya menjaga harga beras berada
pada suatu tingkat tertentu yang menguntungkan bagi petani dan konsumen
sekaligus. Dalam hal ini, Pemerintah akan menghadapi food price dilemma,
1 Kompas Online, www.kompas.com, “Konsumsi Beras Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara, 7
Februari 20122 Republika Online, www.republika.co.id , “Mentan: Konsumsi Beras Indonesia Terlalu Banyak”,
4 April 2012
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
17/139
2
Universitas Indonesia
dimana petani menginginkan harga beras yang tinggi namun konsumen
menginginkan sebaliknya. Oleh sebab itu kebijakan harga beras yang
diambil Pemerintah diharapkan dapat menjembatani kepentingan petani dan
juga konsumen. Efektivitas kebijakan tersebut akan tercermin dari harga
beras yang tinggi di level petani dan rendah di level konsumen. Sayangnya
kondisi tersebut tidak terjadi di pasar beras Indonesia.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia di tahun 2008
diketahui bahwa pergerakan harga beras di tingkat petani tidak
ditransmisikan secara sempurna terhadap harga beras di tingkat konsumen,
ataupun sebaliknya. Hal ini tercermin dari semakin besarnya disparitas
harga antara level petani dengan konsumen selama periode Januari 2001
sampai Januari 20083. Adapun perbandingan harga dan disparitas harga
antara level petani dan konsumen digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1.1. Perbandingan Harga Beras Petani - Konsumen
Sumber : Pengaruh Distribusi Dalam Pembentukan Harga Komoditas dan ImplikasinyaTerhadap Inflasi, Working Paper BI 2008
3 Working Paper BI Edisi WP/07/2008, Juni 2008, “Pengaruh Distribusi Dalam Pembentukan
Harga Komoditas dan Implikasinya Terhadap Inflasi”, www.bi.go.id
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
18/139
3
Universitas Indonesia
Arifin et al. (2006) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
permasalahan disparitas harga pada komoditi beras sangat siginifikan terjadi
sejak jatuhnya Pemerintahan Soeharto pada tahun 1998. Pada 1 Juni 1998,
Pemerintah menetapkan Harga Dasar Gabah (HDG) sebesar Rp. 1.000 per
kilogram, sedangkan harga beras di tingkat grosir minimal sudah mencapai
Rp. 1.850 per kilogram. Sejak saat itu disparitas harga beras dan gabah terus
berlanjut dan menjadi salah satu permasalahan kompleks yang dihadapi
Pemerintah Indonesia.
Disparitas harga beras yang tinggi menunjukkan bahwa baik petani maupun
konsumen tidak diuntungkan dalam perdagangan beras. Nilai tambah
pengolahan dan perdagangan beras kemungkinan lebih banyak dinikmati
oleh pedagang perantara. Dalam teori pemasaran, besarnya disparitas harga
dalam suatu lini pemasaran dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu jalur
pemasaran yang terlalu panjang dan/atau adanya market power yang
dimiliki oleh pedagang perantara. Keduanya akan menyebabkan margin
yang terbentuk dalam satu lini pemasaran dari hulu ke hilir (vertikal)
menjadi sangat besar dan tidak efisien.
Secara teori ekonomi industri, semakin kecil tingkat margin distribusi yang
dihasilkan mengindikasikan bahwa para pelaku di jalur distribusi tidak
memiliki market power yang cukup untuk membentuk harga ( price maker ).
Dengan kata lain, pasar yang tercipta mengarah pada model pasar
persaingan sempurna. Sebaliknya, semakin tinggi margin distribusi
mengindikasikan bahwa para pelaku di jalur distribusi memiliki market
power yang cukup untuk menetapkan harga di atas biaya marginalnya dan
menunjukkan bahwa mereka berada pada pasar yang cukup terkonsentrasi.
Namun poin yang menarik pada kasus pasar beras adalah semakin
melebarnya disparitas harga antara level petani dengan konsumen justru
terjadi pasca diberlakukannya kebijakan deregulasi pasar beras di Indonesia
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
19/139
4
Universitas Indonesia
pada tahun 19984, atau pada saat pasar beras memasuki era pasar bebas.
Dengan kata lain dari sisi struktur, seharusnya pasar distribusi beras sudah
mengarah pada kondisi pasar yang lebih bersaing. Apabila mekanisme pasar
berjalan secara sempurna maka idealnya pedagang perantara tidak memiliki
kemampuan untuk menetapkan margin pemasaran yang besar, sehingga
disparitas harga yang terbentuk pun relatif kecil. Besarnya disparitas harga
beras antara level petani dengan konsumen dapat menjadi indikasi bahwa
terdapat perilaku anti persaingan yang dilakukan oleh pedagang perantara.
Menurut Vavra dan Goodwin (2005), salah satu penyebab transmisi harga
yang tidak simetris antar pasar yang terhubung secara vertikal (dalam satu
rantai pemasaran) adalah adanya perilaku tidak kompetitif antara para
pedagang perantara, khususnya apabila pedagang perantara tersebut berada
pada pasar yang terkonsentrasi. Umumnya pedagang perantara akan
berusaha mempertahankan tingkat keuntungannya dan tidak akan
menaikan/menurunkan harga sesuai dengan sinyal harga yang sebenarnya.
Sehingga pedagang perantara akan lebih cepat bereaksi terhadap kenaikan
harga dibandingkan dengan penurunan harga, Kondisi inilah yangmenyebabkan competition restraint pada jalur distribusi dan transmisi harga
yang tidak sempurna antara level produsen dengan konsumen. Pada
akhirnya pasar petani dan konsumen menjadi tidak terintegrasi.
Hal yang sama dikemukakan oleh Jochen Meyer dan Stephan von Cramon-
Taubadel (2004), disebutkan bahwa tidak terjadinya transmisi harga antara
dua level pasar yang berbeda dalam satu rantai pemasaran disebabkan oleh
pasar yang tidak kompetitif. Bahkan untuk komoditas pertanian secara jelas
disebutkan bahwa persaingan yang tidak sempurna di rantai pemasaran
(marketing chain) membuka ruang bagi middleman untuk melakukan
penyalahgunaan kekuatan pasar yang dimilikinya (abuse of market power ).
4 Di tahun 1998, Pemerintah mencabut hak monopoli BULOG dalam impor beras, sehingga saat
ini seluruh pihak dapat dengan bebas menjadi importir beras.
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
20/139
5
Universitas Indonesia
Untuk meneliti dugaan penyalahgunaan market power yang dilakukan oleh
pedagang perantara beras maka akan digunakan pendekatan teori integrasi
pasar dan transmisi harga secara vertikal (vertical price transmission).
Berdasarkan teori tersebut, dua pasar yang saling berhubungan (melakukan
transaksi) akan terintegrasi secara sempurna dan transmisi harga terjadi
secara simetris. Apabila transmisi harga antar kedua pasar tersebut tidak
simetris maka dapat menjadi indikasi adanya penyalahgunaan market power
yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam pasar tersebut. Untuk menunjang
hasil analisa statistik agar lebih menyeluruh, dalam penelitian ini dipaparkan
pula mengenai gambaran struktur dan perilaku pedagang perantara di
sepanjang jalur pemasaran (marketing chain) beras secara umum.
