glaukoma sekunder final-1
Post on 24-Jan-2016
32 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Jl. TerusanArjuna No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
PERIODE 29 JUNI – 1 AGUSTUS 2015
RS MATA DR. YAP, D.I. YOGYAKARTA
Nama : Veresa Chintya
Nim : 11-2013-215
Tanda tangan
......................................
Dr. Pembimbing / Penguji: dr. Erin Arsianti, Sp.M, M.Sc
......................................
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 59 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal pemeriksaan : 21 Juli 2015
Pemeriksa : Veresa Chintya
Moderator : dr. Erin Arsianti P, Sp.M, M. Sc
II. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
Auto anamnesis tanggal : 21 Juli 2015
Keluhan utama
Mata kanan kabur sejak 1 bulan SMRS
Keluhan tambahan
Kepala terasa pusing, mata kiri gatal
1
Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan mata kanan kabur sejak 1 bulan SMRS. Pasien
mengatakan bahwa mata kanan kabur terjadi secara bertahap sejak 4 tahun yang
lalu. 1 bulan terakhir pasien mengatakan mata kanannya semakin kabur untuk
melihat dan ia kesulitan untuk melihat sesuatu yang datang dari samping.
Pasien juga merasa pusing yang dirasakan terus menerus sejak 1 bulan terakhir.
Mata kiri pasien juga kabur dan terasa gatal di pinggir mata seperti ada kotoran.
Pasien pernah menjalani operasi katarak pada mata kiri pada tahun 2007 di RS
William Booth.
Pasien tidak merasakan adanya mual muntah dan juga tidak terdapat riwayat
trauma pada mata kanannya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-), Asma (-), Diabetes Melitus (-)
Riwayat pemakaian kacamata (-), rabun jauh/dekat (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Diabetes Melitus (-), Hipertensi (-), Asma (-)
Riwayat pemakaian kacamata (-), rabun jauh/dekat (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Tanda Vital
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Nadi : 82x/menit
Respiration rate : 20x/menit
Suhu : 36,7oC
Kepala : Normocepali, rambut hitam, distribusi merata
Telinga : Normotia, serumen (-), secret (-)
Hidung : Deviasi septum (-), secret (-)
Tenggorokkan : Tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
2
Thoraks
Jantung : BJ I-II regular, murni, gallop (-), murmur (-)
Paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Abdomen : Nyeri tekan (-), bising usus (+) normal, supel.
Ekstremitas : Akral hangat, udem -/-, CRT<2s
STATUS OPHTHALMOLOGIS
KETERANGAN (OD) (OS)
1. VISUS
Tajam Penglihatan 1/300 6/18
Axis Visus Tidak ada Tidak ada
Koreksi Tidak ada S-1.25 → 6/9
Addisi Tidak ada Tidak ada
Distansia Pupil Tidak ada Tidak ada
Kacamata lama Tidak ada Tidak ada
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Enoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Mata Baik ke semua arah Baik ke semua arah
3. SUPERSILIA
Warna Hitam, sikatrik (-) Hitam, sikatrik (-)
Simetris Simetris, Distribusi normal Simetris, Distribusi normal
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
3
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Punctum Lakrimal Normal Normal
Fisura palpebra Normal Normal
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
5. KONJUNGTIVA TARSALIS SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Kista Tidak ada Tidak ada
Folikel/Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Anemis Tidak ada Tidak ada
Kemosis Tidak ada Tidak ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi siliar Tidak ada Tidak ada
Injeksi subkonjungtiva Tidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
7. SISTEM LAKRIMALIS
Punctum lakrimalis Normal Normal
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
4
9. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes Placido Normal, Kontinu Normal, Kontinu
10. BILIK MATA DEPAN
Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndall Tidak dilakukan Tidak dilakukan
11. IRIS
Warna Coklat kehitaman Coklat Kehitaman
Kripte Baik Baik
Sinekia Tidak ada Tidak ada
12. PUPIL
Letak Di tengah Di tengah
Bentuk Bulat, regular Bulat, regular
Ukuran 2,5mm 2,5mm
Reflek cahaya langsung Positif Positif
Reflek cahaya tak langsung Positif Positif
13. LENSA
5
Kejernihan Keruh Jernih
Letak Di tengah Di tengah
Shadow test Positif Negatif
14. BADAN KACA
Kejernihan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. FUNDUS OKULI
Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rasio arteri : vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C/D ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Makula lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
16. PALPASI
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi okuli N+ perpalpasi Normal per palpasi
Tonometri non kontak 29 mmgHg 23 mmgHg
17. KAMPUS VISI
Tes konfrontasi Menyempit Normal
IV. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Gonioskopi: untuk melihat terbuka atau tertutupnya sudut iridokorneal
2. Tonometri: untuk follow up besarnya tekanan bola mata tiap harinya
3. USG biometrik untuk melihat segmen posterior.
V. RESUME
6
Pasien Ny. S usia 59 tahun mengeluhkan mata kanan kabur sejak 1 bulan
SMRS. Pasien mengeluhkan mata kanan kabur sejak 1 bulan SMRS. Pasien
mengatakan bahwa mata kanan kabur terjadi secara bertahap sejak 4 tahun yang
lalu. 1 bulan terakhir pasien mengatakan mata kanannya semakin kabur untuk
melihat dan ia kesulitan untuk melihat sesuatu yang datang dari samping.
Pasien juga merasa pusing yang dirasakan terus menerus sejak 1 bulan terakhir.
Mata kiri pasien juga kabur dan terasa gatal di pinggir mata seperti ada kotoran.
Pasien pernah menjalani operasi katarak pada mata kiri pada tahun 2007 di RS
William Booth.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
OD OS
1/300 Visus 6/18
Sentral Kedudukan Sentral
Edem (-) Palpebra superior Edem (-)
Edem (-) Palpebra inferior Edem (-)
Hiperemis (-), Sekret (-) Konjungtiva
palpebra
Hiperemis (-), Sekret (-)
Hiperemis (-), Sekret (-) Konjungtiva forniks Hiperemis (-), Sekret (-)
Hiperemis (-), Sekret (-) Konjungtiva bulbi Hiperemis (-), Sekret (-)
Jernih, Edema (-) Kornea Jernih, Edema (-)
Putih Sklera Putih
Dalam COA Dalam
Coklat kehitaman Iris Coklat kehitaman
Sentral, Refleks cahaya
(+)
Pupil Sentral, Refleks cahaya
(+)
Keruh Lensa Jernih
VI. DIAGNOSIS KERJA
OD: Glaukoma sekunder pada katarak imatur
VII. DIAGNOSIS BANDING
OD : Glaukoma fakolitik
VIII. PENATALAKSANAAN
7
1. Medika mentosa
o Timolol 0,5% 2 gtt OD 2x1/ hari
2. Non-Medika mentosa
o Edukasi : pasien wajib rutin menggunakan obat, kemudian kontrol
berikutnya ke speisalis mata
o Rencana Operasi trabekulektomi OD
IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Functionam Dubia Ad Malam Dubia
Ad Sanationam Dubia Ad Malam Dubia
Ad Vitam Dubia Ad Bonam Dubia
8
TINJAUAN PUSTAKA
GLAUKOMA SEKUNDER
Pendahuluan
Glaukoma adalah neuropati optik yang disebabkan oleh tekanan intraokular (TIO) yang
(relatif) tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapangan pandang yang khas dan atrofi papil
saraf optik. Pada keadaan ini TIO tidak harus selalu (absolut) tinggi, tetapi TIO relatif
tinggi untuk individu tersebut. Misal untuk populasi normal TIO sebesar 18mmHg masih
normal, tetapi pada individu tertentu tekanan sebesar itu sudah dapat menyebabkan
glaukoma yang disebut glaukoma normotensi atau glaukoma tekanan rendah.
