pemodelan ruang keadaan
DESCRIPTION
Teknik AutomationTRANSCRIPT
1
I.DAFTAR ISI
I. DAFTAR ISI .................................................................................. 1
II. URAIAN MATERI
2.1 Pendahuluan .............................................................................. 2
2.2 Penyajian Ruang Keadaan Dari System .................................... 3
2.3 Penyelesaian Persamaan Keadaan Parameter Konstan ............ 17
2.4 Matriks Alih ............................................................................. 27
2.5 Sistem Linier Parameter âBerubah .......................................... 29
III. RANGKUMAN DARI URAIAN MATERI ................................ 34
IV. REFERENSI ................................................................................. 36
V. LATIHAN SOAL DAN PENYELESAIAN ................................. 37
2
II. URAIAN MATERI
2.1 PENDAHULUAN
Keterbatasan teori control konvensionl. Pada teori konvensional yang
dianggap penting hanyalah sinyal- sinyal masukan, keluaran dan sinyal kesalahan,
analisis dan desain control dilakukan dengan menggunakan fungsi alih , bersama-
sama dengan teknik grafis seperti diagram tempat kedudukan akar dan diagram
nyquist. Karakteristik yang unik dari teori control konvensional adalah bahwa
karakteristik tersebut ditentukan oelh hubungan antara masukan dan keluaran sistem,
fungsi alih.
Kelemahan pokok dari teori konvensioanal aadalh bahwa , pada
umumnya. Teori ini hanya dapat diterapkan pada sistem linier parameter konstan
(time invariant). Teori ini tidak dapat diterapkan untuk sistem parameter berubah
(time varying). Untuk memudahkan para insinyur mulai mengembangkan control
modern dengan salah satu cara yaitu analisis ruang keadaan sistem control sebelum
kita mempelajari lebih lanjut maka kita harus mendefinisikan arti kata keadaan,
variable keadaan, vector keadaan dan ruang keadaan.
Keadaan. Keadaan suatu sistem dinamik adalah himpunan terkecil dari
variable yang disebut variable keadaan sedemikian rupa sehingga dengan mengetahui
variable- variable ini pada ð¡ = ð¡0, bersama-sama dengan masukan untuk ð¡ ⥠ð¡0, kita
dapat menentukan secara lengkap perilaku sistem untuk setiap waktu untuk ð¡ ⥠ð¡0.
Jadi, keadaan suatu sistem dinamik pada saat t secara unik ditentukan oleh
keadaan tersebut pada = ð¡0 dan masukan untuk ð¡ ⥠ð¡0 dan tidak bergantung pada
keadaan dan masukan sebelum ð¡0. Perhatikan bahwa dalam membahas sistem linier
parameter konstan, biasannya kita pilih waktu acuan t0 sama dengan nol
Variabel keadaan. Variable keadaan suatu sistem dinamik adalah himpunan
terkecil dari variable variable yang menentukan keadaan sistem dinamik. Jika paling
tidak diperlukan n variable ð¥1(ð¡), âŠ, ð¥ð(ð¡) untuk melukiskan secara lengkap
perilaku sistem dinamik (sedemikian rupa sehingga setelah diberikan masukan untuk
ð¡ ⥠ð¡0 dan syarat awal pada ð¡ = ð¡0 maka keadaan sistem yang akan datang telah
ditentukan secara lengkap), maka n variable ð¥1(ð¡), ð¥2(ð¡) âŠ., ð¥ð(ð¡) tersebut
merupakan suatu himpunan variable keadaan. Perhatikan bahwa variable keadaan
3
tidak perlu merupakan besaran yang secara fisis dapat diukur. Meskipun demikian
secara praktis sebaiknya dipilih variable keadaan dengan pembobotan yang sesuai.
Vector keadaan. Jika diperlukan n variable keadaan untuk menggambarkan
secara lengkap perilaku sistem yang diberikan maka n variable keadaan ini dapat
dianggap sebagai n komponen suatu vector x(t). vector semacam ini disebut vector
keadaan. Jadi vector keadaan suatu vector yang menentukan secara unik keadaan
sistem x(t) untuk setiap ð¡ ⥠ð¡0 setelah ditetapkan masukan u(t) untuk ð¡ ⥠ð¡0.
Ruang keadaan ruang n dimensi yang sumbu koordinatnya terdiri dari sumbu
ð¥1, sumbu ð¥1, ⊠, sumbu ð¥ð disebut ruang keadaan. setiap keadaan dapat dinyatakan
dengan suatu titik pada ruang keadaan.
2.2 PENYAJIAN RUANG KEADAAN DARI SYSTEM
System dinamika yang terdiri dari sejumlah terhingga elemen terkumpul (lumped
element) dapat digambarkan dengan persamaan diferensial ordiner dengan waktu
sebagai variable bebas. Dengan menggunakan notasi matriks vector, persamaan
diferensial ore ke-n dapat dinyatakan dengan suatu persamaan differensial matriks
vector orde pertama. Jika n elemen vector tersebut merupakan himpunan variable
keadaan, maka persamaan diferensial matriks vector tersebut disebut persamaan
keadaan. Pada pasal ini kita akan membahas metoda-metoda untuk mencari penyajian
ruang keadaan dari system kontinyu.
Penyajian ruang keadaan dari system orde ke n yang dinyatakan oleh persamaan
diferensial linier dengan fungsi penggerak tidak melibatkan bentuk turunan. Tinjau
system orde ke n berikut:
ðŠ(ð)
+ ð1 ðŠ(ðâ1)
+ â¯+ ððâ1ᅵᅵ + ðððŠ = ð¢ (1-1)
Dengan mengingat bahwa, ðŠ(0), ᅵᅵ(0), . . ., ðŠ (0)(ðâ1)
, bersama-sama dengan masukan
ð¢(ð¡) untuk ð¡ ⥠0 , menentukan secara lengkap perilaku yang akan dating dari system,
maka kita dapat memilih ðŠ(ð¡), ᅵᅵ(ð¡), . . ., ðŠ (ð¡)(ðâ1)
sebagai himpunan ð variable
keadaan. (Secara matematis, pemilihan variable keadaan semacam itu adalah cukup
mudah. Akan tetapi secara praktis, karena ketidaktelitian bentuk turunan orde tinggi
4
yang disebabkan oleh pengaruh desing (noise) inheren pada setiap kondisi praktisi,
maka pemilihan variabel keadaan semacam itu tidak diinginkan).
Marilah kita definisikan
ð1 = ðŠ
ð1 = ᅵᅵ
. . .
ðð = ðŠ(ðâ1)
Selanjutnya persamaan (1 â 1) dapat ditulis sebagai
ᅵᅵ1 = ð¥2
ᅵᅵ2 = ð¥3
. . .
ᅵᅵðâ1 = ðð
ᅵᅵð = âðŒðð¥1 â . . . â ðŒ1ð¥ð + ð
atau
ᅵᅵ = ðð + ðð (1-2)
dimana
ð = [
ð¥1
ð¥2...ð¥ð
] , ðŽ =
[
0 0 0 ⊠0 0 0 0 ⊠0 . . . .
. . . . . . . . 0 0 0 ⊠0
âðð âððâ1 âððâ2 ⊠âð1 ]
, B=
[ 0 0 ...1 ]
Persamaan keluaran menjadi
ðŠ = [1 0 ⯠0] [
ð¥1
ð¥2...ð¥ð
]
atau
ðŠ = ðªð (1-3)
dimana
5
ð¶ = [1 0 ⯠0]
Persamaan diferensial orde pertama, persamaan (1-2), adalah persamaan keadaan, dan
persamaan aljabar, Persamaan (1-3), adalah persamaan keluaran.
Contoh 1-2. Tinjau system yang didefinisikan oleh
ðŠ+ 6ᅵᅵ + 11ᅵᅵ + 6y =6u (1-4)
Dimana ðŠ adalah keluaran dan ð¢ adalah masukan sitem. Carilah penyajian ruang
keadaan dari system.
Marilah kita pilih variabel keadaan sebagai berikut
ð1 = ðŠ
ð2 = ᅵᅵ
ð3 = ᅵᅵ
Selanjutnya kita peroleh
ᅵᅵ1 = ð2
ᅵᅵ2 = ð3
ᅵᅵ3 = â6ð¥1 â 11ð¥3 + 6ð¢
Persamaan terakhir dari tiga persamaan inidiperoleh dengan menyelesaikan
persamaan diferensial asal untuk turunan yang tertinggi ðŠ dan kemudian
mensubtitusikan ðŠ = ð¥1, ᅵᅵ = ð¥2, ᅵᅵ = ð¥3 ke dalam persamaan yang diperoleh.