1.2. Perumusan Masalah Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk membuktikan apakah fenomena integrasi
pasar dan transmisi harga vertikal yang simeris terjadi antara pasar beras di
tingkat petani dan konsumen di Indonesia. Apabila kondisi tersebut tidak
terjadi, maka selanjutnya akan dianalisa apakah terdapat faktor struktur
pasar dan perilaku pedagang perantara yang menyebabkan fenomena
Asymmetric Vertical Price Transmission tersebut.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis transmisi harga beras
secara vertikal antara level petani dengan konsumen berdasarkan teori
Asymmetric Price Transmission dengan cara :
a. Membandingkan pergerakan harga gabah kering panen (GKP) di tingkat
petani dengan harga beras di tingkat konsumen.
b. Menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat integrasi
dan transmisi harga beras petani-konsumen berdasarkan teori integrasi
pasar dan transmisi harga vertikal dikaitkan dengan kondisi struktur dan
perilaku pasar beras di Indonesia.
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
21/139
6
Universitas Indonesia
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari peneltian ini adalah :
a. Tersedianya gambaran mengenai kondisi pasar distribusi beras di
Indonesia, baik dari sisi struktur, perilaku, dan kinerja.
b. Apabila terbukti bahwa terjadi transmisi harga vertikal yang tidak
simetris antara harga beras di level petani dengan konsumen, maka
dapat menjadi masukan lebih lanjut untuk meneliti faktor penyebab
dari kejadian tersebut.
1.5. Hipotesa
Dengan memperhatikan kondisi margin antara petani dan konsumen yang
semakin lebar, sebagaimana ditampilkan pada Gambar 1.1, maka hipotesis
awal dari penelitian ini adalah :
a. Diduga transmisi harga beras secara vertikal antara level petani dan
konsumen bersifat tidak simetris, yaitu terjadi perbedaan respon harga
beras di level konsumen terhadap perubahan kenaikan harga dengan perubahan penurunan harga beras di level petani.
b. Diduga terdapat faktor struktur dan perilaku pedagang perantara yang
menyebabkan transmisi harga beras petani-konsumen tidak simetris.
1.6. Metodologi Penelitian
1.6.1. Data – Data Yang Digunakan
Penelitian ini akan difokuskan pada kondisi transmisi harga petani-
konsumen setelah era deregulasi pasar beras di Indonesia di tahun 1998.
Data yang digunakan adalah data sekunder dari Badan Pusat Statistik
periode 2000 – 2011. Tahun 2000 dijadikan tahun awal karena pada tahun
1998 – 1999 terjadi bencana El-Nino dan La-Nina yang mengurangi
jumlah produksi padi nasional, sehingga dikhawatirkan pergerakan harga
pada tahun tersebut tidak dapat menjelaskan faktor terjadinya transmisi
harga yang tidak simetris antara level petani dan level konsumen secara
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
22/139
7
Universitas Indonesia
akurat. Data harga beras petani yang digunakan adalah data harga GKP
bulanan, sementara harga beras konsumen digunakan data harga beras
eceran bulanan.
1.6.2. Metode Analisis
a. Analisa Kuantitatif
Metode ini mengacu pada fenomena harga yang terjadi ketika harga di
level hilir bereaksi terhadap perubahan (shock ) harga di level hulu.
Kondisi transmisi harga vertikal yang tidak simetris terjadi apabila
terdapat perbedaan respon harga di level hilir antara shock kenaikan
dan shock penurunan yang terjadi pada harga di level hulu. Dalam
kondisi transmisi harga yang tidak simetris, penyesuaian harga di level
hilir umumnya lebih cepat terjadi pada saat harga di level hulu
mengalami kenaikan, dibandingkaan saat harga mengalami penurunan.
Kondisi transmisi harga yang tidak simetris juga dapat dilihat dari sisi
besaran harga. Sebagai contoh, pada saat terjadi kenaikan harga di
sektor hulu maka harga di sektor hilir akan mengalami kenaikan pada
besaran yang sama dengan kenaikan harga di level hulu, sementara
pada saat terjadi penurunan harga di level hulu maka penurunan harga
yang ditransmisikan di level hilir tidak sebesar penurunan harga yang
terjadi di level hulu. Sebagai ilustrasi berikut ditampilkan gambar
perbedaan respon yang terjadi pada kondisi transmisi harga vertikal
yang tidak simetris (asymmetric vertical price transmission).
Dalam penelitian ini akan digunakan Cointegration dan Error
Correction Model (ECM) untuk menguji dugaan transmisi harga
vertikal yang tidak simetris pada harga beras di level petani dan
konsumen di Indonesia.
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
23/139
8
Universitas Indonesia
b. Analisa Kualitatif
Analisa kualitatif dilakukan untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab
terjadinya transmisi harga vertikal yang tidak simetris antara harga
beras petani dan konsumen di Indonesia, khususnya dikaitkan dengan
faktor struktur pasar dan perilaku pedagang perantara.
1.6.3. Ruang Lingkup Penelitian
Pada penelitian ini penulis hanya akan mengukur kinerja distribusi harga
beras Indonesia dengan pendekatan teori integrasi pasar dan transmisi
harga asimetris, dengan melihat transmisi pergerakan harga GKP di level
petani terhadap harga eceran beras di level konsumen. Variabel lain di luar
penelitian dianggap konstan. Data harga sebelum periode 2000 dianggap
tidak stabil karena adanya krisis ekonomi dan bencana El-Nino dan La-
Nina pada tahun 1998 – 1999, maka data pergerakan harga beras yang
digunakan adalah periode 2000 – 2011.
1.7. Sistematika Penelitian
Pada bab pertama, akan diuraikan mengenai latar belakang penelitian,
perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian, sistematika
penulisan, serta kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian. Dalam
bab selanjutnya kemudian akan dijelaskan mengenai berbagai teori yang
melandasi penulisan tesis, mulai dari teori mengenai integrasi pasar dan
transmisi harga vertikal, berbagai faktor penyebab transmisi harga tidak
simetris, sampai dengan hasil penelitian mengenai integrasi pasar dan
transmisi harga vertikal yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Dalam
bab ini juga akan dipaparkan secara ringkas mengenai posisi penelitian dan
perbedaannya dari penelitian terdahulu.
Dalam bab ketiga, akan dijelaskan mengenai gambaran industri beras secara
umum di Indonesia, dalam hal karakteristik produksi, karakteristik
konsumsi, serta berbagai kebijakan yang pernah ditetapkan Pemerintah,
berikut implikasinya terhadap harga dan produksi.
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
24/139
9
Universitas Indonesia
Bab keempat merupakan bab metodologi. Dalam bab ini akan diuraikan
mengenai metodologi yang digunakan dalam penelitian, yaitu dengan
menggunakan teori asymmetric vertical price transmission dengan
pendekatan error correction model (ECM). Selain itu, bab ini akan
membahas pula mengenai cakupan data yang digunakan serta tahapan
pengolahan data tersebut.
Setelah melalui tahapan-tahapan sebagaimana dijelaskan dalam metodologi,
hasil estimasi model kemudian akan dibahas secara mendalam pada bab
kelima, mulai dari interpretasi model sampai dengan pembahasan faktor
penyebab transmisi harga tidak simetris antara harga GKP di level petani
dengan harga beras eceran level di konsumen. Untuk dapat menjelaskan
hasil pengujian model dengan kondisi industri beras di Indonesia yang riil,
maka pembahasan faktor penyebab transmisi harga tidak simetris akan
dikaitkan dengan kondisi struktur dan perilaku pasar serta kebijakan
perberasan yang ditetapkan Pemerintah pada periode tersebut. Hasil analisa
yang telah diuraikan pada bab kelima kemudian disimpulkan dalam bab
selanjutnya, untuk selanjutnya diusulkan saran dan rekomendasi.
