pemodelan ruang keadaan

38
1 I.DAFTAR ISI I. DAFTAR ISI .................................................................................. 1 II. URAIAN MATERI 2.1 Pendahuluan .............................................................................. 2 2.2 Penyajian Ruang Keadaan Dari System .................................... 3 2.3 Penyelesaian Persamaan Keadaan Parameter Konstan............ 17 2.4 Matriks Alih ............................................................................. 27 2.5 Sistem Linier Parameter –Berubah .......................................... 29 III. RANGKUMAN DARI URAIAN MATERI ................................ 34 IV. REFERENSI ................................................................................. 36 V. LATIHAN SOAL DAN PENYELESAIAN ................................. 37

Upload: al-capito

Post on 26-Jan-2016

67 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

Teknik Automation

TRANSCRIPT

Page 1: Pemodelan Ruang Keadaan

1

I.DAFTAR ISI

I. DAFTAR ISI .................................................................................. 1

II. URAIAN MATERI

2.1 Pendahuluan .............................................................................. 2

2.2 Penyajian Ruang Keadaan Dari System .................................... 3

2.3 Penyelesaian Persamaan Keadaan Parameter Konstan ............ 17

2.4 Matriks Alih ............................................................................. 27

2.5 Sistem Linier Parameter –Berubah .......................................... 29

III. RANGKUMAN DARI URAIAN MATERI ................................ 34

IV. REFERENSI ................................................................................. 36

V. LATIHAN SOAL DAN PENYELESAIAN ................................. 37

Page 2: Pemodelan Ruang Keadaan

2

II. URAIAN MATERI

2.1 PENDAHULUAN

Keterbatasan teori control konvensionl. Pada teori konvensional yang

dianggap penting hanyalah sinyal- sinyal masukan, keluaran dan sinyal kesalahan,

analisis dan desain control dilakukan dengan menggunakan fungsi alih , bersama-

sama dengan teknik grafis seperti diagram tempat kedudukan akar dan diagram

nyquist. Karakteristik yang unik dari teori control konvensional adalah bahwa

karakteristik tersebut ditentukan oelh hubungan antara masukan dan keluaran sistem,

fungsi alih.

Kelemahan pokok dari teori konvensioanal aadalh bahwa , pada

umumnya. Teori ini hanya dapat diterapkan pada sistem linier parameter konstan

(time invariant). Teori ini tidak dapat diterapkan untuk sistem parameter berubah

(time varying). Untuk memudahkan para insinyur mulai mengembangkan control

modern dengan salah satu cara yaitu analisis ruang keadaan sistem control sebelum

kita mempelajari lebih lanjut maka kita harus mendefinisikan arti kata keadaan,

variable keadaan, vector keadaan dan ruang keadaan.

Keadaan. Keadaan suatu sistem dinamik adalah himpunan terkecil dari

variable yang disebut variable keadaan sedemikian rupa sehingga dengan mengetahui

variable- variable ini pada 𝑡 = 𝑡0, bersama-sama dengan masukan untuk 𝑡 ≥ 𝑡0, kita

dapat menentukan secara lengkap perilaku sistem untuk setiap waktu untuk 𝑡 ≥ 𝑡0.

Jadi, keadaan suatu sistem dinamik pada saat t secara unik ditentukan oleh

keadaan tersebut pada = 𝑡0 dan masukan untuk 𝑡 ≥ 𝑡0 dan tidak bergantung pada

keadaan dan masukan sebelum 𝑡0. Perhatikan bahwa dalam membahas sistem linier

parameter konstan, biasannya kita pilih waktu acuan t0 sama dengan nol

Variabel keadaan. Variable keadaan suatu sistem dinamik adalah himpunan

terkecil dari variable variable yang menentukan keadaan sistem dinamik. Jika paling

tidak diperlukan n variable 𝑥1(𝑡), 
, 𝑥𝑛(𝑡) untuk melukiskan secara lengkap

perilaku sistem dinamik (sedemikian rupa sehingga setelah diberikan masukan untuk

𝑡 ≥ 𝑡0 dan syarat awal pada 𝑡 = 𝑡0 maka keadaan sistem yang akan datang telah

ditentukan secara lengkap), maka n variable 𝑥1(𝑡), 𝑥2(𝑡) 
., 𝑥𝑛(𝑡) tersebut

merupakan suatu himpunan variable keadaan. Perhatikan bahwa variable keadaan

Page 3: Pemodelan Ruang Keadaan

3

tidak perlu merupakan besaran yang secara fisis dapat diukur. Meskipun demikian

secara praktis sebaiknya dipilih variable keadaan dengan pembobotan yang sesuai.

Vector keadaan. Jika diperlukan n variable keadaan untuk menggambarkan

secara lengkap perilaku sistem yang diberikan maka n variable keadaan ini dapat

dianggap sebagai n komponen suatu vector x(t). vector semacam ini disebut vector

keadaan. Jadi vector keadaan suatu vector yang menentukan secara unik keadaan

sistem x(t) untuk setiap 𝑡 ≥ 𝑡0 setelah ditetapkan masukan u(t) untuk 𝑡 ≥ 𝑡0.

Ruang keadaan ruang n dimensi yang sumbu koordinatnya terdiri dari sumbu

𝑥1, sumbu 𝑥1, 
 , sumbu 𝑥𝑛 disebut ruang keadaan. setiap keadaan dapat dinyatakan

dengan suatu titik pada ruang keadaan.

2.2 PENYAJIAN RUANG KEADAAN DARI SYSTEM

System dinamika yang terdiri dari sejumlah terhingga elemen terkumpul (lumped

element) dapat digambarkan dengan persamaan diferensial ordiner dengan waktu

sebagai variable bebas. Dengan menggunakan notasi matriks vector, persamaan

diferensial ore ke-n dapat dinyatakan dengan suatu persamaan differensial matriks

vector orde pertama. Jika n elemen vector tersebut merupakan himpunan variable

keadaan, maka persamaan diferensial matriks vector tersebut disebut persamaan

keadaan. Pada pasal ini kita akan membahas metoda-metoda untuk mencari penyajian

ruang keadaan dari system kontinyu.

Penyajian ruang keadaan dari system orde ke n yang dinyatakan oleh persamaan

diferensial linier dengan fungsi penggerak tidak melibatkan bentuk turunan. Tinjau

system orde ke n berikut:

𝑊(𝑛)

+ 𝑎1 𝑊(𝑛−1)

+ ⋯+ 𝑎𝑛−1ᅵᅵ + 𝑎𝑛𝑊 = 𝑢 (1-1)

Dengan mengingat bahwa, 𝑊(0), ᅵᅵ(0), . . ., 𝑊 (0)(𝑛−1)

, bersama-sama dengan masukan

𝑢(𝑡) untuk 𝑡 ≥ 0 , menentukan secara lengkap perilaku yang akan dating dari system,

maka kita dapat memilih 𝑊(𝑡), ᅵᅵ(𝑡), . . ., 𝑊 (𝑡)(𝑛−1)

sebagai himpunan 𝑛 variable

keadaan. (Secara matematis, pemilihan variable keadaan semacam itu adalah cukup

mudah. Akan tetapi secara praktis, karena ketidaktelitian bentuk turunan orde tinggi

Page 4: Pemodelan Ruang Keadaan

4

yang disebabkan oleh pengaruh desing (noise) inheren pada setiap kondisi praktisi,

maka pemilihan variabel keadaan semacam itu tidak diinginkan).

Marilah kita definisikan

𝑋1 = 𝑊

𝑋1 = ᅵᅵ

. . .

𝑋𝑛 = 𝑊(𝑛−1)

Selanjutnya persamaan (1 – 1) dapat ditulis sebagai

ᅵᅵ1 = 𝑥2

ᅵᅵ2 = 𝑥3

. . .

ᅵᅵ𝑛−1 = 𝑋𝑛

ᅵᅵ𝑛 = −𝛌𝑛𝑥1 − . . . − 𝛌1𝑥𝑛 + 𝜐

atau

ᅵᅵ = 𝐀𝒙 + 𝐁𝒖 (1-2)

dimana

𝑋 = [

𝑥1

𝑥2...𝑥𝑛

] , 𝐎 =

[

0 0 0 
 0 0 0 0 
 0 . . . .

. . . . . . . . 0 0 0 
 0

−𝑎𝑛 −𝑎𝑛−1 −𝑎𝑛−2 
 −𝑎1 ]

, B=

[ 0 0 ...1 ]

Persamaan keluaran menjadi

𝑊 = [1 0 ⋯ 0] [

𝑥1

𝑥2...𝑥𝑛

]

atau

𝑊 = 𝑪𝒙 (1-3)

dimana

Page 5: Pemodelan Ruang Keadaan

5

𝐶 = [1 0 ⋯ 0]

Persamaan diferensial orde pertama, persamaan (1-2), adalah persamaan keadaan, dan

persamaan aljabar, Persamaan (1-3), adalah persamaan keluaran.

Contoh 1-2. Tinjau system yang didefinisikan oleh

𝑊+ 6ᅵᅵ + 11ᅵᅵ + 6y =6u (1-4)

Dimana 𝑊 adalah keluaran dan 𝑢 adalah masukan sitem. Carilah penyajian ruang

keadaan dari system.

Marilah kita pilih variabel keadaan sebagai berikut

𝑋1 = 𝑊

𝑋2 = ᅵᅵ

𝑋3 = ᅵᅵ

Selanjutnya kita peroleh

ᅵᅵ1 = 𝑋2

ᅵᅵ2 = 𝑋3

ᅵᅵ3 = −6𝑥1 − 11𝑥3 + 6𝑢

Persamaan terakhir dari tiga persamaan inidiperoleh dengan menyelesaikan

persamaan diferensial asal untuk turunan yang tertinggi 𝑊 dan kemudian

mensubtitusikan 𝑊 = 𝑥1, ᅵᅵ = 𝑥2, ᅵᅵ = 𝑥3 ke dalam persamaan yang diperoleh.