Dengan menggunakan notasi matriks-vektor, tiga persamaan diferensial orde pertama
ini dapat digabung menjadi satu sebagai berikut:
[ᅵᅵ1
ᅵᅵ2
ᅵᅵ3 ] = [
00
10
â6 â11
01
â6] [
ð¥1
ð¥2
ð¥3 ] + [
006] [ð¢] (1-5)
Persamaan keluaran dinyatakan oleh
ðŠ = [1 0 0] [
ð¥1
ð¥2
ð¥3 ] (1-6)
Persamaan (1-5) dan (1-6) dapat ditulis dalam bentuk standart sebagai berikut:
ᅵᅵ = ðð + ðð (1-7)
ðŠ = ðªð (1-8)
dimana
6
ðŽ = [00
10
â6 â11
01
â6] , ðµ = [
006] , ð¶ = [1 0 0]
Gambar 1-2 menunjukkan penyajian diagram blok dari persamaan keadaan
dan persamaan keluaran di atas. Perhatikan bahwa fungsi alih dari blok-blok umpan
balik tersebut identik dengan negatif koefisien persamaan diferensial asal, persamaan
(1-4).
Ketidak-unikan himpunan variabel keadaan. Telah dinyatakan bahwa himpunan
variabel keadaan untuk suatu system adalah tidak unik. Missal bahwa ð¥1, ð¥2, ⊠, ð¥ð
adalah suatu himpunan variabel keadaan. Selanjutnya sebagai himpunan variabel
keadaan yang lain kita dapat menggunakan setiap himpunan fungsi
ᅵᅵ1 = ð¥1(ð¥1, ð¥2, . . . , ð¥ð)
ᅵᅵ2 = ð¥1(ð¥1, ð¥2, . . . , ð¥ð)
ᅵᅵ3 = ð¥1(ð¥1, ð¥2, . . . , ð¥ð)
Dengan syarat bahwa, untuk setiap himpunan harga ᅵᅵ1, ᅵᅵ2, . . . ᅵᅵð, terdapat suatu
himpunan harga ð¥1, ð¥2, . . . , ð¥ð yang unik dan sebaliknya. Jadi, jika ð¥ merupakan
suatu vektor keadaan, maka ᅵᅵ yang memenuhi hubungan
ᅵᅵ = ðð±
Juga merupakan suatu vektor keadaan, dengan syarat bahwa matriks P non-singuler.
Vektor-vektor keadaan yang berbeda membawa informasi yang sama mengenai
perilaku system.
7
Gambar 1.2. penyajian diagram blok dari system yang dinyatakan oleh
persamaan 1-7 dan 1-8
âEigenvalueâ dari matriks A n x n âEigenvalueâ dari matriks A n x n adalah
akar persamaan karakteristik
|ððŒ â ðŽ| = 0
âEigenvalueâ sering disebut akar karakteristik.
Sebagai contoh, tinjau matriks A berikut:
ðŽ = [00
10
â6 â11
01
â6]
Persamaan karakteristik adalah
|ððŒ â ðŽ| = [ð0
â1ð
6 11
0â1
ð + 6]
= ð3 + 6ð2 + 11ð + 6
= (λ + 1)(λ + 2)(λ + 3) = 0
âEigenvauleâ dari A adalah akar persamaan karakteristik tersebut, atau -1,-2 dan -3
Contoh 1-3. Tinjauan system yang sama seperti yang dibahas pada contoh 1-2. Kita
akan menunjukkan bahwa persamaan (1-5) bukan satu-satunya persamaan keadaan
system ini. Missal kita didefinisikan suatu himpunan variabel keadaan baru ð§1, ð§2 dan
ð§3 dengan transformasi
[
ð¥1
ð¥2
ð¥3 ] = [
1â1
1â2
1 4
1â39
] [
ð§1
ð§2
ð§3 ]
Atau
ð = ðð§ (1-9)
Dimana
ð = [1
â11
â21 4
1
â39
] (1-10)
8
Selanjutnya dengan mensubtitusikan persamaan (1-9) ke dalam persamaan (1-7), kita
peroleh
ð·ï¿œï¿œ = ðšð·ð + ð©ð
Jika kedua arus persamaan yang terakhir ini dikalikan didepan dengan ð·âð maka kita
peroleh
ð = ð·âððšð·ð + ð·âðð©ð (1-11)
Atau
[ð§1
ð§2
ð§3 ] = [
3â3
2,5â4
1 1,5
0,5â10,5
] [00
10
â6 â11
01
â6] [
1â1
1â2
1 4
1â39
] [
ð§1
ð§2
ð§3 ]+
[3
â32,5â4
1 1,5
0,5â10,5
] [006
] [ð]
Setelah disederhanakan, kita peroleh
[ð§1
ð§2
ð§3 ] = [
â10
0â2
0 0
00
â3] [
ð§1
ð§2
ð§3 ] + [
3â63
] [ð¢] (1-12)
Persamaan (1-22) juga merupakan persamaan keadaan system yang sama, yang
didefinisikan oleh persamaan (1-5).
Persamaan keluaran, yakni persamaan (1-8), dimodifikasi menjadi
ðŠ = ðªð·ð
atau
ðŠ = [1 0 0] [1
â11
â21 4
1
â39
] [
ð§1
ð§2
ð§3 ] (1-13)
= [1 0 0] [
ð§1
ð§2
ð§3 ]
Perhatikan bahwa matriks transformasi P, yang didefinisikan oleh persamaan
(1-10), memodifikasi matriks koefisien dari z menjadi matriks diagonal. Secara jelas
terlihat dari persamaan (1-12) bahwa tiga persamaan keadaan yang terpisah diatas
tidak saling berkaitan lagi. Perhatikan juga bahwa elemen diagonal dari matriks P-
1AP pada persamaan (1-11) adalah identik dengan tiga âeigenvalueâ dari A. sangat
penting untuk diingat bahwa âeigenvalueâ dari A dan âeigenvalueâ dari P-1AP adalah
identik. Berikut ini kita akan membuktikannya untuk suatu kasus umum.
9
Invariansi âeigenvalueâ. Untuk membuktikan invariansi âeigenvalueâ pada
suatu transformasi linier, kita harus menunjukkan bahwa polynomial karakteristik |λI
â P-1AP| adalah identic.
Karena determinan dari suatu hasil kali adalah sama dengan hasil perkalian
determinan-determinannya, maka kita peroleh
| λI â P-1AP | = | λP-1P â P-1AP |
= | P-1 (λI â A) P|
= | P-1 || λI â A || P|
= | P-1 || P || λI â A |
Dengan mengingat bahwa hasil kali determinan | P-1 | dan | P | sama dengan
determinan hasil kali |P-1P |, maka kita peroleh
| λI â P-1AP | = |P-1P | | λI â A |
= | λI â A |
Jadi telah kita buktikan bahwa âeigenvalueâ dari A tidak berubah dengan adanya
transformasi linier.
Diagonalisasi matriks n x n. Perhatikan bahwa jika sutu matriks An x n
dengan âeigenvalue-eigenvalueâ yang berbeda dinyatakan oleh
A =
[
0 0 0 ⊠0 0 0 0 ⊠0 . . . .
. . . . . . . . 0 0 0 ⊠0
âðð âððâ1 âððâ2 ⊠âð1 ]
Maka transformasi x = Pz di mana
P =
[
1 1 ⊠1 ð1 ð2 ⊠ðð
ð12 ð1
2 ⊠ðð2
. . . . . . . . ⊠.
ð1ðâ1 ð2
ðâ1 ⊠ðððâ1 ]
ð1, ð2, . . ., ðð = n âeigenvalueâ dari A yang berbeda akan mentrasformasikan
ðâ1 AP menjadi matriks diagonal, atau
10
ðâ1 AP =
[ ð1
ð2
.
0
0 .
.
ðð]
Jika matriks A yang didefinisikan oleh persamaan (14-14) melibatkan
âeigenvalueâ jamak, maka diagonalisasi tersebut tidak mungkin diperoleh. Sebagai
contoh, jika matriks
A 3 x 3 di mana
A = [0 1 00 0 1
âð3 âð2 âð1
]
Mempunyai âeigenvalueâ ð1, ð2, ð3, maka transformasi x=Sz di mana
A = [
1 0 1ð1 1 ð2
ð12 2ð1 ð3
2]
Akan menghasilkan
ð â1AS = [
ð1 1 00 ð1 00 0 ð3
]
Bentuk semacam itu di sebut bentuk perumusan Jordan.
Contoh 1-4. Tinjau system yang sama seperti yang dibahas pada contoh 1-2 dan
1-3, yakni
ðŠ+ 6ᅵᅵ + 11ᅵᅵ + 6y =6u (1-15)
Kita akan menunjukkan bahwa penyajian ruang keadaan seperti yang dinyatakan oleh
persamaan (1-12) dan persamaan (1-13) juga dapat diperoleh dengan menggunakan
teknik uraian pecahan parsial.
