pemodelan ruang keadaan
Post on 26-Jan-2016
67 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
I.DAFTAR ISI
I. DAFTAR ISI .................................................................................. 1
II. URAIAN MATERI
2.1 Pendahuluan .............................................................................. 2
2.2 Penyajian Ruang Keadaan Dari System .................................... 3
2.3 Penyelesaian Persamaan Keadaan Parameter Konstan ............ 17
2.4 Matriks Alih ............................................................................. 27
2.5 Sistem Linier Parameter –Berubah .......................................... 29
III. RANGKUMAN DARI URAIAN MATERI ................................ 34
IV. REFERENSI ................................................................................. 36
V. LATIHAN SOAL DAN PENYELESAIAN ................................. 37
2
II. URAIAN MATERI
2.1 PENDAHULUAN
Keterbatasan teori control konvensionl. Pada teori konvensional yang
dianggap penting hanyalah sinyal- sinyal masukan, keluaran dan sinyal kesalahan,
analisis dan desain control dilakukan dengan menggunakan fungsi alih , bersama-
sama dengan teknik grafis seperti diagram tempat kedudukan akar dan diagram
nyquist. Karakteristik yang unik dari teori control konvensional adalah bahwa
karakteristik tersebut ditentukan oelh hubungan antara masukan dan keluaran sistem,
fungsi alih.
Kelemahan pokok dari teori konvensioanal aadalh bahwa , pada
umumnya. Teori ini hanya dapat diterapkan pada sistem linier parameter konstan
(time invariant). Teori ini tidak dapat diterapkan untuk sistem parameter berubah
(time varying). Untuk memudahkan para insinyur mulai mengembangkan control
modern dengan salah satu cara yaitu analisis ruang keadaan sistem control sebelum
kita mempelajari lebih lanjut maka kita harus mendefinisikan arti kata keadaan,
variable keadaan, vector keadaan dan ruang keadaan.
Keadaan. Keadaan suatu sistem dinamik adalah himpunan terkecil dari
variable yang disebut variable keadaan sedemikian rupa sehingga dengan mengetahui
variable- variable ini pada 𝑡 = 𝑡0, bersama-sama dengan masukan untuk 𝑡 ≥ 𝑡0, kita
dapat menentukan secara lengkap perilaku sistem untuk setiap waktu untuk 𝑡 ≥ 𝑡0.
Jadi, keadaan suatu sistem dinamik pada saat t secara unik ditentukan oleh
keadaan tersebut pada = 𝑡0 dan masukan untuk 𝑡 ≥ 𝑡0 dan tidak bergantung pada
keadaan dan masukan sebelum 𝑡0. Perhatikan bahwa dalam membahas sistem linier
parameter konstan, biasannya kita pilih waktu acuan t0 sama dengan nol
Variabel keadaan. Variable keadaan suatu sistem dinamik adalah himpunan
terkecil dari variable variable yang menentukan keadaan sistem dinamik. Jika paling
tidak diperlukan n variable 𝑥1(𝑡), …, 𝑥𝑛(𝑡) untuk melukiskan secara lengkap
perilaku sistem dinamik (sedemikian rupa sehingga setelah diberikan masukan untuk
𝑡 ≥ 𝑡0 dan syarat awal pada 𝑡 = 𝑡0 maka keadaan sistem yang akan datang telah
ditentukan secara lengkap), maka n variable 𝑥1(𝑡), 𝑥2(𝑡) …., 𝑥𝑛(𝑡) tersebut
merupakan suatu himpunan variable keadaan. Perhatikan bahwa variable keadaan
3
tidak perlu merupakan besaran yang secara fisis dapat diukur. Meskipun demikian
secara praktis sebaiknya dipilih variable keadaan dengan pembobotan yang sesuai.
Vector keadaan. Jika diperlukan n variable keadaan untuk menggambarkan
secara lengkap perilaku sistem yang diberikan maka n variable keadaan ini dapat
dianggap sebagai n komponen suatu vector x(t). vector semacam ini disebut vector
keadaan. Jadi vector keadaan suatu vector yang menentukan secara unik keadaan
sistem x(t) untuk setiap 𝑡 ≥ 𝑡0 setelah ditetapkan masukan u(t) untuk 𝑡 ≥ 𝑡0.
Ruang keadaan ruang n dimensi yang sumbu koordinatnya terdiri dari sumbu
𝑥1, sumbu 𝑥1, … , sumbu 𝑥𝑛 disebut ruang keadaan. setiap keadaan dapat dinyatakan
dengan suatu titik pada ruang keadaan.
2.2 PENYAJIAN RUANG KEADAAN DARI SYSTEM
System dinamika yang terdiri dari sejumlah terhingga elemen terkumpul (lumped
element) dapat digambarkan dengan persamaan diferensial ordiner dengan waktu
sebagai variable bebas. Dengan menggunakan notasi matriks vector, persamaan
diferensial ore ke-n dapat dinyatakan dengan suatu persamaan differensial matriks
vector orde pertama. Jika n elemen vector tersebut merupakan himpunan variable
keadaan, maka persamaan diferensial matriks vector tersebut disebut persamaan
keadaan. Pada pasal ini kita akan membahas metoda-metoda untuk mencari penyajian
ruang keadaan dari system kontinyu.
Penyajian ruang keadaan dari system orde ke n yang dinyatakan oleh persamaan
diferensial linier dengan fungsi penggerak tidak melibatkan bentuk turunan. Tinjau
system orde ke n berikut:
𝑦(𝑛)
+ 𝑎1 𝑦(𝑛−1)
+ ⋯+ 𝑎𝑛−1�� + 𝑎𝑛𝑦 = 𝑢 (1-1)
Dengan mengingat bahwa, 𝑦(0), ��(0), . . ., 𝑦 (0)(𝑛−1)
, bersama-sama dengan masukan
𝑢(𝑡) untuk 𝑡 ≥ 0 , menentukan secara lengkap perilaku yang akan dating dari system,
maka kita dapat memilih 𝑦(𝑡), ��(𝑡), . . ., 𝑦 (𝑡)(𝑛−1)
sebagai himpunan 𝑛 variable
keadaan. (Secara matematis, pemilihan variable keadaan semacam itu adalah cukup
mudah. Akan tetapi secara praktis, karena ketidaktelitian bentuk turunan orde tinggi
4
yang disebabkan oleh pengaruh desing (noise) inheren pada setiap kondisi praktisi,
maka pemilihan variabel keadaan semacam itu tidak diinginkan).
Marilah kita definisikan
𝑋1 = 𝑦
𝑋1 = ��
. . .
𝑋𝑛 = 𝑦(𝑛−1)
Selanjutnya persamaan (1 – 1) dapat ditulis sebagai
��1 = 𝑥2
��2 = 𝑥3
. . .
��𝑛−1 = 𝑋𝑛
��𝑛 = −𝛼𝑛𝑥1 − . . . − 𝛼1𝑥𝑛 + 𝜐
atau
�� = 𝐀𝒙 + 𝐁𝒖 (1-2)
dimana
𝑋 = [
𝑥1
𝑥2...𝑥𝑛
] , 𝐴 =
[
0 0 0 … 0 0 0 0 … 0 . . . .
. . . . . . . . 0 0 0 … 0
−𝑎𝑛 −𝑎𝑛−1 −𝑎𝑛−2 … −𝑎1 ]
, B=
[ 0 0 ...1 ]
Persamaan keluaran menjadi
𝑦 = [1 0 ⋯ 0] [
𝑥1
𝑥2...𝑥𝑛
]
atau
𝑦 = 𝑪𝒙 (1-3)
dimana
5
𝐶 = [1 0 ⋯ 0]
Persamaan diferensial orde pertama, persamaan (1-2), adalah persamaan keadaan, dan
persamaan aljabar, Persamaan (1-3), adalah persamaan keluaran.
Contoh 1-2. Tinjau system yang didefinisikan oleh
𝑦+ 6�� + 11�� + 6y =6u (1-4)
Dimana 𝑦 adalah keluaran dan 𝑢 adalah masukan sitem. Carilah penyajian ruang
keadaan dari system.
Marilah kita pilih variabel keadaan sebagai berikut
𝑋1 = 𝑦
𝑋2 = ��
𝑋3 = ��
Selanjutnya kita peroleh
��1 = 𝑋2
��2 = 𝑋3
��3 = −6𝑥1 − 11𝑥3 + 6𝑢
Persamaan terakhir dari tiga persamaan inidiperoleh dengan menyelesaikan
persamaan diferensial asal untuk turunan yang tertinggi 𝑦 dan kemudian
mensubtitusikan 𝑦 = 𝑥1, �� = 𝑥2, �� = 𝑥3 ke dalam persamaan yang diperoleh.
Dengan menggunakan notasi matriks-vektor, tiga persamaan diferensial orde pertama
ini dapat digabung menjadi satu sebagai berikut:
[��1
��2
��3 ] = [
00
10
−6 −11
01
−6] [
𝑥1
𝑥2
𝑥3 ] + [
006] [𝑢] (1-5)
Persamaan keluaran dinyatakan oleh
𝑦 = [1 0 0] [
𝑥1
𝑥2
𝑥3 ] (1-6)
Persamaan (1-5) dan (1-6) dapat ditulis dalam bentuk standart sebagai berikut:
�� = 𝐀𝒙 + 𝐁𝒖 (1-7)
𝑦 = 𝑪𝒙 (1-8)
dimana
6
𝐴 = [00
10
−6 −11
01
−6] , 𝐵 = [
006] , 𝐶 = [1 0 0]
Gambar 1-2 menunjukkan penyajian diagram blok dari persamaan keadaan
dan persamaan keluaran di atas. Perhatikan bahwa fungsi alih dari blok-blok umpan
balik tersebut identik dengan negatif koefisien persamaan diferensial asal, persamaan
(1-4).