1.8. Kerangka Penelitian
Kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
membandingkan kondisi ideal dengan kondisi riil yang terjadi di industri
beras Indonesia setelah liberalisasi pasar yang dilakukan Pemerintah pada
tahun 1998. Gambaran kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian
ini secara lebih lengkap ditampilkan pada Gambar 1.2 di halaman
selanjutnya
Kebijakan liberalisasi pasar beras di Indonesia pada tahun 1998 dilakukan
dengan cara mencabut hak monopoli impor yang dimiliki oleh BULOG serta
menghapuskan tarif ekspor beras. Pada kondisi yang ideal, kebijakan
liberalisasi tersebut akan membuka peluang bagi pelaku usaha baru untuk
masuk ke pasar beras Indonesia, sehingga jumlah pelaku usaha di industri
beras akan bertambah.
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
25/139
10
Universitas Indonesia Gambar 1.2. Kerangka Penelitian
Karakteristik Pasar Beras dan Kebijakan Perberasan di Indonesia
Kondisi Ideal :
Jumlah pedagang perantara
bamyak Pedagang perantara sebagai
price taker
Perubahan harga GKP Petani
ditransmisikan sempurna
terhadap harga beras
konsumen
Kondisi Saat Ini :
Jumlah pedagang perantara
relatif sedikit
Pedagang perantara sebagai
price maker
Perubahan harga GKP Petani
ditransmisikan tidak sempurna
terhadap harga beras
konsumen
Tujuan Penelitian :
Pengujian kondisi asymmetric vertical price transmission pada harga beras level
petani – konsumen di Indonesia
Metode Penelitian :
Pengujian asymmetric vertical price transmission dengan menggunakan data harga
GKP petani dan data harga beras eceran konsumen
Pergerakan Harga Beras
Petani - Konsumen
Pergerakan Harga Beras
Petani - Konsumen
Analisa penyebab asymmetric vertical price transmission pada harga beras level
petani – kosnumen di Indonesia dan keterkaitannya dengan struktur dan perilaku
pedagang perantara
Kesim ulan dan Saran
YA TIDAK
Gap
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
26/139
11
Universitas Indonesia
Sesuai dengan teori ekonomi industri, pertambahan jumlah pelaku usaha
pada suatu industri akan menyebabkan market power yang dimiliki pelaku
usaha berkurang, sehingga pelaku usaha tidak memiliki kemampuan yang
cukup besar untuk mempengaruhi harga ( price taker ). Pada kasus rantai
pemasaran, pedagang perantara yang tidak memiliki market power akan
mentransmisikan perubahan biaya (harga pembelian produk) yang
dihadapinya terhadap harga jual produknya secara sempurna. Dengan kata
lain, perubahan harga di hulu rantai pemasaran akan ditransmisikan secara
sempurna terhadap perubahan harga di hilir.
Akan tetapi, pada kasus pasar beras di Indonesia, sejak liberalisasi pasar
beras yang dilakukan Pemerintah di tahun 1998 disparitas harga beras di
tingkat petani dengan tingkat konsumen semakin melebar. Hal ini dapat
mengindikasikan adanya dugaan market power yang dimiliki pedagang
perantara. Kondisi ini yang kemudian menjadi latar belakang dan tujuan dari
penelitian.
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
27/139
12 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN LITERATUR
2.1. Teori Integrasi Pasar dan Transmisi Harga
Para ekonom neo-klasik percaya bahwa harga merupakan indikator utama
yang dapat mencerminkan tingkat efisiensi suatu pasar. Transmisi harga dan
tingkat integrasi pasat dapat dijadikan indikasi efisiensi yang terbentuk antar
dua pasar yang saling berinteraksi, baik secara vertikal maupun spasial
(Meyer & von Cramon-Taubadel, 2004).
Kondisi pasar persaingan sempurna dijadikan sebagai titik acuan dalam
menilai proses transmisi harga dan tingkat integrasi antar dua pasar. Premis
yang digunakan adalah transmisi harga akan berjalan sempurna apabila di
dalam pasar tidak terjadi friksi dan distorsi (Conforti, 2004). Tidak adanya
transmisi harga antar pasar yang saling melakukan transaksi dianggap akan
menyebabkan inefisiensi alokasi sumber daya dan menurunkan
kesejahteraan ekonomi di bawah titik keseimbangan pareto. Dengan kata
lain, transmisi harga yang sempurna akan berujung pada pasar yang berjalan
secara efisien.
Menurut Amikuzuno dan Ogundari (2012), khusus untuk bidang ekonomi
pertanian, analisa transmisi harga dan integrasi pasar sudah berkembang
sejak 50 tahun terakhir. Penelitian mengenai integrasi pasar dan transmisi
harga diawali dengan analisa tingkat integrasi dan transmisi harga antar dua
pasar yang berbeda wilayah geografisnya, yang kemudian disebut dengan
interaksi secara spasial. Penelitian kemudian berkembang untuk melihatinteraksi harga yang terjadi antar dua level pasar yang berada dalam satu
rantai pemasaran, yang kemudian disebut dengan interaksi secara vertikal.
Pada kasus spasial, interaksi harga akan berjalan sesuai hukum satu harga
( Law of One Price/LOP) sebagaimana dikemukakan oleh Enke (1951),
Samuelson (1952), serta Takayama dan Judge (1972) dalam Rapsomanikis,
et al. (2003), dimana harga antara dua pasar yang berbeda lokasi adalah
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
28/139
13
Universitas Indonesia
sama, selisih harga yang terjadi hanya sebesar biaya transfer antar kedua
pasar tersebut. Pada model tersebut, perubahan yang terjadi di sisi
permintaan dan penawaran di salah satu pasar akan mempengaruhi
perdagangan dan harga jual di pasar yang lain, sampai pada akhirnya
mencapai suatu titik keseimbangan harga yang tidak memungkinkan
terjadinya pertukaran perdagangan antara kedua pasar tersebut.
Pada kasus vertikal, integrasi pasar didefinisikan sebagai keterkaitan
hubungan antara suatu lembaga pemasaran dengan lembaga pemasaran
lainnya dalam suatu rantai pemasaran (Suparmin 2005 dalam Irawan dan
Rosmayanti 2007). Bustaman (2003) menyatakan bahwa integrasi pasarvertikal penting untuk dipelajari guna mengetahui tingkat keeratan hubungan
antara pasar produsen dan pasar ritel/pedagang. Menurut Goodwin (2006),
tingkat transmisi harga pada satu rantai pemasaran dapat menjadi petunjuk
kinerja dari setiap level/lembaga pemasaran yang berada dalam rantai
pemasaran tersebut. Suatu rantai pemasaran dikatakan efisien dan
terintegrasi secara vertikal apabila pola interaksi harga antar level hanya
tergantung pada biaya produksinya. Dengan kata lain, perubahan harga padasuatu level pemasaran akan ditransformasikan kepada level pemasaran
lainnya secara selaras. Dalam kasus beras, integrasi pasar beras dikatakan
efisien apabila perubahan harga beras di tingkat petani diikuti dengan
perubahan harga beras di tingkat konsumen dalam porsi yang sama.