Glaukoma disebut sebagai “Pencuri Penglihatan” sebab pada sebagian besar kasus
glaukoma, gejala sering tidak dirasakan oleh penderita. Pada tahap awal, kerusakan terjadi
pada tepi lapangan pandang sehingga penderita tidak menyadarinya, penderita akan merasa
terganggun jika kerusakan sudah mengenai lapangan pandang sentral dan pada saat itu
penyakit sudah terlanjur parah. Proses kerusakan saraf optik berjalan secara perlahan
sampai akhirnya terjadi kebutaan total. Akhirnya penderita menjadi benar-benar buta.
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan peringkat kedua di Indonesia setelah katarak.
Kebutaan yang terjadi pada glaukoma bersifat menetap, tidak seperti katarak yang bisa
dipulihkan dengan pembedahan. Maka hal yang penting pada terapi glaukoma adalah
deteksi sehingga tidak terjadi kerusakan saraf optik yang semakin parah. Terapi glaukoma
ialah dengan menurunkan TIO ke tingkat “aman”. Aman disini berarti mencapai TIO yang
tidak lagi merusak saraf optik. Penurunan TIO dapat dilakukan antara lain dengan cara
menurunkan produksi atau menambah pembuangan cairan akuos, atau keduanya. Pada
tekanan yang aman tersebut diharapkan tidak terjadi kerusakan saraf optik lebih lanjut
sehingga kebutaan dapat dicegah.1
Anatomi dan Fisiologi
9
a. Anatomi
Humor Akuos
Bola mata orang dewasa hampir mendekati bulat, dengan diameter anteroposterior
sekitar 24,5 mm. Bola mata terdiri dari konjungtiva, kapsula tenon, sklera dan episklera,
kornea, uvea, lensa, humor akueus, retina, dan vitreus.2
Gambar 1. Anatomi Mata
Sudut Filtrasi
Sudut filtrasi merupakan bagian yang penting dalam pengaturan cairan bilik mata.
Sudut ini terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang dibatasi oleh garis
yang menghubungkan akhir dari membran Descemet dan membran Bowman. Akhir dari
membran Descemet disebut garis Schwalbe. 2
Gambar 2. Anatomi Iris dan Pupil
10
Limbus terdiri dari 2 lapisan yaitu epitel dan stroma. Epitelnya 2 kali ketebalan epitel
kornea. Di dalam stromanya terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari arteri siliaris
anterior. 1
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekular, yang terdiri dari : 2,3
1. Trabekula korneoskleral
Serabutnya berasal dari lapisan stroma kornea dan menuju ke belakang mengelilingi
kanalis Schlemm untuk berinsersi pada sklera.
2. Trabekula uveal
Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke scleral spur (insersi
dari m.siliaris) dan sebagian ke m.siliaris meridional.
3. Serabut yang berasal dari akhir membran Descemet (garis Schwalbe)
Serabut ini menuju ke jaringan pengikat m.siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter
Ligamentum ini berasal dari dataran depan iris menuju ke depan trabekula.
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, homogen, elastis dan seluruhnya diliputi
oleh endotel. Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga bila ada
darah di dalam kanalis Schlemm, dapat terlihat dari luar.
Kanalis Schlemm merupakan kapiler yang dimodifikasi, yang mengelilingi kornea.
Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0,5 mm. Pada dinding sebelah dalam,
terdapat lubang-lubang sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanalis
Schlemm. Dari kanalis Schlemm keluar saluran kolektor, 20-30 buah, yang menuju ke
pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episklera dan vena siliaris anterior di badan
siliar. 2
Sudut kamera okuli anterior memiliki peran penting dalam drainase aqueous
humor. Sudut ini dibentuk oleh pangkal iris, bagian depan badan siliaris, taji skleral,
jalinan trabekular dan garis Schwalbe (bagian ujung membrane descement kornea yang
prominen). Lebar sudut ini berbeda pada setiap orang, dan memiliki peranan yang besar
dalam menentukan patomekanisme tipe glaukoma yang berbeda-beda. Struktur sudut ini
11
dapat dilihat dengan pemeriksaan gonioskopi. Hasilnya dibuat dalam bentuk grading, dan
sistem yang paling sering digunakan adalah sisten grading Shaffer.3
Grade Lebar sudut Konfigurasi Kesempatan
untuk
menutup
Struktur pada Gonioskopi
IV 35-45 Terbuka lebar Nihil SL, TM, SS, CBB
III 20-35 Terbuka Nihil SL, TM, SS
II 20 Sempit
(moderate)
Mungkin SL, TM
I 10 Sangat sempit Tinggi Hanya SL
0 0 Tertutup Tertutup tidak tampak struktur
Tabel 1. Sistem Grading Shaffer4
Keterangan :
SL : Schwalbe’s line, TM : trabecular meshwork, SS : scleral spur, CBB : ciliary body
band.
b. Fisiologi humor akueus (Aqueous Humour)
Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan
posterior mata, diproduksi di korpus siliaris. Volumenya sekitar 250 uL, dengan kecepatan
pembentukan sekitar 1,5-2 uL/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi dari plasma.
Komposisi mirip plasma, kecuali kandungan konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat lebih
tinggi dan protein, urea, dan glukosa lebih rendah. Setelah memasuki kamera posterior,
melalui pupil akan masuk ke kamera anterior dan kemudian ke perifer menuju sudut
kamera anterior.1,2
Jalinan/jala trabekular terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik yang
dibungkus oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori
semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui
insersinya kedalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut
sehingga kecepatan drainase humor juga meningkat. Aliran aqueous humor ke dalam
kanalis Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran transeluler siklik di
lapisan endothel. Saluran eferen dari kanalis Schlemm (sekitar 30 sluran pengumpul dan
12 vena akueus) menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil Aqueous humor
keluar dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat sela-sela sclera (aliran uveosklera). 12
Resistensi utama terhadap aliran Aqueous humor dari kamera anterior adalah lapisan
endothel saluran Schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekular di dekatnya, bukan dari
sistem pengumpul vena.
Tetapi tekanan di jaringan vena episklera menentukan besar minimum tekanan
intraokuler yang dicapai oleh terapi medis.2
Sistem aliran drainase aqueous humor, terdiri dari jalinan trabekular, kanal
Schlemm, jembatan pengumpul, vena-vena aqueous dan vena episkleral. Adapun jalinan
trabekular terdiri dari tiga bagian yakni jalinan uveal, korneoskleral, dan jukstakalanikular.
