geriatri
Post on 23-Oct-2015
56 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 History Taking
Skenario
Seorang perempuan umur 73 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri
terutama bila di gerakkan pada pangkal paha kanan sehingga mengganggu dan tidak bias
berjalan, keadaan ini dialami sejak 3 hari lalu dimana sebelumnya penderita jatuh
terduduk di dalam kamar mandi. Postur tubuh penderita bungkuk ke depan sejak
beberapa tahun terakhir ini.hasil pemeriksaan fisik; tekanan darah 170 �90 mmHg, nadi 92
x �menit , pernapasan 30 x� menit dan suhu 37,1 c . beberapa hari terakhir ini penderita
kedengaran batuk-batuk tapi sulit sekali mengeluarkan lendirnya terutama malam hari
dan juga malas makan. Penderita selama ini minum obat kencing manus,tekanan darah
tinggi dan rematik.
Data yang didapatkan
- Usia 73 tahun
- Nyeri pangkal paha kanan tidak bias jalan
- Jatuh terduduk
- Kifosis
- Hipertensi
- Batuk pada malam hari dan lender sukar untuk di keluarkan
- Malas makan
- Riwayat mengonsumsi obat kencing manis, hipertensi dan rematik
Anamnesis tambahan :
- Keadaan setelah jatuh, sadar atau tidak?
- Sifat nyeri?
- Ada tidak gangguan penglihatan dan pendengaran?
1
- Kepala terasa ringan, diiness,vertigo ketika jatuh?
- Palpitasi , nyeri dada, sesak ketika jatuh ?
- Gejala neurologis fokal mendadak(kelemahan , gangguan sensorik
disartria,ataksia, bingung,afasia) ?
1.2 Mind Mapping
2
Pemeriksaan penunjang
Radiologi
EKG
jatuh
Pemeriksaan fisik
-pemeriksaan tanda vital
-lokasi nyeri (apakah ada fraktur)
penglihatan ̷ pendengaran
Anamnesis
-Riwayat jatuh dan berjalan
-Riwayat penyakit dahulu dan konsumsi obat obatan
-riwayat setelah jatuh (sadar ̷ tidak sadar)
-status gii, fungsional dan kognitif
komplikasi pencegahan Penatalaksanaan (terapi penyakit dahulu )
Rahabilitasi medikFarmakologis
BAB II
ISI
2.1Defenisi dan Terminologi
Menua di defenisiskan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa
sehat menjadi seorang yang ‘ frail’ (lemah, rentan) dengan berkurangnya
sebagian besar cadangan system fisiologis dan meningkatnya kerentanan
terhadap berbagai penyakit dan kematian secara eksponensial. Menua juga di
defenisiskan sebagai penurunan seiring waktu yang terjadi pada sebagian
besar makhluk hidup, yang berupa kelemahan, meningkatnya kerentanan
terhadap penyakit dan perubahan lingkungan, hilangnya mobilitas dan
ketangkasan , serta perubahan fisiologis yang terkait usia.
Terdapat beberapa istilah yang di gunakan oleh gerontologist ketika
membicarakan proses menua:
1. Aging (bertambahnya umur): menunjukkan efek waktu; suatu proses
perubahan , biasanya bertahap dan spontan
2. Senescence (menjadi tua) : hialngnya kemampuan sel untuk membelah
dan berkembang (dan seiring waktu akan menyebabkan kematia)
3. Homeostenosis: penyempitan atau berkurangnya cadangan homeostasis
yang terjadi selama penuaan pada setiap system organ.
Beberapa istilah lain yang perlu dikemukakan terkait dengan proses
menua adalah gerontology , geriatric dan longevity . gerontology adalah
ilmu yang mempelajari proses menua dan semua aspek biologi,
sosiologi,dan sejarah yang terkait dengan penuaan. Geriatric merujuk
pada pemberian pelayanan kesehatan untuk usia lanjut, geiatri merupakan
cabang ilmu kedokteran yang mengobati kondisi dan penyakit yang
dikaitkan dengan proses menua dan usia lanjut. Pasien geriatric adalah
pasien usia lanjut dengan multipatologi (penyakit ganda) . sementara
3
longevity merujuk pada lama hidup seorang individu. Dua aspek longevity
adalah mean longevity dan maximum longevity . mean longevity
merupakan longevity rata rata suatu populasi ,disebut pula usia harapan
hidup (life expectancy) . mean longevity dihitung berdasarkan
penjumlahan umur populasi saat meninggal dibagi jumlah anggota
populasi tersebut. Maximum longevity merupakan usia saat meninggal
dari anggota populasi yang hidup paling lama. Pada manusia, maximum
longevity diyakini sekitar 110-120 tahun (IPD jilid 1 edisi V hal: 758)
Gangguan keseimbangan dan jatuh merupakan salah satu masalah
yang sering terjadi pada orang berusia lanjut akibat berbagai perubahan
fungsi oragan, penyakit , dan factor lingkungan. Akibat yang ditimbulkan
oleh jatuh tidak jarang tidak ringan , seperti cedera kepala , cedera
jaringan lunak , sampai dengan patah tulang. Jatuh juga seringkali
merupakan petanda kerapuhan (frailty) dan merupakan factor predictor
kematian atau penyebab tidak langsung kematian melalui patah tulang .
Bersamaan dengan masalah jatuh , kejadian patah tulang panggul,
vertebra, lengan bawah , pelvis, dan persendian kaki juga meningkat
dengan paling cepat terjadi setelah usia 75 tahun. Patah tulang tersebut
merupakan penyebab utama,kesakitan, keatian , dan pengeluaran biaya
untuk pelayanan kesehatan dan social orang usia lanjut yang
bersangkutan.
Kematian dan kesakitan yang terjadi akibat patah tulang umumnya
disebabkan oleh komplikasi akibat patah tulang dan imobilisasi yang
ditimbulkannya. Beberapa diantara komplikasi tersebut adalah timbulnya
dekubitus akibat tirah baring berkepanjangan ; perdarahan, thrombosis
vena dalam dan emboli paru; infeksi pneumonia atau ISK akibat tirah
baring lama; gangguan nutrisi, dsb.( ipd jilid 1 edisi v hal: 812)
4
2.2 KESEIMBANGAN , KONTROL POSTURAL, DAN MOBILITAS
FUNGSIONAL.
KESEIMBANGAN
Keseimbangan merupakan proses kompleks yang melibatkan penerimaan
dan integrasi input sensorik serta perencanaan dan pelaksanaan gerakan
untuk mencapai tujuan yang menbutuhkan postur tegak,; suatu
kemampuan untuk mengontrol pusat gravitasi tetap berada di atas
landasang penopang.
Pusat gravitasi adalah suatu titik imajiner dimana jumlah semua gaya
adalah nol. Pada orang dewasa dengan postur normal yang sedang berdiri
(posisi anatomis ) , pusat grativitasi berada 1 inci di depan tulang belakang
setinggi sacrum 2. Jika tubuh atau bagian tubuh bergerak, lokasi pusat
gravitasi akan berubah . landasan penopang adalah permukaan tubuh yang
mengalami penekanan dari berat sedangkan dalam posisi duduk adalah
paha dan bokong.