Pada beberapa penelitian, integrasi pasar dalam jangka panjang cenderung
terjadi dalam bentuk integrasi yang lemah dan perkembangan transmisi
harga sering menunjukkan perilaku tidak simetri (asimetri). Asimetri harga
secara teoritis dapat terjadi dalam hubungannya dengan karakteristik
kompetisi yang tidak sempurna, misalnya akibat adanya lag informasi,
promosi, dan konsentrasi pasar (Henderson & Quant, 1980; Kinnucan &
Forker, 1987).
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
29/139
14
Universitas Indonesia
Analisa transmisi harga asimetri untuk produk pertanian pertama kali
dilakukan oleh Tweeten & Quance (1969), yang menggunakan teknik
variabel dummy untuk mengestimasi fungsi penawaran yang tidak dapat
diubah (Meyer & von Cramon-Taubadel, 2004, hal. 594). Variabel dummy
digunakan untuk memisahkan harga bahan baku menjadi dua, yaitu variabel
yang hanya terdiri dari kenaikan harga input dan variabel yang hanya terdiri
dari penurunan harga input. Selanjutnya koefisien untuk kedua variabel
tersebut diestimasi dan dibandingkan. Hipotesis transmisi harga simetris
ditolak apabila kedua koefisien tersebut berbeda signifikan secara statistik.
Wolffram (1971) memperkenalkan teknik pemisahan variabel baru denganmenggunakan data harga turunan ( first difference) ke dalam persamaan yang
ajan diestimasi. Metode tersebut kemudian dimodifikasi oleh Houck (1979)
dengan mengeluarkan nilai observasi awal, karena level observasi yang
pertama dinilai tidak memiliki kekuatan penjelasan bebas. Ward (1982)
kemudian mengembangkan model Houck dengan menambahkan lag pada
variabel eksogen, seperti efek keterlambatan dan lamanya waktu lag, yang
tetap dapat dipisahkan antara efek kenaikan harga dan efek penurunan harga(Meyer & von Cramon-Taubadel, 2004, hal. 594-595).
Boyd & Brorsen (1988) adalah yang pertama menggunakan lag untuk
memisahkan transmisi dalam hal waktu penyesuaian (speed of adjustment )
dengan besaran penyesuaian (magnitude of adjustment ) (Meyer & von
Cramon-Taubadel, 2004, hal. 595). Dari hasil estimasi, nilai koefisien
variabel menunjukan lamanya waktu penyesuaian pada periode tertentu, dan
nilai penjumlahan koefisien menunjukkan besaran penyesuaian.
Meyer dan von Cramon-Taubadel (2004) mengklasifikasikan metode
tersebut sebagai teknik pre-kointegrasi, dimana regresi terhadap lag
dipisahkan berdasarkan tandanya. Pada teknik ini sehingga perubahan atas
kenaikan harga (diinisiasikan dengan tanda positif) diperbolehkan untuk
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
30/139
15
Universitas Indonesia
memberikan efek yang berbeda dengan perubahan atas penurunan harga
(diinisiasikan dengan tanda negatif).
Penelitian-penelitian yang menggunakan teknik tersebut dalam analisa
transmisi harga antara lain analisa transmisi harga vertikal untuk industri
susu (Kinnucan & Forker, 1987), industri daging babi di Amerika (Boyd &
Brorsen, 1988), industri broiler di Amerika (Bernard & Willet, 1996),
analisa transmisi harga asimetris vertikal untuk tomat, bawang, susu bubuk,
kopi, beras, dan buncis di Brazil (Aguiar & Santana, 2002), dan analisa
harga asimetris pada industri tomat segar di Amerika (Girapunthong et al.,
2003).
Von Cramon-Taubadel & Fahlbusch (1994) merupakan yang pertama
mengenalkan konsep kointegrasi dalam model transmisi harga tidak simetris
dengan menggunakan konsep error correction model (ECM) (Vavra &
Goodwin, 2005, hal. 12). Prinsip utama model ini adalah dengan melihat
signifikansi penyimpangan (error ) dari model keseimbangan jangka
panjangnya. Pada konsep kointegrasi, dua series harga dikatakan
terkointegrasi apabila pergerakan di salah satu series harga diikuti dengan
pergerakan harga di series lainnya secara sempurna (Wixson & Katchova,
2012, hal. 11). Apabila terdapat pergerakan harga yang menyimpang, maka
akan dimasukan sebagai bentuk error correction (error correction
term/ECT).
Konsep tersebut didasari oleh penelitian Engle & Granger (1987)
sebelumnya yang menunjukkan bahwa kointegrasi untuk data time series
yang tidak stasioner akan merepresentasikan nilai ECT yang valid
(Hassouneh, et al., 2012, hal. 7). Mereka menyebutkan bahwa teknik pre-
kointegrasi untuk analisa transmisi harga asimetri justru dapat menghasilkan
regresi lancung (spurious regression) karena menggunakan series data yang
tidak stasioner.
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
31/139
16
Universitas Indonesia
Pada analisa transmisi harga dengan metode ECM, ECT kemudian
dipisahkan antara bentuk positif dengan bentuk negatif. ECT positif
menunjukkan kondisi penyimpangan di atas garis keseimbangan jangka
panjang, sementara ECT negatif menunjukkan kondisi penyimpangan di
bawah garis keseimbangan jangka panjangnya (Wixson & Katchova, 2012,
hal. 11). Vavra & Goodwin (2005) dan Acquah & Onumah (2010)
menyebutkan bahwa penggunaan metode ECM lebih disarankan
dibandingkan metode Houck yang konvensional.
Meskipun demikian, Meyer & von Cramon-Taubadel (2004) menyebutkan
bahwa analisa transmisi harga dengan menggunakan ECM hanya dapatmenggambarkan pola asimetris dari sisi waktu penyesuaian. Hal ini
disebabkan analisa kointegrasi dan ECM merupakan bentuk keseimbangan
jangka panjang, sehingga apabila transmisi harga tidak simetris terjadi dari
sisi besaran penyesuaian maka data tidak akan saling terkointegrasi.
2.2. Asymmetric Vertical Price Transmission
Transmisi harga dikatakan tidak simetris apabila terdapat perbedaan responharga antara shock harga positif (saat terjadi kenaikan harga) dengan shock
harga negatif (saat terjadi penurunan harga). Menurut Meyer & von-Cramon
Taubadel (2004), yang dimaksud dengan asimetri pada kasus transmisi harga
dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kriteria.
Kriteria yang pertama transmisi harga tidak simetris yang terjadi secara
vertikal atau spasial. Sebagaimana yang sudah disinggung sebelumnya,
transmisi harga vertikal terjadi antar level pemasaran dalam satu rantai,
sedangkan transmisi harga spasial terjadi antar pasar yang berbeda lokasi
geografisnya. Sebagai contoh, transmisi harga vertikal yang tidak simetris
terjadi pada saat kenaikan harga di level petani ditransmisikan lebih cepat
dan lebih sempurna kepada harga di level konsumen, dibandingkan saat
terjadi penurunan harga di level petani. Sementara transmisi harga spasial
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
32/139
17
Universitas Indonesia
yang tidak simetris dapat dicontohkan melalui perbedaan respon harga
domestik terhadap harga internasional, dimana kenaikan harga internasional
lebih cepat dan lebih sempurna diadopsi oleh harga domestik dibandingkan
saat terjadi penurunan harga internasional.