Jalinan uveal merupakan jalinan paling dalam dan meluas dari pangkal iris dan badan
siliaris sampai garis Schwalbe. Jalinan korneoskleral membentuk bagian tengah yang lebar
dan meluas dari taji skleral sampai dinding lateral sulkus skleral. Jalinan jukstakanalikular
membentuk bagian luar, dan terdiri dari lapisan jaringan konektif. Bagian ini merupakan
bagian sempit trabekular yang menghubungkan jalinan korneoskleral dengan kanal
Schlemm. Sebenarnya lapisan endotel luar jalinan jukstakanalikular berisi dinding dalam
kanal Schlemm yang berfungsi mengalirkan aqueous ke luar.3
Kanal Schlemm merupakan suatu saluran yang dilapisi endothel, tampak melingkar
pada sulkus skleral. Sel-sel endotel pada dinding dalam ireguler, berbentuk spindle, dan
terdiri dari vakuol-vakuol besar. Pada dinding bagian luar terdapat sel-sel otot datar datar
dan mempunyai pembukaan saluran pengumpul.3
Saluran pengumpul disebut juga pembuluh aqueous intraskleral, jumlahnya sekitar
25-35, meninggalkan kanal Schlemm pada sudut oblik dan berakhir di vena-vena
episkleral. Vena ini dibagi menjadi dua sistem. Sistem langsung, yakni dimana pembuluh
besar melalui jalur pendek intraskleral dan langsung ke vena episkleral. Sedangkan saluran
pengumpul yang kecil, sebelum ke vena episkleral, terlebih dahulu membentuk pleksus
intraskleral.4
Gambar 3. Sudut Iridokornea
13
Sistem drainase aqueous humor terdiri dari dua jalur, yakni jalur trabekular
(konvensional) dan jalur uveoskleral. Jalur drainase terbanyak adalah trabekular yakni
sekitar 90% sedangkan melalui jalur uveoskleral hanya sekitar 10%.
Pada jalur trabekular, aliran aqueous akan melalui kamera posterior, kamera
anterior, menuju kanal Schlemm dan berakhir pada vena episkleral. Sedangkan jalur
uveoskleral, aqueous akan masuk ke ruang suprakoroidal dan dialirkan ke vena-vena pada
badan siliaris, koroid dan sclera.3
Gambar 4. Skema sirkulasi humor akuos
Definisi Glaukoma
Glaukoma adalah neuropati optik yang disebabkan oleh tekanan intraokular (TIO) yang
(relatif) tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapangan pandang yang khas dan atrofi papil
saraf optik. Pada keadaan ini TIO tidak harus selalu (absolut) tinggi, tetapi TIO relatif
tinggi untuk individu tersebut. Misal untuk populasi normal TIO sebesar 18mmHg masih
normal, tetapi pada individu tertentu tekanan sebesar itu sudah dapat menyebabkan
glaukoma yang disebut glaukoma normotensi atau glaukoma tekanan rendah.1
Klasifikasi galukoma
Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi :
1. Glaukoma primer
14
Adalah glaukoma yang tidak diketahui pasti penyebabnya atau idiopatik. Terbagi
menjadi :
a. Glaukoma primer sudut terbuka
Glaukoma primer sudut terbuka biasanya bersifat kronik, dan tekanan intra
okularnya bisa saja normal
b. Glaukoma primer sudut tertutup
Glaukoma primer sudut tertutup dapat bersifat akut, subakut, kronik, iris plateu.
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan TIO
(Tekanan Intra Okular) tenpa adanya disfungsi trabekular Meshwork. Mekanisme
peningkatan TIO merupakan penyebab utama glaukoma sekunder. Beberapa jenis
galukoma sekunder adalah :
a. Glauoma karena lensa (lens induced glaucoma)
b. Glaukoma pada uveitis (uveitic glaucoma)
c. Glaukoma pasca trauma (traumatic glaucoma)
d. Glaukoma karena steroid (corticosteroid induced glaucoma)
3. Glaukoma kongenital
4. Glaukoma absolut
Glaukoma stadium terakhir dimana sudah terjadi kebutaan total.
Glaukoma karena lensa (Lens induced glaucoma)
Glaukoma karena lensa terbagi atas 4 yaitu :
Glaukoma fakolitik
Glaukoma sekunder sudut terbuka yang terjadi pada katarak matur dan hipermatur.
Glaukoma fakolitik terjadi akibat adanya kebocoran besar protein lensa pada humor
aquous melalui mikro defek pada kapsul anterior maupun poterior lensa sehingga
menimbulkan sumbatan pada outflow aquous. Pasien dengan glaukoma fakolitik
ditandai dengan peningkatan TIO mendadak, injeksi konjungtiva, dan episklera,
yang disertai dengan rasa sakit. Pada pemeriksaan slit lamp tampak adanya edema
kornea, flare, serta partikel refringen pada kamera anterior. Terjadinya unilateral,
serta ada riwayat penurunan ketajamam penglihatan karena katarak.
Glaukoma karena partikel lensa
Glaukoma sekunder sudut terbuka yang terjadi akibat adanya robekan pada kapsul
lensa yang diikuti keluarnya material korteks lensa atau material kapsul sehingga 15
terjadi penutupan outflow trabekular. Material lensa dapat masuk ke kamera okuli
anterior, oleh karena sisa masa lensa setelah operasi katarak, trauma tembus, YAG
laser kapsulotomi posterior. Pada pemeriksaan slit lamp tampak ada material
korteks lensa pada humour aquous dan endotel kornea, edema kornea. Kenaikan
TIO terjadi karena adanya obstruksi mekanik yang sering disertai dengan proses
peradangan. Penatalaksanaan dengan menurunkan TIO dan pemberian anti
inflamasi. Apabila dengan medikamentosa tidak ada respon, maka tindakan bedah
dilakukan untuk mengeluarkan material lensa.
Glaukoma fakoanafilaksis
Merupakan peradangan granulomatosa sebagai respon sekunder dari adanya
material lensa setelah operasi katarak atau trauma tembus. Gambaran klinik yang
khas adalah adanya uveitis anterior unilateral yang terjadi beberapa hari atau bulan
setelah trauma atau operasi. Peningkatan TIO terjadi akibat adanya obstruksi
outflow humor aquous, inflamasi trabekulitis, atauu peripheral sinekia. Terapi
medika mentosa dengan anti inflamasi dena penurunan TIO, apabila tidak ada
perbaikan maka seluruh material partikel lensa harus dikeluarkan untuk
menghentikan respon anafilaktik.
Glaukoma fakomorfik
Glaukoma sekunder sudut tertutup akibat pencembungan lensa yang menimbulkan
blok pupil relatif dan mendorong iris ke depan sehingga kamera okuli anterior
menjadi dangkal. Kedua mekanisme tersebut mengakibatkan pendangkalan kamera
okuli anterior, dan peningkatan TIO. Gambaran klinik yang khas pada kasus ini
adalah adanya katarak unilateral, dengan kamera okuli anterior yang dalam pada
mata kontralateral. Penatalaksanaan pilihan pada kasus ini adalah ekstraksi katarak
apabila tidak terdapat anterior peripheral sinekia yang luas, dapat menurunkan TIO
yang bermakna.
