pemberian terapi bermain car track · pdf filekarakteristik permainan pada anak pra sekolah...
Post on 06-Feb-2018
230 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PEMBERIAN TERAPI BERMAIN CAR TRACK TERHADAP
TINGKAT KECEMASAN SELAMA MENJALANI
PERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN
An.F DENGAN TALASEMIA MAYOR
DI RUANG MELATI 2 RSUD
Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
DI SUSUN OLEH :
LINDA LISTIYAWATI
NIM: P11 093
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014
i
PEMBERIAN TERAPI BERMAIN CAR TRACK TERHADAP
TINGKAT KECEMASAN SELAMA MENJALANI
PERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN
An.F DENGAN TALASEMIA MAYOR
DI RUANG MELATI 2 RSUD
Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
LINDA LISTIYAWATI
NIM: P11 093
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “PEMBERIAN TERAPI BERMAIN CAR TRACK
TERHADAP TINGKAT KECEMASAN SELAMA MENJALANI
PERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN An.F DENGAN
TALASEMIA MAYOR DI RUANG MELATI 2 RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA“.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Atiek Murhayati, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di Stikes Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Sekretaris Ketua Program DIII
Keperawatan serta pembimbing dalam pemyusunan Karya Tugas Ilmiah yang
telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma
Husada Surakarta serta membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
3. Joko Kismanto, S.Kep.,Ns., selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Siti Mardiyah, S.Kep.,Ns., selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
vi
5. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sbar wawasannya serta
ilmu yang bermanfaat.
6. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
7. Teman-teman mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta,
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
PERYATAAN TIDAK PLAGIATISME ..................................... .................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................... .................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ....................................................................... ............. v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ........................................................................ 4
C. Manfaat Penulisan ...................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Talasemia
1. Definisi ............................................................................... 7
2. Klasifikasi ........................................................................... 8
3. Etiologi .... ........................................................................... 8
4. Manifestasi Klinnis .. ........................................................... 8
5. Patifisiologi ... ...................................................................... 9
6. Penatalaksanaan ... ............................................................... 10
7. Komplikasi .......................................................................... 11
8. Pemeriksaan Penunjang .. .................................................... 11
9. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Talasemia Mayor ........ 12
B. Kecemasan
1. Definisi ............................................................................... 19
2. Etiologi ............................................................................... 19
3. Derajat Kecemasan ............................................................. 20
viii
C. Terapi Bermain
1. Definisi Bermain Bagi Anak ............................................... 22
2. Fungsi Bermain Bagi Anak ................................................ 23
3. Karakteristik Permainan Pada Anak Pra Sekolah ............... 23
4. Prinsip Bermain Di Rumah Sakit ....................................... 24
5. Keuntungan Bermain Di Rumah Sakit ............................... 24
BAB III LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien ............................................................................ 26
B. Pengkajian .................................................................................. 26
C. Perumusan Masalah Keperawatan ............................................. 32
D. Perencanaan Keperawatan ......................................................... 33
E. Implementasi Keperawatan ........................................................ 35
F. Evaluasi Keperawatan ................................................................ 38
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian ................................................................................. 41
B. Diagnosa .................................................................................... 44
C. Intervensi ................................................................................... 47
D. Implementasi ............................................................................... 50
E. Evaluasi ...................................................................................... 53
F. Keterbatasan Penulis .. ................................................................ 55
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .................................................................................... 56
B. Saran .......................................................................................... 58
Daftar Pustaka
Lampiran
Daftar Riwayat Hidup
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jurnal Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Penurunan Kecemasan
Lampiran 2 : Pengkajian Kecemasan Hars Score
Lampiran 3 : Pengkajian Resiko Jatuh Anak-Anak (Skala Humpty Dumpty)
Lampiran 4 : Pengkajian Kecemasan Hars Score
Lampiran 5 : Pengkajian Resiko Jatuh Anak-Anak (Skala Humpty Dumpty)
Lampiran 6 : Berita Acara Pengelolaan Askep Penyusunan Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 7 : Lembar Konsultasi
Lampiran 8 : Log Book
Lampiran 9 : Format Pendelegasian
Lampiran 10 : Asuhan Keperawatan Pada An.F Dengan Talasemia Mayor di
Ruang Melati 2 RSUD Dr.Moewardi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Talasemia adalah penyakit bawaan dimana sistem tubuh
penderitanya tidak mampu memproduksi hemoglobin normal. Hemoglobin
abnormal yang dihasilkan mempunyai masa hidup yang pendek dan cepat
sekali diurai oleh tubuh, sehingga terjadi anemia (Lyen, 2003). Terdapat
tiga bentuk talasemia, yaitu talasemia minor, talasemia mayor, talasemia
intermedia. Penderita talasemia minor terjadi heterozigot dengan produksi
rantai globin yang kurang, lalu pada talasemia mayor terjadi homozigot
dengan tidak adanya rantai β globin, sedangkan pada talasemia intermedia
terjadi kombinasi sickle cell dengan talasemia. Semua bentuk talasemia ini
menyebabkan kurangnya HbA dan agrasi rantai α. Agregasi
mengakibatkan berkurangnya lama hidup sel darah merah/ red blood cell
(Saputra, 2013).
Talasemia adalah suatu kelainan darah yang terdapat di banyak
negara di dunia, khususnya pada orang-orang yang berasal dari daerah
Laut Tengah, Timur Tengah atau Asia. Kelainan darah ini jarang
ditemukan pada orang-orang yang berasal dari Eropa Utara. Menurut
laporan WHO pada tahun 2006, diperkirakan terdapat 7% penduduk dunia
yang merupakan carrier talasemia dan sekitar 300.000 – 500.000 bayi
lahir dengan kelainan talasemia. Di Indonesia, prevalensi carrier
2
talasemia adalah sekitar 3-8%. Apabila presentasi talasemia mencapai 5%,
dengan angka 23 per 1.000 dari 240 juta penduduk, maka diperkirakan ada
sekitar 3.000 bayi baru lahir yang menderita talasemia di Indonesia.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi
nasional talasemia adalah 0,1 persen.
Penyakit talasemia pada umumnya dapat ditangani dengan
tindakan medis dan keperawatan. Dalam penatalaksanaan keperawatan
pada asuhan keperawatan talasemia dengan masalah yang sering muncul
adalah perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya
komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen/zat nutrisi
ke sel, intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbang kebutuhan
pemakaian dan suplai oksigen, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan, tidak efektif koping
keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi
keluarga (Suriadi dan Yulini ,2010: 32).
Berdasarkan observasi di RSUD Dr.Moewardi Ruang Melati 2
didapatkan salah satu masalah keperawatan yang sering muncul pada anak
adalah kecemasan anak terhadap efek hospitalisasi. Menurut Trismiati
(2004) kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan
ditandai oleh perasaaan-perasaan subyektif seperti ketegangan, ketakutan,
kekhwatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem saraf pusat.
Berdasarkan jurnal Hermiati dan Marita (2013) salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk menurunkan kecemasan adalah melalui kegiatan
3
terapi bermain. Bermain merupakan salah satu alat komunikasi yang
natural bagi anak-anak. Bermain merupakan dasar pendidikan dan aplikasi
terapeutik yang membutuhkan pengembangan pada pendidikan anak usia
dini. Bermain dapat dilakukan oleh anak yang sehat maupun sakit.
Walaupun anak sedang mengalami sakit, tetapi kebutuhan akan bermain
tetap ada. Bermain adalah kegiatan yang tidak dapat dipisahkn dari
kehidupan anak sehari-hari karena bermain sama dengan bekerja pada
orang dewasa yang dapat menurunkan stres anak, media yang baik bagi
anak untuk belajar berkomunikasi dengan lingkungan, penyesuaian diri
terhadap lingkungan, belajar mengenal dunia sekitar kehidupannya, dan
penting untuk meningkatkan kesejahteraan mental serta sosial anak
(Marmi dan Kukuh, 2012).
Salah satu fungsi bermain adalah sebagai terapi dimana dengan
melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang
dialaminya. Melalui kegiatan bermain, anak dapat mengalihkan rasa
sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui
kesenangannya melakukan permainan. Pemilihan jenis permainan harus
disesuaikan dengan usia anak. Usia prasekolah isi permainan yang cocok
dilakukan antara lain permainan kompetitif dan kontes fantasi, jenis
permainan antara lain membangun (constuction play) misalnya menyusun
balok menjadi bentuk rumah, mobil, bangunan gedung, dapat juga
dilakukan permainan dengan bermain peran (dramatic play) misalnya
4
bermain sandiwara, rumah-rumahan, boneka (Marmi dan Rahardjo, 2012:
146-147).
Tingkat kooperatif anak biasanya dipengaruhi oleh tingkat
kecemasan anak terhadap tindakan keperawatan saat sakit. Ketika penulis
melakukan studi di Ruang Melati 2 RSUD Dr.Moewardi didapatkan hasil
pengamatan terhadap efek hospitalisasi pada anak yang banyak mengalami
kecemasan, sehingga anak tidak kooperatif terhadap tindakan
keperawatan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik
untuk mengaplikasikan tindakan terapi bermain kepada anak yang sedang
mengalami perawatan di Ruang Melati 2 RSUD Dr.Moewardi, untuk
meminimalkan rasa kecemasan anak. Pengaplikasian terapi bermain akan
dijadikan Karya Tugas Ilmiah oleh penulis dengan judul “Pemberian
Terapi Bermain Terhadap Tingkat Kecemasan Selama Menjalani
Perawatan Pada Asuhan Keperawatan Dengan Talasemia Mayor Di Ruang
Melati 2 RSUD Dr.Moewardi Surakarta”.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Melaporkan penerapan terapi bermain pada An.F dengan Talasemia
Mayor di Ruang Melati 2 RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada An.F dengan
Talasemia Mayor.
5
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An.F
dengan Talasemia Mayor.
c. Penulis mampu menyusun asuhan keperawatan pada An.F dengan
Talasemia Mayor.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada An.F dengan
Talasemia Mayor.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada An.F dengan Talasemia
Mayor.
f. Penulis mampu menganalisa hasil penerapan terapi bermain pada
An.F dengan Talasemia Mayor.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit.
Karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam
melakukan asuhan keperawatan khususnya pada anak dengan
Talasemia Mayor.
2. Bagi Perawat.
a. Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif
kepada pasien anak dengan Talasemia Mayor.
b. Melatih berfikir kritis dalam melakukan asuhan keperawatan,
khususnya pada pasien anak dengan Talasemia Mayor.
6
3. Bagi Instansi Akademik.
Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan
datang.
4. Bagi Pasien dan Keluarga.
Pasien dan keluarga mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang
cara mengontrol kecemasan anak dengan Talasemia Mayor saat
hospitalisasi.