Sesuai dengan landasan penopang yang ada, terdapat keterlibatan jarak
tubuh dapat bergerak tanpa menjadi jatuh (pusat gravitasi melewati
landasan penopang) atau membuat penopang baru dengan menggapai atau
melangkah (untuk menempatkan kembali landasan penopang di bawah
pusat gravitasi). Keterbatasan jarak tersebut disebut sebagai batas
stabilitas , yakni jarak terjauh pada arah manapun seseorang dapat
bergerak dari garis tengah tanpa mengubah landasan penopang awal
dengan melangkah , menggapai atau jatuh.
Derajat stabulitas tubuh tergantung pada empat factor yaitu : tinggi pusat
gravitasi di atas landasan penopang , besarnya ukuran landasan penopang,
lokasi garis gravitasi pada landasan penopang,dan berat badan. Stabilitas
5
lebih baik bila pusat gravitasi rendah , landasan penopang lebar, garis
gravitasi berada di tengah landasan, dan berat badan yang besar.
Untuk mempertahankan keseimbangan , tubuh secara konstan mengubah
dan mengoreksi posisi pusat gravitasi terhadap landasan penopang , yang
di sebut sebagai ayunan postural (postural sway) . control ayunan postural
berasal dari input visual, vestibular, proprioseptif, dan orang eksteroseptif.
KONTROL POSTURAL
Control postural meliputi control posisi tubuh untuk stabilitas sehingga
keseimbangan tubuh dapat dipertahankan dan untuk orientasi agar
hubungan yang tepat antar segmen tubuh serta antara tubuh dan
lingkungan saat melakukan kegiatan dapat di pertahankan.Terdapat 2
komponen keseimbangan, yaitu keseimbangan statis untuk
mempertahankan suatu posisi dalam periode tertentu dan keseimbangan
dinamis untuk memelihara keseimbangan pada saat melakukan
gerakan.kemampaun untuk mengontrol posisi tubuh dalam ruang
merupakan suatu interaksi kompleks dari system saraf dan
musculoskeletal yang kesemuanya dikenal sebagai system control
postural.
Yang termasuk dalam komponen saraf adalah proses motorik
(neuromuscular), proses sensorik (system visual, vestibular, dan
somatosensorik), dan progress integrative system saraf pusat. Komponen
musculoskeletal antara lain meliputi lingkup gerak sendi, fleksibilitas
tulang belakang, otot , dan hubungan biomekanik antar segmen tubuh.
Tiga input sensorik perifer primer yang memberikan kontribusi dalam
control postural adalah system reseptor somatosensorik , cisual, dan
vestibualan bilateral. System vestibular sangat penting untuk 6
keseimbangan karena dapat mengidentifikasi dan membedakan gerakan
tubuh sendiri dengan gerakan dari lingkungan serta memberikan
kestabilan visual ketika kepala bergerak.
System somatosensorik sendiri tidak mampu membedakan antara
gerakan dari pijakan dengan gerakan dari tubuh, demikian pula dengan
system visual, yang bila berdiri sendiri tidak mampu untuk membedakan
gerakan dari lingkungan dengan gerakan dari tubuh,sehingga system
vestibular digunakan sebagai referensi internal untuk menentukan
keakuratan input somatosensorik dengan visual atau bila input
somatosensorik atau visual tidak tersedia. Oleh karena itu, otak
memerlukan informasi dari ketiga system sensorik untuk secara tepat
membedakan gerakan dari tubuh sendiri dengan gerakan dari lingkungan.
Ada empat strategi gerakan yang paling sering digunakan sebagai
reaksi keseimbangan pada respon postural , yaitu strategi pergelangan
kaki, panggul, suspensori, dan melangkah� menggapai.
a. Strategi pergelangan kaki ( ankle strategy)
Strategi pergelangan kaki dan sinergi otot yang berhubungan
merupakan pola pertama untuk mengontrol gerakan ayunan tubuh
pada posisi tegak (upright sway).strategi ini mempertahankan
pusat gravitasi tubuh dalam posisi stabil melakukan gerakan tubuh
yang terutama berpusatdi sekitar sendi pergelangan kaki.
b. Strategi panggul (hip strategy)
Strategi panggul mengontrol pusat massa tubuh dengan membuat
gerakan yang kuat dan cepat pada sendi panggul, panggung, dan
rotasi pergelangan kaki. Kepala dan panggul bergerak pada arah
yang berlawanan , dengan kontraksi otot berpola dari proximal
7
menuju distal, dimulai dari kontraksi otot abdominal kemudian
diikuti oleh kontraksi otot kuadrisep dan tibialis anterior.
c. Strategi suspensori (suspensory strategy)
strategi suspensori merupakan strategi yang seringkali digunakan
bila kombinasi stabilitas dan mobilitas dibutuhkan , seperti pada
saat berselancar angin. Strategi ini merendahkan pusat gravitasi
terhadap landasan penopang dengan cara flexi kedua ekstremitas
bawah atau sedikit berjongkok . dengan mememndekkaan jarak
antara pusat gravitasi dan landasan penopang , usaha untuk
mengontrol pusat gravitasi menjadi lebih mudah
d. Strategi melangkah dan menggapai (stepping and reaching
strategy)
Jika strategi yang sedang berlangsung seperti strategi pergelangan
kaki maupun strategi panggul tidak memadai untuk memulihkan
keseimbangan atau jika pusat gravitasi sudah melewasi landasan
penopang awal, kaki akan melangkah atau tangan menggapai
untuk membuat lansan penopang baru.
MOBILITAS FUNGSIONAL
Ambulasi adalah bergerak dan berjalan. Selama gerakan dan ambulasi
normal, pusat gravitasi tubuh di pertahankan secara dinamis terhadap
landasan penopang. Ambulasi normal dan stabilitas postural tergantung
pula pada fungsi sensorik , neuromuscular , system musculoskeletal , dan
proses integrasi dari system saraf pusat. Dalam system musculoskeletal ,
kekuatan otot rangka dan lingkup gerak sendi yang adekuat , terutama
8
pada ekstremitas bawah , esensial untuk terjadinya respon yang efektif
terhadap gengguan postural dan untuk mempertahankan control postural.
Jatuh terjadi ketika system control postural tubuh gagal mendeteksi
pergeseran dan tidak mereposisi pusat gravitasi terhadap landasan
penopang pada waktu yang tepat untuk menghindari hilangnya
keseimbangan. Kegagalan ini anata lain disebabkan oleh pergeseran pusat
gravitasi tubuh yang besar , cepat, dan terjadi tiba-tiba; gangguan
lingkungan;serta factor intrinsic seperti hilangnya fungsi sensorik yang
esensial untuk mendeteksi gerakan pusat untuk mengorganisasi dan
menghantarkan respon postural, dan respon postural yang tidak efektif
akibat terganggunya system neuromuscular , gaya jalan abnormal, reflex
postural tidak memadai, instabilitas sendi , dan kelemahan otot.(IPD
JILID I EDISI V HAL: 813-815)
2.3 Teori-teori proses menua sebagai perkembangan normal
1. Teori “Genetic Clock”
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetic untuk
spesies-spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai didalam nuclei (inti
sel)nya suatu jam genetic yang telah dipitar menurut suatu replikasi
tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel
bila tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita itu berhenti akan
meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau
penyakit akhir yang katastrofal. Konsep “genetic clock” didukung oleh
kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan mengapa pada beberpa
spesies terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang nyata, secara teoritis
dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk beberapa
waktu dengan pengaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan
9
kesehatan, pencegahan penyakit dengan obat-obat atau tindakan-tndakan
tertentu.