Ketidak-unikan himpunan variabel keadaan. Telah dinyatakan bahwa himpunan
variabel keadaan untuk suatu system adalah tidak unik. Missal bahwa 𝑥1, 𝑥2, … , 𝑥𝑛
adalah suatu himpunan variabel keadaan. Selanjutnya sebagai himpunan variabel
keadaan yang lain kita dapat menggunakan setiap himpunan fungsi
��1 = 𝑥1(𝑥1, 𝑥2, . . . , 𝑥𝑛)
��2 = 𝑥1(𝑥1, 𝑥2, . . . , 𝑥𝑛)
��3 = 𝑥1(𝑥1, 𝑥2, . . . , 𝑥𝑛)
Dengan syarat bahwa, untuk setiap himpunan harga ��1, ��2, . . . ��𝑛, terdapat suatu
himpunan harga 𝑥1, 𝑥2, . . . , 𝑥𝑛 yang unik dan sebaliknya. Jadi, jika 𝑥 merupakan
suatu vektor keadaan, maka �� yang memenuhi hubungan
�� = 𝐏𝐱
Juga merupakan suatu vektor keadaan, dengan syarat bahwa matriks P non-singuler.
Vektor-vektor keadaan yang berbeda membawa informasi yang sama mengenai
perilaku system.
7
Gambar 1.2. penyajian diagram blok dari system yang dinyatakan oleh
persamaan 1-7 dan 1-8
“Eigenvalue” dari matriks A n x n “Eigenvalue” dari matriks A n x n adalah
akar persamaan karakteristik
|𝜆𝐼 − 𝐴| = 0
“Eigenvalue” sering disebut akar karakteristik.
Sebagai contoh, tinjau matriks A berikut:
𝐴 = [00
10
−6 −11
01
−6]
Persamaan karakteristik adalah
|𝜆𝐼 − 𝐴| = [𝜆0
−1𝜆
6 11
0−1
𝜆 + 6]
= 𝜆3 + 6𝜆2 + 11𝜆 + 6
= (λ + 1)(λ + 2)(λ + 3) = 0
“Eigenvaule” dari A adalah akar persamaan karakteristik tersebut, atau -1,-2 dan -3
Contoh 1-3. Tinjauan system yang sama seperti yang dibahas pada contoh 1-2. Kita
akan menunjukkan bahwa persamaan (1-5) bukan satu-satunya persamaan keadaan
system ini. Missal kita didefinisikan suatu himpunan variabel keadaan baru 𝑧1, 𝑧2 dan
𝑧3 dengan transformasi
[
𝑥1
𝑥2
𝑥3 ] = [
1−1
1−2
1 4
1−39
] [
𝑧1
𝑧2
𝑧3 ]
Atau
𝑋 = 𝑃𝑧 (1-9)
Dimana
𝑃 = [1
−11
−21 4
1
−39
] (1-10)
8
Selanjutnya dengan mensubtitusikan persamaan (1-9) ke dalam persamaan (1-7), kita
peroleh
𝑷�� = 𝑨𝑷𝒛 + 𝑩𝒖
Jika kedua arus persamaan yang terakhir ini dikalikan didepan dengan 𝑷−𝟏 maka kita
peroleh
𝒛 = 𝑷−𝟏𝑨𝑷𝒛 + 𝑷−𝟏𝑩𝒖 (1-11)
Atau
[𝑧1
𝑧2
𝑧3 ] = [
3−3
2,5−4
1 1,5
0,5−10,5
] [00
10
−6 −11
01
−6] [
1−1
1−2
1 4
1−39
] [
𝑧1
𝑧2
𝑧3 ]+
[3
−32,5−4
1 1,5
0,5−10,5
] [006
] [𝒖]
Setelah disederhanakan, kita peroleh
[𝑧1
𝑧2
𝑧3 ] = [
−10
0−2
0 0
00
−3] [
𝑧1
𝑧2
𝑧3 ] + [
3−63
] [𝑢] (1-12)
Persamaan (1-22) juga merupakan persamaan keadaan system yang sama, yang
didefinisikan oleh persamaan (1-5).
Persamaan keluaran, yakni persamaan (1-8), dimodifikasi menjadi
𝑦 = 𝑪𝑷𝒛
atau
𝑦 = [1 0 0] [1
−11
−21 4
1
−39
] [
𝑧1
𝑧2
𝑧3 ] (1-13)
= [1 0 0] [
𝑧1
𝑧2
𝑧3 ]
Perhatikan bahwa matriks transformasi P, yang didefinisikan oleh persamaan
(1-10), memodifikasi matriks koefisien dari z menjadi matriks diagonal. Secara jelas
terlihat dari persamaan (1-12) bahwa tiga persamaan keadaan yang terpisah diatas
tidak saling berkaitan lagi. Perhatikan juga bahwa elemen diagonal dari matriks P-
1AP pada persamaan (1-11) adalah identik dengan tiga “eigenvalue” dari A. sangat
penting untuk diingat bahwa “eigenvalue” dari A dan “eigenvalue” dari P-1AP adalah
identik. Berikut ini kita akan membuktikannya untuk suatu kasus umum.
9
Invariansi “eigenvalue”. Untuk membuktikan invariansi “eigenvalue” pada
suatu transformasi linier, kita harus menunjukkan bahwa polynomial karakteristik |λI
– P-1AP| adalah identic.
Karena determinan dari suatu hasil kali adalah sama dengan hasil perkalian
determinan-determinannya, maka kita peroleh
| λI – P-1AP | = | λP-1P – P-1AP |
= | P-1 (λI – A) P|
= | P-1 || λI – A || P|
= | P-1 || P || λI – A |
Dengan mengingat bahwa hasil kali determinan | P-1 | dan | P | sama dengan
determinan hasil kali |P-1P |, maka kita peroleh
| λI – P-1AP | = |P-1P | | λI – A |
= | λI – A |
Jadi telah kita buktikan bahwa “eigenvalue” dari A tidak berubah dengan adanya
transformasi linier.
Diagonalisasi matriks n x n. Perhatikan bahwa jika sutu matriks An x n
dengan “eigenvalue-eigenvalue” yang berbeda dinyatakan oleh
A =
[
0 0 0 … 0 0 0 0 … 0 . . . .
. . . . . . . . 0 0 0 … 0
−𝑎𝑛 −𝑎𝑛−1 −𝑎𝑛−2 … −𝑎1 ]
Maka transformasi x = Pz di mana
P =
[
1 1 … 1 𝜆1 𝜆2 … 𝜆𝑛
𝜆12 𝜆1
2 … 𝜆𝑛2
. . . . . . . . … .
𝜆1𝑛−1 𝜆2
𝑛−1 … 𝜆𝑛𝑛−1 ]
𝜆1, 𝜆2, . . ., 𝜆𝑛 = n “eigenvalue” dari A yang berbeda akan mentrasformasikan
𝑃−1 AP menjadi matriks diagonal, atau
10
𝑃−1 AP =
[ 𝜆1
𝜆2
.
0
0 .
.
𝜆𝑛]
Jika matriks A yang didefinisikan oleh persamaan (14-14) melibatkan
“eigenvalue” jamak, maka diagonalisasi tersebut tidak mungkin diperoleh. Sebagai
contoh, jika matriks
A 3 x 3 di mana
A = [0 1 00 0 1
−𝑎3 −𝑎2 −𝑎1
]
Mempunyai “eigenvalue” 𝜆1, 𝜆2, 𝜆3, maka transformasi x=Sz di mana
A = [
1 0 1𝜆1 1 𝜆2
𝜆12 2𝜆1 𝜆3
2]
Akan menghasilkan
𝑠−1AS = [
𝜆1 1 00 𝜆1 00 0 𝜆3
]
Bentuk semacam itu di sebut bentuk perumusan Jordan.
Contoh 1-4. Tinjau system yang sama seperti yang dibahas pada contoh 1-2 dan
1-3, yakni
𝑦+ 6�� + 11�� + 6y =6u (1-15)
Kita akan menunjukkan bahwa penyajian ruang keadaan seperti yang dinyatakan oleh
persamaan (1-12) dan persamaan (1-13) juga dapat diperoleh dengan menggunakan
teknik uraian pecahan parsial.