5. Bagi Pembaca.
Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang penyakit dan cara
perawatan pasien dengan kecemasan pada anak akibat Talasemia
Mayor saat hospitalisasi.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Talasemia
1. Definisi
Talasemia adalah sindrom genetik yang terjadi karena penurunan
sintesis salah satu rantai dalam HbA (normalnya rantai α2β2). Kelainan
klinis disebabkan oleh kadar hemoglobin yang rendah maupun kelebihan
rantai yang lain (Arifin, 2013). Talasemia adalah penyakit yang
diturunkan yang menyebabkan gangguan pada sistem pembentukan sel
darah merah. Gangguan genetik tersebut terjadi akibat dari penurunan laju
sintesis rantai globin yang normal yang menyebabkan tidak stabilnya
transport oksigen ke dalam jaringan. Sel darah merah sendiri cenderung
rapuh dan mudah pecah sehingga menyebabkan anemia (Darmono, 2011:
94).
Talasemia merupakan sekelompok gangguan genetik dengan
karakteristik proses sintesis yang defektif pada satu atau lebih rantai
polipeptida yang diperlukan untuk memproduksi hemoglobin (Kimberly,
2011: 1002). Talasemia adalah penyakit bawaan dimana sistem tubuh
penderitanya tidak mampu memproduksi hemoglobin normal. Hemoglobin
abnormal yang dihasilkan mempunyai masa hidup yang pendek dan cepat
sekali diurai oleh tubuh sehingga menyebakan anemia (Lyen dan
Zhang,2003).
8
2. Klasifikasi
Terdapat tiga bentuk talasemia β, yaitu
a. Talasemia β minor
Penderita talasemia β minor terjadi heterozigot dengan produksi rantai
β globin yang kurang
b. Talasemia β mayor
Talasemia β mayor terjadi homozigot dengan tidak adanya rantai β
globin
c. Talasemia β intermedia
Pada talasemia intermedia terjadi kombinasi sickle cell dengan
talasemia.
Semua bentuk talasemia ini menyebebkan kurangnya HbA dan agrasi
rantai α. Agregasi mengakibatkan berkurangnya lama hidup sel darah
merah/ red blood cell (RBC).
(Saputra, 2013: 29)
3. Etiologi
Menurut Kimberly (2011) dan Suriadi (2010), penyebab utama
terjadinya talasemia adalah gangguan resesif autosonal yang diturunkan
atau dari faktor genetik.
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita talasemia mayor
antara lain adalah :
a. Lethargi
9
b. Pucat
c. Kelemahan
d. Anoreksia
e. Sesak nafas
f. Tebalnya tulang kianial
g. Pembesaran limpa
h. Menipisnya kartilago
i. Disrytmia
(Suriadi dan Yuliani, 2010: 29)
5. Patofisiologi
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb A dengan dua
polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu
tidak adanya atau kurangnya rantai beta dalam molekul hemoglobin yang
mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen. Ada suatu
kompensator yang meningkat dalam rantai , tetapi rantai β memproduksi
secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defective.
Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidak stabilan dan
disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis. Kelebihan pada rantai α
ditemukan pada Talasemia Beta dan kelebihan rantai Beta dan gamma
ditemukan pada Thalasemia Alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini
mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intraeritrositik yang
mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan
10
beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan Heinz, merusak sampul
eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin
menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam
stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC di luar menjadi
eritropoitik aktif. Kompensator Produksi RBC secara terus menerus pada
suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan
tidak adakuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan destruksi
RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau
rapuh (Suriadi dan Yuliani, 2010: 28).
6. Penatalaksanaan
Penanganan medis untuk pasien dengan talasemia mayor antara lain:
a. Tranfusi darah: dilakukan dengan interval dua atau tiga minggu sekali.
b. Transplantasi sumsum tulang merupakan alternatif yang baik bagi
pasien talasemia, transplantasi sumsum tulang juga harus ekstra hati-
hati karena dapat menyebabkan reaksi penolakan tubuh yang akan
mengakibatkan komplikasi.
(Darmono, 2011: 98)
Terapi yang dapat dilakukan pada pasien talasemia antara lain:
a. Menghindari makanan yang kaya zat besi.
b. Menghindari aktivitas yang melelahkan.
c. Suplemen besi dikontraindikasikan untuk semua bentuk talasemia.
d. Beri diet yang adekuat dan tingkatkan asupan cairan oral.
11
e. Berikan dukungan emosi untuk membantu pasien dan keluarganya
menghadapi proses penyakit kronis kebutuhan akan tranfusi darah
seumur hidup.
(Kimberly, 2011: 1003)
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul dari talasemia antara lain adalah:
a. Kadar besi berlebihan akibat tranfusi sel darah merah
b. Fraktur patologis
c. Aritmia jantung
d. Gagal hati
e. Gagal jantung
f. Kematian
(Kimberly, 2011: 1002)
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat menunjang diagnosis penyakit Talasemia Mayor
antara lain adalah:
a. Hitung darah lengkap memperlihatkan penurunan hemoglobin,
hematokrit dan MCV.
b. Kadar besi serum normal atau mengalami peningkatan.
c. Kadar feritin serum normal atau mengalami peningkatan.
d. Kapasitas pengikatan - besi total normal.
e. Hitung retikulosil normal atau mengalami peningkatan.
f. Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan penurunan rantai alfa -
hemoglobin atau beta – hemoglobin.
(Kimberly, 2011: 1002-1003)
12
9. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Talasemia Mayor
a. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu proses kontinu yang dilakukan semua fase
pemecahan masalah dan menjadi dasar untuk pengambilan keputusan
(Nursalam, 2008:21).
1) Pengkajian Fisik
a) Riwayat keperawatan
b) Kaji adanya tanda tanda anemia (pucat, lemah, sesak, nafas
cepat, hipoksia kronik, nyeri tulang dan dada, menurunnya
aktivitas, anorexia), epistaksis berulang.
2) Pengkajian psikososial
a) Anak: Usia, tugas perkembangan psikososial (Erikron),
kemampuan beradaptasi dengan penyakit, mekanisme koping
yang digunakan.
b) Keluarga: respon emosional keluarga, koping yang digunakan
keluarga, penyesuaian keluarga terhadap stress.
(Suriadi dan Yulini ,2010: 31)
b. Diagnosa Keperawatan
Tahap diagnosa keperawatan adalah penyebutan sekelompok petunjuk
yang didapat selama proses pengkajian (Nursalam, 2008: 21). Pada
penyakit talasemia mayor diagnosa keperawatan yang sering muncul
antara lain adalah:
13
1) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya
komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen/zat
nutrisi ke sel.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbang
kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurangnya selera makan.
4) Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan dampak
penyakit anak terhadap fungsi keluarga.
(Suriadi dan Yuliani ,2010: 32)
c. Rencana Keperawatan
Intervensi/ rencana keperawatan adalah perilaku yang diprogramkan
yang sifatnya tersendiri berasal dari strategi yang teridentifikasi dan
mengarah pada hasil klien yang dapat diprediksi. Klien dan perawat
dilibatkan dalam tindakan, bersama-sama dengan kebutuhan lain untuk
mencapai hasil yang diinginkan (Hidayat, 2008: 291). Rencana
tindakan keperawatan pada talasemia mayor berdasarka diagnosa
keperawatan antara lain adalah:
1) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya
komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen/zat
nutrisi ke sel.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
perubahan perfusi jaringan.
14
Kriteria Hasil :
a) Tanda-tanda vital yang normal
b) Membran mukosa merah muda
c) Haluan urine adekuat
Intervensi:
a) Memonitor tanda tanda vital, pengisian kapiler, warna kulit,
membran mukosa.
Rasional: memberikan informasi tentang derajat/ keadekuatan
perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan
intervensi.
b) Meninggikan posisi kepala di tempat tidur.
Rasional: meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan
oksigenasi untuk untuk kebutuhan seluler. Catatan: kontrak
indikasi bila ada hipotensi.
c) Memeriksa dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri.
Rasional: iskemia selular mempengaruhi jaringan miokardial/
potensial miokard infark
d) Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan
atau gelisah.
Rasional: dapat mengindikasikan gangguan serebral karena
hipoksia atau defisiensi vitamin B12.
e) Mengobservasi dan mendokumentasikan adanya rasa dingin.
Rasional: Vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi
perifer. Kenyamana pasien/ kebutuhan rasa hangat harus
15
seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas yang
berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ).
f) Memberikan oksigen sesuai kebutuhan.
Rasional: memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
2) Intoleran aktivitas berhubungan dengan tidak seimbang kebutuhan
pemakaian dan suplai oksigen.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan terjadi peningkatan
aktivitas.
Kriteria hasil:
a) Peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari).
b) Tanda-tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi:
a) Menilai kemampuan anak dalam melakukan aktivitas sesuai
dengan kondisi fisik dan tugas perkembangan anak.
Rasional: untuk membantu pemilihan intervensi/ bantuan yang
akan dilakukan kepada klien.
b) Memonitor tanda tanda vital selama dan setelah melakukan
aktivitas dan mencatat adanya respon fisiologi terhadap
aktivitas (peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan
darah, atau nafas cepat).
Rasional: manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan
paru untuk membawa jumlah oksigen yang adekuat kejaringan.
16
c) Memberikan informasi kepada pasien atau keluarga untuk
berhenti melakukan aktivitas jika terjadi gejala peningkatan
denyut jantung, peningkatan tekanan darah, nafas cepat, pusing
atau kelelahan.
Rasional: Regangan/ stress kardiopulmonal berlebihan/ stress
dapat menimbulkan dekompensasi/ kegagalan.
d) Berikan dukungan kepada anak untuk melakukan kegiatan
sehari-hari sesuai dengan kemampuan anak.
Rasional: Meningkatkan aktivitas klien secara bertahap.
e) Mengajarkan kepada orang tua teknik memberikan
reinforcement terhadap partisipasi anak di rumah.
Rasional: Meningkatkan rasa percaya diri anak.
f) Membuat jadwal aktivitas bersama anak dan keluarga dengan
melibatkan tim kesehatan lain.
Rasional: meningkatkan secara bertahap tingkat aktivitas smpai
normal dan memperbaiki tonus otot/ stamina tanpa kelelahan.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurangnya selera makan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nutrisi
klien terpenuhi.
Kriteri hasil:
a) BB normal
b) Tidak mengalami tanda malutrisi
17
c) Menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang sesuai.
Intervensi:
a) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
Rasional: mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan
intervensi.
b) Mengijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat
ditoleransi anak, rencanakan.
Rasional: memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan
anak meningkat.
c) Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi
Rasional: meningkatkan kualitas intake nutrisi.
d) Mengevaluasi berat badan anak setiap hari.
Rasional: mengawasi penurunan berat badan dan efektivitas
intervensi nutrisi
4) Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan dampak
penyakit anak terhadap fungsi keluarga.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan koping
keluarga lebih efektif.
Kriteria hasil:
a) Keluarga memahami mengenasi proses penyakit.
b) Keluarga memahami mengenai dampak dari penyakit.
c) Keluarga mengetahui cara perawatan anak terhadap penyakit.