Kriteria yang kedua merujuk kepada kondisi transmisi harga yang tidak
simetris dari sisi kecepatan waktu dan besaran penyesuaian harga. Dalam hal
kecepatan waktu penyesuaian, fenomena asimetris terjadi apabila shock
harga di salah satu pasar tidak dengan segera ditransmisikan oleh pasar
lainnya. Sementara dari sisi besaran, fenomena asimetris terjadi pada saat
shock harga di satu pasar tidak ditransmisikan secara penuh oleh pasarlainnya. Kondisi transmisi harga yang tidak simetris dari sisi kecepatan
waktu dan besaran penyesuaian harga ditampilkan pada Gambar 2.1.
(a) (b)
(c)
Gambar 2.1. Transmisi Harga Tidak Simetris Dari Sisi Kecepatan danBesaran
Sumber : Meyer & von Cramon-Taubadel, 2004, Asymmetric Price Transmission :A Survey, Journal of Agricultural Economics Volume 55 Number 3, Nov 2004
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
33/139
18
Universitas Indonesia
Pada Gambar 2.1 diasumsikan sumber dari shock harga terjadi pada Pin. Dari
Gambar 2.1.a dapat dilihat bahwa terjadi perbedaan respon dari sisi besaran
penyesuaian harga di Pout antara shock positif dengan shock negatif yang
terjadi di Pin. Pada saat terjadi shock positif di Pin, Pout akan mentransmisikan
shock tersebut secara sempurna, dimana kenaikan harga yang terjadi di Pout
sama dengan kenaikan yang terjadi di Pin. Sementara saat terjadi shock
negatif di Pin, penurunan harga yang terjadi di Pout tidak terjadi dengan
sempurna. Hanya setengah dari shock negatif di Pin yang ditransmisikan oleh
Pout.
Gambar 2.1.b menjelaskan transmisi yang tidak simetris dari sisi kecepatanwaktu penyesuaian. Saat terjadi kenaikan harga di Pin pada waktu t1, P
out
akan dengan segera melakukan penyesuaian pada waktu yang sama.
Sementara saat di Pin terjadi penurunan harga, Pout tidak dengan segera
merespon penurunan harga tersebut, melainkan terdapat lag selama n.
Sehingga shock negatif di Pin baru akan ditransmisikan di Pout pada waktu
t1+n.
Gambar 2.1.c menjelaskan transmisi yang tidak simetris dari sisi kecepatan
waktu dan besaran. Kenaikan harga yang terjadi di Pin pada waktu t1, tidak
ditransmisikan seluruhnya pada waktu yang sama, melainkan hanya
setengahnya. Pada waktu t2 barulah seluruh shock positif di Pin
ditransmisikan secara sempurna. Sementara saat terjadi penurunan harga
pada waktu yang sama di Pin, proes transmisinya dilakukan pada waktu yang
lebih lama dibandingkan saat terjadi shock positif, yaitu pada waktu t3.
Respon penurunan harga yang terjadi di Pout pun tidak sebesar penurunan
harga yang terjadi di Pin. Hal ini menggambarkan bahwa terjadi transmisi
yang tidak sempurna dari sisi kecepatan waktu dan besaran penyesuaian
yang ditunjukan oleh Pout saat terjadi shock negatif di Pin.
Dalam Gambar 2.1 ditampilkan pula dampak hilangnya kesejahteraan akibat
adanya transmisi harga yang tidak sempurna, yang digambarkan dalam
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
34/139
19
Universitas Indonesia
bentuk area yang gelap. Menurut Meyer & von-Cramon Taubadel, transmisi
harga tidak simetris dari sisi kecepatan akan menghilangkan kesejahteraan
yang sifatnya sementara. Adapun ukuran/besaran kesejateraan yang hilang
sementara tersebut sangat tergantung pada panjangnya interval waktu
transmisi antara t1 dan t1+n, besarnya respon perubahan, dan volume
transaksi yang dilakukan (Gambar 2.1.b). Sedangkan transmisi harga tidak
simetri dari sisi besaran menyebabkan hilangnya kesejahteraan secara
permanen (Gambar 2.1.a), dan ukurannya hanya tergantung pada besarnya
respon perubahan harga dan volume transaksi yang dilakukan. Terakhir,
transmisi tidak simetris dari sisi kecepatan dan besaran akan menyebabkan
perubahan kesejahteraan yang bersifat sementara sekaligus permanen.
Meyer & von-Cramon Taubadel (2004) menambahkan bahwa hilangnya
kesejahteraan yang sifatnya sementara dalam jumlah besar dapat
memberikan dampak yang lebih buruk dibandingkan dengan hilangnya
kesejahteraan permanen dalam jumlah kecil yang terjadi saat ini.
Kriteria ketiga, mengacu pada Peltzman (2000), transmisi harga yang tidak
simetris dapat diklasifikasikan menjadi transmisi tidak simetris yang positifdan transmisi tidak simetris yang negatif. Transmisi tidak simetris yang
positif adalah kondisi dimana shock positif akan direspon secara lebih cepat
dan/atau lebih sempurna dibandingkan saat terjadi shock negatif (Gambar
2.2.a). Sebalikannya, transmisi tidak simetris yang negatif adalah situasi
dimana shock negatif akan lebih cepat dan/atau lebih sempurna direspon
dibandingkan shock positif (Gambar 2.2.b).
Pada konteks transmisi harga vertikal dalam satu rantai pemasaran, transmisi
tidak simetris yang positif ataupun negatif tidak hanya dapat terjadi dari hulu
ke hilir saja, melainkan dapat pula terjadi sebaliknya (dari hilir ke hulu),
contohnya pada saat terjadi pergesaran kurva permintaan. Untuk
menghindari kesalahan penafsiran, Meyer & von-Cramon Taubadel (2004)
mendefinisikan transmisi harga tidak simetris yang positif adalah kondisi
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
35/139
20
Universitas Indonesia
transmisi harga yang lebih cepat dan/atau lebih sempurna terjadi saat adanya
tekanan terhadap margin (squeeze margin) dibandingkan saat adanya
penambahan margin (stretch margin). Yang dimaksud dengan squeeze
margin adalah pada saat terjadi kenaikan harga di hulu (Pin) atau penurunan
harga di hilir (Pout), sementara stretch margin adalah saat terjadi penurunan
Pin atau kenaikan Pout.
(a) (b)
Gambar 2.2. Transmisi Harga Tidak Simetris Positif dan Negatif
Sumber : Meyer & von Cramon-Taubadel, 2004, Asymmetric Price Transmission :A Survey, Journal of Agricultural Economics Volume 55 Number 3, Nov 2004
Dalam hal kesejahteraan, apabila transmisi harga tidak simetris berjalan dari
hulu ke hilir, misal untuk kasus produk pertanian adalah dari petani kekonsumen, maka transmisi tidak sempurna yang negatif dianggap baik bagi
konsumen. Hal ini disebabkan kenaikan harga input tidak akan
ditransmisikan kepada konsumen, sehingga konsumen akan selalu
menikmati harga yang rendah. Sebaliknya, transmisi harga tidak simetris
yang positif akan merugikan konsumen karena konsumen tidak pernah
menikmati penurunan harga yang terjadi di level petani. Akibatnya, harga di
level konsumen cenderung tinggi dan kesejahteraan konsumen akan berkurang. Meskipun demikian, Vavra & Goodwin (2005) menyebutkan
bahwa untuk menghitung tingkat kesejahteraan maka perlu memperhatikan
faktor biaya transaksi (adjustment cost dan menu cost pada kasus transmisi
vertikal) dalam perhitungan transmisi harga.