Epidemiologi
Hampir 60 juta orang terkena glaucoma. Diperkirakan 3 juta penduduk Amerika Serikat
terkena glaukoma, dan diatara kasus kasus tersebut, sekitar 50% tidak terdiagnosis. Sekitar
6 juta orang mengalami kebutaan akibat glaukoma, termasuk 100.000 penduduk Amerika,
menjadikan penyakit ini sebagai penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah di Amerika
Serikat. Glaukoma sudut terbuka primer, bentuk tersering pada ras kulit hitam dan putih,
menyebabkan penyempitan lapangan pandang bilateral progresif asimptomatik yang timbul 16
perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi penyempitan lapangan pandang yang
luas. Ras kulit hitam memiliki risiko yang lebih besar mengalami onset dini, keterlambatan
diagnosis, dan penurunan penglihatan yang berat dibandingkan ras kulit putih. Glaukoma
sudut tertutup di dapatkan pada 10-15% kasus ras kulit putih. Persentase ini jauh lebih
tinggi pada orang asia dan suku inuit. Glaukoma sudut tertutup primer berperan pada lebih
dari 90% kebutaan bilateral akibat glaukoma di China. Glaukoma tekanan normal
merupakan tipe yang paling sering di Jepang.
Faktor Resiko
Pada POAG terdapat beberapa faktor resiko, diantaranya;
1. TIO yang tinggi
2. Umur umur 80 tahun keatas 10 kali lebih tinggi dari pada umur 40 tahun
3. Riwayat kelurga
4. Ras
5. Miopia resiko untuk menderita POAG 1,5 – 3 kali lebih besar dari pada orang
normal
6. Faktor resiko yang lain; gangguan kardiovaskular, diabetes melitus.1
Diagnosis
Diagnosis penyakit ini ditegakkan berdasarkan hasil yang didapat dari anamnesis dan
pemeriksaan ofthamologi.
Anamnesis
Masalah utama dalam mendeteksi glaukoma sudut terbuka primer adalah tidak
adanya gejala sampai stadium akhir. Mulai timbulnya gejala glaukoma primer sudut
terbuka agak lambat yang kadang-kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya
berlanjut dengan kebutaan. Sewaktu pasien menyadari ada pengecilan lapangan pandang,
biasanya telah terjadi pencekungan glaukomatosa yang bermakna. Mata tidak merah atau
tidak terdapat keluhan, yang mengakibatkan terdapat gangguan susunan anatomis dan
fungsi tanpa disadari oleh penderita.2
Pada glaukoma sudut terbuka, kerusakan lapangan pandang mata dimulai dari tepi
lapangan pandang dan lambat laun meluas ke bagian tengah. Dengan demikian penglihatan
17
sentral (fungsi macula) bertahan lama, walaupun penglihatan perifer sudah tidak ada
sehingga penderita tersebut seolah-olah melihat melalui teropong (tunnel vision).
Diduga glaukoma primer sudut terbuka diturunkan secara dominan atau resesif
pada 50% penderita sehingga riwayat keluarga juga penting diketahui dalam menggali
riwayat penyakit.2,7
Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik Mata
1. Pemeriksaan tajam penglihatan (pemeriksaan visus satu mata)
Pada pemeriksaan tajam penglihatan dipakai kartu baku atau standar, misalnya kartu baca
Snellen yang setiap hurufnya membentuk sudut 5 menit pada jarak tertentu sehingga huruf
pada baris tanda 60, berarti huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada jarak 60 meter;
dan pada baris tanda 30, berarti huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada jarak 30
meter. Huruf pada baris tanda 6 adalah huruf yang membentuk sudut 5 menit pada jarak 6
meter, sehingga huruf ini pada orang normal akan dapat dilihat dengan jelas.
Dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang berarti
hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat
dinyatakan tajam penglihatan pasien yang lebih buruk daripada 1/60.
Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila
mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam
penglihatannya adalah 1/300. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar
saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam
penglihatan 1/-. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga. Bila
penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannya
adalah 0 (nol) atau buta total. Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang
akibat kelainan refraksi, maka dilakukan uji pinhole. Bila dengan pinhole penglihatan lebih
baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan kacamata.
Bila penglihatan berkurang dengan diletakkannya pinhole di depan mata berarti ada
kelainan organik atau kekeruhan media penglihatan yang mengakibatkan penglihatan
menurun.6
2. Pemeriksaan lapang pandang
Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur berperan penting dalam diagnosis dan
tindak lanjut glaukoma. Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak.
18
spesifik karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai
pada semua penyakit nervus opticus; namun, pola kelainan lapangan pandang, sifat
progresivitas, dan hubungannya dengan kelainan-kelainan diskus optikus merupakan ciri
khas penyakit ini.2,4 Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai
300 lapangan pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya
bintik buta.
Daerah-daerah penurunan lapangan pandang yang lebih parah di dalam daerah
Bjerrum dikenal sebagai skotoma Seidel. Lapangan pandang perifer ternporal dan 50-100
sentral baru terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Ketajaman penglihatan sentral
bukan merupakan petunjuk perkembangan penyakit yang dapat diandalkan.7
Salah satu cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma dengan baik
adalah dengan perimeter. Alat ini berbentuk setengah bola dengan jari-jari 30 cm, dan pada
pusat parabola ini mata penderita diletakkan untuk diperiksa. Mata berfiksasi pada bagan
sentral parabola perimeter. Obyek digeser perlahan-lahan dari tepi ke arah titik tengah.
Dicari batas-batas pada seluruh lapangan pada saat mana benda mulai terlihat.5
Batas lapang pandangan perifer 90 derajat temporal, 70 derajat inferior, 60 derajat
nasal, dan 50 derajat superior. Dikenal perimetri:
- Perimeter kinetik yang disebutjuga perimeter isoptik dan topografik, dimana
pemeriksaan dilakukan dengan objek digerakkan dari daerah tidak terlihat menjadi
terlihat oleh pasien.
- Perimeter statik atau perimeter profil dan perimeter curve differential threshold, di
mana pemeriksaan dengan tidak menggerak-kan objek akan tetapi dengan menaikkan
intensitas objek sehingga terlihat oleh pasien.5,7
3. Slit-lamp biomikroskopi
Pada pasien dengan dugaan kuat glaukoma, secara umum dapat ditemukan tanda-
tanda berikut;
- Hiperemis siliar karena injeksi limbal dan pembuluh darah konjungtiva.
- Edema kornea dengan vesikel epitelial dan penebalan struma.
- Bilik mata depan dangkai dengan kontak indokorneal perifer
- Flare dan sei akuos dapat diiihat seteiah edem kornea dapat dikurangi.
- Pupil oval vertikal, tetap pada posisi semi-dilatasi dan tidak ada reaksi terhadap cahaya
dan akomodasi.
- Dilatasi pembuluh darah iris.
19
- Tekanan intraocular sangat meningkat (50-100 mmHg)8
4. Tonometri
Tonometri adalah suatu tindakan untuk melakukan pemeriksaan tekanan intraokular
dengan alat yang disebut tonometer. Ketebalan kornea berpengaruh terhadap keakuratan
pengukuran. Tekanan intraokular mata yang korneanya tebal, akan ditaksir terlalu tinggi
yang korneanya tipis, ditaksir terlalu rendah. Kesulitan ini dapat diatasi dengan tonometer
kontur dinamik Pascal.. Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mm Hg.1,5
Pada usia lanjut, rerata tekanan intraokularnya lebih tinggi sehingga batas atasnya
adalah 24 mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka primer, 32-50% individu yang terkena
akan mem-perlihatkan tekanan intraokuiar yang normal saat pertama kali diperiksa.