18
Intervensi:
a) Memberikan dukungan pada keluarga dan menjelaskan kondisi
anak sesuai dengan realita yang ada.
Rasional: memberikan dasar pengetahuan keluarga mengenai
penyakit klien, sehingga keluarga lebih paham mengenai proses
penyakit yang diderita anak.
b) Membantu orang tua untuk mengembangkan strategi untuk
melakukan penyesuaian terhadap krisis akibat penyakit yang
diderita anak.
Rasional: membantu anak untuk menurunkan tingkat
kecemasan terhadap penyakit dan perawatan.
c) Memberikan dukungan kepada keluarga untuk
mengembangkan harapan realistis terhadap anak.
Rasional: membantu keluarga dan anak dalam menurunkan
tinkat kecemasan terhadap penyakit.
d) Menganalisa sistem yang mendukung dan penggunaan sumber-
sumber dimasyarakat (pengobatan, keuangan, sosial) untuk
membantu proses penyesuaian keluarga terhadap penyakit.
Rasional: membantu keluarga memanfaatkan lingkungan rumah
dalam pengobatan klien.
(Suriadi dan Yuliani ,2010: 32)
d. Perencanaan Permulangan
1) Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai
dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
19
2) Jelaskan terapi yang diberikan ; dosis, efek samping
3) Jelaskan perawatan yang diperlukan di rumah
4) Tekankan untuk melakukan kontrol ulang sesuai waktu yang
ditentukan.
(Suriadi dan Yuliani ,2010: 34)
B. Kecemasan
1. Definisi
Kecemasan atau ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau
kekhawatiran yang samar disertai respon autonom (sumber sering kali
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang
disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.
(Herdman, 2012: 445)
2. Etiologi
Menurut Nursalam, dkk (2008) dalam Gaghiwu, dkk (2013) penyebab
kecemasan pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Perilaku yang ditunjukkan petugas kesehatan (dokter, perawat dan
tenaga kesehatan lainnya).
b. Pengalaman hospitalisasi anak.
c. support system atau dukungan keluarga yang mendampingi selama
perawatan.
20
3. Derajat Kecemasan
Derajat kecemasan pada anak dapat dinilai dengan Hars-score.
Tabel 2.1
Derajat Kecemasan
NO KRITERIA SCORE
0 1 2 3 4
1
2
3
4
5
6
Perasaan Cemas:
a. Cemas
b. Firasat buruk
c. Takut akan pikiran
d. Mudah tersinggung
Ketegangan
a. Merasa tegang
b. Lesu
c. Tidak bisa istirahat tenang
d. Mudah terkejut
e. Mudah menangis
f. Gemetar
g. Gelisah
Ketakutan
a. Pada gelap
b. Pada orang lain
c. Ditinggal sendiri
Gangguan tidur
a. Sukar tidur
b. Terbangun dimalam hari
c. Tidur tidak nyenyak
d. Bangun dengan lesu
e. Banyak mimpi buruk
Gangguan kecerdasan
a. Sukar konsentrasi
b. Daya ingat turun
c. Daya ingat buruk
Perasaan depresi
a. Hilangnya minat
b. Sendiri
c. Bangun dini hari
d. Perasaan berubah-ubah
21
7
8
9
10
11
12
13
Gejala somatis/ fisik (otot)
a. Sakit, nyeri otot
b. Kaku
c. Kedutan otot
d. Suara tidak stabil
Gejala somatik/ fisik (sensorik)
a. Finitus (telinga berdenging)
b. Pengelihatan kabur
c. Muka merah/ pucat
d. Merasa lemas
Gejala jantung dan pembuluh darah
a. Takikardi (denyut cepat)
b. Berdebar-debar
c. Nyeri dada
d. Denyut nadi mengeras
e. Rasa lesu, lemas, seperti akan
pingsan
Gejala reproduksi
a. Rasa tertekan/ sempit didada
b. Rasa tercekik
c. Sering menarik nafas
d. Nafas pendek/ cepat
Pencernaan
a. Sulit menelan
b. Perut melilit
c. Gangguan pencernaan
d. Nyeri sebelum/ sesudah
makan
e. Rasa penuh/ kembung
f. Mual muntah
g. BAB lembek/ konstipasi
Gejala onogenital
a. Sering BAK
b. Tidak dapat menahan kencing
Gejala autoimun
a. Mulut kering
b. Muka merah
c. Mudah berkeringat
d. Kepala terasa berat
22
14
Tingkah laku
a. Gelisah
b. Tidak tenang
c. Jari gemetar
d. Kerut kening
e. Muka tegang
f. Otot tegang mengeras
Keterangan :
Nilai 0 : tidak cemas
Nilai 1 : Ringan
Nilai 2 : Sedang
Nilai 3 : Berat
Nilai 4 : Berat sekali
Score :
0 : tidak ada gejala
< 14 : tidak ada cemas
14-20 : kecemasan ringan
21-27 : kecemasan sedang
42-56 : kecemasan berat
42-56 : kecemasan sangat berat
(Hawari, 2012)
C. Terapi Bermain
1. Definisi Bermain Bagi Anak
Bermain adalah suatu konsep yang sangat penting bagi anak.
Konsep pembelajaran pada anak adalah bagaimana mereka bermain.
Dengan bermain mereka belajar tentang dunia luar dan lingkungannya
dimana mereka berada. Fungsi khusus bermain pada anak mencakup
perluasan ketrampilan sensorimotor, kreativitas, intelektual dan
perkembangan sosial (Suriadi dan yuliani, 2010: 8). Bermain adalah
kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari
karena bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, yang dapat
menurunkan stress anak, media yang baik bagi anak untuk belajar
berkomunikasi dengan lingkungannya, menyesuaikan diri terhadap
lingkungan, belajar mengenal dunia sekitar kehidupannya, dan penting
23
untuk meningkatkan kesejahteraan mental serta social anak (Marmi dan
Rahardjo, 2011: 136).
2. Fungsi bermain bagi anak
Bermain memiliki berbagai fungsi bagi anak, antara lain:
a. Membantu perkembangan sensorik dan motorik.
b. Membantu perkembangan kognitif.
c. Meningkatkan kemampuan sosialisasi anak.
d. Meningkatkan kreativitas anak.
e. Mempunyai nilai terapeutik anak.
f. Mempunyai nilai moral pada anak.
(Hidayat, 2008: 36)
3. Karakteristik Permainan Pada Anak Pra Sekolah
Karakteristik jenis permainan yang dapat dilakukan pada anak pra sekolah
antara lain:
a. Permainan imaginative yang dominan.
b. Permainan dramatik menonjol.
c. Fokus pada pengembangan ketrampilan gerakan halus.
d. Senang berlari, melompat atau meloncat.
e. Berkhayal dengan kawan bermain.
f. Mulai dengan koleksi-koleksi.
g. Senang membangun sesuatu misal dari pasir atau adonan.
h. Permainan sederhana dan imaginative.
Contoh permainan dan aktivitas:
a. Buku bacaan.
24
b. Bahan-bahan yang dapat dibuat bangunan atau diciptakannya.
c. Bahan-bahan yang dapat diwarnai dan digambar.
d. Bahan dari lempung, cat kuku, pasir yang dibuat bangunan atau
melihat adonan.
e. Memotong, alat pukulan yang lempung.
f. Boneka, bahan-bahan mainan seperti: binatang dan lain-lain.
g. Mengenakan pakaian.
h. Musik yang ada suara lagunya, papan tulis sederhana seperti menulis
dipapan magnet, kartu game.
i. Video game, TV yang sesuai dengan usia.
(Suriadi dan Yuliani, 2010: 11-12)
4. Prinsip Bermain di Rumah Sakit
a. Tidak banyak mengeluarkan energi diberikan secara singkat dan
sederhana.
b. Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang.
c. Kelompok usia yang sebaya.
d. Permainan tidak bertentangan dengan pengobatan.
e. Melibatkan orang tua atau keluarga.
(Suriadi dan Yuliani, 2010: 13)
5. Keuntungan Bermain di Rumah Sakit
Keuntungan bermain bagi anak yang sedang mengalami perawatan
dirumah sakit:
a. Meningkatkan hubungan perawat dan klien.
b. Memulihkan rasa mandiri.
25
c. Dapat mengekspresikan rasa tertekan.
d. Permainan terapeutik dapat meningkatkan penguasaan pengalaman
terapiutik.
e. Permainan kompetisi dapat menurunkan stress.
f. Membina tingkah laku positif di rumah sakit.
g. Alat komunikasi antara perawat dan klien.
(Suriadi dan Yuliani, 2010: 13)
BAB III
LAPORAN KASUS
Pada bab ini penulis membahas tentang pemberian terapi bermain terhadap
tingkat kooperatif selama menjalani perawatan pada asuhan keperawatan an.F
dengan talasemia mayor di Ruang Melati 2 RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang
telah dilakukan pada tanggal 10 april 2014 – 11 april 2014. Asuhan keperawatan
dilakukan mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi
dan evaluasi.
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Klien bernama An. F lahir pada tanggal 17 Februari 2008, umur 6
tahun lebih 2 bulan, sekolah dasar kelas 1, An.F tinggal di Sukoharjo.
Klien datang ke RSUD Dr. Moewardi pada tanggal 10 April 2014 dari poli
26
anak dengan diagnosa Talasemia Mayor. Penanggung jawab dari An.F
adalah Ny.W usia 39 tahun tinggal di Sukoharjo, Ny.W adalah ibu dari
An.F.
2. Riwayat Kesehatan Klien
Keluarga mengatakan bahwa selama dirumah anak merasa mudah
lelah dan kepala sering terasa pusing, penampilan anak juga terlihat lemah
dan pucat. Sebelum dibawa kerumah sakit anak telah dilakukan
pemeriksaan kadar Hemoglobin di laboratorium terdekat dari rumah.
Hasilnya kadar Hemoglobin anak 7,5 g/dl, yang berarti kadar hemoglobin
anak mengalami penurunan. Setelah diketahui kadar hemoglobin anak
turun maka orang tua mengajak anak untuk periksa ke poli anak RSUD
Dr.Moewardi Surakarta. Setelah dikaji oleh perawat, ternyata anak
memiliki riwayat penyakit Talasemia Mayor dan pernah menjalani
perawatan di Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta pada awal bulan maret
untuk dilakukan tranfusi darah. Sekarang anak masih terlihat pucat, lemas,
dan mengeluh pusing. Dan untuk perawatan yang kedua sekarang anak
masih terlihat gelisah dan takut terhadap tindakan medis, kontak mata
klien dengan perawat juga kurang baik. Klien tidak memiliki riwayat
alergi terhadap makanan maupun obat-obatan.