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
36/139
21
Universitas Indonesia
Menurut Vavra & Goodwin (2005), untuk analisa transmisi harga secara
vertikal setidaknya terdapat 4 (empat) pertanyaan yang fundamental untuk
menjelaskan proses transmisi harga yang terjadi (mengacu pada tipe-tipe
transmisi harga tidak simetris yang digambarkan sebelumnya). Pertanyaan-
pertanyaan tersebut adalah :
1. Seberapa besar respon penyesuaian harga di setiap level akibat
perubahan harga yang terjadi di level lainnya? (transmisi yang dilihat
dari sisi besaran);
2. Apakah terdapat lag penyesuaian yang signifikan? (transmisi yang
dilihat dari sisi kecepatan waktu penyesuaian);
3. Apakah transmisi harga secara positif dan negatif yang terjadi bersifat
asimetri?
4. Apakah terjadi perbedaan respon transmisi saat sumber shock terjadi di
hulu dengan saat sumber shock terjadi di hilir? (transmisi yang dilihat
dari sisi arah shock ).
2.3. Penyebab Asymmetric Vertical Price Transmission
Berbagai literatur ekonomi telah secara khusus mengidentifikasi berbagai
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya transmisi harga secara tidak
simetris, baik secara spasial maupun vertikal. Sebagian besar penelitian
mengaitkan fenomena transmisi harga yang tidak simetri dengan dugaan
adanya market power yang dimiliki pedagang di pasar (von Cramon-
Taubadel, 1998; Goodwin & Holt, 1999; Peltzman, 2000; dan McCorriston
& Shelton, 1999 dalam Vavra & Goodwin, 2005). Sebagian lagi
mengemukakan bahwa kehadiran biaya transaksi yang tinggi akan
menyebabkan transmisi harga antar pasar menjadi tidak simetris, meskipun
pasar tersebut berada pada persaingan sempurna (Zachariasse & Bunte, 2003
dalam Vavra & Goodwin, 2005).
Beberapa faktor lain yang diduga menjadi penyebab transmisi harga tidak
simetris antara lain : (1) masing-masing perusahaan akan menyikapi secara
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
37/139
22
Universitas Indonesia
berbeda dalam penyesuaian biaya tergantung apakah harga sedang naik atau
sedang turun; (2) pelaku pemasaran menahan barangnya pada saat harga
naik karena takut kehabisan stok (Kinnucan & Forker, 1987; Goodwin &
Holt. 1999); (4) market power industri dalam hubungannya dengan
karakteristik fungsi biaya yang sering bersifat increasing return to scale
(Mc. Corriston et al., 2000); (5) adanya intervensi pemerintah, misalnya
dalam bentuk kebijakan subsidi harga (Kinnucan & Forker, 1987; Gardner,
1975 dalam Vavra & Goodwin, 2005).
Menurut Conforti (2004) meskipun faktor yang mempengaruhi derajat
integrasi pasar dan transmisi harga secara spasial dapat pula digunakanuntuk menjelaskan proses transmisi harga secara vertikal, seperti market
power dan biaya transaksi, namun terdapat beberapa faktor yang khusus
dikaitkan dengan fenomena transmisi harga vertikal seperti increasing
return to scale pada produksi dan tingkat homogenitas dan diferensiasi
produk. Berikut dipaparkan beberapa faktor utama yang dapat menyebabkan
transmisi harga tidak simetris secara vertikal.
2.3.1. Market Power dan Struktur Pasar Persaingan Tidak Sempurna
Sebagian besar literatur ekonomi menyebutkan bahwa struktur pasar
persaingan yang tidak sempurna menjadi faktor utama penyebab
transmisi harga yang tidak simetris (Kinnucan & Forker (1987),
Acharya (2000), McCoriston (2002), Lyod et al. (2003). Khusus
untuk produk pertanian, struktur pasar yang terbentuk pada level
manufaktur dan pedagang perantara mengarah pada struktur
persaingan tidak sempurna, terutama jika dibandingkan dengan
struktur pasar di level petani dan level konsumen. Hal ini
menyebabkan manufaktur dan pedagang perantara akan bertindak
sebagai pembentuk harga ( price taker ), sementara petani dan
konsumen akan bertindak sebagai penerima harga ( price taker )
(Conforti, 2004). Akibatnya, manufaktur dan pedagang perantara
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
38/139
23
Universitas Indonesia
dapat dengan leluasa menyalahgunakan market power yang
dimilikinya untuk kepentingan kesejahteraan dan keuntungannya
sendiri, dan proses penyesuaian harga antar level pemasaran menjadi
tidak sempurna (Karantininis, 2011; Vavra & Goodwin, 2005).
Dalam investigasi yang dilakukan oleh Otoritas Pengawas
Persaingan di Inggris (UK’s Competition Commission), analisa
transmisi harga menjadi salah satu indikator yang digunakan untuk
membuktikan dugaan adanya market power yang dimiliki oleh
pelaku usaha di sektor ritel. Basis penelitiannya adalah melihat
transmisi harga yang dilakukan oleh supermarket akibat adanya penurunan harga di level petani. Apabila harga tidak ditransmisikan
secara sempurna antar setiap level pemasaran maka konsumen akhir
tidak akan mendapatkan keuntungan dari penurunan harga di level
petani, dan sebaliknya. Hal ini menyebabkan permasalahan re-
distribusi consumer welfare (McCorriston et al., 2000).
Penyalahgunaan market power yang dilakukan oleh manufaktur dan
pedagang perantara umumnya menyebabkan transmisi harga tidak
simetris yang positif. Artinya, tekanan terhadap margin (margin-
squeezing) yang diakibatkan kenaikan harga input atau penurunan
jumlah permintaan akan dengan segara dan sempurna ditransmisikan
kepada level diatas atau dibawahnya, dibandingkan saat terjadinya
penambahan margin (margin-stretching) akibat perubahan harga
(Boyd & Brorsen, 1988); Meyer & von-Cramon Taubadel, 2004).
Menurut Balke et al (1998), Brown & YÜcel (2000), dan Damania
& Yang (1998), transmisi harga tidak simetris yang positif terjadi
akibat adanya “perjanjian tidak tertulis” dan sanksi diantara pelaku
usaha yang berada di pasar oligopoli (Meyer & von-Cramon
Taubadel, 2004, hal. 587). Zachariasse & Bunte (2003) dalam Vavra
& Goodwin (2005) menambahkan bahwa dalam pasar oligopoli atau
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
39/139
24
Universitas Indonesia
oligopsoni terdapat interdependence antar pelaku usaha yang dapat
menyebabkan lag pada proses penyesuaian harga. Sebagai
gambaran, apabila terjadi kenaikan harga input maka seluruh pelaku
usaha akan dengan segera menyesuaikan harganya sebagai sinyal
bahwa tidak ada “perjanjian” yang dilanggar. Sementara pada saat
terjadi penurunan harga input, pelaku usaha akan saling menunggu
reaksi pesaingnya, untuk menghindari sanksi yang akan diterapkan
pesaingnya dalam bentuk perang harga. Kovenock & Widdows
(1998) menambahkan bahwa fenomena tersebut akan lebih
cenderung terjadi apabila market power antar pelaku usaha dalam
suatu pasar tidak sama, atau biasa disebut dengan pola price
leadership-price follower (Meyer & von-Cramon Taubadel, 2004,
hal. 588).