Sebaliknya, peningkatan tekanan intraokular semata tidak selalu diartikan bahwa pasien
me
ngidap glaukoma sudut terbuka primer; untuk menegakkan diagnosis diperlukan
bukh-bukti lain seperti adanya diskus optikus glaukomatosa atau kelainan lapangan
pandang. Apabila tekanan intraokuiar terus-menerus meninggi sementara diskus optikus
dan lapangan pandang normal (hipertensi okular), pasien dapat diobservasi secara berkala
sebagai tersangka glaukoma.1
Cara mengukur tekanan bola mata tersebut dikenal ada 4 macam, antara lain
yaitu:
a. Tonometer digital
Dasar pemeriksaannya adalah dengan merasakan reaksi lenturan bola mata bola
(balotement) dilakukan penekanan bergantian dengan kedua jari tangan. Tekanan bola
mata dengan cara digital dinyatakan dengan tanda 1, N+2, N+3, dan sebaliknya N -1
dan seterusnya. Dengan cara ini pemeriksaan adalah sangat subjektif dan memerlu-an
pengalaman yang banyak, sehingga kurang dapat dipercaya.5
b. Tonometer Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan alat yang praktis sederhana. Pengukuran tekanan
bola mata dinilai secara tidak langsung yaitu dengan teknik melihat daya tekan alat
pada komea. Bila suatu beban tertentu memberikan kecekungan pada komea maka akan
terlihat perubahan pada skala schiotz. Makin rendah tekanan bola maata makin mudah
20
bola mata ditekan, yahg.pada skala akan terlihat angka skala yang lebih besar. Hal ini
juga berlaku sebaliknya.5
c. Tonometer aplanasi goldman
Alat ini mengukur tekanan bola mata dengan memberikan tekanan yang akan
membuat rata permukaan kornea dalam ukuran tertentu dan kecil. Alat ini sangat baik
karena membuat sedikit sekali perubahan pada permukaan kornea atau bungkus bola
mata. Alat ini merupakan alat yang paling sering digunakan.5,8
d. Tonografi
Dengan tonografi diukur derajat penurunan tekanan bola mata bila diberikan
tekanan dengan tonometer indentasi (seperti schiotz). Alat ini jarang digunakan dan
dipergunakan hanya untuk kasus glaukoma yang ragu-ragu.2
5. Gonioskopi
Sudut bilik mata depan dibentuk oleh pertemuan kornea perifer dengan iris, yang di
antaranya terdapat anyaman trabekular. Konfigurasi .sudut ini yakni lebar (terbuka),
sempit, atau tertutup memberi dampak penting pada aliran keluar aqueous humor. sudut
bilik mata depan sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi, yang memungkinkan visualisasi
langsung struktur-struktur sudut. Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera, dan
processus iris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau
sebagian kecil dari anyaman trabekular yang dapat terlihat, sudut dinyatakan sempit.
Apabila garis Schwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup.1
Hal yang tidak kalah penting yaitu melakukan pemeriksaan mata kontra-lateral, yang
biasanya ditemukan gambaran sudut tertutup laten. Dimana mata yang mengalami
glaukoma akut menunjukkan adanya kontak perifer irido-korneal komplit.8
Mata miopia yang besar memiliki sudut lebar, dan mata hiperopia kecil memiliki
sudut sempit. Pembesaran lensa seiring dengan usia mempersempit sudut ini dan berperan
pada beberapa kasus glaukoma sudut tertutup.1
Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (gonio-lens) di dataran
depan kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat dipergunakan untuk
melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat.5
6. Penilaian Diskus Optikus
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya (depresi sentral) cawan
fisiologik yang ukurannya tergantung pada jumlah relatif serat penyusun nervus opticus
terhadap ukuran lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut.
21
Atrofi optikus akibat glaukoma menimbulkan kelainan-kelainan diskus khas yang
terutama ditandai oleh berkurangnya substansi diskus yang terdeteksi sebagai pembesaran
cawan diskus optikus, disertai dengan pemucatan diskus di daerah cawan. Bentuk-bentuk
lain atrofi optikus menyebabkan pemucatan luas tanpa peningkatan pencekungan diskus
optikus.
Pada glaukoma, mungkin terdapat pembesaran konsentrik cawan optik atau
pencekungan (cupping) superior dan inferior dan disertai pembentukan takik (notching)
fokal di tepi diskus optikus.5
Kelainan optik-disk dapat dievaiuasi dengan menggunakan oftaimoskop direk, slit-
lamp biomikroskopi yang menggunakan lensa +90 Dioptri, Hruby lens, atau lensa kontak
Goldmann dan oftaimoskop indirek. Gambaran fundus pada glaukoma akut sering
ditemukan optic disk edema dan hiperemis.8
Uji Lain Pada Glaukoma
1. Uji Kopi
Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bolt mata naik 15-20
mmHg sesudah minum 20-40 menit menunjukkan adanya glaukoma.5
2. Uji Minum Air
Minum air banyak akan mengakibatkan turunnya tekanan osmotlk sehingga air
akan banyak masuk ke dalam bola mata, yang akan menaikkan tekanan bola mata.
Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian pasien disuruh minum
dengan cepat 1 liter air. Tekanan bola mata di ukur setiap 15 menit. Bila tekanan bola mata
naik 8-15 mmHg dalam waktu 45 menit pertama menunjukkan pasien menderita
glaukoma, Biasanya bersamaan dengan naiknya tekanan bola mata akan terjadi
pengurangan outflow of facility.5
3. Uji Steroid (merupakan uji untuk glaukoma herediter)
Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat glaukoma
simpleks pada keluarga, diteteskan betametason atau (deksametason 0.1% 3-4 kali sehari.
22
Tekanan bola mata diperiksa setiap minggu. Pada pasien berbakat glaukoma maka tekanan
bola mata akan naik setelah 2 minggu.5
4. Uji Variasi Diurnal
Pemeriksaan ini dilakukan karena diketahui tekanan bola mata bersifat intermiten
atau bervariasi dari waktu ke waktu. Perubahan tekanan ini akan lebih jelas pada mata
dengan gangguan outflow of facility. Tekanan bola mata dapat normal pada waktu
dilakukan pemeriksaan sedang penderita saat itu menderita glaukoma. Pemeriksaan
dilakukan untuk mengetahui apakah tekanan bola mata penderita meninggi pada satu saat
dalam satu hari yang menimbulkan gejala glaukomanya.
Pemeriksaan dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam sehari penuh, selama 3 hari.
Biasanya pasien dirawat. Nilai variasi harian pada mata normal adalah antara 2-3 mmHg,
sedang pada mata glaukoma sudut terbuka variasi dapat mencapai 15- 20 mmHg.
Perubahan 4-5 mmHg sudah dicurigai keadaan patologik.