Klien adalah anak laki-laki dengan dua bersaudara. Klien memiliki
satu saudara berjenis kelamin perempuan. Klien tinggal bersama kedua
orang tua. Ayah klien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara dan
berjenis kelamin laki-laki semua. Ibu klien merupakan anak terakhir dari 4
27
bersaudara. Dalam keluarga klien tidak terdapat riwayat penyakit
keturunan.
a. Pertumbuhan dan Perkembangan
Anak lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 2800 gram,
kelahiran secara spontan di bidan terdekat. Saat ini anak berusia 6 tahun
lebih 2 bulan dengan berat badan 20 kg dan panjang badan 122 cm.
Indeks masa tubuh (IMT) adalah 13,44 (kurus). Pertumbuhan dan
perkembangan klien berdasar NCHS adalah 1,074 (berdasar berat
badan) dan 1,013 (berdasar tinggi badan), hasil tersebut menunjukkan
bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak dalam batas normal dan
memiliki gizi yang normal.
b. Status Nutrisi dan Cairan
Sebelum masuk rumah sakit nutrisi klien sudah cukup terpenuhi,
dengan anak makan 3x sehari menggunakan nasi dan lauk namun anak
tidak menyukai makan dengan sayuran, tidak ada keluhan mual ataupun
muntah setelah anak makan. Anak minum 8-9 gelas perhari, dengan air
putih dan susu.
Selama sakit anak makan habis satu porsi dan makan sebanyak 3x
sehari dengan nasi dan lauk tanpa sayur, anak terkadang merasa mual
setelah selesai makan. Anak minum 6-7 gelas perhari dengan air putih
dan susu.
c. Pola Eliminasi
28
Sebelum masuk rumah sakit anak BAB 1-2 kali sehari dengan
konsistensi lunak dan tidak bercampur darah. BAK klien kurang lebih
4-5 kali sehari dengan pancaran kuat, warna kuning jernih dengan bau
khas.
Selama sakit klien sudah dua hari belum BAB. BAK klien selama
sakit 3-4 kali sehari dengan pancaran kuat warna kuning pekat dan bau
khas/ amoniak.
d. Pemeriksan Fisik
Keadaan umum klien adalah sadar penuh/ composmentis. Setelah
dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil normal
dengan TD: 90/60 mmHg, S: 360C, RR: 22x/menit, dan Nadi 86x/menit
teraba lemah. Pada pemeriksaan head to toe tidak ditemukan kelainan
yang berlebih. Hasil pemeriksaan kepala didapatkan bentuk kepala
mesochepal, denyut fontanel teraba, kondisi rambut serta kulit kepala
terlihat bersih dan tidak rontok. Sclera mata klien putih, pupil terlihat
isokor, serta konjungtiva yang anemis. Kebersihan telinga klien terjaga,
letak telinga juga simetris, dan ketajaman pendengaran baik. Hidung
klien terletak di tengah wajah/ simetris, septum tidak ada/ bersih. Warna
bibir klien terlihat kecoklatan, membrane mukosa juga terlihat lembab.
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan tidak ada distensi vena
leher.
29
Pada pemeriksaan dada, paru-paru klien berbentuk simetris, tidak
ada jejas, vocal fremitus antara paru kanan dan kiri sama, saat diperkusi
terdengar suara sonor, dan saat diauskultasi tidak terdengar bunyi
tambahan/ vesikuler. Pada pemeriksaan jantung tidak terlihat
ictuscordis, namun ictuscordis teraba oleh perawat, saat diperkusi
terdengar suara sonor, lalu pada saat auskultasi terdengar suara BJ I dan
BJ II murni. Pada pemeriksaan abdomen tidak terlihat jejas pada
abdomen anak, namun perut anak terlihat sedikit buncit, bising usus
terdengar 12 x/menit, pada kuadran 1 terdengar suara pekak karena
terdapat organ hati, kuadran 2 terdengar suara timpani dan terdapat
organ lambung, sedangkan pada kuadran 3 dan 4 terdengar suara
timpani karena terdapat organ ginjal. Genetalia anak bersih dan
berfungsi dengan baik.Anus anak terjaga kebersihannya dan berfungsi
dengan baik. Pada Ekstermitas akral teraba sedikit dingin serta tangan
kanan klien terpasang infus. Dari semua pengkajian head to toe pada
anak maka didapatkan kesimpulan bahwa terdapat kelainan pada saat
pemeriksaan konjungtiva yang terlihat anemis serta terdapatnya nyeri
tekan abdomen pada kuadran 1 dan 2.
Pengkajian resiko jatuh anak menurut Humpty Dumpty
didapatkan score 13 yang berarti masuk dalam resiko tinggi (Lampiran
3). Aktivitas klien sebelum sakit dapat dilakukan secara mandiri.
Selama klien sakit aktivitas makan/ minum, mandi, toileting dan
30
berpakaian dibantu oleh keluarga karena keterbatasan gerak dan
kelemahan klien.
e. Pengkajian Kecemasan Anak
Kecemasan anak terhadap tindakan medis dan keperawatan dapat
dikaji dengan Hars-Score dengan jumlah score 36 (Lampiran 2),
termasuk dalam kecemasan berat. Dengan kecemasan berat, ketegangan
berat, ketakutan berat sekali, gangguan tidur sedang, gangguan
kecerdasan sedang, perasaan depresi berat, gejala somatic/ fisik (otot)
sedang dengan suara tidak stabil, gejala sensorik berat, gejala jantung
dan pembuluh darah berat dengan rasa lemas, lesu, berdebar-debar,
gejala produksi ringan, pencernaan sedang, onogenital ringan, gejala
autoimun berat, dan tingkah laku berat.
f. Pemeriksaan Penunjang
Sebelum dilakukan tranfusi darah didapatkan kadar hemoglobin
klien pada tanggal 10 april 2014 adalah 7,5 g/dl dengan status dibawah
normal, nilai normal adalah 11,5- 15,5 g/dl. Setelah dilakukan tranfusi
darah jumlah hemoglobin pada tanggal 11 April 2014 meningkat
menjadi 12,5 g/dl, leukosit 8,3 x10^3/ul dengan nilai normal 4,0- 11
x10^3/ul, hematocrit 30 % dengan status dibawah normal, nilai normal
adalah 35-48%, trombosit 434 x10^3/ul dengan nilai normal 150-450
x10^3/ul, eritrosit 3,07 x10^6/ul dengan status dibawah normal, nilai
normal adalah 3,8-5,2 x10^6/ul.
g. Terapi Medis
31
Pada pasien talasemia mayor pengobatan yang dilakukan adalah
terapi cairan NaCl yang termasuk dalam kandungan cairan dan
elektrolit dengan dosis 20 tpm yang berfungsi untuk mengembalikan
keseimbangan cairan elektrolit serta dapat mencegah dehidrasi. Terapi
folavit golongan anti anemia dosis 1 x 1 mg dengan fungsi
farmakodinamik untuk mencegah terjadinya anemia dan makrositik
akibat defisiensi asam folat. Pemberian vitamin E pada golongan
vitamin dan mineral dengan dosis 1 x 200 mg yang berfungsi
mempertahankan elastisitas kulit. Pemberian vitamin C golongan
vitamin dan mineral dengan dosis 1 x 50 mg diberikan untuk penyakit
defisiensi zat besi, dan sebagai suplementasi vitamin C. Lalu diberikan
parasetamol golongan analgesik non narkotik untuk pencegahan dan
mengurangi sakit kepada serta sebagai obat antipiretik.
B. Perumusan Masalah Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 10 April 2014
didapatkan hasil bahwa keluarga mengatakan anak mudah lelah dan sering
merasa pusing, klien saat ini terlihat lemas dengan TD: 90/ 60 mmHg, RR:
22x/menit, N: 86x/menit dan teraba lemah sehingga didapatkan masalah
keperawatan intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan
fisik.
Keluarga klien mengatakan klien takut dengan tindakan medis
ditunjukkan oleh klien dengan gelisah dan takut, kontak mata klien yang
kurang baik kepada petugas kesehatan, serta score derajat kecemasan
32
dengan nilai 36 (Lampiran 2) yang menunjukkan derajat kecemasan berat.
Dari data tersebut muncul masalah kecemasan yang berhubungan dengan
efek hospitalisasi.
Berdasarkan pernyataan keluarga bahwa anak lemas dan mudah
lelah dan didapatkan resiko jatuh berat dengan score 13 (Lampiran 3), Hb:
7,5 g/dl, lingkungan yang tidak terorganisani, serta keadaan ruangan yang
belum dikenal oleh klien maka dapat diambil masalah keperawatan dengan
resiko jatuh yang berhubungan dengan penyakit akut: Talasemia Mayor.
C. Perencanaan Keperawatan
Pada prioritas diagnosa pertama yaitu intoleransi aktivitas yang
berhubungan dengan kelemahan fisik klien, maka perawat melakukan
perencanaan keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam maka aktivitas klien dapat terpenuhi
dengan kriteria hasil tidak ada keluhan setelah aktivitas, akral klien tidak
teraba dingin, tidak ada perubahan tanda vital saat klien sakit. Tindakan
yang dapat dilakukan perawat untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil
tersebut adalah dengan kaji aktivitas klien saat perawatan dirumah sakit
untuk pemilihan intervensi/ bantuan yang akan diberikan pada klien, kaji
adanya sesak nafas dan nyeri dada setelah beraktifitas untuk menunjukkan
upaya jantung dan paru dalam membawa jumlah oksigen adekuat ke
jaringan, ciptakan lingkungan tenang dan aman selama aktivitas klien
33
berguna untuk meningkatkan istirahat klien dan menurunkan kebutuhan
oksigenasi tubuh serta menurunkan regangan jantung da paru, selanjutnya
kolaborasikan dengan ahli gizi dalam pemberian asupan gizi yang tinggi
energy untuk memberikan asupan gizi yang adekuat pada klien.
Pada diagnosa kedua yaitu kecemasan yang berhubungan dengan
efek hospitalisasi pada klien. Tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai
adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam cemas klien
hilang dengan kriteria hasil RR normal ( 20-45 x/ menit) nadi normal (90-
150 x/menit) klien tidak terlihat takut lagi tehadap tindakan keperawatan,
kontak mata klien terhadap petugas kesehatan terlihat baik. Tindakan yang
dapat dilakukan perawat untuk mencapai tujuan antara lain adalah dengan
kaji perasaan klien berguna untuk memberikan informasi mengenai tingkat
kecemasan dan sumber kecemasan pada klien, bantu klien mengenal
situasi dan lingkungan rumah sakit supaya anak dan keluarga merasakan
nyaman serta dapat mengurangi kecemasan klien, jelaskan prosedur
tindakan yang akan dilakukan terhadap klien untuk meminimalkan rasa
curiga dan kekhawatiran klien terhadap tindakan keperawatan, pantau
TTV klien untuk mengetahui adanya peningkatan frekuensi pernafasan
dan jantung yang berlebihan, anjurkan relaksasi nafas dalam untuk
mengurangi cemas, ajarkan tehnik distraksi (terapi bermain) untuk
mengurangi kecemasan klien serta dapat memperluas fokus klien.