Marilah kita tulis kembali persamaan (1-15) dalam bentuk fungsi alih:
𝒀(𝒔)
𝑼(𝒔) =
6
𝒔𝟑 + 𝟔𝒔𝟐 + 𝟏𝟏𝒔 +𝟔 =
𝟔
(𝒔+𝟏)(𝒔+𝟐)(𝒔+𝟑)
𝒀(𝒔)
𝑼(𝒔) =
𝟑
(𝒔+𝟏) +
𝟔
(𝒔+𝟐) +
𝟑
(𝒔+𝟑)
Oleh karena itu
11
𝒀(𝒔) = 𝟑
(𝒔+𝟏) U(s)+
−𝟔
(𝒔+𝟐) U(s)+
𝟑
(𝒔+𝟑) U(s) (1-16)
Marilah kita definisikan
𝒙𝟏(𝒔) = 𝟑
(𝒔+𝟏) U(s) (1-17)
𝒙𝟐(𝒔) = −𝟔
(𝒔+𝟐) U(s) (1-18)
𝒙𝟏(𝒔) = 𝟑
(𝒔+𝟑) U(s) (1-19)
Dengan membalik transormasi laplace dari persamaan (1-17), (1-18), dan (1-19), kita
peroleh
��1 = −𝑋1 + 3𝑢
��2 = −2𝑋2 − 6𝑢
��3 = −3𝑋3 + 3𝑢
Karena persamaan (1-16) dapat ditulis sebagai
Y(s) = X1(s) + X2(s) + X3(s)
Maka kita peroleh
𝑦 = 𝑥1 + 𝑥2 + 𝑥3
dalam bentuk notasi matriks vektor, kita peroleh
[
𝑧1
𝑧2
𝑧3 ] = [
−10
0−2
0 0
00
−3] [
𝑥1
𝑥2
𝑥3 ] + [
3−63
] [𝒖] (1-20)
y = [1 1 1] [
𝑥1
𝑥2
𝑥3 ] (1-21)
Persamaan (1-20) dan (1-21) masing-masing adalah identic dengan persamaan (1-12)
dan (1-13).
Gambar 1-3 menunjukkan penyajian diagram blok dari persamaan (1-20) dan
(1-21). Perhatikan bahwa fungsi alih dalam blok-blok umpan balik adalah identic
dengan “eigenvalue” dari system. Perhatikan juga bahwa residu dari pole-pole fungsi
alih, atau koefisien pada uraian pecahan parsial 𝑌(𝑠) 𝑈(𝑠)⁄ , tampak pada blok-blok
umpan maju.
12
Gambar 1.3 Penyajian diagram blok dari system yang dinyatakan oleh persamaan
(1-20) dan (1-21)
Penyajian ruang-keadaan dari sitem orde ke-n yang dinyatakan oleh
persamaan diferensial linier dengan r fungsi penggerak. Tinjau system multi masukan
multi keluaran yang ditunjukkan pada gambar 1-4. Pada system ini, 𝑥1, 𝑥2, . . . , 𝑥𝑛
menyatakan variabel masukan; variabel keadaan; 𝑢1, 𝑢2, . . . , 𝑢𝑟 menyatakan variabel
masukan; dan 𝑦1, 𝑦2, . . . , 𝑦𝑚 adalah variabel keluaran. Dari gambar 1-4, kita peroleh
persamaan system sebagai berikut:
��1 = 𝑎11 (𝑡)𝑥1 + 𝑎12 (𝑡)𝑥2+ . . . + 𝑎1𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑏11 (𝑡)𝑢1 + 𝑏12 (𝑡)𝑢2+ . . . + 𝑏1𝑟(𝑡)𝑢𝑟
��2 = 𝑎21 (𝑡)𝑥1 + 𝑎22 (𝑡)𝑥2+ . . . + 𝑎2𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑏21 (𝑡)𝑢1 + 𝑏22 (𝑡)𝑢2+ . . . + 𝑏2𝑟(𝑡)𝑢𝑟
⋯
��3 = 𝑎𝑛1 (𝑡)𝑥1 + 𝑎𝑛2 (𝑡)𝑥2+ . . . + 𝑎𝑛𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑏𝑛1 (𝑡)𝑢1 + 𝑏𝑛2 (𝑡)𝑢2+ . . .+ 𝑏𝑛𝑟(𝑡)𝑢𝑟
13
Gambar 14-4. System multi masukan-multi keluaran.
Dimana a(t) dan b(t) adalah konstan atau fungsi dari t. Dalam bentuk notasi matriks
vektor, n persamaan ini dapat ditulis secara kompak sebagai
�� = 𝑨(𝒕) + 𝑩(𝒕)𝒖 (1-22)
Dimana
𝑋 = [
𝑥1
𝑥2...𝑥𝑛
] = vektor keadaan
𝑢 = [
𝑢1
𝑢2...𝑢𝑛
] = vektor masukan (atau control)
𝐴(𝑡) =
[ 𝑎11(𝑡) 𝑎12(𝑡) … 𝑎1𝑛 (𝑡)
𝑎21(𝑡) 𝑎22(𝑡) … 𝑎2𝑛 (𝑡) . . .
. . . . . . . . .
𝑎𝑛1 (𝑡) 𝑎𝑛2 (𝑡) … 𝑎𝑛𝑛 (𝑡) ]
𝐵(𝑡) =
[ 𝑏11(𝑡) 𝑏12(𝑡) … 𝑏1𝑛 (𝑡)
𝑏21(𝑡) 𝑏22(𝑡) … 𝑏2𝑛 (𝑡) . . .
. . . . . . . . .
𝑏𝑛1 (𝑡) 𝑏𝑛2 (𝑡) … 𝑏𝑛𝑛 (𝑡) ]
Persamaan (1-22) adalah persamaan keadaan dari system. [Perhatikan bahwa suatu
persamaan diferensial matriks vektor seperti persamaan (1-22) (atau n persamaan
14
defernsial orde pertama ekivalen) yang menggambarkan dinamika suatu system,
merupakan persamaan keadaan jika dan hanya jika himpunan variabel bebas pada
persamaan deferensial matriks vektor tersebut memenuhi definisi variabel keadaan].
Untuk sinyal keluaran kita peroleh
𝑦1 = 𝑐11 (𝑡)𝑥1 + 𝑐12 (𝑡)𝑥2+ . . . + 𝑐1𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑑11 (𝑡)𝑢1 + 𝑑12 (𝑡)𝑢2+ . . . + 𝑑1𝑟(𝑡)𝑢𝑟
𝑦2 = 𝑐21 (𝑡)𝑥1 + 𝑐22 (𝑡)𝑥2+ . . . + 𝑐2𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑑21 (𝑡)𝑢1 + 𝑑22 (𝑡)𝑢2+ . . . + 𝑑2𝑟(𝑡)𝑢𝑟
. . .
𝑦3 = 𝑐𝑛1 (𝑡)𝑥1 + 𝑐𝑛2 (𝑡)𝑥2+ . . . + 𝑐𝑛𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑑𝑛1 (𝑡)𝑢1 + 𝑑𝑛2 (𝑡)𝑢2+ . . . + 𝑑𝑛𝑟(𝑡)𝑢𝑟
Dalam bentuk notasi matriks-vektor, m persamaan ini dapat ditulis sebagai
Y= A(t) + B(t)u (1-22)
Dimana
𝑦 = [
𝑦1
𝑦2...𝑦𝑛
] = vektor keadaan
𝐶(𝑡) =
[ 𝑐11(𝑡) 𝑐12(𝑡) … 𝑐1𝑛 (𝑡)
𝑐21(𝑡) 𝑐22(𝑡) … 𝑐2𝑛 (𝑡) . . .
. . . . . . . . .
𝑐𝑚1 (𝑡) 𝑐𝑚2 (𝑡) … 𝑐𝑚𝑛 (𝑡) ]
𝐷(𝑡) =
[ 𝑑11(𝑡) 𝑑12(𝑡) … 𝑑1𝑛 (𝑡)
𝑑21(𝑡) 𝑑22(𝑡) … 𝑑2𝑛 (𝑡) . . .
. . . . . . . . .
𝑑𝑚1 (𝑡) 𝑑𝑚2 (𝑡) … 𝑑𝑚𝑛 (𝑡) ]
Persamaan (1-23) adalah persamaan keluaran dari system. Matriks-matriks A(t), B(t),
C(t), dan D(t) mencirikan dinamika system secara lengkap.
Penyajian diagram blok dan penyajian grafik aliran sinyal dari system yang
didefinisikan oleh persamaan (1-22) dan (1-23), masing-masing ditunjukkan pada
gambar 1-5 (a) dan (b). untuk menunjukkan besarnya vektor, kita gunakan anak
panah ganda pada diagram tersebut.
Penyajian ruang keadaan dari system orde ke-n yang dinyatakan oleh
persamaan diferensial linier dengan fungsi penggerak yang melibatkan bentuk
15
turunan. Jika persaan diferensial system melibatkan turunan dari fungsi penggerak,
seperti
𝑦(𝑛)
+ 𝑎1 𝑦(𝑛−1)
+ ⋯+ 𝑎𝑛−1�� + 𝑎𝑛𝑦 = 𝑏0 𝑢(𝑛)
+ 𝑏1 𝑢(𝑛−1)
+ ⋯+ 𝑏𝑛−1�� + 𝑏𝑛𝑢 (1-24)
Maka himpunan n variabel y, ��, ��, …, 𝑦(𝑛+1)
tidak memenuhi persyaratan sebagai
himpunan variabel keadaan, sehingga metoda langsung yang diterapkan diatas, tidak
dapat digunakan. Ini disebabkan karena n persamaan diferensial orde pertama
(a)
(b)
Gambar 1-5. (a) Penyajian diagram blok dari sistem yang didefinisikan oleh
persamaan (1-22) dan (1-23); (b) penyajian grafik aliran sinyal dari sistem pada
gambar 1-5 (a).
��1 = 𝑥2
��2 = 𝑥3
. . .
16
��𝑛−1 = 𝑋𝑛
��𝑛 = −𝛼𝑛𝑥1 −𝛼𝑛−1𝑥2 − . . . − 𝛼1𝑥𝑛 + 𝑏0 𝑢(𝑛) + 𝑏1 𝑢𝑛−1 + . . . + 𝑏𝑛𝑢
Dimana 𝑥1 = 𝑦 tidak menghasilkan jawab yang unik.