Ward (1982) dalam Serra & Goodwin (2002) menyebutkan bahwa
transmisi harga tidak simetris yang disebabkan oleh market power
juga dapat terjadi secara negatif, apabila manufaktur dan pedagang
perantara yang berada pada struktur pasar oligopoli beranggapan bahwa kenaikan harga justru beresiko terhadap penurunan
marginnya. Bailey & Brorsen (1989) menambahkan bahwa transmisi
harga tidak simetris akan berjalan secara positif atau negatif
tergantung dari reaksi dari pesaing. Apabila suatu perusahaan
percaya bahwa tidak ada satu pun pesaingnya yang akan merespon
perubahan kenaikan harga, sementara pada saat terjadi penurunan
harga seluruh pesainganya akan dengan cepat merespon, maka yang
terjadi adalah transmisi harga tidak simetris yang negatif. Begitu
pula sebaliknya, apabila perusahaan percaya bahwa pesainganya
akan lebih bereaksi terhadap kenaikan harga dibandingkan
penurunan harga maka transmisi harga tidak simetris yang terjadi
adalah positif. Senada dengan hal tersebut, Meyer & von-Cramon
Taubadel (2004) menambahkan bahwa pada struktur pasar oligopoli,
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
40/139
25
Universitas Indonesia
transmisi harga tidak simetris dapat terjadi secara positif maupun
negatif, tergantung pada struktur dan perilaku pasar. Sementara pada
pasar monopoli, transmisi harga tidak simetris yang terjadi lebih
akan mengarah pada bentuk positif daripada negatif.
Meskipun berbagai penelitian telah mengaitkan tranmisi harga tidak
simetris dengan dugaan adanya market power yang dimiliki oleh
perusahaan manufaktur dan/atau pedagang perantara, namun
menurut Meyer & von-Cramon Taubadel (2004) hanya sedikit
penelitian yang secara khusus menganalisa keterkaitan antara market
power dengan transmisi harga asimetris. Salah satu penelitian untukmelihat hubungan antara market power dengan transmisi harga
dilakukan oleh Peltzman (2000), dengan menggunakan data jumlah
pelaku usaha dan konsentrasi pasar dalam bentuk Herfindahl-
Hirschman Index (HHI) sebagai indikator market power . Hasil
penelitiannya menunjukkan anomali, dimana jumlah pelaku usaha
yang sedikit menyebabkan lag transmisi harga tidak simetris
semakin besar, namun derajat konsentrasi pasar justru menunjukkanhal yang sebaliknya (transmisi harga simetris terjadi pada pasar yang
konsentrasinya tinggi). Dengan demikian penelitian ini gagal
menunjukkan dugaan transmisi harga tidak simetris yang disebabkan
oleh adanya market power . Hal senada diungkapkan oleh
Weldegebriel (2004) dalam Vavra & Goodwin (2005) yang
menyebutkan bahwa adanya kekuatan oligopoli dan oligopsoni tidak
selalu menyebabkan transmisi harga yang tidak sempurna. Menurut
Weldegebriel, fungsi permintaan di level ritel dan fungsi penawaran
di level petani merupakan faktor kunci yang menentukan tingkat
transmisi harga.
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
41/139
26
Universitas Indonesia
2.3.2. Adjustment cost atau menu cost
Kekakuan dalam proses penyesuaian harga antar level dalam satu
rantai pemasaran sering pula disebabkan adanya sejumlah tambahan
biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku usaha untuk menyesuaikan
harganya. Dalam ilmu ekonomi biaya tersebut dikenal dengan
adjustment cost atau menu cost , seperti biaya yang digunakan untuk
melakukan perubahan label dan katalog harga, biaya periklanan,
serta biaya lain yang harus dikeluarkan untuk menyampaikan
perubahan harga kepada klien (Jensen & Møller, 2007; Meyer &
von-Cramon Taubadel, 2004).
Menurut Vavra dan Goodwin (2005), perubahan harga yang relatif
sering pun akan mempengaruhi reputasi dari pedagang perantara,
khususnya pedagang ritel yang berhubungan langsung dengan
konsumen akhir. Selain itu, menurut McCorriston et al. (2000),
ketidakpastian apakah perubahan harga terjadi secara permanen atau
hanya bersifat sementara menghalangi pedagang untuk merespon
sinyal perubahan harga. Sehingga perubahan harga yang tidak terlalu
signifikan tidak akan ditransmisikan secara sempurna oleh pedagang.
Lebih jauh lagi, Balke et al. (1998) menyebutkan bahwa manajemen
persediaan (inventory) perusahaan pun akan berpengaruh terhadap
proses transmisi harga (Meyer & von-Cramon Taubadel, 2004, hal.
590). Manajemen persediaan merupakan elemen penting yang
menentukan seberapa cepat proses adjustment shock yang dapat
dilakukan oleh suatu perusahaan. Dari hasil penelitianya, Balke et al
menyebutkan bahwa model penyimpanan persediaan secara FIFO
( first in first out ) dapat menyebabkan transmisi harga yang tidak
sempurna.
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
42/139
27
Universitas Indonesia
Menurut Reagan & Weitzman (1982) hubungan antara manajemen
persediaan dengan transmisi harga tidak simetris tergantung dari
kondisi permintaan yang dihadapi perusahaan. Pada periode
permintaan rendah, perusahaan akan cenderung mengurangi jumlah
penjualan dan meningkatkan jumlah persediaannya, dibandingkan
melakukan penurunan harga. Sebaliknya, pada saat permintaan
tinggi perusahaan akan langsung menaikan harga, sehingga terjadi
transmisi harga tidak simetris yang positif.
Ball dan Mankiw (1994) mengembangkan model yang
mengkombinasikan variabel menu cost dengan inflasi untuk melihatfenomena transmisi harga asimetris. Hasilnya menunjukkan bahwa
kenaikan harga input lebih cepat disesuaikan dibandingkan
penurunan harga input. Dengan adanya inflasi, penurunan harga
input akan mengurangi margin riil yang dapat diterima pelaku usaha.
Dengan demikian, penurunan harga input tidak akan ditransmisikan
dalam bentuk penurunan harga output apabila terjadi inflasi.
Perbedaan mendasar antara transmisi harga yang disebabkan oleh
market power dengan adjustment cost adalah dalam hal waktu.
Adjustment cost yang besar hanya akan terjadi dalam jangka pendek,
sehingga sifatnya hanya menunda proses transmisi atau penyesuaian
harga, dan dalam jangka panjang akan terjadi penyesuaian harga
yang sempurna (Karantininis, 2011; McCorriston et al., 2000).
Sementara asimetri yang disebabkan oleh market power dapat
“bertahan” dalam waktu yang lama, karena tidak hanya berpengaruh
dari sisi time of adjustment tetapi juga mempengaruhi magnitude of
adjustment (Meyer & von-Cramon Taubadel, 2004).
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
43/139
28
Universitas Indonesia
2.3.3. Return to Scale dalam Produksi
Penelitian mengenai transmisi harga tidak simetris yang dikaitkan
dengan dugaan market power selalu mengasumsikan bahwa produksi
bersifat constant return to scale, artinya setiap penambahan satu unit
output disebabkan adanya penambahan satu unit input5. Menurut
McCorriston et al. (2000), asumsi constant return to scale akan
menghasilkan kesimpulan yang bias, karena menghilangkan potensi
korelasi antara skala ekonomi dengan perilaku harga yang diterapkan
oleh pelaku usaha. Kombinasi antara keduanya akan menghasilkan
proses transmisi harga yang berbeda. Untuk membuktikan dugaantersebut, McCorriston membandingkan nilai elastisitas transmisi
pada 3 (tiga) kondisi, yaitu 1) kondisi persaingan sempurna, 2)
kondisi persaingan tidak sempurna dan constant return to scale, serta
3) kondisi persaingan tidak sempurna dan increasing return to
scale6 . Dalam penelitian tersebut dibandingkan pula kondisi kurva
permintaan, antara kurva permintaan yang linear dengan kurva
permintaan yang log-linear.
Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa untuk fungsi permintaan
yang linear, nilai elastisitas transmisi harga pada kondisi persaingan
tidak sempurna dan increasing return to scale lebih tinggi
dibandingkan nilai elastisitas pada kondisi persaingan tidak
sempurna dan constant return to scale. Sementara pada saat fungsi
permintaan bersifat log linear, nilai elastisitas transmisi harga untuk
kondisi persaingan tidak sempurna dan increasing return to scale
adalah yang tertinggi, bahkan dibandingkan kondisi persaingan
sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa asumsi non-constant return
to scale tidak hanya mempengaruhi derajat transmisi harga namun
5 Pindyck & Rubinfeld, 2009, Microeconomics, Seventh Edition. Pearson Prentice Hall.6 Yaitu situasi dimana penambahan satu unit input menghasilkan jumlah output yang lebih darisatu unit.
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
44/139
29
Universitas Indonesia
juga dapat menghilangkan pengaruh dari market power dalam proses
transmisi harga, tergantung dari fungsi permintaan yang dihadapi.
McCorriston menambahkan bahwa pada kondisi decreasing return
to scale, pengaruh market power terhadap proses transmisi harga
tidak simetris akan lebih besar.
Sama halnya dengan menu cost , pengaruh return to scale terhadap
transmisi harga akan berbeda antara jangka pendek dan jangka
panjang. Menurut Karantininis (2011), return to scale hanya akan
memberikan pengaruh jangka pendek dalam proses transmisi harga,
sementara untuk jangka panjang hanya faktor market power yangakan berpengaruh terhadap transmisi harga.
2.3.4. Karakteristik Produk
Dalam penelitian yang dilakukan European Commision (EU-COM,
2009) disebutkan bahwa khusus untuk produk pertanian,
karakteristik produk, seperti daya simpan dan musiman, merupakan
faktor penting yang mempengaruhi tingkat integrasi pasar dantransmisi harga produk pertanian. Ward (1982) dalam Serra &
Goodwin (2002) menyebutkan bahwa pada produk pertanian yang
daya simpannya singkat, pola transmisi harga asimetris yang terjadi
mengarah pada tipe negatif. Pedagang perantara yang menjual
barang-barang perishable cenderung tidak akan menaikan harga
outputnya meskipun terjadi kenaikan harga input. Alasannya adalah
pedagang khawatir barangnya tidak laku. Sehingga pedagang lebih
memilih menekan marginnya, dengan tidak menaikan harga output,
daripada harus menanggung kerugian yang lebih besar, akibat barang
yang tidak laku. Dalam kasus ini, transmisi harga asimetri akan
menguntungkan bagi supplier dan konsumen, sementara untuk
pedagang perantara akan cenderung merugikan.
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
45/139
30
Universitas Indonesia
Namun menurut Heien (1980), dampak permasalahan perubahan
harga pada produk perishable sebenarnya relatif kecil jika
dibandingkan dengan produk-produk jangka panjang (Vavra &
Goodwin, 2005, hal. 8). Menurutnya, untuk barang yang memiliki
umur produk yang panjang, perusahaan yang terakhir melakukan
perubahan harga justru akan mendapatkan biaya yang lebih besar
akibat kehilangan reputasi perusahaan.
2.3.5. Kebijakan Pemerintah
Menurut Kinnucan dan Forker (1987), kebijakan pemerintah pun
dapat menyebabkan transmisi harga asimetris yang terjadi antar level
pemasaran. Perubahan harga di level petani yang relatif sering pada
dasarnya akan menyebabkan ketidakpastian bagi pedagang perantara
dalam menentukan harga jualnya, mengingat harga di level petani
merupakan biaya input bagi pedagang perantara. Apabila perubahan
biaya input tersebut bersifat sementara, maka tidak ada insentif bagi
pedagang perantara untuk melakukan penyesuaian harga.
Pada kasus kebijakan Pemerintah, hampir di semua negara
Pemerintah memiliki kebijakan intervensi harga (dalam bentuk floor
price) sebagai antisipasi saat terjadi penurunan harga di level petani,
yang tujuannya adalah untuk melindungi petani. Sebaliknya,
Pemerintah tidak akan melakukan intervensi apabila terjadi kenaikan
harga di level petani. Di satu sisi, kebijakan ini akan dapat
mengurangi ketidakpastian perubahan biaya yang dihadapi pedagang
perantara. Namun di sisi lain, kebijakan ini pun akan menyebabkan
transmisi harga di level petani ke level konsumen menjadi tidak
simetris. Penjelasannya adalah pada saat terjadi kenaikan harga di
level petani, pedagang akan menganggap bahwa perubahan tersebut
sifatnya permanen karena tidak akan ada intervensi Pemerintah.
Akibatnya, pedagang akan dengan segera melakukan penyesuaian
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
46/139
31
Universitas Indonesia
harga jualnya sesuai dengan kenaikan harga di level petani. Namun
pada saat terjadi penurunan harga di level petani, pedagang akan
percaya bahwa penurunan tersebut hanya bersifat sementara karena
Pemerintah akan segera melakukan intervensi. Sehingga pedagang
tidak akan dengan cepat melakukan penyesuaian harga jual saat
terjadi penurunan harga di level petani. Hal ini yang menyebabkan
terjadinya transmisi harga asimetris yang positif.
Penelitian serupa dilakukan oleh Serra dan Goodwin (2003) yang
melakukan studi terhadap transmisi harga pada produk-produk susu
(dairy products) di Spanyol. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa bahwa kelangkkan susu, pada besaran tertentu disebabkan
oleh sistem kuota yang ditetapkan Pemerintah. Sehingga mengarah
pada situasi dimana pabrik pengolah susu bersaing untuk
meningkatkan akses mereka terhadap kuota susu dan market share
penjualan mereka akan tetapi tidak mentrasmisikan peningkatan
harga di level petani secara penuh kepada harga di level ritel.
2.4. Penelitian terdahulu
Analisa transmisi harga tidak simetris telah banyak mengalami berbagai
perkembangan metodologi. Analisa transmisi harga yang sederhana
dilakukan dengan mengikuti metode Houck (1979) dalam Acquah dan
Onumah (2010), yang membagi efek perubahan harga antara shock kenaikan
harga dengan shock penurunan harga. Metode Houck kemudian disebut
dengan model statis, yang dapat ditulis dalam persamaan berikut :
(2.1)
dimana dan merupakan perubahan positif dan negatif yang
terjadi pada . Pengujian transmisi harga simetri dilakukam dengan
Analisa integrasi..., Firdaussy Yustiningsih, FEUI, 2012
-
8/17/2019 Analisa Integrasi Pasar Dan Transmisi Harga
47/139
32
Universitas Indonesia
membandingkan koefisien dan , transmisi harga dikatakan tidak
simetris apabila kedua keofisien tersebut signifikan tidak identik.
Metode Houck dianggap tidak sesuai apabila terdapat hubungan kointegrasi
antara dua series data harga. Von Cramon-Taubadel mengusulkan
pendekatan ECM lebih valid untuk digunakan untuk pengujian transmisi
harga asimetris. Penggunaan ECM dalam analisa transmisi