Diagnosa keperawatan terakhir pada An.F dengan resiko jatuh
yang berhubungan dengan penyakit akut: talasemia mayor. Tujuan dan
34
kriteria hasil yang diinginkan perawat adalah setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam maka tidak akan terjadi resiko jatuh/cidera
pada klien dengan kriteria hasil Hemoglobin normal (11,5-15,5 g/dl), skor
resiko jatuh turun/ menjadi skala ringan (score 7-11), klien tidak mudah
merasa lelah. Tindakan keperawatan yang mungkin dapat dilakukan untuk
mencapai tujuan keperawatan antara lain adalah dengan kaji keadaan
umum klien untuk menentukan intervensi yang akan dilakukan terhadap
klien, dampingi klien dalam aktivitas berat untuk mencegah terjadinya
resiko jatuh/ cidera pada klien, anjurkan keluarga dan klien untuk
membatasi aktivitas klien untuk memberikan keamanan dan membantu
mencegah lingkungan yang tidak aman dan melakukan tindakan
kewaspadaan, kolaborasikan dengan keluarga dalam memenuhi aktivitas
klien untuk memberikan dukungan pada anak serta menurunkan resiko
jatuh pada anak.
D. Implementasi Keperawatan
Setelah dilakukan perencanan keperawatan, selanjutnya perawat
melakukan tindakan dan pengelolaan terhadap klien. Tindakan perawat
yang dilakukan untuk mengatasi masalah utama dari klien mengenai
intoleransi aktifitas klien dilakukan pada jam 13.25 WIB adalah dengan
menciptakan lingkungan tenang dan nyaman saat klien beraktifitas dengan
membatasi pengunjung serta jam besuk dengan respon keluarga klien
mengatakan bersedia untuk membatasi jumlah pengunjung, hasil
pengamatan perawat didapatkan anak terlihat nyaman dengan orang tua
35
yang menunggui. Pada jam 13.55 WIB perawat memberikan
reinforcement positif terhadap aktivitas klien untuk meningkatkan rasa
percaya diri anak, anak mengatakan perasaannya saat ini lebih nyaman,
klien juga terlihat tersenyum kepada perawat. Pada jam 14.20 WIB
perawat dan keluarga memberikan makanan bergizi yang tinggi energi
yang sudah dikolaborasikan dengan ahli gizi, klien mengatakan bersedia
untuk makan dan klien terlihat makan dengan disuapin oleh ibu klien.
Tindakan keperawatan untuk masalah utama pada hari kedua tanggal 11
April 2014 dilakukan mulai jam 08.30 dengan mengkaji aktifitas klien,
data subyektif didapatkan bahwa klien dan keluarga mengatakan bahwa
anak sekarang lebih sering melakukan aktifitas bermain ditempat tidur,
data obyektif atau pengamatan dari perawat didapatkan bahwa klien
terlihat duduk ditempat tidur terlihat lebih tenang dan nyaman.
Pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu kecemasan klien,
perawat melakukan tindakan untuk menurunkan kecemasan dimulai pada
tanggal 10 April 2014 jam 13.05 WIB dengan mengkaji tanda-tanda vital
klien, diperoleh data subyektif dari keluarga yaitu keluarga mengatakan
bersedia anak diukur tanda-tanda vital meliputi suhu, nadi, dan pernafasan
anak, hasil dari pengkajian tanda-tanda vital adalah Suhu: 36,60C, Nadi:
88x/ menit teraba cepat, RR: 24x/ menit. Pada jam 13.10 WIB perawat
melakukan pengkajian mengenai perasaan klien, data subyektif didapatkan
klien mengatakan keadaan klien baik-baik saja dan anak terlihat takut dan
tidak kooperatif, kontak mata dengan perawat tidak baik. Pada jam 13.35
36
perawat mengajak anak untuk melakukan tehnik distraksi dengan
melakukan terapi bermain, data subyektif yang didapat adalah klien
mengatakan bersedia dilakukan terapi bermain bersama perawat, data
obyektif perawat melihat anak sedikit takut dan diam, tidak banyak bicara
dengan perawat. Pada hari kedua tanggal 11 April 2014 jam 08.20 WIB
perawat mengkaji perasaan klien, data subyektif klien mengatakan
keadaanya saat ini baik-baik saja, data obyektif didapatkan klien terlihat
senang dan tersenyum kepada perawat, ekspresi wajah klien terlihat baik.
Pada jam 09.30 WIB perawat memantau tanda-tanda vital klien, data
subyektif didapatkan klien mengatakan bersedia untuk diukur tanda-tanda
vital meliputi nadi, suhu, dan pernafasan, data obyektif didapatkan klien
terlihat kooperatif dan tidak takut terhadap perawat, hasil tanda-tanda vital
adalah nadi: 84 x/menit, suhu: 36,4 0C, pernafasan 22 x/menit. Pada jam
09.45 WIB perawat menganjurkan klien melakukan relaksasi nafas dalam
saat merasa takut/ cemas. Data subyektif didapatkan klien mengatakan
bersedia untuk melakukan nafas dalam untuk mengatasi ketakutan dan
kecemasan klien, data obyektif perawat didapatkan klien lebih rileks dan
tenang setelah melakukan nafas dalam.
Dalam mengatasi masalah mengenai resiko jatuh pada klien, pada
tanggal 10 April 2014 jam 13.45 WIB perawat mendampingi klien dalam
aktifitas klien dengan mendampingi klien pergi kekamar mandi, data
subyektif ddari klien didapatkan keluarga klien mengatakan bersedia unuk
mendampingi aktifitas klien, data subyektif dari perawat didapatkan klien
37
terlihat didampingi ibu saat pergi kekamar mandi. Pada jam 14.10 WIB
perawat menganjurkan keluarga untuk membatasi aktifitas klien, keluarga
mengatakan bersedia untuk membatasi aktifitas klien, data perawat
didapatkan keluarga terlihat mendampingi aktifitas bermain anak. Pada
jam 14.15 WIB perawat mengkolaborasikan dengan keluarga untuk
membantu aktifitas klien, data subyektif dari keluarga didapatkan bahwa
keluarga mengatakan bersedia untuk membantu aktifitas klien, data yang
diperoleh perawat terlihat keluarga mendampingi aktifitas bermain anak.
Selanjutnya pada tanggal 11 April 2014 jam 10.05 perawat melakukan
pengkajian secara umum kepada klien, data subyektif dari klien
didapatkan klien mengatakan keadaannya saat ini baik-baik saja, lalu dari
hasil pengamatan perawat klien terlihat tenang dan nyaman, tidak terlihat
lemah, dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar hemoglobin:
12,5 g/dl, dengan kesimpulan hasil yang normal.
E. Evaluasi Keperawatan
Perawat melakukan evaluasi setelah selesai melakukan tindakan
implementasi. Evaluasi dilakukan setiap hari selama dua hari pengelolaan
terhadap klien pada tanggal 10-11 April 2014. Evaluasi pada diagnosa
utama intoleransi aktifitas dilakukan pada hari pertama tanggal 10 April
2014 jam 14.35 WIB dengan data subyektif klien dan keluarga
mengatakan klien berani dan bisa melakukan toileting secara mandiri, dari
hasil pengamatan didapatkan klien terlihat melakukan toileting dikamar
mandi secara mandiri namun tetap dalam pengawasan pearawat/ orang tua.
38
Masalah intoleransi aktivitas klien teratasi sebagian, planning perawat
tetap melanjutkan intervensi kaji aktivitas klien saat perawatan di rumah
sakit, kaji adanya sesak nafas dan nyeri dada setelah beraktivitas, ciptakan
lingkungan tenang dan aman selama aktivitas. Selanjutnya evaluasi pada
hari kedua tanggal 11 April 2014 pada jam 11.20 WIB didapatkan data
dari keluarga dan klien yang mengatakan bahwa anak tidak mengalami
keluhan setelah melakukan aktivitas, dari pengamatan klien didapatkan
bahwa klien terlihat tidak mudah lelah dengan tanda-tanda vital, suhu: 36,4
0C, nadi: 84 x/menit, pernafasan: 22 x/menit. Masalah pada klien sudah
teratasi dan hentikan intervensi.
Pada diagnosa kedua yaitu ansietas/ kecemasan dilakukan evaluasi
mulai tanggal 10-11 April 2014 jam 14.30 WIB, dengan data subyektif
dari klien dan keluarga yang mengatakan bahwa klien merasa lebih
nyaman, dari observasi perawat didapatkan data klien terlihat sedang
bermain diruang bermain bersama ibu klien, kesimpulan dari tindakan
klien pada hari pertama terhadap masalah klien adalah masalah teratasi
sebagian, selanjutnya perawat melakukan planning untuk dilakukan
tindakan selanjutnya yaitu dengan kaji perasaan klien, jelaskan prosedur
tindakan yang akan dilakukan terhadap klien, anjurkan relaksasi nafas
dalam untuk mengurangi cemas, anjurkan tehik distraksi (terapi bermain)
untuk mengurangi cemas. Pada tanggal 11 April 2014 jam 11.40 WIB
klien dan keluarga mengatakan anak tidak lagi merasa takut saat perawatan
dirumah sakit, dari pengamatan perawat klien terlihat terlihat tenang dan
39
kooperatif dalam tindakan keperawatan, jumlah score kecemasan anak
adalah 13 (Lampiran 4) yang berarti tidak ada cemas pada anak. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah tentang kecemasan pada klien
sudah teratasi dan perawat menghentikan intervensi.
Pada diagnosa resiko jatuh perawat melakukan evaluasi dimulai
pada tanggal 10 April 2014 jam 14.40 WIB dengan data dari keluarga dan
klien mengatakan bahwa klien terkadang mengatakan pada keluarga
bahwa klien tidak mengalami jatuh ataupun cidera, dari pengamatan
perawat didapatkan data bahwa klien terlihat lemas dan kelelahan setelah
beraktivitas. Kesimpulan yang didapat adalah masalah resiko jatuh belum
terjadi dan perawat melakukan planning dengan kaji keadaan umum klien,
dampingi klien dalam aktivitas berat, anjurkan keluarga dan klien untuk
membatasi aktivitas klien, kolaborasikan bersama keluarga untuk
memenuhi aktivitas klien. Pada hari kedua dilakukan evaluasi terhadap
resiko jatuh pada jam 11.55 WIB, keluarga dan klien mengatakan bahwa
klien saat ini merasa lebih baik, klien juga tidak mengalami jatuh ataupun
cidera pada tubuh. Hasil pengamatan perawat didapatkan konjungtiva
klien tidak terlihat anemis dengan kadar hemoglobin 12,5 g/dl, resiko jatuh
menjadi rendah dengan skor 10 (Lampiran 5). Kesimpulan yang dapat
diambil perawat adalah masalah sudah teratasi dan menghentikan
intervensi.