Persoalan utama dalam mendefinisikan variabel keadaan untuk kasus ini
terletak pada bentuk turunan pada ruas kanan n persamaan diatas yang terakhir.
Variabel-variabel keadaan tersebut harus sedemikian rupa sehingga mengeliminasi
turunan-turunan u pada persamaan keadaan.
Merupakan suatu kenyataan yang dikenal dengan baik dalam teori control
modern bahwa jika kita definisikan n variabel berikut sebagai himpunan n variabel
keadaan
𝑥1 = 𝑦 – 𝛽0𝑢
𝑥2 = �� − 𝛽0�� − 𝛽1𝑢 = ��1 − 𝛽1𝑢
𝑥3 = �� − 𝛽0�� − 𝛽1�� − 𝛽2𝑢 = ��2 − 𝛽2𝑢 (1-25)
⋯
𝑥𝑛 = 𝑦(𝑛−1)
− 𝛽0𝑢(𝑛−1)
− 𝛽1𝑢(𝑛−2)
− ⋯− 𝛽𝑛−2�� − 𝛽𝑛−1𝑢 = ��𝑛−1 − 𝛽𝑛−1𝑢
Dimana 𝛽0, 𝛽1, 𝛽2, …, 𝛽𝑛 ditentukan dari
𝛽0 = 𝑏0
𝛽1 = 𝑏1 − 𝑎1𝛽0
𝛽2 = 𝑏2 − 𝑎1𝛽1 − 𝑎2𝛽0 (1-26)
𝛽3 = 𝑏3 − 𝑎1𝛽2 − 𝑎2𝛽1 − 𝑎3𝛽0
⋯
𝛽𝑛 = 𝑏𝑛 − 𝑎1𝛽𝑛−1 − ⋯− 𝑎𝑛−1𝛽1 − 𝑎𝑛𝛽0
Maka jawab persamaan keadaan tersebut dijamin ada dan unik. (Perhatikan bahwa ini
bukan merupakan satu-satunya pilihan dari himpunan variabel keadaan). Dengan
memilih variabel keadaan seperti diatas, kita peroleh persamaan keadaan dan
persamaan keluaran dari system yang dinyatakan oleh persamaan (1-24), sebagai
berikut:
[
��1
��2
.
.
.��𝑛−1
��𝑛 ]
=
[
0 1 0 … 0 0 0 1 … 0 . . . .
. . . . . . . . 0 0 0 … 1
−𝑎𝑛 −𝑎𝑛−1 −𝑎𝑛−2 … −𝑎1 ]
[
𝑥1
𝑥2
.
.
.𝑥𝑛−1
𝑥𝑛 ]
+
[
𝛽1
𝛽2
.
.
.𝛽𝑛−1
𝛽𝑛 ]
[𝑢]
17
y= [1 0 ⋯ 0] [
𝑥1
𝑥2...𝑥𝑛
] + 𝛽0𝑢
�� = Ax + Bu
y = Cx + Du
x =
[
��1
��2
.
.
.��𝑛−1
��𝑛 ]
, A =
[
0 1 0 … 0 0 0 1 … 0 . . . .
. . . . . . . . 0 0 0 … 1
−𝑎𝑛 −𝑎𝑛−1 −𝑎𝑛−2 … −𝑎1 ]
B =
[
𝛽1
𝛽2
.
.
.𝛽𝑛−1
𝛽𝑛 ]
, C = [1 0 . . . 0], D = 𝛽1 = 𝑏0
Syarat awal x(0) dapat di tentukan dari persamaan (1-25)
Pada penyajian ruang-keadaan ini, pada dasarnya matriks A sama seperti pada
system yang dinyatakan oleh persamaan (1-1). Turunan pada ruas kanan persamaan
(1 – 24) hanya mempengaruhi elemen matriks B.
Perhatikan bahwa penyajian keadaan ruang keadaan untuk fungsi alih berikut
𝑌(𝑠)
𝑈(𝑠)=
𝑏𝑜𝑠𝑛 + 𝑏1𝑠
𝑛−1 + ⋯+ 𝑏𝑛−1𝑠 + 𝑏𝑛
𝑠𝑛 + 𝑎1𝑠𝑛−1 + ⋯+ 𝑎𝑛−1𝑠 + 𝑎𝑛
Juga diberikan oleh persamaan (1-27) dan (1-28)
2.3 PENYELESAIAN PERSAMAAN KEADAAN PARAMETER KONSTAN
Pada pasal ini kita akan mencari jawab umum persamaan keadaan linier
parameter konstan. Pertamakali kita akan meninjau kasus homogen kemudian baru
meninjau kasus non homogeny.
Jawab persamaan keadaan homogeny. Sebelum kita menyelesaikan
persamaan diferensial matriks vektor, marilah kita kaji ulang jawab persamaan
diferensial scalar
18
�� = 𝑎𝑥 (1-29)
Dalam menyelesaikan persamaan ini, kita dapat memisalkan suatu jawab x(t) yang
mempunyai bentuk
𝑥(𝑡) = 𝑏0 + 𝑏1𝑡 + 𝑏2𝑡2 + ⋯+ 𝑏𝑘𝑡
𝑘 + ⋯ (1-30)
Dengan mensubstitusikan jawab permisalan ini ke dalam persamaan (1-29), kita
peroleh
𝑏1 + 2𝑏2𝑡 + 3𝑏3𝑡2 + ⋯+ 𝑘𝑏𝑘𝑡
𝑘−1 + ⋯ = 𝑎(𝑏0 + 𝑏1𝑡 + 𝑏2𝑡2 + ⋯+ 𝑏𝑘𝑡
𝑘 + ⋯)
(1-31)
Jika jawab permisalan merupakan jawab yang sebenarnya, maka persamaan (1-31)
harus berlaku untuk setiap t. Selanjutnya, dengan menyamakan koefisien-koefisien
dari suku-suku engan pangkat t yang sama, kita perolah
𝑏1 = 𝑎𝑏0
𝑏2 =1
2𝑎𝑏1 =
1
2𝑎2𝑏0
𝑏3 =1
3𝑎𝑏2 =
1
3 × 2𝑎3𝑏0
⋯
𝑏𝑘 =1
𝑘!𝑎𝑘𝑏0
Harga 𝑏0 diperoleh dengan mensubstitusikan t = 0 ke dalam persamaan (1-30), atau
𝑥(0) = 𝑏0
Oleh karena itu jawab x(t) dapat ditulis sebagai
𝑥(𝑡) = (1 + 𝑎𝑡 +1
2!𝑎2𝑡2 + ⋯+
1
𝑘!𝑎𝑘𝑡𝑘 + ⋯) × (0)
= 𝑒𝑎𝑡𝑥(0)
Sekarang kita akan menyelesaikan persamaan diferensial matriks vektor
𝑥 = 𝐴𝑥 (1-32)
Dimana
x = vektor n dimensi
A = matriks konstan n × n
Berdasarkan analogi dengan kasus scalar, kita anggap bahwa jawab tersebut
berbentuk deret pangkat vektor dalam t, atau
𝑥(𝑡) = 𝑏0 + 𝑏1𝑡 + 𝑏2𝑡2 + ⋯+ 𝑏𝑘𝑡
𝑘 (1-33)
19
Dengan mensubstitusikan jawab permisalan ini ke dalam persamaan (1-32), kita
peroleh
𝑏1 + 2𝑏2𝑡 + 3𝑏3𝑡2 + ⋯+ 𝑘𝑏𝑘𝑡
𝑘−1 + ⋯ = 𝐴(𝑏0 + 𝑏1𝑡 + 𝑏2𝑡2 + ⋯+ 𝑏𝑘𝑡
𝑘 + ⋯)
(1-34)
Jika jawab permisalan merupakan jawab yang sebenarnya, maka persamaan (1-34)
harus berlaku untuk semua t. Selanjutnya dengan menyamakan koefisien-koefiien
dari suku-suku dengan pangkat t yang sama, kita peroleh
𝑏1 = 𝐴𝑏0
𝑏2 =1
2𝐴𝑏1 =
1
2𝐴2𝑏0
𝑏3 =1
3𝐴𝑏2 =
1
3 × 2𝐴3𝑏0
⋯
𝑏𝑘 =1
𝑘!𝐴𝑘𝑏0
Dengan mensubstitusikan t = 0 ke dalam persamaan (1-33), kita peroleh
𝑥(0) = 𝑏0
Jadi jawab x(t) dapat ditulis sebagai
𝑥(𝑡) = (𝐼 + 𝐴𝑡 +1
2!𝐴2𝑡2 + ⋯+
1
𝑘!𝐴𝑘𝑡𝑘 + ⋯) × (0)
Ekspresi didalam kurung pada ruas kanan persamaan yang terakhir ini adalah matriks
n × n. karena keserupaannya dengan deret pangkat tak terhingga pada eksponensial
scalar, maka kita menyebutnya eksponensial matriks dan menulis
𝐼 + 𝐴𝑡 +1
2!𝐴2𝑡2 + ⋯+
1
𝑘!𝐴𝑘𝑡𝑘 + ⋯ = 𝑒𝑎𝑡
Dalam bentuk eksponensial matriks, jawab persamaan (14-32) dapat ditulis sebagai
𝑥(𝑡) = 𝑒𝐴𝑡𝑥(0) (1-35)
Karena eksponenssial matriks sangat penting dalam analisis ruang keadaan
system linier, maka selanjutnya kita akan menguji sifat-sifat eksponensial matriks.