Marilah kita tulis kembali persamaan (1-15) dalam bentuk fungsi alih:
ð(ð)
ðŒ(ð) =
6
ðð + ððð + ððð +ð =
ð
(ð+ð)(ð+ð)(ð+ð)
ð(ð)
ðŒ(ð) =
ð
(ð+ð) +
ð
(ð+ð) +
ð
(ð+ð)
Oleh karena itu
11
ð(ð) = ð
(ð+ð) U(s)+
âð
(ð+ð) U(s)+
ð
(ð+ð) U(s) (1-16)
Marilah kita definisikan
ðð(ð) = ð
(ð+ð) U(s) (1-17)
ðð(ð) = âð
(ð+ð) U(s) (1-18)
ðð(ð) = ð
(ð+ð) U(s) (1-19)
Dengan membalik transormasi laplace dari persamaan (1-17), (1-18), dan (1-19), kita
peroleh
ᅵᅵ1 = âð1 + 3ð¢
ᅵᅵ2 = â2ð2 â 6ð¢
ᅵᅵ3 = â3ð3 + 3ð¢
Karena persamaan (1-16) dapat ditulis sebagai
Y(s) = X1(s) + X2(s) + X3(s)
Maka kita peroleh
ðŠ = ð¥1 + ð¥2 + ð¥3
dalam bentuk notasi matriks vektor, kita peroleh
[
ð§1
ð§2
ð§3 ] = [
â10
0â2
0 0
00
â3] [
ð¥1
ð¥2
ð¥3 ] + [
3â63
] [ð] (1-20)
y = [1 1 1] [
ð¥1
ð¥2
ð¥3 ] (1-21)
Persamaan (1-20) dan (1-21) masing-masing adalah identic dengan persamaan (1-12)
dan (1-13).
Gambar 1-3 menunjukkan penyajian diagram blok dari persamaan (1-20) dan
(1-21). Perhatikan bahwa fungsi alih dalam blok-blok umpan balik adalah identic
dengan âeigenvalueâ dari system. Perhatikan juga bahwa residu dari pole-pole fungsi
alih, atau koefisien pada uraian pecahan parsial ð(ð ) ð(ð )â , tampak pada blok-blok
umpan maju.
12
Gambar 1.3 Penyajian diagram blok dari system yang dinyatakan oleh persamaan
(1-20) dan (1-21)
Penyajian ruang-keadaan dari sitem orde ke-n yang dinyatakan oleh
persamaan diferensial linier dengan r fungsi penggerak. Tinjau system multi masukan
multi keluaran yang ditunjukkan pada gambar 1-4. Pada system ini, ð¥1, ð¥2, . . . , ð¥ð
menyatakan variabel masukan; variabel keadaan; ð¢1, ð¢2, . . . , ð¢ð menyatakan variabel
masukan; dan ðŠ1, ðŠ2, . . . , ðŠð adalah variabel keluaran. Dari gambar 1-4, kita peroleh
persamaan system sebagai berikut:
ᅵᅵ1 = ð11 (ð¡)ð¥1 + ð12 (ð¡)ð¥2+ . . . + ð1ð (ð¡)ð¥ð + ð11 (ð¡)ð¢1 + ð12 (ð¡)ð¢2+ . . . + ð1ð(ð¡)ð¢ð
ᅵᅵ2 = ð21 (ð¡)ð¥1 + ð22 (ð¡)ð¥2+ . . . + ð2ð (ð¡)ð¥ð + ð21 (ð¡)ð¢1 + ð22 (ð¡)ð¢2+ . . . + ð2ð(ð¡)ð¢ð
â¯
ᅵᅵ3 = ðð1 (ð¡)ð¥1 + ðð2 (ð¡)ð¥2+ . . . + ððð (ð¡)ð¥ð + ðð1 (ð¡)ð¢1 + ðð2 (ð¡)ð¢2+ . . .+ ððð(ð¡)ð¢ð
13
Gambar 14-4. System multi masukan-multi keluaran.
Dimana a(t) dan b(t) adalah konstan atau fungsi dari t. Dalam bentuk notasi matriks
vektor, n persamaan ini dapat ditulis secara kompak sebagai
ᅵᅵ = ðš(ð) + ð©(ð)ð (1-22)
Dimana
ð = [
ð¥1
ð¥2...ð¥ð
] = vektor keadaan
ð¢ = [
ð¢1
ð¢2...ð¢ð
] = vektor masukan (atau control)
ðŽ(ð¡) =
[ ð11(ð¡) ð12(ð¡) ⊠ð1ð (ð¡)
ð21(ð¡) ð22(ð¡) ⊠ð2ð (ð¡) . . .
. . . . . . . . .
ðð1 (ð¡) ðð2 (ð¡) ⊠ððð (ð¡) ]
ðµ(ð¡) =
[ ð11(ð¡) ð12(ð¡) ⊠ð1ð (ð¡)
ð21(ð¡) ð22(ð¡) ⊠ð2ð (ð¡) . . .
. . . . . . . . .
ðð1 (ð¡) ðð2 (ð¡) ⊠ððð (ð¡) ]
Persamaan (1-22) adalah persamaan keadaan dari system. [Perhatikan bahwa suatu
persamaan diferensial matriks vektor seperti persamaan (1-22) (atau n persamaan
14
defernsial orde pertama ekivalen) yang menggambarkan dinamika suatu system,
merupakan persamaan keadaan jika dan hanya jika himpunan variabel bebas pada
persamaan deferensial matriks vektor tersebut memenuhi definisi variabel keadaan].
Untuk sinyal keluaran kita peroleh
ðŠ1 = ð11 (ð¡)ð¥1 + ð12 (ð¡)ð¥2+ . . . + ð1ð (ð¡)ð¥ð + ð11 (ð¡)ð¢1 + ð12 (ð¡)ð¢2+ . . . + ð1ð(ð¡)ð¢ð
ðŠ2 = ð21 (ð¡)ð¥1 + ð22 (ð¡)ð¥2+ . . . + ð2ð (ð¡)ð¥ð + ð21 (ð¡)ð¢1 + ð22 (ð¡)ð¢2+ . . . + ð2ð(ð¡)ð¢ð
. . .
ðŠ3 = ðð1 (ð¡)ð¥1 + ðð2 (ð¡)ð¥2+ . . . + ððð (ð¡)ð¥ð + ðð1 (ð¡)ð¢1 + ðð2 (ð¡)ð¢2+ . . . + ððð(ð¡)ð¢ð
Dalam bentuk notasi matriks-vektor, m persamaan ini dapat ditulis sebagai
Y= A(t) + B(t)u (1-22)
Dimana
ðŠ = [
ðŠ1
ðŠ2...ðŠð
] = vektor keadaan
ð¶(ð¡) =
[ ð11(ð¡) ð12(ð¡) ⊠ð1ð (ð¡)
ð21(ð¡) ð22(ð¡) ⊠ð2ð (ð¡) . . .
. . . . . . . . .
ðð1 (ð¡) ðð2 (ð¡) ⊠ððð (ð¡) ]
ð·(ð¡) =
[ ð11(ð¡) ð12(ð¡) ⊠ð1ð (ð¡)
ð21(ð¡) ð22(ð¡) ⊠ð2ð (ð¡) . . .
. . . . . . . . .
ðð1 (ð¡) ðð2 (ð¡) ⊠ððð (ð¡) ]
Persamaan (1-23) adalah persamaan keluaran dari system. Matriks-matriks A(t), B(t),
C(t), dan D(t) mencirikan dinamika system secara lengkap.
Penyajian diagram blok dan penyajian grafik aliran sinyal dari system yang
didefinisikan oleh persamaan (1-22) dan (1-23), masing-masing ditunjukkan pada
gambar 1-5 (a) dan (b). untuk menunjukkan besarnya vektor, kita gunakan anak
panah ganda pada diagram tersebut.
Penyajian ruang keadaan dari system orde ke-n yang dinyatakan oleh
persamaan diferensial linier dengan fungsi penggerak yang melibatkan bentuk
15
turunan. Jika persaan diferensial system melibatkan turunan dari fungsi penggerak,
seperti
ðŠ(ð)
+ ð1 ðŠ(ðâ1)
+ â¯+ ððâ1ᅵᅵ + ðððŠ = ð0 ð¢(ð)
+ ð1 ð¢(ðâ1)
+ â¯+ ððâ1ᅵᅵ + ððð¢ (1-24)
Maka himpunan n variabel y, ᅵᅵ, ᅵᅵ, âŠ, ðŠ(ð+1)
tidak memenuhi persyaratan sebagai
himpunan variabel keadaan, sehingga metoda langsung yang diterapkan diatas, tidak
dapat digunakan. Ini disebabkan karena n persamaan diferensial orde pertama
(a)
(b)
Gambar 1-5. (a) Penyajian diagram blok dari sistem yang didefinisikan oleh
persamaan (1-22) dan (1-23); (b) penyajian grafik aliran sinyal dari sistem pada
gambar 1-5 (a).
ᅵᅵ1 = ð¥2
ᅵᅵ2 = ð¥3
. . .