Dengan menggunakan notasi matriks-vektor, tiga persamaan diferensial orde pertama

ini dapat digabung menjadi satu sebagai berikut:

[ᅵᅵ1

ᅵᅵ2

ᅵᅵ3 ] = [

00

10

−6 −11

01

−6] [

𝑥1

𝑥2

𝑥3 ] + [

006] [𝑢] (1-5)

Persamaan keluaran dinyatakan oleh

𝑊 = [1 0 0] [

𝑥1

𝑥2

𝑥3 ] (1-6)

Persamaan (1-5) dan (1-6) dapat ditulis dalam bentuk standart sebagai berikut:

ᅵᅵ = 𝐀𝒙 + 𝐁𝒖 (1-7)

𝑊 = 𝑪𝒙 (1-8)

dimana

Page 6: Pemodelan Ruang Keadaan

6

𝐎 = [00

10

−6 −11

01

−6] , 𝐵 = [

006] , 𝐶 = [1 0 0]

Gambar 1-2 menunjukkan penyajian diagram blok dari persamaan keadaan

dan persamaan keluaran di atas. Perhatikan bahwa fungsi alih dari blok-blok umpan

balik tersebut identik dengan negatif koefisien persamaan diferensial asal, persamaan

(1-4).

Ketidak-unikan himpunan variabel keadaan. Telah dinyatakan bahwa himpunan

variabel keadaan untuk suatu system adalah tidak unik. Missal bahwa 𝑥1, 𝑥2, 
 , 𝑥𝑛

adalah suatu himpunan variabel keadaan. Selanjutnya sebagai himpunan variabel

keadaan yang lain kita dapat menggunakan setiap himpunan fungsi

ᅵᅵ1 = 𝑥1(𝑥1, 𝑥2, . . . , 𝑥𝑛)

ᅵᅵ2 = 𝑥1(𝑥1, 𝑥2, . . . , 𝑥𝑛)

ᅵᅵ3 = 𝑥1(𝑥1, 𝑥2, . . . , 𝑥𝑛)

Dengan syarat bahwa, untuk setiap himpunan harga ᅵᅵ1, ᅵᅵ2, . . . ᅵᅵ𝑛, terdapat suatu

himpunan harga 𝑥1, 𝑥2, . . . , 𝑥𝑛 yang unik dan sebaliknya. Jadi, jika 𝑥 merupakan

suatu vektor keadaan, maka ᅵᅵ yang memenuhi hubungan

ᅵᅵ = 𝐏𝐱

Juga merupakan suatu vektor keadaan, dengan syarat bahwa matriks P non-singuler.

Vektor-vektor keadaan yang berbeda membawa informasi yang sama mengenai

perilaku system.

Page 7: Pemodelan Ruang Keadaan

7

Gambar 1.2. penyajian diagram blok dari system yang dinyatakan oleh

persamaan 1-7 dan 1-8

“Eigenvalue” dari matriks A n x n “Eigenvalue” dari matriks A n x n adalah

akar persamaan karakteristik

|𝜆𝐌 − 𝐎| = 0

“Eigenvalue” sering disebut akar karakteristik.

Sebagai contoh, tinjau matriks A berikut:

𝐎 = [00

10

−6 −11

01

−6]

Persamaan karakteristik adalah

|𝜆𝐌 − 𝐎| = [𝜆0

−1𝜆

6 11

0−1

𝜆 + 6]

= 𝜆3 + 6𝜆2 + 11𝜆 + 6

= (λ + 1)(λ + 2)(λ + 3) = 0

“Eigenvaule” dari A adalah akar persamaan karakteristik tersebut, atau -1,-2 dan -3

Contoh 1-3. Tinjauan system yang sama seperti yang dibahas pada contoh 1-2. Kita

akan menunjukkan bahwa persamaan (1-5) bukan satu-satunya persamaan keadaan

system ini. Missal kita didefinisikan suatu himpunan variabel keadaan baru 𝑧1, 𝑧2 dan

𝑧3 dengan transformasi

[

𝑥1

𝑥2

𝑥3 ] = [

1−1

1−2

1 4

1−39

] [

𝑧1

𝑧2

𝑧3 ]

Atau

𝑋 = 𝑃𝑧 (1-9)

Dimana

𝑃 = [1

−11

−21 4

1

−39

] (1-10)

Page 8: Pemodelan Ruang Keadaan

8

Selanjutnya dengan mensubtitusikan persamaan (1-9) ke dalam persamaan (1-7), kita

peroleh

𝑷ᅵᅵ = 𝑚𝑷𝒛 + 𝑩𝒖

Jika kedua arus persamaan yang terakhir ini dikalikan didepan dengan 𝑷−𝟏 maka kita

peroleh

𝒛 = 𝑷−𝟏𝑚𝑷𝒛 + 𝑷−𝟏𝑩𝒖 (1-11)

Atau

[𝑧1

𝑧2

𝑧3 ] = [

3−3

2,5−4

1 1,5

0,5−10,5

] [00

10

−6 −11

01

−6] [

1−1

1−2

1 4

1−39

] [

𝑧1

𝑧2

𝑧3 ]+

[3

−32,5−4

1 1,5

0,5−10,5

] [006

] [𝒖]

Setelah disederhanakan, kita peroleh

[𝑧1

𝑧2

𝑧3 ] = [

−10

0−2

0 0

00

−3] [

𝑧1

𝑧2

𝑧3 ] + [

3−63

] [𝑢] (1-12)

Persamaan (1-22) juga merupakan persamaan keadaan system yang sama, yang

didefinisikan oleh persamaan (1-5).

Persamaan keluaran, yakni persamaan (1-8), dimodifikasi menjadi

𝑊 = 𝑪𝑷𝒛

atau

𝑊 = [1 0 0] [1

−11

−21 4

1

−39

] [

𝑧1

𝑧2

𝑧3 ] (1-13)

= [1 0 0] [

𝑧1

𝑧2

𝑧3 ]

Perhatikan bahwa matriks transformasi P, yang didefinisikan oleh persamaan

(1-10), memodifikasi matriks koefisien dari z menjadi matriks diagonal. Secara jelas

terlihat dari persamaan (1-12) bahwa tiga persamaan keadaan yang terpisah diatas

tidak saling berkaitan lagi. Perhatikan juga bahwa elemen diagonal dari matriks P-

1AP pada persamaan (1-11) adalah identik dengan tiga “eigenvalue” dari A. sangat

penting untuk diingat bahwa “eigenvalue” dari A dan “eigenvalue” dari P-1AP adalah

identik. Berikut ini kita akan membuktikannya untuk suatu kasus umum.

Page 9: Pemodelan Ruang Keadaan

9

Invariansi “eigenvalue”. Untuk membuktikan invariansi “eigenvalue” pada

suatu transformasi linier, kita harus menunjukkan bahwa polynomial karakteristik |λI

– P-1AP| adalah identic.

Karena determinan dari suatu hasil kali adalah sama dengan hasil perkalian

determinan-determinannya, maka kita peroleh

| λI – P-1AP | = | λP-1P – P-1AP |

= | P-1 (λI – A) P|

= | P-1 || λI – A || P|

= | P-1 || P || λI – A |

Dengan mengingat bahwa hasil kali determinan | P-1 | dan | P | sama dengan

determinan hasil kali |P-1P |, maka kita peroleh

| λI – P-1AP | = |P-1P | | λI – A |

= | λI – A |

Jadi telah kita buktikan bahwa “eigenvalue” dari A tidak berubah dengan adanya

transformasi linier.

Diagonalisasi matriks n x n. Perhatikan bahwa jika sutu matriks An x n

dengan “eigenvalue-eigenvalue” yang berbeda dinyatakan oleh

A =

[

0 0 0 
 0 0 0 0 
 0 . . . .

. . . . . . . . 0 0 0 
 0

−𝑎𝑛 −𝑎𝑛−1 −𝑎𝑛−2 
 −𝑎1 ]

Maka transformasi x = Pz di mana

P =

[

1 1 
 1 𝜆1 𝜆2 
 𝜆𝑛

𝜆12 𝜆1

2 
 𝜆𝑛2

. . . . . . . . 
 .

𝜆1𝑛−1 𝜆2

𝑛−1 
 𝜆𝑛𝑛−1 ]

𝜆1, 𝜆2, . . ., 𝜆𝑛 = n “eigenvalue” dari A yang berbeda akan mentrasformasikan

𝑃−1 AP menjadi matriks diagonal, atau

Page 10: Pemodelan Ruang Keadaan

10

𝑃−1 AP =

[ 𝜆1

𝜆2

.

0

0 .

.

𝜆𝑛]

Jika matriks A yang didefinisikan oleh persamaan (14-14) melibatkan

“eigenvalue” jamak, maka diagonalisasi tersebut tidak mungkin diperoleh. Sebagai

contoh, jika matriks

A 3 x 3 di mana

A = [0 1 00 0 1

−𝑎3 −𝑎2 −𝑎1

]

Mempunyai “eigenvalue” 𝜆1, 𝜆2, 𝜆3, maka transformasi x=Sz di mana

A = [

1 0 1𝜆1 1 𝜆2

𝜆12 2𝜆1 𝜆3

2]

Akan menghasilkan

𝑠−1AS = [

𝜆1 1 00 𝜆1 00 0 𝜆3

]

Bentuk semacam itu di sebut bentuk perumusan Jordan.

Contoh 1-4. Tinjau system yang sama seperti yang dibahas pada contoh 1-2 dan

1-3, yakni

𝑊+ 6ᅵᅵ + 11ᅵᅵ + 6y =6u (1-15)

Kita akan menunjukkan bahwa penyajian ruang keadaan seperti yang dinyatakan oleh

persamaan (1-12) dan persamaan (1-13) juga dapat diperoleh dengan menggunakan

teknik uraian pecahan parsial.