Eksponensial matriks. Dapat dibuktikan bahwa eksponensial matriks dari
suatu matriks An × n
𝑒𝐴𝑡 = ∑𝐴𝑘𝑡𝑘
𝑘!
∞
𝑘=0
20
Adalah konvergen mutlak untuk semua harga t terhingga. (oleh karena itu
perhitungan computer untuk menghitung elemen-elemen 𝑒𝐴𝑡dengan cara uraian deret
secara mudah dapat dilakukan).
Karena kekonvergenan deret tek terhingga ∑𝐴𝑘𝑡𝑘
𝑘!
∞𝑘=0 , maka deret tersebut
didiferensialkan suku demi suku agar diperoleh
𝑑
𝑑𝑡𝑒𝐴𝑡 = 𝐴 + 𝐴2𝑡 +
𝐴2𝑡2
2!+ ⋯+
𝐴𝑘𝑡𝑘−1
(𝑘 − 1)!+ ⋯
= 𝐴 [𝐼 + 𝐴𝑡 +𝐴2𝑡2
2!+ ⋯+
𝐴𝑘𝑡𝑘−1
(𝑘−1)!+ ⋯] = 𝐴𝑒𝐴𝑡
= [𝐼 + 𝐴𝑡 +𝐴2𝑡2
2!+ ⋯+
𝐴𝑘𝑡𝑘−1
(𝑘−1)!+ ⋯]𝐴 = 𝑒𝐴𝑡𝐴
Eksponensial matriks tersebut mempunyai sifat bahwa
𝑒𝐴(𝑡+𝑠) = 𝑒𝐴𝑡𝑒𝐴𝑠
Ini dapat dibuktikan sebagai berikut:
𝑒𝐴𝑡𝑒𝐴𝑠 = ( ∑𝐴𝑘𝑡𝑘
𝑘!
∞
𝑘=0
)( ∑𝐴𝑘𝑠𝑘
𝑘!
∞
𝑘=0
)
= ∑ 𝐴𝑘
∞
𝑘=0
( ∑𝑡𝑖𝑠𝑘−1
𝑖! (𝑘 − 1)!
∞
𝑘=0
)
= ∑ 𝐴𝑘
∞
𝑘=0
( ∑(𝑡 + 𝑠)𝑘
𝑘!
∞
𝑘=0
)
= 𝑒𝐴(𝑡+𝑠)
Khususnya, jika s = -t, maka
𝑒𝐴𝑡𝑒−𝐴𝑡 = 𝑒−𝐴𝑡𝑒𝐴𝑡 = 𝑒𝐴(𝑡−𝑡) =I
Jadi kebalikan dari 𝑒𝐴𝑡 adalah 𝑒−𝐴𝑡. Karena kebalikan dari 𝑒𝐴𝑡 selalu ada, maka 𝑒𝐴𝑡
adalah matriks non-singuler.
Sangat penting untuk diingat bahwa
𝑒(𝐴+𝐵)𝑡 = 𝑒𝐴𝑡𝑒𝐵𝑡 jika AB = BA
𝑒(𝐴+𝐵)𝑡 ≠ 𝑒𝐴𝑡𝑒𝐵𝑡 jika AB ≠ BA
Untuk membuktikannya, perhatikan bahwa
𝑒(𝐴+𝐵)𝑡 = 𝐼 + (𝐴 + 𝐵)𝑡 +(𝐴+𝐵)2
2!𝑡2 +
(𝐴+𝐵)2
3!𝑡3 +. . .
𝑒𝐴𝑡𝑒−𝐴𝑡 = (I + At + Bt) (I + Bt + 𝐵2𝑡2
2!+
𝐵3𝑡3
3!+ ⋯ )
21
= I + (A +B)t + 𝐴2𝑡2
2! + (A +B)𝑡2 +
𝐵2𝑡2
2! +
𝐴3𝑡3
3! +
𝐴3𝐵𝑡3
2! +
𝐴𝐵3𝑡3
2! +
𝐵3𝑡3
3!+ ⋯
Oleh karenanya
𝑒(𝐴+𝐵)𝑡 − 𝑒𝐴𝑡𝑒−𝐴𝑡 = 𝐵𝐴−𝐴𝐵
2!𝑡2 +
𝐴𝐵2+𝐴𝐵𝐴+ 𝐵2𝐴+𝐵𝐴𝐵−2𝐴2𝐵−2𝐴𝐵2
2!+ ⋯
Selisih antara 𝑒(𝐴+𝐵)𝑡 dan 𝑒𝐴𝑡𝑒−𝐴𝑡 akan nol jika A dan B komut.
Pendekatan transformasi laplace pada jawab homogen persamaan keadaan.
Pertama kali marilah kita tinjau kasus saklar
�� = 𝑎𝑥 (1 -36)
Transformasi laplace dari persamaan (1-36)
sX(s) – x(0) =aX(s) (1-37)
di mana X(s) = L [s]. Dengan menyelesaikan persamaan (1-37) untuk X(s), diperoleh
X(s) = 𝑥(0)
𝑠−𝑎 = (𝑠 − 𝑎)−1 x(0)
Transformasi laplace balik dari persamaan terakhir ini memberikan jawab
x(t) = 𝑒𝑎𝑡𝑥(0)
Pendekatan jawab persamaan diferensial saklar homogen di atas dapat di perlukan
untuk persamaan keadaan homogen.
�� = Ax(t) (1-38)
Transformasi laplace kedua ruas persamaan (1-38) adalah
sX(s) – x(0) =AX(s)
di mana X(s) = L[x]. selanjutnya
(sI – A)X(s) = x(0)
Jadi kedua ruas persamaan terakhir ini dikalikan di depan dengan (sI – A)−1 , maka
kita peroleh
X(s) = (sI – A)−1𝑥(0)
Dengan membalik transformasi laplace dari X(s) akan diperoleh jawab x(t). jadi
X(t) = 𝐿−1 [(𝑠I − A)−1]𝑥(0) (1-39)
Perhatikan bahwa
(sI – A)−1 = I
𝑠+
𝐴
𝑆2+
𝐴2
𝑆3+ ⋯
Oleh karena itu, transformasi laplace balik dari (sI – A)−1 adalah
22
𝐿−1[(sI – A)−1] = I + At + 𝐴2𝑡2
2!+
𝐴3𝑡3
3!+ ⋯ = 𝑒𝐴𝑡 (1-40)
(Transformasi laplace balik dari suatu matriks adalah matriks yang terdiri dari
transformasi laplace balik dari semua elemennya). Dari persamaan (1-39) dan
persamaan (1-40), kita peroleh jawab dari persamaan (1 -38) sebagai
x(t) = 𝑒𝑎𝑡𝑥(0)
Pentingnya persamaan (1-40) terletak pada kenyataan bahwa persamaan tersebut
memberikan suatu cara yang mudah untuk mencari jawab tertutup dalam bentuk
ponensial matriks.
Matriks transisi keadaan. Kita dapat menulis jawab persamaan
�� = 𝐴𝑥 (1 -41)
Sebagai
x(t) = ɸ(𝑡)𝑥(0) (1 -42)
di mana ɸ(𝑡) adalah matriks n x n dan merupakan jawab unik dari
ɸ(t) = A ɸ(𝑡), ɸ(0) = 1
Untuk memeriksanya, perhatikan bahwa
x(0) = ɸ(0)𝑥(0) = I𝑥(0)
dan
��(t) = ɸ(t)x(0) = Ax(t)
Jadi jelas bahwa persamaan (1-42), kita lihat bahwa jawab persamaan (1-41) dari
persamaan (1-35), (1-39) dan (1-42), kita peroleh
ɸ(0) = 𝑒𝐴𝑡 = 𝐿−1 [(𝑠I − A)−1]
perhatikan bahwa
ɸ−1(𝑡) = 𝑒𝐴𝑡 = ɸ(−𝑡)
Dari persamaan (1-42), kita lihat bahwa jawab persamaan (1-41) hanyalah merupakan
transformasi syarat awal. Oleh karena itu, matriks unik ɸ(𝑡) disebut matriks transisi
keadaan. Matriks transisi keadaan mengandung semua informasi mengenai gerak
bebas system yang di definisikan oleh persamaan (1-41).
Jika “ eigenvalue” 𝜆1, 𝜆2, ⋯ , 𝜆𝑛 dari matriks A berbeda, maka ɸ(𝑡) akan
mengandung n eksponensial
𝑒𝜆1𝑡, 𝑒𝜆2𝑡, ⋯ , 𝑒𝜆𝑛𝑡
23
Khususnya, jika matriks A merupakan matriks diagonal, maka
ɸ(𝑡) = 𝑒𝐴𝑡 =
[ 𝑒𝜆1𝑡
𝑒𝜆1𝑡
.
0
0 .
.