Biasanya tekanan bola mata naik di pagi hari. Bila terdapat perbedaan antara kedua
mata akan menambah kecurigaan. Turunnya tekanan bola mata waktu pagi hari dapat
disebabkan kontraksi otot dan akomodasi. Tekanan bola mata terendah biasanya pada
malam hari.5
5. Uji Kamar Gelap
Bila pasien dengan sudut tertutup berada di kamar gelap atau terdapat midriasis pada
pupilnya maka akan terjadi penutupan sudut bilik mata. Pada uji ini di lakukan pengukuran
tekanan bola mata dan kemudian pasien dimasukkan ke dalam kamar gelap dan duduk
dengan kepala terletak dengan muka menghadap meja selama 60-90 menit. Pada akhir 90
menit tekanan bola mata diukur. 55% pasien glaukoma sudut sempit akan menunjukkan
hasil yang positif atau naik tekanan bola mata setelah masuk kamar gelap 8 mmHg. Pada
saat pemeriksaan ini pasien tidak boleh tidur, pada akhir pemeriksaan dilakukan
pemeriksaan ulang keadaan sudut bilik mata atau gonioskopi. 5
b. Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi
Ultrasonografi digunakan secara luas dalam bidang oftalmologi untuk menyediakan
informasi tentang vitreous, retina, dan lapisan posterior mata, terutama bila tidak dapat
23
divisualisasi dengan jelas (jika, sebagai contoh, terdapat katarak padat atau pendarahan
vitreous). 7
2. Keratometri
Bentuk kornea (radius kelengkungan) dapat diukur dari bayangan target yang
direfleksikan dari permukaannya. Hal ini penting dalam penilaian lensa kontak,
pembedahan refraktif, dan perhitungan kekuatan implan lensa artifisial pada pembedahan
katarak. Teknik fotokeratometri memungkinkan dilakukannya pemetaan kontur kornea
yang sangat akurat. 7
3. Teknik Pencitraan Radiologi
CT scan dan MRI telah banyak menggantikan rontgen tengkorak dan orbita dalam
pencitraan orbita dan jalur visual. Teknik diagnostik terbaru telah meningkatkan diagnosis
penyakit orbita (misal meningioma selubung saraf optik) dan lesi jalur visual seperti tumor
hipofisis. Teknik-teknik tersebut juga telah menjadi pemeriksaan lini pertama pada trauma
orbita.7
4. Teknik Pencitraan Digital dan Pemindaian (Scan) Laser
Teknik baru pencitraan retina sedang dikembangkan untuk memperbaiki kualitas
gambar retina dan lempeng optik dan untuk mendapatkan penilaian kuantitatif beberapa
hal seperti area lempeng optik dan mangkuk optik (Bab 10). Teknik-teknik ini akan
membantu penilaian pasien dengan penyakit kronis seperti glaukoma dan diabetes di mana
tatalaksana membutuhkan penilaian perubahan pada lempeng maupun retina yang akurat.7
Etiologi
Glaukoma terjadi apabila terdapat ketidakseimbangan antara pembentukan dan
pengaliran humor akueus. Pada sebagian besar kasus, tidak terdapat penyakit mata lain
(glaukoma primer). Sedangkan pada kasus lainnya, peningkatan tekanan intraokular, terjadi
sebagai manifestasi penyakit mata lain (glaukoma sekunder).3,5
Patofisiologi
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik (neuropati optik) yang
biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil saraf optik. Iskemia
tersendiri pada papil saraf optik juga penting. Hilangnya akson menyebabkan defek
lapangan pandang dan hilangnya ketajaman penglihatan jika lapangan pandang sentral
terkena.1,2,10
24
Ada dua teori utama mengenai mekanisme kerusakan serabut saraf oleh
peningkatan tekanan intraokular yaitu teori mekanik dan teori vaskular : 7,9
Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan kerusakan mekanik pada akson
saraf optik dan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina, iris dan
korpus siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi
hialin sehingga terjadi penurunan penglihatan.
Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan iskemia akson saraf akibat
berkurangnya aliran darah pada papil saraf optik. Diskus optikus menjadi atrofi
disertai pembesaran cekungan optikus.
Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah proses
degeneratif di jaringan trabekular berupa penebalan lamella trabekula yang mengurangi
ukuran pori dan berkurangnya jumlah sel trabekula pembatas. Juga termasuk pengendapan
bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Hal ini
berbeda dengan proses penuaan normal. Akibatnya adalah penurunan drainase humor
akueous yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.2,7
Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf
optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada papil saraf
optik. 5
Manifestasi Klinis
Gejalanya tidak ada atau sangat ringam, biasanya keluhannya hanya rasa tidak
nyaman atau pegal di mata: penglihatan tetap jelas pada fase awal; karena penglihatan
sentral belum terlibat. Selanjutnya lapangan pandang mulai menyempit. Gejala lain adalah
kesulitan berjalan, misalnya sering tersandung kalau naik-turun tangga atau tidak tahu
benda disampingnya karena hilangnya lapang pandang perifer.
Pemeriksaan pada mata didapatkan mata tampak normal, konjungtiva tidak merah,
kornea jernih, bilik mata depan dalam, dan pupil normal. funduskopi menunjukan atrofi
papil saraf optik (C/D 0,6). Semakin luas lekukan (semakin besar rasio C/D), menandakan
atrofi semakin parah. Dapat ditemukan tanda-tanda papil glaukomatosa yang lain yaitu
lamina kribosa nampak jelas, atrofi retina peripapil, gambaran bayonet, nasalisasi
pembuluh darah dan penipisan bingkai saraf optik. Tekanan intraokular lebih dari 21
mmHg.
Pada pemeriksaan neurooftalmologis menggunakan menggunakan perimeter 25
menunjukkan adanya kelainan lapang pandang dan atau skotoma yang khas yaitu skotoma
di daerah Bjerrum, defek arkuata, nasal step dan pinhole vision pada fase akhir.1
Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi glaukoma dibagi menjadi terapi medikamentosa dan operatif.
Tujuannya untuk menurunkan TIO sehingga aman bagi penderita. Masing masing individu
mempunyai ambang toleransi TIO yang berbeda beda. Target penurunan TIO pada
glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sekunder adalah dibawah 22 mmHg, sedangkan
untuk glaukoma primer sudut terbuka biasanya 20-60% dari TIO awal. Suatu tekanan
sebesar ”X” mmHg dapat disebut sudah aman bagi suatu individu jika tidak terjadi
progresifitas kerusakan saraf optik, hal ini dapat diketahui dengan cara melakukan evaluasi
papil saraf optik tiap 3 bulan dan pemeriksaan lapang pandangan setiap 6 bulan. Kalau
sudah stabil, artinya tidak progresif berarti TIO sebesar ”X” mmHg aman bagi individu
tersebut.
Terapi glaukoma selalu memegang prinsip prinsip tertentu. Pertama, semakin tinggi TIO,
semakin besar risiko kerusakannya. Kedua, terdapat faktor lain selain TIO dalam
glaukoma. Misalnya pada penderita hipertensi, hipotensi, atau DM, aliran darahnya buruk
sehingga mudah terjadi kerusakan saraf optik. Ketiga, perlu follow-up terus menerus.
Keempat, pertimbangkan efek samping dan biaya, karena terapi untuk glaukoma bersifat
jangka panjang, bahkan seumur hidup. Kelima, pertahankan penglihatan yang baik dengan
efek samping minimal dan biaya ringan.
Cara penurunan TIO ialah dengan menurunkan produksi humor akuos oleh badan siliar
atau menambah pembuangan cairan akuos melalui trabekulum meshwork dan uveosklera.