2. Mutasi somatic (teori Error Catastrophe)
Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel
somatic, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional
sel tersebut. Menurut hipotesis tersebut, menua disebabkan oleh
kesalahan-kesalahan yang beruntun sepanjang kehidupan. Setelah
berlangsung dalam waktu yang cukup lama, terjadi keslahan dalam proses
translasi (RNA protein/enzim). Kesalahan tersebut akan menyebabkan
terjadinya reaksi metabolisme yang salah, sehingga akan menggurangi
fungsional sel. Walaupun dalam batas-batas tertentu kesalahan dalam
pembentukan RNA dapat diperbaiki, namun kemampuan memperbaiki
diri sendiri itu sifatnya terbatas pada keslahan dalam proses transkripsi
(pembentukan RNA) yang tentu akan menyebabkan kesalahan sintesis
protein atau enzim, yang dapat menimbulkan metabolit yang berbahaya.
Apalagi jika terjadi kesalahan dalam proses translaasi (pembuatan
protein), maka akan terjadilah kesalahan yang makin banyak, sehingga
terjadi katastrop.
3. Rusaknya system imun tubuh
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pascatranslasi, dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan system imun tubuh mengenali
dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatic menyebabkan
terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat
menyebabkan system tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan
tersebut sebagai se lasing dan menghancurkannya. Peristiwa inilah yang
10
menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Modulasi imunologik untuk
mengantisipasi hal ini dapat dikerjakan, yaitu dengan antara lain :
- Restorasi imunologik dengan imun-globulin-serum (ISG), serum, hiper
imun,pemberian globulin dsb.
- Stimulasi/potensi imunologik dengan menggunakan :
a. Bahan biologic : hormone tymus, limfokin, interferon dsb.
b. Bahan sintetik misalnya : levamisol, isoprinosin, dsb.
Semua sel somatic akan mengalami proses menua, kecuali sel bibit
(gurma-sel telur) dan sel yang mena=glami mutasi menjadi kanker.
Sel-sel jaringan binatang dewasa juga dapat membagi diri dan
memperbaharui diri, kecuali sel neuron, miokardium dan sel ovarium.
4. Teori menua akibat metabolism
Pentingnya metabolism sebagai faktor penghambat umur panjang.
Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih banyakhidup
yang kurang bergerak menjadi lebih banyak bergerak mungkin juga dapat
meningkatkan umur panjang. Hal ini menyerupai hewan yang hidup
dialam bebas yang banyak bergerak disbanding dengan hewan
laboratorium yang kurang bergerak dan banyak makan. Hewan di alam
bebas lebih panjang umur daripada hewan laboratorium.
5. Kerusakan akibat radikal bebas
Radikal bebas (RB) dapat terbentuk dialam bebas, dan didalam
tubuh jika fagosip pecah, dan sebagai produk sampingan didalam rantai
pernafasan didalam mitokondria. Untuk organism aerobic, RB terutama
terbentuk pada waktu respirasi (aerob) di dalam mitokondria, karena 90 %
oksigen yang diambil tubuh, masuk ke dalam mitokondria. Waktu terjadi
proses respirasi tersebut oksigen dilibatkan dalam mengubah bahan bakar
11
menjadi ATP, melalu enzim-enzim respirasi di dalam mitokondria, maka
radikal bebas (RB) akan dihasilkan sebagai zat anatar. RB yang terbentuk
tersebut adalah superoksida (O2), dan juga peroksida hydrogen (H2O2).
RB bersifat merusak, karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi
dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam membrane
sel,dan dengan gugus SH.
buh sendiri sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menangkal
radikal bebas, dalam bentuk enzim seperti :
1. Superoxide dismutase (SOD), yang berunsur Zn, Cu< dan juga Mn. Enzim
ini dapat merubah superoxide menjadi 2O2, dalam reaksi :
SOD
2O2- + 2H+ H2O2 + O2
2. Enzim katalase yang berunsur Fe dalam bentuk haem, dapat menguraikan
hydrogen peroksida menjadi air dan oksigen :
katalase
2H2O2 2H2O + O2
3. Enzim glutation peroksidase, berunsur selenium (Se), juga meguraikan
hydrogen peroksida melalui reaksi sebagai berikut :
H2O2 + GSH GSSH + H2O
Disamping itu RB dapat juga dinetralkan menggunakan senyawa non
enzimatik, seperti : Vitamin C (asam askorbat), provitamin A (Beta Karoten)
dan Vitamin E (Tocopherol).
12
Walaupun telah ada system penangkal, namun sebagian RB tetap
lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak RB terbentuk sehingga proses
pengrusakan terus terjadi. Kerusakan organel sel makin lama makin banyak
dan akhirnya sel mati.
Dari penyebab-penyebab terjadinya proses menua tersebut ada
beberapa peluang yang memungkinkan kita dapat mengintervensi, supaya
proses menua dapat diperlambat. Yang paling banyak kemungkinannya ialah
mencegah meningkatnya RB, kedua dengan memanipulasi system imun
tubuh, ketigha melalui metabolism / makanan.
Telah disebutkan dimuka, bahwa berbagai misteri kehidupan yang
masih banyak belum terungkap, maka proses menua merupakan salah satu
misteri yang paling sulit dipecahkan. Disamping itu tidak boleh dilupakan
peranan faktor resiko yang dating dari luar (eksogen), yaitu faktor lingkungan
dan budaya gaya hidup yang salah.
13
2.5 Faktor factor risiko jatuh (intrinsic dan ekstrinsik)
Faktor risiko jatuh telah disebutkan di atas ada faktor intrinsik, yaitu :
Kondisi fisik dan neurospikiatrik. Penurunan penglihatan dan
pendengaranPerubahan neuromuskuler, gaya berjalan dan reflex postural.
Faktor ekstrinsik yang dapat mengakibatkan jatuh adalah :Obat-obatan yang
diminum, Alat bantu berjalan, Lingkungan yang tidak mendukung.Penyebab
jatuh dari lansia dapat merupakan gabungan dari beberapa faktor, antara lain
karena :Kecelakaan misalnya terpeleset atau tersandung atau karena
lingkungan yang kurang baik sedangkan lansia telah mengalami gangguan
penglihatan. Nyeri kepala dan atau vertigo Hipotensi ortostatik Obat-obatan :
diuretic, antidepresan trisiklik, sedative, antipsikotik, obat hipoglikemik
Proses suatu penyakit misalnya stroke atau Parkinson
Idiopatik dan Pingsan (kedokteran fisik dan rehabilitasi-Pencegahan Jatuh
Pada Lansia Ditulis oleh Dr. Retno Setianing, SpKFR Jumat, 17 Desember
2010 )
Untuk memahami factor resiko jatuh, maka harus dimengeti bahwa
stabilitas badan di tentukan atau di bentuk oleh:
a) System sensorik
yang berperan di dalamnya adalah : visus (penglihatan) , pendengaran, fungsi
vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan
menimbulkan gangguan penglihatan. Semua penyakit telinga akan
menimbulkan gangguan pendengaran.vertigo tipe perifer sering terjadi pada
lansia yang di duga karena adanya perubahan fungsi vestibuler akibat proses
menua. Neuropati perifer dan penyakit degenerative leher akan mengganggu
23
fungsi proprioseptif.gangguan sensorik tersebut menyebabkan hamper
sepertiga penderita lansia mengalami sensasi abnormal pada saat dilakukan uji
klinik
b) System saraf pusat(ssp)
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik.