16
ᅵᅵðâ1 = ðð
ᅵᅵð = âðŒðð¥1 âðŒðâ1ð¥2 â . . . â ðŒ1ð¥ð + ð0 ð¢(ð) + ð1 ð¢ðâ1 + . . . + ððð¢
Dimana ð¥1 = ðŠ tidak menghasilkan jawab yang unik.
Persoalan utama dalam mendefinisikan variabel keadaan untuk kasus ini
terletak pada bentuk turunan pada ruas kanan n persamaan diatas yang terakhir.
Variabel-variabel keadaan tersebut harus sedemikian rupa sehingga mengeliminasi
turunan-turunan u pada persamaan keadaan.
Merupakan suatu kenyataan yang dikenal dengan baik dalam teori control
modern bahwa jika kita definisikan n variabel berikut sebagai himpunan n variabel
keadaan
ð¥1 = ðŠ â ðœ0ð¢
ð¥2 = ᅵᅵ â ðœ0ᅵᅵ â ðœ1ð¢ = ᅵᅵ1 â ðœ1ð¢
ð¥3 = ᅵᅵ â ðœ0ᅵᅵ â ðœ1ᅵᅵ â ðœ2ð¢ = ᅵᅵ2 â ðœ2ð¢ (1-25)
â¯
ð¥ð = ðŠ(ðâ1)
â ðœ0ð¢(ðâ1)
â ðœ1ð¢(ðâ2)
â â¯â ðœðâ2ᅵᅵ â ðœðâ1ð¢ = ᅵᅵðâ1 â ðœðâ1ð¢
Dimana ðœ0, ðœ1, ðœ2, âŠ, ðœð ditentukan dari
ðœ0 = ð0
ðœ1 = ð1 â ð1ðœ0
ðœ2 = ð2 â ð1ðœ1 â ð2ðœ0 (1-26)
ðœ3 = ð3 â ð1ðœ2 â ð2ðœ1 â ð3ðœ0
â¯
ðœð = ðð â ð1ðœðâ1 â â¯â ððâ1ðœ1 â ðððœ0
Maka jawab persamaan keadaan tersebut dijamin ada dan unik. (Perhatikan bahwa ini
bukan merupakan satu-satunya pilihan dari himpunan variabel keadaan). Dengan
memilih variabel keadaan seperti diatas, kita peroleh persamaan keadaan dan
persamaan keluaran dari system yang dinyatakan oleh persamaan (1-24), sebagai
berikut:
[
ᅵᅵ1
ᅵᅵ2
.
.
.ᅵᅵðâ1
ᅵᅵð ]
=
[
0 1 0 ⊠0 0 0 1 ⊠0 . . . .
. . . . . . . . 0 0 0 ⊠1
âðð âððâ1 âððâ2 ⊠âð1 ]
[
ð¥1
ð¥2
.
.
.ð¥ðâ1
ð¥ð ]
+
[
ðœ1
ðœ2
.
.
.ðœðâ1
ðœð ]
[ð¢]
17
y= [1 0 ⯠0] [
ð¥1
ð¥2...ð¥ð
] + ðœ0ð¢
ᅵᅵ = Ax + Bu
y = Cx + Du
x =
[
ᅵᅵ1
ᅵᅵ2
.
.
.ᅵᅵðâ1
ᅵᅵð ]
, A =
[
0 1 0 ⊠0 0 0 1 ⊠0 . . . .
. . . . . . . . 0 0 0 ⊠1
âðð âððâ1 âððâ2 ⊠âð1 ]
B =
[
ðœ1
ðœ2
.
.
.ðœðâ1
ðœð ]
, C = [1 0 . . . 0], D = ðœ1 = ð0
Syarat awal x(0) dapat di tentukan dari persamaan (1-25)
Pada penyajian ruang-keadaan ini, pada dasarnya matriks A sama seperti pada
system yang dinyatakan oleh persamaan (1-1). Turunan pada ruas kanan persamaan
(1 â 24) hanya mempengaruhi elemen matriks B.
Perhatikan bahwa penyajian keadaan ruang keadaan untuk fungsi alih berikut
ð(ð )
ð(ð )=
ððð ð + ð1ð
ðâ1 + â¯+ ððâ1ð + ðð
ð ð + ð1ð ðâ1 + â¯+ ððâ1ð + ðð
Juga diberikan oleh persamaan (1-27) dan (1-28)
2.3 PENYELESAIAN PERSAMAAN KEADAAN PARAMETER KONSTAN
Pada pasal ini kita akan mencari jawab umum persamaan keadaan linier
parameter konstan. Pertamakali kita akan meninjau kasus homogen kemudian baru
meninjau kasus non homogeny.
Jawab persamaan keadaan homogeny. Sebelum kita menyelesaikan
persamaan diferensial matriks vektor, marilah kita kaji ulang jawab persamaan
diferensial scalar
18
ᅵᅵ = ðð¥ (1-29)
Dalam menyelesaikan persamaan ini, kita dapat memisalkan suatu jawab x(t) yang
mempunyai bentuk
ð¥(ð¡) = ð0 + ð1ð¡ + ð2ð¡2 + â¯+ ððð¡
ð + ⯠(1-30)
Dengan mensubstitusikan jawab permisalan ini ke dalam persamaan (1-29), kita
peroleh
ð1 + 2ð2ð¡ + 3ð3ð¡2 + â¯+ ðððð¡
ðâ1 + ⯠= ð(ð0 + ð1ð¡ + ð2ð¡2 + â¯+ ððð¡
ð + â¯)
(1-31)
Jika jawab permisalan merupakan jawab yang sebenarnya, maka persamaan (1-31)
harus berlaku untuk setiap t. Selanjutnya, dengan menyamakan koefisien-koefisien
dari suku-suku engan pangkat t yang sama, kita perolah
ð1 = ðð0
ð2 =1
2ðð1 =
1
2ð2ð0
ð3 =1
3ðð2 =
1
3 Ã 2ð3ð0
â¯
ðð =1
ð!ððð0
Harga ð0 diperoleh dengan mensubstitusikan t = 0 ke dalam persamaan (1-30), atau
ð¥(0) = ð0
Oleh karena itu jawab x(t) dapat ditulis sebagai
ð¥(ð¡) = (1 + ðð¡ +1
2!ð2ð¡2 + â¯+
1
ð!ððð¡ð + â¯) à (0)
= ððð¡ð¥(0)
Sekarang kita akan menyelesaikan persamaan diferensial matriks vektor
ð¥ = ðŽð¥ (1-32)
Dimana
x = vektor n dimensi
A = matriks konstan n à n
Berdasarkan analogi dengan kasus scalar, kita anggap bahwa jawab tersebut
berbentuk deret pangkat vektor dalam t, atau
ð¥(ð¡) = ð0 + ð1ð¡ + ð2ð¡2 + â¯+ ððð¡
ð (1-33)
19
Dengan mensubstitusikan jawab permisalan ini ke dalam persamaan (1-32), kita
peroleh
ð1 + 2ð2ð¡ + 3ð3ð¡2 + â¯+ ðððð¡
ðâ1 + ⯠= ðŽ(ð0 + ð1ð¡ + ð2ð¡2 + â¯+ ððð¡
ð + â¯)
(1-34)
Jika jawab permisalan merupakan jawab yang sebenarnya, maka persamaan (1-34)
harus berlaku untuk semua t. Selanjutnya dengan menyamakan koefisien-koefiien
dari suku-suku dengan pangkat t yang sama, kita peroleh
ð1 = ðŽð0
ð2 =1
2ðŽð1 =
1
2ðŽ2ð0
ð3 =1
3ðŽð2 =
1
3 à 2ðŽ3ð0
â¯
ðð =1
ð!ðŽðð0
Dengan mensubstitusikan t = 0 ke dalam persamaan (1-33), kita peroleh
ð¥(0) = ð0
Jadi jawab x(t) dapat ditulis sebagai
ð¥(ð¡) = (ðŒ + ðŽð¡ +1
2!ðŽ2ð¡2 + â¯+
1
ð!ðŽðð¡ð + â¯) à (0)
Ekspresi didalam kurung pada ruas kanan persamaan yang terakhir ini adalah matriks
n à n. karena keserupaannya dengan deret pangkat tak terhingga pada eksponensial
scalar, maka kita menyebutnya eksponensial matriks dan menulis
ðŒ + ðŽð¡ +1
2!ðŽ2ð¡2 + â¯+
1
ð!ðŽðð¡ð + ⯠= ððð¡
Dalam bentuk eksponensial matriks, jawab persamaan (14-32) dapat ditulis sebagai
ð¥(ð¡) = ððŽð¡ð¥(0) (1-35)
Karena eksponenssial matriks sangat penting dalam analisis ruang keadaan
system linier, maka selanjutnya kita akan menguji sifat-sifat eksponensial matriks.