40
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas mengenai pemberian terapi bermain
car track terhadap penurunan kecemasan selama menjalani perawatan pada An.F
dengan talasemia mayor diruang Melati 2 RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Selain
itu penulis akan membahas mengenai kesesuaian dan kesenjangan yang terjadi
antara teori dan kenyataan pada pasien talasemia mayor yang meliputi dari
pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu proses kontinu yang dilakukan semua fase
pemecahan masalah dan menjadi dasar untuk pengambilan keputusan
(Nursalam, 2008: 21). Dalam pengkajian perawat terhadap An.F didapatkan
data keluarga mengatakan bahwa selama dirumah anak merasa mudah lelah
dan kepala sering terasa pusing, penampilan anak juga terlihat lemah dan
pucat. Sebelum dibawa kerumah sakit anak telah dilakukan pemeriksaan kadar
Hemoglobin di laboratorium terdekat dari rumah. Hasilnya kadar Hemoglobin
anak 7,5 g/dl. Setelah dikaji oleh perawat, ternyata anak memiliki riwayat
penyakit Talasemia Mayor dan pernah menjalani perawatan di Rumah Sakit
Dr.Moewardi Surakarta pada awal bulan maret untuk dilakukan tranfusi darah.
Sekarang anak masih terlihat pucat, lemas, dan mengeluh pusing. Dan untuk
perawatan yang kedua sekarang anak masih terlihat gelisah dan takut terhadap
tindakan medis, kontak mata klien dengan perawat juga kurang baik. Menurut
41
Hockkenberry & Wilson (2007) dalam Indanah dkk (2010) pada pasien
talasemia biasanya mengalami perubahan secara fisik dan psikososial.
Perubahan secara fisik antara lain mengalami anemia yang bersifat kronik
yang menyebabkan pasien mengalami hypoxia, sakit kepala, irritable,
anorexia, nyeri dada dan tulang serta intoleran aktivitas. Sedangkan dengan
kadar hemoglobin 7,5 g/dl serta tanda-tanda mudah lelah, lemas, pucat, nyeri
pada perut sudah merupakan tanda dari talasemia. Tanda dan gejala yang
sering muncul pada penderita talasemia mayor antara lain adalah: pucat,
kelemahan, anoreksia, sesak nafas, tebalnya tulang kianial, pembesaran limpa,
menipisnya kartilago, disrytmia (Suriadi dan Yuliani, 2010: 29). Dapat
disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan yang
terjadi pada gejala talasemia mayor yang dialami An.F.
Klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan maupun obat-
obatan. Dalam keluarga klien juga tidak terdapat riwayat penyakit keturunan.
Padahal penyebab utama penyakit talasemia adalah dari faktor genetik
(Suriadi, 2010: 29). Dengan tingkat pengetahuan dan pendidikan orang tua
yang terbatas, besar kemungkinan dalam keluarga tidak menyadari bahwa
terdapat keturunan keluarga yang mengalami talasemia, karena tidak semua
penderita talasemia mengalami gangguan ataupun gejala klinis yg signifikan.
Menurut Yunanda (2008) hilangnya satu gen (silent carrier) tidak
menunjukkan gejala klinis sedangkan hilangnya dua gen hanya memberi
gejala klinis ringan atau tidak memberikan gejala klinis yang jelas.
Anak lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 2800 gram, kelahiran
secara spontan di bidan terdekat. Saat ini anak berusia 6 tahun lebih 2 bulan
42
dengan berat badan 20 kg dan panjang badan 122 cm. Indeks masa tubuh
(IMT) adalah 13,44 (kurus). Pertumbuhan dan perkembangan klien berdasar
NCHS adalah 1,074 (berdasar berat badan) dan 1,013 (berdasar tinggi badan),
hasil tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak
dalam batas normal dan memiliki gizi yang normal.
Sebelum masuk rumah sakit nutrisi klien cukup terpenuhi, anak makan
3x sehari dengan nasi dan lauk namun anak tidak menyukai makan dengan
sayuran.tidak ada keluhan mual ataupun muntah setelah anak makan. Anak
minum 8-9 gelas perhari, dengan air putih dan susu. Selama sakit anak makan
habis satu porsi dann makan sebanyak 3x sehari dengan nasi dan lauk tanpa
sayur, anak terkadang merasa mual setelah selesai makan. Anak minum 6-7
gelas perhari dengan air putih dan susu. Dari data pengkajian nutrisi terjadi
kesenjangan antara gejala talasemia yang menyebutkan bahwa pada penderita
talasemia biasanya muncul gejala anoreksia (Suriadi dan Yuliani, 2010),
namun pada An.F tidak terjadi anoreksia mungkin dikarenakan penyajian
makanan yang diberikan keluarga disesuaikan dengan keinginan anak yang
tidak menyukai sayuran namun pola makan anak tetap dijaga oleh keluarga.
Keadaan umum klien adalah sadar penuh/ composmentis. Setelah
dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil normal dengan TD:
90/60 mmHg, S: 360C, RR: 22x/menit, dan Nadi 86x/menit teraba lemah.
Pada pemeriksaan head to toe tidak ditemukan kelainan yang berlebih. Hasil
pemeriksaan kepala didapatkan bentuk kepala mesochepal, denyut fontanel
teraba, kondisi rambut serta kulit kepala terlihat bersih dan tidak rontok.
Sclera mata klien putih, pupil terlihat isokor, serta konjungtiva yang anemis.
43
Kebersihan telinga klien terjaga, letak telinga juga simetris, dan ketajaman
pendengaran baik. Hidung klien terletak di tengah wajah/ simetris, septum
tidak ada/ bersih. Warna bibir klien terlihat kecoklatan, membrane mukosa
juga terlihat lembab. Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada
distensi vena leher. Pada penderita talasemia pada dasarnya mengalami
anemia karena kadar hemoglobin yang rendah. Sel darah merah pada penderita
talasemia cenderung rapuh dan mudah pecah, sehingga menyebabkan anemia
(Darmono, 2011: 94).
Dari semua pengkajian head to toe pada anak maka didapatkan
kesimpulan bahwa terdapat kelainan pada saat pemeriksaan konjungtiva yang
terlihat anemis. Konjungtiva yang anemis disebabkan karena kadar
hemoglobin yang rendah. Pengertian talasemia sendiri adalah penyakit yang
diturunkan yang menyebabkan gangguan pada sistem pembentukan sel darah
merah. Gangguan genetik tersebut terjadi akibat dari penurunan laju sintesis
rantai globin yang normal yang menyebabkan tidak stabilnya transport
oksigen ke dalam jaringan. Sel darah merah sendiri cenderung rapuh dan
mudah pecah sehingga menyebabkan anemia (Darmono, 2011: 94).
Pengkajian resiko jatuh anak menurut Humpty Dumpty didapatkan
score 13 yang berarti masuk dalam resiko tinggi (Lampiran 3). Aktivitas klien
sebelum sakit dapat dilakukan secara mandiri. Selama klien sakit aktivitas
makan/ minum, mandi, toileting dan berpakaian dibantu oleh keluarga karena
keterbatasan gerak dan kelemahan klien. Kecemasan anak terhadap tindakan
medis dan keperawatan dapat dikaji dengan Hars-Score dengan jumlah score
44
36 (Lampiran 2), termasuk dalam kecemasan berat. Dengan kecemasan berat,
ketegangan berat, ketakutan berat sekali, gangguan tidur sedang, gangguan
kecerdasan sedang, perasaan depresi berat, gejala somatic/ fisik (otot) sedang
dengan suara tidak stabil, gejala sensorik berat, gejala jantung dan pembuluh
darah berat dengan rasa lemas, lesu, berdebar-debar, gejala produksi ringan,
pencernaan sedang, onogenital ringan, gejala autoimun berat, dan tingkah laku
berat.
Kecemasan berat dan resiko jatuh tinggi pada anak yang mengalami
perawatan di rumah sakit dikarenakan terjadi anemia pada anak serta terjadi
perubahan lingkungan dan anak belum mengenal lingkungan rumah sakit,
serta perasaan takut anak terhadap tindakan dari perawatan. Menurut Supartini
(2004) perasaan cemas yang muncul pada anak dapat timbul karena
menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa
tidak aman dan nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya,
dan sesuatu yang dirasakan menyakitkan. Pada penelitian Hermiati dan Marita
(2013) menunjukkan bahwa anak yang dirawat mengalami kecemasan akibat
dari beberapa tindakan dan prosedur yang dilakukan. Hal ini menimbulkan
trauma pada anak selama dilakukan perawatan.
B. Diagnosa Keperawatan
Tahap diagnosa keperawatan adalah penyebutan sekelompok petunjuk
yang didapat selama proses pengkajian (Nursalam, 2008: 21). Pada teori yang
didapat penulis, diagnosa keperawatan yang sering muncul pada penyakit
talasemia mayor adalah perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan
45
oksigen/zat nutrisi ke sel, intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak
seimbang kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen, perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan, tidak
efektif koping keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap
fungsi keluarga (Suriadi dan Yuliani, 2010: 32). Selanjutnya dari data
pengkajian yang dilakukan perawat kepada An.F, penulis hanya menemukan
diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas yang muncul pada An.F. Penulis
menemukan diagnosa baru yang tidak terdapat pada teori talasemia yaitu
diagnosa keperawatan kecemasan yang berhubungan dengan efek hospitalisasi
dan resiko jatuh yang berhubungan dengan penyakit akut: talasemia mayor.
Diagnosa intoleransi aktivitas muncul pada An.F berdasarkan hasil
pengkajian pada tanggal 10 April 2014 didapatkan hasil untuk diagnosa
pertama bahwa keluarga mengatakan anak mudah lelah dan sering merasa
pusing, klien saat ini terlihat lemas denga TD: 90/ 60 mmHg, RR: 22x/menit,
N: 86x/menit dan teraba lemah sehingga didapatkan masalah keperawatan
intoleransi aktifitas yang berbubungan dengan kelemahan fisik. Batasan
karakteristik pada diagnosa intoleransi aktivitas antara lain adalah respon
tekanan darah abnormal terhadap aktivitas, respon frekuensi jantung abnormal
terhadap aktivitas, ketidaknyamanan setelah beraktivitas, menyatakan merasa
letih, menyatakan merasa lemah (Herdman, 2012: 315).
Pada data diagnosa kecemasan keluarga klien mengatakan klien takut
dengan tindakan medis ditunjukkan oleh klien dengan gelisah dan takut,
kontak mata klien yang kurang baik kepada petugas kesehatan, serta score
derajat kecemasan dengan nilai 36 yang menunjukkan derajat kecemasan
berat. Dari data tersebut muncul masalah keperawatan yaitu kecemasan yang
46
berhubungan dengan efek hospitalisasi. Diagnosa keperawatan kecemasan
yang muncul pada An.F didapatkan sesuai batasan karakteristik kecemasan
yaitu dengan menilai perilaku yang gelisah dan kontak mata yang buruk,
afektif yang gelisah dan distres aerta ketakutan, fisiologis pada wajah yang
tegang, simpatik dengan menunjukkan anoreksia, mulut kering serta lemah,
parasimpatik dengan merasakkan mual, serta kognitif klien dengan
menunjukkan ketakutan (Herdman, 2012: 445).