Penyakit SSP seperti stroke,Parkinson, hidrosefalus tekanan normal sering di
derita oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon
tidak baik terhadap inpun sensorik
c) Kognitif
d) Musculoskeletal
Factor ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan factor yang benar-
benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh.
Gangguan muskuskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan dan ini
berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Gangguan gait yang
terjadi akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan oleh:
Kelakuan jaringan penghubung
Berkurangnya massa otot
Perlambatan konduksi saraf
Penurunan visus� lapang pandang
Kerusakan proprioseptif
Yang kesemuanya menyebabkan:
Penurunan range of motion (IROM) sendi
penurunan kekuatan otot,terutama menyebabkan kelemahan
ekstremitas bawah
perpanjangan waktu reaksi
kerusakan persepsi dalam
24
peningkatan postural sway (goyangan badan)
semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah
pendek, penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal.kaki tidak dapat
menapak dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah. Perlambatan
reaksi mengakibatkan seorang lansia susah � terlambat mengantisipasi bila
terjadi gangguan seperti terpeleset,tersandung , kejadian tiba-tiba, sehingga
memudahkan jatuh.
Secara singkat factor risiko jatuh pada lansia di bagi dalam dua
golongan besar, yaitu : (kane, 1994)
1. factor-faktor intrinsic (factor dari dalam)
2. factor-faktor ekstrinsik(factor dari luar)
(geriatri edisi ke 4 hal 176-177)
25
Falls (jatuh)
Kondisi fisik dan neuropsikiatrik
Penurunan visus dan pendengaran
Perubahan neuromuskuler,gaya berjalan, dan reflek postural karena proses menua
Obat obatan yang diminum
Alat alat bantu berjalan
Lingkungan yang tidak mendukung (berbahaya)
HIPERTENSI, DIABETES MELITUS DAN OSTEOARTHTRITIS
PADA GERIATRI
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang merupakan
hasil curah jantung dan resistensi vascular, dapat terjadi jika terdapat
peningkatan curah jantung, atau resistensi vascular perifer yang
bertambah,atau keduanya. (lecture notes kardiologi edisi 4 hal :58)
Diabetes mellitus(DM) merupakan gangguan metabolic yang ditandai
oleh hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa serum) akibat kurangnya
hormone insulin,menurunnya efek insulin atau keduanya.(buku ajar
patofisiologi hal:519)
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degenerative yang
berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi .vertebra, panggul, lutut dan
pergelangan kaki paling sering terkena OA. (IPD JILID III EDISI V
hal :2538)
diuretik
semua diuretic akan menurunkan tekanan darah secara akut dengan
pengeluaran garam dan air,tetapi setelah 4-6 minggu keseimbangan kembali
dan tekanan darah kembali ke nilai asal, namun, thiaid mempunyai efek
vasodilatasi langsung pada arteriol yang menyebabkan efek hipotensif
berkelanjutan.thiaid akan menurunkan kadar kalium dan cenderung
meningkatkan glukosa ,asam urat ,insulin, kolesterol dan kalsium darah .
thiaid merupakan obat pilihan pertama pada manula (lecture notes kardiologi
edisi 4 hal :,65)
efek samping salah satu obat diuretic yakni thiaid berkaitan dengan
kadar plasma. Uji klinik yang lebih baru membuktikan bahwa dosis renda
(12,5-25 mgHCT ) lebih efektif menurunkan tekanan darah dan mengurangi
resiko kardiovascular . efek samping diuretic thiaid adntara lain:
26
1. Gangguan elktrolit:meliputi hipokalemia,hipovolemia,
hiponatremia,hipokloremia,hipomagnesemia.hipokalemia
mempermudah terjadinya aritmia terutama pada pasien yang
juga mendapat digitalis atau antiaritmia lain.
2. Gejala insufisiensi ginjal dapat diperberat oleh thiaid,
mungkin Karen thiaid langsung mengurangi aliran darah dan
ginjal.
3. Hiperkalsemia: tendensi hiperkalsemia pada pemberian thiaid
jangka panjang merupakan efek samping yang menguntungkan
terutama untuk orang tua dengan osteoporosis , karena
mengurangi resiko fraktur
4. Hiperurisemia.diuretik thiaid dapat meningkatkan kadar asam
urat darah karena efeknya menghambat sekresi dan
meningkatkan reabsorpsi asam urat. Efek samping ini perlu
menjadi perhatian pada pasien arthritis gout karena dapat
mencetuskan serangan gout akut.
5. Thiais menurunkan tolensari glukosa dan mengurangi
efktifitas obat hipoglikemik oral.ada 3 faktor yang
menyebabkan hal ini dan telah dapat dibuktikan pada tikus
yaitu kurangnya sekresi insulin terhadap peninggian kadar
glukosa plasma,meningkatnya glikoneogenesis.penyelidikan
klinis menunjukkan bahwa deplesi k+ ikut memegang peranan
dalam hal menurunnya tolerandi glukosa ini,mungkin sekali
melalui penghambatan konversi proinsulin menjadi insulin.
6. Thiaid dapat menyebabkan peningkatan kadar kkolesterol dan
trigliserida plasma dengan mekanisme yang tidak
diketahui ,tetapi tidak jelas apakah ini meningkatkan risiko
27
terjadinya aterosklerosis (farmakologi dan terapi edisi 5 hal
395)
7. Hiponatremia Hiponatremia sering di temukan pada usia
lanjut . pada usia lanjut sehat , terdapat penurunan sekitar 1
mEq̷� L per decade dengan rata rata + 4 mEq̷ � L pada usia
dewasa muda, pada usia lanjut, hiponatremia delusional
merupakan mekanisme yang mendasari yang cukup sering
terjadi namun yang paling sering adalah karena Isyndrome of
inappropriate antidiuretic hormone secretion(SIADH) .
hiponatremia seringkali merupakan penanda penyakit berat
yang mendasari dengan prognosis buruk dan mortalitas tinggi.
Risiko utama timbulnya perburukan hiponatremia adalah
pemberian cairan hipotonik. Rendahnya asupan natrium
diserati proses menua dengan ganggual ginjal dengan menahan
natrium memudahkan terjadinya kehilangan natrium dan
hiponatremia . banyak pasien yang mendapat dukungan nutrisi
melalui NGT mengalami hiponatremia intermitten atau
persisten karena rendahnya natrium dalam diet tersebut..