Eksponensial matriks. Dapat dibuktikan bahwa eksponensial matriks dari
suatu matriks An à n
ððŽð¡ = âðŽðð¡ð
ð!
â
ð=0
20
Adalah konvergen mutlak untuk semua harga t terhingga. (oleh karena itu
perhitungan computer untuk menghitung elemen-elemen ððŽð¡dengan cara uraian deret
secara mudah dapat dilakukan).
Karena kekonvergenan deret tek terhingga âðŽðð¡ð
ð!
âð=0 , maka deret tersebut
didiferensialkan suku demi suku agar diperoleh
ð
ðð¡ððŽð¡ = ðŽ + ðŽ2ð¡ +
ðŽ2ð¡2
2!+ â¯+
ðŽðð¡ðâ1
(ð â 1)!+ â¯
= ðŽ [ðŒ + ðŽð¡ +ðŽ2ð¡2
2!+ â¯+
ðŽðð¡ðâ1
(ðâ1)!+ â¯] = ðŽððŽð¡
= [ðŒ + ðŽð¡ +ðŽ2ð¡2
2!+ â¯+
ðŽðð¡ðâ1
(ðâ1)!+ â¯]ðŽ = ððŽð¡ðŽ
Eksponensial matriks tersebut mempunyai sifat bahwa
ððŽ(ð¡+ð ) = ððŽð¡ððŽð
Ini dapat dibuktikan sebagai berikut:
ððŽð¡ððŽð = ( âðŽðð¡ð
ð!
â
ð=0
)( âðŽðð ð
ð!
â
ð=0
)
= â ðŽð
â
ð=0
( âð¡ðð ðâ1
ð! (ð â 1)!
â
ð=0
)
= â ðŽð
â
ð=0
( â(ð¡ + ð )ð
ð!
â
ð=0
)
= ððŽ(ð¡+ð )
Khususnya, jika s = -t, maka
ððŽð¡ðâðŽð¡ = ðâðŽð¡ððŽð¡ = ððŽ(ð¡âð¡) =I
Jadi kebalikan dari ððŽð¡ adalah ðâðŽð¡. Karena kebalikan dari ððŽð¡ selalu ada, maka ððŽð¡
adalah matriks non-singuler.
Sangat penting untuk diingat bahwa
ð(ðŽ+ðµ)ð¡ = ððŽð¡ððµð¡ jika AB = BA
ð(ðŽ+ðµ)ð¡ â ððŽð¡ððµð¡ jika AB â BA
Untuk membuktikannya, perhatikan bahwa
ð(ðŽ+ðµ)ð¡ = ðŒ + (ðŽ + ðµ)ð¡ +(ðŽ+ðµ)2
2!ð¡2 +
(ðŽ+ðµ)2
3!ð¡3 +. . .
ððŽð¡ðâðŽð¡ = (I + At + Bt) (I + Bt + ðµ2ð¡2
2!+
ðµ3ð¡3
3!+ ⯠)
21
= I + (A +B)t + ðŽ2ð¡2
2! + (A +B)ð¡2 +
ðµ2ð¡2
2! +
ðŽ3ð¡3
3! +
ðŽ3ðµð¡3
2! +
ðŽðµ3ð¡3
2! +
ðµ3ð¡3
3!+ â¯
Oleh karenanya
ð(ðŽ+ðµ)ð¡ â ððŽð¡ðâðŽð¡ = ðµðŽâðŽðµ
2!ð¡2 +
ðŽðµ2+ðŽðµðŽ+ ðµ2ðŽ+ðµðŽðµâ2ðŽ2ðµâ2ðŽðµ2
2!+ â¯
Selisih antara ð(ðŽ+ðµ)ð¡ dan ððŽð¡ðâðŽð¡ akan nol jika A dan B komut.
Pendekatan transformasi laplace pada jawab homogen persamaan keadaan.
Pertama kali marilah kita tinjau kasus saklar
ᅵᅵ = ðð¥ (1 -36)
Transformasi laplace dari persamaan (1-36)
sX(s) â x(0) =aX(s) (1-37)
di mana X(s) = L [s]. Dengan menyelesaikan persamaan (1-37) untuk X(s), diperoleh
X(s) = ð¥(0)
ð âð = (ð â ð)â1 x(0)
Transformasi laplace balik dari persamaan terakhir ini memberikan jawab
x(t) = ððð¡ð¥(0)
Pendekatan jawab persamaan diferensial saklar homogen di atas dapat di perlukan
untuk persamaan keadaan homogen.
ᅵᅵ = Ax(t) (1-38)
Transformasi laplace kedua ruas persamaan (1-38) adalah
sX(s) â x(0) =AX(s)
di mana X(s) = L[x]. selanjutnya
(sI â A)X(s) = x(0)
Jadi kedua ruas persamaan terakhir ini dikalikan di depan dengan (sI â A)â1 , maka
kita peroleh
X(s) = (sI â A)â1ð¥(0)
Dengan membalik transformasi laplace dari X(s) akan diperoleh jawab x(t). jadi
X(t) = ð¿â1 [(ð I â A)â1]ð¥(0) (1-39)
Perhatikan bahwa
(sI â A)â1 = I
ð +
ðŽ
ð2+
ðŽ2
ð3+ â¯
Oleh karena itu, transformasi laplace balik dari (sI â A)â1 adalah
22
ð¿â1[(sI â A)â1] = I + At + ðŽ2ð¡2
2!+
ðŽ3ð¡3
3!+ ⯠= ððŽð¡ (1-40)
(Transformasi laplace balik dari suatu matriks adalah matriks yang terdiri dari
transformasi laplace balik dari semua elemennya). Dari persamaan (1-39) dan
persamaan (1-40), kita peroleh jawab dari persamaan (1 -38) sebagai
x(t) = ððð¡ð¥(0)
Pentingnya persamaan (1-40) terletak pada kenyataan bahwa persamaan tersebut
memberikan suatu cara yang mudah untuk mencari jawab tertutup dalam bentuk
ponensial matriks.
Matriks transisi keadaan. Kita dapat menulis jawab persamaan
ᅵᅵ = ðŽð¥ (1 -41)
Sebagai
x(t) = Éž(ð¡)ð¥(0) (1 -42)
di mana Éž(ð¡) adalah matriks n x n dan merupakan jawab unik dari
Éž(t) = A Éž(ð¡), Éž(0) = 1
Untuk memeriksanya, perhatikan bahwa
x(0) = Éž(0)ð¥(0) = Ið¥(0)
dan
ᅵᅵ(t) = ɞ(t)x(0) = Ax(t)
Jadi jelas bahwa persamaan (1-42), kita lihat bahwa jawab persamaan (1-41) dari
persamaan (1-35), (1-39) dan (1-42), kita peroleh
Éž(0) = ððŽð¡ = ð¿â1 [(ð I â A)â1]
perhatikan bahwa
Éžâ1(ð¡) = ððŽð¡ = Éž(âð¡)
Dari persamaan (1-42), kita lihat bahwa jawab persamaan (1-41) hanyalah merupakan
transformasi syarat awal. Oleh karena itu, matriks unik Éž(ð¡) disebut matriks transisi
keadaan. Matriks transisi keadaan mengandung semua informasi mengenai gerak
bebas system yang di definisikan oleh persamaan (1-41).
Jika â eigenvalueâ ð1, ð2, ⯠, ðð dari matriks A berbeda, maka Éž(ð¡) akan
mengandung n eksponensial
ðð1ð¡, ðð2ð¡, ⯠, ðððð¡
23
Khususnya, jika matriks A merupakan matriks diagonal, maka
Éž(ð¡) = ððŽð¡ =
[ ðð1ð¡
ðð1ð¡
.
0
0 .
.