Pembagian obat obat glaukoma :
1. Obat topikal
a. golongan kolinergik : pilokarpin, karbakhol
b. golongan agonis adrenergik : epinefrin, dipivefrin, brimonidin, apraklonidin
c. golongan penyekat reseptor beta / beta-blockers : timolol, carteolol, betaxolol,
levobunolol, metoprolol
d. golongan analog prostaglandin : latanoprost, travoprost, bimatoprost, unoprostone
e. golongan inhibitor karbonik anhidrase topikal : dorzolamid, brinzolamid
2. Obat sistemik
a. Golongan inhibitor karbonik anhidrase : acetazolamid, brinzolamid
b. Zat hierosmotik : manitol, gliserin, urea
26
BEDAH GLAUKOMA
Iridektomi atau iridotomi perifer
Iridektomi atau iridotomi perifera adalah tindakan bedah dengan membuat lubang pada iris
untuk mengalirkan cairan akuous langsung dari bilik belakang ke bilik depan mata
mencegah tertutupnya trabekulum pada blok pupil dan juga dapat mencegah timbulnya
blok pupil relative pada pasien yang memiliki bilik depan mata yang dangkal. Iridektomi
perifer dilakukan dengan cara menggunting iris bagian perifer sedangkan iridotomi perifer
yaitu melubangi iris dengan menggunakan laser ND-Yag dengan panjang gelombang 1064
nanometer atau laser Argon. Laser iridotomi dilakukan pada pasien yang memiliki sudut
iridokornea yang sempit dan terancam dilakukan pada pasien yang memiliki sudut
iridokornea yang sempit dan terancam tertutup, glaukoma sudut tertutup akut beserta mata
satunya, iris bombe, blok pupil pada afakia dan pseudofakia, nanoftalmos dan glaukoma
fakomorfik. Laser iridotomi tidak dapat dilakukan pada kornea yang keruh, pupil dilatasi,
bilik mata depan sangat dangkal, inflamasi akut, rubeosis iridis. Bila terdapat kondisi
seperti diatas maka dilakukan operasi iridektomi perifer. Untuk menghindari kenaikan
tekanan intraokular mendadak post laser dapat diberikan brimonidin, sedangkan steroid
dapat diberikan untuk mengatasi inflamasi setelah laser. Komplikasi yang dapat terjadi
setelah laser antara lain meningkatnya tekanan intra ocular, rusaknya kornea, iritis, hifema,
katarak, gangguan penglihatan, retina terbakar, glaukoma maligna, sinekia posterior
Gonioplasti atau iridoplasti laser
Teknik laser ini digunakan pada pasien penderita glaukoma sudut tertutup dengan tujuan
memperdalam sudut iridokornea, misal iris plateau atau nanoftalmus. Laser digunakan
pada stroma iris sehingga terjadi konstriksi yang akan menarik iris perifer menjadi lebih
datar dan sudut iridokornea terbuka. Tindakan ini memiliki kontraindikasi dan komplikasi
yang sama dengan laser iridotomi. Laser yang digunakan pada iridoplasti ini adalah laser
Argon dengan besar spot 200-500µm, dengan durasi 0.1-0.5 detik dan power 200-500mV.
Dapat juga menggunakan laser ND-Yag dengan panjang gelombang 532 nanometer.
Trabekuloplasti laser
Trabekuloplasti laser dikerjakan untuk membuat sikatriks di trabekulum. Sikatriks sifatnya
membuat tarikan, diharapkan bagian yang tidak terkena laser tidak terjadi sikatriks akan
tertarik sehingga celah trabekulum melebar. Tindakan laser ini dilakukan pada pasien
dengan glaukoma sudut terbuka yang sudah tidak toleran atau tidak patuh menggunakan
obat obatan anti glaukoma. Trabekuloplasti laser tidak dapat dikerjakan pada pasien
dengan inflamasi, sindrom iridokornea endotelial (ICE), glaukoma neovaskular, glaukoma
27
sudut tertutup. Laser yang digunakan adalah laser argon dengan besar spot 50µm, durasi
0.1 detik, power 300-1000mW, dilakukan pada daerah trabekulum meshwork ± 180o
dengan menggunakan geniolens. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain inflamasi,
dispersi pigmen, peningkatan tekanan intra okular, sinekia anterior perifer.
Trabekulektomi
Trabekulektomi adalah suatu prosedur operasi yang bertujuan membuat saluran atau
lubang yang menghubungkan bilik depan mata dengan daerah subkonjungtiva atau
subtenon, sehingga pada kondisi ini cairan akuos dapat mengalir langsung dari bilik mata
belakang ke bilik depan mata dan langsung masuk ke dalam subkonjungtiva melalui partial
thickness flap sclera sehingga tekanan intraokular turun. Prosedur ini dapat merupakan
terapi pertama tetapi dapat juga dilakukan setelah tekanan intraokular pasien tidak dapat
dikendalikan dengan obat obatan, pasien tidak toleran terhadap obat obatan anti glaukoma,
visus terus menurun dan lapang pandangan terus memburuk walaupun terapi sudah
maksimal diberikan serta kepatuhan pasien yang buruk. Tindakan ini dapat dilakukan pada
pasien glaukoma sudut terbuka primer atau sekunder, glaukoma sudut tertutup primer atau
sekunder. Prosedur trabekulektomi ini tidak dianjurkan untuk mata yang sudah buta karena
akan beresiko untuk menimbulkan oftalmia simpatika pada mata sebelahnya atau pada
glaukoma neovaskular karena risiko kegagalan yang sangat tinggi. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain infeksi, hipotoni, bilik mata depan lenyap, glaukoma maligna, hifema,
katarak, udem makula kistoid, hipotoni makulopati, efusi koroid, perdarahan suprakoroid,
uveitis, visus turun, blebitis, endoftalmitis.
Goniotomi
Operasi goniotomi ini merupakan salah satu terapi pilihan untuk glaukoma kongenital atau
infantil baik yang primer maupun sekunder seperti pada aniridia kongenital, iritis anterior
kronis, glaukoma juvenilis, dan sindrom Sturge-Weber. Prosedur ini hanya bisa dilakukan
bila kornea masih jernih dan tidak dapat dilakukan bila kesehatan bayi tidak stabil, bayi
dengan multipel anomali atau terdapat kelainan bentuk bola mata yang signifikan. Prinsip
dari goniotomi ini adalah membuat irisan pada permukaan depan trabekulum meshwork
menggunakan jarum dengan bantuan lensa gonioskop sehingga trabekulum terbuka,
akibatnya cairan akuos langsung masuk ke kanalis Schlemm. Komplikasi tindakan ini
antara lain hifema, uveitis, endoftalmitis, kerusakan pada membran descement atau pada
lensa.