Beratnya gejala klinis hiponatremia tergantung pada rendahnya
kadar natrium dan cepatnya penurunan kadar natrium serum
tersebut. Hiponatremia kronik ringan bias saja tidak bergejala.
Kadar natrium serum < 125 mEq̷ � L dapat menimbulkan
letargi, kelelahan , anorexia, mual, dank ram otot. Dengan
memburuknya hiponatremia , gejala gejala susunan saraf pusat
mengemuka dan bervariasi dari kebingungan hingga dan
kejang. Terdapat risiko kematian bila kadar natrium serum <
110 mEq̷ � L.
28
Dalam memeriksa pasien usia lanjut dengan hiponatremia,
factor penyebab lainnya harus disingkirkan. Pendekatan awal
pada hiponatremia adalah pengukuran osmolaritas serum.
Pada keadaan hiponatremia hipovolemik, pengukuran natrium
urin sangan berguna. Kadar natrium urin yang rendah Nampak
pada keadaan – keadaan kehilangan natrium secara eksternal
seperti kerusakan kulit dan gangguan gastrointestinal . kadar
natrium urin yang tinggi Nampak pada kehilangan natrium
melalui ginjal, penggunaan diuretika, dan hipoaldosteronisme.
Asupan air dan aktivitas vasopressin yang berlebihan serta
hipokalemia juga berhubungan dengan terjadinya
hiponatremia. Diuretika seperti thiaid bekerja pada tubulus
ginjal dan mengganggu transport natrium sehingga
mengakibatkan kehilangan natrium melalui kehilangan air
yang berlebihan . hiponatremia hipovolumik ringan seperti
yang terjadi pada orang yang mendapat diet cair � NGT, dapat
dikoreksi dengan menambahkan tablet NaCL yang di haluskan
ke dalam cairan enteral. (IPD JILID 1 EDISI V hal 800)
osteoarthtritis (OA) adalah penyebab paling umum dari kecacatan
padaorang dewasa yang lebih tua, dan meskipun penggunaan analgesik
dapat membantu, juga dapat mengakibatkan kejadian efek samping obat.
dalam penggunaan acetaminophendan golongan NSAID ditemukan
penurunan metabolisme hati tahap II pada geriatric namun ternyata dapat
mengakibatkan peningkatan risiko hepatotoksisitas dan insufisiensi ginjal.
Selain itu opioid, data yang menunjukkan peningkatan risiko jatuh, patah
tulang, atau delirium merupakan potensi risiko dalam mengobati nyeri
OA kronis. ( The American Journal of Geriatric Pharmacotherapy Volume
10, Issue 6 , December 2012, Pages 331–342 Adverse Effects of
29
Analgesics Commonly Used by Older Adults With Osteoarthritis: Focus
on Non-Opioid and Opioid Analgesics)
2.6 Penyebab jatuh pada usia lanjut
1. kecelakaan: merupakan penyebab jatuh utama (30-50% kasusjatuh lansia)
murni kecelakaan misalnya terpeleset,tersandung
gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan
akibat proses menua, misalnya karena mata kurang awas,benda-benda
yang ada di rumah tertabrak,lalu jatuh
2. nyeri kepala dan atau vertigo
3. hipotensi ortostatik:
hipovolemia
disfungsi otonom
penurunan kembalinya darah vena ke jantung
terlalu lama berbaring
pengaruh obat obat hipotensi
hipotensi sesudah makan
4. obat-obatan
diuretic,antihipertensi
antidepresan trisiklik
sedative
antipsikotik
obat obat hipoglikemik
alkohol
30
5. proses penyakit yang spesifik
penyakit penyakit akut seperti
kardiovaskuler: aritmia,stenosis aorta, sinkope sinus carotis
neurologi: TIA, stroke,serangan kejang, Parkinson, kompresi saraf
spinal karena spondilosis,penyakit cerebelum
6. idiopatik
7. sinkope: kehilangan kesadaran secara tiba-tiba
drop attack(serangan roboh)
penurunan darah ke otak secara tiba tiba
terbakar matahari
Faktor –faktor situasional yang mungkin mempresipitasi jatuh antara lain:
1. aktivitas
sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas biasa seperti
berjalan,naik atau turun tangga,mengganti posisi.jatuh juga sering disebabkan
oleh kelelahan atau terpapar bahaya yang lebih banyak.
2. Lingkungan
Sekitar 70% jatuh pada lansia terjadi di rumah, 10% terjadi di tangga, dengan
kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak di banding saat naik, yang
lainnya terjadi karena tersandung atau menabrak benda perlengkapan rumah
tangga, lantai yang licin atau tak rata, penerangan ruang yang kurang.
3. Penyakit Akut
Dizzines dan syncope, sering menyebabkan jatuh. Eksaserbasi akutdari
penyakit kronik yang disertai lansia juga sering menyebabkan jatuh, misalnya
sesak nafas akut pada penderita paru obstruktif menahun, nyeri dada tiba-tiba
31
pada penderita penyakit jantung iskemik dan lain-lain.(geriatri edisi ke 4 hal
176-177)
2.7 Pengkajian diagnostic secara paripurna pada pengelolaan pasien
geriatric
PENGKAJIAN INSTABILITAS DAN JATUH
Evaluasi yang komprehensif terdiri atas riwayat jatuh dan medis yang
rinci, pemeriksaan fisik, pengkajian cara berjalan dan keseimbangan,
pengkajian terhadap kondisi lingkungan tempat pasien tinggal atau
terjatuh, serta pada keadaan tertentu , pemeriksaan laboratorium.
evaluasi keterangan
anamnesis
riwayat medis umum
Tingkat mobilitas
Riwayat jatuh
sebelumnya
Obat obatan yang
dikonsumsi
Terutama obat anti hipertensi dan psikotropika
Apa yang dipikirkan
pasien sebagai
penyebab jatuh
Apakah pasien sadar bahwa akan jatuh
Waktu dan tempat jatuh
Saksi
Kaitannya dengan perubahan postur , batuk
buang air kecil, memutar kepala
Gejala yang terkait Kepala terasa ringan, diiness,vertigo
Palpitasi , nyeri dada, sesak
Gejala neurologis fokal mendadak(kelemahan ,
gangguan sensorik disartria,ataksia,
32
bingung,afasia)
Aura
Inkontinensia urin atau alvi
Hilangnya kesadaran Apa yang langsung di ingat saat jatuh
Apakah pasien dapat bangkit kembali setelah
jatuh dan jika dapat, berapa lama waktu yang
diperlukan untuk dapat bangkit setelah jatuh
Apakah adanya hilangnya kesadaran dapat di
jelaskan oleh saksi
Pemeriksaan fisik:
Tanda vital Demam, hipotermia,frekuensi pernapasan , frekuensi
nadi dan tekanan darah saat berbaring, duduk, dan
berdiri
kulit Turgor ,trauma,kepucatan
kardiovascular Aritmia, bruit karotis, tanda stenosis aorta, sensitivitas
sinus carotis
ekstremiatas Penyakit sendri degenerative, lingkup gerak sendi,
deformitas, fraktur,masalah podiatrik (kalus,
bunion,ulserasi, sepatu yang tidak sesuai ,
kesempitan� kebesaran, atau rusak
neurologis Status mental,tanda fokal , otot( kelemahan , rigiditas,
spastisitas) , saraf perifer (terutama sensasi posisi ) ,
propioseptif , reflex, fungsi saraf cranial, fungsi
seebrum (terutama uji tumit ke tulang kering), gejala
ekstrapiramidal; tremor saat istirahat, bradikinesia,
gerakan involunter lain , keseimbangan dan cara
berjalan dengan mengobsevasi cara pasien berdiri dan
berjalan
33
Mata visus
Riwayat penyakit seyogyanya di fokuskan pada riwayat medis umum
dan pengobatan yang dijalani pasien, pendapat pasien tentang penyebab
jatuh yang di alami mereka, lingkungan pasien saat jatuh , gejala dan
tanda yang menyertai (seperti palpitasi akibat aritmia atau gejala
meurologis fokal akibat TIA),dan apakah terdapat riwayat hilangnya
kesadaran.