𝑒𝜆1𝑡]
(A : Diagonal)
jika ada “eigenvalue” rangkap, missal,jika “eigenvalue” dari A adalah
𝜆1, 𝜆2,𝜆3,𝜆4, ⋯ , 𝜆𝑛
Maka ɸ(𝑡) di samping akan mengandung suku 𝑒𝜆1𝑡, 𝑒𝜆2𝑡, 𝑒𝜆3𝑡 , ⋯ , 𝑒𝜆𝑛𝑡 juga
mengandung suku 𝑡𝑒𝜆1𝑡 dan 𝑡2𝑒𝜆1𝑡
Sifat – sifat matriks transisi keadaan, sekarang kita akan meringkas sifat-sifat penting
dari matriks transisi keadaan ɸ(𝑡). untuk system parameter konstan
�� = 𝐴𝑥
Sehingga diperoleh
ɸ(𝑡) = 𝑒𝐴𝑡
maka
1. ɸ(0) = 𝑒𝐴0 = I
2. ɸ(𝑡) = 𝑒𝐴𝑡 = [ɸ(−𝑡)]−1 atau [ɸ(−𝑡)]−1 = ɸ(−𝑡)
3. ɸ(𝑡1 + 𝑡2) = 𝑒𝐴(𝑡1+𝑡2) = 𝑒𝐴𝑡1 𝑒𝐴𝑡2 = ɸ(𝑡1)ɸ(𝑡2) ɸ(𝑡2)ɸ(𝑡1)
4. [ɸ(𝑡)]𝑛 = ɸ(𝑛𝑡)
5. ɸ(𝑡2 − 𝑡1) ɸ(𝑡1 − 𝑡0) = ɸ(𝑡2 − 𝑡0) = ɸ(𝑡1 − 𝑡0)ɸ(𝑡2 − 𝑡1)
contoh 14-6. Carilah matriks transisi keadaan dari system berikut:
[��1
��2] = [
0 1−2 −3
] [𝑥1
𝑥2]
Cari juga kebalikan dari matriks transisi keadaan ɸ−1(𝑡)
Untuk system ini,
A = [0 1
−2 −3]
Matriks transisi keadaan ɸ(𝑡) dinyatakan oleh
ɸ(𝑡) = 𝑒𝐴𝑡 = 𝐿−1 [(𝑠I − A)−1]
karena
sI – A = [𝑠 00 𝑠
] − [0 1
−2 −3] = [
𝑠 −12 𝑠 + 3
]
24
kebalikan dari (sI –A) di berikan oleh
(sI – A) −1 = I
(𝑠+1)(𝑠+2) [𝑠 + 3 −1−2 𝑠
]
= [
s+3
(𝑠+1)(𝑠+2)
I
(𝑠+1)(𝑠+2)
−2
(𝑠+1)(𝑠+2)
s
(𝑠+1)(𝑠+2) ]
Oleh karena itu
ɸ(𝑡) = 𝑒𝐴𝑡 = 𝐿−1 [(𝑠I − A)−1]
= [ 2𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡
−2𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡]
Dengan mengingat bahwa ɸ−1(𝑡) = ɸ(−𝑡), maka di peroleh kebalikan matriks
transisi-keadaan tersebut sebagai berikut:
ɸ(𝑡) = 𝑒𝐴𝑡 = [ 2𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡
−2𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡]
jawab persamaan keadaan non-homogen. Kita akan mulai meninjau kasus saklar
�� = 𝑎𝑥 + 𝑏𝑢 (1 -43)
Persamaan (1-43) dapat kita tulis kembali sebagai berikut
�� − 𝑎𝑥 = 𝑏𝑢
Dengan mengalikan kedua ruas persamaan ini dengan 𝑒−𝑎𝑡,kita peroleh
𝑒−𝑎𝑡[��(𝑡) − 𝑎𝑥(𝑡)] = 𝑑
𝑑𝑡[𝑒−𝑎𝑡𝑥(𝑡)] = 𝑒−𝑎𝑡𝑏𝑢(𝑡)
Dengan mengintegrasi persamaan ini antara 0 dan t, kita peroleh
𝑒−𝑎𝑡𝑥(𝑡) = 𝑥(0) + ∫ 𝑒−𝑎𝑡𝑏𝑢(𝜏)𝑑𝜏𝑡
0
Atau
𝑥(𝑡) = 𝑒−𝑎𝑡𝑥(0) + 𝑒𝑎𝑡 ∫ 𝑒−𝑎𝑡𝑏𝑢(𝜏)𝑑𝜏𝑡
0
Suku pertama pada ruas kanan adalah respon terhadap syarat awal sedangkan suku
keduanya adalah respon terhadap masukan u(t).
Sekarang marilah kita tinjau persamaan keaaan non-homogen yang I nyatakan
oleh
�� = 𝐴𝑥 + 𝐵𝑢 (1 -44)
25
Dimana
x = vektor n dimensi
u = vektor r dimensi
A = matriks konstan n x n
B = matriks konstan n x r
Dengan menulis persamaan (1-44) sebagai
��(𝑡) − 𝐴𝑥 = 𝐵𝑢(𝑡)
Dan dengan mengalikan di depan kedua ruas persamaan ini dengan 𝑒−𝐴𝑡, kita peroleh
𝑒−𝐴𝑡[��(𝑡) − 𝐴𝑥(𝑡)] = 𝑑
𝑑𝑡𝑒−𝐴𝑡𝑥(𝑡)] =𝑒−𝐴𝑡𝐵𝑢(𝑡)
Dengan mengintegrasi persamaan diatas antara 0 dan t, kita peroleh
𝑒𝐴𝑡𝑥(𝑡) = 𝑥(0) + ∫ 𝑒−𝑎𝑡𝑏𝑢(𝜏)𝑑𝜏𝑡
0
atau
𝑥(𝑡) = 𝑒𝐴𝑡𝑥(0) + ∫ 𝑒𝐴(𝑡− 𝜏 )𝑏𝑢(𝜏)𝑑𝜏𝑡
0 (1-45)
Persamaan (14-45) juga dapat di tulis sebagai
𝑥(𝑡) = ɸ(𝑡)𝑥(0) + ∫ ɸ(𝑡 − 𝜏 )𝑏𝑢(𝜏)𝑑𝜏𝑡
0 (1-46)
dimana
ɸ(𝑡) = 𝑒𝐴𝑡
Persamaan (1-45) atau adalah persamaan (1-44). Jelaslah bahwa jawab x(t)
merupakan jumlah dari suku yang terdiri dari transisi keadaan awal dan suku yang
ditimbukan oleh vektor masukan.
Pendekatan transformasi laplace pada jawab persamaan keadaan non
homogen. Jawab persamaan keadaan non homogen.
�� = 𝐴𝑥 + 𝐵𝑢
juga dapat diperoleh dengan pendekatan transformasi laplace. Transformasi laplace
dari persamaan (1-44) adalah
𝑠𝑋(𝑠) − 𝑥(0) = 𝐴𝑋(𝑠) + 𝐵𝑈(𝑠)
Atau
(𝑠𝐼 − 𝐴)𝑋(𝑠) = 𝑥(0) + 𝐵𝑈(𝑠)
Dengan mengalikan didepan kedua ruas persamaan terakhir ini dengan (𝑠𝐼 − 𝐴)−1,
kita peroleh
26
𝑋(𝑠) = (𝑠𝐼 − 𝐴)−1𝑥(0) + (𝑠𝐼 − 𝐴)−1𝐵𝑈(𝑠)
Dengan menggunakan hubungan yang dinyatakan oleh persamaan (1-40), kita
peroleh
𝑋(𝑠) = 𝐿[𝑒𝐴𝑡]𝑥(0) + 𝐿[𝑒𝐴𝑡]𝐵𝑈(𝑠)
Transformasi laplace balik dari persamaan terakhir ini dapat diperoleh dengan
menggunakan integral konvolussebagai berikut:
𝑥(𝑡) = 𝑒𝐴𝑡𝑥(0) + ∫ 𝑒𝐴(𝑡−𝜏)𝐵𝑢(𝜏)𝑡
0
Jawab dalam bentuk x(𝑡0). Sejauh ini kita anggap bahwa waktu awalnya adalah nol.
Akan tetapi jika waktu awal dinyatakan dengan 𝑡0, bukan lagi 0, maka jawab
persamaan (14-44) harus dimodifikasi menjadi
𝑥(𝑡) = 𝑒𝐴(𝑡−𝑡0)𝑥(𝑡0) + ∫ 𝑒𝐴(𝑡−𝜏)𝐵𝑢(𝜏)𝑡
𝑡0
𝑑𝜏
Contoh 1-7. Carilah respon waktu system berikut:
[��1
��2] = [
0 1−2 −3
] [𝑥1
𝑥2] + [
01] [𝑢]
Dimana u(t) adalah fungsi tangga satuan yang terjadi pada t = 0, atau
𝑢(𝑡) = 1(𝑡)
Untuk system ini
𝐴 = [ 0 1−2 −3
], 𝐵 = [01]
Matriks transisi keadaan ɸ(𝑡) = 𝑒𝐴𝑡 telah diperoleh pada contoh 1-6 sebagai
ɸ(𝑡) = 𝑒𝐴𝑡 = [ 2𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡
−2𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡]
Selanjutnya, respon terhadap masukan tangga satuan diperoleh sebagai berikut:
𝑥(𝑡) = 𝑒𝐴𝑡𝑥(0) + ∫ [ 2𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡
−2𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡] [01]
𝑡
0
[1]𝑑𝜏
Atau
[𝑥1(𝑡)𝑥2(𝑡)
] = [ 2𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡
−2𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡] [
𝑥1(0)𝑥2(0)
] + [1
2− 𝑒−𝑡 +
1
2𝑒−2𝑡
𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡
]
Jika syarat awalnya adalah nol, atau x(0) = 0, maka x(t) dapat disederhanakan
menjadi
27
[𝑥1(𝑡)𝑥2(𝑡)
] = [1
2− 𝑒−𝑡 +
1
2𝑒−2𝑡
𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡
]
2.4 MATRIKS ALIH
Konsep matriks alih merupakan perluasan konsep fungsi alih,maka pertama
kali kita akan mencari fungsi alih dari sistem satu masukan satu keluaran.