Menurut Wong (2002) dalam Hermiati dan Marita (2013) perawatan
dirumah sakit yang dialami oleh seorang anak dapat menimbulkan berbagai
pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan kecemasan. Cemas yang
muncul dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti lingkungan fisik rumah
sakit antara lain bangunan/ ruang rawat, alat-alat, bau yang khas, pakaian
putih petugas kesehatan maupun lingkungan sosial, seperti sesama pasien
anak, ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu sendiri. Perasaan,
seperti takut, cemas, tegang, nyeri, dan perasaan yang tidak menyenangkan
lainnya, sering kali dialami anak. Efek hospitalisasi pada anak sering dialami
oleh anak saat mengalami perawatan dirumah sakit. Dampak negatif dari efek
hospitalisasi sangat berpengaruh terhadap upaya perawatan dan pengobatan
yang sedang dijalani pada anak. Reaksi yang dimunculkan pada anak akan
berbeda antara satu dengan lainnya (Suryanti, 2011).
Selanjutnya untuk diagnosa resiko jatuh berdasarkan pernyataan
keluarga bahwa anak lemas dan mudah lelah dan didapatkan score resiko jatuh
13 (resiko berat), Hb: 7,5 g/dl, serta keadaan ruangan yang belum dikenal oleh
klien maka dapat diambil masalah keperawatan dengan resiko jatuh yang
47
berhubungan dengan penyakit akut: talasemia mayor. Batasan karakteristik
pada diagnosa resiko jatuh antara lain kurangnya pengawasan orang tua,
penurunan status mental, lingkungan yang tidak terorganisasi, ruangan yang
memiliki pencahayaan yang redup, ruang yang tidak dikenal, kondisi cuaca
(misalnya lantai basah, es), sakit akut, anemia, neoplasma (misalnya letih/
mobilitas terbatas), gangguan mobilitas fisik (Herdman, 2012: 545).
Untuk memprioritaskan diagnosa keperawatan pada An.F penulis
menggunakan prioritas kebutuhan dasar maslow. Diagnosa utama adalah
intoleransi aktivitas, namun dengan tindakan tranfusi darah pada An.F maka
intoleransi aktivitas klien akan terpenuhi dengan kadar hemoglobin yang
meningkat dan dalam batas normal (11,5-15,5 g/dl), oleh karena itu untuk
tindakan keperawatan, perawatan berfokus terhadap masalah kecemasan anak
karena efek hospitalisasi.
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi/ rencana keperawatan adalah perilaku yang diprogramkan
yang sifatnya tersendiri berasal dari strategi yang teridentifikasi dan mengarah
pada hasil klien yang dapat diprediksi. Klien dan perawat dilibatkan dalam
tindakan, bersama-sama dengan kebutuhan lain untuk mencapai hasil yang
diinginkan (Hidayat, 2008: 291).
Pada prioritas diagnosa pertama yaitu intoleransi aktivitas yang
berhubungan dengan kelemahan fisik klien maka perawat melakukan
perencanaan keperawatan dengan tujuan dan kriteria hasil setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka aktivitas klien dapat terpenuhi
48
dengan kriteria hasil tidak ada keluhan setelah aktivitas, akral klien tidak
teraba dingin, tidak ada perubahan tanda vital saat klien sakit. Rencana
keperawatan yang dapat dilakukan pada klien antara lain adalah kaji aktivitas
klien saat perawatan dirumah yang akan mempengaruhi pemilihan intervensi/
bantuan yang akan diberikan pada klien, kaji adanya sesak nafas dan nyeri
dada setelah beraktivitas untuk menunjukkan upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan, ciptakan lingkungan tenang
dan aman selama aktivitas klien guna meningatkan istirahat untuk
menurunkan kebutuhan oksigenasi tubuh dan menurunkan regangan jantung
dan paru, kolaborasikan dengan ahli gizi dalam pemberian asupan gizi yang
tinggi energi untuk memberikan asupan gizi yang adekuat pada klien (Axton,
2013: 36).
Pada diagnosa kedua yaitu kecemasan yang berhubungan dengan efek
hospitalisasi pada klien. Tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam cemas klien hilang dengan
kriteria hasil RR normal (16-20 x/ menit) nadi normal (60-100 x/menit) klien
tidak terlihat takut lagi tehadap tindakan medis dan keperawatan, kontak mata
klien terhadap petugas kesehatan terlihat baik. Rencana tindakan yang akan
dilakukan pada klien antara lain adalah mengkaji perasaan klien untuk
memberikan informasi tentang tingkat kecemasan dan sumber kecemasan,
intervensi selanjutnya adalah bantu klien mengenal situasi dan lingkungan
rumah sakit supaya anak dan keluarga merasakan nyaman dan mengurangi
kecemasan anak, jelaskan prosedur tindakan yang akan dilakukan terhadap
49
klien untuk meminimalkan rasa curiga dan kekhawatiran klien terhadap
tindakan keperawatan, pantau tanda-tanda vital klien untuk mengetahui
adanya peningkatan frekuensi pernafasan dan jantung yang berlebih, anjurkan
nafas dalam untuk mengurangi rasa cemas klien, ajarkan tehnik distraksi
(terapi bermain) untuk mengurangi kecemasan serta memmperluas fokus klien
(Axton, 2013: 140).
Diagnosa keperawatan terakhir pada An.F dengan resiko jatuh yang
berhubungan dengan penyakit akut: talasemia mayor. Tujuan dan kriteria hasil
yang diinginkan perawat adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam maka tidak akan terjadi resiko jatuh/ cidera pada klien
dengan kriteria hasil Hemoglobin normal (11,5-15,5 g/dl), skor resiko jatuh
turun/ menjadi skala ringan (skor 7-11), klien tidak mudah merasa lelah.
Intervensi yang dapat dilakukan perawat antara lain kaji keadaan umum klien
untuk menentukan intervensi yang akan dilakukan terhadap klien, dampingi
klien dalam aktivitas berat untuk mencegah terjadinya cidera pada klien,
anjurkan keluarga dan klien untuk membatasi aktivitas dilakukan untuk
memberikan keamanan dan membantu mencegah lingkungan yang tidak aman
dan melakukan tindakan kewaspadaan, kolaborasikan dengan keluarga dalam
memenuhi aktivitas klien untuk memberikan dukungan pada anak serta
menurunkan resiko jatuh pada anak (Axton, 2013: 262).
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Deden, 2012 : 118).
50
Tindakan keperawatan yang dilakukan perawat untuk mengatasi
diagnosa pertama yaitu intoleransi aktivitas dilakukan selama dua hari mulai
tanggal 10 - 11 April 2014. Tindakan yang dilakukan perawat adalah
menciptakan lingkungan tenang dan nyaman saat klien beraktifitas dengan
membatasi pengunjung serta jam besuk, memberikan reinforcement positif
terhadap aktivitas klien untuk meningkatkan rasa percaya diri anak,
memberikan makanan bergizi yang tinggi energi yang sudah dikolaborasikan
dengan ahli gizi untuk memberikan tambahan energi pada klien, perawat
melakukan tindakan mengkaji aktifitas klien. Penulis tidak dilakukan tindakan
pengkajian nyeri serta sesak nafas setelah beraktivitas karena anak saat itu
masih dalam keadaan lemah dan lemas, aktivitas klien masih terbatas. Pada
hari kedua tindakan yang dilakukan hanya mengkaji aktivitas anak karena
keadaaan anak secara umum sudah baik dan sudah dilakukan tindakan tranfusi
darah, anak sudah tidak lagi terlihat lemas (Axton, 2013: 36).
Pada diagnosa keperawatan yang kedua yaitu kecemasan klien, penulis
melakukan tindakan untuk menurunkan kecemasan pada tanggal 10-11 April
2014 dengan mengkaji tanda-tanda vital klien, perawat melakukan pengkajian
mengenai perasaan klien, mengajak anak untuk melakukan tehnik distraksi
dengan melakukan terapi bermain (car track), perawat mengkaji perasaan
klien, memantau tanda-tanda vital klien, perawat menganjurkan klien
melakukan relaksasi nafas dalam saat merasa takut/ cemas. Tindakan yang
tidak dilakukan perawat adalah menjelaskan prosedur tindakan serta
menganjurkan relaksasi nafas dalam karena pada hari pertama klien belum
51
dilakukan tindakan yang berpengaruh terhadap kecemasan klien, anjuran
relaksasi nafas dalam pun belum dilakukan karena perawat sudah melakukan
tehnik distraksi dengan mengajak anak melakukan terapi bermain yang
mungkin lebih efektif untuk menurunkan kecemasan klien. Menurut Supartini
(2004) dalam Hermiati dan Marita (2013) untuk mengurangi kecemasan saat
menjalani perawatan anak memerlukan media yang dapat mengekspresikan
perasaan cemas dan mampu bekerjasama dengan petugas kesehatan selama
dalam perawatan. Media yang paling efektif untuk mengurangi kecemasan
adalah melalui kegiatan bermain.
Dalam mengatasi masalah mengenai resiko jatuh pada klien, pada
tanggal 10-11 April 2014 perawat mendampingi klien dalam aktifitas klien
dengan mendampingi klien pergi kekamar mandi, perawat menganjurkan
keluarga untuk membatasi aktifitas klien, perawat mengkolaborasikan dengan
keluarga untuk membantu aktifitas klien, perawat melakukan pengkajian
secara umum kepada klien. Menurut Alimul (2007) dalam Dilfera dan Zadam
(2013) perawatan di rumah sakit yang mengharuskan adanya pembatasan
aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan di
rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai hukuman
sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut. Ketakutan anak
terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan
prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Hal ini menimbulkan reaksi
agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan
52
kata-kata marah, tidak mau bekerjasama dengan perawat, dan ketergantungan
pada orang tua.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam proses pembuatan keputusan.
Perawat mengumpulkan, menyotir, dan menganalisa data untuk menetapkan
apakan tujuan sudah tercapai, rencana memerlukan modifikasi, atau alternatif
baru yang harus dipertimbangkan (Hidayat, 2008: 293). Evaluasi dilakukan
setiap hari selama dua hari pengelolaan terhadap klien pada tanggal 10-11
April 2014.