Marilah kita tulis kembali persamaan (1-15) dalam bentuk fungsi alih:

𝒀(𝒔)

𝑌(𝒔) =

6

𝒔𝟑 + 𝟔𝒔𝟐 + 𝟏𝟏𝒔 +𝟔 =

𝟔

(𝒔+𝟏)(𝒔+𝟐)(𝒔+𝟑)

𝒀(𝒔)

𝑌(𝒔) =

𝟑

(𝒔+𝟏) +

𝟔

(𝒔+𝟐) +

𝟑

(𝒔+𝟑)

Oleh karena itu

Page 11: Pemodelan Ruang Keadaan

11

𝒀(𝒔) = 𝟑

(𝒔+𝟏) U(s)+

−𝟔

(𝒔+𝟐) U(s)+

𝟑

(𝒔+𝟑) U(s) (1-16)

Marilah kita definisikan

𝒙𝟏(𝒔) = 𝟑

(𝒔+𝟏) U(s) (1-17)

𝒙𝟐(𝒔) = −𝟔

(𝒔+𝟐) U(s) (1-18)

𝒙𝟏(𝒔) = 𝟑

(𝒔+𝟑) U(s) (1-19)

Dengan membalik transormasi laplace dari persamaan (1-17), (1-18), dan (1-19), kita

peroleh

ᅵᅵ1 = −𝑋1 + 3𝑢

ᅵᅵ2 = −2𝑋2 − 6𝑢

ᅵᅵ3 = −3𝑋3 + 3𝑢

Karena persamaan (1-16) dapat ditulis sebagai

Y(s) = X1(s) + X2(s) + X3(s)

Maka kita peroleh

𝑊 = 𝑥1 + 𝑥2 + 𝑥3

dalam bentuk notasi matriks vektor, kita peroleh

[

𝑧1

𝑧2

𝑧3 ] = [

−10

0−2

0 0

00

−3] [

𝑥1

𝑥2

𝑥3 ] + [

3−63

] [𝒖] (1-20)

y = [1 1 1] [

𝑥1

𝑥2

𝑥3 ] (1-21)

Persamaan (1-20) dan (1-21) masing-masing adalah identic dengan persamaan (1-12)

dan (1-13).

Gambar 1-3 menunjukkan penyajian diagram blok dari persamaan (1-20) dan

(1-21). Perhatikan bahwa fungsi alih dalam blok-blok umpan balik adalah identic

dengan “eigenvalue” dari system. Perhatikan juga bahwa residu dari pole-pole fungsi

alih, atau koefisien pada uraian pecahan parsial 𝑌(𝑠) 𝑈(𝑠)⁄ , tampak pada blok-blok

umpan maju.

Page 12: Pemodelan Ruang Keadaan

12

Gambar 1.3 Penyajian diagram blok dari system yang dinyatakan oleh persamaan

(1-20) dan (1-21)

Penyajian ruang-keadaan dari sitem orde ke-n yang dinyatakan oleh

persamaan diferensial linier dengan r fungsi penggerak. Tinjau system multi masukan

multi keluaran yang ditunjukkan pada gambar 1-4. Pada system ini, 𝑥1, 𝑥2, . . . , 𝑥𝑛

menyatakan variabel masukan; variabel keadaan; 𝑢1, 𝑢2, . . . , 𝑢𝑟 menyatakan variabel

masukan; dan 𝑊1, 𝑊2, . . . , 𝑊𝑚 adalah variabel keluaran. Dari gambar 1-4, kita peroleh

persamaan system sebagai berikut:

ᅵᅵ1 = 𝑎11 (𝑡)𝑥1 + 𝑎12 (𝑡)𝑥2+ . . . + 𝑎1𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑏11 (𝑡)𝑢1 + 𝑏12 (𝑡)𝑢2+ . . . + 𝑏1𝑟(𝑡)𝑢𝑟

ᅵᅵ2 = 𝑎21 (𝑡)𝑥1 + 𝑎22 (𝑡)𝑥2+ . . . + 𝑎2𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑏21 (𝑡)𝑢1 + 𝑏22 (𝑡)𝑢2+ . . . + 𝑏2𝑟(𝑡)𝑢𝑟

⋯

ᅵᅵ3 = 𝑎𝑛1 (𝑡)𝑥1 + 𝑎𝑛2 (𝑡)𝑥2+ . . . + 𝑎𝑛𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑏𝑛1 (𝑡)𝑢1 + 𝑏𝑛2 (𝑡)𝑢2+ . . .+ 𝑏𝑛𝑟(𝑡)𝑢𝑟

Page 13: Pemodelan Ruang Keadaan

13

Gambar 14-4. System multi masukan-multi keluaran.

Dimana a(t) dan b(t) adalah konstan atau fungsi dari t. Dalam bentuk notasi matriks

vektor, n persamaan ini dapat ditulis secara kompak sebagai

ᅵᅵ = 𝑚(𝒕) + 𝑩(𝒕)𝒖 (1-22)

Dimana

𝑋 = [

𝑥1

𝑥2...𝑥𝑛

] = vektor keadaan

𝑢 = [

𝑢1

𝑢2...𝑢𝑛

] = vektor masukan (atau control)

𝐎(𝑡) =

[ 𝑎11(𝑡) 𝑎12(𝑡) 
 𝑎1𝑛 (𝑡)

𝑎21(𝑡) 𝑎22(𝑡) 
 𝑎2𝑛 (𝑡) . . .

. . . . . . . . .

𝑎𝑛1 (𝑡) 𝑎𝑛2 (𝑡) 
 𝑎𝑛𝑛 (𝑡) ]

𝐵(𝑡) =

[ 𝑏11(𝑡) 𝑏12(𝑡) 
 𝑏1𝑛 (𝑡)

𝑏21(𝑡) 𝑏22(𝑡) 
 𝑏2𝑛 (𝑡) . . .

. . . . . . . . .

𝑏𝑛1 (𝑡) 𝑏𝑛2 (𝑡) 
 𝑏𝑛𝑛 (𝑡) ]

Persamaan (1-22) adalah persamaan keadaan dari system. [Perhatikan bahwa suatu

persamaan diferensial matriks vektor seperti persamaan (1-22) (atau n persamaan

Page 14: Pemodelan Ruang Keadaan

14

defernsial orde pertama ekivalen) yang menggambarkan dinamika suatu system,

merupakan persamaan keadaan jika dan hanya jika himpunan variabel bebas pada

persamaan deferensial matriks vektor tersebut memenuhi definisi variabel keadaan].

Untuk sinyal keluaran kita peroleh

𝑊1 = 𝑐11 (𝑡)𝑥1 + 𝑐12 (𝑡)𝑥2+ . . . + 𝑐1𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑑11 (𝑡)𝑢1 + 𝑑12 (𝑡)𝑢2+ . . . + 𝑑1𝑟(𝑡)𝑢𝑟

𝑊2 = 𝑐21 (𝑡)𝑥1 + 𝑐22 (𝑡)𝑥2+ . . . + 𝑐2𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑑21 (𝑡)𝑢1 + 𝑑22 (𝑡)𝑢2+ . . . + 𝑑2𝑟(𝑡)𝑢𝑟

. . .

𝑊3 = 𝑐𝑛1 (𝑡)𝑥1 + 𝑐𝑛2 (𝑡)𝑥2+ . . . + 𝑐𝑛𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑑𝑛1 (𝑡)𝑢1 + 𝑑𝑛2 (𝑡)𝑢2+ . . . + 𝑑𝑛𝑟(𝑡)𝑢𝑟

Dalam bentuk notasi matriks-vektor, m persamaan ini dapat ditulis sebagai

Y= A(t) + B(t)u (1-22)

Dimana

𝑊 = [

𝑊1

𝑊2...𝑊𝑛

] = vektor keadaan

𝐶(𝑡) =

[ 𝑐11(𝑡) 𝑐12(𝑡) 
 𝑐1𝑛 (𝑡)

𝑐21(𝑡) 𝑐22(𝑡) 
 𝑐2𝑛 (𝑡) . . .

. . . . . . . . .

𝑐𝑚1 (𝑡) 𝑐𝑚2 (𝑡) 
 𝑐𝑚𝑛 (𝑡) ]

𝐷(𝑡) =

[ 𝑑11(𝑡) 𝑑12(𝑡) 
 𝑑1𝑛 (𝑡)

𝑑21(𝑡) 𝑑22(𝑡) 
 𝑑2𝑛 (𝑡) . . .

. . . . . . . . .

𝑑𝑚1 (𝑡) 𝑑𝑚2 (𝑡) 
 𝑑𝑚𝑛 (𝑡) ]

Persamaan (1-23) adalah persamaan keluaran dari system. Matriks-matriks A(t), B(t),

C(t), dan D(t) mencirikan dinamika system secara lengkap.

Penyajian diagram blok dan penyajian grafik aliran sinyal dari system yang

didefinisikan oleh persamaan (1-22) dan (1-23), masing-masing ditunjukkan pada

gambar 1-5 (a) dan (b). untuk menunjukkan besarnya vektor, kita gunakan anak

panah ganda pada diagram tersebut.

Penyajian ruang keadaan dari system orde ke-n yang dinyatakan oleh

persamaan diferensial linier dengan fungsi penggerak yang melibatkan bentuk

Page 15: Pemodelan Ruang Keadaan

15

turunan. Jika persaan diferensial system melibatkan turunan dari fungsi penggerak,

seperti

𝑊(𝑛)

+ 𝑎1 𝑊(𝑛−1)

+ ⋯+ 𝑎𝑛−1ᅵᅵ + 𝑎𝑛𝑊 = 𝑏0 𝑢(𝑛)

+ 𝑏1 𝑢(𝑛−1)

+ ⋯+ 𝑏𝑛−1ᅵᅵ + 𝑏𝑛𝑢 (1-24)

Maka himpunan n variabel y, ᅵᅵ, ᅵᅵ, 
, 𝑊(𝑛+1)

tidak memenuhi persyaratan sebagai

himpunan variabel keadaan, sehingga metoda langsung yang diterapkan diatas, tidak

dapat digunakan. Ini disebabkan karena n persamaan diferensial orde pertama

(a)

(b)

Gambar 1-5. (a) Penyajian diagram blok dari sistem yang didefinisikan oleh

persamaan (1-22) dan (1-23); (b) penyajian grafik aliran sinyal dari sistem pada

gambar 1-5 (a).

ᅵᅵ1 = 𝑥2

ᅵᅵ2 = 𝑥3

. . .