Marilah kita tinjau sistem dengan Fungsi berikut: 𝑌(𝑠)
𝑈(𝑠) G(s)
Dan kita tahu bahwa persamaan ruang keadan dari sistem ini dinyatakan sebagai
berikut
�� Ax + Bu
y = Cx + Du
di mana x adalah vector keadaan, u adalah masukan, dan y adalah keluaran. TF dari
persamaan ruang keadaan diatas adalah
sX(s)-x(0)= AX(s)+BU(s)
Y(s)=CX(s)+ DU(s)
Karena sebelum fungsi alih telah di definisikan sebagai perbandingan transformasi
laplace dari keluaran dan transformasi laplace dari masukan dengan syarat awal nol,
maka kita anggap bahwa x(0) pada persamaan Y(s)=CX(s)+ DU(s) adalah nol
Dengan mensubsitusikan X(s)= (sI-A)-1BU(s) ke dalam persamaan Y(s)=CX(s)+
DU(s) maka diproleh
Y(s)={C (sI-A)-1B +D}U(s)
Dengan membandingkan persamaan Y(s)={C (sI-A)-1B +D}U(s) dengan persamaan
𝑌(𝑠)
𝑈(𝑠) G(s) ,kita lihat bahwa G(s)=C ( sI – A)-1B +D
Ini merupakan fungsi alih dalam bentuk A, B, C, dan D, perhatikan bahwa ruas kanan
persamaan G(s)=C (sI – A)-1B +D melibatkan (sI – A)-1. Oleh karena itu G(s) dapat
ditulis sebagai
G(s)=𝑸(𝒔)
|𝒔𝑰−𝑨|
Dimana Q(s) adalah polinomial dalam. Oleh karena (sI – A) sama dengan polinomial
karakteristik dari G(s) dengan kata lain A identik dengan pole –pole dari G(s)
28
Contoh. Carilah fungsi alih dari sistem yang diperoleh persamaan keadaan dan
keluaran berikut:
��=-5X1-X2+2U
��2=3X1-X2+5U
y= X1+2X2
Dalam bentuk matriks-vector, dapat kita tulis
[𝑥1
𝑥2]=[
−5 −13 −1
] [𝑥1
𝑥2]+[
25][u]
y= [1 2] [𝑥1
𝑥2]
Selanjutnya fungsi alih sistem tersebut adalah
G(s)= C(sI – A)-1B
=[1 2] [𝑠 + 5 1−3 𝑠 + 1
] -1 [25]
=[1 2][
𝑠+1
(𝑠+2)(𝑠+4)
−1
(𝑠+2)(𝑠+4)
3
(𝑠+2)+(𝑠+4)
𝑠+5
(𝑠+2)+(𝑠+4)
] [2 5]
=12𝑠+59
(𝑠+2)(𝑠+4)
Matriks alih matriks alih G(s) merealisasikan keluaran Y(s) dengan masukan U(s)
atau
Y(s)= G(s)U(s)
Sedangkan untuk matriks alih multi masukan –multi keluaran sebagai berikut
G(s)=c(Si-A)-1 B+D
Matriks alih sisitem lup tertutup. Tinjau sistem yang mempunyai multi masukan-
multi keluran matriks alih umpan majunya adalah Go(s),sedangkan umpan baliknya
H(s),matriks alih antara vector sinyal umpan balik B(s) dan vector kesalahan
E(s).mempunyai persamaan:
B(s)=H(s)Y(s)
=H(s)Go(s)E(s)
29
U(s) E(s) Y(s)
B(s)
Maka kita peroleh bahwa matriks alih antara B(s) dan E(s) adalah H(s)Go(s).Jadi
matriks alih elemen-elemen yang terhubung seri merupakan hasil perkalian dari
matriks alih masing – masing elemennya.
Matriks alih sistem lup tertutup diperoleh sebagai berikut :
Y(s)= Go(s)[U(s)-B(s)
= Go(s)[U(s-H(s)Y(s)
Maka kita peroleh
[I +Go(s)H(s)Y(s)=Go(s)U(s)
Perkalian didepan kedua ruas persamaan terakhir ini dengan [I+Go(s)H(s)]-1,
menghasilkan
Y(s)=[I+Go(s)H(s)]-1Go(s)U(s)
Matriks alih lup tertutup G(s) dinyatakan oleh
G(s)=[I+Go(s)H(s)]-1Go(s)
2.5 SISTEM LINIER PARAMETER –BERUBAH
Suatu keunggulan pendekatan ruang keadaan pada analisis sistem control
adalah dapat diperluasnya pendekatan ini untuk menyelesaikan sistem parameter
berubah.
Pada sistem linier parameter berubah dengan mengubah matriks transisi (t)
menjadi (t,t0).(Untuk sistem parameter berubah ,matriks transisi bergantung baik
pada t maupun t0 dan tidak bergantung pada selisih t-t0 .jadi kita tidak selalu dapat
menyetel waktu awal sama dengan nol.tentu saja ada beberapa kasu t0 sama dengan
nol).Meskipun demikian matriks transisi dari sistenm parameter berubah pada
umumnya tidak dapat dinyatakan sebagai eksponensial matriks.
Contoh: �� =a(t)x
Jawab persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut
+ Go(s)
H(s)
30
X(t)=e∫ 𝑎()𝑑𝑡
𝑡𝑜 X(t0)
Dan fungsi transisi keadaannya dinyatakan oleh
(t,t0 )=exp [ ∫ 𝑎()𝑑𝑡
𝑡0 ]
Akan tetapi, tidak berlaku hasil yang sama untuk persamaan diferensial matriks-
vektor. Contohnya
�� =A(t)x
Dimana
X(t)=vector n dimensi
A(t)= matriks n x n yang elemennya merupakan fungsi t yang kontinyu sepotong-
sepotong pada selang t0tt1
Dan untuk menyelesaikan persamaan diatas menggunakan persamaan
X(t)=(t,t0) x (t0)
Dimana (t,t0) adalah matriks non singular n x n yang memenuhi persamaan
diferensial matriks berikut
(t,t0)=A(t)(t,t0), (t ,t0)=I
Kenyataan bahwa persamaan X(t)=(t,t0) x (t0) merupakan jawab persamaan
(t,t0)=A(t)(t,t0), (t ,t0)=I dapat diperiksa secara mudah karena
X(t0)= (t,t0) x (t0)=IX(t0)
Dan ��(t0)=𝒅
𝒅𝒕 [(t,t0) x (t0)]
= (t,t0) x (t0)
= A(t) (t,t0) x (t0)
= A(t) X (t)
Kita lihat bahwa jawab persamaan �� =a(t)x hanyalah merupakan transformasi
keadaan awal. Matriks (t,t0) meruapakan matriks transisi keadaan dari sistem
parameter berubah yang dinyatakan oleh persamaan ��=a(t)x
Matriks transisi keadaan untuk kasus parameter berubah. Penting untuk
diperhatikan bahwa matriks transisi keadaan (t,t0) dapat dinyatakan dengan suatu
eksponensial matriks jika A(t) dan ∫ 𝑨(𝒕
𝒕𝟎)𝒅 komut. Jadi
(t,t0)=exp∫ 𝑨(𝒕
𝒕𝟎)𝒅 ] ( jika dan hanya jika A(t) dan ∫ 𝑨(
𝒕
𝒕𝟎)𝒅 komut )
31
Perhatikan bahwa jika A(t) merupakan matriks konstan atau matriks diagonal maka
A(t) dan ∫ 𝑨(𝒕
𝒕𝟎)𝒅 komut, jika ∫ 𝑨(
𝒕
𝒕𝟎)𝒅 tidak komut maka ada satu cara yang
sederhana untuk menghitung matriks transisi keadaan , untuk menghitung t,t0)
secara numeric kita dapat menggunakan uraian deret berikut untuk (t,t0) :
(t,t0)=I + ∫ 𝑨(𝒕
𝒕𝟎)𝒅 + ∫ 𝑨(
𝒕
𝒕𝟎𝟏) [∫ 𝑨(
𝒕
𝒕𝟎𝟐)]d1 +…
Pada umumnya , ini tidak berlaku akan memberikan (t,t0) dalam suatu bentuk
tertutup
Contoh : carilah (t,t0) untuk sistem parameter berubah
[𝑥1
𝑥2]=[
0 10 𝑡
] [𝑥1
𝑥2]
Untuk menghitung (t,0) , marilah kita gunakan persamaan