ðð1ð¡]
(A : Diagonal)
jika ada âeigenvalueâ rangkap, missal,jika âeigenvalueâ dari A adalah
ð1, ð2,ð3,ð4, ⯠, ðð
Maka Éž(ð¡) di samping akan mengandung suku ðð1ð¡, ðð2ð¡, ðð3ð¡ , ⯠, ðððð¡ juga
mengandung suku ð¡ðð1ð¡ dan ð¡2ðð1ð¡
Sifat â sifat matriks transisi keadaan, sekarang kita akan meringkas sifat-sifat penting
dari matriks transisi keadaan Éž(ð¡). untuk system parameter konstan
ᅵᅵ = ðŽð¥
Sehingga diperoleh
Éž(ð¡) = ððŽð¡
maka
1. Éž(0) = ððŽ0 = I
2. Éž(ð¡) = ððŽð¡ = [Éž(âð¡)]â1 atau [Éž(âð¡)]â1 = Éž(âð¡)
3. Éž(ð¡1 + ð¡2) = ððŽ(ð¡1+ð¡2) = ððŽð¡1 ððŽð¡2 = Éž(ð¡1)Éž(ð¡2) Éž(ð¡2)Éž(ð¡1)
4. [Éž(ð¡)]ð = Éž(ðð¡)
5. Éž(ð¡2 â ð¡1) Éž(ð¡1 â ð¡0) = Éž(ð¡2 â ð¡0) = Éž(ð¡1 â ð¡0)Éž(ð¡2 â ð¡1)
contoh 14-6. Carilah matriks transisi keadaan dari system berikut:
[ᅵᅵ1
ᅵᅵ2] = [
0 1â2 â3
] [ð¥1
ð¥2]
Cari juga kebalikan dari matriks transisi keadaan Éžâ1(ð¡)
Untuk system ini,
A = [0 1
â2 â3]
Matriks transisi keadaan Éž(ð¡) dinyatakan oleh
Éž(ð¡) = ððŽð¡ = ð¿â1 [(ð I â A)â1]
karena
sI â A = [ð 00 ð
] â [0 1
â2 â3] = [
ð â12 ð + 3
]
24
kebalikan dari (sI âA) di berikan oleh
(sI â A) â1 = I
(ð +1)(ð +2) [ð + 3 â1â2 ð
]
= [
s+3
(ð +1)(ð +2)
I
(ð +1)(ð +2)
â2
(ð +1)(ð +2)
s
(ð +1)(ð +2) ]
Oleh karena itu
Éž(ð¡) = ððŽð¡ = ð¿â1 [(ð I â A)â1]
= [ 2ðâð¡ â ðâ2ð¡ ðâð¡ â ðâ2ð¡
â2ðâð¡ + 2ðâ2ð¡ ðâð¡ + 2ðâ2ð¡]
Dengan mengingat bahwa Éžâ1(ð¡) = Éž(âð¡), maka di peroleh kebalikan matriks
transisi-keadaan tersebut sebagai berikut:
Éž(ð¡) = ððŽð¡ = [ 2ðâð¡ â ðâ2ð¡ ðâð¡ â ðâ2ð¡
â2ðâð¡ + 2ðâ2ð¡ ðâð¡ + 2ðâ2ð¡]
jawab persamaan keadaan non-homogen. Kita akan mulai meninjau kasus saklar
ᅵᅵ = ðð¥ + ðð¢ (1 -43)
Persamaan (1-43) dapat kita tulis kembali sebagai berikut
ᅵᅵ â ðð¥ = ðð¢
Dengan mengalikan kedua ruas persamaan ini dengan ðâðð¡,kita peroleh
ðâðð¡[ᅵᅵ(ð¡) â ðð¥(ð¡)] = ð
ðð¡[ðâðð¡ð¥(ð¡)] = ðâðð¡ðð¢(ð¡)
Dengan mengintegrasi persamaan ini antara 0 dan t, kita peroleh
ðâðð¡ð¥(ð¡) = ð¥(0) + â« ðâðð¡ðð¢(ð)ððð¡
0
Atau
ð¥(ð¡) = ðâðð¡ð¥(0) + ððð¡ â« ðâðð¡ðð¢(ð)ððð¡
0
Suku pertama pada ruas kanan adalah respon terhadap syarat awal sedangkan suku
keduanya adalah respon terhadap masukan u(t).
Sekarang marilah kita tinjau persamaan keaaan non-homogen yang I nyatakan
oleh
ᅵᅵ = ðŽð¥ + ðµð¢ (1 -44)
25
Dimana
x = vektor n dimensi
u = vektor r dimensi
A = matriks konstan n x n
B = matriks konstan n x r
Dengan menulis persamaan (1-44) sebagai
ᅵᅵ(ð¡) â ðŽð¥ = ðµð¢(ð¡)
Dan dengan mengalikan di depan kedua ruas persamaan ini dengan ðâðŽð¡, kita peroleh
ðâðŽð¡[ᅵᅵ(ð¡) â ðŽð¥(ð¡)] = ð
ðð¡ðâðŽð¡ð¥(ð¡)] =ðâðŽð¡ðµð¢(ð¡)
Dengan mengintegrasi persamaan diatas antara 0 dan t, kita peroleh
ððŽð¡ð¥(ð¡) = ð¥(0) + â« ðâðð¡ðð¢(ð)ððð¡
0
atau
ð¥(ð¡) = ððŽð¡ð¥(0) + â« ððŽ(ð¡â ð )ðð¢(ð)ððð¡
0 (1-45)
Persamaan (14-45) juga dapat di tulis sebagai
ð¥(ð¡) = Éž(ð¡)ð¥(0) + â« Éž(ð¡ â ð )ðð¢(ð)ððð¡
0 (1-46)
dimana
Éž(ð¡) = ððŽð¡
Persamaan (1-45) atau adalah persamaan (1-44). Jelaslah bahwa jawab x(t)
merupakan jumlah dari suku yang terdiri dari transisi keadaan awal dan suku yang
ditimbukan oleh vektor masukan.
Pendekatan transformasi laplace pada jawab persamaan keadaan non
homogen. Jawab persamaan keadaan non homogen.
ᅵᅵ = ðŽð¥ + ðµð¢
juga dapat diperoleh dengan pendekatan transformasi laplace. Transformasi laplace
dari persamaan (1-44) adalah
ð ð(ð ) â ð¥(0) = ðŽð(ð ) + ðµð(ð )
Atau
(ð ðŒ â ðŽ)ð(ð ) = ð¥(0) + ðµð(ð )
Dengan mengalikan didepan kedua ruas persamaan terakhir ini dengan (ð ðŒ â ðŽ)â1,
kita peroleh
26
ð(ð ) = (ð ðŒ â ðŽ)â1ð¥(0) + (ð ðŒ â ðŽ)â1ðµð(ð )
Dengan menggunakan hubungan yang dinyatakan oleh persamaan (1-40), kita
peroleh
ð(ð ) = ð¿[ððŽð¡]ð¥(0) + ð¿[ððŽð¡]ðµð(ð )
Transformasi laplace balik dari persamaan terakhir ini dapat diperoleh dengan
menggunakan integral konvolussebagai berikut:
ð¥(ð¡) = ððŽð¡ð¥(0) + â« ððŽ(ð¡âð)ðµð¢(ð)ð¡
0
Jawab dalam bentuk x(ð¡0). Sejauh ini kita anggap bahwa waktu awalnya adalah nol.
Akan tetapi jika waktu awal dinyatakan dengan ð¡0, bukan lagi 0, maka jawab
persamaan (14-44) harus dimodifikasi menjadi
ð¥(ð¡) = ððŽ(ð¡âð¡0)ð¥(ð¡0) + â« ððŽ(ð¡âð)ðµð¢(ð)ð¡
ð¡0
ðð
Contoh 1-7. Carilah respon waktu system berikut:
[ᅵᅵ1
ᅵᅵ2] = [
0 1â2 â3
] [ð¥1
ð¥2] + [
01] [ð¢]
Dimana u(t) adalah fungsi tangga satuan yang terjadi pada t = 0, atau
ð¢(ð¡) = 1(ð¡)
Untuk system ini
ðŽ = [ 0 1â2 â3
], ðµ = [01]
Matriks transisi keadaan Éž(ð¡) = ððŽð¡ telah diperoleh pada contoh 1-6 sebagai
Éž(ð¡) = ððŽð¡ = [ 2ðâð¡ â ðâ2ð¡ ðâð¡ â ðâ2ð¡
â2ðâð¡ + 2ðâ2ð¡ ðâð¡ + 2ðâ2ð¡]
Selanjutnya, respon terhadap masukan tangga satuan diperoleh sebagai berikut:
ð¥(ð¡) = ððŽð¡ð¥(0) + â« [ 2ðâð¡ â ðâ2ð¡ ðâð¡ â ðâ2ð¡
â2ðâð¡ + 2ðâ2ð¡ ðâð¡ + 2ðâ2ð¡] [01]
ð¡
0
[1]ðð
Atau
[ð¥1(ð¡)ð¥2(ð¡)
] = [ 2ðâð¡ â ðâ2ð¡ ðâð¡ â ðâ2ð¡
â2ðâð¡ + 2ðâ2ð¡ ðâð¡ + 2ðâ2ð¡] [
ð¥1(0)ð¥2(0)
] + [1
2â ðâð¡ +
1
2ðâ2ð¡
ðâð¡ â ðâ2ð¡
]
Jika syarat awalnya adalah nol, atau x(0) = 0, maka x(t) dapat disederhanakan
menjadi
27
[ð¥1(ð¡)ð¥2(ð¡)
] = [1
2â ðâð¡ +
1
2ðâ2ð¡
ðâð¡ â ðâ2ð¡
]
2.4 MATRIKS ALIH
Konsep matriks alih merupakan perluasan konsep fungsi alih,maka pertama
kali kita akan mencari fungsi alih dari sistem satu masukan satu keluaran.