Page 16: Pemodelan Ruang Keadaan

16

ᅵᅵ𝑛−1 = 𝑋𝑛

ᅵᅵ𝑛 = −𝛌𝑛𝑥1 −𝛌𝑛−1𝑥2 − . . . − 𝛌1𝑥𝑛 + 𝑏0 𝑢(𝑛) + 𝑏1 𝑢𝑛−1 + . . . + 𝑏𝑛𝑢

Dimana 𝑥1 = 𝑊 tidak menghasilkan jawab yang unik.

Persoalan utama dalam mendefinisikan variabel keadaan untuk kasus ini

terletak pada bentuk turunan pada ruas kanan n persamaan diatas yang terakhir.

Variabel-variabel keadaan tersebut harus sedemikian rupa sehingga mengeliminasi

turunan-turunan u pada persamaan keadaan.

Merupakan suatu kenyataan yang dikenal dengan baik dalam teori control

modern bahwa jika kita definisikan n variabel berikut sebagai himpunan n variabel

keadaan

𝑥1 = 𝑊 – 𝛜0𝑢

𝑥2 = ᅵᅵ − 𝛜0ᅵᅵ − 𝛜1𝑢 = ᅵᅵ1 − 𝛜1𝑢

𝑥3 = ᅵᅵ − 𝛜0ᅵᅵ − 𝛜1ᅵᅵ − 𝛜2𝑢 = ᅵᅵ2 − 𝛜2𝑢 (1-25)

⋯

𝑥𝑛 = 𝑊(𝑛−1)

− 𝛜0𝑢(𝑛−1)

− 𝛜1𝑢(𝑛−2)

− ⋯− 𝛜𝑛−2ᅵᅵ − 𝛜𝑛−1𝑢 = ᅵᅵ𝑛−1 − 𝛜𝑛−1𝑢

Dimana 𝛜0, 𝛜1, 𝛜2, 
, 𝛜𝑛 ditentukan dari

𝛜0 = 𝑏0

𝛜1 = 𝑏1 − 𝑎1𝛜0

𝛜2 = 𝑏2 − 𝑎1𝛜1 − 𝑎2𝛜0 (1-26)

𝛜3 = 𝑏3 − 𝑎1𝛜2 − 𝑎2𝛜1 − 𝑎3𝛜0

⋯

𝛜𝑛 = 𝑏𝑛 − 𝑎1𝛜𝑛−1 − ⋯− 𝑎𝑛−1𝛜1 − 𝑎𝑛𝛜0

Maka jawab persamaan keadaan tersebut dijamin ada dan unik. (Perhatikan bahwa ini

bukan merupakan satu-satunya pilihan dari himpunan variabel keadaan). Dengan

memilih variabel keadaan seperti diatas, kita peroleh persamaan keadaan dan

persamaan keluaran dari system yang dinyatakan oleh persamaan (1-24), sebagai

berikut:

[

ᅵᅵ1

ᅵᅵ2

.

.

.ᅵᅵ𝑛−1

ᅵᅵ𝑛 ]

=

[

0 1 0 
 0 0 0 1 
 0 . . . .

. . . . . . . . 0 0 0 
 1

−𝑎𝑛 −𝑎𝑛−1 −𝑎𝑛−2 
 −𝑎1 ]

[

𝑥1

𝑥2

.

.

.𝑥𝑛−1

𝑥𝑛 ]

+

[

𝛜1

𝛜2

.

.

.𝛜𝑛−1

𝛜𝑛 ]

[𝑢]

Page 17: Pemodelan Ruang Keadaan

17

y= [1 0 ⋯ 0] [

𝑥1

𝑥2...𝑥𝑛

] + 𝛜0𝑢

ᅵᅵ = Ax + Bu

y = Cx + Du

x =

[

ᅵᅵ1

ᅵᅵ2

.

.

.ᅵᅵ𝑛−1

ᅵᅵ𝑛 ]

, A =

[

0 1 0 
 0 0 0 1 
 0 . . . .

. . . . . . . . 0 0 0 
 1

−𝑎𝑛 −𝑎𝑛−1 −𝑎𝑛−2 
 −𝑎1 ]

B =

[

𝛜1

𝛜2

.

.

.𝛜𝑛−1

𝛜𝑛 ]

, C = [1 0 . . . 0], D = 𝛜1 = 𝑏0

Syarat awal x(0) dapat di tentukan dari persamaan (1-25)

Pada penyajian ruang-keadaan ini, pada dasarnya matriks A sama seperti pada

system yang dinyatakan oleh persamaan (1-1). Turunan pada ruas kanan persamaan

(1 – 24) hanya mempengaruhi elemen matriks B.

Perhatikan bahwa penyajian keadaan ruang keadaan untuk fungsi alih berikut

𝑌(𝑠)

𝑈(𝑠)=

𝑏𝑜𝑠𝑛 + 𝑏1𝑠

𝑛−1 + ⋯+ 𝑏𝑛−1𝑠 + 𝑏𝑛

𝑠𝑛 + 𝑎1𝑠𝑛−1 + ⋯+ 𝑎𝑛−1𝑠 + 𝑎𝑛

Juga diberikan oleh persamaan (1-27) dan (1-28)

2.3 PENYELESAIAN PERSAMAAN KEADAAN PARAMETER KONSTAN

Pada pasal ini kita akan mencari jawab umum persamaan keadaan linier

parameter konstan. Pertamakali kita akan meninjau kasus homogen kemudian baru

meninjau kasus non homogeny.

Jawab persamaan keadaan homogeny. Sebelum kita menyelesaikan

persamaan diferensial matriks vektor, marilah kita kaji ulang jawab persamaan

diferensial scalar

Page 18: Pemodelan Ruang Keadaan

18

ᅵᅵ = 𝑎𝑥 (1-29)

Dalam menyelesaikan persamaan ini, kita dapat memisalkan suatu jawab x(t) yang

mempunyai bentuk

𝑥(𝑡) = 𝑏0 + 𝑏1𝑡 + 𝑏2𝑡2 + ⋯+ 𝑏𝑘𝑡

𝑘 + ⋯ (1-30)

Dengan mensubstitusikan jawab permisalan ini ke dalam persamaan (1-29), kita

peroleh

𝑏1 + 2𝑏2𝑡 + 3𝑏3𝑡2 + ⋯+ 𝑘𝑏𝑘𝑡

𝑘−1 + ⋯ = 𝑎(𝑏0 + 𝑏1𝑡 + 𝑏2𝑡2 + ⋯+ 𝑏𝑘𝑡

𝑘 + ⋯)

(1-31)

Jika jawab permisalan merupakan jawab yang sebenarnya, maka persamaan (1-31)

harus berlaku untuk setiap t. Selanjutnya, dengan menyamakan koefisien-koefisien

dari suku-suku engan pangkat t yang sama, kita perolah

𝑏1 = 𝑎𝑏0

𝑏2 =1

2𝑎𝑏1 =

1

2𝑎2𝑏0

𝑏3 =1

3𝑎𝑏2 =

1

3 × 2𝑎3𝑏0

⋯

𝑏𝑘 =1

𝑘!𝑎𝑘𝑏0

Harga 𝑏0 diperoleh dengan mensubstitusikan t = 0 ke dalam persamaan (1-30), atau

𝑥(0) = 𝑏0

Oleh karena itu jawab x(t) dapat ditulis sebagai

𝑥(𝑡) = (1 + 𝑎𝑡 +1

2!𝑎2𝑡2 + ⋯+

1

𝑘!𝑎𝑘𝑡𝑘 + ⋯) × (0)

= 𝑒𝑎𝑡𝑥(0)

Sekarang kita akan menyelesaikan persamaan diferensial matriks vektor

𝑥 = 𝐎𝑥 (1-32)

Dimana

x = vektor n dimensi

A = matriks konstan n × n

Berdasarkan analogi dengan kasus scalar, kita anggap bahwa jawab tersebut

berbentuk deret pangkat vektor dalam t, atau

𝑥(𝑡) = 𝑏0 + 𝑏1𝑡 + 𝑏2𝑡2 + ⋯+ 𝑏𝑘𝑡

𝑘 (1-33)

Page 19: Pemodelan Ruang Keadaan

19

Dengan mensubstitusikan jawab permisalan ini ke dalam persamaan (1-32), kita

peroleh

𝑏1 + 2𝑏2𝑡 + 3𝑏3𝑡2 + ⋯+ 𝑘𝑏𝑘𝑡

𝑘−1 + ⋯ = 𝐎(𝑏0 + 𝑏1𝑡 + 𝑏2𝑡2 + ⋯+ 𝑏𝑘𝑡

𝑘 + ⋯)

(1-34)

Jika jawab permisalan merupakan jawab yang sebenarnya, maka persamaan (1-34)

harus berlaku untuk semua t. Selanjutnya dengan menyamakan koefisien-koefiien

dari suku-suku dengan pangkat t yang sama, kita peroleh

𝑏1 = 𝐎𝑏0

𝑏2 =1

2𝐎𝑏1 =

1

2𝐎2𝑏0

𝑏3 =1

3𝐎𝑏2 =

1

3 × 2𝐎3𝑏0

⋯

𝑏𝑘 =1

𝑘!𝐎𝑘𝑏0

Dengan mensubstitusikan t = 0 ke dalam persamaan (1-33), kita peroleh

𝑥(0) = 𝑏0

Jadi jawab x(t) dapat ditulis sebagai

𝑥(𝑡) = (𝐌 + 𝐎𝑡 +1

2!𝐎2𝑡2 + ⋯+

1

𝑘!𝐎𝑘𝑡𝑘 + ⋯) × (0)

Ekspresi didalam kurung pada ruas kanan persamaan yang terakhir ini adalah matriks

n × n. karena keserupaannya dengan deret pangkat tak terhingga pada eksponensial

scalar, maka kita menyebutnya eksponensial matriks dan menulis

𝐌 + 𝐎𝑡 +1

2!𝐎2𝑡2 + ⋯+

1

𝑘!𝐎𝑘𝑡𝑘 + ⋯ = 𝑒𝑎𝑡

Dalam bentuk eksponensial matriks, jawab persamaan (14-32) dapat ditulis sebagai

𝑥(𝑡) = 𝑒𝐎𝑡𝑥(0) (1-35)

Karena eksponenssial matriks sangat penting dalam analisis ruang keadaan

system linier, maka selanjutnya kita akan menguji sifat-sifat eksponensial matriks.