Ekstremitas, kulit , dan jaringan lunak yang di rasakan nyeri oleh
pasien perlu dikaji untuk mendeteksi adanya luka yang diakibatkan oleh
jatuh.beberapa masalah lain perlu juga ditelusuri untuk menetapkan
penyebab instabilitas dan jatuh. Oleh katena jatuh dapat diakibatkan oleh
penyakit akut , perhatian seksama perlu diberikan pada tanda
vital.demam,takipneu,takikardia, dan hipotensi perlu dikaji untuk mencari
adanya penyakit akut seperti pneumonia atau sepsis, infark
miokard,emboli paru,dan perdarahan saluran cerna.
Ketajaman penglihatan perlu dikaji,apakah berperan pada instabilitas
dan jatuh.pemeriksaan ekstremitas seyogyanya dilakukan untuk mencari
adanya deformitas,keterbatasan ruang lingkup sendi ,atau inflamasi aktif
yang mendasari instabilitas dan menyebabkan jatuh.perhatian khusus
sebaiknya diberikan pada kaki pasien untuk mencari adanya
deformitas,lesi yang nyeri(kalus,bunion,ulkus) , maupun sepatu yang
tidak sesuai ukuran atau tidak nyaman
Pemeriksaan neurologis juga merupakan komponen penting yang harus di
kaji.status mental harus di evaluasi dengan mencari tanda neurologis
fokal.adanya kelemahan otot, rigiditas, atau spastisitas,abnormalitas
34
fungsi serebrum,tanda penyakit Parkinson, dan tana neuropati perifer
perlu di cari.
Pengkajian cara berjalan dan keseimbangan juga merupakan
komponen penting dalam pemeriksaan fisik. Pengkajian sederhana berupa
‘get up and go test’ mungkin cukup praktis dalam mengkaji cara berjalan
dan keseimbangan
Pemeriksaan laboratorium tidak selalu diperlukan, tergantung data
yang diperoleh dari riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik.jika di duga
terdapat penyakit akut yang mendasari terjadinya instabilitas atau
jatuh,perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah
perifer lengkap, elektrolit, ureum, x ray, EKG jika dicurigai adanya
aritmia dan penyakit jantung,.pencitraan dengan ct scan dan
electrosefalogram perlu dikerjakan bila dicurigai kuat terdapat lesi
intracranial . (IPD jilid I EDISI V hal 819-820)
Direkomendasikan untuk melakukan asesmen pada semua lansia
sebagai bagian dari pemeriksaan rutin meliputi :
1. Semua lansia yang kontrol rutin di puskesmas atau dokter atau tenaga
kesehatan lain wajib untuk ditanya tentang jatuh minimal setahun
sekali.
2. Semua lansia yang pernah dilaporkan jatuh satu kali wajib diobservasi
dengan meminta untuk melakukan the get up and go tes. Apabila
pasien dapat melakukan tanpa kesulitan tidak memerlukan asesmen
lanjutan.
3. Pasien yang mengalami kesulitan untuk melakukan tes itu memerlukan
kajian yang lebih lanjut (AGS, ABS, AAOS, 2001).
35
Assesmen jatuh merupakan bagian dari assesman geriatric. Assesmen
jatuh meliputi : (kane,1994: Fischer, 1982).Assessment
fungsionalDilakukan observasi atau pencarian terhadap :
1. Fungsi gait dan keseimbangan : observasi pasien ketika bangkit dari
duduk dikursi, ketika berjalan, ketika membelok atau berputar badan,
ketika mau duduk dibawah.
2. Mobilitas : dapat berjalan sendiri tanpa bantuan, menggunakan alat bantu,
memakai kursi roda atau dibantu.
3. Aktifitas kehidupan sehari-hari : mandi, berpakaian, bepergian, kontinens.
(geriatri : 185-187)
2.8 Komplikasi ,Penatalaksanaan dan pencegahan
a. Komplikasi
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti tersebut di
bawah ini :
1. Perlukaan (Injury)
- Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri/vena
- Patah tulang (fraktur) :
o Pelvis
o Femur (terutama kollum)
o Humerus
o Lengan bawah
o Tungkai bawah
o Kista
- Hematom subdural
36
2. Perawatan Rumah Sakit
- Komplikasi akibat tidak dapat bergerak (imobilisasi)
- Risiko penyakit-penyakit iatrogenic
3. Disabilitas
- Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik
- Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan
pembatasan gerak
4. Risiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan (nursing home)
5. Mati
b. Penatalaksanaan
Prinsip dasar tatalaksanan usia lanjut dengan masalah instabilitas dan
riwayat jatuh adalah mengkaji dan mengobati trauma fisik akibat jatuh;
mengobati berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan
jatuh;memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara
berjalan,penguatan otot,alat bantu,sepatu atau sandal yang sesuai,
mengubah lingkungan agar lebih aman seperti pencahayaan yang
cukup;pegangan;lantai yang tidak licin dan sebagainya.
Penatalaksanaan harus menyeluruh dengan menghilangkan atau
menuntaskan factor factor resiko, diantaranya Diabetes mellitus dikaitkan
dengan peningkatan prevalensi dan insiden sindrom geriatrik: cacat
fungsional, depresi, jatuh, inkontinensia, malnutrisi dan gangguan
kognitif. Sindrom geriatrik tidak hanya menyebabkan kelemahan,
kehilangan kemerdekaan dan rendahnya kualitas hidup, tetapi juga
menjadi kendala utama dalam pengobatan dan perawatan penderita
diabetes. Faktor risiko atau faktor gejala geriatri adalah mikro-dan
komplikasi makrovaskuler Karena sindrom geriatri merupakan faktor
risiko multifaktorial dan berbagi, orang diabetes dengan gejala geriatri
37
harus ditangani dengan strategi konsentris yang umum, seperti terapi
diawasi latihan termasuk latihan otot-penguatan, dukungan psikologis,
dukungan sosial bagi kepatuhan, dan kontrol glikemik yang baik dengan
menghindari hipoglikemia.(Geriatrics and gerontology Diabetes
mellitus and geriatric syndromes Atsushi Araki, Hideki Ito 23 JAN
2009)
Latihan fisik(penguatan otot,fleksibilitas sendi,dan keseimbangan),
latihan tai chi, adaptasi perilaku(bangun dari duduk perlahan-
lahan,menggunakan pegangan atau perabot untuk keseimbangan,dan tenik
bangun setelah jatuh) perlu dilakukan untuk mencegah morbiditas akibat
instabilitas dan jatuh berikutnya.
