teori model calista roy.doc
Post on 25-Oct-2015
77 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
TEORI MODEL KEPERAWATAN
SISTER CALLISTA ROY
KELOMPOK IV
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
MALANG, 2009
TEORI MODEL KEPERAWATAN
SISTER CALLISTA ROY
KELOMPOK IV
Lingga Aris Sandy 0910720051
Lucky Ramanda 0910720052
Lukmanul Hakim 0910720053
Mohamad Daroini 0910720054
Mona Novita T 0910720055
Nadia Dewi A 0910720057
Neti Wahyu Ningrum 0910720059
Novita Ifamela 0910720060
Novitha Ariessandy R 0910720061
Nurul Ardlianawati 0910720063
Nurul Bariyyah 0910720064
Nurul Fauziah 0910720065
Dian Dwi Fitriawati 0910723019
Doni Agung N 0910723020
Dyaksa Putri W 0910723021
Ehrria Winastyo 0910723022
Fendi Eka Mustofa 0910723024
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
MALANG, 2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keperawatan sebagai suatu profesi yang sampai saat ini
masih dianggap profesi yang kurang eksis, kurang profesional,
bahkan kurang menjanjikan dalam hal finansial. Oleh karena itu
keperawatan harus berusaha keras untuk menunjukkan pada dunia
luar, di luar dunia keperawatan bahwa keperawatan juga bisa
sejajar dengan profesi – profesi lain. Tugas ini akan terasa berat
bila perawat-perawat Indonesia tidak menyadari bahwa eksistensi
keperawatan hanya akan dapat dicapai dengan kerja keras perawat
itu sendiri untuk menunjukkan profesionalismenya dalam
memberikan pelayanan kesehatan terutama pelayanan
keperawatan baik kepada individu, keluarga maupun masyarakat.
Salah satu cara untuk menunjukkan eksistensi keperawatan adalah
dengan mengembangkan salah satu model pelayanan
keperawatan yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia.
Model keperawatan Roy, dikenal dengan model adaptasi dimana
Roy memandang setiap manusia pasti mempunyai potensi untuk
dapat beradaptasi terhadap stimulus baik stimulus internal maupun
eksternal dan kemampuan adaptasi ini dapat dilihat dari berbagai
tingkatan usia.
Aplikasi proses keperawatan menurut konsep teori Roy di
Rumah Sakit telah banyak diterapkan namun sedikit sekali perawat
yang mengetahui dan memahami bahwa tindakan keperawatan
tersebut telah sesuai. Bahkan perawat melaksanakan asuhan
keperawatan tanpa menyadari sebagian tindakan yang telah
dilakukan pada klien adalah penerapan konsep teori Roy.
Oleh karena itu, kelompok memandang perlu untuk mengetahui
dan mengkaji lebih jauh tentang penerapan model keperawatan
yang sesuai dengan teori Sister Callista Roy di lapangan atau
rumah sakit, sehingga dapat diketahui apakah teori Roy dapat
diaplikasikan dengan baik dalam pelayanan keperawatan/ asuhan
keperawatan .
1.2TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu memahami konsep model keperawatan menurut Roy
dalam manajemen asuhan keperawatan
1.2.2 Tujuan Khusu s
a. Mampu mengidentifikasi paradigma keperawatan menurut
Roy.
b. Mampu mengidentifikasi inti teori model keperawatan menurut
Roy
c. Mampu mengidentifikasi proses keperawatan menurut Roy
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PARADIGMA KEPERAWATAN MENURUT SISTER CALLISTA
ROY
Menurut Salbiah, Dosen Keperawatan Dasar PSIK FK USU,
holistik merupakan salah satu konsep yang mendasari tindakan
keperawatan yang meliputi dimensi fisiologis, psikologis,
sosiokultural, dan spiritual. Dimensi tersebut merupakan suatu
kesatuan yang utuh, apabila satu dimensi terganggu akan
mempengaruhi dimensi lainnya. Holistik terkait dengan
kesejahteraan (Wellnes). Untuk mencapai kesejahteraan terdapat
lima dimensi yang saling mempengaruhi yaitu: fisik, emosional,
intelektual, sosial dan spiritual. Untuk mencapai kesejahteraan
tersebut, salah satu aspek yang harus dimiliki individu adalah
kemampuan beradaptasi terhadap stimulus. Teori adaptasi Sister
Callista Roy dapat digunakan.