Eksponensial matriks. Dapat dibuktikan bahwa eksponensial matriks dari

suatu matriks An × n

𝑒𝐎𝑡 = ∑𝐎𝑘𝑡𝑘

𝑘!

∞

𝑘=0

Page 20: Pemodelan Ruang Keadaan

20

Adalah konvergen mutlak untuk semua harga t terhingga. (oleh karena itu

perhitungan computer untuk menghitung elemen-elemen 𝑒𝐎𝑡dengan cara uraian deret

secara mudah dapat dilakukan).

Karena kekonvergenan deret tek terhingga ∑𝐎𝑘𝑡𝑘

𝑘!

∞𝑘=0 , maka deret tersebut

didiferensialkan suku demi suku agar diperoleh

𝑑

𝑑𝑡𝑒𝐎𝑡 = 𝐎 + 𝐎2𝑡 +

𝐎2𝑡2

2!+ ⋯+

𝐎𝑘𝑡𝑘−1

(𝑘 − 1)!+ ⋯

= 𝐎 [𝐌 + 𝐎𝑡 +𝐎2𝑡2

2!+ ⋯+

𝐎𝑘𝑡𝑘−1

(𝑘−1)!+ ⋯] = 𝐎𝑒𝐎𝑡

= [𝐌 + 𝐎𝑡 +𝐎2𝑡2

2!+ ⋯+

𝐎𝑘𝑡𝑘−1

(𝑘−1)!+ ⋯]𝐎 = 𝑒𝐎𝑡𝐎

Eksponensial matriks tersebut mempunyai sifat bahwa

𝑒𝐎(𝑡+𝑠) = 𝑒𝐎𝑡𝑒𝐎𝑠

Ini dapat dibuktikan sebagai berikut:

𝑒𝐎𝑡𝑒𝐎𝑠 = ( ∑𝐎𝑘𝑡𝑘

𝑘!

∞

𝑘=0

)( ∑𝐎𝑘𝑠𝑘

𝑘!

∞

𝑘=0

)

= ∑ 𝐎𝑘

∞

𝑘=0

( ∑𝑡𝑖𝑠𝑘−1

𝑖! (𝑘 − 1)!

∞

𝑘=0

)

= ∑ 𝐎𝑘

∞

𝑘=0

( ∑(𝑡 + 𝑠)𝑘

𝑘!

∞

𝑘=0

)

= 𝑒𝐎(𝑡+𝑠)

Khususnya, jika s = -t, maka

𝑒𝐎𝑡𝑒−𝐎𝑡 = 𝑒−𝐎𝑡𝑒𝐎𝑡 = 𝑒𝐎(𝑡−𝑡) =I

Jadi kebalikan dari 𝑒𝐎𝑡 adalah 𝑒−𝐎𝑡. Karena kebalikan dari 𝑒𝐎𝑡 selalu ada, maka 𝑒𝐎𝑡

adalah matriks non-singuler.

Sangat penting untuk diingat bahwa

𝑒(𝐎+𝐵)𝑡 = 𝑒𝐎𝑡𝑒𝐵𝑡 jika AB = BA

𝑒(𝐎+𝐵)𝑡 ≠ 𝑒𝐎𝑡𝑒𝐵𝑡 jika AB ≠ BA

Untuk membuktikannya, perhatikan bahwa

𝑒(𝐎+𝐵)𝑡 = 𝐌 + (𝐎 + 𝐵)𝑡 +(𝐎+𝐵)2

2!𝑡2 +

(𝐎+𝐵)2

3!𝑡3 +. . .

𝑒𝐎𝑡𝑒−𝐎𝑡 = (I + At + Bt) (I + Bt + 𝐵2𝑡2

2!+

𝐵3𝑡3

3!+ ⋯ )

Page 21: Pemodelan Ruang Keadaan

21

= I + (A +B)t + 𝐎2𝑡2

2! + (A +B)𝑡2 +

𝐵2𝑡2

2! +

𝐎3𝑡3

3! +

𝐎3𝐵𝑡3

2! +

𝐎𝐵3𝑡3

2! +

𝐵3𝑡3

3!+ ⋯

Oleh karenanya

𝑒(𝐎+𝐵)𝑡 − 𝑒𝐎𝑡𝑒−𝐎𝑡 = 𝐵𝐎−𝐎𝐵

2!𝑡2 +

𝐎𝐵2+𝐎𝐵𝐎+ 𝐵2𝐎+𝐵𝐎𝐵−2𝐎2𝐵−2𝐎𝐵2

2!+ ⋯

Selisih antara 𝑒(𝐎+𝐵)𝑡 dan 𝑒𝐎𝑡𝑒−𝐎𝑡 akan nol jika A dan B komut.

Pendekatan transformasi laplace pada jawab homogen persamaan keadaan.

Pertama kali marilah kita tinjau kasus saklar

ᅵᅵ = 𝑎𝑥 (1 -36)

Transformasi laplace dari persamaan (1-36)

sX(s) – x(0) =aX(s) (1-37)

di mana X(s) = L [s]. Dengan menyelesaikan persamaan (1-37) untuk X(s), diperoleh

X(s) = 𝑥(0)

𝑠−𝑎 = (𝑠 − 𝑎)−1 x(0)

Transformasi laplace balik dari persamaan terakhir ini memberikan jawab

x(t) = 𝑒𝑎𝑡𝑥(0)

Pendekatan jawab persamaan diferensial saklar homogen di atas dapat di perlukan

untuk persamaan keadaan homogen.

ᅵᅵ = Ax(t) (1-38)

Transformasi laplace kedua ruas persamaan (1-38) adalah

sX(s) – x(0) =AX(s)

di mana X(s) = L[x]. selanjutnya

(sI – A)X(s) = x(0)

Jadi kedua ruas persamaan terakhir ini dikalikan di depan dengan (sI – A)−1 , maka

kita peroleh

X(s) = (sI – A)−1𝑥(0)

Dengan membalik transformasi laplace dari X(s) akan diperoleh jawab x(t). jadi

X(t) = 𝐿−1 [(𝑠I − A)−1]𝑥(0) (1-39)

Perhatikan bahwa

(sI – A)−1 = I

𝑠+

𝐎

𝑆2+

𝐎2

𝑆3+ ⋯

Oleh karena itu, transformasi laplace balik dari (sI – A)−1 adalah

Page 22: Pemodelan Ruang Keadaan

22

𝐿−1[(sI – A)−1] = I + At + 𝐎2𝑡2

2!+

𝐎3𝑡3

3!+ ⋯ = 𝑒𝐎𝑡 (1-40)

(Transformasi laplace balik dari suatu matriks adalah matriks yang terdiri dari

transformasi laplace balik dari semua elemennya). Dari persamaan (1-39) dan

persamaan (1-40), kita peroleh jawab dari persamaan (1 -38) sebagai

x(t) = 𝑒𝑎𝑡𝑥(0)

Pentingnya persamaan (1-40) terletak pada kenyataan bahwa persamaan tersebut

memberikan suatu cara yang mudah untuk mencari jawab tertutup dalam bentuk

ponensial matriks.

Matriks transisi keadaan. Kita dapat menulis jawab persamaan

ᅵᅵ = 𝐎𝑥 (1 -41)

Sebagai

x(t) = Éž(𝑡)𝑥(0) (1 -42)

di mana Éž(𝑡) adalah matriks n x n dan merupakan jawab unik dari

Éž(t) = A Éž(𝑡), Éž(0) = 1

Untuk memeriksanya, perhatikan bahwa

x(0) = Éž(0)𝑥(0) = I𝑥(0)

dan

ᅵᅵ(t) = ɞ(t)x(0) = Ax(t)

Jadi jelas bahwa persamaan (1-42), kita lihat bahwa jawab persamaan (1-41) dari

persamaan (1-35), (1-39) dan (1-42), kita peroleh

Éž(0) = 𝑒𝐎𝑡 = 𝐿−1 [(𝑠I − A)−1]

perhatikan bahwa

ɾ−1(𝑡) = 𝑒𝐎𝑡 = Éž(−𝑡)

Dari persamaan (1-42), kita lihat bahwa jawab persamaan (1-41) hanyalah merupakan

transformasi syarat awal. Oleh karena itu, matriks unik Éž(𝑡) disebut matriks transisi

keadaan. Matriks transisi keadaan mengandung semua informasi mengenai gerak

bebas system yang di definisikan oleh persamaan (1-41).

Jika “ eigenvalue” 𝜆1, 𝜆2, ⋯ , 𝜆𝑛 dari matriks A berbeda, maka Éž(𝑡) akan

mengandung n eksponensial

𝑒𝜆1𝑡, 𝑒𝜆2𝑡, ⋯ , 𝑒𝜆𝑛𝑡

Page 23: Pemodelan Ruang Keadaan

23

Khususnya, jika matriks A merupakan matriks diagonal, maka

Éž(𝑡) = 𝑒𝐎𝑡 =

[ 𝑒𝜆1𝑡

𝑒𝜆1𝑡

.

0

0 .

.