Marilah kita tinjau sistem dengan Fungsi berikut: ð(ð )
ð(ð ) G(s)
Dan kita tahu bahwa persamaan ruang keadan dari sistem ini dinyatakan sebagai
berikut
ᅵᅵ Ax + Bu
y = Cx + Du
di mana x adalah vector keadaan, u adalah masukan, dan y adalah keluaran. TF dari
persamaan ruang keadaan diatas adalah
sX(s)-x(0)= AX(s)+BU(s)
Y(s)=CX(s)+ DU(s)
Karena sebelum fungsi alih telah di definisikan sebagai perbandingan transformasi
laplace dari keluaran dan transformasi laplace dari masukan dengan syarat awal nol,
maka kita anggap bahwa x(0) pada persamaan Y(s)=CX(s)+ DU(s) adalah nol
Dengan mensubsitusikan X(s)= (sI-A)-1BU(s) ke dalam persamaan Y(s)=CX(s)+
DU(s) maka diproleh
Y(s)={C (sI-A)-1B +D}U(s)
Dengan membandingkan persamaan Y(s)={C (sI-A)-1B +D}U(s) dengan persamaan
ð(ð )
ð(ð ) G(s) ,kita lihat bahwa G(s)=C ( sI â A)-1B +D
Ini merupakan fungsi alih dalam bentuk A, B, C, dan D, perhatikan bahwa ruas kanan
persamaan G(s)=C (sI â A)-1B +D melibatkan (sI â A)-1. Oleh karena itu G(s) dapat
ditulis sebagai
G(s)=ðž(ð)
|ðð°âðš|
Dimana Q(s) adalah polinomial dalam. Oleh karena (sI â A) sama dengan polinomial
karakteristik dari G(s) dengan kata lain A identik dengan pole âpole dari G(s)
28
Contoh. Carilah fungsi alih dari sistem yang diperoleh persamaan keadaan dan
keluaran berikut:
ᅵᅵ=-5X1-X2+2U
ᅵᅵ2=3X1-X2+5U
y= X1+2X2
Dalam bentuk matriks-vector, dapat kita tulis
[ð¥1
ð¥2]=[
â5 â13 â1
] [ð¥1
ð¥2]+[
25][u]
y= [1 2] [ð¥1
ð¥2]
Selanjutnya fungsi alih sistem tersebut adalah
G(s)= C(sI â A)-1B
=[1 2] [ð + 5 1â3 ð + 1
] -1 [25]
=[1 2][
ð +1
(ð +2)(ð +4)
â1
(ð +2)(ð +4)
3
(ð +2)+(ð +4)
ð +5
(ð +2)+(ð +4)
] [2 5]
=12ð +59
(ð +2)(ð +4)
Matriks alih matriks alih G(s) merealisasikan keluaran Y(s) dengan masukan U(s)
atau
Y(s)= G(s)U(s)
Sedangkan untuk matriks alih multi masukan âmulti keluaran sebagai berikut
G(s)=c(Si-A)-1 B+D
Matriks alih sisitem lup tertutup. Tinjau sistem yang mempunyai multi masukan-
multi keluran matriks alih umpan majunya adalah Go(s),sedangkan umpan baliknya
H(s),matriks alih antara vector sinyal umpan balik B(s) dan vector kesalahan
E(s).mempunyai persamaan:
B(s)=H(s)Y(s)
=H(s)Go(s)E(s)
29
U(s) E(s) Y(s)
B(s)
Maka kita peroleh bahwa matriks alih antara B(s) dan E(s) adalah H(s)Go(s).Jadi
matriks alih elemen-elemen yang terhubung seri merupakan hasil perkalian dari
matriks alih masing â masing elemennya.
Matriks alih sistem lup tertutup diperoleh sebagai berikut :
Y(s)= Go(s)[U(s)-B(s)
= Go(s)[U(s-H(s)Y(s)
Maka kita peroleh
[I +Go(s)H(s)Y(s)=Go(s)U(s)
Perkalian didepan kedua ruas persamaan terakhir ini dengan [I+Go(s)H(s)]-1,
menghasilkan
Y(s)=[I+Go(s)H(s)]-1Go(s)U(s)
Matriks alih lup tertutup G(s) dinyatakan oleh
G(s)=[I+Go(s)H(s)]-1Go(s)
2.5 SISTEM LINIER PARAMETER âBERUBAH
Suatu keunggulan pendekatan ruang keadaan pada analisis sistem control
adalah dapat diperluasnya pendekatan ini untuk menyelesaikan sistem parameter
berubah.
Pada sistem linier parameter berubah dengan mengubah matriks transisi (t)
menjadi (t,t0).(Untuk sistem parameter berubah ,matriks transisi bergantung baik
pada t maupun t0 dan tidak bergantung pada selisih t-t0 .jadi kita tidak selalu dapat
menyetel waktu awal sama dengan nol.tentu saja ada beberapa kasu t0 sama dengan
nol).Meskipun demikian matriks transisi dari sistenm parameter berubah pada
umumnya tidak dapat dinyatakan sebagai eksponensial matriks.
Contoh: ᅵᅵ =a(t)x
Jawab persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut
+ Go(s)
H(s)
30
X(t)=eâ« ð()ðð¡
ð¡ð X(t0)
Dan fungsi transisi keadaannya dinyatakan oleh
(t,t0 )=exp [ â« ð()ðð¡
ð¡0 ]
Akan tetapi, tidak berlaku hasil yang sama untuk persamaan diferensial matriks-
vektor. Contohnya
ᅵᅵ =A(t)x
Dimana
X(t)=vector n dimensi
A(t)= matriks n x n yang elemennya merupakan fungsi t yang kontinyu sepotong-
sepotong pada selang t0tt1
Dan untuk menyelesaikan persamaan diatas menggunakan persamaan
X(t)=(t,t0) x (t0)
Dimana (t,t0) adalah matriks non singular n x n yang memenuhi persamaan
diferensial matriks berikut
(t,t0)=A(t)(t,t0), (t ,t0)=I
Kenyataan bahwa persamaan X(t)=(t,t0) x (t0) merupakan jawab persamaan
(t,t0)=A(t)(t,t0), (t ,t0)=I dapat diperiksa secara mudah karena
X(t0)= (t,t0) x (t0)=IX(t0)
Dan ᅵᅵ(t0)=ð
ð ð [(t,t0) x (t0)]
= (t,t0) x (t0)
= A(t) (t,t0) x (t0)
= A(t) X (t)
Kita lihat bahwa jawab persamaan ᅵᅵ =a(t)x hanyalah merupakan transformasi
keadaan awal. Matriks (t,t0) meruapakan matriks transisi keadaan dari sistem
parameter berubah yang dinyatakan oleh persamaan ᅵᅵ=a(t)x
Matriks transisi keadaan untuk kasus parameter berubah. Penting untuk
diperhatikan bahwa matriks transisi keadaan (t,t0) dapat dinyatakan dengan suatu
eksponensial matriks jika A(t) dan â« ðš(ð
ðð)ð komut. Jadi
(t,t0)=expâ« ðš(ð
ðð)ð ] ( jika dan hanya jika A(t) dan â« ðš(
ð
ðð)ð komut )
31
Perhatikan bahwa jika A(t) merupakan matriks konstan atau matriks diagonal maka
A(t) dan â« ðš(ð
ðð)ð komut, jika â« ðš(
ð
ðð)ð tidak komut maka ada satu cara yang
sederhana untuk menghitung matriks transisi keadaan , untuk menghitung t,t0)
secara numeric kita dapat menggunakan uraian deret berikut untuk (t,t0) :
(t,t0)=I + â« ðš(ð
ðð)ð + â« ðš(
ð
ððð) [â« ðš(
ð
ððð)]d1 +âŠ
Pada umumnya , ini tidak berlaku akan memberikan (t,t0) dalam suatu bentuk
tertutup
Contoh : carilah (t,t0) untuk sistem parameter berubah
[ð¥1
ð¥2]=[
0 10 ð¡
] [ð¥1
ð¥2]
Untuk menghitung (t,0) , marilah kita gunakan persamaan
(t,t0)=I + â« ðš(ð