Teori ini menggunakan pendekatan yang dinamis, di mana
peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan
memfasilitasi kemampuan klien untuk melakukan adaptasi dalam
menghadapi perubahan kabutuhan dasarnya. Tindakan
direncanakan dengan tujuan mengubah stimulus dan difokuskan
pada kemampuan individu dalam beradaptasi terhadap stimulus.
Sedangkan evaluasi yang dilakukan dengan melihat kemampuan
klien dalam beradaptasi dan mencegah timbulnya kembali masalah
yang pernah dialami. Kemampuan adaptasi ini meliputi seluruh
aspek baik bio, psiko maupun sosial (holistik). Sebagai pemberi
asuhan keperawatan, konsep holistik dan adaptasi ini merupakan
konsep yang harus di pahami oleh perawat agar dapat memberikan
asuhan keperawatan yang berkualitas kepada klien
2.2 INTI TEORI MODEL KEPERAWATAN MENURUT SISTER
CALLISTA ROY
2.2.1 Konsep Dasar Model Keperawatan Sister Calista Roy
Sister Calissta Roy yang lahir di Los Angeles pada tanggal
14 Oktober 1939, Roy mengembangkan ilmu dan filosofinya
berdasarkan 3 asumsi dasar, yaitu :
1. Asumsi dari Teori Sistem
a. System adalah seperangkat bagian yang saling
berhubungan dari satu bagian ke bagian lain
b. Sistem adalah bagian dari yang berfungsi bagian yang satu
dengan yang lain saling ketergantungan
c. Sistem mempunyai input, out put, control, proses dan
umpan balik
d. Input merupakan umpan balik yang juga disebut informasi
e. Sistem kehidupan lebih kompleks dari system mekanik,
mempunyai standard dan umpan balik langsung terhadap
fungsinya.
2. Asumsi dari Teori Melson
a. Perilaku manusia adalah hasil adaptasi dari lingkungan
dan kekuatan organism
b. Perilaku adaptif adalah berfungsinya stimulus dan
tingkatan adaptasi, yang dapat berpengaruh terhadap
stimulus fokal, stimulus kontekstual, dan stimulus residual.
c. Adaptasi adalah proses adanya respon positif terhadap
perubahan lingkungan
d. Respon merupakan refkleksi keadaan organisme terhadap
stimulus
3. Asumsi dari Humanism
a. Individu mempunyai kekuatan kreatif
b. Perilaku individu mempunyai tujuan dan tidak selalu dalam
lingkaran sebab akibat
c. Manusia merupakan makhluk holistic
d. Opini manusia dan nilai yang akan datang
e. Mobilisasi antar manusia bermakna
2.2.2 Teori Adaptasi Sister Calista Roy
Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai
penerima asuhan keperawatan adalah individu, keluarga,
kelompok, masyarakat yang dipandang sebagai “Holistic adaptif
system”dalam segala aspek yang merupakan satu kesatuan.
System adalah suatu kesatuan yang di hubungkan karena
fungsinya sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya
saling ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya. System terdiri
dari proses input, autput, kontrol dan umpan balik ( Roy, 1991 ),
dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Input
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus,
merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari
lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana dibagi
dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual dan stimulus
residual.
a) Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan
dengan seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi .
b) Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang
dialami seseorang baik internal maupun eksternal yang
mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur dan
secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini muncul
secara bersamaan dimana dapat menimbulkan respon
negatif pada stimulus fokal seperti anemia, isolasi sosial.
c) Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan
relevan dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk
diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat individu
berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini memberi
proses belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri
pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada yang tidak.
2. Kontrol
Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk
mekanisme koping yang di gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi
atas regulator dan kognator yang merupakan subsistem.
a) Subsistem regulator.
a. Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen :
input-proses dan output. Input stimulus berupa internal
atau eksternal. Transmiter regulator sistem adalah kimia,
neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon
neural dan brain sistem dan spinal cord yang diteruskan
sebagai perilaku output dari regulator sistem. Banyak
proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku
regulator subsistem.
b) Subsistem kognator.
Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun
internal. Perilaku output dari regulator subsistem dapat
menjadi stimulus umpan balik untuk kognator subsistem.
Kognator kontrol proses berhubungan dengan fungsi otak
dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi
atau proses informasi berhubungan dengan proses internal
dalam memilih atensi, mencatat dan mengingat. Belajar
berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement
(penguatan) dan insight (pengertian yang mendalam).
Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah
proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau
analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari
keringanan, mempergunakan penilaian dan kasih sayang.
3. Output
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di amati,
diukur atau secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari
dalam maupun dari luar . Perilaku ini merupakan umpan balik untuk
sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon yang
adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif. Respon yang adaptif
dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan
dapat terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan
yang berkenaan dengan kelangsungan hidup, perkembangan,
reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon yang mal adaptif
perilaku yang tidak mendukung tujuan ini.
Roy telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk
menjelaskan proses kontrol seseorang sebagai adaptif sistem.
Beberapa mekanisme koping diwariskan atau diturunkan secara
genetik (misal sel darah putih) sebagai sistem pertahanan terhadap
bakteri yang menyerang tubuh. Mekanisme yang lain yang dapat
dipelajari seperti penggunaan antiseptik untuk membersihkan luka.
Roy memperkenalkan konsep ilmu Keperawatan yang unik yaitu
mekanisme kontrol yang disebut Regulator dan Kognator dan
mekanisme tersebut merupakan bagian sub sistem adaptasi.
Dalam memelihara integritas seseorang, regulator dan
kognator subsistem diperkirakan sering bekerja sama. Tingkat
adaptasi seseorang sebagai sistem adaptasi dipengaruhi oleh
perkembangan individu itu sendiri, dan penggunaan mekanisme
koping. Penggunaan mekanisme koping yang maksimal
mengembangkan tingkat adaptasi seseorang dan meningkatkan
rentang stimulus agar dapat berespon secara positif. Untuk
subsistem kognator, Roy tidak membatasi konsep proses kontrol,
sehingga sangat terbuka untuk melakukan riset tentang proses
kontrol dari subsitem kognator sebagai pengembangan dari konsep
adaptasi Roy. Selanjutnya Roy mengembangkan proses internal
seseorang sebagai sistem adaptasi dengan menetapkan sistem
efektor, yaitu 4 mode adaptasi meliputi fisiologis, konsep diri, fungsi
peran dan interdependensi.
1. Mode Fungsi Fisiologi
Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan
fungsinya. Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar
fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas,
yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi fisiologis tingkat
dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan
proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :
a. Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan
prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas
(Vairo,1984 dalam Roy 1991).
b. Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan
untuk mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan
dan mengganti jaringan yang injuri. (Servonsky, 1984 dalam
Roy 1991).
c. Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari
instestinal dan ginjal. ( Servonsky, 1984 dalam Roy 1991)
d. Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas
fisik dan istirahat yang digunakan untuk mengoptimalkan
fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan semua
komponen-komponen tubuh. (Cho,1984 dalam Roy, 1991)
e. Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh
termasuk proses imunitas dan struktur integumen ( kulit,
rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai fungsi
proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu. (Sato,
1984 dalam Roy 1991).
f. The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran,
perkataan, rasa dan bau memungkinkan seseorang
berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting
dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.( Driscoll,
1984, dalam Roy, 1991)
g. Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di
dalamnya termasuk air, elektrolit, asam basa dalam seluler,
ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi
sistem fisiologis dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit. (Parly, 1984, dalam Roy 1991)
h. Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis
merupakan bagian integral dari regulator koping mekanisme
seseorang. Mereka mempunyai fungsi untuk mengendalikan
dan mengkoordinasi pergerakan tubuh, kesadaran dan
proses emosi kognitif yang baik untuk mengatur aktivitas
organ-organ tubuh (Robertson, 1984 dalam Roy, 1991).
i. Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman
sesuai dengan fungsi neurologis, untuk menyatukan dan
mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai
peran yang signifikan dalam respon stress dan merupakan
dari regulator koping mekanisme ( Howard & Valentine
dalam Roy,1991).
2. Mode Konsep Diri
Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan
penekanan spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia.
Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas
psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan.
Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the
physical self dan the personal self.
a. The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang
dirinya berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan
gambaran tubuhnya. Kesulitan pada area ini sering terlihat
pada saat merasa kehilangan, seperti setelah operasi,
amputasi atau hilang kemampuan seksualitas.
b. The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri,
ideal diri, moral- etik dan spiritual diri orang tersebut.
Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut merupakan
hal yang berat dalam area ini.
3. Mode Fungsi Peran
Mode fungsi peran mengenal pola –pola interaksi sosial
seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, yang
dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya
pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya
dimasyarakat sesuai kedudukannya.
4. Mode Interdependensi
Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang
dijabarkan oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling
memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling
menghargai.
Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan
kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya.
Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi
dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan
berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya. Interdependensi
dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu
memberi dan menerima.
2.3 PROSES KEPERAWATAN MENURUT SISTER CALLISTA ROY
Menurut Roy elemen dari proses keperawatan meliputi
pengkajian tingkat pertama dan kedua, diagnosa keperawatan,
penentuan tujuan, intervensi dan evaluasi.
Fokus dari model ini adalah adaptasi dan tujuan pengkajian
adalah mengidentifikasi tingkah laku yang aktual dan potensial
apakah memperlihatkan maladaptif dan mengidentifikasi stimulus
atau penyebab perilaku maladaptif. Empat mode adaptasi dapat
digunakan sebagi dasar kerangka kerja untuk pedoman pengkajian.
Mode ini juga meliputi psikologis, konsep diri, fungsi peran dan
model interdependensi.
Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua
bagian, yaitu pengkajian tahap dan pengkajian tahap II.
1. Tahap I : Pengkajian perilaku
Ini merupakan tahap proses keperawatan yang bertujuan
mengumpulkan data dan memutuskan klien adaptif atau maladaptif.
Termasuk dalam model ini adalah kebutuhan dasar manusia
apakah dapat dipengaruhi oleh kekurangan atau kelebihan.
misalnya terlalu sedikit oksigen , terlalu tinggi gula darah atau
terlalu banyak ketergantungan. Perawat menggunakan wawancara,
observasi dan pengukuran untuk mengkaji perilaku klien sekarang
pada setiap mode. Berdasarkan pengkajian ini perawat
menganalisis apakah perilaku ini adaptif, maladaptif atau potensial
maladaptif.
2. Tahap II : Pengkajian faktor – faktor yang berpengaruh
Pada tahap ini termasuk pengkajian stimuli yang signifikan
terhadap perubahan perilaku seseorang yaitu stimuli focal,
kontekstual dan residual.
a. Identifikasi stimuli focal
Stimuli focal merupakan perubahan perilaku yang dapat
diobservasi. Perawat dapat melakukan pengkajian dengan
menggunakan pengkajian perilaku yaitu: keterampilan
melakukan observasi, melakukan pengukuran dan interview.
b. Identifikasi stimuli kontekstual
Stimuli kontekstual ini berkontribusi terhadap penyebab
terjadinya perilaku atau presipitasi oleh stimulus focal.
Sebagai contoh anak yang di rawat dirumah sakit
mempunyai peran perilaku yang inefektif yaitu tidak belajar.
Focal stimulus yang dapat diidentifikasi adalah adanya fakta
bahwa anak kehilangan skedul sekolah. Stimulus
kontekstual yang dapat diidentifikasi adalah secara internal
faktor anak menderita sakit dan faktor eksternalnya adalah
anak terisolasi. Stimulasi kontekstual dapat diidentifikasi oleh
perawat melalui observasi, pengukuran, interview dan
validasi.
Menurut Martinez, 1976 dalam Roy 1989, faktor kontekstual
yang mempengaruhi mode adaptif adalah genetic, sex,
tahap perkembangan, obat, alkohol, tembakau, konsep diri,
peran fungsi, interdependensi, pola interaksi sosial, koping
mekanisme, stress emosi dan fisik religi, dan lingkungan
fisik.
c. Identifikasi stimuli residual
Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman
masa lalu. Helson dalam Roy, 1989 menjelaskan bahwa
beberapa faktor dari pengalaman lalu relevan dalam
menjelaskan bagaimana keadaan saat ini. Sikap, budaya,
karakter adalah faktor residual yang sulit diukur dan
memberikan efek pada situasi sekarang.