𝑒𝜆1𝑡]

(A : Diagonal)

jika ada “eigenvalue” rangkap, missal,jika “eigenvalue” dari A adalah

𝜆1, 𝜆2,𝜆3,𝜆4, ⋯ , 𝜆𝑛

Maka Éž(𝑡) di samping akan mengandung suku 𝑒𝜆1𝑡, 𝑒𝜆2𝑡, 𝑒𝜆3𝑡 , ⋯ , 𝑒𝜆𝑛𝑡 juga

mengandung suku 𝑡𝑒𝜆1𝑡 dan 𝑡2𝑒𝜆1𝑡

Sifat – sifat matriks transisi keadaan, sekarang kita akan meringkas sifat-sifat penting

dari matriks transisi keadaan Éž(𝑡). untuk system parameter konstan

ᅵᅵ = 𝐎𝑥

Sehingga diperoleh

Éž(𝑡) = 𝑒𝐎𝑡

maka

1. Éž(0) = 𝑒𝐎0 = I

2. Éž(𝑡) = 𝑒𝐎𝑡 = [Éž(−𝑡)]−1 atau [Éž(−𝑡)]−1 = Éž(−𝑡)

3. Éž(𝑡1 + 𝑡2) = 𝑒𝐎(𝑡1+𝑡2) = 𝑒𝐎𝑡1 𝑒𝐎𝑡2 = Éž(𝑡1)Éž(𝑡2) Éž(𝑡2)Éž(𝑡1)

4. [Éž(𝑡)]𝑛 = Éž(𝑛𝑡)

5. Éž(𝑡2 − 𝑡1) Éž(𝑡1 − 𝑡0) = Éž(𝑡2 − 𝑡0) = Éž(𝑡1 − 𝑡0)Éž(𝑡2 − 𝑡1)

contoh 14-6. Carilah matriks transisi keadaan dari system berikut:

[ᅵᅵ1

ᅵᅵ2] = [

0 1−2 −3

] [𝑥1

𝑥2]

Cari juga kebalikan dari matriks transisi keadaan ɾ−1(𝑡)

Untuk system ini,

A = [0 1

−2 −3]

Matriks transisi keadaan Éž(𝑡) dinyatakan oleh

Éž(𝑡) = 𝑒𝐎𝑡 = 𝐿−1 [(𝑠I − A)−1]

karena

sI – A = [𝑠 00 𝑠

] − [0 1

−2 −3] = [

𝑠 −12 𝑠 + 3

]

Page 24: Pemodelan Ruang Keadaan

24

kebalikan dari (sI –A) di berikan oleh

(sI – A) −1 = I

(𝑠+1)(𝑠+2) [𝑠 + 3 −1−2 𝑠

]

= [

s+3

(𝑠+1)(𝑠+2)

I

(𝑠+1)(𝑠+2)

−2

(𝑠+1)(𝑠+2)

s

(𝑠+1)(𝑠+2) ]

Oleh karena itu

Éž(𝑡) = 𝑒𝐎𝑡 = 𝐿−1 [(𝑠I − A)−1]

= [ 2𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡

−2𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡]

Dengan mengingat bahwa ɾ−1(𝑡) = Éž(−𝑡), maka di peroleh kebalikan matriks

transisi-keadaan tersebut sebagai berikut:

Éž(𝑡) = 𝑒𝐎𝑡 = [ 2𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡

−2𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡]

jawab persamaan keadaan non-homogen. Kita akan mulai meninjau kasus saklar

ᅵᅵ = 𝑎𝑥 + 𝑏𝑢 (1 -43)

Persamaan (1-43) dapat kita tulis kembali sebagai berikut

ᅵᅵ − 𝑎𝑥 = 𝑏𝑢

Dengan mengalikan kedua ruas persamaan ini dengan 𝑒−𝑎𝑡,kita peroleh

𝑒−𝑎𝑡[ᅵᅵ(𝑡) − 𝑎𝑥(𝑡)] = 𝑑

𝑑𝑡[𝑒−𝑎𝑡𝑥(𝑡)] = 𝑒−𝑎𝑡𝑏𝑢(𝑡)

Dengan mengintegrasi persamaan ini antara 0 dan t, kita peroleh

𝑒−𝑎𝑡𝑥(𝑡) = 𝑥(0) + ∫ 𝑒−𝑎𝑡𝑏𝑢(𝜏)𝑑𝜏𝑡

0

Atau

𝑥(𝑡) = 𝑒−𝑎𝑡𝑥(0) + 𝑒𝑎𝑡 ∫ 𝑒−𝑎𝑡𝑏𝑢(𝜏)𝑑𝜏𝑡

0

Suku pertama pada ruas kanan adalah respon terhadap syarat awal sedangkan suku

keduanya adalah respon terhadap masukan u(t).

Sekarang marilah kita tinjau persamaan keaaan non-homogen yang I nyatakan

oleh

ᅵᅵ = 𝐎𝑥 + 𝐵𝑢 (1 -44)

Page 25: Pemodelan Ruang Keadaan

25

Dimana

x = vektor n dimensi

u = vektor r dimensi

A = matriks konstan n x n

B = matriks konstan n x r

Dengan menulis persamaan (1-44) sebagai

ᅵᅵ(𝑡) − 𝐎𝑥 = 𝐵𝑢(𝑡)

Dan dengan mengalikan di depan kedua ruas persamaan ini dengan 𝑒−𝐎𝑡, kita peroleh

𝑒−𝐎𝑡[ᅵᅵ(𝑡) − 𝐎𝑥(𝑡)] = 𝑑

𝑑𝑡𝑒−𝐎𝑡𝑥(𝑡)] =𝑒−𝐎𝑡𝐵𝑢(𝑡)

Dengan mengintegrasi persamaan diatas antara 0 dan t, kita peroleh

𝑒𝐎𝑡𝑥(𝑡) = 𝑥(0) + ∫ 𝑒−𝑎𝑡𝑏𝑢(𝜏)𝑑𝜏𝑡

0

atau

𝑥(𝑡) = 𝑒𝐎𝑡𝑥(0) + ∫ 𝑒𝐎(𝑡− 𝜏 )𝑏𝑢(𝜏)𝑑𝜏𝑡

0 (1-45)

Persamaan (14-45) juga dapat di tulis sebagai

𝑥(𝑡) = Éž(𝑡)𝑥(0) + ∫ Éž(𝑡 − 𝜏 )𝑏𝑢(𝜏)𝑑𝜏𝑡

0 (1-46)

dimana

Éž(𝑡) = 𝑒𝐎𝑡

Persamaan (1-45) atau adalah persamaan (1-44). Jelaslah bahwa jawab x(t)

merupakan jumlah dari suku yang terdiri dari transisi keadaan awal dan suku yang

ditimbukan oleh vektor masukan.

Pendekatan transformasi laplace pada jawab persamaan keadaan non

homogen. Jawab persamaan keadaan non homogen.

ᅵᅵ = 𝐎𝑥 + 𝐵𝑢

juga dapat diperoleh dengan pendekatan transformasi laplace. Transformasi laplace

dari persamaan (1-44) adalah

𝑠𝑋(𝑠) − 𝑥(0) = 𝐎𝑋(𝑠) + 𝐵𝑈(𝑠)

Atau

(𝑠𝐌 − 𝐎)𝑋(𝑠) = 𝑥(0) + 𝐵𝑈(𝑠)

Dengan mengalikan didepan kedua ruas persamaan terakhir ini dengan (𝑠𝐌 − 𝐎)−1,

kita peroleh

Page 26: Pemodelan Ruang Keadaan

26

𝑋(𝑠) = (𝑠𝐌 − 𝐎)−1𝑥(0) + (𝑠𝐌 − 𝐎)−1𝐵𝑈(𝑠)

Dengan menggunakan hubungan yang dinyatakan oleh persamaan (1-40), kita

peroleh

𝑋(𝑠) = 𝐿[𝑒𝐎𝑡]𝑥(0) + 𝐿[𝑒𝐎𝑡]𝐵𝑈(𝑠)

Transformasi laplace balik dari persamaan terakhir ini dapat diperoleh dengan

menggunakan integral konvolussebagai berikut:

𝑥(𝑡) = 𝑒𝐎𝑡𝑥(0) + ∫ 𝑒𝐎(𝑡−𝜏)𝐵𝑢(𝜏)𝑡

0

Jawab dalam bentuk x(𝑡0). Sejauh ini kita anggap bahwa waktu awalnya adalah nol.

Akan tetapi jika waktu awal dinyatakan dengan 𝑡0, bukan lagi 0, maka jawab

persamaan (14-44) harus dimodifikasi menjadi

𝑥(𝑡) = 𝑒𝐎(𝑡−𝑡0)𝑥(𝑡0) + ∫ 𝑒𝐎(𝑡−𝜏)𝐵𝑢(𝜏)𝑡

𝑡0

𝑑𝜏

Contoh 1-7. Carilah respon waktu system berikut:

[ᅵᅵ1

ᅵᅵ2] = [

0 1−2 −3

] [𝑥1

𝑥2] + [

01] [𝑢]

Dimana u(t) adalah fungsi tangga satuan yang terjadi pada t = 0, atau

𝑢(𝑡) = 1(𝑡)

Untuk system ini

𝐎 = [ 0 1−2 −3

], 𝐵 = [01]

Matriks transisi keadaan Éž(𝑡) = 𝑒𝐎𝑡 telah diperoleh pada contoh 1-6 sebagai

Éž(𝑡) = 𝑒𝐎𝑡 = [ 2𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡

−2𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡]

Selanjutnya, respon terhadap masukan tangga satuan diperoleh sebagai berikut:

𝑥(𝑡) = 𝑒𝐎𝑡𝑥(0) + ∫ [ 2𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡

−2𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡] [01]

𝑡

0

[1]𝑑𝜏

Atau

[𝑥1(𝑡)𝑥2(𝑡)

] = [ 2𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡

−2𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡 𝑒−𝑡 + 2𝑒−2𝑡] [

𝑥1(0)𝑥2(0)

] + [1

2− 𝑒−𝑡 +

1

2𝑒−2𝑡

𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡

]

Jika syarat awalnya adalah nol, atau x(0) = 0, maka x(t) dapat disederhanakan

menjadi

Page 27: Pemodelan Ruang Keadaan

27

[𝑥1(𝑡)𝑥2(𝑡)

] = [1

2− 𝑒−𝑡 +

1

2𝑒−2𝑡

𝑒−𝑡 − 𝑒−2𝑡

]

2.4 MATRIKS ALIH

Konsep matriks alih merupakan perluasan konsep fungsi alih,maka pertama

kali kita akan mencari fungsi alih dari sistem satu masukan satu keluaran.