Perubahan lingkungan acapkali penting dilakukan untuk mencegah
jatuh berulang.lingkungan tempat orang usia lanjut tinggal seringkali tidak
aman sehingga upaya perbaikan diperlukan untuk memperbaiki keamanan
mereka agar kejadian jatuh dapat dihindari.
Penatalaksanaan bersifat individualis, artinya berbeda untuk setiap
kasus karena perbedaan faktor-faktor yang bersama-sama mengakibatkan
jatuh. Bila penyebab merupakan penyakit akut penanganannya menjadi
lebih mudah, sederhana, dan langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh
serta efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik,
multifactorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat,
rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasan lansia itu. Pada
kasus lain intervansi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan,
misalnya pembatasan bepergian/aktivitas fisik, penggunaan alat bantu
gerak.
38
a. Pengelolaan gangguan penglihatan (Nnodim JO, Alexander NB, 2005)
b. Pengelolaan gangguan keseimbangan
c. Intervensi obat-obatan
d. Intervensi lingkungan
e. Pemakaian alas kaki
f. Intervensi pendidikan/pengetahuan yang berhubungan jatuh
(geriatric hal 187-189)
FRAKTUR
Risiko terjadinya tulang tidak hanya ditentukan oleh densitas massa
tulang , melainkan juga oleh factor factor lain yang berkaitan dengan
kerapuhan fisik dan meningkatnya risiko untuk jatuh. Densitas massa
tulang dan ayunan tubuh(sway),keduanya,merupakan factor predictor
untuk risiko terjadinya patah tulang osteoporotic,akan tetapi kombinasi
densitas massa tulang yang rendah dan ayunan tubuh yang meningkat
merupakan risiko pada tulang yang lebih tinggi
Factor factor risiko terjadinya patah tulang pada mereka yang
mengalami jatuh juga telah diteliti. Didapatkan data bahwa ada hubungan
yang kuat antara frekuensi (jumlah) kejadian jatuh dengan risiko
terjadinya patah tulang. Didapatkan pula data tipe jatuh yang
meningkatkan risiko patah tulang panggul,yakni jatuh ketika posisi sedang
berputar.beberapa factor risiko patah tulang panggul pada mereka yang
mengalami jatuh antara lain falls to the side,densitas tulang panggul
rendah,dan gangguan mobilitas
TATALAKSANA MEDIS FRAKTUR
39
Tujuan utama tatalaksana adalah mengembalikan pasien pada keadaan
dan fungsi sebelum terjadi fraktur.hal ini dapat dicapai dengan operasi
diikuti mobilisasi dini.walaupun demikian,adakalanya operasi dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila ada penyakit penyerta seperti
riwayat infark miokard.
Pada pasien usia lanjut yang mengalami fraktur diperlukan penilaian
geriatric yang komperhensif .kelompok pasien ini umumnya
lemah,memiliki beberapa masalah medis,minum banyak obat dan risiko
demensia. Berdasarkan data yang dikumpulkan, dibuat pengkajian
geriatric yang prinsipnya mencakup penyakit dasaar,penyakit penyerta ,
factor risiko, prognosis, dan kelayakan operasi. Bila didapatkan penyakit
penyerta pada pasien yang akan dioperasi maka dilakukan menejemen
perioperatif hingga penyakit penyerta tersebut dapat terkontrol atau
terkendali.
Obatobatan yang digunakan pasien sebelumnya perlu dievaluasi.pasien
harus dihindarkan dari efek samping polifarmasi.obat yang tidak � sedikit
efektif dihentikan. Namun obat yang berefek buruk bila dihentikan tetap
diteruskan .
Pada pemeriksaan fisik dievaluasi adanya komplikasi akibat
fraktur,factor penyebab fraktur, dan penyakit penyerta.pemeriksaan fisik
awal sangat penting untuk mengevaluasi komplikasi yang mungkin terjadi
kemudian. Penilaian status nutrisi pasien dapat dinilai melalui berat badan
dan tinggi abdan, konsentrasi albumin, dan jumlah total limfosit.penilaian
kulit dilakukan terhadap adanya dekubitus. Perlu dilakukan tatalaksana
terhadap nyeri yang seringkali timbul akibat fraktur. Pada keadaan
tersebut pasien dapat diberikan parasetamol 500 mg hingga dosis
maksimal 3000 mg per hari. Bila respons tidak adekuat dapat ditmabahkan
40
kodein 10 mg.langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan obat
antiinflamasi nonsteroid seperti ibuprofen 400 mg, 3x sehari . pada
keadaan sangat nyeri (terutama bila terdapat osteoporosis ), kalsitonin 50-
100 IU dapat diberikan subkutan pada malam hari . golongan narkotik
hendaknya di hindarkan karena dapat menyebabkan delirium.
Selain itu,perlu diingat kemungkinan terjadinya komplikasi
pascaoperasi seperti infeksi,tromboemboli, derilium, infeksi saluran kemih
dan retensio urin,ulkus dekubitus akibat tirah baring lama, maupun
malnutrisi.
Aspek penting pada pascaoperasi adalah mobilisasi dini untuk
mencegah komplikasi akibat imobilisasi.pada usia lanjut dengan fraktur
femur proximal,hal ini sangat penting agar dapat hidup tanpa tergantung
pada orang lain dengan target terapi adalah mengembalikan fungsi
berjalan.rehabilitasi harus dimulai satu hari setelah operasi dengan
mobilisasi bertahap dari tempat tidur ke kursi dan selanjutnya berdiri dan
berjalan.pada hari pertama dapat dimulai dengan latihan kekuatan
isometric dan latihan mobilisasi.pada hari keempat latihan berdiri dan
latihan berjalan dengan pegangan.(IPD JILID I EDISI V HAL 821-824)
c. Pencegahan
Jatuh bukan merupakan konsekuensi dari lanjutnya usia, oleh karena itu dapat
di lakukan pencegahan. Berdasrkan guideline dari American Geriatric
Society, British Geriatric dan American Academy of Orthopedic Surgeon
Panel on Fall Prevention merekomendasikan bahwa pasien lanju usia harus
dilakukan skrening jatuh stiap tahun dengan evaluasi yang mendalam pada
individu yang pernah mengalami kejadian jatuh baik sekali atau berulang.
Pada pasien lansia yang jatuh berulang dilakukan asesmen tentang obat-
41
obatan yang digunakan, fungsi penglihatan, pemeriksaan gaya berjalan dan
keseimbangan, fungsi ekstremitas bawah,fungsi neurologi dan kardiovaskuler.
Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena
bila sudah terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap
memberatkan.