3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut teori adaptasi Roy
didefinisikan sebagai suatu hasil dari proses pengambilan
keputusan berhubungan dengan kurang mampunya adaptasi.
Diagnosa keperawatan dirumuskan dengan mengobservasi
tingkahlaku klien terhadap pengaruh lingkungan. Menurut Roy
(1991) ada 3 metode dalam membuat diagnosa keperawatan :
a. Menggunakan 4 (empat) model adaptif, yaitu fisiologis,
konsep diri, fungsi peran dan interdependen
TIPOLOGI ADAPTASI MASALAHA Physiological model 1.Oksigenasi
Hipoksia/shock
Kerusakan ventilasi
Ketidakadequat pertukaran gas
Perubahan perfusi jaringan
Ketidakmampuan dlm proses
kompensasi pada perubahan kebutuhan
oksigen
2.Nutrisi
Nutrisi kurang / lebih dari kebutuhan
tubuh
Anoreksia
Nausea / Vomiting
Ketidak efektifan strategi koping thd
penurunan ingestik
3.Eliminasi
D i a r e
Inkontinensia
Konstipasi
Retensi urine
Ketidakefektifan strategi koping thp
penurunan fungsi eliminasi.
4. Aktifitas dan istirahat
Ketidak adequate aktifitas & istirahat
Keterbatasan mobilitas & Koordinasi
Intoleransi aktifitas
Immobilisasi
Sleep deprivation
Resiko gangguan pola tidur
Kelelahan (Fatigue)
5. Proteksi
Gatal-gatal
Infeksi
Ketidak efektifan koping thd perubahan
status imun
Kulit Kering
6. Sense
Resiko injuri
Kehilangan kemampuan self-care
Resiko distorsi komunikasi
Stigma
Sensori monoton / distorsi
Nyeri akut
Gangg. Persepsi
Koping tak efektif thd perubahan sensori
7. Cairan dan elektrolit
D e h i d r a s i
Udem
Retensi cairan intra sel
Hyper/Hypo Kalsemia, kalemia, Natrium
Ketidakseimbngan asam-basa
Ketidakefektifan regulasi system Bufer
pda perub. pH.
8. Fungsi neurologi
Penurunan tingkat kesadaran
Pengurangan fungsi memori (daya
ingat)
Konpensasi tak efektif pd penurunan
fgs. kognitif
Resiko terjadi kerusakan otak sekunder
9. Fungsi endokrin
Ketidakefektifan regulasi/pengaturan
hormon yg direfleksikan dlm fatigue,
iritabilitas dan intoleransi pd panas
Ktdk efektifan perkembangan
reproduksi
Ktdk stabilan system hormon
Ktdk stabilan siklus internal stress.
B SELF KONSEP MODE 1. Physical Self
Gangguan body image
Disfungsi seksual
Kehilangan
Rape Trauma syndrome
2. Personal self
Ansietas
Ketidak berdayaan
Perasaan bersalah
Harga diri rendah
C ROLE FUNCTION MODE Transisi Peran
Konflik Peran
Gangguan / Kehilangan Peran
D INTERDEPENDENSI
MODE
Kesepian
Cemas karena perpisahan
Tabel 2.1. Tipologi masalah adaptasi menurut Roy, 1989
b. Mengobservasi respon klien yang paling menonjol pada satu
mode adaptif, misalnya; mode fisiologis sub kebutuhan
cairan.
Contoh kasus untuk diare intake : 1200 ml, out put : 3500 ml,
keluhan haus (+), turgor tidak elastis, kelopak mata tampak
cekung. Dari respon pasien tersebut dapat disimpulkan
bahwa diagosa keperawatan pasien menurut Roy adalah
defisit volume cairan.
c. Menyimpulkan respon klien dari satu atau lebih dari mode
adaptif yang terkait dengan stimulus yang sama. Misalnya
mode yang terganggu adalah : mode fisiologis, konsep diri
dan interdependensi.