Trabekulotomi
28
Prosedur operasi ini juga merupakan terapi untuk glaukoma kongenital atau infantil seperti
goniotomi, tetapi trabekulotomi dapat dilakukan pada kornea yang keruh. Indikasi maupun
komplikasi operasi sama dengan goniotomi. Operasi trabekulotomi ini menggunakan
trabekulotome dari Harms atau McPherson yang dimasukkan melalui kanalis Schlemm
dari luar dibawah flap sclera kemudian trabekulotom diputar 90 ke arah sentral kornea
sehingga trabekulum meshwork terlepas
Implan drainase pada glaukoma
Pada kasus kasus tertentu angka keberhasilan operasi trabekulektomi akan sangat menurun
terutama pada kasus glaukoma neovaskular, glaukoma karena uveitis atau sindroma ICE,
hal ini paling sering disebabkan timbulnya jaringan sikatrik pada jaringan konjungtiva atau
tertutupnya lubang sklerotomi setelah dilakukan trabekulektomi. Untuk mengatasi keadaan
ini diperlukan implan drainase yang dapat mempertahankan fungsi bleb konjungtiva yang
diperlukan untuk mengendalikan tekanan intra okular.
Pada saat ini telah banyak terjadi tube shunt yang berfungsi sebagai pipa penghubung
antara bilik mata depan dengan ruang subkonjungtiva, selain itu terdapat implan tube shunt
yang dilengkapi dengan reservoir yang dipasang di ruang subkonjungtiva. Pada
pemasangan implan lubang sklerotomi akan permanen dan akan tetap paten dengan adanya
reservoir dari tube shunt tersebut. Terdapat berbagai macam dan jenis glaukoma drainase
implant antara lain implan Molteno, implan Baerverlt, implant White pump shunt, implan
Shocket band, implan Ahmed valve, implan optimett, implan joseph valve, implan Krupin
valve with disc. Indikasi utama untuk pemasangan implan drainase ini adalah glaukoma
pada anak, glaukoma neovaskular, glaukoma pseudofakia dan sindrom ICE dimana visus
pasien masih ada. Komplikasi yang mungkin terjadi setelah pemasangan drainase ini antara
lain hipotoni, bilik mata depan lenyap, sumbatan pada tuba, sentuhan tuba pada kornea
atau iris yang menyebabkan kerusakan, erosi atau lepasnya implan dari tempatnya,
diplopia, dekompensasi lensa.
Perusakan badan siliar (siklodekstruksi)
Metode terapi glaukoma ini ditujukan untuk mengurangi produksi cairan akuos dengan
cara menghancurkan badan siliar yang memproduksi cairan akuos. Siklodestruksi
diindikasikan untuk glaukoma neovaskular, glaukoma pada afakia, glaukoma setelah
operasi retina atau setelah operasi keratoplasti tembus, glaukoma pada mata yang
mengalami sikatrik konjungtiva. Siklodestruksi ini tidak boleh dikerjakan pada mata yang
masih memiliki visus yang baik karena akan menyebabkan trurun atau hilangnya
ketajaman penglihatan. Terdapat berbagai cara cyclodestruksi antara lain
29
Cyclocryotherapy, transscleral ND-Yag dan transscleral diode laser cyclophotogoagulation.
Komplikasi yang dapat terjadi setelah tindakan siklodestruksi ini antara lain hipotoni yang
berkepanjangan, sakit, inflamasi, udem makular kistoid, perdarahan dan yang paling buruk
adalah mata mengempis atau ptisis bulbi
Non-penetrating glaucoma surgery
Operasi ini termasuk dalam operasi filtrasi, tetapi tidak dilakukan penembusan ke bilik
mata depan, yang termasuk dalam operasi ini adalah sinusotomy, nonpenetrating
trabeculectomy, deep sclerectomy, viscocanalostomy. Pada sinusotomy sebagian kecil
sklera diambil untuk membuka sebagian dari kanalis Schlemm. Non penetrating
trabekulectomy dilakukan seperti trabekulektomi biasa tetapi meninggalkan trabekulum
meshwork tetap utuh. Pada deep sclerectomy dibuat jendela pada membrana descemet
setelah dilakukan sklerektomi. Pada viscocanalostomy seperti deep sklerectomy, tetapi
dilakukan pelebaran kanalis schlemm dengan cairan viskoelastis. Komplikasi yang terjadi
setelah operasi operasi tersebut lebih sedikit, tetapi kurang efektif dalam menurunkan
tekanan intraokular dibandingkan dengan trabekulektomi biasa.
Komplikasi
Kontrol tekanan intraokular yang jelek akan menyebabkan semakin rusaknya nervus optik
dan semakin menurunnya visus sampai terjadi kebutaan.9
Prognosis
Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik
secara medis. Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang secara
perlahan sehingga akhirnya menimbulkan kebutaan total. Apabila obat tetes antiglaukoma
dapat mengontrol tekanan intaokular pada mata yang belum mengalami kerusakan
glaumatosa luas, prognosis akan baik (walaupun penurunan lapangan pandang dapat terus
berlanjut).2,9
Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus, pengecilan lapangan pandang; biasanya disertai
peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma primer sudut terbuka merupakan bentuk yang
tersering, bersifat kronik dan bersifat progressive. Etiologi glaucoma primer sudut terbuka
antaranya kerusakan fungsi trabekula dan peningkatan tekanan intra okuler. Beberapa
faktor resiko glaucoma primer sudut terbuka adalah umur lebih dari 40 tahun, peningkatan
30
tekanan intraokuler, keturunan Amerika-Afrika, riwayat trauma ocular, penggunaan
kortikosteroid topikal, sistemik ataupun endogen, myopia, diabetes mellitus, penyakit
vascular karotis, anemia, riwayat hipertensi sistemik dan insufisiensi vascular.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi.
Tatalaksana pada POAG meliputi non-bedah dan bedah. Komplikasi glaukoma primer
sudut terbuka adalah kerusakan saraf mata dan bisa menyebabkan kebutaan. Glaukoma
primer sudut terbuka merupakan penyakit kronis yang tidak dapat diobati dan hanya dapat
diperlambat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suharjo SU, Sundari S, Sasongko MB. Kelainan Palpebra, Konjungtiva, Kornea,
Sklera dan Sistem Lakrimal. Dalam Suhardjo SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata.
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2012. h.111-43.
2. Vaughan, Daniel G, MD, Asbury, Taylor, MD, dan Riordan-Eva, Paul, FRCS,
FRCOphth. Editor; Diana Susanto. Oftalmologi Umum. EGC. Jakarta. 2009. hal; 12
dan 212-229.
3. Khurana, A.K. Comprehensive Opthalmology. 4th edition. New Age International (P)
limited. New Delhi. 2007. Hal 205-208
4. Barbara C, Marsh, Louis B, Cantor. The speath Gonioscopic Grading System. Last
updated june 2005. Available from :
http://www.glaucomatoday.com/art/0505/clinstrat.pdf .
5. Ilyas HS. Pemeriksaan Anatomi dan Fisiologi Mata serta Kelainan pada Pemeriksaan
Mata.. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. h.47-51
6. Ilyas HS. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna. Ilmu Penyakit
Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. h.65-70
7. James B, Chew C, Bron A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Lecture Notes:
Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005. h.18; 30-3
8. Amra AA. Penatalaksanaan Glaukoma Akut. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara; 2007.
9. Kooner KS. Primary Open Angle Glaucoma. In : Clinical Pathway of Glaucoma.
NewYork : Thieme; 2000.
10. Morrison JC, Pollack IP. Primary Open Angle Glaucoma. In : Glaucoma Science and
31
Practice. NewYork : Thieme; 2003.
32
top related