Evaluasi pada diagnosa utama intoleransi aktifitas dilakukan pada
tanggal 11 April 2014 pada jam 11.20 WIB didapatkan data dari keluarga dan
klien yang mengatakan bahwa anak tidak mengalami keluhan setelah
melakukan aktivitas, dari pengamatan klien didapatkan bahwa klien terlihat
tidak mudah lelah dengan tanda-tanda vital, suhu: 36,4 0C, nadi: 84 x/menit,
pernafasan: 22 x/menit. Masalah pada klien sudah teratasi dan hentikan
intervensi. Kriteria hasil pada tujuan keperawatan adalah tidak ada keluhan
setelah aktivitas sudah ditunjunkkan oleh klien, tidak ada perubahan tanda-
tanda vital pada klien selama sakit, akral klien tidak teraba dingin. Hasil
evaluasi sesuai dengan kriteria hasil pada diagnosa intoleransi aktivitas
meliputi klien dapat mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan
ditunjukkan dengan daya tahan, penghematan energi, dan perawatan diri:
aktivitas kehidupan sehari-hari, menunjukkan penghematan energi ditandai
53
dengan klien menyadari keterbatasan energi, penyeimbangan aktivitas dan
istirahat, tingkat daya tahan yang adekuat untuk beraktivitas (Judith, 2007:4).
Pada diagnosa kedua yaitu kecemasan dilakukan evaluasi pada tanggal
11 April 2014 jam 11.40 WIB klien dan keluarga mengatakan anak tidak lagi
merasa takut saat perawatan dirumah sakit, dari pengamatan perawat klien
terlihat terlihat tenang dan kooperatif dalam tindakan keperawatan. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah tentang kecemasan pada klien
sudah teratasi dan perawat menghentikan intervensi. Kriteria hasil pada tujuan
keperawatan terpenuhi dengan klien tidak terlihat takut terhadap tindakan
medis dan keperawatan sudah ditunjukkan klien dengan tanda klien lebih
kooperatif terhadap tindakan medis dan keperawatan, kontak mata klien pada
petugas kesehatan sudah baik ditunjukkan dengan klien sudah tersenyum
kepada perawat. Evaluasi pada diagnosa kecemasan sesuai kriteria hasil yang
menyebutkan bahnwa ansietas berkurang, dibuktikan dengan kontrol ansietas,
menunjukkan keterampilan interaksi sosial yang efektif, merencanakan
strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat stress, mempertahankan
penampilan peran, melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori,
melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik, manifestasi akibat
kecemasan tidak ada (Judith, 2007: 25).
Pada diagnosa resiko jatuh perawat melakukan evaluasi resiko jatuh
pada jam 11.55 WIB, keluarga dan klien mengatakan bahwa klien saat ini
merasa lebih baik. Hasil pengamatan perawat didapatkan konjungtiva klien
tidak terlihat anemis dengan kadar hemoglobin 12,5 g/dl. Kesimpulan yang
54
dapat diambil perawat adalah masalah sudah teratasi dan menghentikan
intervensi. Kriteria hasil klien terpenuhi dengan hasil kadar hemoglobin klien
dalam batas normal (12,5 g/dl), skor resiko jatuh klien menjadi ringan skore
10 (Lampiran 4). Hasil evaluasi sesuai dengan kriteria hasil diagnosa resiko
jatuh yaitu resiko cidera akan berkurang, sebagaimana termuat dalam menjadi
orang tua: keamanan sosial dan perilaku keamanan: pencegahan jatuh.
Pencegahan resiko akan ditunjukkan dengan memantau faktor resiko,
mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko, mengubah gaya
hidup untuk mengurangi resiko (Judith, 2007: 267).
F. Keterbatasan Penulis
Pada pengkajian terhadap An.F, penulis mengalami batasan dalam
melakukan pengkajian mengenai tingkat pengetahuan keluarga terhadap
penyakit talasemia. Selanjutnya dalam pemeriksaan penunjang penulis
mengalami keterbatasan dalam mengetahui kadar darah secara lengkap
dikarenakan pemeriksaan darah pada An.F hanya difokuskan terhadap jumlah
hemoglobin pada klien. Pemantauan terhadap jumlah kadar hemoglobin pada
An.F dilakukan karena akan dilakukan tindakan tranfusi darah.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Setelah penulis melakukan tindakan pemberian terapi bermain car
track terhadap tingkat kecemasan selama menjalani perawatan pada asuhan
55
keperawatan An.F dengan talasemia mayor diruang Melati 2 RSUD
Dr.Moewardi Surakarta, maka penulis dapat menarik kesimpulan:
1. Pada pengkajian An.F dengan talasemia mayor didapatkan data bahwa
penderita sering mengalami lemah, cepat lelah, dan merasa pusing, anak
juga terlihat anemis karena kadar hemoglobin yang rendah. Saat perawatan
anak juga mengalami kegelisahan dan ketakutan terhadap tindakan
keperawatan dengan menunjukkan derajat kecemasan berat. Dengan
kelemahan, kadar hemoglobin yang rendah, serta lingkungan yang belum
dikenal baik oleh anak sering didapatkan score resiko jatuh yang berat
pada anak.
2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan talasemia
mayor adalah intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik,
kecemasan berhubungan dengan efek hospitalisasi, dan resiko jatuh
berhubungan dengan penyakit akut: talasemia mayor.
3. Pada diagnosa keperawatan yaitu pertama intoleransi aktifitas, intervensi
utama yang dilakukan adalah menormalkan kadar hemoglobin dengan
tranfusi darah, tindakan keperawatan dengan mengkolaborasikan dengan
ahli gizi untuk pemberian makanan bergizi tinggi energi. Pada diagnosa
kecemasan intervensi keperawatan yang utama adalah dengan terapi
bermain untuk menurunkan kecemasan klien. Terapi bermain yang dapat
dilakukan pada anak prasekolah salah satunya adalah dengan track car.
Untuk diagnosa resiko jatuh intervensi yang direncanakan perawat dengan
meminimalkan aktifitas anak.
56
4. Implementasi yang dilakukan perawat terhadap anak dengan talasemia
mayor sudah sesuai dengan intervensi yang dibuat perawat. Dan Terapi
bermain merupakan tindakan utama perawat untuk menurunkan
kecemasan anak saat mengalami perawatan dirumah sakit.
5. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama dua hari, evaluasi masalah
keperawatan klien sudah teratasi, tidak terjadi intoleransi aktifitas pada
klien, kecemasan klien teratasi dengan terapi bermain, tidak terjadi resiko
jatuh.
6. Pemberian terapi bermain pada anak dengan talasemia mayor sangat
efektif terhadap penurunan kecemasan pada anak saat mengalami
perawatan dirumah sakit
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan talasemia
mayor, penulis memberikan usulan dan masukan positif pada bidang
kesehatan antara lain:
1. Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit)
57
Diharapkan asuhan keperawatan pada anak saat dilakukan perawatan
dirumah sakit, tetap memperhatikan aspek psikososial anak dengan
memberikan ruang khusus untuk bermain anak.
2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat.
Diharapkan tenaga kesehatan melakukan pendekatan lebih intensif pada
anak untuk mendapatkan kepercayaan anak serta menjadikan anak
kooperatif terhadap tindakan keperawatan. Pelaksaan terapi bermain
sangat efektif dilakukan perawat untuk menurunkan tingkat kecemasan
anak.
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dapat selalu meningkatkan mutu dalam pembelajaran untuk
menghasilkan perawat-perawat yang lebih profesional, inovatif, terampil
dan lebih berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
Darmono. 2011. Toksikonologi Genetik: Pengaruh, Penyebab, dan Akibat
Terjadinya Penyakit Gangguan Keturunan. Universitas Indonesia:
Jakarta.
Davey, Patrick. 2005. At A Glance Medicine. Erlangga: Jakarta.
Delaney, Tara. 2010. 101 Permainan dan Aktivitas Untuk Anak-Anak Penderita
Autisme, Asperger, dan Gangguan Pemrosesan Sensorik. ANDI:
Yogyakarta.
Donna, Wong. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol.1. EGC: Jakarta.
Handayani, Wiwik dan Haribowo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika: Jakarta.
Hawari, Dadang. 2011. Stress Cemas Dan Depresi: Edisi 2. FKUI: Jakarta.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. EGC: Jakarta.
Hermiati, Dilfera dan Marita, Zadam. 2013. Pengaruh Terapi Bermain Terhadap
Penurunan Kecemasan Pada Anak Usia 3-5 Tahun Yang Dirawat
Diruang Edelwis RSUD Dr. M Yunus Bengkulu.
http://stikesdehasen.ac.id/downlot.php?file=16%20Dilfera.docx. Diakses
tanggal 24 April 2014.
Hidayat, A. Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan. Salemba Medika: Jakarta.
Indanah, dkk. 2010. Analisa Faktor Yang Berhubungan Dengan “Selfcare
Behavior” Pada Anak Usia Sekolah Dengan Talasemia Mayor Di
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusummo Jakarta.
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/137108-T Indanah.pdf. Diakses
tanggal 18 April 2014.
Judith, W. 2007. Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC. Jakarta: EGC.
Kimberly. 2011. Kapita Selekta Penyakit Dengan Implikasi Keperawatan. EGC:
Jakarta.
Lyen, Kennet dkk. 2003. Apa yang Ingin Anda Ketahui Tentang Merawat Balita
1-5 Tahun. Gramedia: Jakarta.
Marmy dan Kukuh Raharjo. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak
Prasekolah. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Mashudi dan Zainal. 2009. Aplications receiving a Response To Play Therapy
Invasive Action In Preschool Children. http://lib.umpo.ac.id/files/91823-
Terapi-bermain-sUGENG.pdf. Diakses tanggal 18 April 2014.
Murniasih, Erni dan Rahmawati, Andhika. 2007. Hubungan Dukungan Keluarga
Dengan Tingkat Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia
Prasekolah Di Bangsal L RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
http://poltekkes-maluku.ac.id/repository/file/144212115.pdf. Diakses
tanggal 13 Maret 2014.
Nuetral, Yuki. 2008. Thalasemia.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2063/1/08E00848.pdf.
Diakses tanggal 18 April 2014.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta.
Pohan, dkk. 2013. Efek Kelasi Ekstrak Etanol Daun Mangifera foetida pada
Feritin Serum Penderita Talasemia di RS Cipto Mangunkusumo, Tahun
2012. http://journal.ui.ac.id/index.php/eJKI/article/viewFile/1595/1342.
Diakses tanggal 14 April 2014.
Saputra, Lyndon. 2013. Sinopsis Organ Sistem Hematologi dan Onkologi.
Karisma Publising Group: Tangerang Selatan.
Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. EGC:
Jakarta.
Suryanti, dkk. 2011. Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Dan Origami Terhadap
Tingkat Kecemasan Sebagai Efek Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra
Sekolah Di RSUD dr. R. Goetheng Tarunadibrata Purbalingga.
http://digilib.ump.ac.id/download.php?id=2447. Diakses tanggal 31
Maret 2014.
Trismiati, 2004. Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria Dan Wanita
Akseptor Kontrasepsi Mantap Di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta.
http//jurnal_trismiati.pdf. Diakses tanggal 20 April 2014.
top related