(t,t0)=I + ∫ 𝑨(𝒕
𝒕𝟎)𝒅 + ∫ 𝑨(
𝒕
𝒕𝟎𝟏) [∫ 𝑨(
𝒕
𝒕𝟎𝟐)]d1 +…
Maka
∫ 𝑨()𝒅𝒕
𝟎 =∫ [
𝟎 𝟏𝟎
]𝒕
𝟎 d =[
𝟎 𝒕
𝟎𝒕𝟐
𝟐
]
∫ [𝟎 𝟏𝟎 𝟏
]𝒕
𝟎 {∫ [
𝟎 𝟏𝟏 𝟐
]𝟏
𝟎 𝒅𝟐} d1=∫ [
𝟎 𝟏𝟎 𝟏
]𝒕
𝟎[𝟎 𝟏
𝟎𝟏𝟐
𝟐
] d1 = [𝟎
𝒕𝟑
𝟔
𝟎𝒕𝟒
𝟖
]
maka kita peroleh
(t,0) =[𝟏 𝟎𝟎 𝟏
] + [𝟎 𝟏
𝟎𝒕𝟐
𝟐
] +[𝟎
𝒕
𝟔
𝟑
𝟎𝒕𝟒
𝟖
] +…
Sifat – sifat matriks tansisi keadaan (t,t0). Berikut ini kita akan membuat daftar
sifat- sifat matriks transisi keadaan (t,t0)
1. (t2,t1) (t1,t0)= (t2,t0)
Untuk membuktikannnya, perhatikan bahwa
X(t1) =(t1,t0) x (t0)
X(t2)= (t2,t0) x (t0)
Juga
X(t2)= (t2,t1) x (t1)
Oleh karena itu
X(t2)= (t2,t1) (t1,t0) x (t0) = (t2,t0) x (t0)
32
Sehingga
(t2,t1) (t1,t0) x (t0) = (t2,t0)
(t1,t0)= -1 (t0,t1)
untuk membuktikannya, perhatikan bahwa
(t1,t0)= -1 (t2 ,t1) (t2,t0)
Jika kita masukan t2=t0 ke dalam persamaan terakhir ini, maka
(t1,t0)= -1(t0,t1) (t0,t0)= -1(t0,t1)
Jawab persamaan keadaan linier parameter berubah.tinjau persamaan berikut :
Contoh : �� = A(t)x + B (t)u
Dimana :
X : vector n dimensi
U : vector r dimensi
A(t): matriks n x n
B(t): matriks n x r
Elemen – elemen dari A(t) dan B(t) dianggap sebagai fungsi kontinyu sepotong-
sepotong pada selang t0tt1
Untuk menjawabnya misal:
x(t) = ( t,t0) (t)
dimana ( t,t0) matriks unik yang memenuhi persamaan berikut :
( t,t0)= A(t) ( t,t0) , (t0,t0)= I
Selanjutnya
��(t)= 𝑑
𝑑𝑡[(t,t0)(t)
=( t,t0) (t) + (t,t0) (t)
= A(t) ( t,t0) (t) + + (t,t0) (t)
= A(t) ( t,t0)(t) + B(t) u(t)
Oleh karena
(t,t0)(t) = B(t) u(t)
Atau
(t) = -1(t,t0)B(t) u(t)
Dengan demikian ,
(t)= (t0) + ∫ −𝟏𝒕
𝒕𝟎(,t0)B() U() d
33
Karena (t0)= -1(t0,t0) x (t0) = X(t0)
Maka jawab persamaan �� = A(t)x + B (t)u diperoleh sebagai
x(t) = (t,t0) x (t0) + (t,t0)∫ −1𝑡
𝑡0(,t0)B() U() d
=(t,t0) x (t0) +∫ −1𝑡
𝑡0(t,)B() U() d
Unuk menghitung ruas kanan persamaan =(t,t0) x (t0) +∫ −1𝑡
𝑡0(t,)B() U() d
dalam kasus- kasus praktis diperlukan computer digital
34
III. RANGKUMAN DARI URAIAN MATERI
Penyajian Ruang Keadaan Dari System dari system orde ke n yang dinyatakan
oleh persamaan diferensial linier dengan fungsi penggerak tidak melibatkan bentuk
turunan. Tinjau system orde ke n berikut:
𝑦(𝑛)
+ 𝑎1 𝑦(𝑛−1)
+ ⋯+ 𝑎𝑛−1�� + 𝑎𝑛𝑦 = 𝑢
“Eigenvalue” dari matriks A n x n “Eigenvalue” dari matriks A n x n adalah
akar persamaan karakteristik
| λI – A| = 0
Diagonalisasi matriks n x n. Perhatikan bahwa jika sutu matriks An x n
dengan “eigenvalue-eigenvalue” yang berbeda dinyatakan oleh
A =
[
0 0 0 … 0 0 0 0 … 0
. . . . . . . . . . . . 0 0 0 … 0
− 𝑎𝑛 − 𝑎𝑛−1 −𝑎𝑛−2 … −𝑎1 ]
Penyajian ruang-keadaan dari sitem orde ke-n yang dinyatakan oleh
persamaan diferensial linier dengan r fungsi penggerak, persamaannya adalah:
��𝑛 = 𝑎𝑛1 (𝑡)𝑥1 + 𝑎𝑛2 (𝑡)𝑥2 + . . . + 𝑎𝑛𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑏𝑛1 (𝑡)𝑢1 + 𝑏𝑛2 (𝑡)𝑢2
+ . . . + 𝑏𝑛𝑟(𝑡)𝑢𝑟 Penyelesaian Persamaan Keadaan Parameter Konstan Persamaan diferensial
matriks vektor 𝑥 = 𝐴𝑥
Eksponensial matriks. Dapat dibuktikan bahwa eksponensial matriks dari
suatu matriks An × n adalah konvergen mutlak untuk semua harga t terhingga𝑒𝐴𝑡 =
∑𝐴𝑘𝑡𝑘
𝑘!
∞𝑘=0
Matriks unik ɸ(𝑡) disebut matriks transisi keadaan. Matriks transisi keadaan
mengandung semua informasi mengenai gerak bebas system yang di definisikan oleh
persamaan �� = 𝐴𝑥
Pendekatan transformasi laplace pada jawab homogen persamaan keadaan.
Pertama kali marilah kita tinjau kasus saklar �� = 𝑎𝑥
Pendekatan transformasi laplace pada jawab persamaan keadaan non
homogen. Jawab persamaan keadaan non homogen. �� = 𝐴𝑥 + 𝐵𝑢 juga dapat
diperoleh dengan pendekatan transformasi laplace.
Konsep matriks alih merupakan perluasan konsep fungsi alih,maka pertama
kali kita akan mencari fungsi alih dari sistem satu masukan satu keluaran 𝑌(𝑠)
𝑈(𝑠) G(s).
Persamaan ruang keadan dari sistem ini dinyatakan sebagai berikut �� Ax + Bu dan y
= Cx + Du. Di mana x adalah vector keadaan, u adalah masukan, dan y adalah
keluaran.
35
Matriks transisi keadaan untuk kasus parameter berubah. Penting untuk
diperhatikan bahwa matriks transisi keadaan (t,t0) dapat dinyatakan dengan suatu
eksponensial matriks jika A(t) dan ∫ 𝑨(𝒕
𝒕𝟎)𝒅 komut.
36
IV. REFERENSI
Ogata, Katsuhiko.(1985). Teknik Kontrol Automatik (Sistem Pengaturan) Jilid 2.
Erlangga. Jakarta.
37
V. LATIHAN SOAL DAN PENYELESAIAN
1. Tinjaun system control yang di tunjukkan pada gambar 1-6. Fungsi alih lup
tersebut adalah
𝑌(𝑠)
𝑈(𝑠)=
160 (𝑠 + 4)
𝑠3 + 18𝑠2 + 192𝑠 + 640
Persamaan diferensial untuk fungsi alih tersebut adalah
𝑦 + 18 �� + 192 �� + 640 𝑦 = 160 �� + 640 𝑢
Carilah penyajian ruang keadaan dari system tersebut
Berdasarkan pada persamaan (1-25), marilah kita definisikan
𝑥1 = 𝑦 − 𝛽0𝑢
𝑥2 = �� − 𝛽0�� − 𝛽1𝑢 = ��1 − 𝛽1𝑢
𝑥3 = �� − 𝛽0�� − 𝛽1�� − 𝛽2𝑢 = ��2 − 𝛽2𝑢
Dimana 𝛽0, 𝛽1, dan 𝛽2 ditentukan dari persamaan (1-26) sebagai berikut:
𝛽0 = 𝑏0 = 0
𝛽1 = 𝑏1 − 𝑎1𝛽0 = 0
𝛽2 = 𝑏2 − 𝑎1𝛽1 − 𝑎2𝛽0 = 160
𝛽3 = 𝑏3 − 𝑎1𝛽2 − 𝑎2𝛽1 − 𝑎3𝛽0 = −2240
Selanjutnya persamaan keadaan system menjadi
[𝑥1
𝑥2
𝑥3 ] = [
00
10
−640 −192
01
−18] [
𝑥𝑥2
𝑥3 ] + [
0−160
−2240 ] [𝑢]
Persamaan keluarannya menjadi
y= [1 0 0] [
𝑥1
𝑥2
𝑥3 ]
38
2.
Persamaan differensial:
∑𝐹 = 𝑚 × 𝑎
−𝑓𝑣 − 𝑘𝑦 + 𝑥 = 𝑚 × 𝑎
𝑥 = 𝑚 𝑑2𝑦
𝑑𝑡+ 𝑓
𝑑𝑦
𝑑𝑡+ 𝑘𝑦
𝑥 = 𝑚�� + 𝑓�� + 𝑘𝑦
𝑥
𝑚= �� +
𝑓
𝑚�� +
𝑘
𝑚𝑦
Metode reduksi:
𝑥1 = 𝑦 ��1 = 𝑥2
𝑥2 = �� ��2 = ��
Persamaan differensial reduksi: 𝑥
𝑚= �� +
𝑓
𝑚�� +
𝑘
𝑚𝑦
𝑥
𝑚= ��2 +
𝑓
𝑚𝑥2 +
𝑘
𝑚𝑥1
��2 =𝑥
𝑚−
𝑓
𝑚𝑥2 −
𝑘
𝑚𝑥1
Matriks:
[��1
��2] = [
0 1
−𝑘
𝑚−
𝑓
𝑚
] [𝑥1
𝑥2] + [
01
𝑚
] [𝑥]
[𝑦] = [1 0] [𝑥1
𝑥2] + [0][𝑥]
top related