Marilah kita tinjau sistem dengan Fungsi berikut: 𝑌(𝑠)

𝑈(𝑠) G(s)

Dan kita tahu bahwa persamaan ruang keadan dari sistem ini dinyatakan sebagai

berikut

ᅵᅵ Ax + Bu

y = Cx + Du

di mana x adalah vector keadaan, u adalah masukan, dan y adalah keluaran. TF dari

persamaan ruang keadaan diatas adalah

sX(s)-x(0)= AX(s)+BU(s)

Y(s)=CX(s)+ DU(s)

Karena sebelum fungsi alih telah di definisikan sebagai perbandingan transformasi

laplace dari keluaran dan transformasi laplace dari masukan dengan syarat awal nol,

maka kita anggap bahwa x(0) pada persamaan Y(s)=CX(s)+ DU(s) adalah nol

Dengan mensubsitusikan X(s)= (sI-A)-1BU(s) ke dalam persamaan Y(s)=CX(s)+

DU(s) maka diproleh

Y(s)={C (sI-A)-1B +D}U(s)

Dengan membandingkan persamaan Y(s)={C (sI-A)-1B +D}U(s) dengan persamaan

𝑌(𝑠)

𝑈(𝑠) G(s) ,kita lihat bahwa G(s)=C ( sI – A)-1B +D

Ini merupakan fungsi alih dalam bentuk A, B, C, dan D, perhatikan bahwa ruas kanan

persamaan G(s)=C (sI – A)-1B +D melibatkan (sI – A)-1. Oleh karena itu G(s) dapat

ditulis sebagai

G(s)=𝑞(𝒔)

|𝒔𝑰−𝑚|

Dimana Q(s) adalah polinomial dalam. Oleh karena (sI – A) sama dengan polinomial

karakteristik dari G(s) dengan kata lain A identik dengan pole –pole dari G(s)

Page 28: Pemodelan Ruang Keadaan

28

Contoh. Carilah fungsi alih dari sistem yang diperoleh persamaan keadaan dan

keluaran berikut:

ᅵᅵ=-5X1-X2+2U

ᅵᅵ2=3X1-X2+5U

y= X1+2X2

Dalam bentuk matriks-vector, dapat kita tulis

[𝑥1

𝑥2]=[

−5 −13 −1

] [𝑥1

𝑥2]+[

25][u]

y= [1 2] [𝑥1

𝑥2]

Selanjutnya fungsi alih sistem tersebut adalah

G(s)= C(sI – A)-1B

=[1 2] [𝑠 + 5 1−3 𝑠 + 1

] -1 [25]

=[1 2][

𝑠+1

(𝑠+2)(𝑠+4)

−1

(𝑠+2)(𝑠+4)

3

(𝑠+2)+(𝑠+4)

𝑠+5

(𝑠+2)+(𝑠+4)

] [2 5]

=12𝑠+59

(𝑠+2)(𝑠+4)

Matriks alih matriks alih G(s) merealisasikan keluaran Y(s) dengan masukan U(s)

atau

Y(s)= G(s)U(s)

Sedangkan untuk matriks alih multi masukan –multi keluaran sebagai berikut

G(s)=c(Si-A)-1 B+D

Matriks alih sisitem lup tertutup. Tinjau sistem yang mempunyai multi masukan-

multi keluran matriks alih umpan majunya adalah Go(s),sedangkan umpan baliknya

H(s),matriks alih antara vector sinyal umpan balik B(s) dan vector kesalahan

E(s).mempunyai persamaan:

B(s)=H(s)Y(s)

=H(s)Go(s)E(s)

Page 29: Pemodelan Ruang Keadaan

29

U(s) E(s) Y(s)

B(s)

Maka kita peroleh bahwa matriks alih antara B(s) dan E(s) adalah H(s)Go(s).Jadi

matriks alih elemen-elemen yang terhubung seri merupakan hasil perkalian dari

matriks alih masing – masing elemennya.

Matriks alih sistem lup tertutup diperoleh sebagai berikut :

Y(s)= Go(s)[U(s)-B(s)

= Go(s)[U(s-H(s)Y(s)

Maka kita peroleh

[I +Go(s)H(s)Y(s)=Go(s)U(s)

Perkalian didepan kedua ruas persamaan terakhir ini dengan [I+Go(s)H(s)]-1,

menghasilkan

Y(s)=[I+Go(s)H(s)]-1Go(s)U(s)

Matriks alih lup tertutup G(s) dinyatakan oleh

G(s)=[I+Go(s)H(s)]-1Go(s)

2.5 SISTEM LINIER PARAMETER –BERUBAH

Suatu keunggulan pendekatan ruang keadaan pada analisis sistem control

adalah dapat diperluasnya pendekatan ini untuk menyelesaikan sistem parameter

berubah.

Pada sistem linier parameter berubah dengan mengubah matriks transisi (t)

menjadi (t,t0).(Untuk sistem parameter berubah ,matriks transisi bergantung baik

pada t maupun t0 dan tidak bergantung pada selisih t-t0 .jadi kita tidak selalu dapat

menyetel waktu awal sama dengan nol.tentu saja ada beberapa kasu t0 sama dengan

nol).Meskipun demikian matriks transisi dari sistenm parameter berubah pada

umumnya tidak dapat dinyatakan sebagai eksponensial matriks.

Contoh: ᅵᅵ =a(t)x

Jawab persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut

+ Go(s)

H(s)

Page 30: Pemodelan Ruang Keadaan

30

X(t)=e∫ 𝑎()𝑑𝑡

𝑡𝑜 X(t0)

Dan fungsi transisi keadaannya dinyatakan oleh

(t,t0 )=exp [ ∫ 𝑎()𝑑𝑡

𝑡0 ]

Akan tetapi, tidak berlaku hasil yang sama untuk persamaan diferensial matriks-

vektor. Contohnya

ᅵᅵ =A(t)x

Dimana

X(t)=vector n dimensi

A(t)= matriks n x n yang elemennya merupakan fungsi t yang kontinyu sepotong-

sepotong pada selang t0tt1

Dan untuk menyelesaikan persamaan diatas menggunakan persamaan

X(t)=(t,t0) x (t0)

Dimana (t,t0) adalah matriks non singular n x n yang memenuhi persamaan

diferensial matriks berikut

(t,t0)=A(t)(t,t0), (t ,t0)=I

Kenyataan bahwa persamaan X(t)=(t,t0) x (t0) merupakan jawab persamaan

(t,t0)=A(t)(t,t0), (t ,t0)=I dapat diperiksa secara mudah karena

X(t0)= (t,t0) x (t0)=IX(t0)

Dan ᅵᅵ(t0)=𝒅

𝒅𝒕 [(t,t0) x (t0)]

= (t,t0) x (t0)

= A(t) (t,t0) x (t0)

= A(t) X (t)

Kita lihat bahwa jawab persamaan ᅵᅵ =a(t)x hanyalah merupakan transformasi

keadaan awal. Matriks (t,t0) meruapakan matriks transisi keadaan dari sistem

parameter berubah yang dinyatakan oleh persamaan ᅵᅵ=a(t)x

Matriks transisi keadaan untuk kasus parameter berubah. Penting untuk

diperhatikan bahwa matriks transisi keadaan (t,t0) dapat dinyatakan dengan suatu

eksponensial matriks jika A(t) dan ∫ 𝑚(𝒕

𝒕𝟎)𝒅 komut. Jadi

(t,t0)=exp∫ 𝑚(𝒕

𝒕𝟎)𝒅 ] ( jika dan hanya jika A(t) dan ∫ 𝑚(

𝒕

𝒕𝟎)𝒅 komut )

Page 31: Pemodelan Ruang Keadaan

31

Perhatikan bahwa jika A(t) merupakan matriks konstan atau matriks diagonal maka

A(t) dan ∫ 𝑚(𝒕

𝒕𝟎)𝒅 komut, jika ∫ 𝑚(

𝒕

𝒕𝟎)𝒅 tidak komut maka ada satu cara yang

sederhana untuk menghitung matriks transisi keadaan , untuk menghitung t,t0)

secara numeric kita dapat menggunakan uraian deret berikut untuk (t,t0) :

(t,t0)=I + ∫ 𝑚(𝒕

𝒕𝟎)𝒅 + ∫ 𝑚(

𝒕

𝒕𝟎𝟏) [∫ 𝑚(

𝒕

𝒕𝟎𝟐)]d1 +


Pada umumnya , ini tidak berlaku akan memberikan (t,t0) dalam suatu bentuk

tertutup

Contoh : carilah (t,t0) untuk sistem parameter berubah

[𝑥1

𝑥2]=[

0 10 𝑡

] [𝑥1

𝑥2]

Untuk menghitung (t,0) , marilah kita gunakan persamaan

(t,t0)=I + ∫ 𝑚(𝒕

𝒕𝟎)𝒅 + ∫ 𝑚(

𝒕

𝒕𝟎𝟏) [∫ 𝑚(

𝒕

𝒕𝟎𝟐)]d1 +


Maka

∫ 𝑚()𝒅𝒕

𝟎 =∫ [

𝟎 𝟏𝟎

]𝒕

𝟎 d =[

𝟎 𝒕

𝟎𝒕𝟐

𝟐

]

∫ [𝟎 𝟏𝟎 𝟏

]𝒕

𝟎 {∫ [

𝟎 𝟏𝟏 𝟐

]𝟏

𝟎 𝒅𝟐} d1=∫ [

𝟎 𝟏𝟎 𝟏

]𝒕

𝟎[𝟎 𝟏

𝟎𝟏𝟐

𝟐

] d1 = [𝟎

𝒕𝟑

𝟔

𝟎𝒕𝟒

𝟖

]

maka kita peroleh

(t,0) =[𝟏 𝟎𝟎 𝟏

] + [𝟎 𝟏

𝟎𝒕𝟐

𝟐

] +[𝟎

𝒕

𝟔

𝟑

𝟎𝒕𝟒

𝟖

] +


Sifat – sifat matriks tansisi keadaan (t,t0). Berikut ini kita akan membuat daftar

sifat- sifat matriks transisi keadaan (t,t0)

1. (t2,t1) (t1,t0)= (t2,t0)