Ada 3usaha pokok untuk pencegahan ini, antara lain :
1. Identifikasi factor risiko
Lebih dari sepertiga orang usia 65 tahun atau lebih tua jatuh setiap tahun,
Sekitar 1 dari 10 hasil jatuh terjadi cedera serius, seperti patah tulang
pinggul, patah tulang lainnya, subdural hematoma, cedera serius
lainnyaberupa cedera jaringan lunak, atau kepala injury., jatuh terkait
dengan mobilitas yang terbatas, penurunan kemampuan untuk
melaksanakan kegiatan seperti berpakaian, mandi, belanja, atau rumah
tangga, dan peningkatan risiko penempatan di panti jompo.
Meskipun beberapa jatuh memiliki penyebab tunggal, hasil dari interaksi
antara mayoritas jangka panjang atau jangka pendek faktor predisposisi
dan faktor pencetus jangka pendek seseorang terhadap lingkungan .1-5
Setiap kondisi berikut telah terbukti meningkatkan berikutnya risiko jatuh
dalam dua atau lebih studi observasionaldiantaranya arthritis, gejala
depresi, orthostasis, penurunan kognisi, visi, keseimbangan, gaya berjalan,
atau kekuatan otot, dan penggunaan empat atau lebih resep obat. Selain
itu, risiko jatuh secara konsisten meningkat sebagai jumlah faktor-faktor
risiko diantaranya risiko jatuh meningkat dalam kelompok orang tua yang
hidup di masyarakat, misalnya, dari 8 persen di antara mereka yang tidak
memiliki faktor risiko menjadi 78 persen di antara mereka dengan empat
atau lebih beresiko.Meskipun ada hubungan yang jelas antara jatuh dan
penggunaan jumlah yang lebih tinggi dari obat, Sampai saat ini, serotonin-
reuptake inhibitor, antidepresan trisiklik, agen neuroleptik,
42
benzodiazapines, antikonvulsan, diuretics dan kelas IA obat
antiarrhythmic telah terbuktii memiliki pengaruh yang kuat dengan
peningkatan risiko jatuh. (the new England journal of medicine , preventing
falls in elderly persons Mary E. Tinetti, M.D.N Engl J Med 2003; 348:42-
49January 2, 2003).
2. Penilaian pola berjalan secara klinis
A. Penilaian pola berjalan secara klinis
Salah satu bentuk aplikasi fungsional dari gerak tubuh adalah pola jalan.
Keseimbangan, kekuatan, dan fleksibilitas diperlukan untuk
mempertahankan postur yang baik. Ketiga elemen itu merupakan dasar
untuk mewujudkan pola jalan yang baik pada setiap inividu. Pola jalan
yang normal dibagi 2 fase, yaitu :
Fase pijakan
1. Fase pijakan(stance phase)
2. Fase dimana kaki tidak bias menyentuh pijakan (swing phase)
B. Penilaian keseimbangan
Pemeriksaan keseimbangan seharusnya dilakukan saat berdiri secara
statis dan dinamik, termasuk pemeriksaan kemampuan untuk bertahan
terhadap ancaman baik internal dan eksternal. Pemeriksaan statis
termasuk lebar cara berdiri sendiri dan cara berdiri sempit dengan
kedua kaki yang nyaman tanpa dukungan ekstremitas atas, diikuti oleh
untuk penderita dengan mata tertutup untuk menghilangkan pengaruh
visual saat berdiri dengan kaki menyempit (Tes Romberg)
membutuhkan informasi somatosensorik dan vestibular, sehingga
43
meningkatnya goyangan menandakan adanya masalah sensori perifer
dan vestibuler. Bagi lansia yang dapat melakukan Tes Romberg
dengan baik, tes statis yang lebih sulit seperti semitandem, tendem dan
satu kaki yang terangkat dapat dilakukan tes tersebut dapat dilihat
pada appendik C.
3. Mengatur / mengatasi factor situasional
Factor situasional yang bersifat serangan akut / eksaserbasi akut
penyakit yang diderita lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin
kesehatan secara periodic. Factor situasional bahaya lingkungan dapat
dicegah dengan mengusahakan perbaikan lingkungan. Faktor
situasional yang berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan
kondisi kesehatan penderita. Bila lansia sehat dan tidak ada batasan
aktifutas fisik, maka di anjurkan lansia tidak melakukan aktifitas fisik
yang melelahkan atau berisiko tinggi untuk terjadinya jatuh.
(geriatric : 181-185)
Perbaikan status gii juga di butuhkan untuk menghindari terjadi
malnutrisi pada geriatric yang akan memperberat keadaannya karena Penuaan
dikaitkan dengan penurunan sejumlah fungsi fisiologis yang dapat
mempengaruhi status gizi, termasuk pengurangan massa tubuh tanpa lemak
dan penurunan resultan tingkat metabolisme basal, penurunan sekresi gastric
juice dalam pencernaan dan perubahan dalam rongga mulut, defisit fungsi
sensorik, perubahan dalam cairan dan regulasi elektrolit dan penyakit kronis. 44
Obat, rawat inap dan determinan sosial lainnya dapat juga berkontribusi
terhadap kekurangan gizi. Status gizi orang tua merupakan faktor penentu
penting dari kualitas hidup, morbiditas dan mortalitas. (international journal
Why are elderly individuals at risk of nutritional deficiency? Sonya
Brownie PhD(Cand) Article first published online: 9 MAR 2006)
BAB III
KESIMPULAN
Gangguan keseimbangan,jatuh dan fraktur merupakan masalah besar bagi usia
lanjut, terdapat berbagai factor yang menjadi factor risiko dan penyebab
instabilitas dan jatuh tersebut memerlukan pengkajian secara menyeluruh
untuk mencegah jatuh dan fraktur maupan fraktur berulang.bila telah terjadi
fraktur ,diperlukan tatalaksana secara holistic dna interdisiplin. (IPD JILID 1
EDISI V HAL 824)
45
DAFTAR PUSTAKA
Suyono,slamet. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi IV. Dalam : Waspadji S,Lesmana L, Alwi I,editors. Jakarta: FK UI;2006
Utama,Hendra.Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI:ilmu kesehatan usia lanjut.jakarta:FKUI:2009.
Gray,houn h. dkk.lecture notes kardiologi edisi IV.jakatra:erlangga: 2009.Syarif,amin. Dkk.Farmakologi dan terapi edisi V, jakarta FKUI:2011Kowalak,Jennifer p.buku ajar patofisiologijakarta:EGC:2011.
(international journal Why are elderly individuals at risk of nutritional deficiency?
Sonya Brownie PhD(Cand) Article first published online: 9 MAR 2006)
(the new England journal of medicine , preventing falls in elderly persons Mary E.
Tinetti, M.D.N Engl J Med 2003; 348:42-49January 2, 2003).
(Geriatrics and gerontology Diabetes mellitus and geriatric syndromes Atsushi Araki,
Hideki Ito 23 JAN 2009)
(The American Journal of Geriatric Pharmacotherapy Volume 10, Issue 6, December
2012, Pages 331–342 Adverse Effects of Analgesics Commonly Used by Older
Adults With Osteoarthritis: Focus on Non-Opioid and Opioid Analgesics)
(kedokteran fisik dan rehabilitasi-Pencegahan Jatuh Pada Lansia Ditulis oleh Dr.
Retno Setianing, SpKFR Jumat, 17 Desember 2010 )
46
top related