Contoh kasus ; klien mengeluh tidak mau makan, makan
hanya habis ¼ porsi, BB turun 2 Kg dari normal. Dari data
tersebut klien mengalami gangguan kebutuhan nutrisi :
nutrisi kurang dari kebutuhan (mode fisiologis). Karena klien
kekurangan nutrisi mengakibatkan posturnya tampak kurus,
hal ini membuat klien mengalami gangguan Body Image
( Mode Konsep diri ), kondisi ini juga mengakibatkan klien
tidak dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari ( Mode
Interdependensi )
4. Penentuan tujuan
Roy (1984) menyampaikan bahwa secara umum tujuan pada
intervensi keperawatan adalah untuk mempertahankan dan
mempertinggi perilaku adaptif dan mengubah perilaku inefektif
menjadi adaptif. Penentuan tujuan dibagi atas tujuan jangka
panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang yang
akan dicapai meliputi : Hidup, tumbuh, reproduksi dan kekeuasaan.
Tujuan jangka pendek meliputi tercapainya tingkah laku yang
diharapkan setelah dilakukan manipulasi terhadap stimulus focal,
konteksual dan residual.
5. Intervensi
Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan , mengubah
atau memanipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual, juga
difokuskan pada koping individu atau zona adaptasi, sehingga
seluruh rangsang sesuai dengan kemampuan individu untuk
beradaptasi.
Tindakan keperawatan berusaha membantu stimulus menuju
perilaku adaptif. Hal ini menekankan kembali pentingnya
mengidentifikasi penyebab selama pengkajian tahap II.
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian efektifitas terhadap intervensi
keperawatan sehubungan dengan tingkah laku pasien. Perawat
harus mengkaji tingkah laku pasien setelah diimplementasi.
Intervensi keperawatan dinilai efektif jika tingkah laku pasien sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan analisa terhadap model adaptasi Roy, maka
kelompok menganalisa bahwa model keperawatan roy lebih
menekankan pada manusia secara holistik yang memiliki
mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap perubahan
lingkungan. Konsep ini juga menekankan pentingnya individu untuk
mempertahankan perilaku secara adaptif dan mampu merubah
perilaku yang maladaptif agar dapat meningkatkan kesehatannya.
Model konseptual Roy berisi 4 elemen yaitu manusia,
lingkungan, kesehatan, dan keperawatan. Manusia dipandang
sebagai sitem adaptasi kehidupan yang perilakunya dapat
diklasifikasikan menjadi respon yang adaptif atau respon yang
inefektif. Lingkungan terdiri stimulus internal dan eksternal.
Kesehatan adalah proses menjadi terintegrasi dan dapat mencapai
tujuan untuk hidup, pertumbuhan, reproduksi, penguasaan. Tujuan
keperawatan adalah meningkatkan respon adaptasi yang
berhubungan dengan adaptasi mode, menggunakan informasi
tentang tingkat adaptasi manusia dan stimulus fokal, kontekstual,
dan residual.
Setelah penulis melakukan analisis SWOT pada konseptual
calista Roy, penulis menyimpulkan bahwa konseptual ini dapat
digunakan di Indonesia dengan mempertahankan keuntungan,
memanfaatkan kesempatan, memperbaiki kelemahan serta
menekan ancaman yang ada.
http://abimuhlis.blogspot.com/2007/05/model-adaptasi-roy.html
3.2 SARAN
Dalam penerapan asuhan keperawatan, ada baiknya apabila
penulis mencari teori model keperawatan menurut beberapa tokoh
keperawatan, selain menurut tokoh yang sudah dipelajari. Dari
kegiatan tersebut, diharapkan akan banyak informasi yang dapat
diserap oleh perawat dan dapat membantu dalam pengaplikasian
teori model keperawatan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Salbiah. 2006. Teori Model Calista Roy. http://www.psik-fkusu.ac.id.
Diakses tanggal 1 Desember 2009. Jam 10.20.
Potter & Perry. 2005. Fundamental keperawatan (volume 1). Jakarta: EGC
Friedman, Marylin M. 2002. Keperawatan Keluarga (edisi 3).
Jakarta: EGC
Setiawati, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Keluarga.Tim Jakarta
Murwani, Arita. 2008. Pengantar Konsep Dasar keperawatan.
Jakarta. TIM 2008
Maya, Fitra. 2008. Tim Pengajar keperawatan komunitas. Jakarta: TIM
2008
Mubarakat, Wahit Iqbal. 2008. Pengantar Keperawatan Komunitas.
Jakarta. Sagung Seto
top related