Untuk membuktikannnya, perhatikan bahwa

X(t1) =(t1,t0) x (t0)

X(t2)= (t2,t0) x (t0)

Juga

X(t2)= (t2,t1) x (t1)

Oleh karena itu

X(t2)= (t2,t1) (t1,t0) x (t0) = (t2,t0) x (t0)

Page 32: Pemodelan Ruang Keadaan

32

Sehingga

(t2,t1) (t1,t0) x (t0) = (t2,t0)

(t1,t0)= -1 (t0,t1)

untuk membuktikannya, perhatikan bahwa

(t1,t0)= -1 (t2 ,t1) (t2,t0)

Jika kita masukan t2=t0 ke dalam persamaan terakhir ini, maka

(t1,t0)= -1(t0,t1) (t0,t0)= -1(t0,t1)

Jawab persamaan keadaan linier parameter berubah.tinjau persamaan berikut :

Contoh : ᅵᅵ = A(t)x + B (t)u

Dimana :

X : vector n dimensi

U : vector r dimensi

A(t): matriks n x n

B(t): matriks n x r

Elemen – elemen dari A(t) dan B(t) dianggap sebagai fungsi kontinyu sepotong-

sepotong pada selang t0tt1

Untuk menjawabnya misal:

x(t) = ( t,t0) (t)

dimana ( t,t0) matriks unik yang memenuhi persamaan berikut :

( t,t0)= A(t) ( t,t0) , (t0,t0)= I

Selanjutnya

ᅵᅵ(t)= 𝑑

𝑑𝑡[(t,t0)(t)

=( t,t0) (t) + (t,t0) (t)

= A(t) ( t,t0) (t) + + (t,t0) (t)

= A(t) ( t,t0)(t) + B(t) u(t)

Oleh karena

(t,t0)(t) = B(t) u(t)

Atau

(t) = -1(t,t0)B(t) u(t)

Dengan demikian ,

(t)= (t0) + ∫ −𝟏𝒕

𝒕𝟎(,t0)B() U() d

Page 33: Pemodelan Ruang Keadaan

33

Karena (t0)= -1(t0,t0) x (t0) = X(t0)

Maka jawab persamaan ᅵᅵ = A(t)x + B (t)u diperoleh sebagai

x(t) = (t,t0) x (t0) + (t,t0)∫ −1𝑡

𝑡0(,t0)B() U() d

=(t,t0) x (t0) +∫ −1𝑡

𝑡0(t,)B() U() d

Unuk menghitung ruas kanan persamaan =(t,t0) x (t0) +∫ −1𝑡

𝑡0(t,)B() U() d

dalam kasus- kasus praktis diperlukan computer digital

Page 34: Pemodelan Ruang Keadaan

34

III. RANGKUMAN DARI URAIAN MATERI

Penyajian Ruang Keadaan Dari System dari system orde ke n yang dinyatakan

oleh persamaan diferensial linier dengan fungsi penggerak tidak melibatkan bentuk

turunan. Tinjau system orde ke n berikut:

𝑊(𝑛)

+ 𝑎1 𝑊(𝑛−1)

+ ⋯+ 𝑎𝑛−1ᅵᅵ + 𝑎𝑛𝑊 = 𝑢

“Eigenvalue” dari matriks A n x n “Eigenvalue” dari matriks A n x n adalah

akar persamaan karakteristik

| λI – A| = 0

Diagonalisasi matriks n x n. Perhatikan bahwa jika sutu matriks An x n

dengan “eigenvalue-eigenvalue” yang berbeda dinyatakan oleh

A =

[

0 0 0 
 0 0 0 0 
 0

. . . . . . . . . . . . 0 0 0 
 0

− 𝑎𝑛 − 𝑎𝑛−1 −𝑎𝑛−2 
 −𝑎1 ]

Penyajian ruang-keadaan dari sitem orde ke-n yang dinyatakan oleh

persamaan diferensial linier dengan r fungsi penggerak, persamaannya adalah:

ᅵᅵ𝑛 = 𝑎𝑛1 (𝑡)𝑥1 + 𝑎𝑛2 (𝑡)𝑥2 + . . . + 𝑎𝑛𝑛 (𝑡)𝑥𝑛 + 𝑏𝑛1 (𝑡)𝑢1 + 𝑏𝑛2 (𝑡)𝑢2

+ . . . + 𝑏𝑛𝑟(𝑡)𝑢𝑟 Penyelesaian Persamaan Keadaan Parameter Konstan Persamaan diferensial

matriks vektor 𝑥 = 𝐎𝑥

Eksponensial matriks. Dapat dibuktikan bahwa eksponensial matriks dari

suatu matriks An × n adalah konvergen mutlak untuk semua harga t terhingga𝑒𝐎𝑡 =

∑𝐎𝑘𝑡𝑘

𝑘!

∞𝑘=0

Matriks unik Éž(𝑡) disebut matriks transisi keadaan. Matriks transisi keadaan

mengandung semua informasi mengenai gerak bebas system yang di definisikan oleh

persamaan ᅵᅵ = 𝐎𝑥

Pendekatan transformasi laplace pada jawab homogen persamaan keadaan.

Pertama kali marilah kita tinjau kasus saklar ᅵᅵ = 𝑎𝑥

Pendekatan transformasi laplace pada jawab persamaan keadaan non

homogen. Jawab persamaan keadaan non homogen. ᅵᅵ = 𝐎𝑥 + 𝐵𝑢 juga dapat

diperoleh dengan pendekatan transformasi laplace.

Konsep matriks alih merupakan perluasan konsep fungsi alih,maka pertama

kali kita akan mencari fungsi alih dari sistem satu masukan satu keluaran 𝑌(𝑠)

𝑈(𝑠) G(s).

Persamaan ruang keadan dari sistem ini dinyatakan sebagai berikut ᅵᅵ Ax + Bu dan y

= Cx + Du. Di mana x adalah vector keadaan, u adalah masukan, dan y adalah

keluaran.

Page 35: Pemodelan Ruang Keadaan

35

Matriks transisi keadaan untuk kasus parameter berubah. Penting untuk

diperhatikan bahwa matriks transisi keadaan (t,t0) dapat dinyatakan dengan suatu

eksponensial matriks jika A(t) dan ∫ 𝑚(𝒕

𝒕𝟎)𝒅 komut.

Page 36: Pemodelan Ruang Keadaan

36

IV. REFERENSI

Ogata, Katsuhiko.(1985). Teknik Kontrol Automatik (Sistem Pengaturan) Jilid 2.

Erlangga. Jakarta.

Page 37: Pemodelan Ruang Keadaan

37

V. LATIHAN SOAL DAN PENYELESAIAN

1. Tinjaun system control yang di tunjukkan pada gambar 1-6. Fungsi alih lup

tersebut adalah

𝑌(𝑠)

𝑈(𝑠)=

160 (𝑠 + 4)

𝑠3 + 18𝑠2 + 192𝑠 + 640

Persamaan diferensial untuk fungsi alih tersebut adalah

𝑊 + 18 ᅵᅵ + 192 ᅵᅵ + 640 𝑊 = 160 ᅵᅵ + 640 𝑢

Carilah penyajian ruang keadaan dari system tersebut

Berdasarkan pada persamaan (1-25), marilah kita definisikan

𝑥1 = 𝑊 − 𝛜0𝑢

𝑥2 = ᅵᅵ − 𝛜0ᅵᅵ − 𝛜1𝑢 = ᅵᅵ1 − 𝛜1𝑢

𝑥3 = ᅵᅵ − 𝛜0ᅵᅵ − 𝛜1ᅵᅵ − 𝛜2𝑢 = ᅵᅵ2 − 𝛜2𝑢

Dimana 𝛜0, 𝛜1, dan 𝛜2 ditentukan dari persamaan (1-26) sebagai berikut:

𝛜0 = 𝑏0 = 0

𝛜1 = 𝑏1 − 𝑎1𝛜0 = 0

𝛜2 = 𝑏2 − 𝑎1𝛜1 − 𝑎2𝛜0 = 160

𝛜3 = 𝑏3 − 𝑎1𝛜2 − 𝑎2𝛜1 − 𝑎3𝛜0 = −2240

Selanjutnya persamaan keadaan system menjadi

[𝑥1

𝑥2

𝑥3 ] = [

00

10

−640 −192

01

−18] [

𝑥𝑥2

𝑥3 ] + [

0−160

−2240 ] [𝑢]

Persamaan keluarannya menjadi

y= [1 0 0] [

𝑥1

𝑥2

𝑥3 ]

Page 38: Pemodelan Ruang Keadaan

38

2.

Persamaan differensial:

∑𝐹 = 𝑚 × 𝑎

−𝑓𝑣 − 𝑘𝑊 + 𝑥 = 𝑚 × 𝑎

𝑥 = 𝑚 𝑑2𝑊

𝑑𝑡+ 𝑓

𝑑𝑊

𝑑𝑡+ 𝑘𝑊

𝑥 = 𝑚ᅵᅵ + 𝑓ᅵᅵ + 𝑘𝑊

𝑥

𝑚= ᅵᅵ +

𝑓

𝑚ᅵᅵ +

𝑘

𝑚𝑊

Metode reduksi:

𝑥1 = 𝑊 ᅵᅵ1 = 𝑥2

𝑥2 = ᅵᅵ ᅵᅵ2 = ᅵᅵ

Persamaan differensial reduksi: 𝑥

𝑚= ᅵᅵ +

𝑓

𝑚ᅵᅵ +

𝑘

𝑚𝑊

𝑥

𝑚= ᅵᅵ2 +

𝑓

𝑚𝑥2 +

𝑘

𝑚𝑥1

ᅵᅵ2 =𝑥

𝑚−

𝑓

𝑚𝑥2 −

𝑘

𝑚𝑥1

Matriks:

[ᅵᅵ1

ᅵᅵ2] = [

0 1

−𝑘

𝑚−

𝑓

𝑚

] [𝑥1

𝑥2] + [

01

𝑚

] [𝑥]

[𝑊] = [1 0] [𝑥1

𝑥2] + [0][𝑥]