ðð)ð + â« ðš(
ð
ððð) [â« ðš(
ð
ððð)]d1 +âŠ
Maka
â« ðš()ð ð
ð =â« [
ð ðð
]ð
ð d =[
ð ð
ððð
ð
]
â« [ð ðð ð
]ð
ð {â« [
ð ðð ð
]ð
ð ð ð} d1=â« [
ð ðð ð
]ð
ð[ð ð
ððð
ð
] d1 = [ð
ðð
ð
ððð
ð
]
maka kita peroleh
(t,0) =[ð ðð ð
] + [ð ð
ððð
ð
] +[ð
ð
ð
ð
ððð
ð
] +âŠ
Sifat â sifat matriks tansisi keadaan (t,t0). Berikut ini kita akan membuat daftar
sifat- sifat matriks transisi keadaan (t,t0)
1. (t2,t1) (t1,t0)= (t2,t0)
Untuk membuktikannnya, perhatikan bahwa
X(t1) =(t1,t0) x (t0)
X(t2)= (t2,t0) x (t0)
Juga
X(t2)= (t2,t1) x (t1)
Oleh karena itu
X(t2)= (t2,t1) (t1,t0) x (t0) = (t2,t0) x (t0)
32
Sehingga
(t2,t1) (t1,t0) x (t0) = (t2,t0)
(t1,t0)= -1 (t0,t1)
untuk membuktikannya, perhatikan bahwa
(t1,t0)= -1 (t2 ,t1) (t2,t0)
Jika kita masukan t2=t0 ke dalam persamaan terakhir ini, maka
(t1,t0)= -1(t0,t1) (t0,t0)= -1(t0,t1)
Jawab persamaan keadaan linier parameter berubah.tinjau persamaan berikut :
Contoh : ᅵᅵ = A(t)x + B (t)u
Dimana :
X : vector n dimensi
U : vector r dimensi
A(t): matriks n x n
B(t): matriks n x r
Elemen â elemen dari A(t) dan B(t) dianggap sebagai fungsi kontinyu sepotong-
sepotong pada selang t0tt1
Untuk menjawabnya misal:
x(t) = ( t,t0) (t)
dimana ( t,t0) matriks unik yang memenuhi persamaan berikut :
( t,t0)= A(t) ( t,t0) , (t0,t0)= I
Selanjutnya
ᅵᅵ(t)= ð
ðð¡[(t,t0)(t)
=( t,t0) (t) + (t,t0) (t)
= A(t) ( t,t0) (t) + + (t,t0) (t)
= A(t) ( t,t0)(t) + B(t) u(t)
Oleh karena
(t,t0)(t) = B(t) u(t)
Atau
(t) = -1(t,t0)B(t) u(t)
Dengan demikian ,
(t)= (t0) + â« âðð
ðð(,t0)B() U() d
33
Karena (t0)= -1(t0,t0) x (t0) = X(t0)
Maka jawab persamaan ᅵᅵ = A(t)x + B (t)u diperoleh sebagai
x(t) = (t,t0) x (t0) + (t,t0)â« â1ð¡
ð¡0(,t0)B() U() d
=(t,t0) x (t0) +â« â1ð¡
ð¡0(t,)B() U() d
Unuk menghitung ruas kanan persamaan =(t,t0) x (t0) +â« â1ð¡
ð¡0(t,)B() U() d
dalam kasus- kasus praktis diperlukan computer digital
34
III. RANGKUMAN DARI URAIAN MATERI
Penyajian Ruang Keadaan Dari System dari system orde ke n yang dinyatakan
oleh persamaan diferensial linier dengan fungsi penggerak tidak melibatkan bentuk
turunan. Tinjau system orde ke n berikut:
ðŠ(ð)
+ ð1 ðŠ(ðâ1)
+ â¯+ ððâ1ᅵᅵ + ðððŠ = ð¢
âEigenvalueâ dari matriks A n x n âEigenvalueâ dari matriks A n x n adalah
akar persamaan karakteristik
| λI â A| = 0
Diagonalisasi matriks n x n. Perhatikan bahwa jika sutu matriks An x n
dengan âeigenvalue-eigenvalueâ yang berbeda dinyatakan oleh
A =
[
0 0 0 ⊠0 0 0 0 ⊠0
. . . . . . . . . . . . 0 0 0 ⊠0
â ðð â ððâ1 âððâ2 ⊠âð1 ]
Penyajian ruang-keadaan dari sitem orde ke-n yang dinyatakan oleh
persamaan diferensial linier dengan r fungsi penggerak, persamaannya adalah:
ᅵᅵð = ðð1 (ð¡)ð¥1 + ðð2 (ð¡)ð¥2 + . . . + ððð (ð¡)ð¥ð + ðð1 (ð¡)ð¢1 + ðð2 (ð¡)ð¢2
+ . . . + ððð(ð¡)ð¢ð Penyelesaian Persamaan Keadaan Parameter Konstan Persamaan diferensial
matriks vektor ð¥ = ðŽð¥
Eksponensial matriks. Dapat dibuktikan bahwa eksponensial matriks dari
suatu matriks An à n adalah konvergen mutlak untuk semua harga t terhinggaððŽð¡ =
âðŽðð¡ð
ð!
âð=0
Matriks unik Éž(ð¡) disebut matriks transisi keadaan. Matriks transisi keadaan
mengandung semua informasi mengenai gerak bebas system yang di definisikan oleh
persamaan ᅵᅵ = ðŽð¥
Pendekatan transformasi laplace pada jawab homogen persamaan keadaan.
Pertama kali marilah kita tinjau kasus saklar ᅵᅵ = ðð¥
Pendekatan transformasi laplace pada jawab persamaan keadaan non
homogen. Jawab persamaan keadaan non homogen. ᅵᅵ = ðŽð¥ + ðµð¢ juga dapat
diperoleh dengan pendekatan transformasi laplace.
Konsep matriks alih merupakan perluasan konsep fungsi alih,maka pertama
kali kita akan mencari fungsi alih dari sistem satu masukan satu keluaran ð(ð )
ð(ð ) G(s).
Persamaan ruang keadan dari sistem ini dinyatakan sebagai berikut ᅵᅵ Ax + Bu dan y
= Cx + Du. Di mana x adalah vector keadaan, u adalah masukan, dan y adalah
keluaran.
35
Matriks transisi keadaan untuk kasus parameter berubah. Penting untuk
diperhatikan bahwa matriks transisi keadaan (t,t0) dapat dinyatakan dengan suatu
eksponensial matriks jika A(t) dan â« ðš(ð
ðð)ð komut.
36
IV. REFERENSI
Ogata, Katsuhiko.(1985). Teknik Kontrol Automatik (Sistem Pengaturan) Jilid 2.
Erlangga. Jakarta.
37
V. LATIHAN SOAL DAN PENYELESAIAN
1. Tinjaun system control yang di tunjukkan pada gambar 1-6. Fungsi alih lup
tersebut adalah
ð(ð )
ð(ð )=
160 (ð + 4)
ð 3 + 18ð 2 + 192ð + 640
Persamaan diferensial untuk fungsi alih tersebut adalah
ðŠ + 18 ᅵᅵ + 192 ᅵᅵ + 640 ðŠ = 160 ᅵᅵ + 640 ð¢
Carilah penyajian ruang keadaan dari system tersebut
Berdasarkan pada persamaan (1-25), marilah kita definisikan
ð¥1 = ðŠ â ðœ0ð¢
ð¥2 = ᅵᅵ â ðœ0ᅵᅵ â ðœ1ð¢ = ᅵᅵ1 â ðœ1ð¢
ð¥3 = ᅵᅵ â ðœ0ᅵᅵ â ðœ1ᅵᅵ â ðœ2ð¢ = ᅵᅵ2 â ðœ2ð¢
Dimana ðœ0, ðœ1, dan ðœ2 ditentukan dari persamaan (1-26) sebagai berikut:
ðœ0 = ð0 = 0
ðœ1 = ð1 â ð1ðœ0 = 0
ðœ2 = ð2 â ð1ðœ1 â ð2ðœ0 = 160
ðœ3 = ð3 â ð1ðœ2 â ð2ðœ1 â ð3ðœ0 = â2240
Selanjutnya persamaan keadaan system menjadi
[ð¥1
ð¥2
ð¥3 ] = [
00
10
â640 â192
01
â18] [
ð¥ð¥2
ð¥3 ] + [
0â160
â2240 ] [ð¢]
Persamaan keluarannya menjadi
y= [1 0 0] [
ð¥1
ð¥2
ð¥3 ]
38
2.
Persamaan differensial:
âð¹ = ð Ã ð
âðð£ â ððŠ + ð¥ = ð à ð
ð¥ = ð ð2ðŠ
ðð¡+ ð
ððŠ
ðð¡+ ððŠ
ð¥ = ðᅵᅵ + ðᅵᅵ + ððŠ
ð¥
ð= ᅵᅵ +
ð
ðᅵᅵ +
ð
ððŠ
Metode reduksi:
ð¥1 = ðŠ ᅵᅵ1 = ð¥2
ð¥2 = ᅵᅵ ᅵᅵ2 = ᅵᅵ
Persamaan differensial reduksi: ð¥
ð= ᅵᅵ +
ð
ðᅵᅵ +
ð
ððŠ
ð¥
ð= ᅵᅵ2 +
ð
ðð¥2 +
ð
ðð¥1
ᅵᅵ2 =ð¥
ðâ
ð
ðð¥2 â
ð
ðð¥1
Matriks:
[ᅵᅵ1
ᅵᅵ2] = [
0 1
âð
ðâ
ð
ð
] [ð¥1
ð¥2] + [
01
ð
] [ð¥]
[ðŠ] = [1 0] [ð¥1
ð¥2] + [0][ð¥]